Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

DEPRESI POSTPARTUM

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Program Profesi Dokter Stase


Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :
dr. Rh Budhi Muljanto, Sp KJ

Oleh :
Desy Rosyiana, S. Ked. J510181015
Hasna Habiba Aulia, S. Ked. J510170033
Sares Daselva, S. Ked. J510170069
Primi Trifanni Nadha Maiza, S. Ked. J510170073
Dea Pristy Amanda, S. Ked. J510170075
Adam Nur Rahman, S. Ked. J510170087
Esha Putriningtyas Setiawan, S. Ked. J510170106
Chornellia Martha,S. Ked. J510170097

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RSJD DR ARIF ZAINUDIN SURAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
REFERAT

DEPRESI POSTPARTUM

Oleh :
Desy Rosyiana, S. Ked. J510181015
Hasna Habiba Aulia, S. Ked. J510170033
Sares Daselva, S. Ked. J510170069
Primi Trifanni Nadha Maiza, S. Ked. J510170073
Dea Pristy Amanda, S. Ked. J510170075
Adam Nur Rahman, S. Ked. J510170087
Esha Putriningtyas Setiawan, S. Ked. J510170106
Chornellia Martha, S. Ked. J510170097
Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing Stase Ilmu Kesehatan Jiwa
Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta

Pembimbing:
dr. Rh Budhi Muljanto, Sp KJ ( )

Dipresentasikan dihadapan:
dr. Rh Budhi Muljanto, Sp KJ ( )
KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
KehendakNya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul Depresi
Postpartum. Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Jiwa. Mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis serta waktu
yang tersedia untuk menyusun makalah ini sangat terbatas, penulis sadar masih
banyak kekurangan baik dari segi isi, susunan bahasa maupun sistematika
penulisannya. Untuk itu kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan.

Pada kesempatan yang baik ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada dr. Rh Budhi Muljanto, Sp KJ selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Jiwa di RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta. Tidak lupa penulis
mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang juga turut membantu dalam
upaya penyelesaian makalah ini.

Akhir kata penulis berharap kiranya makalah ini dapat menjadi masukan
yang berguna dan bisa menjadi informasi bagi tenaga medis dan profesi lain yang
terkait dengan masalah kesehatan pada umumnya, dan khususnya tentang masalah
depresi postpartum.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Depresi postpartum adalah perasaan sedih akibat berkurangnya kebebasan


ibu, penurunan estetika dan perubahan tubuh, berkurangnya interaksi sosial dan
kemandirian yang terjadi setelah melahirkan. Depresi postpartum merupakan
masalah yang sering ditemukan dan merupakan gangguan mood nonpsikotik
yang biasanya terjadi 6-8 minggu setelah melahirkan (Pieter, 2012).

Depresi terjadi dalam 4 minggu setelah melahirkan dan bisa berlanjut


hingga beberapa bulan bahkan beberapa tahun. Menurut Worley dan Melville
(2007) angka kejadian depresi postpartum berkisar pada angka 12-16%.
Penelitian Dennis (2015) di Canada 8% menunjukkan gejala depresi dalam 12
minggu postpartum.

Depresi postpartum akan menimbulkan efek yang merugikan bagi ibu,


bayi, dan berpengaruh pada anggota keluarga juga. Dampak yang terjadi pada
ibu antara lain ibu mengalami gangguan aktivitas, gangguan berhubungan
dengan orang lain (keluarga dan teman) dan ibu mungkin tidak dapat merawat
diri sendiri dan bayinya. Dampak secara kesehatan yaitu ibu tidak dapat
mengikuti anjuran kesehatan selama masa nifas dan hal tersebut dikhawatirkan
akan menimbulkan komplikasi ibu nifas yang lain. Dampak pada bayi yaitu bayi
cenderung sering menangis, mengalami masalah tidur, dan gangguan makan.
Dampak lain dari depresi postpartum adalah mempengaruhi kemampuan bayi
dalam perkembangan bahasa, kedekatan emosional dengan orang lain, dan
masalah bersikap. Dampak yang paling fatal adalah ibu ada keinginan untuk
bunuh diri atau bahkan ingin membunuh bayinya. Depresi postpartum juga akan
menimbulkan dampak buruk bagi seluruh anggota keluarga karena ibu
cenderung menarik diri dan menolak merawat bayi sehingga bayi mengalami
kekurangan kasih sayang (Elvira dalam Lubis, 2006).
Penelitian sebelumnya oleh Wahyuni dkk (2014) depresi postpartum
dipengaruhi oleh pekerjaan dan dukungan keluarga, bukan karena umur,
pendidikan, dan paritas. Penelitian lain oleh Tikmani dkk (2016) depresi
postpartum dipengaruhi dukungan keluarga, paritas, pendidikan, komplikasi
melahirkan, kehamilan tidak diinginkan, dan obesitas.

