Anda di halaman 1dari 24

I.

PENDAHULUAN

Infeksi virus hepatitis B (HBV) saat ini telah dikenal sebagai salah satu
masalah utama masyarakat di seluruh dunia.1 Prevalensi infeksi virus ini
bervariasi di seluruh dunia, dengan perkiraan setengah dari populasi tersebut
hidup di daerah dimana infeksi virus hepatitis B menrupakan suatu endemik,
termasuk di sebagian besar Asia, pulau-pulau di Pasifik, Afrika dan Timur
Tengah.2 Diperkirakan 350-400 juta individu diseluruh dunia mengalami infeksi
kronik akibat virus ini.3 lebih dari 50% individu tersebut mendapatkan infeksi
virus hepatitis B nya selama masa perinatal.4

Data yang dihimpun dalam suatu penjaringan terhadap 140.000 wanita


hamil yang berlangsung dari tahun 2005-2007 di Denmark menunjukan sebanyak
36.400 (0,26%) dari antara wanita tersebut memiliki HBsAg positif dalam
darahnya. Tanpa suatu bentuk intervensi seperti pemberian imunoprofilaksis maka
ibu dengan HBsAg positif memiliki resiko 20% untuk mentransmisikan infeksi
tersebut ke anaknya saat melahirkan. Resiko tersebut akan meningkat menjadi
lebih dari 90% pada ibu dengan HBeAg positif.2,5 Transmisi secara vertical
tersebut diatas diketahui sebagai penyebab terjadinya infeksi perinatal yang
berkaitan dengan angka kroniksitas yang sangat tinggi (>95%).6

Lebih dari 40 % individu yang menderita infeksi kronis virus hepatitis B


atau sekitar 600.000 individu di seluruh dunia meninggal tiap tahunnya karena
4,6
gangguan hati, sirosis dan hepatoseluler karsinoma (HCC). oleh karena itu
pencegahan transmisi perinatal merupakan sasaran penting dalam mengurangi
angka kematian dan penularan serta eradikasi global terhadap infeksi virus
hepatitis B.4

Pengetahuan mengenai infeksi virus hepatitis B pada kehamilan penting


guna melihat mortalitas dan morbiditas dari host dalam hal ini ibu hamil tersebut
dan efeknya pada persalinan serta kemampuannya dalam mentransfer infeksi virus
tersebut ke janin yang dikandungnya. 7

1
II. EPIDEMIOLOGI

Diperkirakan 350-400 juta individu diseluruh dunia telah terinfeksi oleh


virus hepatitis B.8 Prevalensi infeksi virus ini bervariasi diseluruh dunia, dengan
setengah dari populasinya hidup di daerah-daerah dimana hepatitis B merupakan
suatu penyakit endemik.3 Daerah dengan prevalensi tinggi (lebih dari 2%) antara
lain: Australia aborigin, selandia baru, kepulauan di Pasifik : Melanesia,
Mikronesia, polinesia, Asia selatan : India, Banglades, Pakistan, Sri langka, Asia
tenggara: Camboja, Indonesia, laos, Malaisia, Filipina, Singapura, Thailand,
Vietnam, Asia timur: Cina, Hongkong, Korea dan Taiwan, seluruh afrika kecuali
afrika selatan, Amerika Selatan: Chili, daerah mediterania, daerah timur tengah :
Mesir, Iran, Libia, Jordania, Turki, serta Eropa tengah seperti Rumania dan
Yugoslavia.9 Tingkat infeksi virus hepatitis B masih tetap tinggi, di Cina
mencapai 7,18%, sedangkan data dari Nigeria mencapai 2-15% dari total
10
populasinya, dengan rentang umur antara 25-35 tahun. Berdasarkan data yang
dihimpun WHO tahun 2008, Indonesia merupakan salah satu negara dengan
prevalensi tinggi yaitu 7,2%-9% diikuti dengan Filipina 7,0-9,0% sedangkan
Malaysia berkisar antara 6,0-9,0%. Data dari Negara maju seperti Amerika Serikat
menunjukkan angka hanya 1-2% dari populasinnya.11,12

Pada negara-negara dengan prevalensi tinggi seperti disebutkan diatas ,


wanita hamil yang memiliki kadar Hepatitis B e Antigen (HBeAg) yang lebih
tinggi, memiliki kemampuan dalam mensalurkan infeksinya secara transmisi ibu-
anak.13 Transmisi secara vertical tersebut diatas diketahui sebagai penyebab
terjadinya infeksi perinatal yang berkaitan dengan angka kroniksitas yang sangat
tinggi (>95%).6

2
III. ETIOLOGI

Gambar 1. Morfologi virus hepatitis B.21

Virus Hepatitis B merupakan virus berkapsul, berdiameter 42 nm yang


termasuk dalam keluarga Hepadinaviridae dan memiliki genom yang tersusun
melingkar dengan panjang molekul 3,2 kb terdiri dari molekul DNA Ganda.
Molekul tersebut mengandung 4 rangkaian yang saling tumpang tindih
yaituprotein permukaan (HBsAg), Protein inti/core (HBc/HBeAg), polymerase
virus serta transaktivator transkripsi HBx.14

