Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGUJIAN DAN EVALUASI TEKSTIL II


IDENTIFIKASI ZAT WARNA BUBUK

Oleh :
Nama : Ririn Anjasni Surya Dewi
Npm : 16020015
Grup : 2-K1
Dosen : Khairul U. S.ST., MT.
Asisten : Kurniawan, S.T., MT.
Samuel M., S.ST.

KIMIA TEKSTIL
POLITEKNIK STTT BANDUNG
2017
I. JUDUL

1.1 Identifikasi Zat Warna Bubuk 1

1.2 Identifikasi Zat Warna Bubuk 2

II. TANGGAL PRAKTIKUM

2.1

2.2

III. MAKSUD DAN TUJUAN

Agar praktikan dapat mengetahui cara untuk mengidentifikasi zat warna


bubuk melalui pengujian pencelupan dan pengamatan karakteristik lainnya

IV. DASAR TEORI

4.1 Serat

Serat merupakan suatu material yang memiliki perbandingan panjang


dan diameter yang sangat besar sekali. Serat merupakan bahan baku yang
digunakan dalam pembuatan benang dan kain. Sebagai bahan baku, serat
memiliki peranan yang sangat penting sebab, sifat-sifat serat akan
mempengaruhi sifat benang atau kain yang dihasilkan serta cara
pengolahannya secara mekanik maupun kimia.
Berdasarkan sumbernya serat terbagi menjadi dua yakni serat alam dan
serat buatan. Serat alam sendiri digolongkan menjadi tiga yakni serat selulosa,
protein dan mineral. Serat alam memiliki sifat dan karakteristik yang khas.
Sedangkan serat buatan memiliki sifat dan karakteristik yang dapat di setting
sesuai dengan kebutuhan atau keinginan. Seiring berjalannya waktu, banyak
serat-serat buatan yang memang dibuat menyerupai serat alam untuk
menyuplai kebutuhan serat.
4.1.1 Kapas
Serat kapas merupakan salah satu serat yang berasal dari tanaman
dengan kandungan utama selulosa. Tanaman ini tumbuh dengan baik
didaerah lembab dan banyak disinari oleh matahari. Sifat dan kualitas
kapas tergantung pada tempat tumbuh dan berkembang. Walaupun saat
ini telah banyak serat regenerasi selulosa maupun serat buatan yang
memiliki sifat merip dengan selulosa telah banyak diproduksi, kaps tetap
memegang peranan penting dalam perindustrian tekstil ± 51%.

Tabel 1. Komposisi Serat Kapas

Komposisi % pada serat % pada dinding primer

Selulosa 88 - 96 52

Pektin 0,7 - 1.2 12

Lilin 0,4 - 1,0 7,0

Protein 1,1 - 1,9 12

Abu 0,7 - 1,6 3

Senyawa Organik 0,5 - 1,0 14

Gambar 1. Penampang Membujur dan Melintang Serat Kapas


Sifat kimia

 Terhidrolisis dalam asam kuat


 Oksidator berlebih menghasilkan oksiselulosa
 Menggembung dalam larutan alkali (dimanfaatkan dalam proses
merserisasi)

Sifat fisika

 Warna kapas tidak benar-benar putih, agak sedikit cream


 Kekuatan 3 gram/denier, akan meningkat 10% ketika basah
 Mulur berkisar antara 4-13% bergantung pada jenisnya dengan mulur
rata-rata 7%
 MR 7-8,5%
 Mudah kusut, untuk mengatasi kekusutan biasanya dicampur dengan
serat poliester

Gambar 2. Struktur Selulosa Serat Kapas

Struktur selulosa merupakan rantai dari glukosa yang panjang dan


membentuk cincin yang dihubungkan oleh atom-atom oksigen. Pada
ujung rantai yang mengandung aldehida yang mempunyai gugus
pereduksi, sedangkan pada rantai bagian tengah mempunyai gugus
hidroksil. Bila rantai tersebut dipecah menjadi dua atau lebih dengan
suatu proses kimia maka ujung-ujung rantai akan terhapus membentuk
gugusan aldehida atau karboksilat.
Serat kapas dapat dicelup menggunakan berbagai macam zat warna.
Serat ini merupakan serat hidrofil yang strukturnya berupa polimer
selulosa. Gugus -OH primer yang terdapat pada selulosa adalah gugus
fungsi yang digunakan unutuk berikatan dengan serat. Karena ia tidak
tahan asam dan lebih tahan alkali, maka pencelupannya akan
memberikan hasil yang bagus ketika suasananya alkali.

4.1.2 Wool

Wol merupakan serat yang berasal dari rambut biri-biri. Terdiri dari
asam amino yang kemudian membentuk polimer protein. Jenis biri-biri
penghasil wol ini menentukan sifat wol yang dihasilkan. Selain itu juga
berpengaruh pada kekuatan, kilau, keriting, warna dan jumlah kotoran.
Serat wol dibagi menjadi tiga golongan :

a) Wol Halus

Serat yang termasuk dalam wol halus ini memiliki sifat halus,
lembut, kuat, elastik dan keriting, sehingga dapat dibuat menjaadi
benang yang halus (Ne3 keatas).

b) Wol Sedang

Sebagian besar wol sedang dihasilkan oleh biri-biri yang berasal


dari Inggris . dibandingkan dengan wol halus, serat wol sedang lebih
kasar namun lebih panjang dan berkilau. Dapat dibuat menjadi
benang dengan nomor 25-50 Ne3. penghasil wol ini diantaranya
adalah biri-biri blackface, crossbread dan icelandic.

c) Wol Kasar

Kebanyakan wol kasar dihasilkan oleh biri-biri yang hidup


dalam kondisi primitif dibanyak daerah didunia. Kebanyakan wol
berasal dari Asia, terutama daerah Timur Tengah, India, Pakistan
yang dihasilkan oleh biri-biri yang berekor gemuk dan berekor lebar.
Serat wol jenis ini warnanya bervariasi dari putih sampai hitam dan
terdiri dari rambut panjang dibagian luar dan wol halus dibagian
dalam. Beberapa jenis biri-biri berekor kecil seperti Scottish
Blackface dan Welsh Mountain juga menghasilkan wol kasar.

(a) (b)

Gambar 3. a.Serat wol b.Domba Merino

Serat wol memili diameter rata-rata berkisar antara 16-17 pada wol
merino yang paling halus sampai lebih dari 40 pada wol yang kasar.
Daiameter serat sangat bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh perubahan
kondisi keliling dan kesehatan biri-biri. Serat ini memiliki penampang
melintang bulat dan membujur yang mudah dikenali karena bersisik.
Serat wol memiliki sifat khusus yang tidak dimiliki serat lain yaitu
memiliki keriting tiga dimensi, bergelombang menurut berbagai bidang.

