Anda di halaman 1dari 228

LAPORAN LENGKAP

PRAKTIKUM KIMIA FISIK 1

OLEH:

FATHANAH ARIQOH SUBURAN


60500119010

LABORATORIUM KIMIA FISIKA


JURUSAN KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala rahmat dan karunia yang
diberikan, sehingga Jurnal Praktikum Fisika Dasar ini bisa terselesaikan dengan baik. Adapun
laporan ini disusun sebagai salah satu bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan mata
kuliah khusus yakni Kimia Fisika I pada jurusan Kimia Sains.
Dalam penyusunan laporan ini, penyususn menyadari pengetahuan dan pengalaman
penyusun masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan adanya
kritik dan saran dari berbagai pihak agar laporan ini lebih baik dan bermanfaat demi
penyempurnaan penyusunan laporan ini dan mendatang.
Dengan terselesainya laporan ini, maka tidak lupa penyusun mengucapkan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang terlihat dan penyusunan laporan ini, terkhusus untuk
kedua orang tua yang menjadi motivator terbesar dalam hidup yang telah memberikan
dukungan baik berupa moral maupun materi yang paling penting adalah doa, kakak-kakak
asisten yang telah membimbing kami serta rekan-rekan praktikum dan semua pihak yang
tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang telah memberikan bantuan dalam penulisan
laporan ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penyususn menyadari bahwa hanya kepada
Allah SWT. Kita menyerahkan segalanya. Semoga kita semua mendapat curahan dan ridho-
Nya, Aamiin.
Samata, 2 Desember 2020
Praktikan,

Fathanah Ariqoh Suburan


NIM : 60500119010
PERCOBAAN I
PENENTUAN KERAPATAN
DAN BOBOT JENIS
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan di alam ini dipengaruhi oleh banyaknya zat-zat yang secara tidak

langsung menjadi sahabat karib yang multi fungsi dalam kehidupan. Menurut sifat

fisika, zat terbagi tiga yaitu padat, cair, dan gas. Ketiga zat ini mempunyai

karakteristiknya masing- masing yaitu padat yang memilki sifat dapat

mempertahankan bentuknya, cairan ditentukan oleh wadahnya, dan gas yang dapat

menempati seluruh ruang tanpa membatasi bentuknya (Tipler, 1998: 15).

Ketiga zat tersebut memiliki perbedaan kerapatan dan bobot jenis. Fenomena

dalam kehidupan sehari- hari yang dapat memperlihatkan adanya pengaruh faktor

kerapatan dan bobot jenis terhadap suatu zat yang tidak bercampur dengan zat lainnya

antara minyak dan air. Kedua zat tersebut tidak dapat menyatu dan membentuk dua

fase campuran karena adanya perbedaan nilai bobot jenis yang besar sehingga

bercampurnya dua zat atau lebih menjadi satu fase juga dipengaruhi oleh faktor-faktor

lain (Ansel dan Prince, 2004: 76).


Kerapatan adalah massa suatu benda dibagi volumenya. Kerapatan juga suatu

sifat intensif yang tidak bergantung pada jumlah yang ada alasannya adalah karena

volume meningkat dengan meningkatnya massa, sehingga perbandingan kedua

besaran itu tetap sama untuk bahan tertentu. Satuan SI untuk kerapatan adalah

kilogram per meter kubik. Satuan agar terlalu besar untuk sebagian besar penerapan

kimia (Chang, 2004:12-13).

Kerapatan perbandingan antara bobot zat pada suhu tertentu dan pada volume

tertentu dengan bobot air 4 derajat celcius dengan volume yang sama. Bobot jenis
perbandingan antara bobot zat pada volume tertentu dengan bobot air pada suhu

tertentu dengan volume yang sama. Bobot jenis dapat juga disebut gravitasi spesifik.

Penentuan kerapatan dan bobot jenis dapat dilakukan dengan berbagai cara salah

satunya dengan menggunakan aerometer, neraca weshpalt, dan piknometer. Oleh

karena itu berdasarkan teori ini, maka dilakukan percobaan untuk penentuan kerapatan

dan bobot jenis (Nugraha dan Primasari, 2010: 85).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada percobaan ini adalah bagaimana menentukan

kerapatan dan bobot jenis suatu zat dengan menggunakan aroemeter, wespalth, dan

piknometer?

C. Tujuan

Tujuan dari percobaan kali ini adalah menentukan kerapatan dan bobot jenis

suatu zat dengan menggunakan aroemeter, wespalth, dan piknometer.


BAB II

TINJAUN PUSTAKA

A. Kerapatan dan Bobot Jenis


Kerapatan adalah massa per satuan volume, yaitu bobot zat per satuan volume.

Misalnya, satu militer raksa berbobot 13,6 g kerapatannya adalah 13,6 g/ml. Jika

kerapatan dinyatakan sebagai satuan bobot dan volume, maka bobot jenis merupakan

bilangan abstrak. Bobot jenis menggambarakan hubungan antara bobot suatu zat

terhadap bobot suatu zat baku, misalnya air, yang merupakan zat baku untuk sebagian

besar perhitungan dalam farmasi dan dinyatakan memiliki bobot jenis 1,00.

Perbandingan bobot jenis gliserin adalah 1,25, artinya bobot gliserin 1,25 kali bobot

volume air yang setara, dan bobot jenis alcohol adalah 0,81, artinya bobot alcohol 0.81

kali bobot volume air yang setara. Bobot jenis adalah rasio bobot suatu zat terhadap

bobot zat baku yang volumenya sama pada suhu yang sama dan dinyatakan dalam

desimal (Ansel 2004: 120).

Bobot jenis dinyatakan dalam desimal dengan beberapa angka dibelakang

koma sebanyak akurasi yang diperlukan pada penentuannya. Umumnya dua angka
dibelakang koma sudah mencukupi. Bobot jenis suatu zat dapat dihitung ddengan

mengetahui bobot dan volumenya. Bobot jenis adalah factor yang memungkinkan

pengubahan jumlah zat dalam formula farmasetik dari bobot menjadi volume dan

sebaliknya. Bobot jenis juga digunakan untuk mengubah pernyataan kekuatan dalam

b/b, b/v, dan v/v (Ansel, 2004: 212).

Bobot jenis merupakan perbandingan massa suatu zat dengan massa air pada

suhu dan volume yang sama. Bobot jenis menjelaskan banyaknya komponen yang

terkandung didalam zat tersebut, besar kecilnya nilai bobot jenis sering dihubungkan
dengan fraksi berat komponen yang terkandung didalamnya. Apabila semakin besar

fraksi berat yang terkandung maka semakin besar pula nilai bobot jenisnya

(Jeremia,dkk, 2016: 38).

B. Massa Jenis

Massa jenis adalah salah satu karakteristik fisik dari suatu zat, baik zat padat,

cair, maupun gas, yang merupakan hubungan antara massa dan volume. Massa, ukuran

bagaimana partikel dari zat tersebut tersusun atau berikatan satu sama lain menentukan

massa jenis dari suatu zat dan sejatinya massa jenis mengukur seberapa kuat ikatan

antar partikel dalam setiap zat (Ridwan dan Pamungkas, 2017: 21).

Rumus massa jenis Sebagai Berikut:


𝑚
P = ……………………………………………………………………..(II.1)
𝑣

Massa jenis benda sering disebut dengan kerapatan benda dan merupakan ciri

khas setiap jenis benda. Massa jenis tidak tergantung pada jumlah benda. Apabila

jenisnya sama maka nilai massa jenisnya juga sama. Misalnya, setetes air dan segalon

air mempunyai nilai massa jneis sama sama yaitu 1 gr/cm3. Massa jenis bergantung

pada besar massa dan volumenya (Hari, 2019:24).

Massa jenis merupakan pengukuran massa per satuan volume. Cara mengukur

massa jenis pada umumnya dengan menimbang berat zat cair tersebut dan

membaginya dengan volume zat cair yang terukur, maka dengan cara ini pengukuran

tidak efisien karena harus mengukur terlebih dahulu massa zat dan volume zat yang

akan diukur. Pengukuran massa jenis zat cair berdasarkan kecepatan ultrasonik

menjadi alternatif agar pengukuran dapat dilakukan secara langsung, akurat, praktis,

dan mudah (Prawira dan rouf, 2018: 143).


Pengukuran massa jenis pada setiap elemen dan bahan dalam proses produksi
memerlukan ketetapan yang tinggi agar hasil produksi memiliki kualitas kontrol yang

baik. Terdapat dua metode untuk mengukur massa jenis yaitu secara langsung dan

tidak langsung. Cara yang dipakai untuk mengetahui satuan massa jenis dari zat cair

pada bahan produksi yaitu dengan mengambil sampel zat cair dalam proses produksi

untuk diukur terlebih dahulu berat benda tersebut dan mencari tau besar volume benda

tersebut, setelah data didapat maka satuan massa jenis akan berupa massa pada tiap

satuan volume benda tersebut, cara tersebeut merupakan salah satu metode

pengukuran secara tidak langsung. Metode pengukuran secara langsung adalah dengan

melakukan pengukuran pada zat cair yang akan digunakan secara terus menerus atau

kontinu selama proses produksi terus berjalan

(Prawira dan rouf, 2018: 144).

C. Piknometer

Piknometer adalah suatu gelas kecil yang massanya diketahui. Piknometer juga

alat berupa wadah yang biasa digunakan untuk menentukan massa jenis (density) dari

suatu zat cair atau fluida. Piknometer terbuat dari bahan kaca dan berbentuk

erlenmeyer dan bertutup. Piknometer memiliki volume spesifik dan pada

penggunaannya sering dilengkapi dengan termometer untuk menunjukkan suhu zat

yang terkandung (Fathuroya, dkk, 2017:19).


Penentuan massa jenis dapat dilakukan dengan cara menimbang piknometer

kosong yang telah dibersihkan dan dikeringkan. Memasukkan zat cair atau sampel

kedalam pinometer hingga ruang piknometer terpenuhi lalu pasang tutup piknometer

dan pastikan tidak ada ruang kosong atau udara dalam piknometer. Timbang

piknometer berisi zat cair dan hitung selisihnya dengan massa dari piknometer kosong

untuk mengetahui massa zat (Fathuroya, dkk. 2017: 20).

D. Sampel

1. Aquades

Aquades adalah pelarut yang jauh lebih baik dibandingkan hampir semua

cairan yang umum dijumpai. Senyawa yang melarut di dalam aquades mencakup

berbagai senyawa organik netral yang mempunyai gugus fungsional polar seperti gula,

alkohol, aldehida, dan keton. Kelarutannya disebabkan oleh kecenderungan molekul

aquades untuk membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil gula dan alkohol

atau gugus karbonil aldehida dan keton (Khotimah, dkk., 2017: 35).

Aquades memiliki hasil penyulingan yang bebas dari zat-zat pengotor sehingga

bersifat murni dalam laboratorium. Aquades berwarna bening, tidak berbau, dan tidak

memiliki rasa. Aquades biasa digunakan untuk membersihkan alat- alat laboratorium
dari zat pengotor (Khotimah, dkk., 2017: 35).

2. Asam Asetat (CH3COOH)

Asam asetat lebih dikenal sebagai asam cuka (CH3COOH) adalah suatu

senyawa berbentuk cairan, tak berwarna, berbau menyengat, memiliki rasa asam yang

tajam dan larut didalam air, alkohol, gliserol, dan eter. Pada tekanan atmosferik, titik

didihnya 118.1˚C. Asam asetat mempunyai aplikasi yang sangat luas di bidang industri
dan pangan. Di Indonesia kebutuhan asam asetat masih harus import, sehingga perlu

diusahakan kemandirian dalam penyediaan bahan tersebut (Hardoyo,dkk, 2007: 17).

Proses produksi asam asetat dapat dilakukan secara kimiawi dan biologis.

Proses kimiawi produksi asam asetat yang banyak dilakukan adalah oksidasi butana.

Untuk kebutuhan pangan, produksi asam asetat harus dilakukan melalui proses

biologis. Salah satunya adalah fermentasi dari bahan baku alkohol. Fermentasi

dilakukan dengan menggunakan bakteri dari genus acetobacter dalam kondisi aerobik.

Salah satu spesies yang banyak digunakan untuk fermentasi asam asetat adalah

acetobacter aceti (Hardoyo,dkk, 2007: 17).

Asam asetat adalah cairan jernih tidak berwarna dan rasanya asam. Senyawa

organik ini sering digunakan sebagai acidulant (Bahan pengasam) dan bahan pengawet

roti untuk mencegah pertumbuhan kapang. Larutan 4% asam asetat dalam air

diperdagangkan dengan nama cuka. Asam asetat untuk industri dibuat dengan proses

kimia tetapi asam asetat untuk pangan dihasilkan melalui proses fermentasi asam

asetat. Fermentasi asam asetat ini berlangsung dalam dua tahap fermentasi yaitu

fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat yang mengoksidasi etanol menjadi

asam asetat oleh bakteri acetobacter aceti (Roswiem, 2015: 14).

3. Metanol (CH3OH)

Metanol merupakan jenis alkohol yang paling disukai karena lebih reaktif lagi

pula untuk mendapatkan hasil biodiesel yang sama, penggunaan etanol 1,4 kali lebih

banyak dibandingkan methanol. Kerugian dari methanol adalah sifatnya yang beracun,

berbahaya bagi kulit, mata dan paru-paru. Selain itu pemisahan hasil samping gliserin

dengan menggunakan etanol jauh lebih sulit dan jika tidak hati-hati akan berakir

dengan terbentuknya emulsi (Saputra, 2017: 1-2).


Metanol merupakan senyawa golongan alkohol yaitu senyawa hidrokarbon

alkil yang memiliki gugus fungsi hidroksil (OH). Oleh karena itu, rumus kimia alkohol

cukup ditulis dengan R-OH. Metanol merupakan alkohol dengan kandungan atom

karbon paling kecil. Pada pembuatan biodiesel berbahan baku minyak nabati, alkohol

digunakan sebagai reaktan dalam reaksi esterifikasi maupun transesterifikasi. Alkohol

yang sering digunakan adalah metanol, etanol, propanol, dan isopropanol. Dalam skala

industri, metanol lebih banyak digunakan karena (FAME) yang dihasilkan memiliki

viskositas paling rendah dibanding menggunakan alkohol yang lain. Alasan lainnya

adalah harga metanol relatif paling murah daripada alkohol yang lain. Metanol dengan
rumus kimia CH3OH memiliki massa molekul sebesar 32 gram per mol

(Rubianto, Lucis., 2018: 30).

E. Aplikasi

Perhitungan bobot jenis terutama menyangkut cairan, zat padat dan air

merupakan pilihan yang tepat untuk digunakan sebagai standar karena mudah didapat

dan mudah dimurnikan. Bobot jenis adalah bilangan murni atau tanpa dimensi, yang

dapat diubah menjadi kerapatan dengan menggunakan rumus yang cocok. Bobot jenis

untuk penggunaan praktis lebih sering didefinisikan sebagai perbandingan massa dari

suatu zat terhadap massa sejumlah volume air pada suhu 40°C atau temperatur lain

yang telah ditentukan (Purwadi, dkk., 2017: 16).

Bobot jenis juga digunakan untuk pengujian identitas dan kemurnian dari bahan

obat dan bahan pembantu, terutama dari cairan dan zat-zat bersifat seperti malam.

Seperti titik lebur, titik didih atau indeks bias (bilangan bias). Kerapatan relatif

merupakan besaran spesifik zat. Besaran ini dapat digunakan untuk pemeriksan

konsentrasi dan kemurnian senyawa aktif (Purwadi, dkk., 2017: 16).


F. Integrasi Ayat

Allah berfirman dalam Q.S Ar-rahman ayat 19-20 yang berbunyi :

‫َم َر َج ْٱلبَ ْح َري ِْن َي ْلت َ ِق َيا ِن َب ۡينَ ُه َما َب ۡرزَ ٌخ اَّل َي ۡب ِغ ٰي ِن‬

Terjemahannya:

“Dia membiarkan dua laut mengalir yang (kemudian) keduanya bertemu. Di

antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing”.

Ayat tersebut menjelaskan tentang kebesaran Allah yang menunjukkan kedua

lautan yang tidak saling bertemu karena ada batas yang tidak dapat dilampaui keduanya

masing-masing. Ayat tersebut juga menjelaskan bahwa, sifat lautan yang saling

bertemu, namun tidak bercampur satu sama lainnya, dan hal tersebut telah ditemukan

oleh para ahli fisika kelautan. Dikarenakan gaya fisika yang dinamakan tegangan

permukaan, air dari laut- laut yang saling bersebelahan tidak menyatu. Akibat adanya

perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah lautan bercampur satu sama lain,

seolah terdapat dinding atau selaput tipis yang memisahkan mereka.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat


Percobaan ini telah dilakukan pada Rabu, 11 November 2020 pukul 7.30-10.00

Wita, di Laboratorium Kimia Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam

Negeri Alauddin Makassar dan dilaksanakan secara virtual dengan menggunakan

google meet

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu oven, desikator, neraca

analitik, piknometer, termometer, gelas ukur.


2. Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu Akuades, Asam Asetat
(CH3COOH), metanol (CH3OH), tissu

C. Prosedur Kerja

1. Penentu kerapatan dan bobot jenis

Membersihkan piknometer kemudian di oven selama 10-15 menit. Kemudian

memasukkan ke desikator untuk mengeringkan uap yang tersisa dan suhu stabil.

