Anda di halaman 1dari 10

PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN

MENGGUNAKAN MINI PLAT


(Laporan dua kasus)

Emmy Pramesthi D.S., Muhtarum Yusuf

Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok


Bedah Kepala dan Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya

PENDAHULUAN
Trauma wajah merupakan LAPORAN KASUS
kasus yang sering terjadi, Kasus Pertama
menimbulkan masalah pada medis dan Tn. P berusia 31 tahun berasal
kehidupan sosial. Meningkatnya dari Flores datang ke poli THT-KL
kejadian tersebut disebabkan pada bulan Agustus 2008 dengan
bertambahnya jumlah kendaraan keluhan sulit mengunyah sejak
bermotor yang dapat menyebabkan mengalami kecelakaan lalu lintas yang
terjadinya kecelakaan lalu lintas.1 terjadi satu bulan sebelum ke RSUD
Trauma tumpul yang cukup keras Dr. Soetomo. Sulit membuka mulut,
merupakan etiologi dari trauma nyeri kepala sisi kiri, makan bubur
tersebut. Trauma merupakan urutan halus masih bisa. Tidak ada keluhan
keempat penyebab kematian, dapat pada telinga, hidung dan tenggorok.
terjadi pada semua usia terutama 1-37 Penglihatan kiri menghilang sejak
tahun. Hampir 50% di Amerika Serikat kecelakaan lalu lintas tersebut. Lengan
disebabkan oleh kecelakaan lalu bawah kanan mengalami patah tulang
lintas.2 dan sudah mendapat penanganan dari
Maksila atau rahang atas rumah sakit setempat setelah
merupakan tulang berpasangan. kecelakaan berlangsung. Tidak
Maksila memiliki sepasang rongga terdapat riwayat penurunan kesadaran
berupa sinus maksilaris, ke atas sesaat ataupun setelah kecelakaan.
berhubungan dengan tulang frontal dan Pada pemeriksaan fisik
tulang nasal, ke lateral dengan tulang didapatkan keadaan umum cukup,
zygoma dan inferior – medial pada kesadaran komposmentis, tidak
prosesus frontalis maksila. Maksila didapatkan anemi, ikterus, sianosis dan
merupakan tulang yang tipis, pada sesak. Tanda vital dalam batas normal.
bagian lateral lebih tebal dan padat, Pada pemeriksaan telinga dalam batas
pada bagian ini disangga oleh normal. Hidung terdapat deformitas
zygomatikomaksilari.1 kiri. Tenggorok terdapat trismus 2cm,
Dewasa ini di Indonesia mulai maloklusi, tonsil dan faring dalam
berkembang bedah plastik rekonstruksi batas normal. Pada inspeksi wajah
dan kepala leher di bidang THT-KL didapatkan deformitas pada regio
termasuk di antaranya penanganan frontalis dan zygoma kiri. Kelopak
trauma pada maksilofasial. Pada mata kiri tidak dapat membuka
makalah ini akan dilaporkan dua kasus (ptosis), penglihatan kanan masih baik
trauma maksilofasial yang meliputi sedangkan kiri sama sekali tidak dapat
diagnosis dan penatalaksanaannya. melihat.

Dilakukan pemeriksaan penunjang. thorak dalam batas normal, foto nasal


Laboratorium dalam batas normal, foto terdapat fraktur tulang nasal (gambar
1). Dilakukan CT scan 3 dimensi sinus maksilaris kanan/kiri dan septum
didapatkan multipel fraktur pada nasi, displacement septum nasi ke
tulang zygoma, tulang frontal, atap dan kanan, retensi kista sinus maksilaris
dinding medial orbita kiri, tulang nasal, kanan, sinusitis maksilaris kiri dan
dinding anterior-medial dan lateral ptisis bulbi kiri (gambar 2, 3 dan 4).