Gambar 4. Penampang Membujur dan Melintang Serat Wol

Sifat Fisika

 Kekuatan 1,2 -1,7 gr/Denier (kering) dan 0,4-1,4 gr/denier (basah)

 Mulur (%) 30-40 dalam keadaan kering dan 50-70 dalam keadaan basah

 Elastisitas baik, pada penarikan 70% dapat kembali seperti semula

 MR 16%, mampu menyerap 30% tanpa terasa basah

 Didalam air akan menggembung


 Cenderung menyusut jika dicuci karena terjadi efek fehling

Sifat Kimia

 Amfoter (dapat bereaksi dengan asam atau basa)

 Tahan asam kecuali pekat dan panas, terjadi hidrolisa pada keratin akan
membentuk campuran asam-asam amino

 Dalam HNO3 wol berwarna kekuningan terhidrolisa

 Rusak oleh alkali

Alkali kuat (NaOH dan KOH) Larut

Wol tidak tahan terhadap alkali


Alkali lemah (Na2CO3, NH4OH)
Larut /rusak dengan waktu yang lebih
lama
 Oksidator dapat memutuskan ikatan lintang sistina dengan mengoksidasi
semua gugus disulfida sehingga terhidrolisa membentuk asam sisteat
(asam preasetat, Cl aktif dengan halogen)

H2O2 Oksidasi wol gugus sulfida membentuk H2SO4

NH NH

O C C O

CH CH S S CH2 CH OKSIDASI R C O

NH NH OH

O C C O

 Tahan terhadap serangan bakteri dan jamur, namun tidak tahan serangga
karena sebagian besar wol terdiri dari keratin yang merupakan sumber
makanan.
4.1.3 Akrilat

Serat poliakrilat merupakan serat buatan yang dibuat dari polimer


sintetik yaitu vinil sianida. Serat ini sangat kuat, hidrofob dan sukar
dicelup. Penelitian mengenai serat poliakrilat dimulai di Amerika pada
tahun 1938 dan produk pertama yang dikomersialkan dengan nama
dagang Orlon pada tahun 1950 oleh Du Pont. Kemudian Chemstrand
Corporation memperkenalkan Acrilan pada tahun 1952, Dow Chemical
mula mengkomersilkan produknya, Zefran pada tahun 1958, dan
American Cyanamid memperkenalkan Creslan pada tahun 1959.

Gambar 5. pembuatan Serat Poliakrilat

Karena serat sukar dicelup, kemudian serat polimer poliakrilat


dimodifikasi berupa kopolimer dengan monomer lain yang
mengandung gugus yang bersifat anionik seperti karboksil atau sulfonat.
Dengan adanya gugus-gugus tersebut membuat serat poliakrilat yang
sekarang ini dapat dicelup dengan zat warna basa yang bersifat kationik
dalam larutan asam. Berat gugus-gugus anionik maksimum 15% dari
berat serat.

Gambar 6. Struktur Serat Poliakrilat

Sifat serat poliakrilat

Salah satu serat poliakrilat yang dibuat adalah dengan nama dagang
Acrilan. Serat poliakrilat mempunyai ketahanan panas yang lebih baik
dibandingkan serat lainnya. Mudah melepaskan kotoran sehingga mudah
dicuci. Pembuatan benang akrilat yang ruah (bulky) dapat diperoleh
dengan mencampur serat yang mempunyai mengekeret yang tinggi
dengan serat yang mempunyai mengkeret rendah sehingga saat dicuci
terjadi pemengkeretan yang tidak sama sehingga dihasilkan benang yang
ruah (bulky), benang ini disebut high bulk acrylic.

 Daya serap = Bersifat hidrofob.

 Moisture Regain 1-2%

 Tahan panas sampai 150oC

 Elastisitas cukup baik, tahan kusut

 Tahan terhadap asam, kurang tahan alkali

 Tidak mudah terbakar, tidak meneruskan pembakaran

 Stabilitas dimensi tidak mengkerut dalam pencucian

 Kekuatan 2–4 g/denier, dalam keadaan basah 2 g/denier

 Mulur sekitar 35 %

Gambar 7. Penampang Membujur dan Melintang Serat Poliakrilat

Penggunaan serat poliakrilat Digunakan untuk tekstil rumah tangga


seperti kain jok, selimut. Karena mempunyai ketahanan sinar yang baik
serat poliakrilat banyak digunakan untuk kain tirai. Benang yang ruah
digunakan untuk sweater.

4.2 Identifikasi Zat Warna


Bahan-bahan tekstil dapat dicelup dan dicap menggunakan pewarna yang
disebut zat warna. Pada awalnya, banyak digunakan zat warna alam. Namun
karena keterbatasan sifat, jumlah dan warnanya maka saat ini lebih banyak
digunakan zat warna sintetis. Perkembangan teknologi dan pembuatan zat
warna terus berlanjut seiring dengan perkembangan teknologi pembuatan serat,
teknologi pencelupan agar diperoleh sifat dan zat warna tertentu sesuai dengan
kebutuhan yang dikehendaki.
Zat warna yang digunakan sebagai pewarna tekstil harus memiliki empat
syarat yakni, memupunyai intennsitas warna yang kuat, dapat larut dalam
media air atau dapat didispersikan ketika digunakan dalam pencelupan atau
pencapan, substantifitasnya baik dan dapat berikatan dengan serat serta
mempunyai ketahanan luntur yang memadai.
Identifikasi zat warna bubuk ini dilakukan apabila ada keraguan akan
jenis zat warna, menguji label, label sudah rusak atau tidak terbaca. Zat warna
perlu dibuat menjadi bubuk agar lebih stabil dalam penyimpanan.
4.2.1 Zat Warna Dispersi

Zat warna dispersi adalah zat warna organik yang dibuat secara
sintesis, yang kelarutannya dalam air sedikit dan merupakan larutan
dispersi. Zat warna tersebut digunakan untuk mewarnai serat-serat
sintetis atau serat tekstil yang bersifat hidrofob. Zat warna ini
mempunyai berat molekul yang kecil dan tidak mengandung gugus
pelarut. Dalam pemakaiannya diperlukan zat pembantu yang berfungsi
untuk mendispersikan zatwarna dan mendistribusikannya secara merata
didalam larutan, yang disebut zat pendispersi. Zat warna dispersi dapat
mewarnai serat poliester dengan baik jika memakai zat pengemban atau
dengan temperatur tekanan tinggi.
Gambar 8. CI Disperse Blue 73

Klasifikasi zat warna dispersi adalah sebagai berikut :

 Dispersi A : zat warna dispersol yang mempunyai ketahanan


panas yang rendah. Tidak disarankan untuk mencelup poliester
selulosa.

 Dispersi B : zat warna dispersol yang mempunyai ketahanan


panas yang cukup atau sedang. Termofiksasi disarankan pada
suhu 200 – 210°C, pada suhu yang lebih tinggi ada resiko terjadi
kontaminasi mesin. Tidak sesuai diproses penyempurnaan
pelipatan permanen. Suhu proses penyempurnaan sebaiknya
tidak melebihi 170°C kecuali celupan warna muda.