Selanjutnya menimbang bobot kosong piknometer, lalu memasukkan aquades kedalam

piknometer yang telah ditimbang untuk menentukan jerapatan dan bobot jenis. Setelah

diisi dengan aquades mengukur suhu menggunakan termometer. Kemudian

menimbang piknometer yang berisi akuades. Melakukan perlakuan yang sama dengan

sampel yang lain.

2. Penentu kerapatan dan bobot jenis asam asetat (CH3COOH)


Membersihkan piknometer kemudian di oven selama 10-15 menit. Kemudian

memasukkan ke desikator untuk mengeringkan uap yang tersisa dan suhu stabil.

Selanjutnya menimbang bobot kosong piknometer, lalu memasukkan akuades kedalam

piknometer yang telah ditimbang untuk menentukan kerapatan dan bobot jenis. Setelah

diisi dengan asam asetat (CH3COOH) mengukur suhu menggunakan termometer.


Kemudian menimbang piknometer yang berisi asam asetat (CH3COOH).
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan

Tabel IV.1. Penentuan Kerapatan dan Bobot jenis

Bobot jenis Bobot

Sampel Piknometer kosong Piknometer Sam Jenis


pel
+ sampel (Sg+) (dt )
4

Aguadest 16,0860 25,5647


Metanol (CH3OH) 15,8317 23,5377 0,815 0,8120
0
Asam asetat (CH3COOH) 16,0860 25,9367 1,039 1,0337
2

2. Analisis Data

Diketahui:
Bobot piknometer kosong

a. Aquadest = 16,0860 gram

b. Metanol = 15,8317 gram

c. Asam asetat = 16,0860

gram Bobot piknometer + aquadest = 25,5647

gram Bobot piknometer+ metanol = 23,5377 g


gram Bobot piknometer + asam asetat = 25,9367 gram

A. Aquades

1. Bobot jenis Akuades pada 25˚C

Bobot sejumlah volume akuades pada suhu 25˚ C


t
Sg =
Bobot sejumlah volume akuades suhu 4˚ C
= 9.47877 g

9.4787 g
=1

2. Kerapatan akuades pada 25 ˚C

d4t = Sgt ˟ dt aq

= 1 ˟ 0,997044 g/cm3

= 0,997044 g/cm3

B. Metanol
1. Bobot jenis Metanol pada 28 ˚C
Bobot sejumlah volume akuades pada suhu 28˚ C
t
Sg =
Bobot sejumlah volume akuades suhu 4˚ C
= 7,706 g
9,4787 g
= 0,81298

2. Kerapatan Metanol 28 ˚C
d4t = Sgt ˟ dt aq

= 1 ˟ 0,8120g/cm3

= 0,8120 g/cm3
C. Asam asetat (CH3COOH)
1. Bobot jenis asam asetat pada 33 ˚C
Bobot sejumlah volume akuades pada suhu 28˚ C
t
Sg =
Bobot sejumlah volume akuades suhu 4˚ C
= 9,8507 g
9,4787 g
= 1,039246
2. Kerapatan asam asetat pada 33 ˚C

d4t = Sgt ˟ dt aq

= 1 ˟ 1,0337 g/cm3

= 1,0337 g/cm3

B. Pembahasan
Perbandingan massa suatu zat dengan massa air pada suhu dan volume yang

sama disebut bobot jenis. Selain itu bobot jenis menjelaskan banyaknya komponen

yang terkandung dalam zat dan besar kecil nilainya dihubungkan dengan fraksi berat

komponen- komponen yang terkandung didalamnya. Maka dari itu, apabila semakin

besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai bobot

jenisnya (Kristian, dkk.,2016: 38).


Berdasarkan hasil percobaan diperoleh data hasil penentuan kerapatan dan

bobot jenis aquades (H2O) adalah 0,997744 g/cm3 dan 1 gram. penentuan kerapatan
dan bobot jenis metanol (CH3OH) dan 0.8210 g/𝑐𝑚3 dan 0,81298 gram. Sedangkan

penentuan kerapatan dan bobot jenis asam asetat (CH3COOH) adalah 1,0337 g/cm3

dan 1,039246 gram. Hal tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin

berat bobot suatu zat maka semakin tinggi pula kerapatan yang dimiliki oleh suatu zat

karena kerapatan berbanding lurus dengan bobot suatu zat

(Ansel dan Prince,2006: 210).


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil percobaan diperoleh data hasil penentuan kerapatan dan
bobot jenis aquades (H2O) adalah 0,997744 g/cm3 dan 1 gram. penentuan kerapatan

dan bobot jenis metanol (CH3OH) dan 0.8210 g/𝑐𝑚3 dan 0,81298 gram. Sedangkan

penentuan kerapatan dan bobot jenis asam asetat (CH3COOH) adalah 1,0337 g/cm3

dan 1,039246 gram.

B. Saran
Saran saya pada percobaan selanjutnya mengganti sampel seperti etanol dan

menggunakan alat seperti Aroemeter


DAFTAR PUSTAKA
Ansel dan Prince. Pharmaceutical Calculations : The Pharmacist's Handbook. terj.
Aisyah dan Elviana. Kalkulasi Farmasetik: Panduan Untuk Apoteker.
Jakarta: EGC, 2006.
Fathurroya, dkk. Fisika Dasar Untuk Ilmu Pangan. Malang: UB Press, 2017.
Hardoyo, dkk. “Kondisi Optimum Fermentasi Asam Asetat Menggunakan
Acetobacter Aceti B166”. Jurnal Sains MIPA 13, no 1(2007):h. 17-20.
Hari. Belajar Sains Di Dapur. Jakarta: Duta, 2019.
Jeremia, dkk. “Pengaruh Lama Ekstraksi Terhadap Rendemen Dan Mutu Minyak
Bunga Melati Putih Menggunakan Metode Ekstraksi Pelarut Menguap
(Solvent Extraction)”. Jurnal Teknotan 10, no. 2(2016): h. 34-40.
Khotimah, dkk. “Karakterisasi Hasil Pengolahan Air Menggunakan Alat Destilasi”.
Jurnal Chemurgy 1, no 2(2017): h. 34-38.
Nugraha dan Priamsari. Fisika Farmasi. Semarang: Akademi Farmasi Theresiana,
2010.
Prawira dan Rouf. “Perancangan Alat Ukur Massa Jenis Zat Cair Menggunakan
Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik”. Jurnal Ijeis 8, no. 2(2018): h. 143-
152.
Puwardi, dkk. Penanganan Hasil Ternak. Malang: UB Press, 2017.
Rahma, dkk. Limbah Ampas Tebu Bernilai Jual. Palembang: CV. Insan Cendikia
Palembang, 2020.
Ridwan dan Pamungkas. “Prototipe Densitomer Berdasarkan Perbedaan Gaya
Buoyancy Berbasis Sensor Piezoresistif Dan Sensor Infrared
Thermometer”. Jurnal Itb 9, no. 1(2017): h. 21-28.
Roswiem. Buku Saku Produk Halal Ternak. Malang: UB Press,
2017. Rubianto. Biodiesel. Malang: Polinema Press, 2017.
Saputra, dkk. “Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Untuk Pembuatan Biodiesel
Menggunakan Katalis Zeolit Alat Teraktivasi”. Jurnal Chemurgy l, no.
2(2017): h. 1-6.
Supardi dan Julianto. “Analisa Pengaruh Viscositas Lumpur Dan Variasi Diameter
Pipa Isap Lumpur Terhadap Kapasitas Aliran Pada Mesin Pompa Penyedot
Lumpur”. Jurnal teknik mesin 2, no. 2(2016): h. 96-100.
LAMPIRAN I

SKEMA KERJA

Penentuan kerapatan dan bobot jenis aquades

dengan menggunakan piknometer

- Ditimbang piknometer yang telah dibersihkan dan

dikeringkan.

- Diisi piknometer dengan aquades sesuai pada tanda garis

kemudian diimpitkan (tutup) dan dicatat suhunya.

- Ditimbang piknometer yang telah diisi dengan aquades

tersebut dengan neraca analitik dan dicatat bobotnya.

- Piknometer dibersihkan dan dikeringkan lalu diisi dengan

contoh yang akan diukur.

- Diulang pekerjaan 1-4 pada setiap contoh.

Hasil
LAMPIRAN GAMBAR
 Lampiran Alat dan Bahan

 Lampiran Prosedur Kerja


PERCOBAAN II
PENENTUAN MASSA
MOLEKUL BERDASARKAN
PENGUKURAN BOBOT JENIS
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Materi merupakan segala sesuatu yang menempati ruang dan mempunyai

massa, dan kima adalah ilmu yang mempelajari tentang materi dan perubahannya. Pada

prinsipnya semua materi dapat berada dalam tiga wujud yaitu padat, cair dan gas.