Gambar 1. Foto nasal tampak fraktur tulang nasal

Gambar 2. CT scan 3 dimensi tampak fraktur tulang frontal, dinding medial orbita kiri
Gambar 3. CT scan kepala lateral kiri tampak displacement septum nasi

Gambar 4. CT scan kepala tampak ptisis bulbi kiri


dilakukan desinfeksi lapangan operasi
Dilakukan konsultasi ke dibuat gambar tempat irisan di atas
departemen mata untuk ptisis bulbi tempat fraktur dengan metilen biru.
kiri, didapatkan visus mata kanan 6/6 Pada tempat gambar rencana irisan
sedangkan mata kiri 0, direncanakan diinfiltrasi dengan lidokain efedrin.
operasi bersama untuk dilakukan Dibuat irisan sesuai garis lipatan kulit,
conjunctival flap sebagai persiapan periosteum dipisahkan dengan rush
pemasangan bola mata palsu 2 bulan kemudian dilakukan refraktur pada
setelah operasi. tulang zygoma dan frontal. Dilakukan
Pada tanggal 11 September pemasangan mini plat dan difiksasi
2008 dilakukan operasi rekonstruksi. dengan sekrup, luka operasi ditutup.
Pada fraktur frontal dan zygoma Rekonstruksi tulang nasal kiri dengan
dilakukan refrakturisasi, rekonstruksi osteotomi medial dan lateral dengan
tulang nasal dilakukan osteotomi. pembuatan incisi di interkartilago
Dilanjutkan pembuatan conjuntival septum nasi, refraktur tulang nasal
flap oleh sejawat mata. kemudian diangkat dan difiksasi
Teknik operasi rekonstruksi dengan pemasanganan tampon anterior
adalah sebagai berikut, setelah pada kavum nasi kiri.
Gambar 5. Refraktur, reposisi dan pemasangan plat

Setelah operasi penderita dirawat di biasa. Luka operasi mengering tidak


ruangan THT-KL. Pengobatan yang tampak tanda infeksi. Pada hari ke lima
diberikan yaitu Ampisilin Sulbaktam 3 tampon anterior dilepas, penderita
x 1.5 gram, ketorolac 3 x30 mg, statrol tidak didapatkan buntu hidung. Hari
tetes mata 3 x 2 tetes, diet bubur halus ketujuh jahitan dibuka dan hari ke
dan perawatan luka operasi tiap hari delapan diperbolehkan pulang.
dengan salep gentamisin dan ditutup Satu minggu setelah keluar
kasa steril. rumah sakit penderita kontrol, kondisi
Selama perawatan di ruangan makin membaik tidak didapatkan
penderita mengalami perbaikan, 2 hari maloklusi , makan minum lancar,
pasca operasi trismus menghilang bicara tidak sulit, tidak didapatkan
sehingga diet bubur halus dapat diubah tanda infeksi pada luka bekas operasi,
secara bertahap menjadi diet nasi dan tidak didapatkan buntu hidung
.

Gambar 6. Foto penderita sebelum operasi (a) dan 1 minggu pasca operasi
Kasus Kedua

Tn. IM berusia 15 tahun berasal dari


Bangkalan datang ke IRD RSUD Dr.
Soetomo Surabaya pada tanggal 30
Desember 2008 rujukan dari dokter
spesialis THT-KL setempat untuk
penanganan fraktur maksilofasial lebih
lanjut setelah mengalami kecelakaan
lalu lintas 4 hari sebelumnya saat
penderita mengendarai sepeda motor.
Tidak ada riwayat pingsan, mimisan
beberapa saat setelah kecelakaan
berlangsung, penglihatan baik, tidak Gambar 7. Foto waters tampak adanya
ada trismus, tidak ada keluhan pada fraktur dan hematosinus maksilaris kiri
telinga dan tenggorok.
Dari pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang lainnya
didapatkan telinga, hidung dan berupa CT Scan kepala irisan aksial
tenggorok dalam batas normal. Pada tanpa kontras (fokus pada sinus
pipi kiri terdapat deformitas, tidak paranasalis) dengan kesimpulan fraktur
didapatkan hematom dan nyeri. dasar orbita kiri dan dinding anterior
Dilakukan pemeriksaan sinus maksilaris kiri disertai penebalan
penunjang foto waters pada 30 mukosa rongga hidung kanan kiri.
Desember 2008 didapatkan fraktur Pemeriksaan laboratorium dalam batas
dasar orbita kiri, dinding medial dan normal
lateral sinus maksilaris kiri,
hematosinus maksilaris kiri.
.

