Anda di halaman 1dari 6

MENGENAL SERANGAN PENYAKIT MOULDY ROT PADA PERTANAMAN

KARET (LOKUS PENGAMATAN: DESA PANDUMAN, KECAMATAN


RAYA KAHEAN, KABUPATEN SIMALUNGUN)

Christina O. Matondang & Kristina Turnip

I. Pendahuluan
Karet merupakan komoditas yang mempunyai arti ekonomi bagi
kehidupan rakyat Indonesia pada umumnya serta Sumatera Utara pada
khususnya. Di dunia, luas pertanaman karet Indonesia menduduki tempat
pertama, tetapi dalam hal produksi menduduki tempat kedua setelah Thailand.
Hal ini dikarenakan adanya penyakit yang menyerang tanaman mulai dari
pembibitan sampai tanaman yang telah tua, dari bagian akar sampai pada
daun. Salah satu penyakit yang tergolong membahayakan pada tanaman karet
adalah Mouldy rot (Pusat Penelitian Karet, 2007).
Penyakit Mouldy rot yang disebabkan oleh cendawan (Ceratocystis
fimbriata Ellis and Halsf.) merupakan penyakit penting pada bidang sadap
tanaman karet. Gangguan penyakit ini mengakibatkan kerusakan pada kulit
pulihan bidang sadap, sehingga menyulitkan penyadapan berikutnya. Serangan
yang berat, secara langsung dapat memutuskan pembuluh lateks, sehingga
menyebabkan produksi turun. Kerugian yang diakibatkan dapat mencapai 30%
(Nazaruddin dan Paimin, 1998).

II. Identifikasi Mouldy rot di Lapangan


Serangan penyakit Mouldy rot ditemukan pada tanaman karet di Desa
Panduman, Kec. Raya Kahean, Kab. Simalungun. Gejala serangan mulai
tampak pada saat musim hujan atau pada kebun-kebun yang mempunyai
kelembaban yang tinggi (Semangun, 1999). Pada saat musim kemarau, Mouldy
rot tetap bertahan hidup, namun tidak mengeluarkan spora (Gambar 1).
Gambar 1. Spora jamur C. fimbriata belum tampak.

Menurut Setyamidjaja (1999), gejala serangan Mouldy rot mula-mula


terlihat selaput tipis berwarna putih pada bidang sadap tepat di atas alur
sadapan (Gambar 2). Selaput ini kemudian berkembang membentuk lapisan
seperti beludru berwarna kelabu, sejajar alur sadap.

a b

c d

Gambar 2. a). Spora jamur C. fimbriata berwarna putih;


b). Spora jamur C. fimbriata berwarna kelabu seperti beludru;
c). Lapisan kelabu pada bagian alur sadap dikerok tampak
bintik-bintik berwarna coklat atau hitam; dan
d). Serangan berat menyebabkan bidang sadap bergelombang.

2
Bila lapisan kelabu ini dikerok akan tampak bintik-bintik berwarna coklat
atau hitam. Hal ini menandakan bahwa serangan Mouldy rot sudah sampai ke
jaringan kulit. Serangan bisa terus meluas sampai ke kambium hingga ke
bagian kayu. Jika bagian yang sakit tampak membusuk dan berwarna hitam
kecoklatan, maka serangan ini sudah parah. Bekas serangan akan membentuk
cekungan berwarna hitam seperti melilit sejajar alur sadap (Setyamidjaja,
1999).
Seperti halnya kanker garis, penyakit Mouldy rot mengakibatkan
kerusakan pada bidang sadapan. Kerusakan berupa luka-luka pada bidang
sadap. Akibatnya, bekas bidang sadapan menjadi bergelombang atau benjol-
benjol dan bagian kayu menjadi terbuka sehingga mempersulit penyadapan
berikutnya. Ada kalanya bidang sadap rusak sama sekali sehingga tidak
mungkin lagi disadap (Tim Penulis PS, 2012).

III. Identifikasi Mouldy rot di Laboratorium


Kemudian untuk memastikan bahwa penyakit tersebut disebabkan jamur
C. fimbriata maka sampel jamur tersebut dibawa ke laboratorium BBPPTP
Medan. Jamur C. fimbriata dibiakkan pada media PDA. Setelah beberapa hari
isolasi, tampak hifa berwarna putih di bagian tepi dan pink keunguan di bagian
tengah (Gambar 3). Lama-kelamaan hifa berkembang dan berubah warna
menjadi hitam kecoklatan, membentuk lapisan berwarna kelabu. Spora dapat
bertahan hidup dalam keadaan kering.

a b c

Gambar 3. Biakan murni jamur C. fimbriata pada media PDA.

