Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KEPANITERAAN IKM

Analisis Faktor Gaya Hidup Yang Berpengaruh Pada Penderita Hipertensi


Usia Produktif (15-59 Tahun) Di Rawat Jalan Puskesmas Gatak
Pada Bulan Januari Tahun 2019

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat

Pembimbing
Drg. Tri Prasetyo Nugroho, MM

Disusun oleh :
Nurul Hidayah, S.Ked J510170104
Farah Mila Oktavia, S.Ked J510170105
Esha Putriningtyas S, S.Ked J510170106
Yessi Nur Hapilah, S.Ked J510170107
Baiq Selsilya Prapita Nilda, S.Ked J510170108

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS GATAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
Halaman Pengesahan
LAPORAN KEPANITERAAN IKM
Analisis Faktor Gaya Hidup Yang Berpengaruh Pada Penderita Hipertensi
Usia Produktif (15-59 Tahun) Di Rawat Jalan Puskesmas Gatak
Pada Bulan Januari Tahun 2019

Diajukan Oleh :

Nurul Hidayah, S.Ked J510170104


Farah Mila Oktavia, S.Ked J510170105
Esha Putriningtyas S, S.Ked J510170106
Yessi Nur Hapilah, S.Ked J510170107
Baiq Selsilya Prapita Nilda, S.Ked J510170108

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing Ilmu Kesehatan Masyarakat
Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Pada hari, .......................................................................................

Pembimbing
Nama : drg. Tri Prasetyo Nugroho, MM (.................................)

Penguji
Nama : dr. M. Shoim Dasuki, M.Kes (.................................)

Penguji
Nama : Bejo Raharjo, SKM, M.Kes (.................................)

2
Daftar Isi

Halaman Pengesahan...............................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................2
PENDAHULUAN...................................................................................................2
A. Latar Belakang..............................................................................................2
B. Rumusan Masalah.........................................................................................3
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................3
D. Manfaat Penelitian........................................................................................3
BAB II......................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................6
A. Hipertensi..................................................................................................6
1. Tekanan darah............................................................................................6
2. Definisi......................................................................................................6
3. Etiologi......................................................................................................7
4. Faktor Resiko............................................................................................8
5. Klasifikasi................................................................................................13
6. Gejala Klinis............................................................................................14
7. Patogenesis..............................................................................................15
8. Diagnosis.................................................................................................17
9. Komplikasi..............................................................................................19
10. Penatalaksanaan.......................................................................................19
11. Rasionalitas Penggunaan Obat Antihipertensi.........................................24
BAB III..................................................................................................................26
METODE PENERAPAN KEGIATAN..................................................................26
A. Metode Penerapan Kegiatan.......................................................................26
B. Analisis Data...............................................................................................26

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan satu dari penyakit tidak menular
yang menjadi masalah di bidang kesehatan dan sering
ditemukan pada pelayanan kesehatan primer yaitu puskesmas.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg dan tekanan diastolik ≥90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan
cukup istirahat/tenang. Pada abad 21 ini diperkirakan terjadi
peningkatan insidens dan prevalensi penyakit tidak menular
(PTM) secara cepat yang merupakan tantangan utama masalah
kesehatan dimasa yang akan datang. WHO memperkirakan pada
tahun 2020 penyakit tidak menular akan menyebabkan 73%
kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia. Diperkirakan
Negara yang paling merasakan dampaknya adalah Negara
berkembang termasuk Indonesia.
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo
tahun 2017, penyakit hipertensi esensial memperoleh peringkat
pertama, dikarenakan mempunyai kasus tertinggi diantara
penyakit tidak menular lainnya. Pada tahun 2017 prevalensi
penyakit hipertensi di Kabupaten Sukoharjo sebanyak 20.906
kasus. Hal ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya
yaitu pada tahun 2015 sebanyak 14.250 kasus.
-
Gaya hidup merupakan faktor terpenting yang sangat
mempengaruhi kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang tidak
sehat dapat menyebabkan terjadinya penyakit hipertensi,
misalnya: Makanan, aktifitas fisik, stres, dan merokok. Jenis
makanan yang menyebabkan hipertensi yaitu makanan yang

2
siap saji yang mengandung pengawet, kadar garam yang terlalu
tinggi dalam makanan, kelebihan konsumsi lemak.
Hipertensi merupakan penyakit yang kasusnya dapat
meningkat baik pada masyarakat perkotaan maupun pedesaan.
Terjadinya hipertensi pada usia dewasa muda dipengaruhi oleh
gaya hidup, seperti pola makan, merokok, dan aktifitas fisik.
Faktor risiko hipertensi yang dapat dimodifikasi seperti gaya
hidup meliputi kebiasaan melakukan aktifitas fisik, merokok,
minuman berkafein, dan mengonsumsi garam berlebihan.
Sedangkan faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain umur,
keturunan (genetik), dan jenis kelamin. Tujuan penelitian ini
adalah menganalisis faktor gaya hidup yang berpengaruh pada penderita
hipertensi usia produktif (15-65 tahun) di rawat jalan Puskesmas Gatak Sukoharjo
pada bulan Januari tahun 2019.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini adalah faktor gaya hidup yang berpengaruh pada penderita
hipertensi usia produktif (15-65 tahun) di rawat jalan Puskesmas Gatak
Sukoharjo pada bulan Januari tahun 2019.