Gambar 8. CT Scan kepala Tn. IM tampak fraktur pada dinding anterior sinus
maksilaris kiri
Pada tanggal 6 Januari 2009 selesai dilakukan penjahitan lapis demi
dilakukan operasi. Teknik operasi lapis.
sebagai berikut, desinfeksi lapangan
operasi dengan povidon iodine 10%
lapangan operasi dipersempit dengan
kain steril. Membuat gambar irisan Pasca operasi penderita dirawat
tepat dibawah pelipatan palpebra di ruang THT-KL dengan mendapat
inferior kiri dengan metilen biru, terapi ampicilin sulbaktam 3x 1.5
infiltrasi dengan lidokain efedrin dan gram, ketorolac 3x1 ampul, rawat luka.
dilanjutkan dengan irisan sesuai Pada hari kedua luka operasi baik tidak
dengan lipatan kulit. Irisan diperdalam didapatkan tanda infeksi, penderita
lapis demi lapis mencapai periosteum diperbolehkan pulang. Kontrol satu
mencapai fragmen fraktur. Fragmen minggu pasca operasi untuk melepas
fraktur direposisi dan dilakukan fiksasi jahitan. Saat kontrol luka operasi
dengan mini plat. Setelah fiksasi kering, tidak didapatkan nyeri maupun
tanda-tanda infeksi.

Gambar 9. Teknik operasi dengan incisi pada pelipatan palpebra inferior

Gambar 10. Foto penderita Tn.IM sebelum operasi dan 1 minggu pasca operasi
PEMBAHASAN

