Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA DASAR

REAKSI REDOKS

DISUSUN OLEH:
NAMA : GIBRAN SYAILLENDRA WISCNU MURTI
NIM : K1A021068
ASISTEN : MARWA IRBAH AS-SADIDAH

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


LABORATORIUM KIMIA DASAR
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii


REAKSI REDOKS ............................................................................................... 1
I. TUJUAN ........................................................................................................ 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 1
III. PROSEDUR PERCOBAAN ......................................................................... 4
3.1 Alat ........................................................................................................... 4
3.2 Bahan ....................................................................................................... 4
3.3 Skema Kerja ............................................................................................. 4
IV. DATA DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 6
4.1 Data Pengamatan ..................................................................................... 6
4.2 Data Perhitungan ...................................................................................... 8
4.3 Pembahasan .............................................................................................. 9
V. KESIMPULAN .............................................................................................. 15
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 15
5.2 Saran ........................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16

ii
REAKSI REDOKS
I. TUJUAN
1. Menjelaskan reaksi redoks.
2. Menguasai teknik titrasi redoks.
3. Mengurutkan reaktivitas logam-logam berdasarkan reaksi redoks.
4. Terampil dan dapat melakukan pekerjaan secara baik dan teliti dengan
kesalahan sekecil mungkin.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Perubahan kimia atau reaksi kimia banyak jenisnya, dan salah satu di
antaranya adalah reaksi oksidasi dan reaksi reduksi (Mulyono, 2010). Reaksi
redoks adalah reaksi yang terjadi perubahan bilangan oksidasi. Reaksi redoks
mencakup reaksi reduksi dan oksidasi. Reaksi reduksi adalah reaksi yang
terjadi penurunan bilangan oksidasi melalui penangkapan elektron,
contohnya:
Cu2+(aq) + 2e- → Cu(s)
Sedangkan reaksi oksidasi adalah reaksi yang terjadi peningkatan bilangan
oksidasi melalui pelepasan elektron, contohnya:
Zn(s) → Zn2+(aq) + 2e-
Dalam reaksi redoks, reaksi reduksi dan oksidasi terjadi secara simultan,
maka reaksi diatas menjadi:
Cu2+(aq) + Zn(s) → Cu(s) + Zn2+(aq)
(Suyanta, 2013)
Reaksi redoks merupakan kependekan dari reaksi reduksi oksidasi.
Bilangan oksidasi (biloks) suatu unsur adalah bilangan bulat yang digunakan
untuk memudahkan perhitungan perpindahan elektron dari satu atom,
molekul, atau ion ke atom, molekul atau ion lainnya. Perubahan bilangan
oksidasi menandakan adanya perubahan posisi elektron atom, baik pada
senyawa ionik maupun kovalen (Safitri, 2018). Persamaan reaksi redoks
dikatakan setara jika jumlah atom dan jumlah muatan di ruas kiri sama dengan
jumlah atom dan jumlah muatan di ruas kanan. Pada dasarnya reaksi redoks
berlangsung di dalam pelarut air sehingga penyetaraan persamaan reaksi
redoks selalu melibatkan ion H+ dan OH-. Terdapat dua metode untuk

1
2

menyetarakan reaksi redoks, yaitu dengan cara bilangan oksidasi dan cara
setengah reaksi (Vinsiah, 2020).
Titrasi reduksi oksidasi atau biasa disebut dengan titrasi redoks
merupakan penentuan atau penetapan kosentrasi reduktor atau oksidator atas
dasar terjadinya reaksi reduksi dan oksidasi antara titrat (zat yang terdapat
dalam Erlenmeyer) dengan titran (zat yang terdapat dalam buret). Reaksi
yang terjadi merupakan reaksi serah terima elektron atau reaksi redoks.
Dimana reaksi penyerahan atau pelepasan elektron marupakan reaksi oksidasi
dan reaksi penerimaan atau penangkapan elektron merupakan reaksi reduksi.
Istilah oksidasi dan reduksi berbeda dengan oksidator dan reduktor. Tahukah
Anda makna dari reduktor dan oksidator? Reduktor adalah zat yang
mengalami reaksi oksidasi, sedang oksidator adalah zat yang mengalami
reaksi reduksi. Menurut Khopkar (2014:52) oksidator maupun reduktor tidak
berbicara mengenai atomnya saja melainkan mengacu pada suatu senyawa.
Apabila suatu zat dapat berperan sebagai oksidator maupun reduktor, maka
dapat dikatakan zat tersebut mengalami autooksidasi atau disproporsionasi.
Pada keadaan tertentu banyak reaksi redoks yang terjadi namun berlangsung
lambat, sehingga apabila ingin mempercepat reaksinya dibutuhkan katalis
(Zulaicha & Agustina, 2019).
Macam-macam titrasi redoks adalah sebagai berikut:
1. Permanganometri
Merupakan penetapan kosentrasi zat berdasarkan reaksi redoks
menggunakan Kalium Permanganat (KMnO4). Pada titrasi
permanganometri, kalium permanganat bertindak sebagai oksidator dan
bertindak pula sebagai autoindikator.
2. Bikromatometri
Merupakan penetapan kadar zat berdasarkan reaksi redoks
menggunakan larutan baku Kalium Bikromat. Jika dibandingkan dengan
Kalium permanganat (KMnO4), Kalium Bikromat bertindak sebagai
oksidator yang lebih lemah. Larutan baku kalium bikromat memiliki sifat
lebih stabil dari KMnO4. Indikator yang digunakan pada titrasi ini adalah
natrium difenilbenzidinsulfonat. Perubahan warna terjadi dari hijau ke
violet.
3. Serimetri
Merupakan penetapan kadar zat berdasarkan reaksi redoks
menggunakan larutan baku garam Cerium. Jika dibandingkan kalium
permanganat, garam cerium memiliki sifat lebih stabil. Hasil reduksinya
hanya satu dan tidak dapat mengoksidasi ion Cl-. Kelemahanya, tidak
3

dapat digunakan pada suasana netral/basa karena peristiwa hidrolisis dan


warna kuning dari Ce4+ tidak cukup terang.
4. Iodo/idodimetri
a. Iodimetri (titrasi langsung) Titrasi iodimetri dilakukan dengan cara
dititrasi langsung dengan larutan standard iod sebagai oksidator.
b. Iodometri (Titrasi tak langsung) Titrasi Iodometri merupakan titrasi
dimana zat yang akan ditentukan kadar/kosentrasinya direaksikan
dengan ion iodida. Umumnya menggunakan larutan Kalium Iodida
berlebih sebagai pereaksinya. Reduksi zat oksidator membebaskan
I2 yang jumahnya ekivalen. I2 kemudian dititrasi dengan S2O4 2-.
Perbedaan metode iodometri dan iodimetri yaitu pada iodometri
perubahan warna yang terjadi dari biru menjadi tak berwarna,
sedangkan pada iodimetri kebalikan dari iodometri, perubahan
warna yang terjadi dari tak berwarna menjadi biru
(Zulaicha & Agustina, 2019).
Potensial Elektrode dan Deret Volta pada reaksi redoks yang terjadi pada
sel galvani (sel volta), muncul yang namanya aliran elektron yang
menyebabkan adanya arus listrik. Besarnya arus listrik yang terjadi
tergantung pada besarnya beda potensial antara kedua elektroda (anoda dan
katoda). Nilai potensial dari sel volta disebut juga dengan potensial sel (E°sel).
Setiap potensial sel yang terjadi akan berbeda-beda tergantung pada jenis
elektrodanya, suhu larutan elektrolit, dan konsentrasi larutan. Berikut deret
volta:
Li – K – Ba – Ca – Na – Mg – Al – Mn – Zn – Cr – Fe – Cd – Ni – Sn – Pb –
H – Sb – Bi – Cu – Hg – Ag – Pt – Au
Dari kiri ke kanan nilai E° reduksi semakin besar (oksidator kuat) maka akan
terbentuk sebuah deret yang dikenal dengan nama deret volta. Logam yang
berada di sebelah kiri dapat mendesak logam yang berada di sebelah kanan.
Semakin ke kiri kedudukan suatu logam dalam deret volta menandakan:
▪ Logam semakin reaktif (semakin mudah melepas elektron)
▪ Logam merupakan reduktor yang semakin kuat
Sebaliknya, semakin kanan kedudukan logam dalam deret volta menandakan:
▪ Logam semakin kurang reaktif (semakin sukar melepas elektron)
▪ Kationnya merupakan oksidator yang semakin kuat
Jadi, logam yang terletak lebih kiri lebih reaktif daripada logam-logam yang
di kanannya. Oleh karena itu, logam yang terletak lebih kiri dapat mendesak
logam yang lebih kanan dari senyawanya (Nasution, 2019).
III. PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah buret, statif,
labu erlenmeyer 250 mL, pipet volumetri 10 mL, penangas, tabung
reaksi, logam Fe, Zn, Cu, Pb (lempeng atau batangan) dan
kikir/ampelas.

3.2 Bahan
Bahan kimia yang digunakan pada percobaan ini adalah KMnO4,
H2C2O4 0,1 N, H2SO4 4 N, larutan sampel, Fe(NO3)2 0,1 M, ZnSO4 0,1
M, CuSO4 0,1 M, Pb(NO3) 0,1 M, dan HCl 4 M.

3.3 Skema Kerja


3.3.1 Titrasi redoks

KMnO4

 dimasukkan ke dalam buret tepat pada titik


“nol”
 diambil menggunakan pipet sebanyak 10 mL
larutan asam oksalat ke dalam labu
erlenmeyer dan ditambahkan 5 mL H2SO4 4 N
lalu dipanaskan dengan penangas sampai
80°C.
 dititrasi larutan tersebut dengan larutan
KMnO4 sampai terbentuk warna merah muda
 dihitung normalitas KMnO4
 diambil 10 mL larutan sampel menggunakan
pipet dan dimasukkan ke labu erlenmeyer
 ditambahkan 5 mL H2SO4 4 N
 dilakukan titrasi dan dihitung normalitas
PbSO4
 dihitung kadar sampel logam (gram) yang
terdapat dalam larutan sampel

Hasil

4
5

3.3.2 Reaktivitas logam

Logam Fe

 digosok menggunakan kikir/ampelas


kemudian dipotong kecil-kecil dengan ukuran
0,3 cm x 0,3 cm (atau sedikit lebih besar)
 diisi lima tabung reaksi masing-masing
dengan larutan Fe(NO3)2 0,1 M, CuSO4 0,1
M, CH3COOAl 3 M, HCl 4M, dan Pb(NO3)2
0,1 M
 dimasukkan sepotong logam Fe yang telah
digosok ke dalam lima tabung reaksi tadi dan
diamati yang terjadi
 diulang langkah 1-3 untuk logam Zn, Cu, dan
Pb
 diprediksi reaksi-reaksi yang terjadi
menggunakan data yang diperoleh serta
ditentukan urutan reaktivitas logam Fe, Zn,
Cu, dan Pb.

Hasil
IV. DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
Tabel 4.1.1 Titrasi Redoks
No. Perlakuan Pengamatan
50 mL KMnO4 dimasukkan Berwarna ungu pekat
1.
ke dalam buret
- 10 mL asam oksalat + 5 - Larutan tidak berwarna
mL H2SO4 dipanaskan - Larutan mengeluarkan sedikit
pada suhu 80℃ gelembung dan tidak
2.
- Dititrasi dengan KMnO4 berwarna
- Larutan berwarna merah
muda
- 10 mL PbSO4 + 5 mL - Larutan putih keruh
H2SO4 dipanaskan pada - Larutan berwarna merah
3.
suhu 80℃ muda
- Dititrasi dengan KMnO4

Tabel 4.1.2 Reaktivitas Logam


No. Perlakuan Pengamatan
Logam Al diamplas: - Tetap ketika ditambahkan Al
- Ditambahkan ke larutan asetat
Al asetat - Bereaksi ketika ditambahkan
- Ditambahkan ke larutan ZnSO4
ZnSO4 - Bereaksi ketika ditambahkan
1. - Ditambahkan ke larutan CuSO4
CuSO4 - Bereaksi ketika ditambahkan
- Ditambahkan ke larutan Pb(NO3)2
Pb(NO3)2 - Bereaksi ketika ditambahkan
- Ditambahkan ke larutan HCl
HCl

