Anda di halaman 1dari 22

Laporan kasus

Fraktur Radius,Tibia dan Fibula

Disusun oleh:

DEVI
NIM. 0808151385

Pembimbing :

dr. Arnadi, SpOT

Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Bedah RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
Fakultas Kedokteran Universitas Riau
Pekanbaru
2013
BAB I
PENDAHULUAN

Saat ini, penyakit muskuloskeletal banyak dijumpai di pusat-pusat


pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Penyebab fraktur terbanyak adalah karena
kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas, selain menyebabkan fraktur,
menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang tahunnya, dimana
sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda. 1
Setiap fraktur dan kerusakan jaringan lunak sekitar tulang tersebut harus
ditanggulangi sesuai dengan prinsip penanggulangan cedera muskuloskletal.
Prinsip tersebut meliputi rekognisi (mengenali), reduksi (mengembalikan),
retaining (mempertahankan), dan rehabilitasi.1,2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Fraktur
A. Definisi Fraktur Dan Mekanisme Trauma
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma. Fraktur dapat dibedakan menjadi
fraktur terbuka apabila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar karena adanya perlukaan kulit dan fraktur tertutup apabila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga dengan fraktur
bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.1

B. Fraktur radius
1. Definisi Fraktur Radius
Fraktur radius adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius akibat jatuh
dan tangan menyangga dengan siku ekstensi.

2. Klasifikasi Fraktur1
 Fraktur tertutup adalah fraktur dengan kulit utuh melewati tempat fraktur
dimana tulang tidak menonjol keluar melewati kulit.
 Fraktur terbuka adalah robeknya kulit pada tempat fraktur, luka
berhubungan dengan kulit ke tulang. Oleh sebab itu fraktur berhubungan
dengan lingkungan luar, sehingga berpotensi terjadi infeksi. Fraktur
terbuka lebih lanjut dibedakan menjadi 3 berdasarkan beratnya fraktur.
Grade I : disertai kerusakan pada kulit yang minimal kurang dari 1 cm.
Grade II : seperti pada grade I dengan kulit dan luka memar pada otot.
Grade III : luka lebih dari 6-8 cm dengan kerusakan pada pembuluh darah.
Kemudian Gustillo et al. (1984) membagi tipe III dari klasifikasi Gustillo
dan Anderson (1976) menjadi tiga subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB dan IIIC .
- IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak,
walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.
- IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga tulang
terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur
kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan merupakan trauma
high energy tanpa memandang luas luka.
- III C terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar kehidupan
bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan
jaringan lunak.

 Fraktur komplit adalah patah yang melintang ke seluruh tulang dan sering
berpindah dari posisi normal.
 Fraktur inkomplit adalah meluasnya garis fraktur yang melewati sebagian
tulang dimana yang mengganggu kontinuitas seluruh tubuh. Tipe fraktur
ini disebut juga green stick atau fraktur hickoristik.
 Fraktur comminuted adalah fraktur yang memiliki beberapa fragmen
tulang.
 Fraktur patologik adalah fraktur yang terjadi sebagai hasil dari gangguan
tulang yang pokok, seperti osteoporosis. Garis fraktur membentuk sudut
oblique (sekitar 45o) pada batang atau sendi pada tulang.
 Fraktur longitudinal adalah garis fraktur berkembang secara longitudinal.
 Fraktur transversal adalah garis fraktur menyilang lurus pada tulang.
 Fraktur spiral adalah garis fraktur berbentuk spiral mengelilingi tulang.