 Dispersi C : zat warna dispersol yang mempunyai ketahanan


panas yang baik. Termofiksasi disarankan pada suhu 200–
215°C. Sesuai untuk warna muda sampai sedang yang akan
diproses penyempurnaan pelipatan permanen. Suhu maksimum
185°C.

 Dispersi D : zat warna dispersol yang mempunyai ketahanan


panas yang sangat baik. Termofiksasi disarankan pada suhu 215
–220°C untuk menghasilkan pembangkitan warna yang
maksimum. Sangat disarankan untuk semua proses
penyempurnaan termasuk proses penyempurnaan pelipatan
permanen (permanent press finishing).

Zat warna dispersi ini biasanya digunakan untuk mencelup serat


yang hidrofob seperti poliester.
Gambar 9. Ikatan Hidrogen Serat Poliester dengan Zat Warna Dispersi

4.2.2 Zat Warna Bejana

Zat warna bejana tidak larut dalam air, oleh karena itu dalam
pencelupannya harus diubah menjadi bentuk leuko yang larut. Senyawa
leuko tersebu memiliki substantivitas terhadap selulosa sehingga dapat
tercelup. Adanya oksidator atau oksigen dari udara, bentuk leuko yang
tercelup dalam serat tersebut akan teroksidasi kembali ke bentuk semula
yaitu pigmen zat warna bejana. Senyawa leuko zat warna bejana
golongan indigoida larut dalam alkali lemah sedangkan golongan
antrakwinon hanya larut dalam alkali kuat dan hanya sedikit berubah
warnanya dalam larutan hipiklorit. Umunya zat warna turunan tioindigo
dan karbasol warna hampir hilang dalam uji hipoklorit dan di dalam
larutan pereduksi warnanya menjadi kuning.
Ikatan antara zat warna bejana dengan serat antara lain ikatan
hidrogen dan ikatan sekunder seperti gaya Van Der Wall. Tetapi karena
bersifat hidrofob maka ketahanan cucinya lebih tinggi daripada zat warna
yang berikatan ionik dengan serat.
Gambar 10. C.I. Vat Blue 4

4.2.3 Zat Warna Belerang

Zat warna ini termasuk zat warna yang tidak larut dalam air,
digunakan untuk mencelup serat kapas, warnanya terbatas dan suram
karena molekulnya besar, tetapi ketahanan lunturnya tinggi kecuali
terhadap khlor (kaporit). Warna yang sering digunakan adalah
hitam. Banyak digunakan untuk pencelupan serat kapas kualitas
menengah kebawah.

Struktur molekulnya terdiri dari kromogen yang mengandung


belerang yang dihubungkan dengan kromogen lainnya melalui jembatan
disulfida ( -S-S-), sehingga strukturnya menjadi relatif besar.

Zat warna belerang adalah zat warna yang mengandung unsur


belerang sebagai kromofor. Struktur molekulnya merupakan molekul
yang kompleks dan tidak larut dalam air oleh karena itu dalam
pencelupannya diperlukan reduktor natrium sulfida dan soda abu untuk
melarutkannya. Untuk membentuk zat warna maka perlu proses oksidasi
baik dengan udara maupun dengan bantuan oksidator-oksidator lainnya.

Gambar 11. C.I. Sulphur Yellow 8

4.2.4 Zat Warna Naftol

Zat warna naftol adalah zat warna yang terbentuk di dalam serat dari
komponen penggandeng, (coupler) yaitu naftol dan garam pembangkit,
yaitu senyawa diazonium yang terdiri dari senyawa amina aromatik.
Zat warna ini juga disebut zat warna es atau ”ice colours”, karena
pada reaksi diazotasi dan kopling diperlukan bantuan es. Penggunaannya
terutama untuk pencelupan serat selulosa. Selain itu juga dapat
dipergunakan untuk mencelup serat protein (wol dan sutera) serta serat
poliester.
Sifat utama dari zat warna naftol ialah tahan gosoknya yang kurang,
terutama tahan gosok basah, sedang tahan cuci dan tahan sinarnya
sangat baik. Zat warna naftol baru mempunyai afinitas terhadap serat
selulosa setelah diubah menjadi naftolat, dengan jalan melarutkannya
dalam larutan alkali.

Naftol naftolat
Gambar 12. reaksi naftol menjadi naftolat

Naftolat memiliki afinitas yang relatif kecil, sehingga perlu


ditambahkan garam NaCl sebagai pendorong penyerapan zat warna.

Selulosa + naftolat Selulosa.naftolat

Garam diazonium yang dipergunakan sebagai pembangkit tidak


mempunyai afinitas terhadap selulosa, sehingga cara pencelupan dengan
zat warna naftol selalu dimulai dengan pencelupan memakai larutan
naftolat, kemudian baru dibangkitkan dengan garam diazonium.
Zat warna naftol dapat bersifat poligenik, artinya dapat memberikan
bermacam-macam warna, bergantung kepada macam garam
diazonium yang dipergunakan dan dapat pula brsifat monogetik, yaitu
hanya dapat memberikan warna yang mengarah ke satu warna saja, tidak
bergantung kepada macam garam diazoniumnya.
Gambar 13. Naphthol AS

Gambar 14. Garam Diazonium Klorida

4.2.5 Zat Warna Direk

Zat warna direk bersifat larut dalam air, sehingga dapat langsung
dipakai dalam pencelupan serat selulosa seperti katun, rayon dan rami. Zat
warna direk relatif murah harganya dan mudah pemakaiannya, tetapi
warnanya kurang cerah dan tahan luntur hasil celupan kurang baik karna
ia mudah larut dalam air. Zat warna ini mempunyai daya afinitas yang
besar tehadap serat selulosa dan mencelup berdasarkan ikatan hidrogen.

Gambar 15. CI Direct Red 28

AR1-N=N-AR2-SO3Na

Ikatan Hidrogen
Sel-OH

Pada dasarnya zat warna direk merupakan pewarna organik yang


dalam sistem kromogennya terdapat gugus pelarut, biasanya berupa
gugus sulfonat. Kebanyakan zat warna direk berupa monoazo, diazo,
triazo dan pliazo sehingga zat warna direk umumnya tidak tahan
reduktor.

Zat warna direk dapat dipakai untuk mencelup serat selulosa karena
dapat berikatan dengan gugus hidroksil dari selulosa dengan ikatan
hidrogen. Kekuatan ikatan hidrogen umunya tidak terlalu kuat, dapat
putus dalam suhu tinggi, oleh karena itu hasil luntur pencelupan zat
warna direk sangat rendah terutama dalam pencucian panas. Selesai
ikatan hidrogen sebagai ikatan yang utama, kekuatan ikatan zat warna
dierek dengan serat juga ditunjang dengan fisika yaitu ikatan dari gaya
Van Der Waals. Kekuatan ikatan dari gaya Van Der Waals relatif sangat
rendah, namun cukup penting bila ukuran partikel zat warnanya makin
besar. Dari hal tersebut, terlihat tahan luntur hasil pencelupan zat warna
direk bervariasi dari yang rendah hingga yang sedang.