Padatan adalah benda yang kaku dengan bentuk yang pasti. Sedangkan cairan tidak

serigid padatan dan bersifat fluida. Seperti cairan, gas bersifat fluida, tetapi tidak

seperti cairan, gas dapat mengembang tanpa batas (Chang, 2005: 6).

Gas merupakan salah satu dari tiga wujud zat, sifat gas tergantung struktur

molekul gasnya dan bergantung pada strukturnya. Sifat-sifat gas yang dapat

dirangkum adalah gas yang bersifat trasnparan, terdistribusi dalam ruangan apapun

bentuk ruangannya, terdestribusi kesegala arah tidak peduli ada atau tidak tekanan luar,

bila dua gas atau lebih gas campur, gas itu akan terdistribusi merata dan bila dipanaskan

akan mengembang, bila didinginkan akan mengerut dan memiliki tekanan. Sifat fisik
gas bergantung pada struktur molekul gasnya (Baharuddin,dkk.,2013: 120-124).

Wujud zat dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu zat padat,zat cair dan

gas. Setiap zat terdiri dari partikel-partikel yang sangat kecil yang dapat berupa atom,

molekul, maupun ion. Perubahan keadaan sering kali ditemukan dalam reaksi kimia.

Zat yang mula- mula dihasilkan dalam keadaan gas dapat dengan cepat mengembun

dalam bentuk cair. Perubahan energi yang menyertai suatu reaksi kimia bergantung

pada keadaan pereaksi dan hasil reaksi. Misalnya pada pembakaran metana penyusun
utama gas alam untuk menghasilkan (James, dkk., 2008: 90).
Massa molekul suatu zat memiliki jumlah massa atom unsur-unsur

penyusunnya. Massa molekul dapat dihitung dengan menjumlahkan massa atom relatif

unsur- unsur penyusun molekul. Massa molekul dapat diukur dengan berbagai cara.

Contoh pengukuran untuk zat yang mudah menguap dapat dilakukan dengan

menurunkan persamaan gas ideal dengan menentukan terlebih dahulu massa jenis,

tekanan, dan suhu zat (Keenan, 1996: 112).

B. Rumusan Masalah

Adapun Rumusan masalah pada percobaan ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana menentukan kerapatan zat yang mudah menguap dan mengetahui

bobot sebelum dan sesudah penguapan?

2. Bagaimana menentukan massa molekul zat mudah menguap dengan

menggunakan data dan persamaan gas ideal?

C. Tujuan

Tujuan pada percobaan ini adala sebagai berikut:

1. Menentukan kerapatan zat pada kloroform (CHCl3) dan aseton (CH3COCH3)


sebelum dan sesudah menguap.

2. Menentukan massa molekul zat kloroform (CHCl3) dan aseton (CH3COCH3)

dengan menggunakan data dan persamaan gas ideal.

.
BAB II

TINJAUN PUSTAKA

A. Gas Ideal
Pada tekanan-tekanan rendah hingga sedang, dan pada suhu tidak terlalu

rendah, beberapa gas umum berikut bisa dianggap ideal: udara, nitrogen, oksigen,

helium, hidrogen dan neon. Rata-rata gas yang secara kimia stabil akan berperilaku
ideal apabila dijauhkan dari kondisi yang dapat menyebabkan gas tersebut mencair
atau membeku. Jadi dapat dikatakan, gas yang sesungguhnya berperilaku layaknya gas

ideal apabila atom-atom atau molekul-molekulnya terpisah jauh sehingga tidak terjadi

interaksi secara nyata antara satu sama lain. Kasus-kasus khusus dari hukum gas ideal,

didapatkan dengan mempertahankan semua kecuali dua dari parameternya konstan,

yaitu hukum boyle, hukum charles, hukum gay-lussac (Bueche, 2006: 37).

Gas ideal adalah kumpulan partikel-pertikel suatu zat yang jaraknya cukup jauh

dibandingkan dengan ukuran partikelnya. Partikel tersebut bergerak secara acak ke

segala arah. Gas ideal sebagai sekumpulan molekul dengan jarak antara molekul-

molekul cukup jauh sehingga tidak ada interaksi antar molekul, Epot= 0. Oleh, karena
itu, energi suatu molekul gas ideal hanya berbentuk kinetik (Siregar, 2012: 50).

Hukum gas ideal: Tekanan absolut P dari n kilomol gas yang memiliki volume

V berkaitan dengan temperatur absolut T sebagai berikut:


PV = nRT……………………………………………………………..…………..(2.1)

dimana R = 8314 J/kmol.K, disebut sebagai konstanta gas universal. Jika volume

tersebut mengandung m kilogram gas yang memiliki massa molekul (atau atom) M,

maka n = m/M.

Persamaan diatas dikenal sebagai persamaan keadaan gas ideal (ideal gas
equation of state). Cara untuk memvalidasi apakah gas dapat dimodelkan seperti gas

ideal, keadaan yang menjadi kajian, dapat diletakkan pada grafik kompresibilitas

untuk menentukan sejauh mana Z= 1 dapat dipenuhi. Model gas ideal dapat ditentuan

dengan tubulasi data atau grafik sifat data. Jika asumsi penyederhanaan ini tidak

dinyatakan dengan jelas maka model gas ideal hanya dapat digunakan setelah

kesesuaiannya diperiksa (Moran, 2004: 89).

Gas dapat mengalami tumbukan. Tumbukan ini dapat diartikan sebagai

interaksi yang dahsyat antara dua benda yang berlangsung pada waktu yang relatif

singkat. Definisi tumbukan yang akan terjadi dalam waktu ∆𝑡 yang dapat diabaikan

terhadap lamanya waktu pengamatan sistim juga dapat dicirikan sebagai peristiwa

dengan gaya eksternal yang bekerja pada sistem dapat diabaikan bila dibandingkan

dengan gaya tumbukan impulsif (Mujriati, Basid, 2010: 134).

baik. Terdapat dua metode untuk mengukur massa jenis yaitu secara langsung

dan tidak langsung. Cara yang dipakai untuk mengetahui satuan massa jenis dari zat

cair pada bahan produksi yaitu dengan mengambil sampel zat cair dalam proses

produksi untuk diukur terlebih dahulu berat benda tersebut dan mencari tau besar
volume benda tersebut, setelah data didapat maka satuan massa jenis akan berupa
massa pada tiap satuan volume benda tersebut, cara tersebeut merupakan salah satu

metode pengukuran secara tidak langsung. Metode pengukuran secara langsung

adalah dengan melakukan pengukuran pada zat cair yang akan digunakan secara terus

menerus atau kontinu selama proses produksi terus berjalan

(Prawira dan rouf, 2018: 144).

B. Hukum Gas Ideal

Gas merupakan satu dari tiga wujud zat, Teori Kinetik Gas merupakan setiap
zat yang terdiri dari atom-atom atau molekul-molekul dan bergerak terus menerus

secara sembarangan. Teori kinetik gas didasari atas 3 hukum utama yakni hukum

Charles, hukum Boyle dan hukum Gay-Lussac (Nofitri, 2013: 172).

Hukum Boyle dan Gay-Lussac digabungkan dengan hukum Avogadro (bahwa

volume yang sama gas memiliki jumlah molekul yang sama), untuk menghasilkan

hukum gas ideal. Sesuai persamaan:

PV=nRT………………….…………………………………………………...(2.2)
Persamaan tersebut menjelaskan bahwa konstanta C dalam Hukum Boyle

adalah sebanding dengan n. Hukum Boyle ini terjadi pada proses isotermis, yaitu proses

yang terjadi pada suhu gas selalu tetap (T = tetap). Dinyatakan dengan persamaan :
P1V1=P2V2……………………………….……………………………………(2.3)

Hubungan antara suhu, tekanan dan volume untuk suatu gas ideal dapat dinyatakan

dengan hukum Boyle, hukum Charles dan hukum Gay Lussac. Meskipun

dikembangkan untuk gas ideal, ketiga hukum gas ideal ini juga berlaku untuk gas

nyata yang memliki tekanan dan kerapatan (rapat massa) tidak terlalu besar dan suhu

gas tidak mendekati titik didih (Titik cair) (Kironoto, 2016: 85). Hukum-hukum
gas ideal terbagi menjadi tiga yaitu :
1. Hukum Boyle (Tekanan-Volume)

Pada abad ketujuh belas, Robert Boyle mempelajari perilaku gas secara

sistematis dan kuantitatif. Dari beberapa percobaannya, penyelidikan Boyle tentang

hubungan tekanan dan volume dari sampel gas. Boyle memperhatikan bahwa, jika

suhu dijaga konstan, volume (V) dari sejumlah tertentu gas menurun, sejalan dengan
kenaikan tekanan totalnya (P), yakni tekanan atmosfer ditambah dengan tekanan.