3
Beberapa hari setelah infeksi, jamur membentuk badan buah, yaitu
peritesium yang bulat dan mempunyai leher yang panjang. Dalam peritesium
terdapat banyak askus berbentuk bulat telur, mengandung 8 askospora bulat,
tidak berwarna. Askospora keluar dari peritesium bersama-sama dengan cairan
dan membentuk tetes-tetes mengkilat. Peritesium berukuran panjang 440-
560µm dan lebar ±180µm. Askospora berukuran 4,5-8,7 x 3,5-4,7µm
(Semangun, 1999).
Hifa yang tumbuh dari askopsora membentuk dua macam spora lain,
yaitu konidium (oidium) dan klamidospora. Konidium tidak berwarna, ukuran
sangat variabel rata-rata 20,8 x 5,3µm. Klamidospora dan hifa dapat dilihat
pada Gambar 4 dan 5. Klamidospora berbentuk bulat atau jorong, berwarna
coklat tua, pangkal agak menonjol berukuran 15,9 x 13,1µm. (Semangun,
1999).

Gambar 4. Klamidospora jamur C. fimbriata berbentuk seperti kapsul.

Gambar 5. Hifa jamur C. fimbriata pada perbesaran 100x.

4
IV. Penutup
Telah dijumpai serangan penyakit Mouldy rot yang disebabkan oleh
jamur C. fimbriata pada tanaman karet di Desa Panduman, Kec. Raya Kahean,
Kab. Simalungun. Gejala serangan berupa selaput tipis berwarna putih pada
bidang sadap tepat di atas alur sadapan. Gejala ini tampak pada saat musim
kemarau. Namun pada saat musim hujan atau keadaan kebun lembap, selaput
berkembang membentuk lapisan seperti beludru berwarna kelabu dan bila
dikerok tampak bintik-bintik berwarna coklat atau hitam. Hal ini menandakan
bahwa serangan Mouldy rot sudah sampai ke jaringan kulit bahkan bisa meluas
sampai ke kambium. Akibatnya, bekas bidang sadapan menjadi bergelombang
sehingga mempersulit penyadapan berikutnya. Untuk itu, serangan penyakit ini
perlu diwaspadai.
Berkembangnya penyakit antara lain karena kondisi tanaman lemah
yang disebabkan berbagai faktor lingkungan baik biotik maupun abiotik. Faktor
biotik yang berpengaruh antara lain adanya serangan OPT lain seperti jamur
akar putih, kering alur sadap (KAS) dan rayap. Sedangkan faktor abiotik seperti
keadaan tanah, kondisi air tanah, pemeliharaan atau perawatan kulit bidang
sadap, klon yang digunakan dan pemupukan.
Pemberian pupuk dapat menambah ketersediaan unsur hara dalam
tanah dan efek yang baik untuk pertumbuhan tanaman karet. Pupuk menambah
kesuburan tanah yang menyebabkan tanaman tumbuh lebih subur, sehingga
tanaman lebih kuat dalam menahan serangan hama dan penyakit. Oleh karena
itu disarankan untuk pemberian pupuk 1,5 x dari dosis anjuran, yaitu 1,5 x
280.86 gr/phn Urea; 1,5 x 219.24 gr/phn TSP dan 1,5 x 180 gr/phn KCl,
jumlahnya sesuai dengan umur tanaman.
Gulma juga harus dikendalikan dengan baik. Gulma yang tidak terkendali
akan mengakibatkan kondisi kebun menjadi lembab. Kondisi kebun yang
lembab sangat baik untuk perkembangan penyakit, termasuk diantaranya
Mouldy rot. Pengendalian gulma hendaknya menghindari penggunaan
herbisida, karena herbisida yang berlebihan akan berpengaruh buruk terhadap
kesuburan tanah.

5
Referensi
Nazaruddin dan F.B. Paimin., 1998. Karet. Penebar Swadaya. Jakarta

Pusat Penelitian Karet, 2007. Pengenalan dan Pengendalian Penyakit pada


Tanaman Karet. Balai Penelitian Sungei Putih.

Semangun, H. 1999. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia.


Edisi keempat. UGM Press. Yogyakarta.

Setyamidjaja, D., 1999. Karet. Kanisius. Yogyakarta.

Tim Penulis PS, 2012. Panduan Lengkap KARET. Penebar Swadaya.Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai