Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGEMBANGAN EKSPERIMEN KIMIA SEKOLAH


“Korosi”

Oleh :

Kelompok 4

Yuyun A1L1 16 0
Lisna A1L1 16 0
Irma Safitri A1L1 16 0
Suciatni Elsa Husnawawi A1L1 16 103
Nurilan A1L1 16 099

LABORATORIUM JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Roberge, Korosi adalah peristiwa rusaknya logam karena reaksi

dengan lingkungannya, sedangkan menurut Gunaltun, korosi adalah fenomena

elektrokimia dan hanya menyerang logam, Korosi adalah teroksidasinya suatu logam.

Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi dengan lingkungan yang

korosif. Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam karena

logam bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Jadi, Korosi

adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu logam

dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang

tidak dikehendaki.

Dalam kehidupan sehari - hari, besi yang teroksidasi disebut dengan karat

dengan rumus Fe2O3·xH2O. Proses perkaratan termasuk proses elektrokimia, di mana

logam Fe yang teroksidasi bertindak sebagai anode dan oksigen yang terlarut dalam

air yang ada pada permukaan besi bertindak sebagai katode.

Logam merupakan jenis material yang banyak digunakan dalam kehidupan

manusia. Hal ini dikarenakan logam memiliki sifat mudah dibentuk, serta memiliki

sifat-sifat fisis yang bagus dan mudah diatur sesuai dengan kebutuhan yang meliputi

kekuatan, keuletan, dan kekerasannya. Akan tetapi satu kelemahan yang sering

dialami oleh material logam ini ialah terjadinya korosi yang dapat mengakibatkan

berkurangnya umur material tersebut.

Korosi ini dapat disebabkan oleh material itu sendiri maupun faktor-faktor

dari lingkungan. Faktor dari material itu sendiri meliputi kemurnian bahan, struktur

bahan, unsur- unsur penyusup yang ada dalam bahan, dan sebagainya. Faktor dari

lingkungan meliputi tingkat pencemaran udara, suhu, kelembaban, serta keberadaan

zat-zat kimia yang bersifat korosif. Bahan-bahan korosif terdiri atas asam, basa serta

garam, baik dalam bentuk senyawa an-organik maupun organik.


Lingkungan yang beragam merupakan salah satu faktor yang penting untuk

diperhatikan dalam perencanaan suatu produk yang menggunakan logam sebagai

bahannya. Perencanaan produk yang akan digunakan pada lingkungan asam akan

berbeda dengan perencanaan produk untuk lingkungan basa. Selain tingkat keasaman

lingkungan yang perlu dipertimbangkan, ada beberapa hal yang bisa berpengaruh

terhadap proses terjadinya korosi, yaitu temperatur lingkungan dan jumlah oksigen

yang tersedia dalam lingkungan.

Dengan beragamnya faktor-faktor yang mempengaruhi proses korosi

tersebut, akan berpengaruh pada perencanaan produk, misalnya pada pemilihan

bahan. Berbagai jenis material banyak tersedia dengan komposisi masing-masing

sehingga memungkinkan bagi perencana untuk memilih bahan yang cocok dengan

lingkungannya.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dilakukan praktikum korosi

pada paku untuk mengetahui perbedaan perkaratan paku berdasarkan lingkugan yang

berbeda.

B. Tujuan

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui proses

terjadinya besi berkarat.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses terjadinya besi berkarat?

2. Factor apa saja yang mempengaruhi besi berkarat?


BAB II
KAJIAN TEORI

A. Reaksi Endoterm dan Eksoterm

Reaksi eksoterm adalah reaksi yang membebaskan kalor. Contoh eksoterm:

membakar minyak tanah di kompor minyak dan nyala api unggun. Reaksi endoterm

adalah reaksi yang menyerap kalor. Contoh endoterm: asimilasi dan fotosintesis. Pada

reaksi eksoterm, kalor mengalir dari sistem ke lingkungan sehingga entalpi sistem

akan berkurang, artinya entalpi produk (Hp) lebih kecil dari pada entalpi pereaksi

(Hr). Oleh karena itu perubahan entalpinya (∆H) bertanda negatif.