Zat warna direk yang kelarutannya tinggi akan memudahkan dalam


pemakaiannya, dan pada proses pencelupannya relatif lebih mudah rata,
tetapi dilain pihak kelarutan yang tinggi akan mengurangi substantifitas
zat warna dan tahan luntur warna terhadap pencucian hasil celupannya
lebih rendah.

Faktor yang menentukan kelarutan zat warna direk adalah ukuran


partikel zat warna direk dan jumlah gugus pelarut dalam struktur zat
warnanya. Makin kecil ukuran partikel zat warna makin tinggi
kelarutannya.

Zat warna direk dapat digolongkan berdasarkan struktur molekulnya,


namun penggolongan yang lebih umum adalah berdasarkan cara
pemakaiannya, sebagai berikut :

a) Zat warna direk type A


Ukuran molekulnya kecil, substantifitas kecil, mudah rata,
biasanya dipakai pada suhu pencelupan 700C, perlu penambahan
garam yang banyak dalam pencelupannya, tahan lunturnya rendah.

b) Zat warna direk type B

Ukuran molekulnya agak besar, substantifitas sedang, kerataan


sedang, suhu pencelupan 800C, masih perlu penambahan garam
(tidak terlalu banyak) dalam pencelupannya, tahan luntur lebih baik
dari type A.

c) Zat warna type C

Ukuran molekulnya zat warna lebih besar dari type B,


substantifitas zat warna besar, sukar rata, suhu pencelupan diatas
900C (umumnya pada suhu mendidih) dan tidak memerlukan
penambahan garam, tahan lunturnya lebih baik dari type B.

d) Zat warna direk type D

Zat warna direk yang megandung logam (biasanya Cu) sehingga


termasuk zat warna kompleks logam yang tahan lunturnya tinggi,
tapi sukar rata dalam proses pencelupannya.

4.2.6 Zat Warna Asam

Zat warna asam adalah zat warna yang dalam pemakaiannya


memerlukan bantuan asam mineral atau asam organik untuk membantu
penyerapan, atau zat warna yang merupakan garam natrium asam
organik dimana anionnya merupakan komponen yang berwarna. Zat
warna asam banyak digunakan untuk mencelup serat protein dan
poliamida. Beberapa di antaranya mempunyai susunan kimia seperti
zat warna direk sehingga dapat mewarnai serat selulosa.

Zat warna asam termasuk golongan zat warna yang larut dalam air.
Ia memiliki ukuran molekul yang kecil dan berwarna cerah juga tahan
luntur yang bervariasi.Zat warna ini memiliki gugus pelarut berupa
sulfonat dalam struktur molekulnya. Gugus tersebut juga berfungsi
sebagai gugus fungsi yang mengadakan ikatan ionik dengan serat.

ZW-SO3Na Zw -SO3- + Na+

Ikatan Ionik

HOOC Wol N+H3

Gambar 16. C.I. Acid Red 13

Zat warna asam dengan satu gugus pelarut disebut monobasik dan
dua gugus pelarut disebut dibasik dan seterusnya. Semakin banyak gugus
pelarut yang dimiliki oleh zat warna, kelarutannya akan semakin tinggi
namun tahan luntur warna terhadap pencuciannya berkurang.

Berdasarkan cara pemakaiannya, zat warna ini dibagi menjadi 3


golongan :

1) Zat warna asam celupan rata (Levelling acid dyes) : molekul zat
warnanya yang relatif sangat kecil sehingga substantifitasnya
terhadap serat relatif kecil, sangat mudah larut dan warnanya sangat
cerah, tetapi tahan luntur warnanya rendah.
2) Zat warna asam milling : Ukuran molekul zat warna iniagak lebih
besar dibanding zat warna asam celupan rata, sehingga afinitas zat
warna asam milling lebih besar dan agak sukar bermigrasi dalam
serat, akibatnya serat agak sukar mendapatkan kerataan hasil
celup. Tahan luntur warna hasil celupannya lebih baik dari zat
warna asam celupan rata karena walaupun ikatan antara serat dan zat
warna dengan serat masih didominasi ikatan ionik tetapi sumbangan
ikatan fisika dari gaya Van Der Waals nya juga relatif mulai cukup
besar (sesuai dengan makin besarnya ukuran partikel zat warna).

3) Zat warna asam super milling : ukuran molekul zat warna asam
supermilling paling besar (tapi masih lebih kecil dari ukuran
molekul zat warna direk) sehingga afinitas terhadap serat relatif
besar dan sukar bermigrasi, akibatnya sukar mendapatkan kerataan
hasil celupnya, tetapi tahan luntur warnanya tinggi. Tahan luntur
yang tinggi diperoleh dari adanya ikatan antara serat dan zat warna
yang berupa ikatan ionik yang didukung oleh ikatan dari gaya Van
Der Waals serta kemungkinan terjadinya ikatan Hidrogen

4.2.7 Zat Warna Basa

Zat warna basa termasuk golongan zat warna yang larut dalam air.
Beberapa jenis zat warna ini tidak tahan terhadap pencucian, penggosokan
atau sinar. Zat warna ini banyak digunakan untuk pencelupan serat wol,
sutera, nylon, akrilat, dimana zat warna akan berikatan secara ionik dengan
gugus-gugus sulfonat atau karboksilat yang berada dalam serat sehingga
tahan lunturnya cukup baik.

ZW-NH2 + HCl Zw -NH3+ + Clˉ

Ikatan Ionik

ˉOOC Wol NH2


Gambar 17. C.I.Basic Blue 47

Dari struktur zat warna diatas, dapat terlihat bahwa zat warna ini tidak
larut. Namun akan berubah menjadi bentuk garam yang mudah larut
dalam larutan yang bersifat asam.

Zw=NH2 + 3HCl ZW-NH3+ + Cl-

Tidak larut larut

Zat warna ini termasuk golongan zat warna dengan kecerahan tinggi
karena struktur molekulnya relatif paling kecil. Zat warna basa dengan
molekul kecil disebut ‘basic dyes’ biasanya digunakan untuk mencelup
wol dan sutera. Sedangkan untuk mencelup serat CDP (Cathionic Dyeable
Polyester) diperlukan zat warna yang tahan terhadap suhu tinggi, oleh
karena itulah dibuat zat warna basa yang kromogennya diperbesar. Zat
warna tersebut disebut ‘Cathionic Dyes’, karena molekulnya besar
kecerahannya berkurang.

