Laporan Kasus Fraktur Radius Tibia Dan Fibula
Laporan Kasus Fraktur Radius Tibia Dan Fibula
Disusun oleh:
DEVI
NIM. 0808151385
Pembimbing :
Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Bedah RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
Fakultas Kedokteran Universitas Riau
Pekanbaru
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Fraktur
A. Definisi Fraktur Dan Mekanisme Trauma
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma. Fraktur dapat dibedakan menjadi
fraktur terbuka apabila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar karena adanya perlukaan kulit dan fraktur tertutup apabila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga dengan fraktur
bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.1
B. Fraktur radius
1. Definisi Fraktur Radius
Fraktur radius adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius akibat jatuh
dan tangan menyangga dengan siku ekstensi.
2. Klasifikasi Fraktur1
Fraktur tertutup adalah fraktur dengan kulit utuh melewati tempat fraktur
dimana tulang tidak menonjol keluar melewati kulit.
Fraktur terbuka adalah robeknya kulit pada tempat fraktur, luka
berhubungan dengan kulit ke tulang. Oleh sebab itu fraktur berhubungan
dengan lingkungan luar, sehingga berpotensi terjadi infeksi. Fraktur
terbuka lebih lanjut dibedakan menjadi 3 berdasarkan beratnya fraktur.
Grade I : disertai kerusakan pada kulit yang minimal kurang dari 1 cm.
Grade II : seperti pada grade I dengan kulit dan luka memar pada otot.
Grade III : luka lebih dari 6-8 cm dengan kerusakan pada pembuluh darah.
Kemudian Gustillo et al. (1984) membagi tipe III dari klasifikasi Gustillo
dan Anderson (1976) menjadi tiga subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB dan IIIC .
- IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak,
walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.
- IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga tulang
terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur
kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan merupakan trauma
high energy tanpa memandang luas luka.
- III C terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar kehidupan
bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan
jaringan lunak.
Fraktur komplit adalah patah yang melintang ke seluruh tulang dan sering
berpindah dari posisi normal.
Fraktur inkomplit adalah meluasnya garis fraktur yang melewati sebagian
tulang dimana yang mengganggu kontinuitas seluruh tubuh. Tipe fraktur
ini disebut juga green stick atau fraktur hickoristik.
Fraktur comminuted adalah fraktur yang memiliki beberapa fragmen
tulang.
Fraktur patologik adalah fraktur yang terjadi sebagai hasil dari gangguan
tulang yang pokok, seperti osteoporosis. Garis fraktur membentuk sudut
oblique (sekitar 45o) pada batang atau sendi pada tulang.
Fraktur longitudinal adalah garis fraktur berkembang secara longitudinal.
Fraktur transversal adalah garis fraktur menyilang lurus pada tulang.
Fraktur spiral adalah garis fraktur berbentuk spiral mengelilingi tulang.
8. Therapi/Penatalaksanaan Medik
Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipertimbangkan pada saat
menangani fraktur:
Rekognisi
Pengenalan riwayat kecelakaan, patah atau tidak, menentukan perkiraan yang
patah, kebutuhan pemeriksaan yang spesifik, kelainan bentuk tulang dan
ketidakstabilan, tindakan apa yang harus cepat dilakukan misalnya pemasangan
bidai.
Reduksi
Usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang yang patah sedapat
mungkin kembali seperti letak asalnya.
Cara penanganan secara reduksi :
- Pemasangan gips
Untuk mempertahankan posisi fragmen tulang yang fraktur.
- Reduksi tertutup (closed reduction external fixation)
Menggunakan gips sebagai fiksasi eksternal untuk memper-tahankan posisi tulang
dengan alat-alat : skrup, plate, pen, kawat, paku yang dipasang di sisi maupun di
dalam tulang. Alat ini diangkut kembali setelah 1-12 bulan dengan pembedahan.
Debridemen
Untuk mempertahankan/memperbaiki keadaan jaringan lunak sekitar fraktur
pada keadaan luka sangat parah dan tidak beraturan.
Rehabilitasi
Memulihkan kembali fragmen-fragmen tulang yang patah untuk
mengembalikan fungsi normal.
Perlu dilakukan mobilisasi
2. Etiologi
Penyebab fraktur diantaranya :
a. Trauma
1) Trauma langsung : Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat tersebut.
