Anda di halaman 1dari 6

Sistem Pemilihan Umum di Singapura

Pemilihan umum diwajibkan di Singapura sejak 1959. Usia pemilih yang sah adalah 21
tahun. Departemen Pemilihan Singapura bertanggung jawab atas perencanaan, persiapan, dan
pelaksanan pemilihan baik pemilihan presiden, parlemen, dan setiap referendum nasional di
Singapura. Departemen ini berada di bawah Perdana Menteri.Pemilu di Singapura meniru dan
mewarisi pemerintahan colonial Inggris.pemilu di Singapura menggunakan sistem distrikdan
menggunakan prosedur winner takes all. Singapura menerapan simple majority di single member
constituencies dari tahun 1959 – 1987 namun karena beberapa hal, sistem ini berubah dengan
diberi penambahan. Penambahan tersebut misalnya aanya GRC ( Group Representative
Constituency ), NCMP ( Non Constituency Member of Parliament ), NMP ( Nominated Member
of Parliament ), dan Elected Presidency.

GRC merupakan sebuah sistem dimana terjadinya suatu perubahan terhadap Single
Member Constituency menjadi Mulimember Constituency, dimana warga Singapura harus
memilih grup mana yang mereka mengikutsertakan kelompok atau etnis minoritas di grup
mereka. Skema NCMP ini diperuntukkan untuk kalangan oposisi yang terbaik namun kalah
dalam pemilu, hal ini digunakan untuk menyediakan suara oposisi di Parlemen, jika anggota
parlemen yang terpilih dari kalangan oposisi berjumlah lebih sedikit dari tiga orang. NMP yang
diberlakukan pada tahun 1990 diperuntukkan warga yang bukan partai untuk berpartisipasi di
pemerintahan.

Presiden Singapura

Sebelum tahun 1991, presiden adalah kepala negara yang ditunjuk oleh parlemen. Sebagai hasil
dari perubahan konstitusi pada tahun 1991, presiden sekarang dipilih langsung oleh suara rakyat
dengan masa jabatan 6 tahun. Syarat-syarat untuk menjadi calon Presiden Singapura adalah:

1. Merupakan warga negara Singapura


2. Berusia 45 tahun ke atas pada hari nominasi
3. Terdaftar sebagai pemilih terdaftar saat pemilihan
4. Merupakan penduduk Singapura pada hari nominasi dan telah menjadi penduduk
Singapura selama tidak kurang dari 10 tahun
5. Tidak memenuhi salah satu diskualifikasi dalam pasal 45 Undang-Undang Dasar
Republik Singapura
6. Bukan anggota salah satu partai politik pada tanggal pencalonannya untuk
pemilihan
7. Telah menjabat untuk jangka waktu tidak kurang dari 3 tahun di posisi senioritas
dan tanggung jawab di sektor publik atau swasta seperti: Hakim Agung, Pembicara, Jaksa
Agung, Ketua Komisi Pelayanan Publik, Auditor Umum, Akuntan Jenderal, atau
Sekretaris Tetap.
Sebagai ketua atau kepala eksekutif dari dewan resmi negara seperti yang tercantum pada
pasal 22A Konstitusi Republik Singapura, sebagai ketua dewan direksi atau CEO sebuah
perusahaan yang didirikan atau didaftarkan berdasarkan Companies Act (Pasal 50) dengan modal
disetor minimal $100 juta atau setara dengan uang asing, atau dalam posisi senioritas lainnya
yang sama atau sebanding. Hal tersebut dianggap telah memberi pengalaman dan kemampuan
dalam mengatur dan mengelola urusan keuangan untuk memungkinkan dia untuk melaksanakan
secara efektif fungsi dan tugas dari Presiden.

Sistem Kepartaian

Secara teknis, singapura menganut sistem partai yang sama dengan Indonesa, yaitu
sistem multi partai di mana terdapat lebih dari dua partai yang bersaing untuk memperebutkan
kursi pemerintahan. Namun dalam aplikasinya, hanya ada 1 partai yang mendominasi kancah
politik di singapura dan selalu memenangkan pemilu. Partai tersebut adalah People's Action
Party. Singapura memiliki sistem multi partai dengan 23 partai politik yang terdaftar. Namun
dalam Pemilu 2 Januari 1997 tercatat hanya 6 partai politik yang mengikuti pemilu untuk
memilih anggota parlemen yaitu:

1. People’s Action Party (PAP)

2. Singapore Democratic Party (SDP)


3. Worker’s Party (WP)

4. Singapore People’s Party (SPP)

5. National Solidarity Party (NSP)

6. Democratic Progressive Party (DPP)

 People’s Acrion Party (PAP)


