0.0 Pendahuluan
Bahasa Kaili adalah bahasa daerah yang terbesar di daerah kota Palu
dan Kabupaten Donggala di Sulawesi Tengah. Penutur asli diperkirakan
330.000 jiwa. Ciri khas daerah ini adalah bahwa bahasa di tiap kampung
memiliki keistimewaan sendiri.
Bahasa Kaili terdiri dari beberapa dialek dan tiap dialek ada beberapa
variasi. Dialek Ledo yang paling terkenal tetapi ada juga dialek Ija, Unde,
Da'a, Rai, Tara, Inde, Taa, Doi, Edo, Ado, dll. Kebanyakan orang yang
berbahasa Ledo mengaku bahwa nenek moyangnya berasal dari gunung di
daerah Raranggonau, dan bahasa Ledo yang dipakai di daerah Raranggonau
belum banyak campuran dari bahasa lain, maka bahasa Ledo Raranggonau
yang dipakai dalam tata bahasa ini.
Pilihan bahasa Ledo Raranggonau tidak berarti bahwa dialek atau
variasi lain salah. Tetapi untuk membuat tata bahasa, kita harus mulai
dengan salah satu jenis bahasa. Nanti tata bahasa ini dapat menjadi pijakan
untuk membandingkan dialek-dialek lain. Kebanyakan variasi yang ada
terdiri dari kosa kata yang berbeda. Tidak banyak perbedaan struktur, yaitu
susunan kalimat dan pemakaian afiks, dan perbedaan demikian yang kami
sadari akan dicatat di makalah ini.
i ia ‘dia’
papitu ‘tujuh’
koi ‘pergilah’
485
e epe ‘dengar’
noreke ‘menghitung’
pae ‘padi’
o ose ‘beras’
loka ‘pisang’
naroso ‘kuat’
u upe ‘kuman’
vua ‘buah’
nombatudu ‘menyuruh’
Dalam bahasa Kaili terdapat vokal yang panjang. Vokal tersebut ditulis
dengan dua vokal yang sama. Contohnya:
randaa ‘gadis’
raa ‘darah’
njuu ‘terus-menerus’
nadaa ‘jahat’
nee ‘jangan’
naroo ‘dengan keras’
1
c [t] cangkore ‘kacang tanah’
nombaca ‘membaca’
2
h [h] hau ‘pergi’
nombapaha ‘memaham’
1
Bunyi [c] barangkali dipinjam karena 1) tidak banyak kata yang memakai bunyi tersebut dan yang ada terdapat
dalam kata yang barangkali dipinjam dari bahasa lain, seperti: cambu ‘cambuk’, cangkiri ‘cangkiri’, etc.; 2) kata
yang memakai bunyi [c] dalam dialek lain seringkali memakai bunyi [s]. Dalam bahasa Da’a, misalnya, cangkore
menjadi sanggore.
2
Bunyi [h] jarang muncul dan kebanyakan kata yang memakai [h] adalah kata pinjaman, seprti handu ‘handuk’,
nombapaha ‘faham’, hurupu ‘huruf’, dll. Tetapi ada juga kata hau yang sangat sering terdapat dalam bahasa Ledo
dan kata petunjuk sepert hai, haitu. Bahasa Ija dan Taa memakai [h] sebagai pengganti (atau alomorf) bunyi [s] ,
sedangkan bahasa Edo, Ado, Tado memakai [h] sebagai pengganti (alomorf) [r].
487
nd [nd] ndorokaa ‘sejenis jengkerik’
nanondo ‘jinak’
3
ngk [ηk] cingke ‘cengkeh’
cangkore ‘kacang tanah’
4
ny [ø] nyawa ‘nyawa’
banya ‘angsa’
3
Bunyi [ngk] jarang muncul kecuali dalam kata yang dipinjam seperti cangkore ‘kacang tanah’, cingke ‘cengkeh’,
dll. Dialek Kaili lainnya sering menjadikannya [ngg].
4
Bunyi [ny] jarang muncul kecuali dalam kata yang dipinjam dari bahasa lain dan kata-kata tersebut juga sering
diucapkan dengan [nj] sebagai pengganti [ny], misalnya nelanya sering juga diucapkan nelanja ‘lenyap’.
488
5
w [w] were ‘nasib’
nyawa ‘nyawa’
6
y [j] yaku ‘saya’
nanjayo ‘berjalan’
Dalam beberapa dialek lain terdapat juga konsonan hamzah [']. Lihat
kata-kata ini dari dialek Da'a:
i'a ‘dia’
ri ja'i ‘berhadapan’
naju'a ‘sakit’
ri sa'a ‘di sana’
Ada juga variasi lain yang terdapat antara dialek. Ada beberapa kata
yang diucapkan dengan vokal [a] dalam bahasa Ledo dan beberapa dialek
lain, tetapi di beberapa dialek lain lagi terdapat [o]. Sama hal dengan bunyi
[d]. Kadang-kadang di dialek lain terdapat [j]. Lihat contoh-contoh ini:
Ledo randaa Da’'a rando'o ‘gadis’
nakana nakono ‘benar’
nadaa najaa ‘jahat’
nadua naju'a ‘sakit’
dale jole ‘jagung’
dala jala ‘jalan’
1.3 Tekanan
Tekanan dalam bahasa Kaili terdapat di suku kata yang kedua dari
belakang (penultimat). Dalam dialek Ledo dan beberapa dialek lain, tempat
tekanan itu bepindah kalau ditambah sufiks sehingga tekanan itu sering
terdapat di suku kata kedua dari akhir kata. Misalnya:
na-nga-nde ‘makan’
na-nga-nde-mo ‘sudah makan’
ni-ka-nde-ku ‘saya makan’
ni-ka-nde-ku-mo ‘sudah saya makan’
Tetapi dalam dialek lain, seperti dialek Da'a, tekanan itu tetap terdapat
di suku kata kedua dari belakang kata dasarnya, dan tidak pindah kalau
ditambah sufiks yang menunjukkan orang atau -mo. Misalnya:
na-nggo-ni ‘makan’
na-nggo-ni-mo ‘sudah makan’
ni-ko-ni-ku ‘saya makan’
5
Bunyi [w] sangat jarang kecuali dalam kata pinjamin. Biasanya dapat juga memakai huruf u, seperti uatu atau
watu ‘waktu’, were atau uere ‘nasib’.
6
Bunyi [y] kurang terdapat di awal kata kecuali dalam nama-nama orang. Dalam beberapa dialek Kaili tidak
terdapat kata yaku melainkan aku.