Pembagian pola trauma wajah pertama prosesus frontal maksila, tulang


kali diungkapkan oleh Rene Le Fort lakrimal, lamina papirasea,
pada 1901, melaporkan penelitian pada sinus ethmoid dan fisura
jenazah yang mengalami trauma orbitalis inferior.
tumpul. Disimpulkan terdapat pola
prediksi fraktur berdasarkan kekuatan Pembagian bentuk fraktur dapat
dan arah trauma. Terdapat tiga juga disebut sebagai komplit,
predominan tipe yaitu Le Fort I – inkomplit, hemi Le Fort atau hanya
III.3,4,5 berdasar lokasi spesifik seperti fraktur
maksila secara khusus disebut fraktur
1. Fraktur Le Fort I (fraktur maksila medial, sagital atau para
Guerin, transversal ) sagital fraktur palatum durum.2 Trauma
wajah jarang muncul hanya dalam satu
Garis fraktur pada maksila klasifikasi saja namun dapat berupa
bagian bawah dapat kombinasi tipe fraktur, tapi
memisahkan palatum dari penggolongan menurut Le Fort ini
korpus maksila. Bila komplit masih dapat digunakan sebagai
garis fraktur dapat meliputi pertimbangan dan komunikasi.3,4,5
septum nasi bagian bawah, Pada kasus pertama didapatkan
dasar hidung, bagian lateral gambaran mendekati Le fort III, yaitu
apertura piriformis, fosa terdapat multipel fraktur pada tulang
kanina, dasar sinus maksilaris zygoma, tulang frontal, atap dan
dan dinding anterolateral dinding medial orbita kiri, tulang nasal,
maksila. dinding anterior-medial dan lateral
2. Fraktur Le Fort II (piramidal) sinus maksilaris kanan/kiri dan septum
nasi, displacement septum nasi ke
Merupakan 35-55% dari fraktur
kanan, retensi kista sinus maksilaris
maksilofasial, arah dapat juga
kanan, sinusitis maksilaris kiri dan
dari horizontal. Bila komplit
ptisis bulbi kiri. Sedangkan pada kasus
garis fraktur pada tulang nasal,
kedua fraktur hanya pada dinding
prosesus frontalis maksila,
anterior sinus maksilaris kiri saja. Hal
tulang lakrimal, daerah infra
ini sesuai dengan kepustakaan bahwa
orbita (mendekati garis sutura
fraktur maksilofasial tidaklah selalu
zygomatiko maksilaris) dan
harus sesuai dengan tipe Le Fort
lateral inferior dinding sinus
tertentu.
maksilaris.
Diagnosis fraktur maksilofasial
3. Le Fort III (craniofacial
ditegakkan secara klinis ditunjang oleh
disjunction)
pemeriksaan lainnya. Fraktur maksila
Merupakan tipe terberat karena sulit terlihat secara jelas dengan
dapat memisahkan bagian pemeriksaan radiologi biasa tapi
bawah maksila dengan basis mudah terlihat melalui CT scan
kepala, namun tipe ini jarang kraniofasial potongan koronal dan
dijumpai sekitar 5-15%. Arah aksial. CT scan sangat dibutuhkan
trauma dapat oblik maupun khususnya untuk daerah orbita.
horizontal. Bila komplit garis Pemeriksaan radiologi biasa yang
fraktur terletak pada sisi atas masih dapat digunakan adalah Waters,
hidung (sutura fronto nasal) skull lateral.3
yaitu fraktur tulang nasal,
Pada kedua penderita ini diagnosis tulang maksila dengan oteotomi.
ditegakkan dengan pemeriksaan klinis Prosedur ini dilakukan melalui insisi
ditunjang dengan radiologi yaitu foto interkartilago atau hemitranfiksi,
nasal, waters, CT scan kepala setelah undermining dilakukan
didapatkan multipel fraktur pada osteotomi medial dan lateral melalui
tulang zygoma, tulang frontal, atap dan irisan tersebut dengan menggunakan
dinding medial orbita kiri, tulang nasal, osteotom. 9,10
dinding anterior-medial dan lateral Pada kasus pertama dilakukan
sinus maksilaris kanan/kiri dan septum osteotomi untuk koreksi piramid
nasi, displacement septum nasi ke hidung, setelah itu dilakukan koreksi
kanan, retensi kista sinus maksilaris septum dengan menggunakan forsep.
kanan, sinusitis maksilaris kiri dan Untuk stabilisasi dipasang tampon pita
ptisis bulbi kiri. Sedangkan pada kasus kemisetin sebagai fiksasi internal,
kedua tampak adanya fraktur didinding tampon dilepas pada hari kelima.9
sinus maksilaris dan hematosinus. Maloklusi dapat muncul pada
Penggunaan mini plat pada berbagai bentuk Le Fort, biasanya
pembedahan fraktur maksilofasial disebabkan karena oklusi gigi molar
sudah banyak dilakukan di negara yang tidak sempurna. Epistaksis dapat
maju karena dapat memberikan fiksasi disebabkan robekan mukosa sinus
