Anda di halaman 1dari 71

TUTORIAL

SKENARIO 1 BLOK 14
Drg.Amy Nindia Carabelly,M.Si

-Kelompok 9-
ANGGOTA :

1. Dewi Retno Wahyu W I1D115009


2. Adiani Fauzana Kaafi I1D115001
3. Naomi Bernadeth S.P I1D115030
4. Elsha Hardayanti A. I1D115053
5. Diyah Ayu Rizki T.D I1D115210
6. Chintya Dewi Styo Ningrum I1D115050
7. Sulfirdayanti Alfiani I1D115067
8. Ghina Ulya Rifdayanti I1D115013
9. Gabila Auliana I1D115217
10.Nadya Islami I1D115027
11.Norliana Afrianti I1D115230
SKENARIO 1
Saya kesulitan mengunyah pasca kecelakaan

Pasien datang dengan keluhan terasa ada hambatan saat


membuka mulut dan timbul nyeri pada daerah dekat telinga kiri
saat membuka mulut disertai perubahan gigitanterbuka disisi
sebelah kiri. Pasien mengalami hal tersebut sejak satu minggu
yang lalu setelah terjatuh dari sepeda motor dan terbentur pada
dagu bawah sebelah kanan. Pasien juga mengeluhkan tidak dapat
menggerakkan rahang bawah ke kanan.
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS
MASALAH
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MASALAH

1. Apa yang menimbulkan rasa nyeri saat membuka mulut?


Benturan dari arah dagu bawah sebelah kanan pasien menyebabkan fraktur atau cedera
pada condylus sebelah kiri hingga otot yang berinsersio pada regio tersebut mengalami
ganguan pula.

2. Mekanisme yang menyebabkan gigitan terbuka?


Adanya fraktur condylus sebelah kiri menyebabkan otot yang berinsersio pada regio tersebut
yang berfungsi sebagai otot membuka maupun menutup mulut(M.Temporalis,dll) terganggu
fungsinya sehingga salah satu dampaknya adalah terjadinya gigitan terbuka.
3. Apa ada hubungan rasa nyeri dan gigitan terbuka dengan keluhan pasien yang tidak bisa membuka
mulut ?

Ada. Rasa nyeri, gigitan terbuka serta keadaan tidak bisa membuka mulut sama-sama
dikarenakan keadaan yang terganggu pada regio condylus sinistra beserta otonya.

4. Apakah penanganan pertama yang dapat diberikan serta komplikasi ?


Analgesik, tehknik ABCDE, serta salah satu komplikasinya adalah malnutrisi.

5. Apakah diagnosa dari keluhan pasien tersebut?


Fraktur Mandibula Condylar Unilateral Sinistra.
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MASALAH

6. Merasa terasa nyeri di sebelah kiri sedangkan yang terbentur adalah sebelah kanan?
Karena keadaan anatomis tulang dari condylus lebih tipis daripada simfis, sehingga apabila
dagu dari daerah yang beserangan cedera akan mempengaruhi keadaan condylus daerah
berlawanan.

7. Apakah penanganan yang diberikan setelah mengetahui diagnosanya?


-IMF
-Pemeriksaan Penunjang : Foto rontgen, CT-Scan dan MRI

8. Bagaimanakah prognosisnya?
Tergantung pada banyaknya daerah atau regio yang terkena benturan. Semakin sedikit
daerah yang cedera maka semakin baik prognosisnya.
PROBLEM TREE
PROBLEM TREE

Pasien datang dengan keluhan :


-Rasa nyeri di dekat telingan sebelah kiri
-Ada hambatan saat membuka mulut SOAP
-Gigitan yang terbuka
-Tidak bisa menggerakan dagu ke sebelah kanan

Fraktur Mandibula Condylar


Unilateral Sinistra

Definisi
Penatalaksanaan
Klasifikasi
Pemeriksaan
Etiologi Penunjang

Epidemiologi Prognosis

Patogenesis
Komplikasi
SASARAN BELAJAR
SASARAN BELAJAR

Semua point yang ada di Problem Tree


SINTESIS
SOAP
SOAP

SUBJECTIVE
Mendapatkan riwayat yang adekuat dari korban trauma adalah sulit karena
biasanya mereka tidak mampu memberi respon dengan baik. Keadaan tidak sadar (koma),
syok, amnesia, dan intoksikasi merupakan hambatan yang sering terjadi dalam menjalin
komunikasi dengan pasien. Sumber terbaik yang dapat dipergunakan adalah keluarga dekat
yang menemaninya, temannya, PPPK, polisi, pekerja pada UGD. Tanggal, waktu, tempat
kejadian, dan peristiwa khusus dicatat.