489
1.4 Suku Kata
Suku kata dalam bahasa Kaili terbuka, yaitu, semua suku kata dalam
bahasa Kaili berakhir dengan huruf hidup, atau vokal. Tidak ada suku kata
yang berakhir dengan konsonan. Lihat di bawah:
nanggovia na-nggo-vi-a ‘sore’
nombadekei no-mba-de-ke-i ‘memberi’
nalanga na-la-nga ‘tinggi’
Jadi, suku kata bisa berdiri dari vokal saja V, atau bunyi konsonan, K,
disertai V, yaitu V atau KV. Misalnya:
na-ri-a na-nja-va a-pu
KV-KV-V KV- KV-KV V-KV
‘ada’ ‘mirip’ ‘api’
Perlu diingat bahwa beberapa bunyi konsonan dalam bahasa Kaili ditulis
dengan lebih dari satu huruf seperti [ng], [mb], [ngg] dll.
ni-kava na-nggava
’didapat’ ‘mendapat’
Dalam bahasa Kaili kalau huruf mati terdapat di samping bunyi nasal – yaitu
[n], [m], [ng] – kedua bunyi itu selalu diucapkan di bagian mulut yang sama.
490
Berarti, sering terdapat mb, mp, nd, nt, nj, ngk, ngg, tetapi tidak terdapat mt,
np, mng, dan seterusnya.
7
naN- N berarti bunyi nasal yang diucapkan sesuai dengan bunyi yang berikut. Misalnya, kalau bunyi berikut
adalah [p], maka N diucapkan [m]. Jadi naN- menjadi nang- kalau bunyi berikut adalah [k] atau [g] atau huruf
hidup. Kalau bunyi berikut adalah [d] atau [t] atau [j], naN- menjadi nan-. Kalau bunyi berikut adalah [m] atau [p]
maka naN- menjadi nam-, dsb. Dan nasal itu menjadi bagian bunyi pertama di suku kata berikut, misalnya naN- +
kande diucapkan na-ngande bukan *nang-ande.
491
dijelaskan lebih lanjut di bagian 3. Ada afiks yang merubah transitivitasnya,
ada yang membuat aktif atau pasif, ada yang membentukkan kata benda dari
kata kerja dan sebaliknya.
Kata Sifat
Kata sifat terdiri dari kata dasar dengan prefiks na- atau ma-,
contohnya:
na-kodi ‘kecil’
na-oge ‘banyak’
ma-kana ‘(akan) benar’
ma-mbaso ‘(akan) besar’
Kata-kata lain
Ada juga beberapa jenis kata lain, seperti numeralia (misalnya: papitu
‘tujuh’), kata sambung (misalnya: bo ‘dan’, apa ‘sebab’), kata ganti atau
pronomina (misalnya: yaku ‘saya’, komiu ‘kalian’), kata penggolong (seperti
sa-ito ‘se-orang’, pata-mbaa ‘empat ekor’), kata depan (seperti ka ‘ke’, dako
‘dari, baru-baru’), partikel (seperti tano ‘jadi, lalu’, ranga ‘kasihan’).
492
vatu ‘batu’ na-vatu ‘mempunyai sifat keras
kepala’
bone ‘pasir’ na-bone ‘berpasir’
ngana ‘anak’ na-ngana ‘bersifat kanak-kanak’
uve ‘air’ na-uve ‘bercair’
Kebanyakan kata kerja dapat diubah menjadi kata benda dengan
menambahkan afiks pe-, po-, paN- contohnya:
no-kova ‘mengusungi’ po-kova ‘usungan’
no-nturo ‘duduk’ po-nturo ‘kursi, tempat duduk’
nang-ande ‘makan’ pang-ande ‘makanan’
nan-diu ‘mandi’ pan-diu’ ‘tempat mandi’
nomba-dekei ‘memberi’ pe-dekei ‘pemberian’
no-boba ‘memukul’ po-boba ‘alat memukul’
ne-sai ‘singgah’ pe-sai ‘tempat singgah’
Ada beberapa kata kerja yang dapat dijadikan kata sifat kalau prefiks
saN- ditambahkan, beserta prefiks adjektiva biasa, yaitu ma- atau na-.
Contohnya:
na-njayo 'berjalan' na-sa-njayo ‘bersifat berjalan-jalan
keterlaluan’
no-tesa 'bicara' ma-san-tesa ‘akan bersifat terlalu banyak
bicara'
nang-inu ‘minum’ na-sang-inu ‘bersifat minum terlalu
banyak’
Banyak kata sifat dapat diubah menjadi kata kerja dengan
menambahkan prefiks no- dan mpaka-, (atau mo-mpaka-) misalnya:
na-lei ‘merah’ nompaka-lei ‘menjadikan merah’
na-mbaso ‘besar’ nompaka-mbaso ‘menjadikan besar’
na-baya ‘gila’ nompaka-baya ‘menjadikan gila’
Kata sifat juga dapat menjadi kata benda dengan penambahan ka-, dan
biasa juga memakai sufiks pronomina seperti na-. Contoh:
na-lei ‘merah’ ka-lei-na ‘kemerahannya’
na-doyo ‘bodoh’ ka-doyo-ra ‘kebodohan mereka’
na-boya ‘gemuk’ ka-boya nu japi ‘gemuknya sapi’
493
Setiap kata kerja mempunyai prefiks dasar: na(N)-, no-, atau ne-. Ada
beberapa kata kerja yang dapat memakai lebih dari satu afiks dasar ini tetapi
kebanyakan kata kerja tetap memakai satu saja.
1. Kata kerja yang tidak memakai prefiks. Jarang terdapat kata kerja yang
tidak memakai prefiks apapun:
hau ‘pergi’
rou ‘sudah pergi’
koi-mo ‘pergi-lah’
2. Kata kerja yang memakai prefiks no-. Kata kerja ini pada umumnya
taktransitif, yaitu tidak memakai objek.
no-lipa ‘berjalan’
no-tesa ‘berbicara’
no-nturo ‘duduk, tinggal’
no-karajaa ‘bekerja’
no-more ‘bermain’
3. Kata kerja yang memakai prefiks naN- biasanya transitif tetapi ada juga
yang taktransitif. Prefiks ini biasa berbentuk nang-, nangg-, nan-, atau nanj-,
tergantung bunyi pertama kata dasarnya. Perhatikan bunyi awal dan prefiks
yang dipakai:
naN-eva Æ nangeva ‘melawan’
naN-kande Æ nangande ‘makan’
naN-ombi Æ nangombi ‘meruncing’
naN-ali Æ nangali ‘membeli’
naN-isi Æ nangisi ‘mengisi’
naN-isani Æ nangisani ‘mengetahui’
naN-umbu Æ nangumbu ‘menyeret’
naN-talu Æ nantalu ‘membersihkan kebun’
naN-taka Æ nantaka ‘mengikat’
naN-tambai Æ nantambai ‘menambah’
naN-sava Æ nanjava ‘mirip’
naN-sua Æ nanjuaki ‘masukkan’
naN-kava Æ nanggava ‘mendapat’
Suatu pengecualian adalah kata dasar kande ‘makan’ yang memakai prefiks
nang-, yaitu nangande.
