Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Lulus Matakuliah Kimia Dasar
Pada Prodi Pendidikan Fisika Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Alauddin Makassar
Praktikan : ZULPIANI
NIM : 20600123011
Prodi : Pendidikan Fisika
Gol./ Klp : A/ 2
Tgl Praktek : 14 Oktober 2023
Asisten : Mutia Ramadhana
Judul Percobaan
Sifat-Sifat Unsur
Nama : ZULPIANI
NIM : 20600123011
Prodi : Pendidikan Fisika
Gol./ Klp : A/ 2
Mengetahui,
Asisten,
MUTIA RAMADHANA
NIM 20600122013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanpa kita sadari reaksi kimia telah mempengaruhi kehidupan kita. Contoh di
kehidupan sehari-hari kita yang menggunakan reaksi kimia seperti, makanan yang kita
konsumsi setiap saat setelah dicerna berubah menjadi tenaga tubuh. Nitrogen dan Hidrogen
bergabung membentuk ammonia yang digunakan sebagai pupuk, bahan bakar dan plastik
dihasilkan oleh minyak bumi. Pati tanaman dalam daun disintesis dari CO2 dan H2O oleh
pengaruh sinar matahari. Dalam industri farmasi dan obat-obatan dihasilkan barang yang
berupa obat, baik dalam bentuk padat maupun cair. Pembuatan obat-obatan tersebut biasanya
dilakukan dengan reaksi kimia dan melibatkan perhitungan kimia yang rumit. Kejadian-
kejadian tersebut sangat berkaitan dengan reaksi kimia yang lazim dikenal sebagai
stoikiometri.
Stoikiometri berasal dari bahasa Yunani “stoicheon” yang berarti kesetimbangan dan
“metron” yang berarti pengukuran. Stoikiometri merupakan bagian ilmu kimia yang
mempelajari hubungan kuantitatif antara zat yang berkaitan dalam reaksi kimia. Zat-zat
tersebut meliputi massa, volume, jumlah mol, dan jumlah partikel. Data-data kuantitatif
sendiri merupakan suatu data yang wujudnya berupa angka-angka yang merepresentasikan
keadaan-keadaan tertentu yang terjadi dalam suatu reaksi kimia. Suatu reaksi dapat dikatakan
sebagai reaksi stoikiometri apabila reaktan dalam reaksi habis seluruhnya. Bila senyawa
dicampur untuk bereaksi maka sering tercampur secara kuantitatif stokiometri, artinya semua
reaktan habis pada saat yang sama. Namun demikian terdapat suatu reaksi dimana salah satu
reaktan habis, sedangkan yang lain masih tersisa. Reaktan yang habis disebut pereaksi
pembatas. Stoikiometri mempunyai beberapa hukum dasar diantaranya hukum kekekalan
massa (hukum lavoiser), hukum perbandingan berganda (hukum dalton), hukum
perbandingan tetap ( hukum proust), hukum perbandingan volume (hukum gay lussac), dan
hukum hipotesis avogadro.
Rumusan masalah pada percobaan ini adalah bagaimana cara menentukan titik
C. Tujuan
Tujuan diadakan percobaan ini adalah mahasiswa diharapkan mampu mengetahui cara
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Stoikhiometri
Salah satu aspek penting dari reaksi kimia adalah hubungan kuantitatif antara zat-zat
yang terlibat dalam reaksi kimia, baik sebagai pereaksi maupun sebagai hasil reaksi.
Stoikhiometri (stoi-kee-ah-met-tree) merupakan bidang dalam ilmu kimia yang menyangkut
hubungan kuantitatif antara zat-zat yang terlibat dalam reaksi kimia, baik sebagai pereaksi
maupun sebagaihasil reaksi. Stoikiometri juga menyangkut perbandingan atom antar unsur-
unsur dalam suatu rumus kimia, misalnya perbandingan atom H dan atom O dalam molekul
H2O. Kata stoikiometri berasal dari bahasa Yunani yaitu stoicheon yang artinya unsur dan
metron yang berarti mengukur. Seorang ahli Kimia Perancis, Jeremias Benjamin Richter
(1762-1807) adalah orang yang pertama kali meletakkan prinsip-prinsip dasar stoikiometri.