Lima pertanyaan yang harus diketahui untuk mengetahui riwayat penyakit pasien penderita
fraktur maksilofasial ialah:

1. Bagaimana kejadiannya?
2. Kapan kejadiannya?
3. Spesifikasi luka, termasuk tipe objek yang terkena, arah terkena, dan alat
yang kemungkinan dapat menyebabkannya?
4. Apakah pasien mengalami hilangnya kesadaran?
5. Gejala apa yang sekarang diperlihatkan oleh pasien, termasuk nyeri, sensasi,
perubahan penglihatan, dan maloklusi?
SOAP

SUBJECTIVE
Evaluasi menyeluruh pada sistem, termasuk informasi alergi,
obat-obatan, imunisasi tetanus terdahulu, kondisi medis, dan pembedahan
terdahulu yang pernah dilakukan. Jejas pada sepertiga wajah bagian atas
dan kepala biasanya menimbulkan keluhan sakit kepala, kaku di daerah
nasal, hilangnya kesadaran, dan mati rasa di daerah kening. Jejas pada
sepertiga tengah wajah menimbulkan keluhan perubahan ketajaman
penglihatan, diplopia, perubahan oklusi, trismus, mati rasa di daerah
paranasal dan infraorbital, dan obstruksi jalan nafas. Jejas pada sepertiga
bawah wajah menimbulkan keluhan perubahan oklusi, nyeri pada rahang,
kaku di daerah telinga, dan trismus.
SOAP

OBJECTIVE
Pemeriksaan klinis dilakukan diseluruh wajah yang
terlihat, meliputi mandibula, maksila, Krista
zigomatikoalveolaris, cincin orbita, sutura frontozigomatikus,
prosesus zigomatikus, atap orbita,, hidung, telinga, daerah
sendi rahang, dan keseluruhan daerah intraoral.
SOAP

OBJECTIVE
1. Pemeriksaan leher dan kepala
Merupakan pemeriksaan awal dan sering kali sangat bermanfaat.
Luka-luka pada wajah dicatat mengenai lokasi, panjang, kedalaman dan
kemungkinan terlibatnya struktur dibawahnya seperti arteri, saraf, dan
glandula saliva.
Edema fasial diobservasi, dan dievaluasi karena ini bisa
merupakan tempat yang terkena benturan/ trauma atau merupakan tanda
adanya kerusakan struktur dibawahnya misalnya hematom, fraktur atau
keduanya, setiap deformitas tulang yang nyata, perdarahan atau
kebocoran cairan serebrospinal hendaknya dicatat.
Palpasi secara hati-hati dimulai dari bagian belakang kepala dan
cranium diselidiki akan adanya luka serta injuri tulang. Kemudian jari-jari
dirabakan pelanpelan diatas tulang zigomatik dan lengkungnya, dan
disekeliling pinggiran orbita. Tempat-tempat yang terasa lunak, deformitas
step, dan mobilitas yang tidak normal hendaknya diperhatikan.
SOAP

OBJECTIVE
2. Pemeriksaan syaraf-syaraf cranial
Nervus cranialis (III, IV, V, VI,VII) dites untuk
mengetahui apakah terjadi palsi, dapatkah pasien mengangkat
alis dan meretraksi sudut mulut, apakah bola mata bisa
bergerak bebas, dan apakah pupil bereaksi terhadap sinar.
Apabila bila pasien sadar, penglihatan diuji pada
masing-masing mata. Kemudian pasien diminta mengikuti jari
dokter klinik dengan matanya dan diminta memberi tahu jika
terjadi diplopia (penglihatan dobel). Dan dibuat catatan kalau
terjadi perubahan ukuran pada kedua pupil, dan reflex
terhadap cahaya juga harus diuji.
SOAP