Sebaliknya, bila tekanan menurun maka volume gas akan meningkat. Hukum Boyle,
menyatakan bahwa tekanan dari sejumlah tetap suatu gas pada suhu yang dijaga

konstan adalah berbanding terbalik dengan volumenya.Dengan persamaan


P = k1 x 1/V…………………………………………………………………………..…………………………….(2.4)
2. Hukum Charles dan Gay-Lussac (Suhu-Volume)

Hukum Boyle tergantung pada suhu sistem yang dijaga konstan. Akan tetapi,

andaikan suhu berubah, bagaimana suhu berpengaruh terhadap volume dan tekanan

gas. Jacques Charles dan Joseph Gay-Lussac menjadi peneliti pertama mengenai
hubungan ini. Penelitian mereka memperlihatkan bahwa, pada tekanan konstan,
volume sampel gas akan memuai jika dipanaskan dan akan menyusut jika didinginkan.
Hukum Charles dan Gay-Lussac, menyatakan bahwa volume dari sejumlah

tetap gas pada tekanan konstan adalah berbanding lurus dengan suhu mutlak gas itu.

Dengan persamaan

𝑉 𝑇 =k2…………………………………………………………………………(2.5)

Bentuk lain hukum Charles menyatakan bahwa, pada jumlah dan volume gas yang

konstan, tekanan gas sebanding dengan suhu

P=k3T…………………………………..…………………………………………………(2.6)

C. Bobot Jenis

Bobot jenis adalah rasio bobot suatu zat terhadap bobot zat baku yang

volumenya sama pada suhu yang sama yang dinyatakan dalam desimal. Kerapatan

adalah massa per satuan volume, yaitu bobot zat per satuan volume. Misalnya, satu

mili liter raksa berbobot 13,6 g/mL. Kerapatan dinyatakan sebagai satuan bobot dan

volume, maka bobot jenis merupakan bilangan abstrak. Bobot jenis menggambarkan

hubungan antara bobot suatu zat terhadap bobot zat baku, misalkan air yang
merupakan zat baku untuk sebagian besar perhitungan dalam farmasi dan dinyatakan
memiliki bobot jenis 1,00. Sebagai perbandingan, bobot jenis gliserin adalah 1,25

artinya bobot gliserin 1,25 kali volume air yang setara, dan bobot jenis alkohol 0,81

artinya bobot alkohol 0,81 kali bobot air yang setara (Ansel dan Prince, 2006: 90).

Bobot jenis merupakan perbandingan massa suatu zat dengan massa air pada

suhu dan volume yang sama. Bobot jenis menjelaskan banyaknya komponen yang

terkandung didalam zat tersebut, besar kecilnya nilai bobot jenis sering dihubungkan

dengan fraksi berat komponen yang terkandung didalamnya. Apabila semakin besar

fraksi berat yang terkandung maka semakin besar pula nilai bobot jenisnya

(Jeremia,dkk, 2016: 38).

Bobot jenis dinyatakan dalam desimal dengan beberapa angka dibelakang

koma sebanyak akurasi yang diperlukan pada penentuannya. Umumnya dua angka

dibelakang koma sudah mencukupi. Bobot jenis suatu zat dapat dihitung ddengan

mengetahui bobot dan volumenya. Bobot jenis adalah factor yang memungkinkan

pengubahan jumlah zat dalam formula farmasetik dari bobot menjadi volume dan

sebaliknya. Bobot jenis juga digunakan untuk mengubah pernyataan kekuatan dalam

b/b, b/v, dan v/v (Ansel, 2004: 212).


D. Sampel

1. Kloroform
Kloroform merupakan triklometan yang mengandung etanol 1,0% v/v hingga

2,0% v/v sebagai zat penstabil. Kloroform memiliki bentuk cair, mudah menguap,

tidak memiliki kelarutan dan larut dalam kurang lebih 200 bagian air. Mudah larut

dalam etanol mutlak P dan eter P dalam sebagian besar pelarut organik dalam minyak

atsiridan lemak (Departemen Kesehatan RI., 1979: 151). Kloroform mempunyai sifat-

sifat, yaitu mempunyai rumus molekul CHCl3, berwujud cairan bening (25˚c, 1 atm),
berat molekulnya 119,39 gr/mol, titik didihnya 61,2˚c, titik lelehnya -63,5˚c,

densitasnya 1,48 gr/cm3, viskositasnya 0,57 cp (20˚c), suhu kritisnya 263˚c, dan tekanan

kritisnya 53,8 atm (Rahman 2009: 19)


Kloroform atau triklorometana mempunyai rumus molekul CHCl3, dimana

pada tekanan dan temperatur normal merupakan cairan bening dan berbau

karakteristik. Kloroform lebih dikenal karena penggunaannya sebagai bahan pembius

walaupun pada kenyataannya kloroform lebih banyak digunakan sebagai pelarut

nonpolar di laboratorium atau industri (Nugroho, 2013: 1).

Kloroform merupakan salah satu produk yang pertumbuhannya terus menerus

meningkat dari waktu ke waktu. Kebutuhan Indonesia terhadap kloroform cukup

besar, sampai saat ini kebutuhan kloroform di Indonesia sepenuhnya mengimpor dari

luar negeri. Kloroform atau kloro metana mempunyai rumus molekul CHCl 3. Dimana
pada tekanan dan suhu normal merupakan cairan bening (Amonette, dkk., 2009).
2. Aseton

Aseton merupakan jenis keton yang paling sederhana yang digunakan sebagai

pelarut polar dalam kebanyakan reaksi organik. Aseton dikenal juga sebagai dimetil

keton atau 2- propanon. Aseton adalah senyawa berbentuk cairan yang tidak berwarna

dan mudah terbakar yang digunakan juga untuk membuat plastik, serat, obat-obatan

dan senyawa-senyawa kimia lainnya. Aseton juga dapat ditemukan secara alami
termasuk pada tubuh manusia dalam kandungan kecil. aseton dengan nama lain 2-

propanon dimetil keton mempunyai sifat-sifat yaitu, rumus molekul: C3H6O, berat

molekul: 58,08 gr/mol, kenampakan: cairan tak berwarna, titik didih (˚c): 56,29, titik

beku (˚c): -94,6, viskositas (20˚c): 0,32, tekanan kritis (20˚c): 4,701, kelarutan: sangat

larut dalam air (Hermawan, 2016: 12).

Aseton merupakan keton yang paling sederhana, digunakan sebagai pelarut


polar dalam kebanyakan reaksi organik. Aseton dikenal juga sebagai dimetil keton 2-

propanon. Aseton adalah senyawa berbentuk cairan yang tidak berwarna dan sangat

mudah terbakar, aseton dapat digunakan untuk membuat obat-obatan, dan senyawa

kimia lainnya (Wade, L.G., 2006).

Aseton memiliki gugus karbonil yang mempunyai ikatan rangkap dua karbon
oksigen tediri dari satu ikatan σ dan satu ikatan π. atom hidrogen yang terikat pada

atom karbon sangat stabil dan sangat sukar diputuskan (Wade, L.G., 2006).
BAB III

METODE PERCOBAAN

A. Waktu dan Tempat


Percobaan ini telah dilakukan pada Rabu, 18 November 2020 pukul 7.30-10.00

Wita, di Laboratorium Kimia Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam

Negeri Alauddin Makassar dan dilaksanakan secara virtual dengan menggunakan


google meet.
B. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan kali ini adalah neraca analitik,

desikator, penangas listrik, erlenmyer 150 ml, pipet volume 5 ml, gelas piala 600 ml,

termometer, karet gelang dan jarum.

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah aluminium foil, aseton
(C3H6O) dan kloroform (CHCl3).

C. Prosedur Kerja

Mengambil sebuah erlenmeyer berleher kecil dan kering. Menutup labu dengan

aluminium foil, lalu mengencangkan tutupnya dengan menggunakan karet gelang.