B. Rumusan Masalah

Pada penulisan Ilmiah ini akan dibahas apa yang dimaksud dengan
definisi, epidemiologi, etiologi, faktor resiko, diagnosis, diagnosis banding dan
tatalaksana dari Depresi Postpartum.

C. Manfaat Penulisan

Penulisan ilmiah ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa,


dokter, maupun dokter spesialis dalam kasus Depresi Postpartum.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Depresi postpartum adalah suatu kondisi mood depresi yang berat yang
terjadinya sekitar 4 minggu setelah kelahiran bayi. Depresi postpartum mungkin
muncul terlambat 30 minggu dari postpartum, bahkan sebagian mengatakan kurang
dari 12 bulan pertama postpartum. Manifestasinya berupa menangis, insomnia,
depresi, kelemahan, cemas, tidak bergairah dan konsentrasi yang buruk. bisa saja
mengalami gejala yang ringan, sedang ataupun berat.

Berdasarkan atas Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorders,


Fourth Edition (DSM-IV), depresi postpartum bukan merupakan wujud yang
terpisah, melainkan bagian dari spektrum depresi mayor, yang terkode dengan suatu
modifikasi terhadap onset postpartum. DSM-IV memutuskan bahwa onsetnya
harus sekitar 4 minggu setelah kelahiran bayi.

B. Epidemiologi

Angka insiden depresi postpartum adalah 1 sampai 2 per 1000 kelahiran.


sekitar 50 sampai 60% perempuan yang mengalami depresi postpartum saat mereka
memiliki anak pertama, dan sekitar 50% perempuan yang mengalami postpartum
mempunyai riwayat keluarga gangguan mood (Gausia dkk, 2009). Faktor risiko
yang berpotensi menjadi depresi postpartum: faktor sosiodemografi, faktor obsetri,
dan faktor marital (Sadock, 2007).

Motzfeldt mengatakan angka prevalensi depresi postpartum secara global


antara 10-15%.4 Di negara-negara seperti Singapura, Malta, Malaysia, Austria dan
Denmark, ada sedikit laporan tentang depresi postpartum. sedangkan di negara-
negara lain seperti Brazil, Guyana, Kosta Rika, Italia, Chili, Afrika Selatan, Taiwan,
dan Korea laporan tentang gejala depresi postpartum sangat lazim. Menurut
penelitian yang dilakukan Chandran, et al. kepada 359 perempuan di daerah Tamil
Nadu di India, didapat insiden depresi postpartum 11% (95% CI 7,1 - 14,9)
(Motzfeldt, 2013). Pendapatan rendah, kelahiran seorang anak yang sangat
diinginkan, kesulitan hubungan dengan ibu mertua dan orang tua, peristiwa hidup
yang merugikan selama kehamilan dan kurangnya bantuan fisik merupakan faktor
risiko untuk terjadinya depresi postpartum (Chandran, 2002). Chandran
menyebutkan prevalensi depresi postpartum di Arab 15,8%, di Afrika Selatan
34,7%, di Cina 11,2%, di Jepang 17%. Menurut penelitian yang dilakukan Dennis
di kanada 8% menunjukkan gejala depresi selama 12 minggu dalam periode
postpartum (Dennis, 2012).

C. Etiologi

Penyebab kesedihan atau depresi setelah melahirkan tidak jelas. Penurunan


tingkat hormon yang tiba-tiba, dalam hal ini estrogen dan progesteron ikut berperan.
Depresi juga merupakan sebuah penyakit yang berlangsung di dalam keluarga.
Kadangkala tidak jelas penyebabnya. Terdapat empat faktor penyebab terjadinya
depresi postpartum, yaitu faktor konstitusional, fisik, psikologis dan sosial.