4. Kata kerja yang memakai prefiks ne- biasa taktransitif, yaitu tidak
menyebut objeknya:
ne-inda ‘meminjam, tetapi tidak disebut apa yang dipinjam atau
kepada siapa’
ne-eva ‘melawan’ (nang-eva ‘melawan sesuatu’)
ne-kande ‘makan (rem), dapat memotong (parang)’
494
ne-uta ‘mencari sayur’
3.2 Realis/Irealis
Dalam bahasa Kaili ada dua jenis waktu yang ditunjukkan oleh prefiks,
yaitu realis yang bermaksud hal-hal yang nyata dan dipakai untuk
menunjukkan kegiatan yang sudah terjadi atau sedang dalam proses. Waktu
irealis bermaksud tidak nyata atau belum nyata dan dipakai untuk
menunjukkan kegiatan yang belum terjadi, termasuk kegiatan yang masih
akan terjadi, ataupun kegiatan yang hanya kemungkinan, atau hal yang
direncanakan tetapi tidak terjadi. Irealis juga sering dipakai untuk perintah,
misalnya, Mangandemo! ‘Makanlah!’
Dalam bahasa Kaili setiap kata kerja dan kata sifat menunjukkan realis
atau irealis. Prefiks yang mulai dengan huruf n- , yaitu no-, naN-, ne- atau
prefiks ni- adalah nyata atau realis. Prefiks yang mulai dengan huruf m-
yaitu mo-, ma-, me- atau prefiks ra-, menunjukkan taknyata atau irealis.
Pemakaian realis/irealis yang diuraikan di atas adalah pemakain yang
dasar. Tetapi realis/irealis juga mengambil peranan penting dalam wacana.
Lihat bagian 9.0.
3.3 Aktif/Pasif
Dalam bahasa Kaili, semua kata kerja, selain hal realis atau irealis, juga
memakai prefiks yang menunjukkan apakah kata kerja itu aktif atau pasif
(lihat bagian 6.2). No-, na(N)-, ne-, mo-, ma(N)-, me- menunjukkan aktif
sedangkan ni- atau ra- menunjukkan pasif. (Kalau si pelaku disebut dengan
pronomina (kata ganti) ra- itu bisa menjadi ku-, nu-, atau mu-. Lihat bagian
3.4). Kedua kalimat yang berikut mempunyai arti yang kira-kira sama:
Soso nangande loka. ‘Cicak makan pisang.’
Loka nikande nu soso. ‘Pisang dimakan oleh cicak.’
Pemakaian afiks aktif atau pasif dalam bahasa Kaili terkait dengan
wacana. Contoh sederhana, kalau hal yang kita bicarakan adalah pisang,
berarti fokus ada pada objek, yaitu loka ‘pisang’, bukan pada pelaku, yaitu
soso ‘cicak’, jadi dipakai kalimat kedua: Loka nikande nu soso. ‘Pisang
dimakan oleh cicak.’ Tetapi, seandainya teman bertanya ‘Cicak sedang
apa?’ maka fokus pembicaraan kami ada pada cicak jadi kalimat pertama
akan dipakai: Soso nangande loka. ‘Cicak makan pisang.’
495
tetapi di sini diperhatikan afiks pronomina yang terdapat di kata kerja. Afiks
pronomina yang dipakai dengan kata kerja ada sebagi berikut – kecuali
kami yang tidak berubah bentuknya:
-ku ‘aku’ 1tg (tunggal)
-mu ‘engkau’ 2tg
-na ‘dia’ 3tg
-ta ‘kita’ 1jm (jamak) – inklusif
(kami) ‘kami’ 1jm – eksklusif
-miu ‘kamu’ 2jm
-ra ‘mereka’ 3jm
Afiks ini sering dipakai untuk menunjukkan pelaku dalam kata kerja
yang dipasifkan seperti contoh berikut:
ni-povia-ku ‘sudah saya buat’
ni-kande-miu ‘sudah dimakan oleh kalian’
ni-boba-na ‘sudah dipukulnya’
ni-sarumaka kami ‘diharapkan oleh kami’
8
Bahasa-bahasa Kaili-Pamona lain sering memakai afiks pronomina untuk menunjukkan subjek dan objek seperti
Bahasa Uma (Pipikoro) dan Moma (Kulawi). Subjek kata kerja yang taktransitif dapat muncul dengan bentuk afiks
juga.
9
Ada bahasa Kaili lainnya, seperti Kaili-Ija yang memakai ta- sebagai prefiks irealis untuk 1jm(inklusif) ta-nai
‘akan dimakan oleh kita’; ta-ose ‘akan kita ikut’.
496
Nee nu-povia vai! ‘Jangan kalian buat lagi!’
3.5 Aspek
Aspek adalah sifat kata kerja yang menunjukkan lamanya perbuatan,
misalnya apakah sudah mulai, sudah selesai, berulang, sedang berlangsung,
10
dll. Ada dua sufiks yang bisa menunjukkan aspek, yaitu –mo dan –pa.
Kalau sufiks –mo terdapat di kata kerja, berarti kegiatan itu sudah selesai
(aspek kompletif) atau sudah mulai (aspek inkoatif). Kalau terdapat lebih
dari satu sufiks, -mo adalah yang terakhir:
Nangande-mo i Tuti. ‘Tuti sudah makan.’ ATAU ‘Tuti sudah mulai
makan.’
Namate-mo tupuku. ‘Nenek saya sudah meninggal.’
Nikande-ku-mo bau. “Saya sudah makan ikan.’ ATAU “Saya sudah
mulai makan ikan.’
Sufiks –mo terdapat juga di kata sifat dengan arti bahwa keadaan itu
sudah nyata:
navuri-mo ‘sudah hitam’
nauda-mo ‘sudah dalam keadaan hujan’
Dalam kalimat, sufiks –pa menunjukkan bahwa kegiatan itu masih
terjadi.
Naria-pa tona ri banua. ‘Masih ada orang di rumah.’
ada -pa orang di rumah
Antara dua anak kalimat, -pa berarti bahwa kegiatan itu terjadi sebelum
kegiatian yang berikut.
Nakava-pa ia, nangande-mo kami. ‘Sesudah dia datang, kami mulai makan.’
datang –pa dia makan -mo kami
Sufiks –me jarang dipakai tetapi dalam kalimat berarti waktu yang lama
(atau jarak yang jauh).
Dako saeo-me ledo nakava ia. ‘Sudah lama sekali dia tidak datang.’
dari hari–me tidak datang
Dako Kulawi-me natiti oli. ‘Oli sudah bocor sejak dari Kulawi [jauh].’
dari Kulawi-me menetes oli
Kalau dipakai anatara anak kalimat, artinya lawan dari –pa, yaitu,
kegiatan itu terjadi sesudah kegiatan yang berikut. Contoh,
Dopa -me nakava ia, nangande-mo kami ‘Sebelum dia datang, kami mulai
belum-me datang dia makan -mo kami makan.’
10
Sufiks –mo memiliki beberapa fungsi lain juga. Bisa dipakai dengan kata benda untuk menekankan, lihat bagian
8.1.
