Anda di halaman 1dari 18

PEMANFAATAN LIGNIN KULIT BUAH MARKISA DALAM LARUTAN

ASAM FOSFAT SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA LUNAK (MILD


STEEL)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi, pertumbuhan ekonomi,dan pembangunan dari tahun


ke tahun mengakibatkan meningkatnya penggunaan berbagai logam seperti baja,
besi, aluminium, perak, dan lain-lain. Logam-logam tersebut digunaan diberbagai
industry baik sebagai komponen utama maupun komponen tambahan, akan tetapi
dalam kehidupan sehari-hari banyak faktor yang menyebabkan daya guna logam
ini menurun. Salah satu penyebab hal tersebut adalah terjadinya korosi/pengkaratan
pada logam.
Korosi merupakan penurunan mutu logam akibat adanya reaksi elektrokimia
dengan lingkungannya. Logam yang mengalami penurunan mutu tidak hanya
melibatkan reaksi kimia namun juga reaksi elektrokimia, yakni antara bahan-bahan
yang bersangkutan dengan terjadinya perpindahan electron.(Indahsari,Elisa.2009)
korosi dapat mempengaruhi kehidupan atau kegiatan manusia, antara lain dari segi
ekonomi dan lingkungan. Dari segi ekonomi misalnya, tingginya biaya bahan bakar
dan energy akibat kebocoran uap, tingginya biaya perawatan bila suatu mesin
terserang korosi, kerugian produksi pada suatu industry akibat adanya pekerjaan
yang terhenti pada waktu perbaikan bahan yang terserang korosi. Dan dampak
korosi yang dapat mempengaruhi lingkungan adalah jika adanya proses
pengkaratan pada logam yang berasal dari berbagai konstruksi. Hal tersebut akan
dapat mencemarkan lingkungan.(Trethewey.1991)
Sebagai usaha untuk mengurangi korosi, maka dilakukan upaya menghambat
laju korosi dengan menggunakan inhibitor. Inhibitor adalah suatu zat yang apabila
ditambahkan pada suatu media korosif maka larutan tersebut akan dapat
menghambat laju korosi. Menurut bahan dasar pembuatannya, inhibitor korosi
dibedakan menjadi dua jenis yaitu inhibitor anorganik dan organic. Inhibitor

1
anorganik adalah inhibitor yang diperoleh dari mineral-mineral yang tidak
mengandung unsur karbon dalam senyawanya. Material dasar dari inhibitor
anorganik antara lain kromat, nitrit, silikat, dan pospat. Senyawa-senyawa tersebut
sangat berguna dalam aplikasi pelapisan antikorosi, tetapi mempunyai kelemahan
utama yaitu bersifat toksik. Sedangkan inhibitor organic yaitu inhibitor yang berasal
dari bahan alami yang tersedia di alam. Inhibitor organic selain dapat menghambat
laju korosi juga memiliki sifat non-toksik, murah, mudah didapatkan dan dapat
diperbaharui.(Dalimunthe.2004)
Bahan alam yang dapat digunakan sebagai inhibitor organic harus mengandung
atom N,O,P,S, dan atom-atom lain yang memiliki pasangan electron bebas. Unsur
N,O,P,S banyak terdapat pada zat antioksidan dan tumbahan. Beberapa contoh
senyawa antioksidan adalah tanin, flavonoid, alkaloid, steroid dan saponin serta
vitamin C. Inhibitor organik yang digunakan berbentuk ekstrak yang terdapat pada
bagian tanaman seperti bunga, biji, daun, batang, buah, dan kulit. Beberapa
penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu menunjukkan
bahwa ekstrak bahan alam tersebut memperlihatkan efisiensi yang baik dalam
proses penurunan laju korosi. Mengacu pada penelitian terdahulu, penelitian ini
dilakukan untuk menganalisa efisiensi penghambatan laju korosi dengan
menggunakan ekstrak kulit buah markisa yang mengandung lignin pada baja lunak
(mild steel) dalam larutan asam fosfat digunakan sebagai media pengujian untuk
menyesuaikan keadaan lingkungan dalam proses pengolahan di industri makanan
dan minuman yang umumnya bersifat asam lemah.
Buah markisa merupakan buah yang banyak terdapat di daerah Sulawesi
Selatan, sehingga banyak industri yang manfaatkan untuk dijadikan sirup markisa.
Industri-industri ini hanya menggunakan isi dari buahnya saja kulitnya akan
dibuang dan menjadi limbah dari industri tersebut. Menurut Tri Astuti (2011) kulit
buah markisa senyawa protein kasar 7,32% , tanin 1,85%, dan lignin 31,79%,
karena di dalam kulit buah markisa mengandung senyawa lignin yang dapat
menghambat korosi maka dalam penelitian ini digunakan kulit buah markisa
sebagai inhibitor serta dapat mengurangi limbah dari industri sirup markisa. Selama
proses korosi banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya korosi seperti gas