OBJECTIVE
3. Pemeriksaan wajah bagian tengah
Pemeriksaan regio atas dan tengah wajah dipalpasi untuk melihat
adanya kerusakan di daerah sekitar kening, rima orbita, area nasal atau
zigoma. Penekanan dilakukan pada area tersebut secara hati-hati untuk
mengetahui kontur tulang yang mungkin sulit diprediksi ketika adanya
edema di area tersebut. Untuk melihat adanya fraktur zigomatikus
kompleks, jari telunjuk dimasukan ke vestibula maksila kemudian palpasi dan
tekan kearah superior lateral. Jaringan lunak yang menutupi digeser dan
sutura dipalpasi apakah terjadi kelainan atau tidak. Cincin infraorbitali
dipalpasi dari medial ke lateral untuk mengevaluasi sutuira
zygomaticomaxillaris.
Bagian-bagian yang mengalami nyeri tekan dan baal akan dicatat,
karena hal ini menunjukkan adanya fraktur atau cedera pada syaraf. Arkus
zigomatikus dipalpasi bilateral dan diamati apakah terdapat tanda-tanda
asimetri dari aspek posterior atau superior. Vestibulum nasi juga diperiksa
karena bisa terjadi pergeseran septum dan adanya perdarahan arau cairan.
SOAP

OBJECTIVE
4. Pemeriksaan Mandibula
Lokasi mandibula terhadap maksila dievaluasi apakah tetap
digaris tengah, terjadi pergeseran lateral atau inferior. Pergerakan
mandibula juga dievaluasi dengan cara memerintahkan pasien
melakukan gerakan-gerakan tertentu, dan apabila ada penyimpangan
dicatat. Kisaran gerak dievaluasi pada semua arah dan jarah
interinsisal dicatat.
Apabila ada meatus acusticus externus penuh dengan darah
dan cairan, jari telunjuk dapat dimasukkan dengan telapak mengarah
ke bawah dan kedepan untuk melakukan palpasi terhadap caput
condylus pada saat istirahat dan bergerak. Pada fraktur subcondylus
tertentu, bisa dijumpai adanya nyeri tekan yang amat sangat atau
caput mandibula tidak terdeteksi. Tepi inferior dan posterior
mandibula dipalpasi mulai dari processus condylaris sampai ke
symphisis mandibula.
SOAP

OBJECTIVE
Pemeriksaan mandibula dengan cara palpasi ekstraoral semua area
inferior dan lateral mandibula serta sendi temporomandibular. Pemeriksaan
oklusi untuk melihat adanya laserasi pada area gingiva dan kelainan pada
bidang oklusi. Untuk menilai mobilisasi maksila, stabilisasi kepala pasien
diperlukan dengan menahan kening pasien menggunakan salah satu tangan.
Kemudian ibu jari dan telunjuk menarik maksila secara hati-hati untuk
melihat mobilisasi maksila.
SOAP

OBJECTIVE
5. Pemeriksaan mulut
Oklusi adalah hal pertama dilihat secara intraoral, dataran oklusal
dari maksila dan mandibula diperiksa continuitas, dan adanya step deformitas.
Bagian yang giginya mengalami pergerakan karena trauma atau alveoli yang
kosong karena gigi avulsi juga dicatat. Apabila pasien menggunakan protesa,
maka protesa tersebut harus dilepas dan diperiksa apakah ada kerusakann
atau tidak. Jaringan lunak mulut diperiksa dalam kaitannya dengan luka,
kontinuitas, abrasi, ekimosis, dan hematom. Lidah disisihkan, sementara itu
dasar mulut dan orofaring diperiksa, apakah terdapat serpihan-serpihan gigi,
restorasi, dan beku darah. Arkus zygomatikus dan basisnya dipalpasi bilateral.
Maksila harus dicoba digerakkan dengan memberi tekanan pada prosesus
alveolaris sebelah anterior dengan tetap menahan kepala. Dan gigi-gigi dan
prosesus alveolaris dipalpasi untuk mengetahui nyeri tekan atau mobilitas.
SOAP

Tanda-tanda Fraktur

Tanda-tanda atau gejala fraktur yang dapat dibedakan menjadi tanda


fraktur yang pasti (definitif) dan tanda yang tidak pasti. Tanda fraktur yang
pasti menunjukkan bahwa memang pasti terdapat fraktur, sedangkan tanda
fraktur yang tidak pasti menunjukkan bahwa ada kemungkinan terdapat
fraktur, namun harus dilakukan pemeriksaan lanjutan lagi.
SOAP

Tanda-tanda fraktur yang pasti

· Dislokasi, misalnya pada fraktur zigomatik terlihat perubahan kontur


muka. Kontur muka pada bagian yang mengalami fraktur terlihat lebih
cekung. Pada fraktur hidung juga terlihat displacement dengan jelas berupa
perubahan kontur dari hidung.
· Pergerakan yang tidak normal dari hidung
· Krepitasi
· Tampak fragmen patahan dari tulang.