3. Anatomi Fisiologi Tulang Radius


Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat
untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Komponen-
komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan jaringan
organik (kolagen dan proteoglikon). Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal
garam (hidroksida patit), yang tertimbun pada matriks garam (hidroksia patit)
yang tertmbun pada matriks kolagen dan proteaglikan matriks organik tulang
disebut juga sebagai suatu osteoid.4
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya
terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi
dalam pembentukan tulang dengan mensekresi matriks tulang.
Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan
terletak dalam osteum (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel multinuklear
(berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorbsi dan remodeling
tulang.
Radius adalah tulang di sisi lateral lengan bawah merupakan tulang pipa
dengan sebuah batang dan dua ujung dan lebih pendek dari tulang ulna. Ujung
atas radius kecil dan memperlihatkan kepala berbentuk kancing dengan
permukaan dangkal yang bersendi dengan kapitulum dari humerus. Sisi-sisi
kepala radius bersendi dengan takik radial dari ulna. Di bawah kepala terletak
leher dan di bawah serta di sebeelah medial dari leher ada tuberositas radii, yang
dikaitkan pada tendon dan insersi otot bisep.
Batang radius. Di sebelah atas batangnya lebih sempit dan lebih bundar
daripada di bawah dan melebar makin mendekati ujung bawah. Batangnya
melengkung ke sebelah luar dan terbagi dalam beberapa permukaan, yang seperti
pada ulna memberi kaitan kepada flexor dan pronator yang letaknya dalam di
sebelah anterior dan di sebelah posterior memberi kaitan pada extensor dan
supinator di sebelah dalam lengan bawah dan tangan.
Ujung bawah agak berbentuk segiempat dan masuk dalam formasi dua buah
sendi. Persendian inferior dari ujung bawah radius berbendi dengan ska foid dan
tulang semilunar dalam formasi persendian pergelangan tangan. Permukaan
persendian di sebelah medial dari yang bawah bersendi dengan kepala dari ulna
dalam formasi persendian radio-ulna inferior. Sebelah lateral dari ujung bawah
diperpanjang ke bawah menjadi prosesus stiloid radius.
Fungsi dari tulang pada lengan bawah atau tulaang radius adalah untuk
pronasi dan supinasi harus dipertahankan dengan menjaga posisi dan kesejajaran
anatomik yang baik.
Proses Penyembuhan Tulang. Kebanyakan patah tulang sembuh melalui osifikasi
endokondial ketika tulang mengalami cedera, fragmen tulang tidak hanya
ditambal dengan jaringan parut, namun tulang mengalami regenerasi sendiri. Ada
beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang :
 Inflamasi
Dengan adanya patah tulang, tulang mengalami respon yang sama dengan bila
ada cedera di lain tempat dalam tubuh. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang
cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada tempat patah tulang. Ujung
fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat
cedera kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar), yang akan
membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri.
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri.
 Proliferasi Sel
Dalam sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk
benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk
revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast
(berkembang dan osteosit, sel endotel, sel periosteum) akan menghasilkan
kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang.
 Pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai
sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan
dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Bentuk kalus dan
volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek-secara langsung
berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang.
 Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah
tulang melalui proses penulangan endokondrial.
 Remodeling
Tahap akhir perbaikan tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan
reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling
memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun tergantung beratnya
modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus yang
melibatkan tulang kompak dan kanselus – stres fungsional pada tulang.
4. Etiologi Fraktur Radius
Penyebab paling umum fraktur adalah :
 Benturan/trauma langsung pada tulang antara lain : kecelakaan lalu
lintas/jatuh.
 Kelemahan/kerapuhan struktur tulang akibat gangguan penyakti seperti
osteoporosis, kanker tulang yang bermetastase.

5. Patofisiologi Fraktur Radius


Fraktur kaput radii sering terjadi akibat jatuh dan tangan menyangga dengan
siku ekstensi. Bila terkumpul banyak darah dalam sendi siku (hemarthosis) harus
diaspirasi untuk mengurangi nyeri dan memungkinkan gerakan awal. Bila fraktur
mengalami pergeseran dilakukan pembedahan dengan eksisi kaput radii bila perlu.
Paska operasi lengan dimobilisasi dengan bebat gips posterior dan sling. Fraktur
pada batang radius dan ulna (pada batang lengan bawah) biasanya terjadi pada
anak-anak. Baik radius maupun ulna keduanya dapat mengalami patah. Pada
setiap ketinggian, biasanya akan mengalami pergeseran bila kedua tulang patah.
Dengan adanya fraktur dapat menyebabkan atau menimbulkan kerusakan pada
beberapa bagian. Kerusakan pada periosteum dan sumsum tulang dapat
mengakibatkan keluarnya sumsum tulang terutama pada tulang panjang. Sumsum
kuning yang keluar akibat fraktur terbuka masuk ke dalam pembuluh darah dan
mengikuti aliran darah sehingga mengakibatkan emboli lemak. Apabila emboli
lemak ini sampai pada pembuluh darah yang sempit dimana diameter emboli lebih
besar daripada diameter pembuluh darah maka akan terjadi hambatan aliran darah
yang mengakibatkan perubahan perfusi jaringan.
Kerusakan pada otot atau jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat
karena adanya spasme otot di sekitarnya. Sedangkan kerusakan pada tulang itu
sendiri mengakibatkan perubahan sumsum tulang (fragmentasi tulang) dan dapat
menekan persyaratan di daerah tulang yang fraktur sehingga menimbulkan
gangguan syaraf ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan.