2
terlarut, suhu, kecepatan aliran, pH, kelembaban dan konsentrasi inhibitor yang
ditambahkan.
Dalam penelitian ini, variable yang digunakan yaitu pengaruh konsentrasi
inhibitor dan kecepatan fluida/pengaduk. Penelitian ini merupakan penelitian
lanjutan dengan judul yang sama.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Berapa besar efisiensi optimum inhibitor korosi dari kulit buah markisa pada baja
lunak dalam larutan asam fosfat dengan variasi konsentrasi inhibitor.
2. Berapa besar loss weight baja lunak dari reaksi inhibitor korosi kulit buah
markisa pada baja lunak dalam larutan asam fosfat dengan variasi kecepatan
pengadukan.

1.3 Ruang Lingkup


Pada penelitian ini, material yang digunakan berupa baja lunak yang
berbentuk persegi panjang. Larutan elektrolit yang digunakan yaitu asam fosfat
85% yang selanjutnya diencerkan dengan ekstrak kulit buah markisa sebagi
inhibitor alami.
Pada penelitian ini digunakan beberapa variable,baik tetap dan/atau tidak
tetap dengan tujuan untu menjadikan faktor pembanding dari hasil dan dapat
digunakan untuk melihat pengaruh dari faktor-faktor terhadap laju korosi. Adapun
variabelnya sebagai berikut:

a. Variabel Tetap
1 Material yang digunakan ( Baja Lunak )
2 Inhibitor alam yang digunakan. ( Ekstrak kulit buah markisa)
3 Larutan elektrolit ( Asam Fosfat)
4 pH (5)
5 Temperatur ( ±25°C)
b. Variable Tidak Tetap
1 Konsentrasi

3
2 Kecepatan fluida/pengaduk

1.4 Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini, sebagai berikut:

1. Menentukan efisiensi optimum inhibitor korosi dari lignin kulit buah markisa
pada baja lunak dalam larutan asam fosfat dengan variasi konsentrasi.
2. Menentukan loss weight baja lunak dari reaksi inhibitor korosi lignin kulit buah
markisa pada baja lunak dalam larutan asam fosfat dengan variasi kecepatan
pengadukan.

1.5 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat mengurangi limbah dari industri sirup


markisa dan dapat dimanfaatkan sebagai inhibitor korosi sehingga tidak terbuang
percuma, memberikan manfaat kepada industri khususnya industri makanan dan
minuman yang menggunakan baja pada pabriknya. Memberikan pengetahuan
kepada para pembaca tentang manfaat lain dan nilai tambah dari buah markisa
terutama kulitnya dan dapat menjadi acuan dalam perkembangan teknologi tentang
zat inhibitor korosi.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Korosi

Korosi merupakan penurunan kualitas yang disebabkan oleh reaksi kimia bahan
logam dan unsur-unsur lain yang terdapat di alam atau lingkungannya. Reaksi kimia
yang terjadi pada proses korosi adalah reaksi reduksi dan oksidasi contohnya
pengkaratan pada besi. Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi,
sedangkan oksigen (udara) mengalami reduksi. Atom-atom akan bereaksi dengan
zat-zat dalam lingkungannya dan membentuk ion-ion positif (kation). Hal ini akan
menyebabkan timbulnya aliran-aliran elektron dari suatu tempat ke tempat yang
lain pada permukaan metal.
Mekanisme korosi yang terjadi pada logam besi (Fe) dituliskan sebagai berikut:
Fe(s) + H2O(l) + 1/2O2(g) Fe(OH)2(s)……………..…………………..(1)

Fero Hidroksida [Fe(OH)2] yang terjadi merupakan hasil sementara yang dapat
teroksidasi secara alami oleh air dan udara menjadi Fero Hidroksida [Fe(OH)2],
sehingga mekanisme reaksi selanjutnya adalah:

4Fe(OH)2(s) + O2 + 2H2O 4Fe(OH)3(s)……………………….………..(2)


Feri Hidroksida yang terbentuk akan berubah menjadi Fe2O3 yang berwarna
merah kecoklatan yang biasa kita sebut karat. Reaksinya adalah:
2Fe(OH)3 Fe2O3 + 3H2O…………………………………………….(3)
(Vogel,1979).