Reaksi Eksoterm: ∆H = Hp – Hr < 0 (negatif)

Pada reaksi endoterm, sistem menyerap energi. Oleh karena itu, entalpi sistem

akan bertambah, artinya entalpi produk (Hp) lebih besar dari pada entalpi pereaksi

(Hr). Akibatnya, perubahan entalpinya (∆H) bertanda positif.

Reaksi Endoterm: ∆H = Hp – Hr > 0 (positif).

Reaksi eksoterm alami merupakan proses reaksi di alam yang berlangsung

spontan dengan melepaskan energi. Misalnya, besi berkarat, air mengalir, ledakan

bom, pertunjukan kembang api, dan pembakaran kayu. Rekasi eksoterm buatan

merupakan reaksi eksoterm hasil percobaan di laboratorium. Misalnya, reaksi natrium

peroksida dengan air, reaksi HCL dan serbuk Zn, pencampuran air dengan asam

pekat, penambahan air kedalam tembaga sulfat anhidrat, dan reaksi besi (III) oksida

dengan logam aluminium (reaksi termit).

Perubahan entalpi dihitung dengan :

∆𝐻 = − 𝑎𝑡𝑎𝑢 ∆𝐻 < 0

Dengan demikian, perubahan entalpi bertanda negative. Hal ini dikarenakan

energi yang dilepaskan lebih besar daripada energi yang digunakan untuk reaksi.

Contoh reaksi eksoterm :

C(s) + O2(g) → CO2(g) + 393.5 kJ ; H = -393.5 kJ


Reaksi eksoterm: DH = HP - HR < 0 atau DH = (-) dengan Hp adalah harga produksi

dan HR adalah harga reaksi.

Gambar diatas adalah bagan dari proses reaksi eksoterm dan proses terjadinya

reaksi eksoterm yaitu dari sistem ke lingkungan.

B. Korosi

Korosi adalah kerusakan logam akibat berinteraksi dengan lingkungannya.

Korosi atau perkaratan logam merupakan proses oksidasi logam dengan udara atau

elektrolit lainnya, dimana udara atau elektrolit akan mengami reduksi, sehingga

proses korosi merupakan proses elektrokimia. Korosi dapat terjadi oleh air yang

mengandung garam, karena logam akan bereaksi secara elektrokimia dalam larutan

garam (elektrolit). Proses korosi logam dalam larutan akuatik (mengandung air)

merupakan reaksi elektrokimia yang meliputi proses perpindahan massa dan

perpindahan muatan. Bila suatu logam dicelupkan dalam larutan elektrolit, terjadi

dua lokasi yang disebut anoda dan katoda. Pada anoda terjadi reaksi oksidasi dan

pada katoda terjadi reaksi reduksi (Afifah, Dkk, 2016).

Korosi ini dapat disebabkan oleh material itu sendiri maupun faktor-faktor dari

lingkungan. Faktor dari material itu sendiri meliputi kemurnian bahan, struktur bahan,

unsur-unsur penyusup yang ada dalam bahan, dan sebagainya. Faktor dari lingkungan

meliputi tingkat pencemaran udara, suhu, kelembaban, serta keberadaan zat-zat kimia

yang bersifat korosif. Bahan-bahan korosif terdiri atas asam, basa serta garam, baik

dalam bentuk senyawa an-organik maupun organik (Sumarji, 2011).

C. Jeruk Nipis
Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia S.) merupakan salah satu tanaman obat

keluarga yang banyak terdapat ditengah masyarkat dan banyak digunakan sebagai

ramuan tradisional. Bagian yang sering digunakan adalah air perasannya, dengan

salah satu manfaat dapat digunakan untuk menghilangkan jerawat serta penyembuhan

luka agar tidak terjadi abses. Jerawat dan abses pada luka merupakan salah satu

infeksi yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus (Razak, Dkk, 2013).

D. Detergen

Deterjen merupakan gabungan dari berbagai senyawa dimana komponen

utama dari gabungan tersebut adalah surfaceactive agents atau surfaktan. Pencemaran

perairan akibat limbah deterjen diketahui memberikan kontribusi terhadap lingkungan

perairan. Pencemaran akibat limbah deterjen menyebabkan timbulnya residu di

hampir semua jenis perairan, seperti danau, sungai, laut,dan air tanah dangkal (Fuad,

Dkk, 2017).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum “Reaksi Endoterm dan Eksoterm”dilaksanakan pada Sabtu, 29

maret 2019, pukul 13.00 WITA sampai selesai. Bertempat di Laboratorium Jurusan

Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo,

Kendari.