Setelah itu, menimbang erlenmeyer beserta aluminium foil dan karet gelang dan

mencatat bobotnya. Kemudian memasukkan kurang lebih 5 ml sampel ke dalam

erlenmeyer, dan menutup kembali dengan menggunakan aluminium foil dan mengikat

kembali dengan karet gelang erat-erat sehingga tutup ini bersifat kedap gas. Membuat
lubang kecil pada aluminium foil dengan menggunakan jarum. Setelah itu, mengisi

gelas piala dengan air mengalir secukupnya. Selanjutnya merendam erlenmeyer dalam
penangas air bersuhu 100°C kira-kira 1 cm di bawah aluminium foil. Kemudian

menunggu hingga semua cairan di dalam erlenmeyer menguap dan mencatat suhu

penangas air tersebut. Setelah itu, mengangkat erlenmeyer dari penangas, mengelap

air yang menempel pada bagian luar erlenmeyer, lalu memasukkan erlenmeyer ke

dalam desikator. Setelah dingin, menimbang erlenmeyer dan mencatat bobot akhir.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan

Tabel IV.1 Sebelum Penguapan

No. Jenis Zat Cair Bobot erlemneyer + Bobot Berat sampel

aluminium foil + erlemneyer +

karet aluminium foil +

karet + cairan

1 Kloroform 42,9943 50,2792 7,3412

(CHCl3)

2 Aseton (C3H6O) 44,9457 48,8539 3,9191

Tabel IV.2 Setelah Penguapan

No. Jenis Zat Cair Suhu (OC) Bobot Bobot Suhu

Erlemneyer + Erlemneyer + H2O (OC)

Aluminium H2 O

Foil + Karet

1 Kloroform 96 44,9395 107,2273 32

(CHCl3)

2 Aseton (C3H6O) 92 43,4138 107,7764 32


2. Analisis Data

A. Kloroform (CHCl3)

1. Volume Air (H2O)

Bobot jenis = (massa erlenmeyer + air) – (bobot kosong Erlenmeyer

setelah menguap)

= 107,2273 + 44,9395

= 62,2878

P air = 30oC dari data I = 0,997044 (g/cm3)

2. Massa Jenis Gas


Massa Gas
ρ gas =
Volume Gas
b
=
b
=

3. Massa Molekul Gas Kloroform (CHCl3)


ρ gas kloroform x R x T
M gas =
P
ρ gas kloroform x R x T
=
P

B. Aseton (C3H6O)

1. Volume Air (H2O)

Bobot jenis = (massa erlenmeyer + air) – (bobot kosong Erlenmeyer

setelah menguap)
= 107, 7764 g ‒ 43,4138 g
= 64,3626 g

2. Massa Jenis Gas


Massa Gas
ρ gas = Volume Gas
b
=b

= 3,9082 =g

62,4725 cm3
= 0,0626 g/cm3

3. Massa Molekul Gas Aseton (C3H6O)


ρ gas kloroform x R x T
M gas =
P
ρ gas kloroform x R x T
=
P
= 1894,1508 atm g/mol
1 atm
= 1.894,1508 g/mol
B. Pembahasan

Massa molekul (molecullar mass) atau berat molekul adalah jumlah dari massa-

massa atom (dalam sma) dalam suatu molekul. Jika massa atom dari penyusun-

penyusun suatu molekul diketahui, maka massa dari molekul tersebut dapat dihitung

(Chang: 2005: 62)


Percobaan ini dilakukan untuk menentukan massa molekul relatif suatu gas

yang bersifat mudah menguap. Dalam percobaan ini ditentukan massa molekul dari

aseton dan kloroform.Penimbangan terhadap erlenmeyer kosong yang akan digunakan

sebagai wadah dalam menguapkan aseton dan kloroform. Penimbangan pada

erlenmeyer kosong yang ditutup menggunakan aluminium foil dan karet gelang.

Pengukuran bobot ini menggunakan neraca analitik. Semua pengukuran bobot ini

dimaksudkan agar mengetahui bobot air yang terdapat dalam erlenmeyer, dengan

demikian volume air yang juga merupakan volume gas dapat diukur. Setelah dilakukan

penimbangan pada erlenmeyer.


Erlenmeyer diisi dengan kloroform dan aseton, kemudian ditutup kembali
menggunakan aluminium foil dan karet yang sama pada saat pengukuran sebelumnya.

Tujuan dimaksudkan agar cairan tidak menguap ke luar, karena cairan yang digunakan

(aseton dan kloroform) sifatnya mudah menguap. Aluminium foil kemudian dilubangi

dengan menggunakan jarum hal ini dilakukan agar uap dapat keluar, lalu erlenmeyer

berisi aseton dan kloroform direndam dalam gelas kimia berisi air di atas pemanas

listrik hingga semua cairan menguap. Setelah semua cairan menguap, erlenmeyer

diangkat dari gelas kimia dan diukur suhu air dalam gelas kimia tersebutuntuk

mengetahui temperatur atau suhu terbentuknya gas. Air yang menempel pada bagian

luar erlemeyer dilap kemudian erlenmeyer dimasukkan ke dalam desikator hal ini

dilakukan agar air yang terdapat dalam erenmeyer bias diserap dan cepat dingin.

Penyimpanan erlenmeyer pada desikator ini bertujuan mengkondisikan erlenmeyer

berisi agar tekanan gas dalam erlemeyer sama dengan tekanan luar, setelah dingin,

erlenmeyer ditimbang bobotnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bobot gas yang

terdapat dalam erlenmeyer tersebut.


Berdasarkan hasil analisis data diperoleh kerapatan pada kloroform
(CHCl3) sebesar 64,5768 gram dan aseton (C3H6O) sebesar 63,6751 gram. Sedangkan

massa molekul diperoleh pada kloroform (CHCl 3) sebesar 17,4496 gr/mol dan aseton

(C3H6O) sebesar sebesar 67,3056 gr/mol.

Menurut teori yang dikemukakan oleh departemen kesehatan

RI (1995: 206), berat molekul kloroform yaitu 119,38 g/mol dan hasil percobaan

yang dilakukan tidak sesuai dengan teori bahkan memiliki perbedaan yang sangat jauh,

hal tersebut bisa saja terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti adanya

ketidak telitian pada saat praktikum berlangsung seperti tabung erlenmayer yang
digunakan mungkin belum kering sepenuhnya, faktor lamanya pemanasan, sisa sampel
yang belum kering dan dingin saat didesikator. Menurut teori yang dikemukakan oleh

departemen kesehatan RI (1995: 207), berat molekul aseton (C3H6O) adalah 58,08

g/mol, hasil percobaan yang dilakukan tidak sesuai dengan teori namun perbedaan

hasil yang ditemukan tidak terlalu jauh, hal tersebut terjadi karena aluminium foil pada

erlenmayer yang berisi aseton robek sehingga pada saat tabung erlenmayer
dimasukkan kedalam gelas kimia yang berada diatas penangas air proses penguapan

terjadi lebih cepat .


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Nilai kerapatan zat mudah menguap aseton (CH3COCH3) dan kloroform

(CHCl3) masing-masing kerapatan (CH3COCH3) sebelum

penguapan 0,784 g/mL dan sesudah penguapan menjadi 0,0027 g/mL.

Sedangkan kerapatan kloroform (CHCl3) sebelum penguapan 1,49 g/mL dan


sesudah penguapan 0.0007 g/mL

2. Massa molekul dari kloroform (CH3COCH3) adalah 14,9568 gr/mol dan massa

molekul aseton (CHCl3) adalah 67,3056 gr/mol


B. Saran

Saran pada percobaan ini yaitu sebaiknya pada percobaan selanjutnya

menggunakan sampel seperti n-heksan (n-C6H14) yang sifatnya tidak larut dalam air
agar dapat dibandingkan hasilnya dengan aseton dan juga kloroform.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, Zul. Kimia Dasar. Medan: USU Press, 2009.
Amonette, JE, dkk., Carbon Tetrachloride and Chloroform Attenuation Parameter
Studies: Heterogeneous Hydrolytic Reactions. Washington: Pacific Northwest
National Laboratory, 2009.
Ansel, Howard C, dkk., Pharmaceutical Calculations: The Pharmacist’s Handbook.
terj. Cucu Aisyah, dkk., Kalkulasi Farmasetik: Panduan untuk Apoteker. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006.
Bueche, Frederick J. Schaum’s Outlines of Theory and Problems of College Physics
Tenth Edition. terj. Refina Indriasari. Schaum’s Outlines Teori dan Soal-soal
Fisika Universitas Edisi Kesepuluh. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006.
Chang, Raymond. General Chemistry: The Essential Concepts. terj. Muhammad
Abdulkadir Martoprawiro. Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti Edisi 3 Jilid 1.
Jakarta: Erlangga, 2004.
James, Joyce, dkk., Principles of Science for Nurses. terj. Indah Retno Wardhani.
Prinsip-prinsip Sains untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008.
Keenan. Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga, 1996.
Moran, Michael J dan Howard N Shapiro. Fundamentals of Engineering
Thermodynamics. terj. Yulianto Sulistyo Nugroho. Termodinamika Teknik.
Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004.
Taba, P, dkk., Penuntun Praktiikum Kimia Fisika.Makassar: Universitas Hasanuddin,
2010.
Wade, L G. Organic Chemistry Sixth Edition. New Jersey: Pearson Education
International, 2006.
PERCOBAAN III
VISKOSITAS ZAT CAIR
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ukuran yang menyatukan kekentalan suatu cairan atau fluida disebut dengan
viskositas. Viskositas menentukan kecepatan mengalirnya suatu cairan. Suatu jenis

larutan yang mudah mengalir dapat dikatakan memiliki viskositas yang rendah, dan

sebaliknya larutan yang sulit mengalir dikatakan memiliki viskositas yang tinggi.

Kekentalan yang dimiliki setiap zat berbeda-beda, hal ini bergantung pada konsentrasi

dari zat terlarut dalam cairan fluida tersebut (Rahma, dkk., 2020: 11).