Telah ditemukan beberapa bentuk antigen yang penting secara klinis


dalam mengkonfirmasi perkembangan infeksi virus hepatitis B, yaitu
HepatitisVirus B s antigen (HBsAg) yang menandakan adanya infeksi virus
hepatitis B, Hepatitis B e Antigen (HBeAg) yang menandakan adanya replikasi
virus, serta transaktivator HBx yang berkaitan dengan kemampuan virus tersebut
dalam menyatukan genomnya dengan genom host serta kemampuan nya dalam
menyebabkan suatu bentuk penyakit keganasan (onkogenisitas). 15

3
IV. PATOGENESIS

Virus Hepatitis B memiliki masa inkubasi antara 6 minggu sampai dengan


6 bulan dengan rata-rata yaitu 90 hari (3 bulan).1 virus ini menular secara
perkutaneus (luka pada kulit) atau mukosa yang terpapar oleh darah, cairan tubuh
seperti serum, semen dan air liur yang telah tercemar oleh virus tersebut.
Replikasi virus Hepatitis B sebagian besar terjadi di sel hati. 16
Virus Hepatitis B yang menginfeksi manusia akan menyebabkan
terjadinya infeksi akut yang kemudian dapat berkembang menjadi kronik
sebanyak 10%, memberi gejala hepatitis akut sebanyak 25% yang kemudian
sembuh, 65% akan tidak bergejala kemudian sembuh dan < 1% yang akan
menjadi hepatitis B fulminan.22

Gambar 2. Skema pathogenesis hepatitis B akut.22

4
Secara alamiah, perjalanan penyakit virus hepatitis B dapat
dikelompokkan dalam 5 fase yang terjadi walau tidak selalu harus terjadi secara
berurutan yaitu :17

1) Fase toleransi Imun

Dalam darah pasien pada fase ini akan ditemukan HBeAg positif dengan
kadar HBV-DNA yang tinggi (≥108 kopi/ml) sedangkan kadar ALT
normal atau hanya sedikit tinggi (< 35 IU/ml wanita). Pada pemeriksaan
Histologi sel hati tidak akan ditemukan adanya peradangan atau fibrosis.

2) Fase imun aktif

Pada fase ini akan ditemukan HBeAg positif dengan kadar HBV-DNA
yang tinggi (106-107 kopi/ml) sedangkan kadar ALT meningkat diatas
normal dan berfluktuasi . Pada pemeriksaan Histologi sel hati akan
ditemukan adanya peradangan sedang hingga berat.

3) Fase inaktif/carrier (Fase Laten)

Pada fase ini akan ditemukan HBeAg negative dan tergantikan dengan
munculnya anti-HBe . Kadar HBV-DNA rendah (≤103 kopi/ml) atau
bahkan tiak terdeteksi lagi, selain itu kadar ALT menjadi normal. Pada
pemeriksaan Histologi sel hati akan ditemukan peradangan minimal
namun disertai dengan fibrosis hingga sirosis.

4) Fase reaktif (Hepatitis B HBeAg (-) kronik Aktif)

Fase ini ditandai dengan meningkatnya ALT disertai dengan kadar HBV-
DNA yang tinggi (≥104 kopi/ml), biasanya disertai juga dengan
ditemukan kembalinya HBeAg dalam darah yang menggantikan anti-HBe
yang ada sebelumnya. Pada pemeriksaan Histologi sel hati akan ditemukan
peradangan aktif disertai dengan fibrosis progresif.

5) Fase Resolusi

5
Pada fase ini, bentuk infeksi dari virus hepatitis B akan sembuh yang
ditandai dengan HBsAg negative dan kadar HBV-DNA tidak ditemukan
lagi, selain itu kadar ALT juga dalam batas normal. Jika dalam
perkembangan fase sebelumnya telah terbentuk fibrotic atau sirosis hati,
maka hal tersebut akan menetap walaupun infeksinya telah sembuh. Pada
kasus supresi imun yang berat, reaktifasi bias terjadi.

Gambar 3. Fase hepatitis B kronik. panah putih, perubahan histopatologi;


panah abu-abu, perubahan marker serologi antara fase. Panah
atas maupun bawah, peningkatan atau penurunan level DNA
(↑ = sedikit meningkat; ↑↑ = peningkatan sedang; ↓↓ =
penurunan moderate;↑↑↑ = menigkat tinggi). ALT,
alanineaminotransferase; HBeAg, hepatitis B e antigen.23

Secara umum tidak terdapat perbedaan cara atau tahapan infeksi maupun
gejala yang timbul antara wanita hamil atau manusia lainnya. Namun demikian
adanya perubahan fisiologis selama kehamilan dimana terjadi peningkatan
metabolism seperti peningkatan konsumsi nutrisi yang diakibatkan oleh
pertumbuhan janin maka eksarsebasi kerusakan dan penyakit hati yang telah ada
sebelumnya akan lebih mudah terjadi.7,13