2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Korosi


Terjadinya korosi pada suatu logam dikarenakan ada banyak faktor. Berikut
adalah faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya korosi pada logam:

1. Faktor gas terlarut seperti Oksigen (O2) dan Karbon Dioksida (CO2). Makin
tinggi kadar oksigen pada suatu tempat maka reaksi oksidasi akan mudah terjadi
sehingga akan mempengaruhi laju reaksi korosi.

5
2. Temperatur, semakin tinggi temperatur maka reaksi kimia akan semakin cepat
dan menyebabkan korosi akan semakin cepat terjadi.
3. Kecepatan aliran, jika kecepatan aliran semakin cepat maka akan merusak lapisan
film pada logam maka akan mempercepat korosi karena logam akan kehilangan
lapisan.
4. pH, pada pH yang optimal maka korosi akan semakin cepat (mikroba).
5. Kadar oksigen, semakin tinggi kadar oksigen pada suatu tempat maka reaksi
oksidasi akan mudah terjadi sehingga akan mempengaruhi laju reaksi korosi.
Kelembaban udara (M Fajar Sidik,2013).

2.3 Pencegahan Korosi

1. Proteksi Katodik
Proteksi katodik adalah jenis perlindungan korosi dengan menghubungkan
logam yang mempunyai potensial lebih tinggi ke struktur logam sehingga tercipta
suatu sel elektrokimia dengan logam berpotensial rendah bersifat katodik dan
terproteksi. Seperti Impressed Current, Galvanic, Sacrificial Anode, Zink
Application, Zink Metalizing, Zink-Rich Paints, dan Hot-Dip Galvanizin.
2. Coating
Pelapisan atau coating adalah proses untuk melapisi suatu bahan dasar (substrak)
yang bertujuan untuk melindungi material dari erosi dan memberi perlindungan
pada material tersebut. Selain itu, coating juga memberikan gaya apung negatif
(negative bouyancy force), memberikan fungsi anti slip pada permukaan substrak
dan beberapa fungsi lainnya. Cara ini sering dilakukan dengan melapisi logam
(coating) dengan suatu bahan agar logam tersebut terhindar dari korosi, misalnya
cat.
3. Pemakaian bahan bahan kimia (chemical inhibitor)

Untuk memperlambat reaksi korosi digunakan bahan kimia yang disebut


inhibitor yang bekerja dengan cara membentuk lapisan pelindung pada permukaan
metal. Lapisan molekul pertama yang terbentuk mempunyai ikatan yang sangat
kuat yang disebut chemis option. Inhibitor korosi umumnya berbentuk fluid atau
cairan yang diinjeksikan pada production line. Karena inhibitor tersebut merupakan

6
masalah yang penting dalam menangani korosi maka perlu dilakukan pemilihan
inhibitor yang sesuai dengan kondisinya (Maria Ema, dkk, 2009).