Menurutnya stoikiometri adalah ilmu tentang pengukuran perbandingan kuantitatif atau
pengukuran perbandingan antar unsur kimia yang satu dengan yang lain
(Kencanawati, 2012: 29).
Stoikhiometri adalah ilmu yang mempelajari perhitungan kimia kuantitatif, tidak
terbatas pada unsur saja tetapi juga perhitungan senyawa maupun campuran. Proses
pembuatan perhitungan yang didasarkan pada rumus-rumus dan persamaan reaksi kimia
disebut stoikiometri larutan. Stoikiometri larutan melibatkan volume dan konsentrasi larutan.
Konsentrasi dan volume larutan menentukan banyaknya zat yang terlibat pada reaksi yang
terjadi dalam larutan (Sapna, 2020: 25).
Dalam ilmu kimia, stoikiometri (kadang disebut stoikiometri reaksi reaksi untuk
membedakannya dengan stoikiometri komposisi) adalah ilmu yang mempelajari dan
menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan
kimia). Kata ini berasal dari bahasa Yunani stoikhieon (elemen) dan metria (ukuran).
Stoikiometri reaksi adalah penentuan perbandingan massa unsur-unsur dalam senyawa dalam
pembentukan senyawanya. Pada perhitungan kimia secara stokiometri, biasanya diperlukan
hukum-hukum dasar ilmu kimia (Alfian, 2009: 1).
B. Hukum Dasar Kimia
Materi hukum dasar dan perhitungan kimia adalah materi yang mempelajari tentang
hukum kekalan massa, hukum perbandingan volume dan hukum avogadro yang kesemuannya
merupakan dasar pijakan bagi perkembangan ilmu kimia
(Mukhlis dan Arusman, 2020: Volume 8).
Hukum kimia adalah hukum alam yang relevan dengan bidang kimia. Konsep paling
fundamental dalam ilmu kimia adalah hukum konservasi massa yang menyatakan bahwa
tidak terjadi perubahan kuantitas materi sewaktu reaksi kimia biasa biasa. Fisika modern
menunjukkan bahwa sebenarnya yang terjadi adalah konservasi energi, dan bahwa energi dan
massa saling berhubungan suatu konsep yang menjadi penting dalam kimia nuklir. Konservasi
energi menuntun ke suatu konsep-konsep penting mengenai kesetimbangan, termodinamika,
dan kinetika (Alfian, 2009: 1).
Hukum dasar kimia adalah hukum yang digunakan untuk mendasari hitungan kimia
dan hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam persamaan kimia. Aspek kuantitatif
dapat diperoleh dari pengukuran massa, volume, konsentrasi yang terkait dengan jumlah
partikel atom, ion, molekul atau rumus kimia yang terkait dalam persamaan reaksi kimia.
Pada perhitungan kimia secara stoikiometri memerlukan hukum-hukum dasar yang relevan.
Ada beberapa hukum dasar yang penting diantaranya adalah hukum kekekalan massa, hukum
perbandingan tetap, hukum perbandingan berganda, hukum perbandingan volume, dan hukum
hipotesis avogadro (Lopez, 2017: 1).
Hukum tambahan dalam kimia mengembangkan hukum konservasi massa. Hukum
perbandingan tetap dari Joseph Proust menyatakan bahwa zat kimia murni tersusun daru
unsur-unsur dengan formula tertentu kita sekarang mengetahui bahwa susunan struktural
unsur-unsur ini juga penting. Hukum perbandingan berganda dari John Dalton menyatakan
bahwa zat-zat kimia tersebut akan ada dalam proposi yang berbentuk bilangan bulat kecil
(misalnya, 1:2;O:H dalam air = H2O), walaupun dalam banyak sistem (terutama
biomakromolekul dan mineral) rasio ini cenderung membutuhkan angka besar, dan sering
diberikan dalam bentuk pecahan. Senyawa-senyawa seperti ini dikenal sebagai senyawa non-
stoikhimetrik (Alfian, 2009: 2).