6
V. TRANSMISI VIRUS HEPATITIS B

Pada daerah endemik, cara penting dalam penularan hepatitis B dari


individu ke individu yang lain diperankan oleh kontak dengan pasien (bagi tenaga
kesehatan), kontak seksual serta penggunaan obat-obatan melalui intravena.
Sedangkan pada daerah yang memiliki prevalensi rendah, cara penularan yang
sangat berperan adalah melalui parenteral atau perkutaneus seperti saat melakukan
piercing, membuat tato atau saat berbagi pisau cukur maupunpun sikat gigi.
Selain itu, tindakan operasi dan perawatan gigi dapat menjadi sumber infeksi
sedangkan penularan infeksi melalui transfusi darah di negara berkembang telah
menurun angka kejadiannya oleh karena telah diterapkannya pemeriksaan serologi
serta molekuler darah namun tetap menjadi suatu sumber infeksi di Negara-negara
miskin.20 Cara penularan lainnya yang juga merupakan cara penularan yang
menyebabkan angka kroniksitas yang tinggi adalah melalui transmisi ibu-anak.

Transmisi infeksi dari ibu ke anak secara tradisional disebut sebagai


infeksi perinatal.2 Transmisi ini merupakan transmisi yang terpenting diantara
transmisi vertical lainnya dalam hal penyebab terbentuknya penyakit hepatitis B
kronik.6 Dari definisinya periode perinatal yang dimulai dari usia gestasional 28
minggu-28 hari postpartum maka infeksi diluar masa tersebut tidak termasuk
dalam infeksi perinatal, oleh karena itu saat ini istilah tersebut telah berubah
menjadi transmisi ibu-anak yang mencakup keseluruhan infeksi yang terjadi
sebelum, saat dan sesudah kelahiran, termasuk infeksi yang terjadi pada usia dini.2

Transmisi ibu-anak secara garis besar dapat dibagi atas :2

1. Transmisi intrauterine/ prenatal


2. Transmisi intrapartum/ saat melahirkan
3. Transmisi Postpartum (selama perawatan bayi )

1. Transmisi intrauterin (transmisi prenatal)

Mekanisme pasti terjadinya infeksi prenatal/ intrauterine ini masih belum jelas,
namun demikian terdapat beberapa kemungkinan diantaranya:

7
 Kerusakan sawar plasenta

Kebocoran transplasenta yang terjadi oleh karena kontraksi uterus selama


kehamilan dan adanya robekan pada sawar plasenta merupakan cara yang
sering menjadi penyebab infeksi intrauterine. sebuah penelitian juga
menunjukkan bahwa tindakan amniosisntesis yang dilakukan pada wanita
hamil dengan HBsAg positif dapat menyebabkan darah ibu yang infeksius
terbawa melalui jarum amniosintesis ke dalam rongga intrauterine, namun
demikian transmisi dengan cara ini sangat jarang terjadi.2

 Infeksi plasenta dan transmisi transplasenta

Penelitian Wang & Zhu menunjukkan kemampuan hepatitis B untuk


bergabung dengan jaringan plasenta dan mengakibatkan terbentuknya
fokus infeksi.2,6 Penelitian Zhang dkk menunjukkan adanya konsentrasi
dari 2 antigen (HBsAg dan HBeAg) yang turun dari sisi ibu ke fetus
melalui sel-sel desidua maternal > sel-sel trofoblas> sel-sel vili
mesenkim> sel endotel kapiler. dengan hasil tersebut, peneliti
menyimpulkan bahwa cara ini merupakan cara yang dominan pada
transmisi intrauterine.7,18,24

 Suatu penelitian mengungkapkan adanya DNA HBV pada oosit dan


sperma individu yang terinfeksi, oleh karena itu infeksi pada fetus dapat
terjadi selama masa konsepsi.24
 Liu dkk mendapati adanya gen genotip "7/5" of DC-SIGNR yang sesuai
untuk terjadinya infeksi intrauterine.25
2. Transmisi intrapartum / saat melahirkan

Transmisi virus hepatitis B ke bayi saat lahir dimungkinkan oleh adanya


beberapa faktor diantaranya perpindahan dari ibu ke janin saat kontraksi
selama persalinan atau sebagai konsekuensi rupture membran plasenta yang
terjadi, selain itu dapat pula terjadi melalui cairan amnion, darah maupun
sekret yang terdapat sepanjang jalan lahir tertelan oleh bayi.2

8
Okada dkk menemukan 85 % dari infeksi neonatal terjadi selama
intrapartum hal ini disebabkan oleh karena paparan darah dan sekret vagina
yang infeksius.7

3. Transmisi Postpartum / post natal/ saat perawatan


Walaupun DNA HBV, HBsAg dan HBeAg telah terbukti di eksresikan
bersama dengan kolostrum dan air susu pada ibu yang terinfeksi hepatitis B,
tidak ditemukan bukti bahwa menyusui meningkatkan resiko transmisi secara
ibu-anak.6

Mekanisme pasti mengenai cara transmisi postnatal belum diketahui


secara pasti, namun beberapa literature menduga transmisi terjadi melalui
ciuman ibu ke mulut bayi dan akibat kontaminasi air susu ibu dengan eksudat
yang terbentuk dari luka disekitar putting susu ibu.6