Tanda-tanda fraktur yang tidak pasti

· Rasa sakit
· Pembengkakan, hematoma.
· Gangguan fungsi (function laesa), misalnya trismus, gangguan saat
menelan, ataupun bicara
· Maloklusi
· Parastesi, misalnya pada daerah persyarafan n.alveolaris inferior pada
fraktur mandibula dan pada daerah persyarafan n.orbitalis pada fraktur
wajah.
DEFINISI
DEFINISI

Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibular.


Hilangnya kontinuitas rahang bawah (mandibula) diakibatkan karena trauma
pada wajah ataupun keadaan patologis yang dapat berakibat fatal bila tidak
ditangani dengan benar.

Tipe injuri, arah dan besarnya trauma menjadi faktor utama


penyebab faktur maksilofasial. Sedangkan fraktur mandibula bisa terjadi pada
kondilus, ramus, angulus, basis, simpisis, alveolar dan yang paling jarang
adalah fraktur pada procesuss koronoideus.

Menurut Widell (2001) fraktur mandibula sering terjadi karena tulang


mandibula memiliki korteks yang tebal dan relative pipih dan berbentuk
seperti tapal kuda, sehingga mudah patah

Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol I. No 2. September 2016 : 191 - 196


ETIOLOGI
ETIOLOGI

Penyebab sebagian kecil dari fraktur mandibula adalah dari


dalam yang disebabkan oleh keadaan patologi dari tulang itu sendiri
seperti kista, tumor tulang, osteomielitis. Sedangkan yang terbanyak
adalah jejas dari luar dengan persentase seperti berikut :

• Kecelakaan lalu lintas 43%


• Perkelahian 7%
• Kecelakaan kerja 34%
• Jatuh 7%
• Kecelakaan olahraga 4%
• Penyebab lain 5%

Sari Caka Cindera. Prevalensi pasien fraktur mandibula yang dirawat di RSUD Malang. Universitas Jember. 2012
EPIDEMIOLOGI
EPIDEMIOLOGI

Fraktur maxillo-facial dan fraktur mandibula lebih


sering terjadi pada remaja daripada anak-anak. Hal ini
disebabkan oleh karena perbedaan struktur tulang facial pada
anak dan remaja.

Mandibula sedang mengalami perkembangan bersifat


lebih kenyal, dan ukuran mandibula lebih kecil dibanding
cranium dan tulang dahi sehingga dapat menjaga dari fraktur.

Penderita yang sering mengalami fraktur didominasi


oleh anak laki-laki, insiden terjadinya fraktur meningkat secara
bertahap dari bayi sampai umur 16 tahun

Stomatognatic (J.K.G. Unej) Vol. 7 No. 1 2010 : 22-25


KLASIFIKASI
Menurut Banyaknya Regio Yang Fraktur

Menurut Ada Tidaknya Gigi Pasien

Menurut Penyebab Terjadinya Fraktur

Menurut Hubungan dengan Jaringan Ikat Sekitarnya

Menurut Lokasi Anatomis

Menurut lokasi fraktur di condylus


KLASIFIKASI

Menurut banyaknya regio yang fraktur :

1. Fraktur Unilateral
Fraktur ini biasanya hanya tunggal, tetapi kadang terjadi lebih dari
satu fraktur yang dapat dijumpai pada satu sisi mandibula.

2. Fraktur Bilateral
Terjadi dari suatu kombinasi antara kecelakaan langsung dan tidak
langsung. Fraktur ini umumnya akibat mekanisme yang meyangkut angulus
dan bagian leher kondilar yang berlawanan atau daerah gigi kaninus dan
angulus yang berlawanan.

Laub D, R. Facial Trauma, Mandibular Fractures. (2009)


KLASIFIKASI

(Lanjutan…..)

3. Fraktur Multipel
Gabungan dari kecelakaan langsung dan tidak langsung dapat
menimbulkan terjadinya fraktur multiple . Pada umumnya fraktur ini terjadi
karena trauma tepat mengenai titik tengah dagu yang mengakibatkan fraktur
pada simpisis dan kedua kondilus

4.Fraktur Comminuted
Sering diakibatkan oleh kecelakaan langsung yang cukup keras pada
daerah fraktur, seperti pada kasus kecelakaan terkena peluru saat perang.
Dalam sehari-hari fraktur ini sering terjadi ada daerah simpisis dan
parasimfisis.

Laub D, R. Facial Trauma, Mandibular Fractures. (2009)


KLASIFIKASI

Menurut ada tidaknya gigi pasien :

1. Fraktur kelas 1
Gigi terdapat di 2 sisi fraktur, penanganan pada fraktur kelas
1 ini dapat melalui interdental wiring (memasang kawat pada
gigi).