4.2.8 Zat Warna Reaktif

Zat warna reaktif adalah suatu zat warna yang dapat mengadakan
reaksi dengan serat (ikatan kovalen) sehingga zat warna tersebut
merupakan bagian dari serat. Zat warna reaktif yang pertama
diperdagangkan dikenal dengan nama Procion. Zat warna ini terutama
dipakai untuk mencelup serat selulosa, serat protein seperti wol dan
sutera dapat juga dicelup dengan zat warna ini. Selain itu serat poliamida
(nilon) sering juga dicelup dengan zat warna reaktif untuk mendapatkan
warna muda dengan kerataan yang baik.

Zat warna reaktif termasuk golongan zat warna yang larut dalam air.
Karena mengadakan reaksi dengan serat selulosa, maka hasil pencelupan
zat warna reaktif mempunyai ketahanan luntur yang sangat baik.
Demikian pula karena berat molekul kecil maka kilaunya baik.

a) Zat warna reaktif dingin

Zat warna reaktif dingin merupakan zat warna yang larut dalam
air dan berkaitan dengan selulosa melalui ikatan kovalen sehingga
tahan luntur warna hasil celupannya baik. Contoh strukturnya
sebagai berikut,

Gambar 18. CI Reactive Red 1

Yang termasuk zat warna reaktif dingin adalah Procion M


dengan sistem reaktif diklorotriazin (DTC) dan drimarene K dengan
sistem reaktif difluoro-monokloro-piridin. Keduanya termasuk zat
wrna reaktif yang bereaksi dengan serat melalui mekanisme
substitusi nukleofilik. Kereaktifan zat warna reaktif dingin sangat
tinggi sehingga proses pencelupannya dapat dilakukan pada suhu
300C-400C, oleh karena itu kromogen zat warna reaktif dingin relatif
kecil sehingga warnanya lebih cerah dari zat warna reaktif panas.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses pencelupannya adalah
zat warnanya sanat kurang stabil, sangat muah rusak terhidrolisis.
Reaktif fiksasi dan hidrolisis zat warna reaktif dingin adalah sebagai
berikut :

Gambar 19. Reaksi Fiksasi dan Hidrolisis Zat Warna Reaktif Dingin

b) Zat warna reaktif panas

Zat warna ini merupakan zat warna yang larut dalam air dan
berikatan dengan selulosa melalui ikatan kovalen sehingga tahan
luntur warna hasil celupnya baik. Contoh strukturnya adalah jenis
mono kloro triazin (MCT) sebagai berikut :

Gambar 20.Struktur Zat Warna Reaktif Panas

4.3 Ikatan Zat Warna dengan Serat

Semua senyawa kimia yang terbentuk akibat berbagai kombinasi unsur


penyusunnya. Atom dari unsur yang sama atau unsur yang berbeda digabungkan
oleh berbagai ikatan kimia untuk menjaga molekul bersama-sama dan dengan
demikian,menganugerahkan stabilitas senyawa yang dihasilkan. Ikatan kimia
terdiri atas beragam jenis dan memiliki kekuatan bervariasi.

Ikatan kimia adalah sebuah proses fisika yang bertanggung jawab dalam
interaksi gaya tarik menarik antara dua atom atau molekul yang menyebabkan
suatu senyawa diatomik atau poliatomik menjadi stabil. Dengan kata lain ikatan
kimia adalah kemampuan suatu atom bergabung dengan atom lain membentuk
suatu senyawa.Ikatan kimia dilakukan dengan melepas atau menerima electron,
sehingga susunan electron menjadi stabil (seperti susunan pada gas mulia).
Kecenderungan unsur – unsur untuk menjadikan konfigurasi elektronnya sama
seperti gas mulia terdekat dengan istilah aturan oktet. Elektron yang berperan
dalam pembentukkan ikatan kimia adalah electron valensi dari suatu atom / unsur
yg terlibat.Ikatan kimia dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu ikatan ionik ,
ikatan kovalen dan ikatan kovalen koordinasi.

Ikatan antara zat warna serat dapat terjadi secara kimia maupun fisika. Ikatan
tersebut berpengaruh pada hasil pencelupan zat warna terutama pada tahan luntur
warna terhap cahaya dan pencucian. Ikatan-ikatan tersebut antara lain :

4.3.1 Ikatan Ionik

Ikatan ion terbentuk akibat adanya melepas atau menerima elektron oleh
atom-atom yang berikatan. Atom-atom yang melepas elektron menjadi ion
positif (kation) sedang atom-atom yang menerima elektron menjadi ion
negatif (anion). Ikatan ion biasanya disebut ikatan elektrovalen. Senyawa
yang memiliki ikatan ion disebut senyawa ionik. Senyawa ionik biasanya
terbentuk antara atom-atom unsur logam dan nonlogam. Atom unsur logam
cenderung melepas elektron membentuk ion positif, dan atom unsur
nonlogam cenderung menangkap elektron membentuk ion negatif.
Contohnya antara lain, ikatan antara zat warna basa dengan serat akrilat :
Gambar 21. Ikatan Ionik Zat Warna Basa dengan Serat Akrilat

4.3.2 Ikatan Kovalen

Ikatan Kovalen adalah ikatanyang terjadi karena pemakaian pasangan


elektron secara bersama oleh 2 atom yang berikatan. Ikatan kovalen terjadi
akibat ketidakmampuan salah 1 atom yang akan berikatan untuk melepaskan
elektron (terjadi pada atom-atom non logam).

Pembentukan ikatan kovalen terbentuk dari atom-atom unsur yang


memiliki afinitas elektron tinggi serta beda keelektronegatifannya lebih kecil
dibandingkan ikatan ion. Atom non logam cenderung untuk menerima
elektron sehingga jika tiap-tiap atom non logam berikatan maka ikatan yang
terbentuk dapat dilakukan dengan cara mempersekutukan elektronnya dan
akhirnya terbentuk pasangan elektron yang dipakai secara bersama.
Pembentukan ikatan kovalen dengan cara pemakaian bersama pasangan
elektron tersebut harus sesuai dengan konfigurasi elektron pada unsur gas
mulia yaitu 8 elektron (kecuali He berjumlah 2 elektron). Salah satu contoh
ikatan kovalen antara lain terjadi pada serat kapas dengan zat warna reaktif
vinil sulfon.