6. Tanda dan Gejala Fraktur Radius


 Nyeri hebat pada daerah fraktur dan nyeri bertambah bila ditekan/diraba.
 Tidak mampu menggerakkan lengan/tangan.
 Spasme otot.
 Perubahan bentuk/posisi berlebihan bila dibandingkan pada keadaan
normal.
 Ada/tidak adanya luka pada daerah fraktur.
 Kehilangan sensasi pada daerah distal karena terjadi jepitan syarat oleh
fragmen tulang.
 Krepitasi jika digerakkan.
 Perdarahan.
 Hematoma.
 Syok
 Keterbatasan mobilisasi.

7. Pemeriksaan Diagnostik Fraktur Radius


Foto rontgen pada daerah yang dicurigai fraktur.
Pemeriksaan lainnya yang juga merupakan persiapan operasi antara lain :
- Darah lengkap
- Golongan darah
- Masa pembekuan dan perdarahan.
- Kimia darah.

8. Therapi/Penatalaksanaan Medik
Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipertimbangkan pada saat
menangani fraktur:
 Rekognisi
Pengenalan riwayat kecelakaan, patah atau tidak, menentukan perkiraan yang
patah, kebutuhan pemeriksaan yang spesifik, kelainan bentuk tulang dan
ketidakstabilan, tindakan apa yang harus cepat dilakukan misalnya pemasangan
bidai.
 Reduksi
Usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang yang patah sedapat
mungkin kembali seperti letak asalnya.
Cara penanganan secara reduksi :
- Pemasangan gips
Untuk mempertahankan posisi fragmen tulang yang fraktur.
- Reduksi tertutup (closed reduction external fixation)
Menggunakan gips sebagai fiksasi eksternal untuk memper-tahankan posisi tulang
dengan alat-alat : skrup, plate, pen, kawat, paku yang dipasang di sisi maupun di
dalam tulang. Alat ini diangkut kembali setelah 1-12 bulan dengan pembedahan.
 Debridemen
Untuk mempertahankan/memperbaiki keadaan jaringan lunak sekitar fraktur
pada keadaan luka sangat parah dan tidak beraturan.
 Rehabilitasi
Memulihkan kembali fragmen-fragmen tulang yang patah untuk
mengembalikan fungsi normal.
 Perlu dilakukan mobilisasi

8. Komplikasi Fraktur Radius


Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok. Bisa berakibat fatal dalam
beberapa jam setelah cedera.
 Sindroma kompartemen
Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan
untuk kehidupan jaringan.
- Tromboemboli
- Infeksi.

C. Fraktur Tibia Fibula


1. Pengertian
Fraktur Tibia Fibula adalah terputusnya kontinuitas tulang tibia dan fibula.

2. Etiologi
Penyebab fraktur diantaranya :
a. Trauma
1) Trauma langsung : Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat tersebut.
2) Trauma tidak langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.
b. Fraktur Patologis
Fraktur disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker
tulang dan lain-lain.
c. Degenerasi
Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri : usia lanjut
d. Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.

3. Manifestasi Klinis
a. Nyeri lokal
b. Pembengkakan
c. Eritema
d. Peningkatan suhu
e. Pergerakan abnormal

4. Klasifikasi
a) Fraktur komplet : Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran dari posisi normal.
b) Fraktur tidak komplet : Fraktur / patah yang hanya terjadi pada sebagian dari
garis tengah tulang.
c) Fraktur tertutup : Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen
frakturnya tidak menembus jaringan kulit.
d) Fraktur terbuka : Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur
(Fragmen frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan
infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi oleh benda asing)
e) Jenis khusus fraktur
1) Greenstick : Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi lainnya
membengkok.
2) Tranversal : Fraktur sepanjang garis tengah tulang.
3) Oblik : Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
4) Spiral : Fraktur memuntir seputar batang tulang
5) Kominutif : Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
6) Depresi : Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi
pada tulang tengkorak dan tulang wajah)
7) Kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang)
8) Patologik : Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang,
penyakit pegel, tumor)
9) Avulsi : Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendon pada
perlekatannya
10) Epifiseal : Fraktur melalui epifisis
11) Impaksi : Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainnya.
(Smeltzer and Bare, 2002 : 2357 – 2358)

5. Proses Penyembuhan Tulang


a. Stadium Pembentukan Hematoma
b. Stadium Proliferasi
c. Stadium Pembentukan Kallus.
d. Stadium Konsolidasi
e. Stadium Remodelling