6
7

- Tetap ketika ditambahkan Al


asetat
- Bereaksi ketika ditambahkan
ZnSO4
Logam Zn - Tetap ketika ditambahkan
2.
CuSO4
- Bereaksi ketika ditambahkan
Pb(NO3)2
- Bereaksi ketika ditambahkan
HCl
- Tetap ketika ditambahkan Al
asetat
- Tetap ketika ditambahkan
ZnSO4
- Tetap ketika ditambahkan
3. Logam Cu
CuSO4
- Tetap ketika ditambahkan
Pb(NO3)2
- Tetap ketika ditambahkan
HCl
- Tetap ketika ditambahkan Al
asetat
- Bereaksi ketika ditambahkan
ZnSO4
- Tetap ketika ditambahkan
4. Logam Pb
CuSO4
- Bereaksi ketika ditambahkan
Pb(NO3)2
- Tetap ketika ditambahkan
HCl
4.2 Data Perhitungan
4.2.1. Titrasi redoks
a) Normalitas KMnO4
V KMnO4 x N KMnO4 = V H2C2O4 x N H2C2O4
15,25 mL x N KMnO4 = 10 mL x 0,1 N
10 mL x 0,1 N
N KMnO4 =
15,25 mL
N KMnO4 = 0,0656 N

b) Normalitas PbSO4
V PbSO4 x N PbSO4 = V KMnO4 x N KMnO4
10 mL x N PbSO4 = 1,8 mL x 0,0656 N
1,8 mL x 0,656 N
N KMnO4 =
10 mL
N KMnO4 = 0,011808 N

c) Kadar garam PbSO4

- M PbSO4 = N PbSO4
M PbSO4 = 0,011808 N
m 1000
- M = x
Mr V
m 1000
0,011808 = x
303 10
Massa PbSO4 = 0,03578 gram
Ar Pb
- % Pb terlarut = x 100%
Mr PbSO4
207
= x 100%
303
= 68,3 %
- Kadar Pb = % Pb terlarut x massa Pb
= 68,3% x 0,03578 gram
= 0,0244 gram

8
4.3 Pembahasan
Konsep reaksi oksidasi reduksi ditinjau dari pelepasan dan
pengikatan elektron. Konsep yang dimaksud reaksi redoks adalah
reaksi yang di dalamnya terjadi perpindahan elektron secara berurutan
dari satu spesi ke spesi yang lainnya. Menurut konsep ini, reaksi redoks
terdiri atas dua reksi yaitu reaksi oksidasi dan reaksi reduksi. Reaksi
oksidasi adalah reaksi pelepasan elekron, sedangkan reaksi reduksi
adalah reaksi pengikatan elektron. Reaksi oksidasi maupun reakksi
reduksi tidak dapat berlangsung sendiri-sendiri, namun selalu
berlangsung secara bersamaan. Ketika ada elektron yang lepas, maka
harus ada spesi yang menangkapnya. Elektron yang lepas pada reaksi
oksidasi sama dengan elektron yang diikat pada reaksi reduksi. Masing-
masing reaksi (oksidasi dan reduksi) disebut reaksi paruh (setengah
reaksi), karena diperlukan dua buah setengah reaksi untuk membentuk
sebuah reaksi. Dilepasnnya elektron oleh suatu unsur selama oksidasi
ditandai dengan meningkatnya bilangan oksidasi unsur tersebut.
Reduksi terjadi penurunan bilangan oksidasi karena diperolehnya
elektron oleh unsur tersebut. Reaksi redoks dalam elektrokimia
merupakan proses dari elektrokimia tersebut dan mengandung energi
yang dapat dilepas oleh reaksi spontan untuk diubah menjadi energi
listrik (Suminar, 2007).
Bilangan oksidasi (biloks) adalah jumlah muatan yang dimiliki
atom atau unsur jika bergabung dengan atom atau unsur lain. Bilangan
oksidasi atau tingkat oksidasi diterangkan berdasarkan komposisi
senyawa, keelektronegatifan relatif unsur, dan menurut beberapa aturan
(Surawan, 2013). Bilangan oksidasi suatu unsur dalam unsur bebas
maupun senyawanya, dapat ditentukan dengan aturan sebagai berikut:
a. Bilangan oksidasi unsur bebas adalah nol.
Contoh: Bilangan oksidasi atom-atom pada Ne, O2, P4, C, Na
adalah nol.
b. Bilangan oksidasi ion monoatom sama dengan muatan ionnya.
Contoh: Bilangan oksidasi Na+ = +1, bilangan oksidasi Mg2+ = +2.
c. Jumlah bilangan oksidasi untuk semua atom dalam senyawa adalah
nol.
Contoh: Jumlah bilangan oksidasi atom Cu dan atom O dalam CuO
adalah nol.
d. Jumlah bilangan oksidasi atom-atom ion poliatom sama dengan
muatan ion poliatomnya.
Contoh: Jumlah bilangan oksidasi atom O dan atom H dalam OH-
adalah -1.