PAP memiliki alasan yang kuat untuk menjadi otoriter salah satu alasannya adalah Asian
Values yang menekankan perbedaan nilai yang dianut antara Singapura dan Barat.
Singapura lebih mengutamakan stabilitas, nilai kolektif dibandingkan dengan hak-hak
individu. PAP menjaga stabilitas Singapura dengan menggunakan internal security act
dan Preservation of Publik Security Ordinance. Hukum tersebut digunakan untuk kaum
oposisi yang kritis dan vocal terhadap pemerintah dan dapat menahan serta
memenjarakan tersangka tnpa proses ke pengadilan. PAP merupakan partai yang sukses
mendominasi perpolitikan di Singapura, bahkan mampu mengubah negara tersebut
menjadi Hybrid Regime yang mengandung unsure demokrasi dan otoritarianisme.
Dinamika Sosial Politik di Singapura

Singapura sejak 1800-an merupakan pusat pemerintahan Inggris di Asia Tenggara


(Tarulevicz1, 2009). Negara yang dulunya merupakan pos Kerajaan Sriwijaya di Sumatera dan
bernama Temasek ini mulai diduduki oleh Inggris saat kehadiran Thomas Stamford Rafles pada
28 Januari 1819 yang ditugaskan ole East Indian Company (EIC), sebuah Perusahaan Dagang
Hindia Timur Britania untuk mencari lokasi strategis dengan membangun pelabuhan di Selat
Malaka. Kependudukan Inggris ini salah satunya dilakukan untuk membendung dominasi
Belanda dengan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Usaha kolonisasi Inggris di
Singapura diperkuat dengan adanya kebijakan Straits Settlement pada 1826 sehingga Inggris
diperbolehkan untuk melakukan pelayanan komersil dan angkatan laut untuk mengambil
keuntungan dari rempah-rempah dan perdagangan di berbagai daerah di Singapura. Akan tetapi
pada Perang Dunia II, Jepang datang untuk menjajah Singapura sehingga posisi Inggris menjadi
goyah dan akhirnya menyerahkan Singapura ke tangan Persekutuan Tanah Melayu. Penyerahan
ini otomatis membuat Singapura berada di bawah pemerintah federal Malaysia. Namun beberapa
tahun setelahnya, terjadi perang ideologi People's Action Party (PAP) sehingga Singapura
melepaskan diri dari Malaysia dan menjadi negara independen pada 1965 di bawah
kepemimpinan Presiden Yusof bin Ishak dan Perdana Menteri Lee Kuan Yew (Tarulevicz1,
2009).

Di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Lee Kuan Yew pada 1959, Singapura turut
menganut ideologi komunitarianisme (Furlund, 2008). Ideologi komunitarianisme ini berfokus
pada komunitas dan masyarakat, di mana komunitarianisme juga berisi keyakinan bahwa
masyarakat yang sempurna tidak bergantung dari ambisi individu, namun bergantung pada
tanggung jawab struktur komunal kohesif. Selain itu, ideologi kapitalisme juga mempengaruhi
kehidupan masyarakat Singapura dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Ideologi
demokrasi juga kerap diterapkan untuk mendorong pembangunan dalam negeri Singapura. Akan
tetapi, Singapura tidak memiliki etnis asli dikarenakan Singapura daridulu merupakan pelabuhan
strategis sehingga cenderung berisi etnis yang bermacam-macam. Bahkan, sekitar 42% warga
negara Singapura adalah warga negara asing. Sejak abad ketiga, pemukiman Tionghoa di
Singapura sudah dapat ditemukan seingga terhitung pada 2015, terdapat sejumlah 74,3% dari
total penduduk Singapura merupakan etnis Tionghoa, 13,3% etnis Melayu, 9,1% etnis India, dan
3,3% lainnya. Tingkat pertumbuhan penduduk di Singapura cenderung rendah sebesar kurang
lebih 1,2% tiap tahunnya dengan total penduduk sejumlah kurang lebih 5.535.000 jiwa pada
2015 (Singapore Departement of Statistics, 2015). Keberagaman etnis yang terdapat di
Singapura ini menyebabkan mother language masyarakat juga berbeda-beda sesuai dengan etnis
yang dianut namun bahasa Inggris tetap merupakan bahasa utama. Sedangkan terdapat empat
agama utama di Singapura, yaitu Buddha, Taoisme, Kristen, dan Hindu yang dibawa oleh etnis
yang berbeda.

Keberagaman etnis di Singapura juga menjadi penyebab terdapat keberagaman kondisi