Mekanika fluida berasal dari kata mekanika dan fluida. Mekanika adalah ilmu

yang mempelajari tentang Gerakan, sedangkan fluida adalah zat yang bila diberikan

gaya kepadanya, zat tersebut akan berubah bentuk secara kontinu karena tidak mampu

menahan gaya, sekecil apapun gaya tersebut bekerja. Fluida merupakan zat yang dapat

mengalir, yang dapat berupa zat cair maupun zat gas. Mekanika fluida dapat diartikan

sebagai ilmu yang mempelajari tentang pergerakan fluida, baik zat cair dan zat gas

(Kironoto, 2018:1).

Fluida yang dialirkan dapat berupa zat cair atau gas. Tekanan didalam pipa bisa

lebih kecil atau lebih dari tekanan atmosfer. Fluida merupakan zat yang bisa

mengalami perubahan bentuk secara kontinue atau terus menerus bila terkena atau

gaya geser walaupun relatif kecil atau bisa juga dikatakan suatu zat mengalir, fluida

mencakup zat cair dan gas. Aliran fluidan digolongkan banyak cara seperti turbulen,

laminar, nyata, ideal, manpubalik, tak mapabulik , stedi, tak stedi , seragam, tak
seragam, rotasional, tak rotasional (Andayani,dkk.,2017:189)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari percobaan ini yaitu berapakah nilai viskositas zat cair

dengan menggunakan viscometer Ostwald ?

C. Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui nilai viskositas zat cair

dengan menggunakan Viskometer Ostwald


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Fluida

Pompa suatu mesin fluida yang digunakan untuk memindahkan cairan dari

suatu tempat ke tempat lain, melalui suatu media pipa (saluran) dengan menambahkan

energi pada cairan, yang dipindahkan dan berlangsung kontinu. Pompa merupakan

mesin fluida yang digunakan untuk memindahkan fluida cair yang umumnya dari

tempat yang rendah ke tempat yang lebih tinggi melalui system perpipaan. Fluida

merupakan zat yang dapat mengalir yang mempunyai partikel yang mudah bergerak

dan berubah bentuk tanpa pemisahan massa. Ketahanan fluida terhadap bentuk sangat

kecil sehingga fluida dapat dengan mudah mengikuti bentuk ruang. Berdasarkan

wujudnya fluida dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : fluida cair dan fluida gas. Untuk

mengerti aliran fluida maka harus mengetahui beberapa sifat dasar fluida. Sifat-sifat

dasar fluida yaitu : kekentalan, kerapatan, berat jenis, tekanan, dan temperature

(Arijanto, 2015: 212-213).

Fluida ideal merupakan fluida yang tidak memiliki viskositas (kekentalan).


Jika sebuah benda bergerak di dalam fluida ideal, benda tersebut tidak akan mengalami

gaya gesekan. Jadi, tekanan fluida sebelum dan sesudah melewati suatu penghalang

tidak akan berubah, atau besarnya tetap. Resultan gaya yang bekerja pada setiap titik

aliran fluida adalah nol. Jika benda bergerak dalam fluida yang memiliki viskositas,

akan terjadi gesek antara benda dan fluida. Gaya tersebut dinamakan gaya stokes

(Indrajit, 2007:150-151).
Fluida adalah zat-zat yang mampu mengalir dan menyesuaikan diri dengan
bentuk wadah tempatnya atau zat yang akan berdeformasi terus menerus selama

dipengaruhi oleh suatu tegangan geser. Fluida memiliki sifat tidak menolak terhadap

perubahan bentuk dan kemampuan untuk mengalir (atau umumnya kemampuannya

untuk mengambil bentuk dari wadah mereka). Diantara salah satu sifat zat cair adalah

kental (viscous) di mana zat cair memiliki koefisien kekentalan yang berbeda-beda,

misalnya kekentalan minyak goreng berbeda dengan kekentalan oli. Dengan sifat ini

zat cair banyak digunakan dalam dunia otomotif yaitu sebagai pelumas mesin. Telah
diketahui bahwa pelumas yang dibutuhkan tiap-tiap tipe mesin membutuhkan

kekentalan yang berbeda-beda. Sehingga sebelum menggunakan pelumas merek

tertentu harus diperhatikan terlebih dahulu koefisien kekentalan pelumas sesuai atau
tidak dengan tipe mesin (Torryselly, 2008: 7-8).

B. Viskositas

Viskositas meruapak sifat friksi atau sifat tahanan di pedalaman fluida terhadap

tegangan geser yang diterapkan pada fluida tersebut. Viskositas cairan akan berkurang

dengan naiknya suhu , sedangkan viskositas gas akan lebih tinggi jika suhunya naik.

Dalam system internasional, viskositas mempunyai satuan N.s/m2 atau kg/m.s,

sedangkan dimensinya ML-1T-1. Viskositas dibedakan atas viskositas dinamik atau

viskositas mutlak (µ) dan viskositas kinematis (Umar, 2008: 237).

Viskositas adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan atau fluida.

Kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan untuk

mengalir. Beberapa cairan ada yang dapat mengalir cepat, sedangkan lainnya mengalir

secara lambat. Cairan yang mengalir cepat seperti air, alkohol, dan bensin mempunyai

viskositas kecil. Sedangkan cairan yang mengalir lambat seperti gliserin, minyak
castor, dan madu mempunyai viskositas besar. Jadi viskositas tidak lain menentukan

kecepatan mengalir suatu cairan (Sutiah, 2008: 53-54).

Viskositas merupakan ukuran kekentalan fluida yang menyatakan besar

kecilnya gesekan dalam fluida. Semakin besar viskositas fluida, maka semakin sulit

suatu fluida untuk mengalir dan juga menunjukkan semakin sulit suatu benda bergerak

didalam fluida tersebut. Viskositas pada jaringan muncul karena adanya tumbukan

antara partikel didalam jaringan. Besarnya viskositas pada suatu jaringan ditentukan

oleh suatu konstanta perbandingan yang didefinisikan sebagai koefisien viskositas dan

dinyatakan dengan rumus: (Ariyanti, 2010: 184-185).



Ƞ = vS……………………………..………………….…(II.1)

Keterangan :

Ƞ = Koefisien viskositas (N.s.m-2)

F = gaya tumbukan antar molekul (N)

v = kecepatan partikel dalam jairngan (m.s-1)

Ɩ = jarak tumbukan antar molekul (m)

S = Luas permukaan jaringan (m2)

Viskositas atau kekentalan merupakan salah satu sifat polimer yang sangat
berpengaruh dalam pembentukan suatu membran, karena viskositas menggambarkan

cepat atau lambatnya cairan tersebut mengalir. Dalam pembuatan membran serat

berongga ada batasan viskositas larutan polimer minimal yang harus dimiliki oleh

larutan yang akan dipintal ( Ahmad, 2007: 59).


C. Faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas

Faktor yang mempengaruhi viskositas adalah suhu, kosentrasi larutan, berat

molekul larutan, dan tekanan. Jadi viskositas berbanding terbalik dengan suhu. Jika

suhu naik maka viskositas akan turun, dan begitu sebaliknya. Setiap Fluida memiliki

viskositas yang berbeda-beda yang harganya bergantung pada jenis cairan dan suhu.

Cairan mempunyai viskositas lebih besar daripada gas, karena mempunyai gaya gesek

untuk mengalir lebih besar. Pada kebanyakan cairan viskositasnya turun dengan

naiknya suhu (Yazid, 2005: 110).

Cairan mempunyai gaya gesek yang lebih besar untuk mengalir daripada gas,

sehingga cairan mempunyai koefisien viskositas yang lebih besar daripada gas.

Viskositas gas bertambah dengan naiknya temperatur, sedangkam viskositas cairan

turun dengan naiknya temperatur. Koefisien viskositas gas pada tekanan tidak terlalu

besar, tidak tergantung pada tekanan, tetapi untuk cairan naik dengan naiknya tekanan

(Sukardjo, 2013: 108).


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi viskositas, yaitu :

1. Tekanan

Viskositas cairan naik dengan naiknya tekanan, sedangkan viskositas gas


tidak dipengaruhi oleh tekanan.
2. Temperatur

Viskositas akan turun dengan naiknya suhu, sedangkan viskositas gas naik

dengan naiknya suhu. Pemanasan zat cair menyebabkan molekul-molekulnya

memperoleh energi. Molekul-molekul cairan bergerak sehingga gaya interaksi antar

molekul melemah. Dengan demikian viskositas cairan akan turun dengan kenaikan

temperatur.
3. Kehadiran zat lain
Penambahan gula tebu meningkatkan viskositas air. Adanya bahan tambahan

seperti bahan suspensi menaikkan viskositas air. Pada minyak ataupun gliserin

adanya penambahan air akan menyebabkan viskositas akan turun karena gliserin

maupun minyak akan semakin encer, waktu alirnya semakin cepat.