stabil, namun terdapat kendala karena maksilaris, dasar hidung, bagian bawah
saat ini harga plat yang relatif mahal septum hidung pada Le Fort I-II dan
sehingga penggunaannya masih septum hidung bagian atas pada Le
4,6
selektif bagi yang mampu. Plat Fort III.2
difiksasi pada tulang menggunakan Pada kasus pertama setelah
screw yang masing-masing operasi maloklusi menghilang, koreksi
ditempatkan pada poin fiksasi tulang. refraktur tulang zygoma dan
Tujuan pemasangan plat adalah untuk pemasangan plat ternyata juga
fiksasi stabil setelah mengembalikan memperbaiki oklusi gigi molar
ke posisi anatomi sesungguhnya.7 penderita. Pada kasus kedua epistaksis
Pada kedua kasus ini digunakan disebabkan robekan mukosa sinus
miniplat dan screw untuk fiksasi pada maksilaris sesuai dengan tempat
fraktur tulang zygoma dan dinding fraktur dan menyebabkan hematosinus.
anterior sinus maksilaris kiri. Sekitar 5% trauma kepala dapat
Pada fraktur tulang hidung menyebabkan kerusakan pada N.
sering terjadi deviasi piramid hidung Optikus dan robekan bola mata yaitu
disertai deviasi septum. Keadaan ini pada fraktur wajah bagian tengah
membutuhkan penanganan khususnya daerah nasofrontal,
septorinoplasti. Deviasi diatasi dengan terutama pada Le Fort III. Keluhan
septoplasti dan deviasi piramid dengan gangguan penglihatan pada penderita
dengan osteotomi. Tindakan ini haruslah mendapat perhatian dan
dilakukan bila sudah terjadi kalsifikasi penanganan segera untuk menghindari
atau sudah lebih dari 2 minggu.8 Hal kebutaan pada penderita.10
ini disebabkan sudah terjadi kalsifikasi Pada kasus pertama didapatkan
(bone healing), dimulai pada minggu visus kanan normal dan visus kiri O,
2-3 setelah trauma berlangsung.9 Agar hal ini dialami sejak kecelakaan
dapat dilakukan reposisi tulang berlangsung. Oleh sejawat mata
piramid hidung, tulang hidung harus dilakukan flap kunjungtiva sebagai
dilepaskan dari tulang frontal dan persiapan pemasangan bola mata palsu.
KESIMPULAN 6. Dodson TB, Jafek WB. Zygomatic,
maksillary and orbital fractures. In:
Telah dilakukan penangana terhadap Jafek WB, Murrow WB eds. ENT
dua kasus trauma maksilofasial. Pada Secrets 3rd ed. Elsevier.
kasus pertama penanganan lebih dari Philadelphia; 2005: 334-340
dua minggu setelah kecelakaan
berlangsung dilakukan refraktur , 7. Kellman MR, Tatum AS. Complex
reposisi dan pemasngan mini plat. facial trauma with plating. In:
Didapatkan hasil baik dengan squale Bailey JB, Johnson TJ eds. Head
pada mata. Pada kasus kedua and Neck Surgery -
th
penanganan kurang dari dua minggu Otolaryngology. 4 ed. Lippincott
setelah kecelakaan, dilakukan reposisi Williams & Wilkins. Philadelphia;
dan pemasangan mini plat. Didapatkan 2006 : 1027-1044
hasil baik.
8. Trimartani. Tekhnik
septorinoplasti. Disampaikan
dalam: Simposium Nasional dan
DAFTAR PUSTAKA KuRSUDs-Demo Rinotomi
Lateral, Maksilektomi dan
1. Stack CB, Ruggiero PF . Maxillary
Septorinoplasti. Malang; 2006
and periorbiatal fractures. In:
Bailey JB, Johnson TJ, eds. Head 9. Prein J. Manual of Internal
and Neck Surgery - Fixation in the Cranio-Facial
Otolaryngology. 4th ed. Lippincott Skeleton. Springer-Verlag.Berlin
Williams & Wilkins. Philadelphia; Heidelberg, New York; 1998
2006 : 975-993
10. Lore MJ, Klotch WD. Fracture of
2. Arden R, Nathog HR. Maxillary facial bones. In: Lore MJ, Medina
fractures. In: Paparella M, EJ eds. An Atlas of Head & Neck
Shumrick AD, eds. Otolaryngology Surgery. 4th ed. Elsevier Inc.
Plastic and Reconstructive Surgery Philadelphia; 2005: 595-652
and Interrelated Diciplines. 3rd ed.
WB Saunders Company.
Philadelphia; 1991: 2927-2938
3. SJ Mathes ed. Facial fracture. In:
Plastic Surgery Vol.3, 2nd ed.
Elsevier Inc.Philadelphia; 2006:
229-255
4. Murr HA. Maxillofacial trauma. In:
Lalwani KA ed. Current Diagnosis
and Treatment in Otolaryngology
Head and Neck Surgery. 2nd ed.
Lange Mc Graw Hill. New York;
2003: 203-213
5. Thornton FJ, Talavera F, Garza RJ
eds. Facial Trauma, maxillary and
Le fort fractures. E medicine. Last
update June 8, 2006. Accesed 9-20-
2008

Anda mungkin juga menyukai