D-SO2-CH2-CH2-Sel

4.3.3 Ikatan Hidrogen

Ikatan hidrogen adalah gaya tarik antar-molekul yang terjadi antara atom
hidrogen yang terikat dengan atom sangat elektronegatif (N, O, atau F) dan
pasangan elektron bebas dari atom sangat elektronegatif lainnya. Ikatan ini
muncul sebagaimana ikatan N—H, O—H, dan F—H bersifat sangat polar, di
mana muatan parsial positif pada H dan muatan parsial negatif pada atom
elektronegatif (N, O, atau F). Sebagai contoh, ikatan hidrogen terdapat pada
serat kapas dengan zat warna direk :

AR1-N=N-AR2-SO3Na

Ikatan Hidrogen

Sel-OH

Ikatan hidrogen sebenarnya merupakan gaya dipol-dipol yang terjadi


antara molekul-molekul polar. Namun, ikatan ini dibedakan secara khusus
karena kekuatan gaya interaksinya relatif lebih kuat dibanding gaya
dipol-dipol umumnya. Hal ini dikarenakan atom hidrogen tidak memiliki
elektron inti yang dapat melindungi (shielding) inti atom dan ukurannya
cukup kecil sehingga dapat lebih didekati oleh molekul-molekul lain dan
jarak antara hidrogen dan muatan parsial negatif pasangan elektron bebas
menjadi sangat dekat. Akibatnya, energi interaksi dipol-dipol antara hidrogen
dan pasangan elektron bebas pada atom elektronegatif menjadi lebih besar
dari energi interaksi dipol-dipol lainnya.

Secara umum, ikatan hidrogen digambarkan sebagai X—H···Y—, di


mana X dan Y melambangkan atom sangat elektronegatif (N, O, atau F) dan
tiga titik (···) melambangkan ikatan hidrogen. Fragmen X—H biasanya
dikenal sebagai donor ikatan hidrogen sebagaimana fragmen X—H memiliki
hidrogen yang menjadi bagian dari ikatan hidrogen. Sedangkan, fragmen
Y— dikenal sebagai akseptor sebagaimana Y adalah atom elektronegatif
dengan pasangan elektron bebas penerima hidrogen yang menjadi bagian dari
ikatan hidrogen.

4.3.4 Ikatan Fisika

Ikatan fisika yang terjadi antara serat dengan zat warna yakni ikatan
fisika akibat besarnya molekul zat warna sehingga dapat terjadi gaya VanDer
Walls, gaya dispersi london dan gaya dipol-dipol. Ikatan ini cukup
berpengaruh karena menambah kekuatan ikatan antara zat warna dengan
serat.

V. PERCOBAAN

5.1 Alat dan Bahan

5.1.1 Alat

 Tabung Reaksi

 Rak Tabung Reaksi

 Pengaduk

 Ball Filler

 Pipet Ukur

 Pipet tetes

 Spatula

 Gelas Beker

 Pemanas/Bunsen

 Kaki Tiga

 Kasa Asbes

 Lampu UV

 Penjepit

 Oven

 Kertas Saring

5.1.2 Bahan

 Zat warna bubuk


 Kapas putih

 Serat wool

 Serat akrilat

 Eter metanol 3:1

 SnCl2

 HCl

 Pb Asetat

 NaOH 10%

 NaS

 Na2S2O4

 Na2CO3

 NaOCl

 CH3COOH 10%

 CH3COOH Tk

 NH3.H2O

 Garam Diazonium

5.2 Cara Kerja

5.2.1 Uji Pendahuluan

 Zat warna bubuk contoh uji dilarutkan dalam air panas hingga 3/4 tabung

 Ambil larutan contoh uji (yang sudah dingin)lalu tambahkan 3 ml eter


metanol 3:1

 Kocok, biarkan terpisah

Apabila lapisan eter metanol terwarnai tua maka kemungkinan zat warna
dispersi, naftol, belerang, bejana dan beberapa zat warna basa
5.2.2 Pengujian Zat Warna Dispersi

 Ambil zat warna pada larutan eter metanol 3:1 lalu uapkan sampai kering

 Tambahkan beberapa tetes air dan serat rayon asetat

Serat rayon asetat tercelup

5.2.3 Pengujian Zat Warna Bejana

 Masukkan contoh uji yang telah dilarutkan kedalam tabung reaksi

 Tambahkan Na2S2O4, NaOH dan 2 kapas putih lalu didihkan

 Oksidasi dengan udara

Serat kapas terwarnai

Uji Penentuan 1

- Tetesi kapas yang telah tercelup dengan NaOCl

- Warna tidak rusak

5.2.4 Pengujian Zat Warna Belerang

 Masukkan contoh uji yang telah dilarutkan kedalam tabung reaksi

 Tambahkan Na2CO3, Na2S dan 2 kapas putih lalu didihkan

 Oksidasi dengan udara

Serat kapas terwarnai

Uji Penentuan 1

- Tetesi kapas yang telah tercelup dengan NaOCl

Warna rusak

Uji Penentuan 2
- Masukkan contoh uji yang telah dilarutkan kedalam tabung reaksi

- Tambahkan 1 ml SnCl2 dan 1 ml HCl

- Tutup tabung dengan kertas saring yang teleh ditetesi dengan Pb Asetat

- Panaskan

Endapan coklat pada kertas saring

5.2.5 Pengujian Zat Warna Naftol

 Masukkan contoh uji yang telah dilarutkan kedalam tabung reaksi

 Tambahkan 1 ml alkohol, 1 ml NaOH dan 2 kapas putih

Serat kapas terwarnai

 Tambahkan 1 kapas dengan garam diazonium

Warna serat kapas berubah sesuai dengan garamnya

5.2.6 Pengujian Zat Warna Direk

 Masukkan contoh uji yang telah dilarutkan kedalam tabung reaksi

 Tambahkan 1 ml amoniak dan 1/2 ml NaCl

 Tambahkan kapas putih, wool dan akrilat lalu panaskan

 Cuci

Serat kapas akan terwarnai lebih tua dari pada wool

5.2.7 Pengujian Zat Warna Asam


 Masukkan 1 ml contoh uji yang telah dilarutkan kedalam tabung reaksi

 Tambahkan 1/2 ml asam asetat

 Tambahkan kapas putih, wool dan akrilat lalu panaskan

 Cuci

Serat wool akan terwarnai paling tua

5.2.8 Pengujian Zat Warna Basa

 Masukkan 1 ml contoh uji yang telah dilarutkan kedalam tabung reaksi

 Tambahkan 1/2 ml asam asetat glasial

 Tambahkan akrilat lalu panaskan

 Cuci

Serat akrilat akan terwarnai tua

Uji Penentuan

- Larutan contoh uji dengan eter metanol ditambahkan NaOH 10%

- Kocok sebentar warna hilang

- Tambahkan asam asetat 10% warna kembali

5.2.9 Pengujian Zat Warna Reaktif

 Masukkan 1 ml contoh uji yang telah dilarutkan kedalam tabung reaksi

 Tambahkan kapas dan wool

Serat wool terwarnai lebih tua dari kapas

Uji Penentuan

- Masukkan 1 ml contoh uji yang telah dilarutkan kedalam tabung reaksi

- Tambahkan 1 tetes asam sulfat, kapas dan wool


Serat wool terwarnai lebih tua dari kapas

VI. DATA PENGAMATAN (Terlampir)

VII. DISKUSI

7.1 Identifikasi Zat Warna Bubuk 1

Zat warna bubuk golongan 1 merupakan zat warna bubuk yang tidak
larut dalam air. Pelarutan dilakukan menggunakan air panas untuk
meningkatan kelarutan sehingga molekul tidak beragregasi. Zat warna yang
telah dilarutkan diambil sedikit lalu ditambahkan dengan eter metanol. Zat
warna golongan 1 akan berada pada lapisan eter-metanol, seperti zat warna
dispersi, bejana, belerang dan naftol.