2. Fraktur kelas 2
Gigi hanya terdapat di salah satu fraktur.

3. Fraktur kelas 3
Tidak terdapat gigi di kedua sisi fraktur, pada keadaan ini
dilakukn melalui open reduction, kemudian dipasangkan plate
and screw, atau bisa juga dengan cara intermaxillary fixation.
Laub D, R. Facial Trauma, Mandibular Fractures. (2009)
KLASIFIKASI

Menurut Penyebab Terjadinya Fraktur :

1.Fraktur traumatik
-Trauma langsung (direk), Trauma tersebut langsung mengenai anggota tubuh
penderita.
-Trauma tidak langsung (indirek), Terjadi seperti pada penderita yang jatuh dengan
tangan menumpu dan lengan atas- bawah lurus, berakibat fraktur kaput radii atau
klavikula. Fraktur pendek. Fraktur juga dapat terjadi akibat tarikan otot seperti fraktur
patela karena kontraksi quadrisep yang mendadak.

2.Fraktur fatik atau stress


Trauma yang berulang dan kronis pada tulang yang mengakibatkan tulang
menjadi lemah. Contohnya pada fraktur fibula pada olahragawan.

3.Fraktur patologis
Pada tulang telah terjadi proses patologis yang mengakibatkan tulang tersebut rapuh
dan lemah. Biasanya fraktur terjadi spontan.

Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Purwanto dan Basoeseno. Cetakan I. Jakarta: EGC. 2012
KLASIFIKASI

Menurut Hubungan dengan Jaringan Ikat Sekitarnya

1. Fraktur simple/ tertutup.


Disebut juga fraktur tertutup oleh karena kulit di sekeliling fraktur
sehat dan tidak sobek.

2. Fraktur terbuka.
Kulit disekitar fraktur sobek sehingga fragmen tulang berhubungan
dengan dunia luar (bone expose) dan berpotensi untuk menjadi infeksi.
Fraktur terbuka dapat berhubungan dengan ruangan ditubuh yang tidak steril
seperti rongga mulut.

3. Fraktur Komplikasi.
Fraktur tersebut berhubungan dengan kerusakan jaringan atau
struktur lain seperti saraf, pembuluh darah, organ visera atau sendi.

Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Purwanto dan Basoeseno. Cetakan I. Jakarta: EGC. 2012
KLASIFIKASI

Menurut lokasi anatomis (Kelly & Harrigan) :


Fraktur Dentoalveolar
Fraktur Symphisis
Fraktur Parasymphisis
Fraktur Body Mandibula
Fraktur Angle
Fraktur Ascending Ramus
Fraktur Proc. Condylus  terbanyak pada pasien anak
Fraktur Proc. Coronoideus

Menurut lokasi fraktur di condylus:


• Tipe 1 : Kepla kondilus berada pada tempatnya dengan atau tanpa
displacement dan kemiringan tidak lebih dari 60 derajat.
• Tipe 2 : terjadi dislokasi dari kepala kondilus atau rendah pada dasar dari
processus

Laub D, R. Facial Trauma, Mandibular Fractures. (2009).


PATOGENESIS
PATOGENESIS
PATOGENESIS

Ligamen yang
membatasi kondilus
Gerakkan yang tiba – tiba dari yaitu ligamen temporo-
Adanya trauma
kondilus ke jaringan mandibula bagian luar
ekstrinsik seperti
retrodiskal, sehingga kondilus obliq dan bagian dalam
pukulan dari dagu
bergerak ke posterior horizontal menahan
gerakan kondilus tiba –
tiba ke posterior

Kemungkinan kondilus terdorong


ke jaringan retrodiskal sehingga
terjadi pembengkakan jar. Fraktur leher kondilus
Retrodiskal yang mendorong terjadi
kondilus ke depan sehingga
terjadi maloklusi akut
PENATALAKSANAAN
PENATALAKSANAAN

Tahap awal (Primer), bersifat kedaruratan seperti jalan nafas


(airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah termasuk
penanganan syok (circulation), penangan luka jaringan lunak dan
imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan
cedera otak.

Tahap Kedua (Sekunder), penanganan secara definitif yaitu


reduksi fragmen fraktur secara tertutup (close reuction) dan
reduksi fragmen terbuka (open reduction), fiksasi fragmen fraktut
dan imobilisasi supaya fragmen tulang yg ttelah dikembalikan
tidak bergerak sampai fase penyambungan dan penyembuhan
selesai.