3.2 Alat Dan Bahan

Alat yang digunakan yaitu gelas aqua plastic 10 buah, labu pisau, spatula,

batang pengaduk, gelas kimia 50 mL 2 buah dan waterbath, Sedangkan bahan yang

jeruk nipis, aquades, air keran, dan paku karet gelang dan kantong plastik.

3.3 Prosedur Kerja

Disiapkan 9 buah gelas aqua plastik yang telah dibersikan. Selajutnya gels aqua

kemudian diberi label masing-masing bertuliskan: gelas 1 air jeruk nipis, gelas 2 air

keran yang dipanaskan, gelas 3 air keran yang tidak dipanaskan, gelas 4 aquades yang

dipanaskan, gelas 5 aquades yang tidak dipanaskan, gelas 6 larutan detergen, gelas 7

larutan garam, gelas 8 padatan garam, dan gelas 9 tanpa campuran. Semua bahan

dimasukkan dalam gelas yang sesuai, kemudian paku dimasukkan dalam masing-

masing gelas sebanyak 1 buah. Empat buah gelas ditutup menggunakan kantong

plastik dan diikat dengan karet gelang agar tak ada udara yang masuk. Campuran

kemudian didiamkan selama 3 hari. Dilakukan pengamatan pada hari pertama dan

ketiga. Campuran kemudian didiamkan selama 3 hari. Dilakukan pengamatan pada

hari pertama dan ketiga.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Tabel 1. Hasil Pengamatan


Hasil Pengamatan (hari)
No Gelas Perlakuan
Ke-1 Ke-3
I Air jeruk nipis * ***
II Air Keran dipanaskan + tertutup * *
III Air Keran tidak dipanaskan + tertutup * *
IV Aquades dipanaskan + tertutup * *
V Aquades tidak dipanaskan + tertutup * *
VI Larutan detergen * *
VII Larutan garam * *
VIII Padatan garam * *
IX Tanpa campuran * *
Keterangan :

* Tidak berkarat
** Sedikit berkarat
*** Sangat berkarat
**** Sangat berkarat sekali

B. Pembahasan

Korosi merupakan peristiwa alami. Korosi merupakan reaksi kimia antara

logam dengan zat-zat yang ada di sekitarnya atau dengan partikel-partikel lain yang

terkandung dalam logam. Korosi merupakan reaksi logam menjadi ion pada

permukaan logam yang kontak langsung dengan lingkungan berair dan oksigen.

Faktor-faktor yang memengaruhi korosi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

yang berasal dari bahan itu sendiri dan dari lingkungan. Faktor dari bahan meliputi

kemurnian bahan, struktur bahan, bentuk kristal, unsur-unsur lain yang ada dalam

bahan, dan cara pembuatan bahan. Adapun faktor dari lingkungan meliputi udara (gas

oksigen), suhu, kelembapan (air), dan keasaman zat-zat kimia. Bahan-bahan korosif

terdiri atas asam, basa, dan garam, baik dalam bentuk senyawa anorganik maupun

organik.

Penguapan dan pelepasan bahan-bahan korosif ke udara dapat mempercepat

proses korosi. Udara dalam ruangan yang terlalu asam atau basa dapat mempercepat

proses korosi peralatan logam di ruangan tersebut.


Faktor yang berpengaruh terhadap korosi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

yang berasal dari bahan itu sendiri dan dari lingkungan. Faktor dari bahan meliputi

kemurnian bahan, struktur bahan, bentuk kristal, unsur-unsur kelumit yang ada dalam

bahan, teknik pencampuran bahan dan sebagainya. Faktor dari lingkungan meliputi

tingkat pencemaran udara, suhu, kelembaban, keberadaan zat-zat kimia yang bersifat

korosif dan sebagainya.