2.4 Pencegahan Korosi Dengan Inhibitor


Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya korosi adalah
dengan penggunaan inhibitor korosi. Secara umum suatu inhibitor adalah suatu zat
kimia yang dapat menghambat atau memperlambat suatu reaksi kimia. Sedangkan
inhibitor korosi adalah suatu zat kimia yang bila di tambahkan kedalam suatu
lingkungan, dapat menurunkan laju penyerangan korosi lingkungan itu terhadap
suatu logam. Mekanisme penghambatnya terkadang lebih dari satu jenis. (M. Fajar
Sidik, 2013)
Korosi dapat dikurangi dengan berbagai macam cara, cara yang paling mudah
dan paling murah adalah denganmenambahkan inhibitor ke dalam media. Inhibitor
adalah senyawa yang apabila ditambahkan dengan konsentrasi yang kecil kedalam
lingkungan elektrolit, akan menurunkan laju korosi. Inhibitor dapat dianggap
merupakan katalisator yang memperlambat . pemakaian inhibitor dalam suatu
system tertutup atau system resirkulasi, pada umumnya hanya dipakai sebanyak
0.1% berat. Inhibitor yang ditambahkan akan menyebabkan meningkatnya
polarisasi anoda, polarisasi katoda, dan tahanan listrik dan sirkuit oleh
pembentukan lapisan tebal pada permukaan logam.
Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organic dan
anorganik yang mengandung gugus-gugus yang memiliki pasangan electron bebas
seperti nitrit,kromat,fosfat,urea,fenilalamin,imidazolin, dan senyawa kimia amina.
Namun demikian, pada kenyataannya bahwa bahan kimia sintetis ini merupakan
bahankimia berbahaya, harganya lumayan mahal, dan tidak ramah lingkungan.
Industri-industri kecil dan menengah jarang menggunakan inhibitor pada system
pendingin, system pemipaan, dan system pengolahan air produksi mereka, untuk
melindungi besi atau baja dari serangan korosi. Untuk itu penggunaan inhibitor
yang aman, mudah didapatkan, bersifat biodegradable, biaya murah dan ramah
lingkungan sangat diperlukan. Inhibitor dari ekstrak bahan alam adalah solusinya

7
karena aman, mudah didapatkan, bersifat biodegradable, biaya murah dan ramah
lingkungan.( Gatot Haryono, dkk, 2010)
Ekstrak bahan alam yang khususnya senyawa yang mengandung atom N,O,P,S
dan atom-atom yang memiliki pasangan elektronbebas. Unsur-unsur yang
mengandung pasangan electron bebas ini nantinya akan berfungsi sebagai ligan
yang akan membentuk senyawa kompleks dengan logam. Efektivitas ekstrak bahan
alam sebagai inhibitor korosi tidak terlepas dari kandungan nitrogen yang terdapat
dalam senyawaan kimianya. Mekanisme proteksi ekstrak bahan alam terhadap besi
ataubaja dari serangan korosi diperkirakan akan sama dengan mekanisme proteksi
oleh inhibitor organic.(Asdim, 2008)
Reaksi antara Fe2+ dengan inhibitor ekstrak bahan alam menghasilkan senyawa
kompleks. Inhibitor ekstrak bahan alam yang mengandung nitrogen mendonorkan
sepasang electronnya pada permukaan logam mild steel ketika ion Fe2+ terdifusi
dalam larutan elektrolit, reaksinya adalah:
Fe Fe2+ + 2e- (melepaskan electron), dan
Fe2+ + 2e- Fe (menerima electron)
Produk yang terbentuk di atas mempunyai kestabilan yang tinggi dibanding
dengan Fe saja, sehingga sampel besi/baja yang diberikan inhibitor ekstrak bahan
alam akan lebih tahan (terproteksi) terhadap korosi.

2.5 Buah Markisa

Markisa (Passiflora edulis) berasal dari daerah tropis Amerika Selatan,


tepatnya di daerah Brasil, Venezuela, Bolivia, dan Peru. Ahli botani Soviet
memastikan bahwa sentra utama tanaman markisa terdapat di Ekuador. Lalu buah
merkisa tersebar ke berbagai macam negara seperti Spanyol, Afrika Selatan,
Hawaii, dan Selandia Baru. Tanaman markisa masuk ke daerah indonesia berasal
dari Peru, mula-mula masuk ke Manado, Ambon, dan Sulawesi, dan akhirnya
menyebar ke seluruh daerah nusantara (Rukmana, 2003)

Markisa merupakan pohon yang memiliki sulur yang kuat dan dapat
bertumbuh 15 sampai 20 kaki per tahun sekali. Umumnya markisa berumur pendek