Thapliyal C. G, Sinha C. R, Menon C. P, Chakranarayan S. L. C. A. (2007). Management of Mandibular Fractures.


PENATALAKSANAAN

Penilaaan ABCDE merupakan prioritas pemeriksaan berdasarkan


jenis luka, tanda vital dan mekanisme cedera, sehingga keadaan
yang mengancam nyawa dengan cepat dikenali dan resusitasi
segera dilakukan.

Terdiri atas:
Airway clear with C-Spine control,
Breathing-ventilation-oxygenation,
Circulation,
Disability-neurologic status, dan
Exposure-environment, body temperature

Sastrawan,Agus Dwi.Dkk. Penatalaksanaan Emergensi pada Trauma Oromaksilofasial disertai Fraktur Basis Kranii anterior. Majalah Kedokteran
Gigi Indonesia. Vol 3 No 2.2017
PENATALAKSANAAN

Airway clear with C-Spine control


• Pemeriksaan jalan nafas pasien perdarahan intra
oral, dan tidak menggangu jalan nafas, serta tidak
terdapat obstruksi.
• Usaha untuk membebaskan jalan nafas dilakukan
dengan menjaga jalan nafas dari perdarahan intra
oral dengan tindakan suctioning dan melindungi
vertebra servikal serta dengan pemasangan airway
definitif jika diperlukan.

Sastrawan,Agus Dwi.Dkk. Penatalaksanaan Emergensi pada Trauma Oromaksilofasial disertai Fraktur Basis Kranii anterior. Majalah Kedokteran
Gigi Indonesia. Vol 3 No 2.2017
PENATALAKSANAAN

Breathing-ventilation-oxygenation,

• Breathing, ventilation, oxygenation diberikan dengan


nasal kanul 2-4 liter per menit, dan evaluasi ventilasi
secara cepat meliputi fungsi paru, dinding dada dan
diafragma.

Sastrawan,Agus Dwi.Dkk. Penatalaksanaan Emergensi pada Trauma Oromaksilofasial disertai Fraktur Basis Kranii anterior. Majalah Kedokteran
Gigi Indonesia. Vol 3 No 2.2017
PENATALAKSANAAN

Circulation,
• Circulation dengan pemasangan infus NaCl 0,9% 20
tetes per menit, untuk menjaga keadaan
hemodinamik pasien tetap stabil dan secara simultan
dilakukan pemeriksaan darah lengkap serta faktor
pembekuan darah.

Sastrawan,Agus Dwi.Dkk. Penatalaksanaan Emergensi pada Trauma Oromaksilofasial disertai Fraktur Basis Kranii anterior. Majalah Kedokteran
Gigi Indonesia. Vol 3 No 2.2017
PENATALAKSANAAN

Disability-neurologic status,
• Disability, neurologic status pada pasien dievaluasi
menggunakan GCS, pasien mampu membuka mata
spontan ukuran dan reaksi pupil tidak terdapat
tanda-tanda lateralisasi, motorik mampu mengikuti
perintah, dan komunikasi verbal Baik.

Sastrawan,Agus Dwi.Dkk. Penatalaksanaan Emergensi pada Trauma Oromaksilofasial disertai Fraktur Basis Kranii anterior. Majalah Kedokteran
Gigi Indonesia. Vol 3 No 2.2017
PENATALAKSANAAN

Exposure, environment, body


temperature,
• Pakaian pasien dibuka untuk melakukan pemeriksaan secara
menyeluruh, kelainan-kelainan yang mungkin terlewat pada
pemeriksaan sebelumnya, seperti adanya darah yang keluar
dari anus atau luka pada tubuh yang tertutup pakaian, setelah
pakaian dilepas pasien segera diselimuti untuk mencegah
hipotermi.
• Jika terdapat lebam maka dapat dilakukan dilakukan
pemeriksaan foto rontgen thoraks Antero Posterior (AP) dan
foto servical, dengan hasil dalam batas normal.