497
Ada juga kata da yang terdapat di depan kata kerja, artinya ‘masih’:
Da nangande kami, nakava-mo i Yodi. ‘Waktu kami masih makan, Kodi sudah
datang.’
3.7 Reduplikasai
Perulangan kata disebut reduplikasi. Dalam bahasa Kaili kata kerja dan
kata sifat sering diulangi, sedangkan kata benda agak jarang (lihat bagian 5.3
untuk reduplikasi kata benda).
Kata kerja dapat diulanging untuk peristiwa yang diulangi beberapa kali
seperti contoh yangberilut:
Ia nongare-ngare. ‘Dia berteriak beberapa kali.’
498
Komiu, ngana, ledo mamala hau ma-ntara-ntara balia.
2tg anak tidak bisa pergi nonton-RED dukun
’Anak, tidak boleh menjadi kebiasaanmu menonton dukun.’
Biasa juga berarti kegiatan tersebut dilaksanakan tanpa maksud atau
tujuan tertentu:
Kami hau molipa-lipa ri Kavatuna.
‘Kami akan pergi jalan-jalan ke Kavatuna.’
499
tidak ada objek, maka kata kerja seperti ini disebut taktransitif.
Selain subjek dan objek, ada juga kata kerja tertentu yang harus ada
peserta lain seperti tempat, tujuan, sumber, dll. Peserta yang bukan subjek
dan bukan objek disebut objek tak langsung.
Kata kerja yang perlu tiga peserta disebut dwitransitif. Contohnya:
I Suku nomperapi doi nte manggena. ‘Suku minta uang dari
Suku minta uang dengan omnya omnya.’
Walaupun dala ‘jalan’ bukan objek tetapi dengan bertambah afiks pa- maka
dala berfungsi sebagai objek sehingga kata kerjanya dapat dijadikan pasif
seperti di kalimat kedua. Afiks pa- ini mempunyai huruf hidup yang sama
dengan prefiks dasar kata kerja tersebut, sehingga bisa menjadi pa(N)-, pe-,
atau po-. Berikutnya ada contoh memeakai prefiks dasar no- :
4.2 Kausatif
Salah satu jenis afiks yang mengubahkan ketransitifan adalah kausatif.
Sifat kausatif berarti ada pelaku yang ditambah karena pelaku itu
menyebabkan peristiwa itu. Si penyebab menjadi subjek dan si pelaku (atau
subjek pertama) seakan-akan diturunkan. Berarti kalimat taktransitif menjadi
transitif dan kalimat transitif menjadi dwitransitif.
Ada tiga prefiks yang dipakai dalam bahasa Kaili untuk kausitif, yaitu
pa-, po-, dan paka-. Beberapa kata saja yang dapat memakai pa-.
Contohnya:
500
Da na-tuvu titi. [taktransitif] ‘Itik masih hidup.’
masih hidup itik
501
Tombi hitu ni-sua -ki-na. [transitif] ‘Kamar ini dimasuknya.’
kamar ini di-masuk-kan-nya
502
4.4 Menjadikan Objek (-ka)
Afiks –ka sering dipakai di kata kerja kalau frasa preposisi menjadi
objek, khususnya benefaktif (sesuatu yang dibuat untuk orang lain), objek
taklangsung, dan keterangan penyerta. Contohnya:
Yaku nangande palola ante talebe. ‘Saya makan terong dengan nasi.’
saya makan terong dengan nasi
503
Ira no-si-nggawa ri dala. ‘Mereka saling ketemu di jalan.’
3jm -- si- temu di jalan
Sebenarnya kegiatan kesalingan harus ada dua atau lebih peserta, tetapi
kata kerja yang memakai prefiks kesalingan dianggap taktransitif karena
tidak bisa dipasifkan (tidak terdapat *ni-si-). Di samping itu, salah satu
peserta berbentuk keterangan penyerta, yaitu memakai preposisi nte. Jadi
dapat dikatakan bahwa afiks si- (nosi-, mosi-) mengubah ketransitifan, yaitu
mengurangi ketransitifan. Untuk menjadi pasif, harus ditambah dulu prefiks
po- untuk mentransitifkan, dan juga sufiks –ka, baru dapat dipasif. Contoh:
I Udi no-si-nggawa nte roa. ‘Udi dan teman saling ketemu.’
si Udi -- -si-temu dengan teman
504
I Rina no-dau baju ka yaku. ‘Rina menjahit baju untuk saya.’
si Rina R-jahit baju untuk 1tg
Yaku nom-peki-dau baju nte Rina. ‘Saya minta kepada Rina agar
1tg R- peki-jahit baju dengan Rina menjahit baju.’
Nagaya baju ni-peki-dau nte i Rina. ‘Baju yang diminta agar dijahit
indah baju PAS-peki-jahit dng si Rina oleh Rina itu indah.’
I Yenge neki-teba kayu nte manggena. ‘Yenge minta agar omnya mengukir
si Yenge neki-ukir kayu dgn omnya kayu.’
Ku-peki-tunu ka komiu sambaa manu. ‘Akan saya minta agar seekor ayam
1tg-peki-bakar untuk 2jm seekor ayam dibakar untuk kamu.’
4.7 mba-
Prefiks ini tidak mempunyai arti tertentu tetapi ada beberapa fungsinya. Kata
yang memakai –mba disertai prefiks verbal no- atau mo-. Kata yang
memakai nomba-/momba- adalah transitif dan dapat dipasifkan. Tetapi
prefiks mba- itu tidak terdapat di kata kerja yang dipasifkan, kecuali
ditambah juga afiks po-.
no-mba-like ‘membangunkan’
ni-like ‘dibangunkan’
ni-po-mba-like ‘dipakai untuk membangunkan’
Afiks ini sering kali terdapat bersama sufiks –i atau –aka dan agak
mengandung arti ‘disengajah’
no-mba-liu-naka ‘melewati’
no-mba-sala-i ‘mempersalahkan’
no-mba-jarita-i ‘menceritakan’
no-mba-sua-raka ‘memasukkan’
505
Biasanya juga partisipan baru itu bukan partisipan yang utama. Lihat pelaku
yang digaris dalam contoh yang berikut. Pelaku yang berbeda, digaris dua
kali.
Nialaramo mbo sangu vatu, bo hilaumo saito no-mba-tinda panto.
di-ambil-3jm masing satu batu dan pergi-lah satu V-mba tancap pancang
’Masing-masing mereka mengambil batu, dan salah satu pergi menancap pancang.
Sesudah pancang berdiri, mereka membagi masing-masing empat satu tim.’
‘Agak lama begitu berdengking babi, datanglah semua temannya. Temannya kira
ada ular menangkap babi sehingga berdenking-dengking.’
Naria saito tona nosangaka i Polebalu, ledo naria tona nombatompo pebauna ri tasi
asa satu orang nama Polebalu tidak ada orang V-mba-saingi -ikan di laut
.’Ada seorang bernama Polebalu, tidak ada orang yg dapat menyaingi dia
mengambil ikan di laut.’