1. Faktor Konstitusional
Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah riwayat
obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada
komplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak
pada wanita primipara. Wanita primipara lebih umum menderita depresi
postpartum karena setelah melahirkan wanita primipara berada dalam proses
adaptasi, jika sebelumnya hanya memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika
ibu tidak paham perannya akan menjadi bingung sementara bayinya harus tetap
dirawat.

2. Faktor Fisik
Perubahan fisik setelah kelahiran dan memuncaknya gangguan mental
selama dua minggu pertama menunjukkan bahwa faktor fisik dihubungkan
dengan kelahiran pertama merupakan faktor penting. Perubahan hormon secara
drastis setelah melahirkn dan periode laten selama dua hari diantara kelahiran
dan munculnya gejala. Perubahan ini sangat berpengaruh pada keseimbangan,
kadang progesteron naik dan estrogen menurun secara cepat setelah melahirkan
merupakan faktor penyebab yang sudah pasti.

3. Faktor Psikologis
Peralihan yang cepat dari keadaan hamil sampai melahirkan dan
melewati masa postpartum, ibu akan mengalami penyesuaian psikologis yang
berbeda-beda. pentingnya cinta dalam menanggulangi masa peralihan untuk
memulai hubungan baik antara ibu dan anak.

4. Faktor Sosial
Pemukiman yang tidak memadai lebih sering menimbulkan depresi pada
ibu selain kurangnya dukungan dalam perkawinan. Banyaknya kerabat
khususnya suami yang selalu membantu pada saat kehamilan, persalinan dan
masa postpartum, akan membuat beban seorang ibu karena kehamilannya akan
sedikit berkurang.

D. Manifestasi Klinis

Terdapat gejala-gejala pada depresi postpartum, yaitu:

1. Dipenuhi rasa sedih dan depresi yang disertai dengan menangis tanpa sebab.

2. Tidak memiliki tenaga atau hanya sedikit saja.

3. Tidak dapat berkonsentrasi

4. Ada perasaan bersalah dan tidak berharga.

5. Menjadi tidak tertarik dengan bayi atau terlalu memperhtikan dan


mengkhawatirkan bayinya.

6. Gangguan nafsu makan.

7. Adanya perasaan takut untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya.

8. Gangguan tidur.
E. Diagnosis

Psikosis pasca persalinan termasuk jarang dan dapat merupakan gangguan


mood dan afek (tersering) atau psikosis fungsional lain maupun gangguan yang
mirip mental organik pasca persalinan Menurut DSM-IV-TR : Gejala psikosis yg
timbul dlm 4 minggu pasca persalinan tanpa gejala mood dtan afek digolongkan
Ggg Psikosis Akut dgn onset postpartum, bila ggg melebihi 1 bulan diagnosis
dipertimbangkan sbg Skizofreniform. Namun jika pasien mengalami kurang dari 2
minggu. Psikosis post partum yg timbul bersamaan dgn gejala mood diD/ sebagai
ggg mood onset postpartum. Gejala prodromal berupa : insomnia, kelelahan,
kesedihan, iritabel, emosi labil ,gejala psikosis dpt timbul secara, Dramatis dan tiba-
tiba. pemeriksaan Post partum dengan gejala. Gangguan Mood, gejala. psikosisnya
bisa di sertai halusinasi, auditorik, waham nihilistik/kebesaran/bersalah.

Wanita penderita Skizofrenia dalam Masa nifas dapat disertai halusinasi


auditorik; agitasi, waham kejar/dikendalikan gangguan proses berpikir disorientasi
dan kebingungan mirip delirium, kesulitan mempertahankan perhatian, recent
memory buruk, kadang terdapat waham bayinya dikendalikan “setan”; membawa
“sial”. Sedangkan menurut PPDGJ-III: Tidak lagi menggunakan istilah Psikosis
Post Partum, namun mengklasifikasi kedalam F53 Gangguan Jiwa dan perilaku
yang berhubungan dengan masa nifas YTK.