VI. MANIFESTASI KLINIK

Gejala klinis pada pasien yang terinfeksi virus hepatitis B seperti pada
umumnya, tidak berbeda antara wanita hamil dengan wanita yang tidak hamil.
Pada kasus infeksi akut akan timbul keluhan yang tidak spesifik, termasuk
kelemahan, kelelahan, anoreksia, mual, sakit kepala, nyeri otot dan demam derajat
rendah. Gejala seperti mual muntah pada stradium prodromal ini terkadang
membingungkan dengan gejala yang timbul pada wanita hamil muda tanpa
penyakit hepatitis B. Jika penyakit ini sembuh sebelum terbentuknya kerusakan
hati yang menyebabkan disfungsi hati sekunder maka gejala prodromal seperti
diatas akan dianggap seperti suatu sindrom flu biasa akibat virus atau bahkan akan
dianggap sebagai bentuk efek fisiologis normal dari kehamilan itu sendiri.7

Ikterus akan muncul sekitar 2-10 hari setelah gejala prodromal muncul,
pasien juga akan mengeluhkan rasa tidak nyaman di region perut kanan atas dan
pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan adanya hepatomegali. Namun pemeriksaan

9
untuk menemukan adanya hepatomegali tersebut akan sulit dilakukan pada pasien
dengan usia kehamilan lanjut. 7

Umumnya ikterus dan gejala penyakit hati lainnya akan sembuh dalam 6
minggu, namun beberapa diantaranya dapat berlanjut menjadi gagal hati yang
fulminant yang ditandai dengan kegagalan organ multiple, edema cerebri dan
koagulopati. Ada pula yang kemudian menetap lebih dari 6 bulan dan menjadi
hepatitis B kronik. 7

Pada sebagian besar individu yang mengalami hepatitis B kronik tidak


akan memberikan gejala klinis hingga stadium akhir. Infeksi kronik hepatitis B
kadang kala diketahui secara tidak sengaja saat pasien hamil tersebut
memeriksakan kehamilannya. Temuan laboratorium lain umumnya normal
kecuali kadar ALT yang cenderung tidak normal. 7

Pemeriksaan fisik wanita hamil dengan infeksi kronik hepatitis B


terkadang tampak normal oleh karena tanda-tanda sirosis dini seperti eritema
Palmaris, splenomegali dan ukuran hati yang kecil dapat tersamarkan dengan
perubahan kondisi fisik akibat kehamilan tersebut. 7

Efek infeksi hepatitis B pada ibu hamil umumnya tidak bermakna. Namun
bagi ibu yang telah mengalami sirosis sebelum kehamilannya akan memiliki
resiko lebih besar untuk terjadinya rupture varises esophagus yang menyebabkan
perdarahan. 7

Penelitian lain menunjukkan infeksi kronik hepatitis B berhubungan


dengan terjadinya diabetes mellitus gestasional, perdarahan antepartum, kelahiran
premature dan kondisi skor apgar yang rendah pada bayi baru lahir. selain itu ibu
hamil dengan gangguan hati yang berat dapat menyebabkan terjadinya perdarahan
postpartum, distress hingga kematian janin, asfiksia neonatorum dan berat badan
lahir rendah. Perdarahan postpartum dan intrapartum dapat terjadi oleh karena
kurangnya vitamin K yang terjadi akibat adanya gangguan hati. 13

10
Adanya infeksi hepatitis B didalam uterus selama kehamilan merupakan indikator
yang penting karena janin yang mengalami paparan dini dengan antigen Hepatitis
B saat perkembangan embriogenik akan mengalami toleransi imun terhadap
antigen tersebut dan memungkinkan terbentuknya infeksi kronik pada janin oleh
karena ketidak mampuan imun janin dalam mengeliminasi virus tersebut. 10

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis sering didasarkan pada riwayat klinik, meningkatnya kadar ALT


serta ditemukannya antigen hepatitis B virus (HBsAg) di serum pasien.
Pemeriksaan tambahan seperti anti-HBe IgM kadang kala dibutuhkan pada
beberapa kasus dimana pasien diduga mengalami infeksi akut dengan kadar
HBsAg negatif, pasien pada kasus ini harus dicurigai sedang berada pada “fase
jendela” (window phase).17

Pada pasien dengan dugaan hepatitis B kronik harus dilakukan


pemeriksaan HBsAg dan HBV DNA guna diagnosis, indikasi terapi dan untuk
mengamati perkembangan dari pasien tersebut.17

Beberapa tes serologi penting antara lain HBeAg yang menunjukkan


kondisi pasien yang sangat infeksius, HBV DNA menunjukkan jumlah virus
dalam tubuh pasien, anti HBe atau HBeAg yang mengindikasikan bahwa pasien
tersebut lebih kurang menular dibandingkan dengan HBeAg positif. 9

VIII. PENATALAKSANAAN

Beberapa faktor yang mempengaruhi pilihan terapi bagi wanita usia


reproduktif yang terinfeksi virus hepatitis B diantaranya adalah keamanan saat
bersalin dan menyusui efektivitas agen terapi, lama masa terapi dan yang paling
penting adalah akibat dari terapi tersebut bagi ibu dan janin.19