Pada perhitungan kimia secara stoikiometri memerlukan hukum-hukum dasar yang
relevan. Menurut (Lopez, 2017: 2-7) ada beberapa hukum dasar yang penting diantaranya
adalah:
1. Hukum Kekekalan Massa (Hukum Lavoisier)
Hukum Lavoisier juga dikenal sebagai hukum kekekalan massa. Teori ini dicetuskan
oleh ilmuwan asal Prancis, Antoine Laurent Lavoisier. Hukum itu ditemukan saat Lavoisier
saat membakar merkuri cair putih dengan oksigen hingga berubah menjadi merkuri oksida
berwarna merah. Kemudian, Lavoisier juga memanaskan merkuri oksida merah itu sampai
kembali terbentuk merkuri cari putih dan oksigen.
Dalam penelitian itu Lavoisier lantas menemukan bahwa ada peran dari gas oksigen
dalam reaksi pembakaran. Massa oksigen pada saat proses pembakaran ternyata sama dengan
massa oksigen yang terbentuk setelah merkuri oksida dipanaskan. Bunyi dari Hukum
Lavoisier adalah:
Hal tersebut lantas disebut sebagai hukum kekekalan massa karena di dalam reaksi kimia
tidak mengubah massa.
2. Hukum Perbandingan Tetap (Hukum Proust)
Hukum Proust juga dikenal sebagai “Hukum Perbandingan Tetap”. Ini dikarenakan
pada tahun1799 Joseph Louis Proust menemukan bahwa setiap senyawa disusun oleh unsur
dengan komposisi tertentu dan tetap. Oleh karena itu, hukum tersebut berbunyi:
Salah satu contoh eksperimennya adalah reaksi unsur hidrogen dengan oksigen
membentuk senyawa air dan kemudian hasilnya menunjukkan perbandingan massa hidrogen
dengan oksigen beraksi tetap, yakni 1:8.
3. Hukum Perbandingan Berganda (Hukum Dalton)
Hukum Dalton pertama kali dicetuskan oleh ilmuwan asal Inggris bernama John
Dalton. Dalam penelitiannya, John Dalton membandingkan unsur-unsur yang terkandung
dalam beberapa senyawa. Hasilnya ditemukanlah Hukum Perbandingan Ganda yang
berbunyi:
“Jika ada dua unsur bisa membentuk lebih dari satu
senyawa dengan salah satu massa unsur dibuat
tetap, maka perbandingan massa yang lain dalam
senyawa itu merupakan bilangan bulat sederhana”.
Contohnya adalah belerang dan oksigen yang dapat membentuk dua senyawa.
4. Hukum Perbandingan Volume (Hukum Gay Lussac)
Hukum yang juga dikenal sebagai Hukum Perbandingan Volume ini ditemukan oleh
ilmuwan asal Prancis, yaitu Joseph Gay Lussac. Dalam penelitiannya, ia ingin membuktikan
tentang volume gas dalam suatu reaksi kimia. Hasil dari penelitian itu mendapat kesimpulan
bahwa suhu dan tekanan mempengaruhi perubahan gas. Bunyi hukum perbandingan ialah
sebagai berikut:
A. Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan pada percobaan ini adalah:
1. Tabel hasil pengamatan
Tabel 4.1: hasil pengamatan dari sistem NaOH dan H2SO4
Volume Suhu awal Suhu akhir ∆𝑻
NaOH H2SO4 To TA
20 mL 5 mL 29o C 33o C 4o C
29o C 33o C
15 mL 10 mL 29o C 38o C 9o C
29o C 38o C
10 mL 15 mL 29o C 38o C 9o C
29o C 38o C
5 mL 20 mL 29o C 33o C 9o C
29o C 33o C
2. Reaksi
Reaksi yang di dapatkan dari NaOH dan H2SO4 sebagai berikut:
2NaOH + H2SO4 → Na2SO4 + 2H2O
3. Grafik Stokhiometri
Grafik pada percobaan ini sebagai berikut:
= 6,25 mmol
6,25 𝑚𝑚𝑜𝑙
M Na2SO4 = 25 𝑚𝐿
= 0,25 M
B. Pembahasan
Pembahasan pada percobaan ini sebagai berikut:
Pada umumnya Sebelum melakukan praktikum, siapkan semua alat dan bahan yang akan
digunakan serta diketahui fungsi dari alat-alat yang digunakan. Memulai dengan memasukkan
larutan NaOH sebanyak 20 mL dengan konsentrasi 1 M ke dalam gelas ukur dengan
menggunakan pipet tetes. Kemudian tuangkan ke gelas kimia. Kemudian ukur suhu awal
larutan NaOH dengan menggunakan termometer. Cara memegangnya dengan tidak
memegang badan termometer namun memegang tali yang dikaitkan pada ujung termometer,
hal ini dilakukan agar suhu badan tidak mempengaruhi angka termometer. Setelah itu
masukkan larutan H2SO4 yang berkonsentrasi 0,5 M sebanyak 5 mL diukur menggunakan
gelas ukur lalu hitung dan dituang ke dalam labu erlenmenyer. Tuangkan larutan H2SO4 ke
dalam larutan NaOH pada gelas kimia yang di dalamnya telah dimasukkan termometer sambil
diaduk dengan perlahan serta hati-hati. Termometer pada gelas kimia hanya boleh menyentuh
larutan dan tidak boleh menyentuh sisi-sisi dalam gelas kimia. Hal ini dilakukan agar suhu
pada termometer tidak berpengaruh oleh suatu suhu gelas kimia yang berbeda. Sambil diaduk,
perhatikan perubahan suhu pada termometer lalu catat setelah tidak ada lagi perubahan pada
termometer. Suhu awal pada larutan NaOH tahap 1 ini adalah 29˚C dan setelah ditambahkan
larutan H2SO4 maka suhu meningkat menjadi 33˚C. Jadi temperatur rata-rata pada larutan atau
∆T yaitu TA – TO = 4˚C, dengan suhu akhir yang dikurang dengan suhu awal. Setelah
diketahui, maka selanjutnya gelas kimia dibersihkan dan dikeringkan untuk mengulangi
percobaan sebanyak 1 kali dan didapatkan ∆T dengan nilai yang sama dengan percobaan
sebelumnya yaitu 4oC.
Pada tahap 2 larutan NaOH yang digunakan sebanyak 15 mL, sedangkan larutan
H2SO4 digunakan sebanyak 10 mL. Larutan NaOH dimasukkan ke dalam gelas ukur dan
dituangkan ke dalam gelas kimia. Dalam hal ini praktikan harus mengamati suhu awal dari
larutan NaOH, lalu dituangkan larutan H2SO4.Setelah itu aduk larutan dengan hati hati sambil
di ukur suhu akhirnya menggunakan termometer. Catatlah suhu pada termometer saat tidak
bergerak pada suhu yang ditunjukkan. Maka pada tahap kedua suhu awal NaOH yaitu 29˚C
dan ketika ditambah dengan larutan H2SO4 sebanyak 10 mL, maka temperaturnya naik
menjadi 38˚C. Ulangi percobaan sebanyak 1 kali, sehingga pada percobaan tahap dua
didapatkab ∆T = 9˚C, Suhu akhir dikurang suhu awal.
Pada tahap ketiga disiapkan larutan NaOH sebanyak 10 mL dan larutan H 2SO4
sebanyak 15 mL. Seperti langkah sebelumnya pada tahap satu dan dua kita gunakan juga
ditahap ketiga ini. Sehingga dihasilkan, larutan NaOH sebelum dicampurkan H 2SO4 memiliki
temperatur suhu senilai 29˚C dan setelah dicampurkan larutan H2SO4 temperaturnya berubah
menjadi 38˚C. Sehingga pada percobaan tahap tiga didapatkan ∆T = 9˚C, Suhu akhir dikurang
suhu awal sehingga total yang bereaksi yaitu berjumlah 9˚C.