506
nomba-resmikan-mo ‘sudah diresmikan’
nomba-sunti ‘menyuntik’
nomba-bantu ‘membantu’
nomba-racu ‘meracunkan’
nomba-talipoo ‘menelepon’
nomba-paha ‘paham
na-vuri ‘hitam’
no-mpaka-vuri ‘menjadikan hitam’
po-mpaka-vuri-na ‘keadaan dijadikan hitam’
Kata benda yang dijadikan kata kerja dengan memakai afiks no-, ne-,
507
na(ng)- dapat dijadikan kata benda kembali dengan menambah afiks po- -na.
Artinya, keadaan membuat kegiatan tersebut. Contohnya:
asu ‘anjing’
no-asu ‘berburu’
po-asu-na ‘pemburuan’
kayu ‘kayu’
ne-kayu ‘mencari kayu api’
pe-kayu-na ‘kegiatan mencari kayu api, tempat mencari kayu api’
Ada juga kata benda yang berfungsi sebagai nama tempat, nama orang,
dll. Nama orang sering didahului kata hubungan i. Kalau seorang dan
11
rombongannya dimaksud, bisa memakai kata gi . Lihat contoh:
I Kodi nanginu kopi. ‘Kodi minum kopi.’
Ira gi Manu ledo nanginu kopi. ‘Manu sekeluarga tidak minum
kopi.
Kalau kata kerja dipasifkan, biasa ada kata hubungan yang tersisip
antara kata kerja itu dan kata benda yang berikut (subjeknya). Kalau kata
benda yang berikut adalah nama orang, kata hubungan yang tersisip itu
adalah i. Kalau kata benda bukan nama orang, kata yang tersisp ialah nu atau
prefiks N-. Contohnya:
Asu na-ngande gampaya. ‘Anjing makan pepaya.’
anjing AKT-makan pepaya
Kalau kata benda mulai dengan huruf hidup atau huruf yang bersuara,
maka kata nu dipakai. Tetapi kalau kata benda tersebut mulai dengan huruf
yang tidak bersuara, yaitu s, p, t, k, maka ada perubahan bunyi dan nu
menjadi N-. N- berarti prefik nasal, bentuknya sesuai dengan huruf yang
tidak bersuara itu dan diucapkan n-, m-, atau ng-.
11
Mungkin kata geira yang dipakai di daerah Palu merupakan gabungan gi dan ira.
508
N- + p = mp
N- + t = nt
N- + k = ngg
N- + s = nj
Hal yang sama terjadi kalau dua kata benda ada hubungan kepunyaan,
milik-pemilik. Kata kedua adalah pemilik dan di antara kedua kata tersebut
tersisip juga nu atau N-. Kalau pemilik adalah nama orang, kata hubungan i
dipakai. Contohnya:
uve N- kaluku Æ uve nggaluku ‘air kelapa’
kada N- tovau Æ kada ntovau ‘kaki kambing’
koya N- pale Æ koya mpale ‘jari tangan’
tava N- suka Æ tava njuka ‘daun melinjo’
12
Dalam bahasa Tara dan Doi: siko.
13
Dalam bahasa Unde, Inde, Da’a: i’a
14
Komiu bahasa Ledo. Dalam bahasa Da’a, Inde, Tara, Tado, Taa, Ija: komi; bahasa Rai, Doi: kamiu.
15
Dalam bahasa Ija, Taa: hira.; bahasa Tara, Rai: sira. bahasa Ado: siha; Bahasa Doi: ia pura; bahasa Unde: i’a;
bahasa Edo: iha; bahasa Ende: taya, rea;
509
-miu ‘kamu’ 2jm
-ra ‘mereka’ 3jm
Afiks ini sering dipakai sebagai sufiks untuk menunjukkan pemilik,
misalnya:
banua-ku ‘rumah saya’
kada-ra ‘kaki mereka’
sanga-miu ‘nama kalian’
ana-ta ‘anak kita’
tina kami ‘ibu kami’
Kata benda yang dibentuk dari kata kerja atau kata sifat juga dapat
dimiliki. Contohnya:
ka-doyo-ra ‘kebodohan mereka’
ka-belo kami ‘kebaikan kami’
ka-gaya-na ‘kecantikannya’
ka-ntamo-ku ‘berat badan saya’
pe-kayu-ra ‘tempat mereka mencari kayu api’
po-mboli-ta ‘tempat kita simpan’
pang-uli-na ‘perkataannya’
po-mpaka-gasa-na ‘pembersihannya’
Pemilik juga dapat ditunjuk dengan memakai kata hubungan antara dua
kata benda. (Lihat bagian 5.1 di atas).
asu N- tona Æ asu ntona ‘anjing orang’
uve N- konau Æ uve nggonau ‘air pohon enau’
kada i Opi ‘kaki Opi’
pajeko i Buri ‘bajak Buri”
5.3 Reduplikasi
Kata benda dalam bahasa Kaili tidak sering memakai reduplikasi.
(Kecuali di daerah yang banyak pengaruh dari bahasa Indonesia, bahasa
Kaili tidak memakai reduplikasi untuk menunjukkan jamak.) Namun
demikian, ada beberapa kata tertentu yang dapat diulang dengan arti ‘tiap’:
eo ‘hari’ eo-eo ‘tiap hari’
bongi ‘malam’ bongi-bongi ‘tiap malam’
mpae ‘tahun’ mpae-mpae ‘tiap tahun’
nggani ‘kali’ nggani-nggani ‘setiap kali’
Reduplikasi kata benda yang lain biasa menunjukkan ‘macam-macam’
belum tentu jamak.
vua ‘buah’ vua-vua-na ‘bermacam-macam buahnya’
ngana ‘anak’ ngana-ngana ‘anak-anak (pada umumnya,
bukan anak-anak tertentu)’
isema ‘siapa’ isema-sema ‘barangsiapa (tidak tertentu)’
nuapa ‘apa’ nuapa-nuapa ‘apa saja’
uta ‘sayur’ uta-uta ‘macam-macam sayur,
sayur-mayur’
510
saba ‘sebab, alasan’ saba-saba ‘alasan apapun’
bulu ‘gunung’ ri bulu-bulunamo ‘di daerah pegunungan, tidak
tentu gunung yg mana’
16
Misalnya, dalam beberapa kampung orang Ledo, ‘tu’ tidak dipakai, jadi kata-kata ini menjadi hii, tuu, hai, dll.
511
Balanda nakava rumai ri ngata mbaso. ‘Orang Belanda tiba di sana
(jauh) di kota besar.’
Rii muni i See? ‘Ada See?’ (dekat pembicara – pada waktu
terjadinya cerita yang dicertitakan.)
Dalam suatu teks atau cerita, kata haitu/hai dan hitu/hii dipakai untuk
menunjukkan bahwa barang atau kegiatan itu sudah disebut di atas dan
bukan informasi baru. Contohnya:
Ane moberei, nompengaya rapakasadia….
kalau IR-kawin macam-macam IR-disediakan
‘Kalau kawin, macam-macam yang akan harus disediakan.’