Sastrawan,Agus Dwi.Dkk. Penatalaksanaan Emergensi pada Trauma Oromaksilofasial disertai Fraktur Basis Kranii anterior. Majalah Kedokteran
Gigi Indonesia. Vol 3 No 2.2017
PENATALAKSANAAN

Hasil yang diharapkan dari perawatan pada pasien fraktur


maksilofasial adalah penyembuhan tulang yang cepat, normalnya
kembali okular, sistem mastikasi, dan fungsi nasal, pemulihan fungsi
bicara, dan kembalinya estetika wajah dan gigi.
Selama fase perawatan dan penyembuhan, penting untuk
meminimalisir efek lanjutan pada status nutrisi pasien dan
mendapatkan hasil perawatan dengan minimalnya kemungkinan
pasien merasa tidak nyaman.
Tujuan dari terapi fraktur adalah untuk mengembalikan
anatomi dan fungsi dari tulang dan jaringan lunak dalam waktu yang
singkat dengan resiko yang paling kecil. Terapi fraktur harus dilakukan
sedini mungkin untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
PENATALAKSANAAN

Syarat untuk mendapatkan hasil yang optimal :


· Reposisi fragmen ke posisi yang benar secara anatomis
· Kontak yang baik antara kedua fragmen selama masa penyembuhan
· Imobilisasi

Tahap-tahap terapi :
· Reposisi : Mengembalikan letak fragmen ke posisi yang benar secara anatomi.
· Imobilisasi/ Retensi : Dapat menggunakan IDW, miniplat ataupun sekrup.
· Fiksasi : Tujuannya adalah agar fragmen yang telah direposisi dan mendapat
retensi tidak bergerak selama masa awal penyembuhan, fiksasi ini dapat
menggunakan metode fiksasi maksilomandibular.
· Mobilisasi : Mobilisasi dini sehabis fraktur penting untuk mencegah ankilosis
pada sendi rahang pada kasus fraktur kondilus, mengembalikan jalan nafas
orofaringeal dan mengembalikan rasa percaya diri pasien sehingga dapat
berkativitas dengan normal (fungsi social)
PENATALAKSANAAN

Closed reduction (functional therapy)


Metode: Fiksasi intermaxillary dengan menggunakan arch bar dan kawat,
selama 2-4minggu setelah sudah stabil, kawat pada intermaxillary dilepas.
Kemudian difiksasi menggunakan karet (elastic guidance) dan lakukan diet
lunak selama 2 minggu. Dan sambil diterapi dengan latihan gerak mandibula &
gerak membuka dan menutup dan sellau di amati secara klinis.

Keuntungan:
1. relatif aman
2. tidak ada cedera saraf & pembuluh darah yang terjadi
3. tidak ada komplikasi seperti infeksi atau bekas luka

Kerugian:
1. fiksasi jangka panjang dapat menyebabkan cedera pada jar periodontal,
mukosa bukal, OH buruk, ganguan pengucapan, gangguan pernapasan,
susah membuka mulut
Journal archive of plastic surgery, current concepts in the mandible condyl fracture magange II: open reduction versus closed reduction. Kang
young choi. 2012
PENATALAKSANAAN

Open Reduction
Perawatan fraktur dengan reduksi terbuka ialah perawatan pembukaan dan
reduksi terhadap area fraktur secara langsung dengan tindakan pembedahan.

Terapi fraktur dengan metode open reduction diindikasikan pada :


· Fraktur multiple dan comminuted
· Fraktur terbuka
· Fraktur pada rahang yang atrofi
· Fraktur yang terinfeksi
· Fraktur pada pasien yang tidak dapat dilakukan terapi konservatif seperti
pada pasien epilepsy, ketergantungan alcohol, keterbelakangan mental

Journal archive of plastic surgery, current concepts in the mandible condyl fracture magange II: open reduction versus closed reduction. Kang
young choi. 2012
PENATALAKSANAAN

Open reduction

Keuntungan:
1. Dapat mencegah komplikasi seperti ganguan pernapasan, pengucapan
2. Tidak defisiensi nutrisi

Kerugian:
1. Merupakan perawatan invasif yang dapat menyebabkan cedera saraf &
pembuluh darah selama operasi dan bisa terjadi komplikasi infeksi
2. Meninggalkan bekas luka

Journal archive of plastic surgery, current concepts in the mandible condyl fracture magange II: open reduction versus closed reduction. Kang
young choi. 2012
PENATALAKSANAAN

-Medika mentosa : penicilin, klindamicin, sefalosforin.