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui faktor gaya hidup yang berpengaruh pada penderita


hipertensi usia produktif (15-65 tahun) di rawat jalan Puskesmas Gatak
Sukoharjo pada bulan Januari tahun 2019.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat
Dapat memahami dan mengetahui pentingnya gaya hidup sehat pada
penderita hipertensi di Puskesmas Gatak Sukoharjo.
2. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam merancang dan
melaksanakan penelitian ilmiah dalam bidang kesehatan masyarakat.

3
3. Bagi Puskesmas
Dapat menjadi masukan bagi puskesmas Gatak untuk evaluasi dalam
promosi kesehatan mengenai gaya hidup sehat pada penderita hipertensi
khususnya masyarakat di wilayah Puskesmas Gatak Sukoharjo.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi
1. Tekanan darah

Tekanan darah merupakan jumlah tekanan yang digunakan ketika


aliran darah melewati arteri. Kontraksi ventrikel kiri pada jantung akan
mendorong darah keluar dari arteri. Arteri utama kemudian mengalami
pengembangan untuk menerima darah yang datang. Lapisan otot arteri
melawan tekanan, darah terdorong keluar menuju pembuluh darah yang
lebih kecil. Maka tekanan darah merupakan tekanan gabungan dari
pemompaan oleh jantung, perlawanan dari dinding arteri, dan penutupan
katup jantung. Tekanan darah juga dapat diartikan sebagai tenaga yang
dikeluarkan oleh darah untuk dapat dialirkan melewati pembuluh darah.
Tekanan maksimal yang ditimbulkan ketika arteri menyemprotkan
darah ke pembuluh selama sistol disebut tekanan sistolik dengan nilai
rerata 120 mmHg. Sedangkan tekanan minimal di dalam arteri
mengalirkan darah keluar menuju pembuluh yang lebih kecil di hilir
sewaktu diastol disebut tekanan diastolik, dengan nilai rerata 80 mmHg.
Nilai normal tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg. Tekanan darah
sistolik berhubungan dengan tekanan pada pembuluh darah ketika jantung
berkontraksi dan memompa darah ke dalam pembuluh darah. Sedangkan
tekanan diastolik berkaitan dengan tekanan pada pembuluh darah ketika
jantung dalam kondisi istirahat setelah mengalami kontraksi. Tekanan
diastolik menandakan tekanan paling rendah yang terjadi pada pembuluh
darah.

2. Definisi
Hipertensi didefinisikan dengan meningkatnya tekanan darah arteri
yang persisten. Peningkatan tekanan darah sistolik pada umumnya >140
mmHg atau tekanan darah diastolik >90 mmHg, pada pemeriksaan yang
berulang. Hipertensi merupakan kondisi yang paling sering

6
ditemui pada perawatan primer dan dapat menyebabkan
infark miokardium, stroke, gagal ginjal, dan kematian jika
tidak dideteksi dini dan diterapi dengan tepat.

3. Etiologi
Hipertensi berdasarkan etiologinya dibagi menjadi dua yaitu
hipertensi primer atau esensial dan hipertensi sekunder.
a. Hipertensi primer
Sekitar 95% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi esensial
(primer). Penyebab hipertensi esensial ini masih belum diketahui, tetapi
faktor genetik dan lingkungan diyakini memegang peranan dalam
menyebabkan hipertensi esensial. Faktor genetik dapat menyebabkan
kenaikan aktivitas dari sistem renin-angiotensin-aldosteron dan sistem
saraf simpatik serta sensitivitas garam terhadap tekanan darah. Selain
faktor genetik, faktor lingkungan yang mempengaruhi antara lain yaitu
konsumsi garam, obesitas dan gaya hidup yang tidak sehat serta
konsumsi alkohol dan merokok. Penurunan ekskresi natrium pada
keadaan tekanan arteri normal merupakan peristiwa awal dalam
hipertensi esensial. Penurunan ekskresi natrium dapat menyebabkan
meningkatnya volume cairan, curah jantung, dan vasokonstriksi perifer
sehingga tekanan darah meningkat. Faktor lingkungan dapat
memodifikasi ekspresi gen pada peningkatan tekanan. Stres,
kegemukan, merokok, aktivitas fisik yang kurang, dan konsumsi garam
dalam jumlah besar dianggap sebagai faktor eksogen dalam hipertensi.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder diderita sekitar 5% pasien hipertensi. Hipertensi
sekunder disebabkan oleh adanya penyakit komorbid atau penggunaan
obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Obat-obat
tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan
hipertensi atau memperberat hipertensi. Penghentian penggunaan obat
tersebut atau mengobati kondisi komorbid yang menyertainya
merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder.