11
Keputusan untuk memulai terapi selama kehamilan harus
mempertimbangkan beberapa hal mengenai resiko dan keuntungan bagi ibu serta
janin yang dikandungnya, bahkan harus pula dipikirkan mengenai kapan atau pada
trimester berapa terapi harus dimulai.19

Pada kasus hepatitis B akut, Tidak diberikan penanganan khusus,


penanganan hanya berupa tira baring (bedrest) dan tinggi protein, diet rendah
lemak. Sedangkan indikasi untuk rawat inap seperti anemia berat, diabetes, mual
muntah hebat, gangguan protrombin time, kadar serum albumin yang rendah,
kadar bilirubin >15mg/dl. 26 Bagi wanita hamil yang merasa dirinya telah terpapar
dengan virus hepatitis B dapat diberikan immunoglobulin hepatitis B (HBIG)
guna melawan virus tersebut, idealnya diberikan dalam 72 jam pertama setelah
paparan. Selain itu guna meningkatkan profilaksis, pasien tersebut dapat diberikan
vaksin hepatitis B dalam 7 hari pertama setelah terpapar, dilanjutkan dengan 1
dosis pada bulan berikutnya (vaksin yang kedua) dan 1 dosis (vaksin yang ketiga)
lagi setelah 5 bulan dari vaksin ke dua atau 6 bulan dari saat terpapar. 27

Pada kasus tertentu, obat-obatan antiviral harus digunakan. Terdapat 7


pengobatan antivirus yang telah diterima oleh Food & Drugs Administration
(FDA) sebagai terapi untuk hepatitis B.12 Namun tidak satu pun dari obat-obat
tersebut yang diterima untuk digunakan pada ibu hamil. 8

12
Tabel 1 : Terapi hepatitis B yang diterima oleh FDA.12

Tabel 2 : Pengolongan obat yang digunakan pada pasien yang sedang


mengandung. 4

Obat-obatan antiviral memiliki kemampuan dalam menghambat


nukleotida maupun polimerasenya, walaupun targetnya adalah RNA-dependent

13
DNA polymerase virus hepatitis B, namun karena obat ini mampu dengan bebas
melalui plasenta, mereka juga dapat mengganggu replikasi DNA dalam
mitokondria, jika hal ini terjadi maka akan menganggu organogenesis janin.3,4
oleh karena itu pasien yang sedang dalam terapi obat antivirus yang kemudian
menjadi hamil harus menghentikan pengobatan tersebut khususnya bagi pasien
yang tidak memiliki penyakit hati yang berat, selain itu pengobatan saat
kehamilan muda juga tidak disarankan untuk diterapkan pada wanita hamil yang
infeksinya masih berada dalam fase toleransi imun (serum HBV-DNA tinggi
namun kadar ALT normal serta hasil biopsy hani normal). Hal tersebut diterapkan
3,8
guna mengurangi paparan antiviral pada fetus selama trimester pertama.
Sedangkan bagi mereka yang ingin hamil, harus mengatur rencana kehamilannya.
sebagai contoh, pasien yang sebelumnya menggunakan terapi interferon harus
menghentikan terapi tersebut selama minimal 6 bulan sebelum merencanakan
kehamilannya, oleh karena interferon merupakan obat antipolimerase yang
menjadi kontraindikasi bagi kehamilan.13,19

Penggunaan antiviral selama kehamilan didasarkan pada data keamanan


penggunaan antiviral virus hepatitis B yang berasal dari 2 sumber utama yaitu
Antiviral Pregnancy Registry (APR) dan Development of Antiretroviral Therapy
Study (DART).8

Data dari APR yang dilaporkan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa
lamivudine dan tenovovir merupakan 2 obat dengan pengalaman penggunaan
secara in vivo di trimester pertama kehamilan yang paling aman.8

14
Tabel 3. Data Antiviral Pregnancy Registry (APR).8

Oleh sebab itu didunia saat ini terdapat 2 jenis obat yang paling sering
digunakan sebagai terapi hepatitis B pada ibu hamil, yaitu lamivudin dan
tenovovir. 3 Walaupun lamivudine digolongkan obat kelas C oleh FDA atas dasar
ditemukannya toksisitas saat penggunaanya di kelinci hamil saat trimester
3
pertama. Namun penelitian di Cina telah menunjukkan kesuksesan lamivudine
dalam menghambat transmisi vertical selama trimester ke 3 kehamilan, saat
digunakan pada pemberian pertama di usia kehamilan 28 minggu , dengan kadar
DNA-HBV ≤108 IU/ml. Penelitian ini juga menunjukkan penurunan kadar DNA-
HBV hingga ≤106 IU/ml bagi pasien dengan kadar DNA-HBV ≥ 108 IU/ml yang
mendapatkan terapi lamivudine. Penelitian lain yang juga menggunakan
lamivudin selama trimester 3 kehamilan menunjukan penurunan angka transmisi
intrauterine dan tidak ditemukannya abnormalitas pada bayi baru lahir dalam
kelompok tersebut.6