budaya di Singapura. Tiap etnis di Singapura memiliki, membawa, dan menerapkan kebudayaan
yang berbeda-beda di Singapura (Furlund, 2008). Contohnya, etnis India memiliki tradisi
bertukar permen buatan sendiri dari tepung, almond bubuk, gula dan susu selama Deepavali
(Festival of Lights) dan Pongal (Festival Panen). Pada Tahun Baru Imlek, etnis Tionghoa turut
membuat kue kering, ba kwa, berupa dendeng daging babi panggang, dan juga kue bulan. Dalam
keberagamannya, Singapura dapat menjadi salah satu negara dengan tingkat perekonomian dan
standar hidup tertinggi di Asia (American Dietetic Association, t.t). Di Singapura, terdapat lebih
dari 3000 perusahaan multinasional dari negara-negara maju berinvestasi dan didirikan. GDP
Singapura pada 2015 mencapai USD 452,7 milyar dengan perkapita sebesar USD 82,762
sehingga Singapura dapat dikategorikan sebagai negara termakmur di dunia
(Tradingeconomics.com, 2016). Komoditas utama Singapura terletak pada produsen elektronik
dan bahan kimia. Bahkan, karena minimnya kasus korupsi di Singapura, legislator diperbolehkan
untuk ikut campur dalam mengelola perusahaan swasta sehingga kontrak kerja aman dan
pengadilan komersial berfungsi dengan baik. Sama halnya dengan Malaysia, Singapura juga
menganut sistem parlementer Westminster yang diadopsi dari Inggris dengan PAP sebagai partai
dominan. Akan tetapi, campur tangan Inggris dalam urusan keamanan dan kebijakan luar negeri
masih dapat dilihat hingga era kontemporer. Sedangkan untuk keamanan dalam negeri, dibuat
dewan keamanan nasional yang terdiri atas Singapura, Malaysia, dan Inggris (Cahyadi et al.,
2004).

Di bidang pertahanan, Singapura memiliki kelemahan berupa bentuk geografis negara-


kota yang kecil dan perairan yang dangkal. Namun kelemahan ini dapat diatasi dengan ikut serta
dalam organisasi ASEAN dan Five Power Defence Arrangement (FPDA) yang terdiri atas
Australia, Malaysia, Selandia Baru, Singapura, dan Inggris untuk meningkatkan keamanan dari
ancaman luar (Mauzy dan Milne, 2002). Singapura juga memiliki tentara nasional, yaitu
Singapore Armed Force (SAF) yang berfokus pada wajib militer untuk warga negara Singapura,
pembentukan tentara sipil cadangan, dan pengembangan teknologi militer. Operasi perdamaian,
seperti simulasi bencana alam, penyelamatan sandera, dan simulasi darat juga turut dilakukan
oleh SAF. Berbagai kolaborasi pertahanan dilakukan oleh Singapura, seperti kolaborasi dengan
Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang untuk keamanan regional, akses teknologi militer
dengan Rusia, Israel, dan Jerman pun juga dilakukan. Bahkan, Singapura turut tercatat sebagai
negara dengan anggaran pertahanan tertinggi di seluruh kawasan Asia-Pasifik sebesar USD 5,7
milyar pada 2015 (Mauzy dan Milne, 2002).

Berdasarkan analisa SWOT, Singapura memiliki strength berupa tingkat perekonomian


yang tinggi dengan GDP terbesar di Asia Tenggara, tergolong sebagai Newly Industrialized
Country (NIC) pada 1960-an, tingkat perkapita tertinggi di Asia, dan menjadi sasaran investor
asing di Asia Tenggara. Hal ini didukung oleh keterbukaan sistem perekonomian dan etos kerja
pebisnis Singapura sehingga ekonomi dan perdagangan Singapura dapat tergolong maju (Page,
1994). Kedua, weakness Singapura terletak pada ketergantungan GDP Singapura terhadap
permintaan global dan fragmentasi pasar karena latar belakang etnis yang berbeda-beda.
Ketiga, opportunities Singapura terletak pada infrastruktur bisnis yang baik, jaringan internet
cepat, dan jaminan investasi yang tinggi sehingga berkontribusi terhadap peningkatan ekonomi
Singapura. Keempat, threat Singapura berada pada tingkat kepadatan penduduk Singapura yang
termasuk tinggi di Asia Tenggara. Hal ini dikarenakan, meskipun tingkat pertumbuhan penduduk
Singapura cenderung rendah, namun tingkat kematian di Singapura juga rendah sehingga
populasi menumpuk. Selain itu, isu kontemporer diwarnai dengan pemilihan umum untuk
pergantian kursi Perdana Menteri hingga teror ISIS yang mengganggu stabilitas internal politik
Singapura (Strait Times, 2015). Isu arus imigran yang deras masuk ke Singapura juga menjadi
permasalahan tersendiri karena belum ada solusi konkrit untuk mengatasinya. Padahal, imigran
tersebut kerap memenuhi lapangan kerja dan area publik.

Referensi :

1. Sistem pemerintahan Soft-Authoritarian Singapura di Tengah Arus Demokrasi


oleh Imam Akbar Hairi. Jurnal pemerintahan dan politik Vol 1 No. 2 Januari
2016.
2. Jurnal ilmiah Election Strategy an Ethnic Politics in Singapore oleh Joel S. Fetzer.
Taiwan journal of democracy Vol. 4, No.1: 135-153 yang diakses di
http://web.stanford.edu/group/sjeaa/journal102/10-2_12%20SeA-Elgin.pdf
3. Artikel Pemilu di Singapura : Declining of PAP and Managing Oppositionalism
oleh Andi Wira P. yang diakses di https://dunia.tempo.co › Dunia
4. Singapore Department of Statistics 205 “Population Trends 2015” yang diakses
pada https://www.singstat.gov.g/docs/default-source/default-document-
library/publications/publications_and_papers_stucture.pdf .

Anda mungkin juga menyukai