Nalai dako ri Bonebula, aga nolipa nggada sampe nakava ri ngata Laibagu
nanggoviamo
.berangkat dari di Bonebula hanya berjalan kaki sehingga tiba di desa Laibagu
sore
‘Waktu kami berangkat dari desa Bonebula, hanya jalan kaki sehingga
kami tiba di desa Laibagu pada waktu sore.’
512
5.5 Frasa Bilangan
5.51 Kata bilangan (numeralia)
Nomor-nomor pokok dipakai untuk menghitung. Sedangkan nomor juga
terdapat dalam bentuk prefiks yang bergabung dengan kata penggolong.
5.52 Penggolong
Dalam bahasa Kaili ada beberapa jenis kata penggolong. Binatang
terbagi dalam golongan tertentu. Misalnya dalam dialek Ledo Raranggonau,
untuk binatang besar seperti sapi, kambing, domba, dipakai penggolong
angu, seperti talu-angu japi ‘tiga ekor sapi’. Untuk binatang lebih kecil
dipakai mbaa, seperti lima-mbaa manu ‘lima ekor ayam’, sambaa soyo
‘seekor semut’. Tetapi ada golongan lain untuk kucing: sampole taveve
‘seekor kucing’, dan kera: santaku ibo ‘seekor kera’. Untuk manusia biasa
dipakai nomor-nomor pokok, misalnya sapulu tona ‘sepuluh orang’. Hanya
untuk seorang dipakai saito (tidak ada *roito, *taluito, dalam dialek
Raranggonau) Untuk ditanya berapa orang dipakai sako-ndua.
Dalam bahasa atau dialek lain, belum tentu sama. Dalam bahasa Da'a,
513
misalnya, mba'a dipakai untuk segala sesuatu yang berdiri di kaki dua
seperti ayam, burung lain, dan manusia: samba'a tau ‘satu orang’.
Ada juga banyak kata golongan yang mempunyai makna bentuk. Untuk
barang panjang dipakai kayu seperti: sanggayu ule ‘seekor ular’ atau
sanggayu taipa ‘satu pohon mangga’. Untuk barang keras yang sekitar dua
meter panjangnya seperti besi, bambu, kayu, dll dipakai besa, sambesa
balo ‘sepotong bambu’. Untuk barang yang tipis seperti kembang, daun,
kertas dipakai tau, santau sese ‘sehelai bunga’, dan sebagainya. Ada kata
golongan yang berarti sebagian dari sesuatu yang utuh, seperti: sanggoto
bau ‘satu iris ikan’, santubi roti ‘segumpal roti’, sambite kai ‘sepotong kain
[yang dirobek], dan sebagainya. Ada juga kata golongan yang merupakan
ukuran, seperti salite ose ‘satu liter beras’, sambula ‘sebulan’, sajeo uda
‘setetes air hujan’, dll. Ada juga banyak yang lain seperti sadompu kaluku
‘serumpun kelapa’, salai avo ‘seruas bambu’, dll.
Ada juga beberapa kata yang berfungsi sebagai nomor tetapi hanya
dipakai dengan kata khusus. Sa-pasa berarti dua, ‘sepasang’, dipakai untuk
sepasang manusia yaitu satu wanita dan satu laki-laki, dipakai untuk
sepasang sapi yang dikuk untuk membajak atau membawa kereta. Dipakai
juga untuk barang yang biasa terdapat berdua seperti sepatu, kaus kaki, dll.
Dai, sandai berarti ‘dua’ dan dipakai untuk kelapa yang diikat dua, atau sapi
yang dikuk berdua. Saule berarti ‘empat’ dan dipakai untuk barang yang
biasa digolongkan empat, seperti empat biji yang ditanam dalam satu
lobang, dua pasang sapi yang dipakai bersama-sama, empat kelapa yang
diikat bersama, dll.
Untuk bertanya berapa jumlah sesuatu, dipakai juga kata penggolong.
Lihat bagian 7.4.
514
Nm Gol N adj
Verba yang sudah dijadikan nomina dapat juga menerangkan nomina lain.
Verba dijadikan nomina dengan memakai prefiks pa-/pe-/po- (lihat 2.5).
Lalu kata hubung (KH) nu disisipkan di antara nomina dan nomina yang
dibuat dari verba. (Lihat 5.1, 5.2) Misalnya:
5.62 Adjektiva
Kata sifat atau adjektiva dalam bahasa Kaili agak menarik karena bisa
515
berfungsi seperti verba dalam kalimat berpredikat adjektiva (lihat 6.31) dan
juga berfungsi dalam frasa nomina untuk menerangkan nomina. Biasanya
kalau terdapat dalam frasa nomina tidak memakai prefiks na-/ma-
Tona nabelo manggava rasi. ‘Orang yang baik akan mendapat rejeki.’
orang R-baik IR-dapat rejeki
516
Mavolimo kami nte tupuku.
kembali kami dan nenek-ku
‘Kami dan nenek saya akan kembali.’
517
Ngana nangande gula-gula. ‘Anak makan gula-gula’
anak makan gula-gula
S P O
Nangande gula-gula ngana. ‘Anak makan gula-gula’
makan gula-gula anak
P O S
Kalimat di atas adalah kalimat aktif, yaitu memakai kata kerja aktif,
pelaku dianggap subjek dan peserta yang dipengaruhi disebut objek. Kalau
kata kerja menjadi pasif, berarti pelaku “diturunkan” menjadi objek
sedangkan peserta lain menjadi subjek. Dalam kalimat pasif, objek (yang
berfungsi sebagai pelaku) harus didahului predikat:
Gula-gula ni-kande nu ngana. ‘Gula-gula dimakan oleh
gula-gula di-makan KH anak anak.’
S P O
Lokasi/Tempat
Yaku no-nturo ri Palu ‘Saya tinggal di Palu.’
saya tinggal di Palu
Sumber:
Ne-suvu -mo nu Bantiluku lako ri pe-tabuni-na. ‘Kura-kura keluar dari
keluar kura-kura dari tempat-sembunyi tempat persembunyiannya.’
Benefaktif
520
Nipoviakara kopi ka yaku. ‘Mereka membuat kopi untuk saya.’
mereka-buat kopi untuk saya
521
ri bengo ‘di belakang’
ri ngayo ‘di depan’
ri sinjori ‘di samping’
ri bavo ‘di atas’
ri tambe ‘di bawah’
17
riara 'di dalam'
ri tatanga ‘di pertengahan’
ri olo ‘di antara’
ri puri ‘di belakang’ atau ‘barusan’
ri kolu ‘di muka’ atau ‘dulu’
ri bivi ‘di pinggir’
Preposisi kompleks ini berfungsi sebagai nomina dan dihubungkan
dengan nomina berikut dengan kata hubungan nu atau i. (Lihat 5.2)
17
Preposisi riara dibentukkan dari ri rara.