6. Diagnosis
1. Anamnesa
Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus
diperinci kapan terjadinya, dimana terjadinya jenisnya, berat ringan trauma, arah
trauma dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan ( mekanisme trauma
). Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma ditempat lain secara sistematik dari
kepala, muka, leher, dada dan perut.
2. Pemeriksaan umum
Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multipel ,
fraktur pelfis, fraktur terbuka ; Tanda – tanda sepsis pada fraktur terbuka yang
mengalami infeksi.
3. Pemeriksaan status lokasi
Tanda – tanda klinis pada fraktur tulang panjang :
a. Look, cari apakah terdapat :
Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal ( misalnya pada fraktur
kondilus lateralis humerus ), angulasi, rotasi, dan pemendekan Functio laesa (
hilangnya fungsi ), misalnya pada fraktur kruris tidak bisa berjalan Lihat juga
ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan, misalnya, pada tungkai bawah
meliputi apparenth length ( jarak antara ubilikus dengan maleolus medialis ) dan
true lenght ( jarak antara SIAS dengan maleolus medialis )
b. Feel, apakah terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan nyeri sumbu tidak dilakukan
lagi karena akan menambah trauma
c. Move, untuk mencari :
Krepitasi, terasa bila fraktur digerakan. Tetapi pada tulang spongiosa atau
tulang rawan epifisis tidak terasa kreitasi. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak
dilakukan karena akan menambah trauma. Nyeri bila digerakan, baik pada
gerakan aktif maupun pasif seberapa jauh gangguan – gangguan fungsi, gerakan –
gerakan yang tidak mampu digerakan, range of motion ( derajat dari ruang
lingkup gerakan sendi ), dan kekuatan

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
b. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma).
e. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.

8. Penatalaksanaan
Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu :
a. Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya adalah
mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan yang
berperan dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri.

b. Reduksi
Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti letak
asalnya. Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam ruang gawat
darurat atau ruang bidai gips. Untuk mengurangi nyeri selama tindakan, penderita
dapat diberi narkotika IV, sedative atau blok saraf lokal.

c. Retensi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna
meliputi gips, bidai, traksi dan teknik fiksator eksterna.

d. Rehabilitasi
Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan cara
melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan
klien. Latihan isometric dan setting otot. Diusahakan untuk meminimalkan atrofi
disuse dan meningkatkan peredaran darah.

9. Komplikasi
Komplikasi fraktur dapat dibagi menjadi :
a. Komplikasi Dini
1) Nekrosis kulit
2) Osteomielitis
3) Kompartement sindrom
4) Emboli lemak
5) Tetanus
b. Komplikasi Lanjut
1) Kelakuan sendi
2) Penyembuhan fraktur yang abnormal : delayed union, mal union dan non
union.
3) Osteomielitis kronis
4) Osteoporosis pasca trauma
5) Ruptur tendon
BAB III
LAPORAN KASUS BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

Primary Survey
A (Airway) : Clear, Stridor (-), Gargling (-)
B (Breathing) : Spontan, RR 22x/menit, pergerakan dada simetris kanan=kiri
C (Circulation): Nadi 89x/menit, reguler, isian cukup, akral hangat, capillary refill
time <2 detik, akral hangat, tekanan darah 110/70 mmHg
D (Disability) : GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor, diameter 2mm/2mm, reflek
cahaya +/+.
E (Exposure) : Pakaian tidak dibuka dan diberikan selimut untuk mencegah
hipotermi

Secondary Survey
Identitas pasien
Nama : Kaiman Laia
Umur : 9 tahun
Jenis kelamin : laki - laki
Agama : Protestan
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Muara fajar / Rumbai
Tanggal MRS : 28 Januari 2013
RM : 00798043

Anamnesis
Alloanamnesis dan autoanamnesis (dengan abang pasien)

Keluhan utama
Nyeri pada lengan bawah kiri dan kedua tungkai kaki post kecelakaan lalu lintas.
Riwayat penyakit sekarang
9 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan nyeri pada daerah
lengan bawah kiri kemudian tungkai bawah kanan dan kiri. Nyeri terasa
berdenyut-denyut dan kaki sulit untuk digerakkan setelah mengalami kecelakaan
lalu lintas. Kejadian terjadi saat pasien pulang dari sekolah dan ketika hendak
menyeberang jalan tiba-tiba pasien di tabrak oleh mobil sedan. Pasien tidak
sadarkan diri dan langsung di bawa ke puskesmas terdekat, muntah tidak ada,
keluar darah dari hidung dan telinga tidak ada. Kemudian Pasien mendapat
pertolongan pertama dan kemudian di rujuk ke RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.