8
(5 – 7 tahun). Tanaman markisa mulai berbuah pada umur satu tahun. Satu pohon
dapat menghasilkan ratusan buah. Ukuran buah bervariasi mulai dari yang sebesar
bola pingpog sampai dengan yang sebesar mentimun suri. Bentuk dan warna kulit
buah juga bervariasi mulai dari bundar, bulat, ataupun lonjong panjang dengan
warna kulit hijau, kuning, oranye, coklat, atau ungu. Buah muncul dari ketiak daun
dan berdompol setiap dompol terdiri atas sembilan butir atau lebih.. Buah yang
sudah masak/ranum berwarna kekuningan dan memiliki aroma harum khas
markisa. Biji markisa sendiri berbentu bulat pipih panjang +- 0,3 cm dan berwarna
putih

Kandungan di dalam Markisa

Buah markisa adalah sumber vitamin C yang baik, Satu porsi 100 g (3,5
ons) mengandung 16 mg vitamin C. Vitamin C meningkatkan kekebalan tubuh dan
merupakan antioksidan. Satu porsi 100 g buah markisa mengandung 1275 IU
vitamin A. Vitamin A meningkatkan kualitas penglihatan dan membantu dalam
melawan infeksi, membuat kulit sehat bersinar dan membantu pertumbuhan sel.
Buah markisa juga merupakan sumber kalium (348 mg dalam 100 g). Mineral ini
memiliki efek yang menyehatkan pada jantung manusia dan membantu fungsi
jantung, aliran dan tekanan darah dalam tubuh. Selain kalium, buah markisa juga
mengandung zat besi, magnesium dan kalsium.

Jenis Zat Gizi Kandungan

1 Air (g%) 80

2 Energi (Kal) 70

3 Protein (g%) 0,6

4 Lemak (g%) 0

5 Karbo (g%) 18,9

6 Ca (g%) 11

7 P (mg%) 50

9
8 Fe (mg%) 1,1

9 Vit A (SI/100g) 10

10 Vit B1 (mg%) 0

11 Vit C (mg%) 16

Kulit buah markisa senyawa protein kasar 7,32% , tanin 1,85%, dan lignin
31,79%, kandungan lignin yang terdapat pada kulit buah markisa mineral
bervalensi dua seperti Fe, Zn, Mg, dan Ca dan membentuk senyawa yang tidak
terdegradasi.

Lignin merupakan jaringan pada tanaman yang berfungsi untuk


mempertahankan hemiselulosa dan selulosa dalam membentuk dinding sel. Lignin
dalam tanaman merupakan polimer atau biopolymer yang tersusun dari makro
molekul fenolik atau disebut dengan monoligsol.

Lignin dapat diisolasi dengan menggunakan pelarut NaOH. Menurut


Damal(1989), peningkatan konsentrasi NaOH memudahkan pemutusan ikatan
senyawa penyusun lignin sehingga lignin lebih mudah dilarutkan dengan adanya
pemanasan, yang menyebabkan peningkatan padatan total pada lindi hitam tersebut
sehingga kadar rendemen lignin pun meningkat.

2.6 Perhitungan Laju Efisiensi Inhibitor dan Energi Aktivasi

1. Perhitungan Laju Korosi

Terdapat beberapa macam metode untuk menghitung laju korosi. Salah satunya
adalah dengan menggunakan metode kehilangan berat(weight loss). Metode
kehilangan berat adalah perhitungan laju korosi dengan mengukur pengurangan
berat akibat korosi yang terjadi. Sampel yang telah ditimbang, direndam pada
larutan selama beberapa waktu. Setelah perendaman, dilakukan pembersihan untuk
membersihkan produk korosi pada sampel dilanjutkan dengan penimbangan sampel
kembali. Sehingga didapatkan data berat sebelum dan sesudah perendaman.

10
Pengurangan berat yang terjadi kemudian dikonversikan menjadi suatu laju korosi
dengan memperhitungkan pengurangan berat, luas permukaan yang terendam,
waktu perendaman, dan massa jenis. Untuk mendapatkan laju korosi yang
ditunjukkan oleh persamaan berikut ( Abdul Latif Murabbi dan Sullistjono,2012)

𝑲𝒙∆𝒎
LajuKorosi(W)=𝝆𝒙𝑨𝒙𝒕 …………………………………………………………(1)

Keterangan:

W =Laju korosi(mpy)

A =Luas bidang korosi(cm3)

t =waktu korosi(jam)

∆m =massa yang hilang(g)

𝝆 =massa jenis baja(g/cm3)