Klasifikasi ini hanya di gunakan untuk gangguan jiwa yang berhubungan


dengan masa nifas (timbul dalam 6 minggu setelah persalinan) yang tidak
memenuhi gangguan lain, karena tidak tersedia cukup informasi yang memadai atau
karena dianggap terdapat gambaran klinis tambahan yang khusus sehingga
klasifikasi ditempat lain tidaklah tepat. Keadaan ini biasanya digolongkan dengan
2 kode ini yang pertama berasal dari Bab V (F) dan menunjukkan tipe khas dari
gangguan jiwa ( biasanya afektif (F30-F39)), dan keduanya adalah 009.3 (penyakit
jiwa dan penyakit susunan saraf yang menyulitkan masa nifas) dari ICD 10.
F53.0 Ggg Mental dan Perilaku Ringan yang berhubungan dgn Masa Nifas YTK
Termasuk Post Partum Depression YTT
F53.1 Ggg Mental dan Perilaku Berat yang berhubungan dgn Masa Nifas YTK
Termasuk Psikosis masa nifas YTT
F53.8 Ggg Mental dan Perilaku lainnya yg berhubungan dgn Masa Nifas YTK
F53.9 Gangguan Jiwa Masa Nifas YTT

F. Diagnosis Banding

Berikut adalah perbedaan depresi postpartum dan baby blues syndrome

Tabel 1. Perbedaan depresi postpartum dan baby blues syndrome.

Karakteristik Depresi postpartum Baby blues syndrome

Insiden 10-15 % dari wanita yang melahirkan 30-75% dari wanita yang hamil
dalam waktu 3-6 bulan setelah
Onset 3-5 hari setelah melahirkan
melahirkan

Durasi Bulan sampai tahun jika tidak diobati Hari sampai minggu

Stressor terkait Ada terutama dukungan Tidak ada

Pengaruh sosial Tidak ada, ada dalam semua budaya dan


Ada hubungan yang kuat
dan budaya kelas sosioekonomi

Riwayat
Ada hubungan yang kuat Tidak ada hubungan
gangguan mood

Riwayat
gangguan mood Ada hubungan Tidak ada hubungan
dalam keluarga

Rasa sedih Ada Ada


Sering pada awalnya kemudian
Mood labil Ada
depresi secara bertahap
Anhedonia Sering Ada

Gangguan tidur Hampir Kadang-kadang


Keinginan untuk
Kadang-kadang Tidak ada
bunuh diri

Keinginan untuk
Sering Jarang
menyakiti bayi

Rasa bersalah
ketidak Sering biasanya berat Tidak ada, jika ada biasanya ringan
mampuan

Sumber : Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry: behavior
sciences/clinical psychiatry.10 thedition. New york: lippincort Williams & Wilkins; 2007.

G. Penatalaksanaan

Secara umum, dalam penatalaksanaan ibu dengan depresi postpartum


diberikan dengan farmakologis, psikoterapi, terapi hormonal, dan terapi profilaksis.