7
4. Faktor Resiko
Hipertensi merupakan penyakit yang disebabkan karena interaksi
berbagai faktor risiko. Risiko relative hipertensi tergantung pada jumlah
dan tingkat keparahan dari faktor risiko yang dapat dikontrol seperti stress,
obesitas, nutrisi dan gaya hidup, serta faktor yang tidak dapat dikontrol
seperti genetik, usia, jenis kelamin dan etnis.

a. Usia
Hipertensi merupakan penyakit multifaktor yang disebabkan oleh
interaksi berbagai faktor risiko yang dialami seseorang. Pertambahan
usia menyebabkan adanya perubahan fisiologis dalam tubuh seperti
penebalan dinding arteri akibat adanya penumpukan zat kolagen pada
lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan mengalami penyempitan
dan menjadi kaku dimulai saat usia 45 tahun. Selain itu juga terjadi
peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik serta kurangnya
sensitivitas baroreseptor (pengatur tekanan darah) dan peran ginjal
aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun menurut
penelitian dari Febby Hendra tahun 2012 menunjukkan adanya
hubungan antara usia dengan kejadian hipertensi. Hal ini disebabkan
karena tekanan arterial yang meningkat sesuai dengan bertambahnya
usia, terjadinya regurgitasi aorta, serta adanya proses degeneratif, yang
lebih sering pada usia tua.
b. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria hampir sama dengan wanita.
Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum
menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh
hormon esterogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High
Density Lipoprotein (HDL).
Menurut penelitian dari Sapitri tahun 2016, menunjukkan bahwa ada
hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi. Jenis
kelamin terbanyak pada laki-laki yaitu 56,4%.
c. Genetik

8
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu juga akan menyebabkan
keluarga itu memiliki risiko untuk menderita penyakit hipertensi. Hal
ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraselular dan
rendahnya rasio antara potassium terhadap sodium. Individu dengan
orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi daripada orang yang tidak mempunyai
keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70- 80%
kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh sapitri tahun
2016, menunjukkan bahwa mayoritas responden hipertensi memiliki
riwayat hipertensi keluarga sebanyak 71,8%. Keluarga yang memiliki
hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2
sampai 5 kali lipat.

d. Ras
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada
yang berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti
penyebabnya. Namun pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin
yang lebih rendah dan sensitivitas terhadap vasopressin lebih besar.
e. Aktivitas fisik
Perkembangan hipertensi dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah
satunya adalah aktifitas fisik. Orang yang dengan aktifitas fisik kurang
tapi dengan nafsu makan yang kurang terkontrol sehingga terjadi
konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan nafsu makan
bertambah yang akhirnya berat badannya naik dan dapat menyebabkan
obesitas. Jika berat badan seseorang bertambah, maka volume darah
akan bertambah pula, sehingga beban jantung untuk memompa darah
juga bertambah. Semakin besar bebannya, semakin berat kerja jantung
dalam memompa darah ke seluruh tubuh sehingga tekanan perifer dan
curah jantung dapat meningkat kemudian menimbulkan hipertensi.
Penelitian dari Framingham study menyatakan bahwa aktivitas fisik
sedang dan berat dapat mencegah kejadian stroke. Selain itu, meta

9
analisis yang dilakukan juga menyebutkan hal yang sama. Hasil analisis
pertama menyebutkan bahwa berjalan kaki menurunkan tekanan darah
pada orangdewasa sekitar 2%. Analisis kedua pada 54 randomized
controlled trial (RCT), aktivitas aerobik menurunkan tekanan darah
rata- rata TDS 4 mmHg dan 2 mmHg TDD pada pasien dengan dan
tanpa hipertensi. Peningkatan intensitas aktivitas fisik, 30-45 menit per
hari penting dilakukan sebagai strategi untuk pencegahan dan
pengelolaan hipertensi.

Aktivitas fisik yang mampu membakar kalori 800-1000 kalori akan


meningkatkan high density lipoprotein (HDL) sebesar 4.4 mmHg.
Sebagian besar studi epidimiologi dan studi intervensi olahraga
memberikan dukungan tegas bahwa peningkatan aktivitas fisik, durasi
yang cukup, intensitas dan jenis sesuai mampu menurunkan tekanan
darah secara signifikan, baik dengan tersendiri maupun sebagai bagian
dari terapi pengobatan. Aktivitas fisik yang baik dan rutin akan melatih
otot jantung dan tahanan perifer yang dapat mencegah peningkatan
tekanan darah. Disamping itu, olahraga yang teratur dapat merangsang
pelepasan hormon endorfin yang menimbulkan efek euphoria dan
relaksasi otot sehingga tekanan darah tidak meningkat.