K =konstanta

Nilai K pada perhitungan laju korosi disesuaikan dengan satuan-satuan yang


digunakan. Hubungan satuan laju korosi dengan nilai K dapat dilihat pada table

Tabel . Satuan Laju Korosi dengan Nilai

Corrosion Rate Units Desired Constant K in Corrosion


Rate Equation

mils per year (mpy) 3,45 x 106


inches per year (ipy) 3,45 x 10³
inches per month (ipm) 2,87 x 10²
milimetres per year (mm/y) 8,76 x 104
micrometres per year (um/y) 8,76 x 107

11
picrometres per secons (pm/y) 2,78 x 106
grams per square metre per hour (g/m2.h) 100 x 104 x D
miligrams per squeare decimeter per day (mdd) 2,40 X 106 X D
micrograms per square meter per second (µg/m2.s) 2,78 X 104 X D
Sumber : ASTM International.2005

2. efisiensi Inhibitor

Efisiensi inhibitor menunjukkan persentase penurunan laju korosi dengan


adanya penambahan inhibitor dibandingkan dengan laju korosi tanpa adanya
penambahan inhibitor. Semakin besar nilai efisiensi inhibitor maka kemampuan
inhibitor dalam menghambat laju korosi semakin baik. Perhitungan efisiensi
inhibitor menggunakan persamaan berikut ini(Aprael S. Yaro,2013):

𝑊𝑘𝑜−𝑊𝑘𝑖
Effisiensi Inhibitor (Ei%): 𝑥 100% ………………………….(2)
𝑊𝑘𝑜

Keterangan:

Wko= Laju korosi tanpa inhibitor (mpy)

Wki= Laju korosi dengan inhibitor (mpy)

3. Energi Aktivasi

Energi aktivasi merupakan sebuah istilah yang diperkenalkan oleh Svante


Arrhenius,yang didefinisikan sebagai energi yang harus dilampaui agar reaksi
kimia dapat terjadi. Energi aktivasi bisa juga diartikan sebagai energi minimum
yang dibutuhkan agar reaksi kimia tertentu dapat terjadi. Untuk menentukan energi
1
aktivasi maka membuat kurva hubungan antara ln W terhadap 𝜏 untuk memperoleh

12
𝐸𝑎
nilai slope (- 𝑅 ) dan dimasukkan kedalam persamaan Arrhenius (Asrae S. Yaro,et

al, 2013):
𝐸𝑎
W= A exp (− 𝑅 ) ………………………………………………………………..(3)

Keterangan:
A= Konstanta Arrhenius
Ea= Energi Aktivasi (kj/mol)
T = Suhu (K)
W= Laju Korosi (mpy)

13
BAB III
METODE KEGIATAN
3.1 Tempat Dan Waktu Kegiatan
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia, Jurusan Teknik Kimia,
Politeknik Negeri Ujung Pandang, mulai Maret-Agustus 2019
3.2 Alat Dan Bahan Kegiatan
1. Alat
Adapun alat yang digunakan, yaitu:
a. Labu ukur 1000 ml
b. Gelas kimia 500 dan 600 ml
c. Gelas ukur 250 ml
d. Pipet tetes
e. Pipet ukur 25 ml
f. Corong
g. Cawan petri
h. Neraca digital
i. Water bath
j. Pompa vakum
k. Oven
l. Desikator
m. Blender

2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan, yaitu:
a. Kulit buah markisa
b. Baja ST 37
c. Aquadest
d. NaOH 15%
e. H2SO4
f. Aseton
g. H3PO4

14
3.3 Prosedur Kegiatan
1. Persiapan bahan baku
a. Kulit markisa yang diperoleh dari industri sirup markisa yang merupakan
limbah dari industri ini dicuci bersih dengan air lalu ditiriskan.

b. Kulit markisa kemudian dipotong-potong kecil dan dikeringkan di bawah


sinar matahari. Setelah kering kulit markisa diblender hingga halus
kemudian diayak sehingga diperoleh kulit markisa berbentuk bubuk.