9
10

e. Bilangan oksidasi unsur-unsur golongan IA dalam senyawanya


adalah +1, sedangkan bilangan oksidasi unsur golongan IIA dalam
senyawa adalah +2.
Contoh: Biloks K dalam KCl adalah +1. Biloks Mg dalam MgSO4
dan Ca dalam CaSO4 adalah +2.
f. Bilangan oksidasi unsur golongan VIIA dalam senyawa biner
logam adalah -1.
Contoh: Bilangan oksidasi Cl dalam NaCl, MgCl2, dan FeCl3
adalah -1.
g. Bilangan oksidasi hidrogen dalam senyawanya adalah +1, kecuali
dalam hidrida, logam hidrogen mempunyai bilangan oksidasi -1.
Contoh: Bilangan oksidasi H dalam H2O, NH3, dan HCl adalah +1.
Bilangan oksidasi H dalam NaH dan CaH2 adalah -1.
h. Bilangan oksidasi oksigen dalam senyawanya adalah -2, kecuali
peroksida (biloks oksigen = −1) dan senyawa biner dengan fluor
(biloks oksigen = +2).
Contoh: Bilangan oksidasi O dalam H2O adalah -2. Bilangan
oksidasi O dalam OF2 adalah +2. Bilangan oksidasi O dalam
peroksida, seperti H2O2 dan BaO2 adalah -1.
(Mitra, 2014)

Pada percobaan yang pertama dilakukan percobaan titrasi redoks.


Titrasi redoks merupakan titrasi yang melibatkan reaksi reduksi dan
reaksi oksidasi antara titran dan analit, perubahan potensial dapat
digunakan untuk mengamati titik akhir terjadinya titrasi (Halim, 2018).
Analisa dengan cara titrasi redoks telah banyak dimanfaatkan, seperti
dalam analisis vitamin C (asam askorbat) begitu pula aplikasi dalam
bidang industri misalnya penentuan sulfit dalam minuman anggur
dengan menggunakan iodin, atau penentuan kadar alkohol dengan
menggunakan kalium dikromat. Beberapa contoh yang lain adalah
penentuan asam oksalat dengan menggunakan permanganat, penentuan
besi (II) dengan serium (IV), dan sebagainya (Rodiani & Suprijadi,
2013).
Permanganometri merupakan salah satu metode titrasi yang
menggunakan prinsip reaksi reduksi dan oksidasi. Permanganometri
merupakan suatu metode yang sering digunakan karena
permanganometri memiliki kelebihan antara lain Permanganometri
merupakan oksidator kuat, tidak memerlukan indikator, mudah
diperoleh dan terjangkau. Adapun kekurangan dari metode ini adalah
larutan ini tidak stabil dalam penyimpanan, jadi harus sering dilakukan
11