522
Jirimai nombasusu karona ante ladi
menusuk badannya dengan pisau’
‘Jirimai menusuk badannya sendiri dengan pisau.’
524
‘tidak’. Demikian juga dalam dialek Ija kata ija atau inja berarti ‘tidak’.
Begitu juga dengan dialek lain: Taa, Ado, Edo, Doi, Da'a, Inde, Unde, Tara,
Rai, dan sebagainya.
Kata ledo dapat dipakai di depan kata kerja atau kata benda. Tidak ada
bedanya seperti dalam bahasa Indonesia antara ‘tidak’ dan ‘bukan’.
Ledo mombine haitu nanggeni doi. ’Bukan wanita itu yang membawa
NEG wanita itu membawa uang uang.’
Mombine haitu ledo nanggeni doi. ‘Wanita itu tidak membawa uang.'
wanita itu NEG membawa uang
Ada beberapa kata yang mengandung arti negatip. Untuk melarang
sesuatu, dipakai kata nee atau nemo atau tuumo di depan kata kerja. Pada
umumnya nemo dipakai untuk melarang sesuatu yang belum dilaksanakan
sedangkan tuumo dipakai untuk menyuruh menghentikan sesuatu yang
sudah pernah dibuat, maksudnya ‘jangan lagi’.
Nemo hau ri kandalana!
jangan pergi ke dalamnya
‘Jangan pergi ke bagian yang dalam!’
Ada juga kata dopa yang berarti ‘belum’ dan kata domo yang berarti ‘tidak
lagi’.
Nina dopa nadota nangande. ‘Mama belum ingin makan.
ibu belum mau makan
525
informasi. Kebanyakan kalimat adalah jenis ini.
ˍ ˍ ̶ˍˍ ˍˍ
ˍ ˍ ˍˍ ̶ ¯ ̶
526
Sakuya alina? ‘Berapa harganya?
Maile pade makava ia, ee? ‘Besok baru datang dia, ya?’
Kata sifat:
na-jadi ‘terjadi’ ka-jadi-mo terjadilah!'
na-pane ‘panas’ ka-pane-mo ‘menjadikan
panas!'
na-mate ‘meninggal’ ka-mate-mo 'matilah!'
527
Verba taktransitif:
na-ngova ‘lari’ pa-ngova 'larilah!'
ne-mbangu bangun’ pe-mbangu 'bangunlah!'
ne-sua ‘masuk’ pe-sua ‘masuklah!’'
no-lipa ‘berjalan’ po-lipa ‘jalanlah!'
nosi-sani ‘saling kenal’ po-si-sani ‘kenalkan!’
Verba transitif:
nang-ali ‘membeli’ ali-mo ‘belilah!'
nomba-dekei ‘memberi’ dekei ‘berilah!’
nomba-boba ‘pukul’ boba-mo ‘pukullah!’
nom-po-vai ‘menjemur’ po-vai-mo ‘jemurlah!’
nang-geni ‘membawa’ keni-mo 'bawalah!’
Tidak ada perubahan urutan kata dalam kalimat perintah, tetapi
verbanya tidak dapat dipasifkan dan tidak memakai afiks untuk realis/irealis.
Akan tetapi kalimat perintah yang negatif memakai afiks irealis. Subjek
kalimat perintah bisa tunggal atau jamak dan tidak perlu disebutkan dalam
kalimat yang tak transitif. Kalau kalimat yang transitif, subjek tidak disebut
dan kadang-kadang objek juga tidak disebut kalau sudah jelas dari konteks.
Po-nturo-mo!
duduk
‘Duduklah!’
528
Ya, coba menyanyi.'
Kata petunjuk arah dapat berdiri sendiri sebagai perintah. Kalau dipakai
dengan kata kerja lain, bentuk kata kerja tersebut sesuai dengan peraturan di
atas:
Koi-mo!
pergi -lah
’Pergilah!’!
529
anak kalimat itu sudah lengkap, yaitu memiliki predikat dan semua unsur
yang diharuskan oleh predikat tersebut dan dapat berdiri sendiri disebut
kalimat koordinatif atau kalimat setara. Kalau salah satu anak kalimat
tergantung pada anak kalimat yang lain, berarti anak kalimat itu adalah
kalimat terikat atau kalimat subordinatif dan tergantung pada kalimat induk.
Hau –mo tina tuama-na nanguli jarita ante nangepe ada i Kapapitu
pergi-lah ibu ayah-3tg bicara cerita dan dengar adat Kapapitu
’Maka pergilah orang tuanya membawa pinang dan mendengar adat
Kapapitu.’
530
Nee mosibaga bara mangangga.
jangan IR-kelahi atau curi
’Jangan berkelahi atau mencuri,’
Iko hau mokarajaa ri lida bara ri talua atau nuapa rakarajaa mombabantu totua.
2tg pergi kerja di sawah atau di kebun atau apa IR-kerjaa bantu orangtua
’Engkau pergi bekerja di sawah atau di kebun, atau perkerjaan apa saja yang
membantu orang tua.’
Perlu dicatat di sini bahwa kata bara juga menunjukkan kemungkinan
atau ketidakpastian. Sering juga dipakai bukan sebagai kata sambung tetapi
sebagai kata tambahan atau adverbia. Contihnya:
Naria rano nikavaku, bara naria uru, bara maria muni kosana, bara linduna.
’Ada danau saya dapat, mungkin ada ikan gabus, mungkin ada juga ikan kosa,
mungkin ikan belut.’
531
menyambung dua anak kalimat dan menunjukkan urutan waktu. Kata pade
juga dipakai sebagai panggabung perbandingan (lihat bagian 8.59.)
Nasae ni-elo -na pade ni- kava-na.
lama dicari-3tg baru di-dapat-3tg
’Lama dia cari baru dia dapat.’
8.3 Komplemen
Komplemen adalah anak kalimat yang berfungsi sebagai subjek atau
objek kalimat induknya. Dalam bahasa Kaili tidak ada morfem tertentu yang
menunjukkan komplemen. Komplemen itu berdampingan saja dengan
predikat kalimat induk. Ada beberapa kata kerja tertentu yang sering
memakai komplemen.
532
Nisaniku [mombine haitu aga nongei-ngei.]
ditahu wanita itu hanya main-main
’Saya tahu bahwa wanitu itu hanya main-main.’
533
Nee-mo sampe manguli jarita to [na-daa.]
jangan sampai ucap kata yang jahat
’Jangan sampai mengucapkan kata yang jahat.’
534
Nakava-pa ira, nangandemo kami.
datang-pa 3jm makan-lah 1jm
’Sesudah mereka datang, kami makan.’
535
Nasae pade nembangu apa le nanoto rara –ku.
lama baru bangun sebab tidak sadar hati-1tg
’Lama baru saya bangun sebab saya tidak sadar.’
Uatu kami nanjili haitu, nalosu sakaya kami, jadi naoge uve nesua riara sakaya.
waktu 1jm pulang itu bocor perahu 1jm jadi banyak air masuk dalam perahu
’Waktu kami pulang, perahu kami bocor, jadi banyak air masuk ke dalam perahu.’