Identifikasi zat warna dispersi dilakukan dengan mengambil zat warna


yang berada pada lapisan eter metanol. Larutan diuapkan hingga kering, zat
warna akan menempel pada dinding bagian bawah tabung. Ditambahkan zat
pendispersi berupa air untuk pencelupan menggunakan serat rayon asetat.
Digunakan serat rayon karena serat tersebut memiliki sifat yang mirip dengan
poliester serta tidak memerlukan suhu tinggi dalam pencelupannya. Zat
warna dispersi merupakan zat warna yang hidrofob atau tidak suka air
sehingga ketika dilakukan pencelupan menggunakan serat rayon asetat semua
zat warna akan berpindah pada serat. Serat rayon yang hanya tercelup oleh
contoh uji nomor 47. Ikatan yang dimiliki zat warna dispersi dan serat rayon
asetat adalah ikatan hidrogen dan hidrofob. Karena hidrofob, tahan luntur
warna terhadap pencuciannya bagus serta struktur molekulnya yang rapat
mengakibatkan pelunturan zat warnanya harus menggunakan suhu yang
tinggi.

Identifikasi zat warna bejana dan belerang dilakukan menggunakan


pereduksi dalam suasana alkali. Kedua zat warna tersebut harus dilarutkan
dahulu sehingga menjadi garam leuko yang larut. Zat warna belerang
direduksi dengan pereduksi lemah (Na2S dan Na2CO3) karena ia tidak tahan
dengan pereduksi kuat (Na2S2O4 dan NaOH) seperti zat warna bejana.
Setelah larutan menjadi garam leuko dilakukan pencelupan kembali dengan
menggunakan serat kapas. Hasil celupan dioksidasi menggunakan udara
sehingga warna akan kembali.

Pelarutan zat warna belerang

Na2S + 4H2O H2SO4 + Hn

+Na2CO3
n. D-S-S-D + 2nHn 2n.D-S-H 2n.D-S-Na

asam leuko garam leuko (larut)

Pencelupan dan oksidasi (Pembangkitan Warna)

On
selulosa.2n.(D-S-S-D) selulosa.n.(D-S-S-D)

Pada saat pencelupan, zat warna belerang masuk diantara polimer serat.
Setelah dioksidasi zat warna garam leuko yang larut kembali menjadi zat
warna belerang yang tidak larut. Molekul zat warna yang tereduksi telah
berada dalam serat dan kembali keukuran semula sehingga tidak dapat keluar
kembali.

Pelarutan zat warna bejana

Na2S2O4 + 2NaOH 2H2O→ 2Na2S2O4 + 6Hn

D = C = O + Hn → D = C − OH

zat warna bejana

D − C − OH + NaOH → C = C − ONa + H2O

senyawa leuko
garam leuko yang larut memiliki afinitas sehingga dapat mencelup serat
kapas. Agar garam leuko tetap berada didalam serat, dilakukan oksidasi
sehingga garam leuko kembali menjadi zat warna bejana yang tidak larut
didalam serat. Oksidasi dilakukan dengan udara. Reaksinya adalah sebagai
berikut :

2D = C − O − Na + On CO2 2D = C = O + Na2CO3

Hasil celupan zat warna belerang contoh uji nomor 24 pada serat kapas
yang direduksi dengan pereduksi kuat (Na2S2O4 dan NaOH) memberikan
warna tua. Sedangkan hasil celupan kapas nomor 56 zat warna bejana yang
direduksi dengan pereduksi lemah (Na2S dan Na2CO3) memberikan warna
yang lebih muda.

Kapas yang digunakan pada pencelupan zat warna belerang dan bejana
masing-masing adalah dua. Kapas yang telah dioksidasi dan warnanya
kembali diuji dengan oksidator yang mengandung klor (NaOCl). Kain kapas
nomor 24 langsung rusak ketika ditetesi dengan NaOCl sedangkan kapas
nomor 56 tidak.

D-S=S-D D-S+S-D (zat warna belerang rusak oleh natrium hipoklorit)

Uji penentuan zat warna belerang selanjutnya adalah menambahkan


HCl dan SnCl2 pada larutan zat warna lalu dipanaskan. Hal tersebut
dilakukan agar ikatan rangkap jembatan disulfida putus dan sulfurnya
menguap menghasilkan endapan coklat PbS pada kertas saring yang sudah
ditetesi Pb Acetat.

D-S=S-D putus

Kertas pb acetat nomor 24 memberikan endapan coklat pada bagian


tengahnya Sedangkan kertas nomor 56 juga memberikan warna coklat pada
bagian pinggirnya. Endapan pada bagian pinggir ini munkin disebabkan oleh
kurangya kehati-hatian praktikan dalam menambahkan larutan SnCl2 yang
juga memberikan warna coklat ketika bereaksi dengan Pb Asetat.

Identifikasi zat warna naftol dilakukan dengan mengubah zat warna


naftol menjadi naftolat yang larut menggunakan NaOH dan alkohol.

Naftolat yang larut digunakan untuk mencelup 2 lembar kapas putih.


Salah satu kapas putih ditetesi garam diazonium berwarna merah. Sehingga
terjadi pembangkitan warna. Warna kapas berubah menjadi merah sesuai
dengan garam diazoniumnya.
7.2 Identifikasi Zat Warna Bubuk 2

Zat warna bubuk golongan 2 adalah zat warna yang larut dalam air
seperti zat warna direk, asam, basa dan reaktif. Uji pendahuluan dilakukan
dengan menambahkan eter metanol 3:1 pada larutan zat warna yang telah
diencerkan dengan air panas sebelumnya. Zat warna akan berada pada
lapisan air. Sedangkan zat warna basa akan bisanya pada lapisan antara air
dan eter metanol.

Larutan zat warna yang telah tercampur dengan eter metanol digunakan
untuk uji penentuan zat warna basa. Larutan contoh uji nomor 202 yang
ditambahkan dengan NaOH 10% warna hilang. Hal tersebut disebabkan oleh
larutan yang besifat terlalu basa. Lalu ditambahkan dengan CH3COOH 10%
warnanya kembali karena zat warna kembali menjadi garam dari zat warna
basa. Contoh uji yang lain tidak mengalami perubahan warna sama sekali.