Frekuensi adalah seberapa sering aktivitas dilakukan berapa hari dalam


seminggu. Intesitas adalah seberapa keras suatu aktifitas dilakukan.
Biasanya diklasifikasikan menjadi intensitas rendah, sedang, dan tinggi.
Waktu mengacu pada durasi, seberapa lama aktifitas dilakukan dalam
satu pertemuan. Kategori aktifitas fisik dipaparkan pada tabel berikut:

10
Kategori aktifitas Kegiatan
fisik
Rendah Duduk, berdiri, nmenyetir mobil, pekerja laboratorium,
mengetik, menyapu, menyetrika, memasak, berjalan
dengan kecepatan 2,5-3 mph, bekerja di bengkel,
pekerjaan yang berhubungan dengan listrik, tukang kayu,
pekerjaan yang berhubungan dengan restoran,
membersihkan rumah, mengasuh anak.
Sedang berjalan dengan kecepatan 3,5-4 mph, mencabut rumput,
menangis dengan suara keras, bersepeda.
Tinggi berjalan mendaki, menebang pohon, menggali tanah,
sepak bola.

Aktifitas fisik dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu:


1. Tinggi, jika dilakukan ≥30 menit, ≥3 kali per minggu
2. Sedang, jika dilakukan ≥30 menit, <3 kali per minggu
3. Rendah, jika dilakukan <30 menit, <3 kali per minggu.
f. Obesitas
Obesitas merupakan keadaan kelebihan berat badan sebesar 20% atau
lebih dari berat badan ideal. Obesitas mempunyai korelasi positif
dengan hipertensi. Anak-anak remaja yang mengalami kegemukan
cenderung mengalami hipertensi. Ada dugaan bahwa meningkatnya
berat badan normal relatif sebesar 10% mengakibatkan kenaikan
tekanan darah 7 mmHg. Penyelidikan epidemiologi membuktikan
obesitas merupakan ciri khas pada populasi pasien hipertensi. Curah
jantung dan volume darah pasien obesitas dengan hipertensi lebih
tinggi dibandingkan penderita yang mempunyai berat badan normal
dengan tekanan darah yang setara. Akibat obesitas, para penderita
cenderung menderita penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan diabetes
mellitus.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sapitri tahun 2016
menunjukkan bahwa orang dengan obesitas (IMT>25) beresiko
menderita hipertensi sebesar 6,47 kali dibanding dengan orang yang
tidak obesitas.
g. Konsumsi lemak
Konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat badan
yang beresiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga

11
meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan
tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak
dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi
lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-
bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat
menurunkan tekanan darah.
h. Konsumsi natrium
Garam merupakan faktor penting dalam pathogenesis hipertensi.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan
asupan garam rendah. Apabila asupan garam antara 5-15 g/hr
prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%.
Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi terjadi melalui peningkatan
volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Konsumsi garam
yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gr/hr yang setara dengan 110 mmol
natrium atau 2400 mg/hr. asupan natrium yang tinggi dapat
menyebabkan tubuh meretensi cairan sehingga meningkatkan volume
darah. Menurut Depkes RI, klasifikasi dari banyaknya asupan natrium
yang dikonsumsi sehari-hari yaitu tinggi: jika ≥6 grm sehari atau >3 sdt
dan normal: jika <6 grm sehari atau ≤3 sdt. Hal ini sejalan degan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Raihan tahun 2014, menunjukkan
bahwa terdapat hubungan bermakna antara pola asupan garam dengan
kejadian hipertensi .
i. Merokok
Hubungan antara merokok dengan peningkatan risiko terjadinya
penyakit kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain dari lamanya
merokok, risiko akibat merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok
yang dihisap per hari.
Seseorang yang merokok lebih dari satu pak (15 batang) rokok sehari
memiliki risiko 2 kali lebih rentan untuk menderita hipertensi dan
penyakit kardiovaskuler daripada mereka yang tidak merokok.
j. Konsumsi alkohol dan kafein

12
Konsumsi alkohol dan kafein secara berlebihan yang terdapat dalam
kopi, teh, dan cola akan meningkatkan aktifitas syaraf simpatis karena
dapat merangsang sekresi Corticotropin Releasing Hormone (CRH)
yang berujung pada peningkatan tekanan darah. Sementara kafein dapat
menstimulasi jantung untuk bekerja lebih cepat sehingga mengalirkan
lebih banyak cairan pada setiap detiknya.
k. Stres
Stress diyakini memiliki hubungan dengan hipertensi. Hal ini diduga
melalui aktivitas syaraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan
darah secara intermiten. Disamping itu juga dapat merangsang kelenjar
anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung
berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan
meningkat. Jika stress berlangsung cukup lama, tubuh akan berusaha
mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau
perubahan patologis. Gejala yang akan muncul berupa hipertensi atau
penyakit mag. Stress dapat meningkatkan tekanan darah untuk
sementara waktu dan bila stress sudah hilang tekanan darah bisa normal
kembali. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sapitri tahun 2014
menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat stress mempunyai
risiko mendertia hipertensi sebesar 0,19 kali dibanding dengan yang
tidak memiliki riwayat stress.