536
8.57 Aposisi
Kalau anak kalimat menguraikan, meluaskan atau memerinciskan
sesuatu dari kalimat induk disebut aposisi. Kalimat aposisi biasanya hanya
berdampingan (lihat bagian 8.7), tanpa memakai kata sambung. Akan tetapi,
dapat juga dihubungkan dengan kata ganti iamo atau haitumo yang berfungsi
sebagai kata sambung dengan arti ‘yaitu’.
Aga sangaya sakide nipokoru nu rara ntona, iamo dalana da nakaja.
hanya satu sedikit kuatir hati orang yaitu jalan masih sulit
’Hanya satu hal yang sedit menguatirkan hati orang, yaitu, jalannya masih sulit.’
[Tapi nau damo nikuyakupa nosibu uve lako ri sakaya], kana ledo namala.
tapi biar masih di-apakan gayung air dari di perahu harus tidak bisa
’Biar bagaimana digayung air dari perahu, tidak bisa.’
8.59 Perbandingan
Perbandingan dalam bahasa Kaili memakai kata sambung pade dan
sufiks –pa di kata sifat yang menjadi dasar perbandingan. Dapat
diperbandingkan dua nomina ataupun dua anak kalimat. Contohnya:
Nagasi-pa ia pade yaku
cepat 3tg 1tg
’Dia lebih cepat daripada saya.’.
537
Nakodi-pa Palu pade Jakarta.
kecil Palu Jakarta
’Palu lebih kecil daripada Jakarta.’
Ka-sae-sae ka-mbaso-mbaso.
NOM-lama-lama NOM-besar-besar
”Makin lama, makin besar.’
538
Ka-sae-sae ka- para-para.
NOM-lama-lama NOM-dekat-dekat
’Makin lama makin dekat.’
Ledo no-buya, ledo no-baju, ledo no-puruka, ledo no-siga, aga no-pevo
tidak V-sarong tidak V-baju tidak V-celana tidak V-topi hanya V-cawat
'Dia tidak memakai sarong, tidak berbaju, tidak memakai celana, tidak
memakai topi, hanya memakai cawat. .
539
Ledo ria sangu-a ni- boli -na, ni- keni -na pura
tidak ada satu-pun PAS-simpan-3tg PAS-bawa-3tg semua
’Tidak ada satupun disimpannya, dibawa semua.’
8.8 Kutipan
Dalam bahasa Kaili kutipan biasanya didahului oleh anak kalimat yang
mempunyai kata kerja bahasa seperti nanguli ‘berkata’, nesana ‘menjawab’,
nekutana ‘bertanya’, dsb. Kutipan itu berfungsi sebagai objek kata kerja
tersebut. Kata kerja ini biasa terdapat di awal kutipan dan jarang sekali
terdapat di akhir kalimat apalagi di pertengahan kutipan. Secara lisan
kutipan langsung dibatasi oleh intonasi, kalau tertulis dibatasi dengan tanda-
tanda baca seperti contoh yang berikut:
Nangulimo ia ka i Haya, "Hau-mo kita, rapesavi-mo sakaya."
kata 3tg kepada Haya pergilah 1jm IR-naik perahu
’Dia katakan kepada i Haya, “pergilah kita, akan kita naik perahu.’
540
Ane nombaliu banua ntona, nirempena. Bo muni ane naria anu nipokonona
kalau lewat rumah orang lempar-3tg dan juga kalau ada yang suka-3tg
nialana.
ambil-3tg
’Kalau [dia] lewat rumahnya orang, dilemparnya. Dan juga kalau ada sesuatu yang
dia sukai, diambilnya.’
9.0 Wacana
Wacana adalah sistem ciri bahasa di atas tingkat kalimat. Yaitu, dalam
penelitian wacana kita melihat cara kalimat-kalimat disusun dalam satu teks.
Bagaimana kalimat-kalimat dihubungkan? Bagaimana keutuhan sehingga
dapat dipaham jalan cerita?
Misalanya, ada kata sambung yang menyambung dua anak kalimat
dalam kalimat majemuk (lihat bagian 8.0). Ada juga kata sambung yang
menyambung dua kalimat di tingkat antar-kalimat. (Lihat bagian 8.6) Ada
juga cara merangkaikan peristiwa supaya jalan cerita jelas, yaitu, dengan
ulang sedikit peristiwa sebelumnya, misalnya:
Kami nalai lako ri Biromaru mantende hau ri Raranggonau.
’Kami berangkat dari Biromaru untuk mendaki ke Raranggonau.’
Nangongomo, nangande.
’Waktu masak, kami makan.’
541
yang menandai bahwa salah satu unsur kalimat atau unsur paragraf adalah
terkemuka dan perlu diperhatikan oleh si pembicara atau si pembaca. Dalam
tiap bahasa ada caranya tertentu untuk menunjukkan prominensi. Dapat juga
dikatakan bahwa prominensi meliputi tema, fokus, topik, dan penekanan.
Dalam makalah ini sebagai contoh saja, kita melihat tiga macam ciri
struktur bahasa Kaili yang terkait dengan prominensi, yaitu afiks,
nominalisasi, dan urutan kata.
9.1 Afiks
Banyak afiks dalam bahasa Kaili penting dalam sistem wacana.
Misalnya, di tingkat kalimat, sufiks –mo dapat dipakai untuk menekankan
satu nomina, seperti pemakaian ‘-lah’ dalam bahasa Indonesia. Contoh:
542
(yaitu, jalan adalah topik), ada caranya. Ditambah prefix pa- (lihat bagian
4.1) untuk membuat kata kerja itu transitif, seakan-akan kalimat itu menjadi
Yaku nompangova dala hitu. ‘Saya melarikan jalan ini.’ Sekarang dala
‘jalan’ sudah menjadi objek dan dapat dipasifkan sehingga kita dapat
kalimat kedua, Dala nipangovaku hitu ‘Jalan di mana saya lari.’
9.2 Nominalisasi
Kata kerja juga dapat difokuskan (atau menjadi topik) dengan cara
nominalisasi (lihat bagian 2.5), yaitu kata kerja menjadi kata benda dengan
cara memakai afiks nominalisasi. Misalnya nangova ‘lari’ bisa menjadi
pangova ‘pelarian.’
Pangovaku nagasi.
Pa-ngova-ku na-gasi
NOM-lari-1tg R- cepat
543
segi wacana bahasa Kaili barangkali perlu menulis satu buku.
10.0 Kesimpulan
Diharap tata bahasa yang sangat singkat ini dapat membangkitkan
semangat orang Kaili, khususnya generasi muda ini, untuk mempelajari dan
melestarikan bahasa orang tua. Walaupun singkat, diharap juga bahwa tata
bahasa ini dapat menjadi dasar pijakan untuk penelitian yang lebih lanjut,
lebih luas, dan lebih tepat.
544