Uji pencelupan zat warna basa dilakukan dengan menggunakan serat


akrilat. Serat akrilat dapat berikatan secara ionik dengan zat warna basa pada
suasana asam. Hasil celupan yang diperoleh berwarna tua. Asam yang
digunakan adalah asam asetat glasial. Serat akrilat hanya tercelup oleh
contoh uji nomor 202 saja.

Sedangkan pada identifikasi zat warna asam, serat yang digunakan untuk
pencelupan kembali adalah serat kapas, wool dan akrilat. Zat warna asam ini
mencelup dalam suasana asam. Pada larutan zat warna ditambahkan asam
asetat 10%. Untuk memastikan zat warna sudah dalam keadaan asam, larutan
dicek dengan kertas lakmus

Hasil celupan serat wool pada zat warna asam berwarna paling tua
karena serat wool dapat berikatan secara ionik. Selain itu, pencelupan zat
wool dalam suasana asam karena wool tidak tahan alkali. Serat wool tercelup
tua oleh contoh uji nomor 181, 151 dan 284. Namun, setelah dilakukan
pengamatan pada seluruh hasil pencelupan contoh uji, praktikan
menyimpulkan contoh uji nomor 151 adalah zat warna asam. Hal ini
disebabkan, hasil pencelupan wool pada semua uji zat warna terwarnai serta
celupan kapas berwarna muda.

Zat warna asam dapat mencelup serat wol/sutera karena adanya tempat–
tempat positif pada bahan. Jumlah tempat positif pada bahan sangat
tergantung pada dua faktor yaitu jumlah gugus amida dan jumlah gugus
amina dalam serat serta keasaman dari larutan celup. Mekanisme utama pada
pencelupan serat wol dengan zat warna asam adalah pembentukan ikatan
garam dengan gugusan amino dalam serat. Selain itu mungkin juga terjadi
ikatan lain. Dalam keadaan iso elektrik, wol mengandung ikatan garam netral
sebagai berikut :

−OOC– wol– N+H3

Bila kedalam larutan celup ditambahkan asam maka akan terbentuk


muatan positif yang nyata pada serat, akibat adanya ion H+ yang terserap
gugus amina dari wol.

HCl → H+ + Cl−

HOOC − Wol − N+H3 + H+ + Cl− → HOOC − wol – N+H3 − − − − − − Cl−

Sehingga dapat mengikat anion dari zat warna asam sebagai berikut :

HOOC − Wol − N+H3 + D− → DH3N − wol − COOH

Adanya tempat – tempat positif pada wol atau sutera memungkinkan


terjadinya ikatan ionik antara anion zat warna asam dengan wol yang sudah
menyerap ion H+

ZW-SO3Na Zw -SO3- + Na+

Ikatan Ionik

HOOC Wol N+H3

Ikatan Ionik Antara Zat Warna Asam dengan Wol


Hasil celupan serat kapas pada pencelupan berwarna muda pada semua
contoh uji. Serat kapas dapat dicelup oleh zat warna asam. Namun, karena
suasana pencelupannya asam hasil celupan yang dihasilkan berwarna muda.
Serat kapas dapat tercelup dengan baik pada suasana alkali. Pada identifikasi
zat warna asam, serat akrilat hanya tercelup oleh contoh uji nomor 202 saja.

Uji zat warna direk dilakukan dengan menambahkan larutan zat warna
dengan amoniak. Lalu dilakukan pencelupan pada serat kapas, wool dan
akrilat dengan penambahan NaCl. NaCl akan mendorong penyerapan zat
warna. Hasil celupan pada serat kapas contoh uji nomor 181 berwarna paling
tua. Seedangkan nomor 284 tercelup lebih muda dari contoh uji 181. hasil
celupan zat warna nomor 181 berwarna tua pada kapas yaang di
diidentifikasi dengan uji zat warna direk, asam, basa maupun reaktif.

Uji pencelupan zat warna reaktif dilakukan dua kali. Dengan dan tanpa
penambahan asam. Secara umum, hasil celupan dengan penambahan asam
berwarna lebih tua. Hal ini mungkin disebabkan terjadinya hidrolisis zat
warna oleh air.

Ikatan kovalen antara serat kapas dengan zat warna reaktif

D − Cl + sel − OH → D − O − sel + HCl

Ikatan kovalen antara serat wol dengan zat warna reaktif

Zat warna reaktif dapat berikatan secara kovalen dengan serat wol
maupun kapas. Untuk membedakan zat warna reaktif dan direk, dilakukan
pengamatan pada hasil celupan zat warna reaktif pada kain kapas dan wol
dengan dan tanpa penambahan asam. Serat wool yang dicelup oleh zat warna
reaktifakan berwarna lebih tua daripada kapas. Namun, dilakukan
perbandingan contoh uji nomor 181 dan nomor 284 saja. Karna dua contoh
uji yang lain telah diketahui jenis zat warnanya. Zat warna contoh uji 181
merupakan zat warna direk karena mencelup kapas lebih tua pada uji zat
warna direk maupun reaktif. Sedangkan serat wol tercelup tua oleh contoh uji
nomor 284.

VIII. KESIMPULAN

Berdasarkan pengujian dan hasil pengamatan identifikasi zat warna bubuk


golongan 1 dan 2 diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

 Contoh uji nomor 47 adalah zat warna dispersi

 Contoh uji nomor 71 adalah zat warna naftol

 Contoh uji nomor 24 adalah zat warna belerang

 Contoh uji nomor 56 adalah zat warna bejana

 Contoh uji nomor 181 adalah zat warna direk

 Contoh uji nomor 151 adalah zat warna asam

 Contoh uji nomor 202 adalah zat warna basa

 Contoh uji nomor 284 adalah zat warna reaktif

IX. DAFTAR PUSTAKA

Karyana, Dede. 2014. Pengantar Kimia Zat Warna untuk Pewarnaan Bahan
Tekstil. Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

Karyana, Dede dan Elly K. 2005. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan 1. Bandung :
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

Rahayu, Hariyanti. 1993. Penuntun Praktikum Evaluasi Tekstil Kimia.


Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Seoprijono, P., Poerwanti, Widayat, & Jumaeri. 1974. Serat-serat Tekstil.
Bandung: Institut Teknologi Tekstil.

Anonim. 2016. Materi Ikatan Ionik dan Ikatan Kovalen. [online] diakses 01
desember 2017 (mynewblogeducationalchemistry.blogspot.co.id)

Anonim. 2015. Ikatan Hidrogen. [online] diakses 01 desember 2017

(www.studiobelajar.com/ikatan-hidrogen)

Tex team. 2015. Tentang Serat Poliakrilat. [online] diakses 01 desember 2017

(http://textileapplied.blogspot.co.id/2017/08/tentang-serat-poliakrilat.html)

Sagara. 2012. Serat Poliakrilat [Online] diakses 01 desember 2017

(http://sagaara301.blogspot.co.id/2012/06/serat-poliakrilat.html)

Anda mungkin juga menyukai