5. Klasifikasi
Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 8
Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole
(mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi stage 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi stage 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

Klasifikasi Hipertensi menurut WHO


Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

13
Optimal < 120 dan < 80
Normal < 130 < 85
dan/atau
grade 1 (hipertensi 140-159 dan/atau 90-99
ringan)
Sub grup : perbatasan 140-149 dan/atau 90-94
grade 2 (hipertensi 160-179 dan/atau 100-109
sedang)
grade 3 (hipertensi berat) ≥ 180 dan/atau ≥ 110

6. Gejala Klinis
Sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan gejala
penyakit. Ada kesalahan pemikiran yang sering terjadi pada masyarakat
bahwa penderita hipertensi selalu merasakan gejala penyakit.
Kenyataannya justru sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan
adanya gejala penyakit. Hipertensi terkadang menimbulkan gejala seperti
sakit kepala, nafas pendek, pusing, nyeri dada, palpitasi, dan epistaksis.
Gejala-gejala tersebut berbahaya jika diabaikan, tetapi bukan merupakan
tolak ukur keparahan dari penyakit hipertensi.

14
7. Patogenesis
Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi yang terjadi adalah
difus (konsentrik). Rasio massa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri
meningkat tanpa perubahan yang berarti pada fungsi pompa efektif
ventrikel kiri. Pada stadium selanjutnya, karena penyakit berlanjut terus,
hipertrofi menjadi tak teratur, dan akhimya akibat terbatasnya aliran darah
koroner, menjadi eksentrik. Berkurangnya rasio antara massa dan volume
jantung akibat peningkatan volume diastolik akhir adalah khas pada
jantung dengan hipertrofi eksentrik. Hal ini diperlihatkan sebagai
penurunan secara menyeluruh fungsi pompa (penurunan ejeksi,
peningkatan tegangan dinding ventrikel pada saat sistolik, peningkatan
konsumsi oksigen otot jantung, serta penurunan efek mekanik pompa
jantung). Diperburuk lagi bila disertai dengan penyakit jantung koroner.
Walaupun tekanan perfusi koroner meningkat, tahanan pembuluh
koroner juga meningkat sehingga cadangan aliran darah koroner
berkurang. Perubahan hemodinamik sirkulasi koroner pada hipertensi
berhubungan erat dengan derajat hipertrofi otot jantung.
Ada 2 faktor utama penyebab penurunan cadangan aliran darah
koroner, yaitu:
1. Penebalan arteriol koroner, yaitu bagian dari hipertrofi umum otot
polos pernbuluh darah resistensi arteriol (arteriolar resistance
vessels) seluruh badan. Kemudian terjadi retensi garam dan air
yang mengakibatkan berkurangnya compliance pembuluh ini dan
meningkatnya tahanan perifer.
2. Peningkatan hipertrofi mengakibatkan berkurangnya kepadatan
kapiler per unit otot jantung bila timbul hipertrofi eksentrik.
Peningkatan jarak difusi antara kapiler dan serat otot yang
hipertrofi menjadi faktor utama pada stadium lanjut dan gambaran
hemodinamik ini.
Jadi faktor koroner pada hipertensi berkembang menjadi akibat
penyakit, meskipun tampak sebagai penyebab patologis yang utama dan
gangguan aktivitas mekanik ventrikel kiri.

15
Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi
terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung
bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel kiri untuk
meningkatkan kontraksi. Hipertrofi ini ditandai dengan ketebalan dinding
yang bertambah, fungsi ruang yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung.
Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung
dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan
payah jantung. Jantung semakin terancam seiring parahnya aterosklerosis
koroner. Angina pectoris juga dapat terjadi kerana gabungan penyakit
arterial koroner yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard yang
bertambah akibat penambahan massa miokard.
Penyulit utama pada penyakit jantung hipertensif adalah hipertrofi
ventrikel kiri yang terjadi sebagai akibat langsung dari peningkatan
bertahap tahanan pembutuh perifer dan beban akhir ventrikel kiri. Faktor
yang menentukan hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya
peningkatan diastol. Pengaruh beberapa faktor humoral seperti rangsangan
simpato-adrenal yang meningkat dan peningkatan aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron (RAA) belum diketahui, mungkin sebagai
penunjang saja. Pengaruh faktor genetik disini lebih jelas. Fungsi pompa
ventrikel kiri selama hipertensi berhubungan erat dengan penyebab
hipertrofi dan terjadinya aterosklerosis koroner. Pada stadium permulaan
hipertensi, hipertrofi yang terjadi adalah difus (konsentrik). Rasio massa
dan volume akhir diastolik ventrikel kiri meningkat tanpa perubahan yang
berarti pada fungsi pompa efektif ventrikel kiri. Pada stadium selanjutnya,
karena penyakit berlanjut terus, hipertrofi menjadi tak teratur, dan akhirnya
eksentrik, akibat terbatasnya aliran darah koroner. Khas pada jantung
dengan hipertrofi eksentrik menggambarkan berkurangnya rasio antara
massa dan volume, oleh karena meningkatnya volum diastolik akhir. Hal
ini diperlihatkan sebagai penurunan secara menyeluruh fungsi pompa
(penurunan fraksi ejeksi), peningkatan tegangan dinding ventrikel pada
saat sistol dan konsumsi oksigen otot jantung, serta penurunan efek
mekanik pompa jantung, Hal-hal yang memperburuk fungsi mekanik

16
vantrikel kiri berhubungan erat bifa disertai dengan penyakit jantung
koroner.
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal
komplek yang melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu
hemodinamik, struktural, neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler.