Riwayat penyakit dahulu


(-)
Riwayat penyakit keluarga
(-)

Pemeriksaan fisik
Status generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis
Vital sign : TD : 110/70 mmHg
HR : 89 x/m
RR : 22 x/m
T : 36,40 C
Kepala-Leher
Kepala : Udem (-).
Mata : Pupil isokor, diameter 2mm/2mm, reflek cahaya +/+.
Hidung : Deformitas (-), darah mengalir (-).
Telinga : Perdarahan dari liang telinga (-), hematom retroaurikuler
(-)
Leher : Tidak didpatkan peningkatan JVP
Thoraks
Paru
Inspeksi : Gerakan dada simetris
Palpasi : Vocal fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tida teraba
Perkusi : Batas jantung
Dextra : SIC V linia sternalis dextra
Sininstra : SIC V 2 jari medial LMCS
Auskultasi : Bunyi jantun I dan II normal
Abdomen
Inspeksi : perut tampak datar, scar (-), jejas (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, nyerti tekan (-), pembesaran hepar dan lien (-).
Perkusi : timpani
Ekstremitas : status lokalis

Status lokalis
Regio Antebrachii
Look : tampak balutan elastik perban, tidak tampak sianosis pada bagian
distal.
Feel : terdapat nyeri tekan, akral hangat.
Move : pergerakan aktif dan pasif terbatas oleh karena nyeri, pergerakan
sendi jari-jari (+)
Regio cruris
Dextra dan sinistra
Look : tampak balutan elastik perban, tidak tampak sianosis pada bagian
distal.
Feel : terdapat nyeri tekan, akral hangat.
Move : pergerakan aktif dan pasif terbatas oleh karena nyeri, pergerakan s
jari-jari (+)
Diagnosa kerja
Fraktur Tertutup Radius ulna Sinistra + Fraktur Terbuka Tibia et Fibula
Dextra ⅓ Distal Derajat III A + Fraktur Tertutup Tibia et Fibula Sinistra.

Rencana pemeriksaan penunjang


- Darah rutin
- Foto rontgen radius ulna sinistra
- Foto rontgen tibia fibula dextra
- Foto rontgen tibia fibula sinistra

Hasil pemeriksaan penunjang


Darah rutin
28 januari 2013
WBC : 28800/uL
HGB : 12,9 mg/dL
HCT : 40,0 %
PLT : 453000/Ul

29 januari 2013
WBC : 7500/uL
HGB : 6,1 mg/dL
HCT : 18,0 %
PLT : 195000/Ul
31 januari 2013
WBC : 12200/uL
HGB : 9,5 mg/dL
HCT : 27,4 %
PLT : 212000/Ul
1 Februari 2013
WBC : 12200/uL
HGB : 11,4 mg/dL
HCT : 33,9 %
PLT : 258000/Ul

Pemeriksaan Radiologi
Diagnosa akhir
Fraktur Tertutup Radius Sinistra 1/3 tengah + Fraktur Terbuka Tibia et
Fibula Dextra ⅓ Distal Derajat III A + Fraktur Tertutup Tibia et Fibula Sinistra
1/3 distal.

Penatalaksanaan
- IVFD
- Analgetik, antibiotik, ATS
- Imobilisasi fraktur radius, tibia dan fibula
- Tindakan operatif
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad, C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi ed. III. Yarsif


Watampone. Makassar: 2007. pp. 352-489
2. Fraktur. Diunduh dari http://bedahugm.net/Bedah-Orthopedi/Fracture.html
. Update terakhir: 20 Februari 2013.
3. Sjamsuhidajat R, Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, ed revisi, EGC.
Jakarta: 1998. pp. 1138-96
4. Mangunsudirejo RS. Fraktur, penyembuhan, penanganan, dan komplikasi,
buku 1. Edisi 1. Semarang: 1989
5. Fraktur. Diunduh dari http://www.klinikindonesia.com/bedah/fraktur.php.
Update terakhir: 29 Januari 2013
6. Buckley R, Panaro CDA. General principles of fracture care. Diunduh dari
http://www.emedicine.com/orthoped/byname/General-Principles-of-
Fracture-Care.htm. Update terakhir: 29 januari 2013
7. Fraktur Terbuka. Diunduh dari http://bedahugm.net/Bedah-
Orthopedi/Fraktur-Terbuka.html. Update terakhir: 15 Februari 2013

Anda mungkin juga menyukai