2. Persiapan sampel baja


a. Sampel baja berbentuk persegi panjang ( 3 x 2 cm) dihaluskan dengan kertas
amplas dan dicuci dengan aquades kemudian dibilas dengan aseton.
b. Sampel baja yang telah bersih dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC
selama 2 menit, lalu dimasukkan ke dalam desikator. Setelah itu sampel baja
ditimbang.
3. Ekstraksi lignin kulit markisa
Prosedur ekstraksi kulit markisa menjadi inhibitor korosi ini mengikuti prosedur
yang telah dikembangkan oleh Zainul Hasan, dkk:
a. Bubuk kulit markisa ditimbang sebanyak 50 gram, kemudian direndam
dengan menggunakan pelarut naoh 15% sebanyak 500 ml.
b. Campuran larutan tersebut dipanaskan menggunakan waterbath pada suhu
80oC selama 2 jam dan sesekali diaduk, lalu didinginkan dan didiamkan.
c. Larutan dan ampas kulit markisa dipisahkan. Larutannya diasamkan dengan
menggunakan H2SO4 40% hingga pH 2 dan terbentuk endapan.
d. Endapan yang terbentuk disaring dan dikeringkan menggunakan oven pada
suhu 60oC selama 4 jam kemudian dimasukkan ke dalam desikator.
e. Lignin kemudian dianalisa menggunakan spektrometer FTIR untuk
mengetahui rumus fungsinya.

4. Pembuatan larutan induk media korosif (Asam Fosfat 1M)


a. Asam fosfat 85% dipipet sebanyak 68,25 ml.

15
b. Asam fosfat yang telah dipipet diencerkan dalam labu ukur 1000 ml dengan
menggunakan aquades.

5. Pembuatan larutan inhibitor


a. Ekstrak kulit markisa yang mengandung lignin (inhibitor) ditimbang
sebanyak 1 gram.
b. Inhibitor ini kemudian diencerkan dalam labu takar 1000 ml dengan
menggunakan asam fosfat 1 M. Diperoleh larutan induk 1000 ppm.
c. Larutan induk 1000 ppm diencerkan dengan larutan asam fosfat 1 M 600 ml
mulai dari konsentrasi 0, 100, 200, dan 300 ppm.
Bobot lignin yang ditimbang dihitung dengan rumus:
𝑚𝑔
Ppm = 𝐿

Volume pengenceran dihitung dengan rumus:


V1 x ppm1 = V2 x ppm2

6. Uji korosi dengan variasi konsentrasi inhibitor


a. Empat buah wadah pengujian yang telah diberikan label disiapkan, wadah ini
berisi larutan uji dengan variasi konsentrasi inhibitor mulai dari konsentrasi
0, 100, 200, dan 300 ppm.
b. Plat baja yang telah dibersihkan dan ditimbang dimasukkan ke dalam masing-
masing wadah secara bersamaan.
c. Plat baja direndam selama 3 hari, kemudian plat baja diambil dan dibersihkan
dengan air, dibilas dengan aquades dan aseton.
d. Plat baja yang telah dibersihkan, kemudian dikeringkan di dalam oven pada
suhu 105oC selama 2 menit dan dimasukkan ke dalam desikator lalu
ditimbang.
7. Uji Korosi dengan variasi suhu perendaman
a. Setelah mendapatkan konsentrasi inhibitor optimum, 3 buah wadah pengujian
yang telah diberikan label disiapkan, wadah ini berisi larutan dengan
konsentrasi 200 ppm.
b. Waterbath disiapkan dan diatur pada suhu 30oC

16
c. Plat baja yang telah dibersihkan dan ditimbang dimasukkan dalam masing-
masing wadah secara bersamaan.
d. Wadah yang telah berisi plat baja dimasukkan ke dalam water bath yang telah
disiapkan sebelumnya.
e. Plat baja direndam selama 3 hari, kemudian plat baja diambil dan dibersihkan
dengan air, dibilas dengan aquades dan aseton.
f. Plat baja yang telah dibersihkan, kemudian dikeringkan di dalam oven pada
pada suhu 105oC selama 2 menit dan dimasukkan ke dalam desikator lalu
ditimbang.
g. Dilakukan pengujian seperti di atas dengan variasi suhu 40oC, 50oC, 60oC dan
70oC dan untuk konsentrasi 0 ppm.

17
DAFTAR PUSTAKA
https://surya-octagon.net/wp-content/uploads/2018/02/3.-
DSI_Pengumpulan_SOIJST12_181-198Page-181-198-MN05_YS_SO1502.pdf

18

Anda mungkin juga menyukai