Bahan-bahan korosif (yang dapat menyebabkan korosi) terdiri atas asam, basa

serta garam, baik dalam bentuk senyawa maupun anorganik. Penguapan dan

pelepasan bahan-bahan korosif ke udara dapat mempercepat proses korosi. Udara

dalam ruangan yang terlalu asam atau basa dapat mepercepat proses korosi peralatan

elektronik yang ada dalam ruangan tersebut. Flour, hidrogen fluorida beserta

senyawaan-senyawaannya dikenal sebagai bahan korosif. Dalam industri, bahan ini

umumnya dipakai untuk sintesa bahan-bahan organik. Amoniak (NH3) merupakan

bahan kimia yang cukup banyak digunakan dalam kegiatan industri. Pada suhu dan

tekanan normal, bahan ini berada dalam bentuk gas dan sangat mudah terlepas ke

udara. ( Purba, Michael.2007).

Korosi atau pengkaratan merupakan fenomena kimia pada bahan – bahan

logam yang pada dasarnya merupakan reaksi logam menjadi ion pada permukaan

logam yang kontak langsung dengan lingkungan berair dan oksigen. Contoh yang

paling umum, yaitu kerusakan logam besi dengan terbentuknya karat oksida. Dengan

demikian, korosi menimbulkan banyak kerugian. Korosi logam melibatkan proses

anodik, yaitu oksidasi logam menjadi ion dengan melepaskan elektron ke dalam

(permukaan) logam dan proses katodik yang mengkonsumsi electron tersebut dengan

laju yang sama. Proses katodik biasanya merupakan reduksi ion hidrogen atau

oksigen dari lingkungan sekitarnya. Untuk contoh korosi logam besi dalam udara

lembab.( Purba, Michale. 2007 )

Pengamatan kali ini kelompok kami akan membahas terjadinya korosi pada

paku. Kita memberikan 9 perlakuan berbeda pada masing-masing aqua gelas yaitu

dikelompokkan menjadi aqua gelas tertutup dan terbuka, masing masing ada yang
tidak diberi air,ada yang diberi air biasa, air matang, aquades, aquades matang,

larutan garam, padatan garam, larutan detergen, air jeruk dan terakhir tanpa

perlakuan.

Dari hasil pengamatan selama 3 hari kami mendapati bahwa korosi hanya

terjadi pada gelas 1 yaitu air jeruk + paku karena air jeruk merupakan asam lemah.

pada campuran paku dan detergen tidak terjadi perkaratan karena air detergen bersifat

bassa sehingga. Pada larutan garam dan padatan garam tidak terjadi perkaratan karena

pada garam terdapat kandungan NaCl yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri

galionela.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Keasaman atau kebasaan merupakan faktor penyebab korosi. Namun,

pada percobaan justru asam memperlambat korosi walaupun pada

akhirnya paku mengalami korosi.

2. Faktor-faktor yang memengaruhi korosi adalah dari bahan itu sendiri

(kemurnian bahan, struktur bahan, bentuk kristal, dll) dan dari lingkungan

(udara, suhu, kelembaban, dan keasaman zat-zat kimia).

B. Saran

Sebaiknya sebelum melakukan praktikum, praktikan mencari pemahaman

tentang materi reaksi endoterm dan eksoterm.


DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Isriyanti Dkk. 2016. Uji kualitatif dan kuantitatif Sargassum sp. Dan
Gracilaria sp. Sebagai inhibitor bio-korosi pada baja karbon. Jurnal kimia
dan pemdidikan. Vol 1(2).
Fuad, M Anwar, Dkk.2017. Detergen dan Diatom Analisis In Selat Air Hitam
Waters Kepulauan Meranti Regency, Riau Provinsi. Jurnal. Universitas
Riau.
Razak, Abdul. Dkk. 2013. Uji Daya Hambat Air Perasan Buah Jeruk Nipis (Citrus
aurantifolia s.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus Secara
In Vitro. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol 2()1.
Sumarji, 2011. Studi Perbandingan Ketahan Korosi Stainless Steel Tipe SS 304
dan SS 201 Menggunakan Metode U-Bend Test secara Siklik dengan
Variasi Suhu dan PH. Jurnal Rotor. Vol 4(1).

Anda mungkin juga menyukai