Gambar 1. Mekanisme pengaturan tekanan darah oleh ginjal


(Saseen dan Maclaughlin, 2008)

8. Diagnosis
Pemeriksaan awal pasien hipertensif harus menyertakan riwayat
lengkap dan pemeriksaan fisik untuk mengkonfirmasi diagnosis hipertensi,
menyaring faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular lain, menyaring
penyebab-penyebab sekunder hipertensi, mengidentifikasi konsekuensi
kardiovaskular hipertensi dan komorbiditas lain, memeriksa gaya hidup
terkait-tekanan darah, dan menentukan potensi intervensi.
Sebagian besar pasien dengan hipertensi tidak memiliki gejala
spesifik yang dapat dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah mereka.
Walaupun popular dianggap sebagai gejala peningkatan tekanan arterial,
sakit kepala lazim terjadi hanya pada pasien dengan hipertensi berat. Suatu
sakit kepala hipertensif khas terjadi pada waktu pagi dan berlokasi di regio
oksipital. Gejala nonspesifik lain yang dapat berkaitan dengan peningkatan

17
tekanan darah antara lain adalah rasa pusing, palpitasi, rasa mudah lelah,
dan impotensi. Ketika gejala-gejala didapati, mereka umum berhubungan
dengan penyakit kardiovaskular hipertensif atau dengan manifestasi
hipertensi sekunder. Tabel berikut mendaftarkan fitur-fitur nyata yang
harus diselidiki dalam perolehan riwayat dari pasien hipertensif.
Durasi hipertensi
Terapi terdahulu: respon dan efek samping
Riwayat diet dan psikososial
Faktor-faktor risiko lain: perubahan berat badan, dislipidemia, kebiasaan
merokok, diabetes, inaktivitas fisik
Bukti-bukti hipertensi sekunder: riwayat penyakit ginjal; perubahan
penampilan; kelemahan otot; palpitasi, tremor; banyak berkeringan, sulit
tidur, perilaku mendengkur, somnolens siang hari; gejala-gejala hipo
atau hipertiroidisme; penggunaan agen-agen yang dapat meningkatkan
tekanan darah
Bukti-bukti kerusakan organ target: riwayat TIA, stroke, kebutaan transien;
angina, infark miokardium, gagal jantung kongestif; fungsi seksual
Komorbiditas lain

Pengukuran tekanan darah


Pengukuran tekanan darah yang terpercaya tergantung pada
perhatian terhadap detail mengenai teknik dan kondisi pengukuran. Karena
peraturan terkini yang melarang penggunaan merkuri karena perhatian
mengenai toksisitas potensialnya, sebagian besar pengukuran kantor dibuat
menggunakan instrumen aneroid. Akurasi instrumen pengukur tekanan
darah terotomatisasi harus dikonfirmasi. Sebelum pengukuran tekanan
darah, individu harus didudukkan selama 5 menit dalam kondisi hening
dan dengan privasi yang terjaga serta temperatur yang nyaman. Bagian
tengah cuff harus berada sejajar jantung, dan lebar cuff harus setara dengan
sekurang-kurangnya 40% lingkar lengan. Penempatan cuff, penempatan
stetoskop, dan kecepatan deflasi cuff (2 mmHg/detik) penting untuk
diperhatikan. Tekanan darah sistolik adalah yang pertama dari sekurang-
kurangnya dua ketukan suara Korotkoff regular, dan tekanan darah
diastolik adalah titik di mana suara Korotkoff regular terakhir didengar.

18
Dalam praktik saat ini, diagnosis hipertensi umumnya dilandasi oleh
pengukuran dalam kondisi duduk di tempat praktik.
Monitor ambulatorik yang tersedia sekarang adalah sepenuhnya
otomatis, menggunakan tekhik osilometrik, dan umumnya diprogram
untuk membuat pembacaan setiap 15-30 menit. Namun pengawasan
tekanan darah ambulatorik tidaklah sering digunakan secara rutin di
praktik klinis dan lazim disimpan bagi pasien yang dicurigai
mengalami white coat hypertension. JNC 7 juga telah merekomendasikan
pengawasan ambulatorik untuk resistensi terhadap penanganan, hipotensi
simtomatik, kegagalan otonom, dan hipertensi episodik.

9. Komplikasi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak
endotel arteri dan mempercepat aterosklerosis. Komplikasi dari hipertensi
termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan
pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk
penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit
arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, demensia, dan atrial
fibrilasi. Apabila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko
penyakit kardiovaskular, maka terdapat peningkatan mortalitas dan
morbiditas akibat gangguan kardiovaskular tersebut. Pasien dengan
hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit
koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung.

10. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi hipertensi adalah menurunkan mortalitas dan
morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi serta berkaitan dengan
kerusakan organ target (seperti kardiovaskular, gagal jantung, dan penyakit
ginjal). Target tekanan darah adalah <140/90 mmHg untuk hipertensi tanpa
komplikasi dan <130/80 mmHg untuk pasien diabetes melitus dan gagal
ginjal kronis. Terapi hipertensi meliputi :
a. Terapi non farmakologis

19
Modifikasi gaya hidup
Sangat penting bagi setiap individu untuk menerapkan pola hidup
sehat untuk pencegahan TD tinggi dan hal ini juga merupakan bagian yang
utama dalam manajemen hipertensi. Modifikasi gaya hidup kebanyakan
cukup efektif dalam menurunkan TD, dengan penurunan TDS mulai dari 2
hingga 4 mmHg untuk pembatasan konsumsi alkohol, sampai 5 hingga 20
mmHg untuk mengurangi berat badan, dan program ini harus dilakukan
pada setiap fase manajemen.
Modifikasi gaya hidup untuk mengendalikan tekanan darah
Modifikasi Rekomendasi Penurunan tekanan
darah sistolik kurang
lebih
Menurunkan berat Perihara berat badan normal (BMI 5-20 mmHg untuk
badan 18.5-24.9) setiap penurunan 10
kgBB
Menjalankan menu Kosumsi makanan kaya buah, 8-14 mmHg
DASH sayur, susu rendah lemak
Mengurangi Kurangi natrium sampai tidak lebih 2-8 mmHg
asupan dari 2.4 g/hari atau NaCl 6 g/hari
garam/sodium
Meningkatkan Berolahraga erobik teratur seperti 4-9 mmHg
aktivitas fisik misalnya berjalan kaki(30
menit/hari 4-5 hari seminggu
Kurangi asumsi Batasi konsumsi alkohol, jangan 2-4 mmHg
alkohol lebih dari 2/hari untuk pria dan
1/hari untuk perempuan
Sumber: Cambell, N.et al 2012 CANADIAN HYPERTENSION EDUCATION PROGRAM
RECOMMENDATIONS.

Implementasi gaya hidup yang mempengaruhi tekanan darah


memiliki pengaruh baik pada pencegahan maupun penatalaksanaan
hipertensi. Modifikasi gaya hidup yang meningkatkan kesehatan
direkomendasikan bagi individu dengan prehipertensi dan sebagai
tambahan untuk terapi obat pada individu hipertensif. Intervensi-
intervensi ini harus diarahkan untuk mengatasi risiko penyakit
kardiovaskular secara keseluruhan. Walaupun efek dari intervensi gaya
hidup pada tekanan darah adalah jauh lebih nyata pada individu dengan

20
hipertensi, pada uji jangka-pendek, penurunan berat badan dan reduksi
NaCl diet juga telah terbukti mencegah perkembangan hipertensi. Pada
individu hipertensif, bahkan jika intervensi-intervensi ini tidak
menghasilkan reduksi tekanan darah yang cukup untuk menghindari
terapi obat, namun jumlah pengobatan atau dosis yang diperlukan untuk
kontrol tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang secara
efektif mengurangi tekanan darah adalah penurunan berat badan, reduksi
masukan NaCl, peningkatan masukan kalium, pengurangan konsumsi
alkohol, dan pola diet sehat secara keseluruhan.

Secara garis besar terapi Non Farmakologis dapat disimpulkan


berupa:

- Menghentikan merokok

- Menurunkan berat badan berlebih

- Menurunkan konsumsi alcohol yang berlebih

- Latihan fisik

- Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan


asupan lemak

- Menurunkan asupan garam


Batas konsumsi gula, garam, dan lemak yang disarankan oleh
Kementerian Kesehatan RI (Kemkes) per orang per hari yaitu 50 gram (4
sendok makan) gula, 2000 miligram natrium/sodium atau 5 gram garam
(1 sendok teh), dan untuk lemak hanya 67 gram (5 sendok makan
minyak). Untuk memudahkan, rumusannya adalah G4 G1 L5.
b. Terapi farmakologi
Algoritme penanganan hipertensi berdasarkan JNC 7

