Anda di halaman 1dari 3

Tsamarah Jilan Yusriyyah

851419043

TN. F usia 28 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri pada wajah sebelah kiri
setelah kecelakaan lalu lintas. Dari pemeriksaan fisik terdapat edema, nyeri tekan pada regio
maksilaris sinistra, terdapat floating maxilla dan diskontinusi dan krepitasi tidak dapat di nilai
karena terdapat edema. TD: 110/70 mmHg, N: 80x / menit, nafas 20x/menit. Dari kasus di atas
Penanganan awal apa yang dapat dilakukan…
a. Reposisi
b. Fiksasi
c. Secondary survey
d. Immobilisasi
e. Primary survey
Jawaban: E. Primary survey
Alas an: Trauma menyebabkan kerusakan pada jaringan keras dan lunak, Fraktur di
maksilofasial tergantung pada tipe injuri, arah dan besarnya kekuatan yang mengenainya.
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas jaringan keras (tulang).
Untuk Penegakan fraktur maksila dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fraktur maxilla dilakukan dengan pemeriksaan floating
maxilla dengan cara dahi difiksasi dengan tangan kiri, kemudian maxilla dipegang dengan ibu
jari di luar dan telunjuk di palatum durum, gerakan maksila ke depan dan ke belakang
menunjukkan adanya fraktur maxilla. Floating maxilla akan lebih nyata pada fraktur maxilla Le
Fort II dan Le Fort III dibandingkan dengan Le Fort I.
Penatalaksanaan fraktur maksila Penatalaksanaan fraktur maksila memiliki prinsip
penatalaksaan yang sama dengan penatalaksanaan kasus trauma pada umumnya. Penanganan
dimulai dengan penilaian awal pada primary survey, resusitasi, secondary survey, terapi
definitif: Penanggulangan fraktur maksila sangat ditekankan agar rahang atas dan rahang
bawah dapat menutup. Prinsip penanganan fraktur maxilla sama dengan penanganan fraktur
yang lain yaitu reposisi, fiksasi, imobilisasi, dan rehabilitasi. Fraktur maksila dapat ditatalaksana
dengan reposisi terbuka atau reposisi tertutup. Reposisi terbuka pada fraktur maxilla bertujuan
untuk melakukan koreksi deformitas dan maloklusi.
TN. JE usia 29 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri pada wajah sebelah kiri dan
bahu kanan setelah kecelakaan lalu lintas. Dari pemeriksaan fisik terdapat edema, nyeri tekan
pada regio maksilaris sinistra, terdapat floating maxilla dan diskontinusi dan krepitasi tidak
dapat di nilai karena terdapat edema. TD: 110/70 mmHg, N: 80x / menit, nafas 20x/menit.
Termasuk klasifikasi apakah kasus diatas…
a. Le Fort I (horizontal)
b. Le Fort II (pyramidal)
c. Le Fort III (transversal)
d. Le Fort III (pyramidal)
e. Le Fort II (horizontal)
Jawaban: B. Le Fort II (pyramidal)
Alasan: Untuk Penegakan fraktur maksila dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fraktur maxilla dilakukan dengan pemeriksaan
floating maxilla dengan cara dahi difiksasi dengan tangan kiri, kemudian maxilla dipegang
dengan ibu jari di luar dan telunjuk di palatum durum, gerakan maksila ke depan dan ke
belakang menunjukkan adanya fraktur maxilla. Floating maxilla akan lebih nyata pada fraktur
maxilla Le Fort II dan Le Fort III dibandingkan dengan Le Fort I.
 Le Fort I (horizontal): Fraktur dari septum nasal hingga tepi lateral piriformis, horizontal
diatas apek gigi, melewati bawah zygomaticomaxillary junction, dan pterygomaxillary
junction hingga pterygoid plates.
 Le Fort II (pyramidal): Meluas dari nasal bridge atau dibawah sutura nasofrontalis hingga
processes frontal maxilla, inferolaterally ke tulang lacrimal dan inferior dinding orbital
atau dekat dg foramen orbita inferior hingga dinding anterior sinus maxillary, dibawah
zygoma, melewati fissura pterygomaxillary dan pterygoid plates
 Le Fort III (transversal): Sutura nasofrontal dan frontomaxillary, meluas ke posterior
diantara dinding medial orbita hingga nasolacrimal groove dan tulang ethmoid. Fraktur
meluas ke dasar orbita hingga fissura orbital inferior, meluas ke superolaterally hingga
dinding lateral orbita, ke zygomaticofrontal junction dan zygomatic arch. Intranasal,
fraktur meluas ke dasar perpendicular plate tulang ethmoid, hingga vomer dan
pterygoid plates sampai dasar sphenoid
TN. JE usia 29 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri pada wajah sebelah kiri dan
bahu kanan setelah kecelakaan lalu lintas. Dari pemeriksaan fisik terdapat edema, nyeri tekan
pada regio maksilaris sinistra, terdapat floating maxilla dan diskontinusi dan krepitasi tidak
dapat di nilai karena terdapat edema. TD: 110/70 mmHg, N: 80x / menit, nafas 20x/menit. Dari
kasus di atas pemeriksaan penunjang apakah yang dapat dilakukkan untuk meneggakkan
diagnosis…
a. USG
b. Labortorium
c. CT-SCAN 3D
d. MRI
e. Fomogram
Jawaban: C. CT-SCAN 3D
Alasan: Trauma menyebabkan kerusakan pada jaringan keras dan lunak, Fraktur di maksilofasial
tergantung pada tipe injuri, arah dan besarnya kekuatan yang mengenainya. Fraktur adalah
hilangnya kontinuitas jaringan keras (tulang).
Penatalaksanaan fraktur maksila Penatalaksanaan fraktur maksila memiliki prinsip
penatalaksaan yang sama dengan penatalaksanaan kasus trauma pada umumnya. Penanganan
dimulai dengan penilaian awal pada primary survey, resusitasi, secondary survey, terapi
definitif: Penanggulangan fraktur maksila sangat ditekankan agar rahang atas dan rahang
bawah dapat menutup.
Pemeriksaan penunjang untuk penegakan diagnosis fraktur maksila dapat dilakukan dengan
CT-scan 3D yang merupakan gold standard pemeriksaan pada pasien yang dicurigai mengalami
fraktur maksilofasial. Pemeriksaan fraktur maksila juga dapat dilakukan dengan menggunakan
foto polos Waters, Caldwel, submentovertek, dan lateral.

Anda mungkin juga menyukai