2) Trauma tidak langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.
b. Fraktur Patologis
Fraktur disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker
tulang dan lain-lain.
c. Degenerasi
Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri : usia lanjut
d. Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
3. Manifestasi Klinis
a. Nyeri lokal
b. Pembengkakan
c. Eritema
d. Peningkatan suhu
e. Pergerakan abnormal
4. Klasifikasi
a) Fraktur komplet : Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran dari posisi normal.
b) Fraktur tidak komplet : Fraktur / patah yang hanya terjadi pada sebagian dari
garis tengah tulang.
c) Fraktur tertutup : Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen
frakturnya tidak menembus jaringan kulit.
d) Fraktur terbuka : Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur
(Fragmen frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan
infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi oleh benda asing)
e) Jenis khusus fraktur
1) Greenstick : Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi lainnya
membengkok.
2) Tranversal : Fraktur sepanjang garis tengah tulang.
3) Oblik : Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
4) Spiral : Fraktur memuntir seputar batang tulang
5) Kominutif : Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
6) Depresi : Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi
pada tulang tengkorak dan tulang wajah)
7) Kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang)
8) Patologik : Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang,
penyakit pegel, tumor)
9) Avulsi : Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendon pada
perlekatannya
10) Epifiseal : Fraktur melalui epifisis
11) Impaksi : Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainnya.
(Smeltzer and Bare, 2002 : 2357 – 2358)
6. Diagnosis
1. Anamnesa
Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus
diperinci kapan terjadinya, dimana terjadinya jenisnya, berat ringan trauma, arah
trauma dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan ( mekanisme trauma
). Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma ditempat lain secara sistematik dari
kepala, muka, leher, dada dan perut.
2. Pemeriksaan umum
Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multipel ,
fraktur pelfis, fraktur terbuka ; Tanda – tanda sepsis pada fraktur terbuka yang
mengalami infeksi.
3. Pemeriksaan status lokasi
Tanda – tanda klinis pada fraktur tulang panjang :
a. Look, cari apakah terdapat :
Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal ( misalnya pada fraktur
kondilus lateralis humerus ), angulasi, rotasi, dan pemendekan Functio laesa (
hilangnya fungsi ), misalnya pada fraktur kruris tidak bisa berjalan Lihat juga
ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan, misalnya, pada tungkai bawah
meliputi apparenth length ( jarak antara ubilikus dengan maleolus medialis ) dan
true lenght ( jarak antara SIAS dengan maleolus medialis )
b. Feel, apakah terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan nyeri sumbu tidak dilakukan
lagi karena akan menambah trauma
c. Move, untuk mencari :
Krepitasi, terasa bila fraktur digerakan. Tetapi pada tulang spongiosa atau
tulang rawan epifisis tidak terasa kreitasi. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak
dilakukan karena akan menambah trauma. Nyeri bila digerakan, baik pada
gerakan aktif maupun pasif seberapa jauh gangguan – gangguan fungsi, gerakan –
gerakan yang tidak mampu digerakan, range of motion ( derajat dari ruang
lingkup gerakan sendi ), dan kekuatan
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
b. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma).
e. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
8. Penatalaksanaan
Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu :
a. Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya adalah
mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan yang
berperan dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri.
b. Reduksi
Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti letak
asalnya. Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam ruang gawat
darurat atau ruang bidai gips. Untuk mengurangi nyeri selama tindakan, penderita
dapat diberi narkotika IV, sedative atau blok saraf lokal.
c. Retensi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna
meliputi gips, bidai, traksi dan teknik fiksator eksterna.
d. Rehabilitasi
Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan cara
melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan
klien. Latihan isometric dan setting otot. Diusahakan untuk meminimalkan atrofi
disuse dan meningkatkan peredaran darah.
9. Komplikasi
Komplikasi fraktur dapat dibagi menjadi :
a. Komplikasi Dini
1) Nekrosis kulit
2) Osteomielitis
3) Kompartement sindrom
4) Emboli lemak
5) Tetanus
b. Komplikasi Lanjut
1) Kelakuan sendi
2) Penyembuhan fraktur yang abnormal : delayed union, mal union dan non
union.
3) Osteomielitis kronis
4) Osteoporosis pasca trauma
5) Ruptur tendon
BAB III
LAPORAN KASUS BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
Primary Survey
A (Airway) : Clear, Stridor (-), Gargling (-)
B (Breathing) : Spontan, RR 22x/menit, pergerakan dada simetris kanan=kiri
C (Circulation): Nadi 89x/menit, reguler, isian cukup, akral hangat, capillary refill
time <2 detik, akral hangat, tekanan darah 110/70 mmHg
D (Disability) : GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor, diameter 2mm/2mm, reflek
cahaya +/+.