Tenovovir termasuk kategori kelas B, obat ini memiliki kelebihan


tambahan berupa kemampuannya dalam mancegah resistensi virus, bahkan hingga
saat ini tidak terdapat laporan mengenai terjadinya resistensi virus hepatitis B
terhadap obat ini.3

Obat lain yang mulai digunakan adalah telbivudin yang masuk dalam
kategori kelas B menurut FDA, namun penggunaanya masih terbatas oeh karena
kurangnya data keamanan penggunaan obat ini dalam penelitian in vivo pada ibu
hamil dan mudahnya obat ini menjadi resisten.3,8

Penelitian yang melibatkan penggunaan telbivudine telah dilaksanakan


pada wanita hamil dengan usia kehamilan 20-32 minggu yang memiliki HBsAg
positif dan kadar DNA-HBV > 107 IU/ml menunjukan adanya penurunan angka
transmisi perinatal, selain itu terjadi penurunan kadar HBV-DNA, HBeAg dan
normalnya kadar ALT sebelum tiba saatnya bersalin.6

15
Terapi pada wanita hamil dengan HBsAg positif harus didasarkan pada
evaluasi dasar seperti kondisi kadar HBV-DNA, HBV-M (HBsAg, HBeAg, anti-
HBe) serta penyulit-penyulit lain seperti fibrosis hati berat ( kadar ALT meningkat
lebih dari 2 kali nilai normal, kadar HBV-DNA > 105 kopi/ml), atau telah
mengalami sirosis hepatis. Dengan kondisi diatas maka terapi antiviral harus
dimulai sejak kehamilan muda. jika pada pemeriksaan awal fungsi hati, ALT,
kadar HBV-DNA didapatkan dalam keadaan normal maka evaluasi ulang harus
dilakukan kembali pada usia kehamilan 26-28 minggu. Jika pada saat itu
ditemukan kadar HBV-DNA > 107 kopi/ml atau pasien memiliki riwayat
melahirkan anak yang mengidap hepatitis B maka antiviral seperti lamivudin,
tenofovir harus diberikan saat usia kehhamilan 28-30 minggu hingga 6 bulan
setelah melahirkan, selanjutnya pengobatan dapat dilanjutkan tergantung dari
kondisi pasien, namun sebaiknya terapi dihentikan bila ibu yang ingin menyusui
karena antiretroviral tidak di anjurkan saat menyusui. Pemantauan ALT dan HBV-
DNA harus dilakukan pada bulan ke 1, 3 dan 6 setelah melahirkan. 8,13

16
Penjaringan HBsAg wanita hamil pada kunjungan awal antenatal

HBsAg Negatif HBsAg Positif

Pemberian Pemberian Trimester I Periksa:


vaksin Hep B vaksin Hep B HBs Ab, HBeAg, Ada dugaan suatu
pada Bayi saat pada Ibu selama HBeAb, PLT, ALT, bentuk infeksi aktif /
lahir kehamilan Kadar HBV-DNA sirosis,

TIDAK YA
Melengkapi
Vaksinasi Hep B
Akhir Trimester II (UK 26-28 Pertimbangkan Terapi
sesuai jadwal
mgg) periksa : ALT, Kadar dengan Lamivudine /
HBV-DNA Tenofovir

Riwayat melahirkan anak sebelumnya

TIDAK YA

Anak HBV (-) Anak HBV (+)


HBV-DNA HBV-DNA
< 107 kopi/ml > 107 kopi/ml Pertimbangkan terapi dengan
Lamivudine / Tenofovir pada awal
Pengawasan setelah partus : periksa Trimester III (UK 28-30 mgg)
kadar ALT, HBV-DNA saat bulan 1, 3 & 6
Pertimbangkan penghentian terapi
setelah melahirkan

Gambar 2. Alur penatalaksanaan terapi hepatitis B pada kehamilan.6,8

17
Bagi ibu dengan HBsAg negative, pemberian vaksinasi sangat dianjurkan, sama
halnya dengan pemberian vaksinasi bagi bayi yang dilahirkannya. Selanjutnya
pemberian vaksinasi pada bayi mengikuti jadwal yang telah ada.6

IX. PENCEGAHAN

Penjaringan merupakan teknik yang tepat untuk pencegahan dan


penataksanaan lanjutan bagi pasien hamil yang terinfeksi hepatitis B serta pasien
resiko tinggi. Sehingga penjaringan hepatitis B menjadi standar pada saat asuhan
antenatal. penjaringan ini juga memungkinkan tenaga kesehatan menilai janin
yang memerlukan imunoprofilaksis baik dengan vaksin maupun immunoglobulin
hepatitis B (HBIG), mengetahui indikasi terapi antiviral pada pasien carier, serta
berguna dalam konseling aktivitas seksual. The American Association Study of
Liver Disease (AASLD), merekomendasikan penjaringan untuk HBsAg pada
semua wanita hamil selama trimester pertama kehamilan.4