1. Farmakologis
Pasien yang telah didiagnosis dengan gangguan depresi postpartum,
diberikan pengobatan dengan antidepressant. Pemberian selective serotonin
reuptake inhibitor (SSRIs) seharusnya diberikan pada karena golongan obat
tersebut mempunyai resiko efek toksik yang rendah. SSRis bisa membantu
pasien yang tidak mempunyai respon bagus terhadap tricyclic antidepressant,
golongan antidepressant lainnya dan cenderung ditoleransi lebih baik dengan
dosis yang rendah.
Bagaimanapun, jika pasien sebelumnya mempunyai respon baik
terhadap obat antidepressant jenis lainnya, obat tersebut secara kuat
dipertimbangkan untuk diberikan kembali. Golongan obat lainnya yang
digunakan pada pasien depresi postpartum adalah tricyclic antidepressant
(TCAs). Cara kerja obat golongan untuk menurunkan gejala depresi tidak
diketahui tetapi jenis obat ini dapat menghalangi re-uptake berbagi
neurotransmiter termasuk serotonin dan norepinephrine pada membran
neuronal.
Pada pasien multipara sensitif terhadap efek samping dari pengobatan,
pengobatan semestinya dimulai setengah dosis awal (Tabel 2) selama empat
hari, dan selanjutnya akan ditingkatkan dosisnya secara perlahan sampai dosis
yang direkomendasi tercapai. Peningkatan dosis secara perlahan sangat
menolong dalam mengatasi adanya efek samping dari obat. Jika pasien
merespon terhadap percobaan awal selama enam sampai delapan minggu, dosis
yang sama harus diberikan selama minimal enam bulan setelah toleransi penuh
tercapai, dalam hal untuk mencegah kambuhnya efek samping. Jika tidak ada
perkembangan setelah enam bulan terapi pengobatan atau jika pasien merespon
namun gejalanya timbul lagi, dirujuk ke psikiater dapat dipertimbangkan.
Tabel 2. Farmakopterapi untuk Depresi Postpartum.
2. Psikoterapi
Pada studi yang melibatkan 120 ibu melahirkan, interpersonal
psikoterapi, dengan pengobatan 12 sesi yang terfokus pada perubahan peran
dan pentingnya suatu hubungan sangat efektif untuk meredakan gejala depresi
dan meningkatkan fungsi psikososial. Sebuah grup berdasarkan intervensi pada
psikoterapi interpersonal diberikan selama kehamilan mencegah terjadinya
depresi postpartum.
3. Terapi Hormonal
Estradiol telah dievaluasi sebagai pengobatan untuk depresi postpartum.
Pada studi yang membandingkan transdermal estradiol dengan plasebo, grup
yang diobati dengan estradiol mempunyai penurunan skor depresi yang
signifikan selama bulan pertama.
4. Terapi Profilaksis
Pasien yang mengalami riwayat depresi setelah kehamilannya dapat
beresiko menjadi depresi postparrtum setelah melahirkan. Terapi preventif
setelah melahirkan harus dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat depresi
sebelumnya. Obat yang direspon pasien sebelumnya dengan selective-
serotonin-reuptake inhibitor ( SSRIs ) adalah pilihan rasional, tricyclic
antidepressant ( TCAs ) tidak dapat melindungi sebagaimana dibandingkan
dengan plasebo. Minimal, penanganan depresi postpartum termasuk
pengawasan untuk terjadinya kekambuhan, dengan sebuah rencana intervensi
cepat jika ada indikasi.
Menyusui juga merupakan salah satu terapi yang bersifat profilaksis.
Menyusui tidak hanya untuk mengurangi stress untuk ibu, namun juga
menguragi tingkat stress pada bayi ketika ibunya mengalami depresi. Peneliti
membandingkan empat grup wanita yaitu ibu depresi yang menyusui atau
melalui susu botol dan ibu sehat yang menyusui atau melalui susu botol yang
hasilnya dicatat dalam babies electroencephalogram (EEG). Peneliti
menemukan bahwa bayi dari ibu yang depresi dan tidak menyusui mempunyai
pola EEG abnormal.
BAB III

KESIMPULAN

Depresi postpartum adalah sekumpulan gejala klinis depresi yang terjadi


pada wanita setelah melahirkan, umumnya pada hari ketiga hingga hari kesepuluh
setelah melahirkan dan dapat menetap selama beberapa bulan. Faktor risiko yang
berpotensi menjadi depresi postpartum: faktor sosiodemografi, faktor obsetri, dan
faktor marital. Penyebab kesedihan atau depresi setelah melahirkan tidak jelas.
Penurunan tingkat hormon yang tiba-tiba, dalam hal ini estrogen dan progesteron
ikut berperan. Terdapat empat faktor penyebab terjadinya depresi postpartum, yaitu
faktor konstitusional, fisik, psikologis dan sosial. Terdapat berbagai manifestasi
yang dapat muncul pada depresi post partum. Diantaranya, ibu cenderung dipenuhi
rasa sedih dan depresi yang disertai dengan menangis tanpa sebab, tidak bertenaga
atau hanya sedikit tenaga, tidak dapat berkonsentrasi, perasaan bersalah dan tidak
berharga, tidak tertarik dengan bayi atau terlalu memperhatikan dan
mengkhawatirkan bayinya, gangguan nafsu makan, perasaan takut untuk menyakiti
diri sendiri atau bayinya dan mengalami gangguan tidur.