pembakuan. Permanganometri ini menggunakan larutan KMnO4


sebagai titran. KMnO4 merupakan oksidator kuat yang berwarna ungu.
Pada suasana asam, zat ini akan mengalami reduksi menjadi ion Mn2+
yang tidak berwarna.
MnO4-(aq) + 8H+(aq) + 5e- → Mn2+(aq) + 4H2O(l)
Pada pH netral atau larutan alkali, hasil reaksi merupakan MnO2 yang
berupa padatan berwarna coklat.
MnO4-(aq) + 4H+(aq) + 3e- → MnO2(s) + 2H2O(l)
Sedangkan pada larutan basa yang sangat kuat seperti 2M NaOH akan
terbentuk ion manganat yang berwarana hijau.
MnO4-(aq) + e- → MnO42-(aq).
Reaksi yang paling umum diterapkan dalam laboratorium adalah reaksi
yang terjadi di dalam larutan-larutan yang memiliki suasana amat asam
dengan konsentrasi 0,1 N atau lebih. Permanganat bereaksi secara cepat
dengan banyak agen pereduksi. Pada suasana asam KMnO4 selain
bertindak sebagai oksidator, ia juga bertindak sebagai indikatornya
sendiri (auto indikator) karena hasilnya merupakan ion Mn2+ yang tidak
berwarna (Putra, 2016).
Percobaan titrasi redoks mula-mula dengan memasukkan larutan
KMnO4 yang berwarna ungu pekat ke dalam buret hingga tepat pada
titik “nol”. Kemudian dimasukkan sebanyak 10 mL larutan asam
oksalat ke dalam labu erlenmeyer. Lalu ditambahkan 5 mL H2SO4 4 N
dan dipanaskan dengan penangas hingga suhu mencapai 80°C.
Pemanasan dilakukan sampai suhu 80℃, karena jika melebihi suhu
80℃ asam oksalat akan terurai menjadi H2O, CO2, dan CO. Sedangkan
apabila kurang dari suhu 80℃, reaksi akan berjalan lambat. Selanjutnya
larutan tersebut dititrasi dengan larutan KMnO4 hingga terbentuk warna
merah muda. Selama proses titrasi, tangan kiri digunakan untuk
memegang dan mengendalikan kran buret, sementara tangan kanan
digunakan untuk menggoyang-goyangkan erlenmeyer (Enawaty,
2020). Setelah selesai hitung volume larutan KMnO4 yang dipakai dan
hitung normalitasnya serta dihitung pula kadar sampel logam (gram)
yang terdapat dalam larutan sampel. Asam sulfat (H2SO4) digunakan
untuk memberikan suasana asam. Sifat H2SO4 sebagai pereduktor kuat
sehingga dapat bereaksi sempurna dengan KMnO4 yang bersifat
sebagai pengoksidator kuat. Selain itu, penambahan larutan asam akan
mempermudah reaksi titrasinya.
12

Gambar 4.3.1 Hasil titrasi KMnO4 dengan asam oksalat

Reaksi yang terjadi antara asam oksalat dan KMnO4 adalah sebagai
berikut:
5H2C2H4 + 2MnO4 + 6H+ → 2Mn2+ + 5CO2 + 8H2O (Svehla, 1985).
Hasil dari percobaan ini adalah larutan asam oksalat berubah warna
menjadi merah muda setelah dititrasi dengan KMnO4. Hasil
perhitungan diketahui bahwa volume larutan KMnO4 yang terpakai
sebanyak 15,25 mL dengan normalitas 0,0656 N.
Percobaan selanjutnya yaitu menentukan kadar logam. Mula-mula
diambil 10 mL larutan sampel menggunakan pipet dan dimasukkan ke
dalam labu erlenmeyer, lalu tambahkan dengna 5 mL H2SO4 4 N.
Langkah berikutnya adalah titrasi dan hitung normalitas KMnO4 serta
hitung kadar sampel logam (gram) yang terdapat dalam larutan sampel.
Hasil dari percobaan ini adalah larutan sampel berubah menjadi merah
muda dengan normalitas sebesar 0,011808 N. Sedangkan kadar sampel
logam yang terdapat dalam larutan sampel sebanyak 0,0244 gram.
Reaksi yang terjadi antara Pb(NO3)2 dengan KMnO4 adalah sebagai
berikut:
2KMnO4 + 3PbSO4 + 2Pb(NO3)2 + H2O → 2MnSO4 + 5PbO2 + 4HNO3
+ K2SO4 (Svehla, 1985).
Percobaan terakhir adalah percobaan reaktivitas logam. Unsur-
unsur yang disusun berdasarkan urutan potensial elektroda standar
membentuk deret yang dikenal sebagai deret keaktifan logam atau deret
Volta. Berikut merupakan urutan keaktifan logam berdasar deret volta:
Li – K – Ba – Ca – Na – Mg – Al – Mn – Zn – Cr – Fe – Cd – Ni – Sn
– Pb – H – Sb – Bi – Cu – Hg – Ag – Pt – Au
(Setiyana, 2020)
13