Vaksinasi merupakan salah satu cara pencegahan penularan penularan


virus hepatitis B dari ibu ke anak. Dengan pemberian vaksinasi pada ibu yang
hamil akan memungkinkan terjadinya penyaluran pasif antibodi ke janin yang
memungkinkan suatu bentuk perlindungan dari infeksi horizontal hingga bayi
tersebut mendapatkan imunisasi aktif, vaksinasi juga terbukti aman bagi ibu dan
janin, efeksamping yang paling sering muncul adalah nyeri ditempat suntikan dan
demam ringan sampai dengan sedang.15

Vaksin pertama tersedia tahun 1981, vaksin tersebut dibuat dari antigen
permukaan hepatitis B dari pasien HBsAg karrier, yang berisi 22 nm HBsAg
partikel inaktif digabungkan dengan urea , pepsin, formaldehid dan pemanasan.
Vaksin ini telah sukses digunakan pada lebih dari ratusan juta individu dan
dikenal dengan istilah plasma –derived vaccine . Pada tahun 1982, dikembangkan
vaksin rekombinan yang di ekstrak dari DNA yeast atau sel mamalia yang dibuat
terinfeksi virus hepatitis B. Teknologi baru ini telah memungkinkan dibuatnya

18
vaksin dengan produksi tidak terbatas sehingga vaksin dapat digunakan secara
luas di seluruh dunia. 20

Sejak dikembangkan vaksin rekombinan hepatitis B tahun 1982, sebagian


besar otoritas kesehatan, termasuk World Health Organitation (WHO)
merekomendasikan penggunaan vaksin pada bayi baru lahir terutama yang lahir
4
dari ibu dengan HBsAg positif atau dari kelompok resiko tinggi. Bentuk
vaksinasi lainnya adalah vaksinasi pasif yang dikenal dengan nama
immunoglobulin hepatitis B (HBIG). HBIG ini merupakan bentuk anti-HBs yang
di ambil dari individu donor yang dalam plasmanya mengandung kadar anti-HBs
yang tinggi.28

Gambar 4. Contoh Vaksin Hepatitis B (kanan)29 & HBIG (kiri)28

Tabel 3. Kelompok resiko tinggi menurut AASLD.4

19
Gabungan vaksin Hepatitis B dengan Hepatitis B immunoglobulin (HBIG)
yang merupakan bentuk imunisasi pasif sering diberikan pada bayi baru lahir yang
lahir dari ibu dengan HBsAg positif. US Preventive Task Force (USPSTF)
merekomendasikan pemberian dosis pertama vaksin hepatitis B dan HBIG adalah
dalam 12 jam pertama kelahiran, sedangan Center for Disease Control (CDC)
menganjurkan pemberian vaksin hepatitis B dengan atau tanpa HBIG diberikan
segera setelah bayi lahir, kemudian dilanjutkan 1 dosis saat usia 1-2 bulan dan 1
dosis lagi pada saat 6-8 bulan. Dengan pemberian vaksin tersebut, antibodi yang
timbul guna melawan HBsAg yang disebut anti-HBs mendekati 100% pada anak
kecil dan hampir 95% pada dewasa muda.2,4,20

Tabel 4. Jadwal vaksinasi aktif dan pasif.7

Penelitian Beasley dkk menunjukkan pemberian HBIG dapat menurunkan


transmisi dari ibu HBsAg positif yang mencapai lebih dari 90% menjadi kurang

20
lebih 26% sedangkan ketika diganbungkan dengan vaksin, laju transmisi ibu-anak
menurun hingga hanya 2-7%.3

Cara pemberian vaksin adalah via injeksi intramuscular, dimana pada bayi
usia > 1 tahun dapat diberikan di region deltoid, sedangkan pada bayi usia < 1
tahun diberikan di region lateral paha. Vaksin hepatitis B dapat ditoleransi dengan
sangat baik, efek samping yang biasa ditemukan adalah bengkak dan kemerahan
di tempat suntikan sedangkan efek yang lebih sistemik seperti demam, nyeri
kepala, mual dan nyeri perut sangat jarang ditemukan. Satu-satunya kontraindikasi
pemberian vaksin adalah riwayat hipersensitivitas terhadap faksin tersebut atau
riwayat syok anafilaktik pada pemberian vaksin sebelumnya.20

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Osazuwa F, Ankiwe HC (2012). Risk of Mother to Child Transmision of