Penegakkan diagnosis depresi post partum menurut DSM-IV-TR yakni


gejala psikosis yang timbul dalam 4 minggu pasca persalinan tanpa gejala mood
dan afek digolongkan gangguan Psikosis Akut dgn onset postpartum.Tatalaksana
ibu dengan depresi postpartum diberikan dengan farmakologis, psikoterapi, terapi
hormonal, dan terapi profilaksis. Pasien yang telah didiagnosis dengan gangguan
depresi postpartum, diberikan pengobatan dengan antidepressant. Terapi profilaksis
termasuk diantaranya adalah menyusui. Menyusui tidak hanya untuk mengurangi
stress untuk ibu, namun juga menguragi tingkat stress pada bayi ketika ibunya
mengalami depresi.
DAFTAR PUSTAKA

Barclay, Laurie., Medscape Medical News: Prevalence of Self-Reported


Postpartum Depresisive Symptoms Ranges From 11,7to 20,4%,2008, 57 (14);
361-366.

Chandran M., Tharyan P., Muliyil J., Abraham S. Post-partum depression in a


cohort of women from a rural area of Tamil Nadu, India. British journal
of psychiatry.2002; 181,499-504

Dawson, Geraldine, Heracles Panagiotides, Laura Grofer Kringer, and Susan


Spieker. Infants of Depressed and Nondepressed Mothers Exhibit Diferrences
In Frontal Brain Electrical Activity During Expressions Of Negative
Emotions. American Psychological Assosiaction, 2002, p: 650-656.

Dennis C.L., Heaman M., Vigod S. Epidemiology of postpartum depressive


symtoms among Canadian women: regional and national results from a
cross-sectional survey. The Canadian Journal of Psychiatry. 2012;57(9):
537-547.

Dennis C.L., Heaman M., Vigod S. Epidemiology of postpartum depressive


symtoms among Canadian women: regional and national results from a
cross-sectional survey. The Canadian Journal of Psychiatry. 2012;57(9):
537-547.

Doucet and Letourneau. Coping and Suicidal Ideations In Women With Symptomps
of Postpartum Depression. University of New Brunswick, 2009, p : 9-19.

Einarson, J. Choi, Einarson T, Koren G. Adverse Effect of Antidepressant Use In


Pregnancy : An Evaluation Of Fetal Growth and Preterm Birth. University
of Toronto, 2009, p: 35-38.

Elvira, D. Sylvia. 2006. Depresi Pasca Melahirkan. Jakarta: FK UI


Gausia K., Fisher C., Ali M., Oosthuizen J. Magnitude and contributory factors of
postnatal depression: a community-based cohort study from rural
subdistrict of Bangladesh. Psychological medicine. 2009; 39:999-1007.

Gotlib, I.H., Whiffen, V.E., Mount, J.H., Milne, K, Cordy, N.I., Prevalence Rates
And Demographic Characteristics Associated With Depression In Pregnancy
And The Postpartum. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 1989,
Volume 57(2): 269-274.

Leitch, Sarah. Postpartum Depression : A Review of the Literature. Elgin-St.


Thomas Health Unit, 2002, p: 1-17.

Michael R. Hulsizer and Rebecca P Cameroon. Depression Prevalence and


Incidence Among Inner-City Pregnant and Postpartum Women. American
Psychological Association, 2003, p: 445-453.

Motzfeldt I., Andreasen S., Pedersen A.L., Pedersen M.L. Prevalence of


Postpartum depression in Nuuk, Greenland- a cross-sectional study using
Edinburgh Postnatal Depression Scale. Int J Circumpolar
Health.2013.72:21114.

Pieter, H.Z. (2012). Pengantar Komunikasi dan Konseling. Jakarta: Kencana


Prenada Media Grup.

Sadock B.J., Sadock V.A., Psychiatry and Reproductive Medicine, Text Book
Synopsis of Psychiatry, 10thed. Wolter kluwer/LippincottWilliams&
Wilkins. Philadelpia. 2007:865.

Tikmani S.S, Soomro T, Tikmani P. (2016). Prevalence and Determinants of


Postpartum Depression in a Tertiary Care Hospital. Austin Journal of
Obstetrics and Gynecology Vol. 3 (2).

Wahyuni S, Murwati, Supiati. (2014). Faktor Internal dan Eksternal yang


Mempengaruhi Depresi Postpartum. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan Vol.
3 No. 2. Hal. 106-214.
Wisner, Katherine MD, Barbara L. Parry MD, Catherine M Piontek MD.
Postpartum Depression. The New England Journal of Medicine, 2002,
p :194-199.

Anda mungkin juga menyukai