E (Exposure) : Pakaian tidak dibuka dan diberikan selimut untuk mencegah
hipotermi
Secondary Survey
Identitas pasien
Nama : Kaiman Laia
Umur : 9 tahun
Jenis kelamin : laki - laki
Agama : Protestan
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Muara fajar / Rumbai
Tanggal MRS : 28 Januari 2013
RM : 00798043
Anamnesis
Alloanamnesis dan autoanamnesis (dengan abang pasien)
Keluhan utama
Nyeri pada lengan bawah kiri dan kedua tungkai kaki post kecelakaan lalu lintas.
Riwayat penyakit sekarang
9 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan nyeri pada daerah
lengan bawah kiri kemudian tungkai bawah kanan dan kiri. Nyeri terasa
berdenyut-denyut dan kaki sulit untuk digerakkan setelah mengalami kecelakaan
lalu lintas. Kejadian terjadi saat pasien pulang dari sekolah dan ketika hendak
menyeberang jalan tiba-tiba pasien di tabrak oleh mobil sedan. Pasien tidak
sadarkan diri dan langsung di bawa ke puskesmas terdekat, muntah tidak ada,
keluar darah dari hidung dan telinga tidak ada. Kemudian Pasien mendapat
pertolongan pertama dan kemudian di rujuk ke RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
Pemeriksaan fisik
Status generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis
Vital sign : TD : 110/70 mmHg
HR : 89 x/m
RR : 22 x/m
T : 36,40 C
Kepala-Leher
Kepala : Udem (-).
Mata : Pupil isokor, diameter 2mm/2mm, reflek cahaya +/+.
Hidung : Deformitas (-), darah mengalir (-).
Telinga : Perdarahan dari liang telinga (-), hematom retroaurikuler
(-)
Leher : Tidak didpatkan peningkatan JVP
Thoraks
Paru
Inspeksi : Gerakan dada simetris
Palpasi : Vocal fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tida teraba
Perkusi : Batas jantung
Dextra : SIC V linia sternalis dextra
Sininstra : SIC V 2 jari medial LMCS
Auskultasi : Bunyi jantun I dan II normal
Abdomen
Inspeksi : perut tampak datar, scar (-), jejas (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, nyerti tekan (-), pembesaran hepar dan lien (-).
Perkusi : timpani
Ekstremitas : status lokalis
Status lokalis
Regio Antebrachii
Look : tampak balutan elastik perban, tidak tampak sianosis pada bagian
distal.
Feel : terdapat nyeri tekan, akral hangat.
Move : pergerakan aktif dan pasif terbatas oleh karena nyeri, pergerakan
sendi jari-jari (+)
Regio cruris
Dextra dan sinistra
Look : tampak balutan elastik perban, tidak tampak sianosis pada bagian
distal.
Feel : terdapat nyeri tekan, akral hangat.
Move : pergerakan aktif dan pasif terbatas oleh karena nyeri, pergerakan s
jari-jari (+)
Diagnosa kerja
Fraktur Tertutup Radius ulna Sinistra + Fraktur Terbuka Tibia et Fibula
Dextra ⅓ Distal Derajat III A + Fraktur Tertutup Tibia et Fibula Sinistra.
29 januari 2013
WBC : 7500/uL
HGB : 6,1 mg/dL
HCT : 18,0 %
PLT : 195000/Ul
31 januari 2013
WBC : 12200/uL
HGB : 9,5 mg/dL
HCT : 27,4 %
PLT : 212000/Ul
1 Februari 2013
WBC : 12200/uL
HGB : 11,4 mg/dL
HCT : 33,9 %
PLT : 258000/Ul
Pemeriksaan Radiologi
Diagnosa akhir
Fraktur Tertutup Radius Sinistra 1/3 tengah + Fraktur Terbuka Tibia et
Fibula Dextra ⅓ Distal Derajat III A + Fraktur Tertutup Tibia et Fibula Sinistra
1/3 distal.
Penatalaksanaan
- IVFD
- Analgetik, antibiotik, ATS
- Imobilisasi fraktur radius, tibia dan fibula
- Tindakan operatif
DAFTAR PUSTAKA