Hepatitis B among Children. Internasional Journal of Tropical Medicine 7
(1): 34-37
2. Navabakhsh B, Mehrabi N, Estakhri A, Mohamadnejad M, Poustchi H.
(2011). Hepatitis B Virus Infection during Pregnancy: Transmision and
Prevention. Middle East Journal of Digestive Disease Vol 3 No 2: 93-102
3. Bzowej NH. (2012). Optimal Management of the Hepatitis B Patient Who
Desires Pregnancy or Is Pregnant. Curr Hepatitis Rep 11: 82-89
4. Yogeswaran K, Fung SK. (2011) Chronic Hepatitis B in Pregnancy:
Unique Challenges and Opportunities. The Korean Journal of Hepatologi
17 :1-8
5. Adabara NU, Ajala OO, Momohjimoh A, Hashimu Z, Agabi AYV (2012).
Prevalence of Hepatitis B Virus among Women Attending Antenatal
Clinic in General Hospital, Minna, Niger State. Shiraz E-Medical Journal
Vol 13, No 1: 28-32
6. Ho V, Ho W. (2012). Hepatitis B in Pregnancy : Spesific issues and
Considiration. J Antivirals & Antiretrovirals Vol 4 (3): 51-59
7. Bohidir NP. (2012) Hepatitis B Virus Infection in Pregnancy. Hepatitis
Annual Journal :199-209.
8. Bzowej NH. (2010). Hepatitis B Therapy in Pregnancy. Curr Hepatitis
Rep 9: 197-204
9. Maternitiy Care in SA. (2011) Chapter 44 Hepatitis B in Pregnancy.
Government of South Australia :1-9
10. Eke AC, Eke UA, Okafor CI, Ezebialu IU, Ogbuagu C. (2011) Prevalence,
Correlates, Pattern of Hepatitis B Surface Antigen in Low Resource
Setting. Virology Journal 8: 1-12
11. World health organization. (2011) Viral hepatitis in the WHO south-east
asia region. India: 4.

22
12. Apuzzio J, et al (2012) Chronic Hepatitis B in Pregnancy: A workshop
Consensus Statement on Screening, Evaluation and Management, Part 1.
The Female Patient Journal Vol 37: 22-27
13. Han GR, Xu CL, Zhao W, Yang YF. (2012). Management of Chronic
Hepatitis B in Pregnancy. World Journal of Gastroenterology Vol 18 (33):
4517-4521
14. El-Sherif WT, Sayed SK, Afifi NA, El-amin H. (2012). Occult Hepatitis
among Egyptian Chronic Hepatitis C Patients and its Relation with Liver
Enzymes and Hepatitis B Markers. Life Science Journal 9 (2): 467-474
15. Samkomkamhang US, Lumbiganon P, Laopaiboon M. (2011). Hepatitis B
Vaccination during Pregnancy for Preventing Infant Infection (Review).
The Cochrane library (3):1-13.
16. Bety B. et al. (2010). National Hepatitis B Strategy 2010 – 2013.
Ministerial Advisory Committee on Blood Borne Viruses and Sexually
Transmissible Infections (MACBBVS): 1-21
17. Christensen PB, Clausen MR, Krarup H, Laursen AL, Schlichting P, Weis
N. (2011). Treatment for Hepatitis B virus (HBV) and Hepatitis C virus
(HCV) infection- Danish National Guidelines 2011. Danish Medical
jurnal: 1-11
18. Chowdhury SD, Eapen CE. (2012). Perinatal Transmission of Hepatitis B.
Hepatitis Annual Journal : 80-88
19. Petersen J. (2011). HBV Treatment and Pregnancy. Journal of hepatology
Vol 30.
20. Franco E, Bagnato B, Marino MG, Meleleo C, SerinoL, Zaratti L. (2012).
Hepatitis B : Epidemiology and Prevention in Developing Countries.
World Journal of Gastroenterology Vol 4 (3): 74-80
21. Martínez-Sernández V, Figueiras A. Central nervous system
demyelinating diseases and recombinant hepatitis B vaccination: a critical
systematic review of scientific production. [online]. 2012. [cited 2010].
Available from: http://multiple-sclerosis-
research.blogspot.com/2012_10_01_archive.html

23
22. Feitelson MA, Larkin JD. (2001). New Animal Models of Hepatitis B and
C. Institute for Laboratory Animal Research Vol 42 (2) :127-38
23. Poterucha JJ. Chronic viral hepatitis. In: hauser SC, Pardi DS, poterucha
JJ. Mayo clinic gastroenterology and hepatology broad review. USA:
Mayo clinic scientific and informa healthcare USA Inc. 2008; p. 296-7.
24. Zhang SL, Yue YF, Bai GQ, Shi L, Jiang H. (2004). Mechanism of
intrauterine infection of hepatitis B virus. World Journal of
Gastroenterology Vol 10(3):437-438
25. Liu SR, Weng HB, Wu J, Zhang ZD, Zeng YM, et al. (2011) Relationship
between intrauterine infection and the gene polymorphism of DC-
SIGN/DCSIGNR in the pregnant women of HBV positive. Zhonghua Shi
Yan He Lin Chuang Bing Du Xue Za Zhi 25: 331-333.
26. Pandipati S, Gibbs RS. Transplacentally acquired microbial infection in
the fetus. In: Reece EA, Hobbins JC Editors. Clinical Obstetrics the fetus
& mother. 3rd Ed. Blackwell publishing. 2007; p. 276-7, 279.
27. Sookoian S. (2006). Liver Disease During Pregnancy: Acute viral
hepatitis. Annals Of Hepatology Vol 15(3):231-36
28. Nabi Biopharmaceuticals. Hepatitis B immune globulin (human) [online].
2012. [cited 2010]. Available from: http://www hepatitis-b-immune-
globulin-human.html
29. Biofarma. Hepatitis B Vaccine Recombinant [online]. 2012. [cited 2010].
Available from: http://www hepatitis-b-immune-globulin-human.html

24

Anda mungkin juga menyukai