Setelah tahap ketiga, maka dilakukan percobaan tahap keempat. Pada tahap ini proses
dari percobaan pertama sampai keempat ini sama. Yang membedakan cuman jumlah larutan
yang dimasukkan. Pada tahap keempat, larutan NaOH disiapkan sebanyak 5 mL sedangkan
larutan H2SO4 sebanyak 20 mL. Suhu awal pada pengukuran tahap keempat ini adalah 29˚C.
Dan suhu ketika NaOH dicampur dengan larutan H2SO4 yaitu 33˚C. Sehingga pada percobaan
tahap empat didapatkan ∆T = 4˚C Sehingga ∆T pada larutan berjumlah 4˚C. Setelah
percobaan ini dilakukan, maka dilakukan penentuan grafik atau kurva dengan suhu rata-rata
volume NaOH dan H2SO4. Titik stoikiometri ditentukan dimana titik ini adalah titik terjadinya
netralisasi antara pereaksi yang satu dengan yang lainnya. Maka diperoleh jumlah mmol
H2SO4 dan NaOH yaitu 12,5 mmol.. Sehingga kita dapat peroleh nilai konsentrasi Na2SO4
pada titik stoikiometri yaitu 0,25 M
C. Dokumentasi
Gambar 4.2: alat dan bahan percobaan. gambar 4.3: mengambil larutan NaOH dan
H2SO4.
Gambar 4.4: menuangkan larutan H2SO4 ke Gambar 4.5: mengukur suhu awal larutan.
gelas kimia.
Gambar 4.6: mengukur suhu akhir setelah Gambar 4.7: mencatat perubahan suhu yang
ditambahkan larutan NaOH. Terjadi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini adalah:
Titik stoikiometri dapat ditentukan dengan cara menentukan reaksi dari campuran antara
larutan NaOH dan H2SO4. Dan diperoleh titik stoikiometri pada sistem NaOH- H2SO4 yaitu
pada titik 12,5 untuk volume NaOH. Stoikiometri pada sistem larutan NaOH dan H 2SO4 yaitu
dengan menggunakan dan mengukur suhu awal NaOH yang telah ditentukan volumenya
kemudian larutan H2SO4 dituang kedalam larutan NaOH, dimana volume H2SO4 sudah
diketahui. Dari pencampuran tersebut ditentukan suhu akhir dengan cara mengukur
menggunakan termometer. Untuk memperoleh titik stokhiometri larutan (∆T = T A – T0)
dihubungkan dengan volume sehingga diperoleh titik stoikiometri. Maka dari itu. Berdasarkan
percobaan yang telah dilakukan tentang cara menentukan titik stoikiometri pada sistem
natrium hidroksida (NaOH) dan asam sulfat (H2SO4). Pada percobaan stoikiometri sistem
NaOH-H2SO4 dapat disimpulkan bahwa titik stokiometri yang dihasilkan antara sistem NaOH
dan H2SO4 adalah 12,5 mmol.
B. Saran
Saran yang dapat saya sampaikan pada percobaan ini adalah:
1. Sebaiknya praktikan menguasai materi dan konsep praktikum sebelum memasuki ruangan
laboratorium.
2. Sebaiknya praktikan lebih berhati-hati pada saat melakukan percobaan agar tidak salah
dalam penempatan larutan dan agar alat yang digunakan tidak retak atau mengalami
kerusakan.
3. Sebaiknya praktikan harus lebih teliti dalam menganalisis data sehingga dalam proses
analisisnya tidak ada kekeliruan.
DAFTAR PUSTAKA
Mukhlis dan Arusman. Pembelajaran Problem Base Learning Berbasis Animasi Untuk
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Aceh. Vol. 8 No. 2 Hlm. 96-188. 2020.
Yos F. Da Lopez. Hukum Hukum Kimia Dasar. Kupang: Politeknik Pertanian Negeri Kupang.
2017.