Joseph L russell.2013.Mandible Fractures: Evaluation and Manajement.The University of Texas Medical Branch (UTMB Health)

-Jika sakit dan bengkak obat yang dianjurkan adalah


• Augmentin 375-625 mg
• Analgesik seperti paracetamol 500 mg atau tramadol
25-50 mg
Akinbami, B.O, et all. Classification Management Of Mandibular Condyle Fracture in Tertiary Health Center. Journal Surgical Science. 4 (1):
2013. 339-344
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN PWNUNJANG

Pada pasien dengan trauma wajah, pemeriksaan radiografis diperlukan untuk


memperjelas suatu diagnosa klinis serta untuk mengetahui letak fraktur. Pemeriksaan
radiografis juga dapat memperlihatkan fraktur dari sudut dan perspektif yang berbeda.
Pemeriksaan radiografis pada mandibula biasanya memerlukan foto radiografis panoramic
view, open-mouth Towne’s view, postero-anterior view, lateral oblique view.
Biasanya bila foto-foto diatas kurang memberikan informasi yang cukup, dapat
juga digunakan foto oklusal dan periapikal. Computed Tomography (CT) scans dapat juga
memberi informasi bila terjadi trauma yang dapat menyebabkan tidak memungkinkannya
dilakukan teknik foto radiografis biasa. Banyak pasien dengan trauma wajah sering
menerima atau mendapatkan CT-scan untuk menilai gangguan neurologi, selain itu Ctscan
dapat juga digunakan sebagai tambahan penilaian radiografi.

Radiografi panoramik, oblique lateral kanan dan


kiri, radiografi Revers Towne dapat digunakan
untuk fraktur corpus dan kondilus mandibula

Gordon w pedersen.2013.buku ajar praktis Bedah Mulut.EGC.Jakarta.Indonesia


KOMPLIKASI
KOMPLIKASI

Umumnya jarang terjadi, komplikasi yang paling umum


terjadi adalah infeksi atau osteomyelitis yang nantinya dapat
menyebabkan berbagai kemungkinan komplikasi lainnya.

• Akibat penggunaan wire yang tidak tepat : kerusakan jaringan


periodontal
• Akibat imobilisasi yang terlalu lama : ankylosis TMJ, gangguan
perkembangan gigi

Laub, 2010; Thapliyal et al, 2007; John et al, 2010


KOMPLIKASI

Komplikasi Lanjut (faktor resiko berupa infeksi, aposisi yang kurang


baik, ↓imobilisasi segmen fraktur, ada benda asing, tarikan otot)
– Delayed union
– Non union
– Mal union
Menyebabkan  deformitas wajah, hipoplasia mandibula dan asimetri

 Terapi fraktur sebaiknya dilakukan secepat mungkin,


penundaan perawatan akan berakibat pada kalsifikasi tulang
pada posisi yang salah dan juga meningkatkan resiko infeksi.

Laub, 2010; Thapliyal et al, 2007; John et al, 2010


PROGNOSIS
PROGNOSIS

Tergantung pada :
1. Usia
2. Kecepatan penanganan
3. Ketepatan penanganan
4. Jenis fraktur
5. Kepatuhan Pasien

Early treatment of symphisis mandibular fraktural in 12 years old children using erich arch bar : A case report. Journal dentomaksilofacial
serance april 2017 v.2 no 1,45-48
DAFTAR PUSTAKA
1. Hakim A.H.W, Rosihan Adhani, Bayu Indra S. Deskripsi Fraktur Mandibula Pada Pasien
RumahSakit Umum Daerah Ulin BanjarmasinPeriode juli 2013-Juli 2014. Dentino (Jur.
Ked. Gigi), Vol I. No 2. September 2016 : 191 – 196
2. Sari Caka Cindera. Prevalensi pasien fraktur mandibula yang dirawat di RSUD
Malang. Universitas Jember. 2012
3. Stomatognatic (J.K.G. Unej) Vol. 7 No. 1 2010 : 22-25
4. Laub D, R. Facial Trauma, Mandibular Fractures. (2009)
5. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Purwanto dan Basoeseno. Cetakan I. Jakarta: EGC. 2012
6. Thapliyal C. G, Sinha C. R, Menon C. P, Chakranarayan S. L. C. A. (2007). Management of
Mandibular Fractures.
7. Sastrawan,Agus Dwi.Dkk. Penatalaksanaan Emergensi pada Trauma Oromaksilofasial
disertai Fraktur Basis Kranii anterior. Majalah Kedokteran Gigi Indonesia. Vol 3 No 2.2017
8. Journal archive of plastic surgery, current concepts in the mandible condyl fracture
magange II: open reduction versus closed reduction. Kang young choi. 2012
9. Gordon w pedersen.2013. Buku Ajar Praktis Bedah
Mulut.EGC.Jakarta.Indonesia
THANK YOU
FOR YOUR ATTENTION

Anda mungkin juga menyukai