21
22
Bebrapa golongan obat yang dapat digunakan yaitu:
a. Diuretik
Yang dipergunakan terutama adalah golongan tiazid.
Mekanisme kerjanya menghambat pompa Na/K di tubulus distal.
Efektif sebagai lini pertama dan bisa di kombinasi dengan CCB,
BB, ACE-I dan ARB. Indikasi: payah jantung, risiko PJK tinggi,
diabetes, stroke dan hipertensi sistolik terisolasi.
Contoh: hidroclortiazid 12.5-5 mglhari, klorrtalidon 12.5-
50 mg/hari. Diuretik bisa meningkatkan asam urat.
b. Penghambat Sistem Renin Angiotesin (RAS Blocker)
ACE-I dan ARB menghambat vasokontriksi dengan cara
menghambat sintesis atau menghambat kerja angiotensin II,
sehingga menyebabkan vasodilatasi yang berimbang. Dapat
dikombinasi dengan diuretik atau CCB.
Indikasi : payah jantung, pasca infark miokard, risiko PJK
tinggi, diabetes, GGK, stroke. Contoh : lisinopril 5-40mg,
irbesartan 150-300mg/hari, valsartan 80-320 mg/hari. Pemakain
ACE-I dan ARB dapat memantau kreatinin dan K serum.
c. Penyekat Beta
BB bekerja dengan menghambat secara kompetitif
pengikatan ketokolamin ke reseptor adrenergik.
Indikasi : payah jantung, pasca infark miokard, risiko
tinggi PJK, diabetes. Contoh: atenolol 25-100 mg/hari. Selama
pemakaian harus dipantau denyut nadi, gula darah pada diabetes.
d. Antagonis Kalsium (CCB)
Mekanisme kerjanya adalah mengurangi influks kalsium
kedalam sel-sel otot polos dipembuluh darah. Contoh : amlodipine
2.5-10 mg OD, verapamil 80-160 mg TID. Janagan menggunakan
nifedipine jangan pendek (tidak dianjurkan lagi pemakaian secara
rutin). Harus dipantau edema perifer ditungkai, nadi (bisa
menyebabkan reflek takikardi).
e. Antagonis Alfa

23
Mekanisme kerjanya adalah sebagai neurotransmiter palsu
menurunkan outflow simpatis sehingga dapat menurunkan tonus
simpatis. Contoh : klonidin 0.1-0.6 mg, methyldopa. Harus
dipantau nadi.
Efek samping mulut kering, hipotensi ortostatik, sedasi.
Hati efek withdrawal (TD meningkat setelah obat dihentikan).
f. Vasodilator
Mekanisme kerjanya adalah vasodilatasi langsung terhadap
arteriol melalui peningkatan cAMP intraseluler. Perlu dipantau nadi
karena dapatmenyebabkani takikardia refleks.
g. Penghambat Alfa 1
Mekanisme kerja adalah menghambat reseptor post-
sinaptik perifer sehingga menyebabkan vasodilatasi. Contoh :
terozosin 1-20 mg/hari. Obat ini menyebabkan hipotensi ortostatik
yang berat sehingga sebaiknya diberikan sebagai obat tambahan
apabila TD belum terkontrol dengan kombinasi obat lain.

11. Rasionalitas Penggunaan Obat Antihipertensi


Penggunaan obat yang irasional merupakan salah satu masalah
dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat lebih
dari 50% penggunaan obat yang tidak tepat dalam peresepan, penyiapan,
dan penjualannya. Sekitar 50% lainnya juga tidak digunakan secara tepat
oleh pasien. Penggunaan obat secara irasional dapat menyebabkan
timbulnya reaksi obat yang tidak diinginkan, resistensi obat, memperparah
penyakit, hingga kematian. Selain itu biaya yang dikeluarkan menjadi
sangat tinggi. Penggunaan obat dikatakan rasional bila pasien
mendapatkan obat yang sesuai dengan kebutuhan klinis, sesuai dosis, dan
durasi pemberian, serta biaya yang dikeluarkan untuk obat tersebut
terbilang rendah bagi pasien dan komunitasnya. Obat yang tepat harus
efektif, berkualitas, dan aman. Kriteria penggunaan obat yang rasional
dikenal dengan asas empat tepat satu waspada, yakni tepat indikasi, tepat
obat, tepat pasien, tepat dosis, dan waspada terhadap efek samping obat.

24
Tepat indikasi berarti obat yang akan digunakan didasarkan pada diagnosis
penyakit yang akurat dan bahwa terapi dengan obat merupakan terapi
yang aman dan efektif. Tepat obat berarti pemilihan obat didasarkan pada
pertimbangan nisbah keamanan dan kemanjuran yang terbaik di antara
obat yang ada. Tepat pasien berarti tidak ada kontraindikasi atau kondisi
khusus yang mempermudah timbulnya efek samping serta terapi obat
dapat diterima oleh pasien. Tepat dosis berarti takaran, jalur, saat, lama
pemberian sesuai dengan kondisi pasien. Waspada terhadap efek samping
obat berarti melaksanakan tindakan pengawasan terhadap efek samping
utama obat secara tepat.

25
BAB III

METODE PENERAPAN KEGIATAN

A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam kasus ini adalah
menggunakan analisis data menggunakan data primer dan data sekunder,
dimana data sekunder diperoleh dari data hasil rekapitulasi angka kejadian
hipertensi tahun 2018 dari bulan januari hingga desember, sedangkan data
primer yang digunakan adalah kuesioner yang ditanyakan kepada
responden.
B. Hasil Kegiatan

26

Anda mungkin juga menyukai