Semakin ke kanan sifat oksidator makin kuat (mudah tereduksi)


dan semakin ke kiri sifat reduktor semakin kuat (mudah teroksidasi).
Jadi logam sebelah kiri dapat mendesak (bereaksi, mereduksi) ion
logam sebelah kanan (Setiyana, 2020).
a) Reaktivitas logam Al

Gambar 4.3.2 Reaktivitas logam Al

Pada percobaan reaktivitas logam Al, logam Al bereaksi


dengan larutan CuSO4, HCl, Pb(NO3)2, dan ZnSO4, tetapi tidak
bereaksi pada CH3COOAl. Menurut referensi hal ini karena E0 Al
pada CH3COOAl lebih kecil atau sama dengan logam Al sehingga
tidak bereaksi (Ridwan, 2016).

b) Reaktivitas logam Zn

Gambar 4.3.3 Reaktivitas logam Zn

Pada percobaan reaktivitas logam seng (Zn), logam Zn dapat


bereaksi dengan CuSO4 sehingga terdapat endapan warna hitam
seperti pada gambar 4.3.3. Logam Zn juga bereaksi dengan HCl
sehingga terdapat gelembung gas dan dapat bereaksi dengan
Pb(NO3)2. Namun logam Zn tidak dapat bereaksi dengan ZnSO4
dan CH3COOAl. Menurut referensi hal ini karena logam Zn
mengalami oksidasi sehingga logam Zn semakin terkikis dan
14

mereduksi larutan logam Zn sehingga mereduksi larutan (Santoso,


2011).

c) Reaktivitas logam Cu

Gambar 4.3.4 Reaktivitas logam Cu

Pada percobaan reaktivitas logam Pb, logam dapat bereaksi


dengan CuSO4 dan HCl tetapi tidak bereaksi dengan ZnSO4, 15
CH3COOAl, Pb(NO3)2 .Hal ini karena E0 larutan tersebut lebih
kecil atau sama dengan Pb sehingga tidak bereaksi (Ridwan, 2016).

d) Reaktivitas logam Pb

Gambar 4.3.5 Reaktivitas logam Pb

Pada percobaan reaktivitas logam Cu, logam Cu tidak bereaksi


dengan semua larutan, yaitu larutan ZnSO4, CuSO4, CH3COOAl,
HCl, dan Pb(NO3)2. Hal ini karena Cu sendiri mengalami oksidasi
dan logam lain tidak memiliki Eo yang cukup untuk mereaksikan
Cu (Cains, 2010).

Dari hasil percobaan reaktivitas logam yang dikerjakan, hasil yang


didapat sesuai dengan referensi, berdasarkan referensi logam-logam
yang dapat bereaksi dengan larutan diantaranya logam Zn dengan
larutan Pb(NO3)2 yaitu memngalami perubahan warna menjadi hitam.
Logam Al bereaksi dengan CuSO4 ditandai dengan adanya gelembung
gas yang sedikit. Al dengan Pb(NO3)2 menghasilkan gelembung gas.
Logam Cu tidak bereaksi dengan Pb(NO3)2, tidak ada gelembung gas
(Endang, 2015). Berdasarkan hasil referensi, dari keempat logam yang
digunakan reaktivitasnya dapat diurutkan menjadi Al > Zn > Pb > Cu
(Widya, 2017).

V. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1. Reaksi redoks adalah reaksi perubahan bilangan oksidasi yang di
dalamnya terdapat reaksi reduksi dan reaksi oksidasi.
2. Permanganometri merupakan metode titrasi dengan menggunakan
kalium permanganat.
3. Titrasi redoks merupakan analisis titrimetri yang didasarkan pada
reaksi redoks.
4. Teknik titrasi redoks hampir sama dengan titrasi asam-basa hanya
saja pada titrasi redoks zat yang akan dititrasi dipanaskan terlebih
dahulu hingga suhu mencapai 80 °C.
5. Reaktivitas logam pada percobaan ini adalah Al, Zn, Pb, dan Cu,
berdasarkan percobaan yang dilakukan tingkat reaktivitas
logamnya tingkat yaitu Al > Zn > Pb > Cu.
5.2 Saran
Ketika praktikum titrasi redoks, praktikan harus jeli dan teliti
dalam malakukan titrasi dan mencatat data. Kemudain praktikan juga
harus bersikap lebih berhati-hati dan teliti agar logam benar-benar
digosokkan dan teliti ketika mengamati reaksi yang terjadi saat logam
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah diisi dengan larutan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Cains, K. (2010). Analisis Kimia Kuantitatif Edisi keenam. Jakarta: Erlangga.


Enawaty, Eny. (2020). Deskripsi Kemampuan Psikomotorik Mahasiswa
Pendidikan Kimia Pada Titrasi Asam Basa. Al-Razi Jurnal Ilmiah, 8(2): 91-
101.
Endang. (2015). Reaksi Reduksi Oksidasi. Jakarta: Gramedia.
Hali, Yoshinta. (2018). Pengembangan Lembar Kerja Berbasis Inkuiri Pada
Penentuan Kadar Bioetanol Produk Fermentasi Dengan Metode Titrasi
Redoks. Skripsi. Program Studi Pendidikan Kimia, UIN Sunan Gunung
Djati. Bandung.
Mitra, Justria Eka. (2014). Penerapan Metode Pembelajaran Problem Posing Dalam
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Kimia Di SMA N
1 Sungai Apit. Skirpsi. Program Studi Pendidikan Kimia, Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Pekanbaru.
Mulyono. (2010). Konsep Dasar Kimia Untuk PGSD. Bandung: UPI Press.
Nasution, Muslih. (2019). Kajian Tentang Hubungan Deret Volta dan Korosi Serta
Penggunaannya Dalam Kehidupan Sehari-Hari. Seminar Nasional Teknik
(SEMNASTEK) UISU, 2(1): 251-255.
Putra, Frischa Andhika. (2016). Perbandingan Metode Analisis Permanganometri
dan Serimetri Dalam Penetapan Kadar Besi (II). Skripsi. Jurusan Kimia,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
Ridwan. (2016). Sel Elektrokimia: Karakteristik dan Aplikasi.
Rodiani, Teni., dan Suprijadi. (2013). Analisis Titrimetri dan Gravimetri Kelas XI
Semester 3. Cianjur: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan Pertanian Cianjur.
Safitri, Yulia. (2018). Pembuatan Inhibitor Korosi Dari Ekstrak Daun Pepaya
(Carica Papaya Linn) Dalam Medium Air Gambut Sebagai Sumber Belajar
Pada Materi Reaksi Reduksi Oksidasi Di Sekolah Menengah Atas Negeri
Plus Provinsi Riau. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas
Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. Pekanbaru.
Santoso, R. (2011). Pembahasan Reaksi Redoks. Jakarta: Indonesia Pers.
Suminar, N. R. (2007). Analisi Kimia Redoks. Semarang: Ganesha.

16
17

Surawan, Tri. (2013). Fisika dan Kimia 1C Bab IV.


http://tri_surawan.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.1, diakses
pada tanggal 7 November 2021.
Suyanta. (2013). Konsorium Sertifikasi Guru: Modul PLPG Kimia Redoks dan
Elektrokimia. Yogyakarta: UNY.
Vogel. (1985). Vogel: Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro Edisi Kelima. Jakarta: PT Kalman Pustaka.
Vinsiah, Rananda. (2020). Modul Pembelajaran SMA Kimia Kelas XII:
Penyetaraan Persamaan Reaksi Redoks. Palembang: SMA Negeri
Sumatera Selatan.
Widya. (2017). The Master of Key of SBMPTN. Bandung: Yrama Widya.
Zulaicha, Ika., & Agustina, Khubailul. (2019). Analisis Kuantitatif Konvensional.
Jakarta: Direktorat Pembinaan SMK.

Anda mungkin juga menyukai