4. Ukuran dan berat molekul


Viskositas naik dengan naiknya berat molekul. Misalnya laju aliran alkohol

cepat, larutan minyak laju alirannya lambat dan kekentalannya tinggi seta laju aliran

lambat sehingga viskositas juga tinggi.

5. Berat molekul
Viskositas akan naik jika ikatan rangkap semakin banyak.

6. Kekuatan antar molekul

Viskositas air naik denghan adanya ikatan hidrogen, viskositas CPO dengan

gugus OH pada trigliseridanya naik pada keadaan yang sama (Reza, dkk., 2013).

D. Macam-macam viskositas

Viskositas ada dua macam yaitu viskositas absolut dan viskositas kinematik.

Kedua macam viskositas tersebut digunakan sebagai ukuran standar konsistensi aspal

pada suhu tertentu. Menurut Hasbi, dkk (2017: 3), bahwa viskositas dinamis dapat

diperhitungkan dengan persamaan:

μ = τ : δuδ………………………………………………….(II.2)
Dengan, τ = tegangan geser (N.m) μ = viskositas dinamis (N.det/m2) δuδt = perubahan

aliran fluida (m/det) Viskositas absolut adalah tingkat atau nilai kekentalan aspal yang

diukur pada suhu 140°F (60°C). Dipilih suhu tersebut karena mewakili suhu
permukaan perkerasan aspal rata-rata panas yang terjadi di lapangan, sementara suhu

tersebut mewakili suhu terpanas di musim panas di USA. Nilai kekentalan aspal

(viskositas) aspal merupakan konsistensi dari karakter aspal yang sebenarnya

(Sutoyo, 2020: 16).

Viskositas Absolut/ Dinamis

Viskositas fluida ini menyebabkan terbentuknya gaya geser antara elemen-

elemenya. Bila suatu fluida mengalami geseran, ia mulai bergerak dengan laju

renggangan yang berbanding terbalik dengan suatu besaran yang disebut koefisien

viskositas, viskositas dinamis atau viskositas mutlak (Hasbi, dkk., 2017: 3).

E. Sifat bahan
1. Aquades (H2O)
Aquadest adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air

tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen.

Aquadest bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar,

yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) and temperatur 273,15 K (0 °C). Zat kimia ini

merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan

banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan
banyak macam molekul organik (Reza, dkk., 2013).

2. Metanol (CH3OH)
Metanol yaitu berbentuk cairan, tidak berwarna, jernih, berbau khas. Metanol

memiliki bobot jenis 0,796-0,798, titik didihnya lebih dari 95%, densitasnya 0,796

g/cm3 dan tekanannya 78,5 atm. Metanol mudah menguap, terbakar dan beracun.

Metanol dapat menimbulkan kerusakan pada sel hepar yang disebabkan karena radikal

bebas, formaldehid dan asam format (Nabila, 2014: 10-11).


Metanol merupakan senyawa golongan alkohol yaitu senyawa hidrokarbon
alkil yang memiliki gugus fungsi hidroksil (OH). Oleh karena itu, rumus kimia cukup

ditulis dengan R−OH. Metanol merupakan alkohol dengan kandungan atom karbon

paling kecil. Pada pembuatan biodesel berbahan baku minyak nabati, alkohol

digunakan sebagai reaktan dalam reaksi esterifikasi maupun transesterifikasi. Titik

didih metanol adalah 65℃ sehingga metanol tergolong sebagai cairan mudah

menguap. Sama dengan senyawa alcohol lainnya, metanol termasuk cairan yang

mudah terbakar. Densitas metanol adalah 0,7918 kg/liter sehingga lebih ringan

disbanding air. metanol laruta semperna dalam air pada semua komposisi karena

kedua cairan bersifat polar Metanol juga larut dalam minyak karena keduanya

merupakan senyawa hidrokarbon. Metanol digolongkan sebagai senyawa beracun,

sehingga mengkonsumsi metanol metanol merupakan tindakan yang berbahaya

karena dapat menyebankan kerusakan pada indra penglihatan, kebutaan, keusakan

sistem syaraf, bahkan dapat menyebabkan kematian (Rubianto, 2018: 30).

3. Gliserin

Senyawa gliserin pertama kali ditemukan oleh soerang peneliti farmasi asal

Swedia bernama K.W Scheele pada tahun 1779. Dalam penelitiannya, gliserin

dihasilkan gliserin dihasilkan sebagai zat yang manis dari reaksi pemanasan minyak
zaitun dengan timbal oksida PbO. Pada tahun 1811, seorang ahli kimia Perancis yang

bernaman M.E Chevral menyebut bahan manis yang berhasil diidsolasi itu sebagai

gliserin. Ahli kimia ini juga mneggambarkan formulasi kimia dari asam-asam lemak

dan gliserin dalam minyak nabati dam lemak hewani. merupakan senyawa organik

berupa cairan kental, tidak berwarna dan tidak berbau namun terasa manis, higros

kopik dan netral terhadap lakmus (Christian, 2019: 9-11).

Gliserin merupakan senyawa Gliserida yang paling sederhana, dengan


hidroksil yang bersifat hidrofilik dan higroskopik. Gliserin merupakan komponen

yang menyusun berbagai macam lipid, termasuk trigliserida. Gliserin terasa manis

saat dikecap, namun bersifat racun. Gliserin adalah cairan kental yang tidak berwarna

dan jika dicicipi terasa manis. Ia memiliki titik didih tinggi dan membeku dalam

bentuk pasta. Gliserin yang paling umum digunakan adalah dalam sabun dan produk

kecantikan lainnya seperti lotion, meskipun juga digunakan, dalam bentuk

nitrogliserin, untuk menciptakan dinamit (Atiqa, 2015: 21).

F. Aplikasi

Minyak pelumas atau yang lebih dikenal dengan nama oli didefenisikan

sebagai suatu zat yang berada di antara dua permukaan yang bergerak secara relatif

agar dapat mengurangi gesekan antar permukaan tersebut. Prinsip dasar dari pelumas

atau oli adalah mencegah terjadinya gesekan padat. Selain di dunia otomotif, sifat

kekentalan zat cair juga banyak digunakan dalam dunia kecantikan dan obat-obatan,

yaitu jenis gliserin. Gliserin merupakan cairan bening yang sering digunakan dalam

pembuatan obat-obatan, makanan, sabun dan lain sebagainya. Aplikasi gliserin yang

sering digunakan yang paling umum adalah dalam sabun dan produk kecantikan

lainnya seperti lotion, atau bahkan digunakan untuk pembuatan dinamit (dalam bentuk
nitrogliserin) (Lubis, 2018: 27).

Pipa merupakan salah satu alat transportasi yang paling efektif untuk

memindahkan fluida. Aliran fluida dalam pipa dapa laminar atau turbulen tergantung

dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, diantaranya kekasaran permukaan pipa,

kecepatan aliran fluida dan kekentalan fluida (Andayani, dkk, 2019: 181). Ada banyak

aplikasi fluida dalam kehidupan sehari-hari, antara lain:


1. Sayap pesawat terbang
Sayap pesawat terbang dapat terbang karena adanya gaya angkat ke atas,
bukan karena densitas dari pesawat yang lebih rendah dari udara. Tetapi karena

adanya aliran fluida disayap pesawat yang memenuhi hukum Bernoulli.


2. Pipa pitot
Pipa pitot digunakan untuk mengukur kecepatan fluida/gas dengan cara

melohat ketinggia cairan dalam pipa pitot.


3. Pipa venturi
Pipa venturi adalah salah satu alat untuk megukur kecepatan fluida/cairan

dengan cara melihat ketinggian pada bagian pengukur


G. Integrasi ayat

Ayat yang berhubungan dengan percobaan ini terdapat dalam Q.S al-

mu’minum ayat 18 yang berbunyi :


َ‫ب ِبِۦه لَ َّٰقَد ُِرون‬
ٍ ٍۭ ‫علَ َّٰى ذَهَا‬ ِ ‫س َمآءِ َما ٓ ًۢء ِبقَدَ ٍر فَأ َ ْس َك َّٰنَّهُ فِى ْٱْل َ ْر‬
َ ‫ض ۖ َو ِإنَّا‬ َّ ‫َوأَنزَ ْلنَا مِنَ ٱل‬

Terjemahan:
“Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan

air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa

menghilangkannya”

Tafsiran :

Ayat diatas menjelaskan tentang ukuran partikel ini menentukan tingkat

kekentalan (viskositas) dari cairan tersebut. Air, minyak, oli, dan aspal semuanya

merupakan zat cair, akan tetapi viskositas dari masing-masing zat tersebut berbeda.

Perbedaan viskositas zat cair ini sangat bermanfaat bagi kehidupan kita sehari-hari.

Sebagai contoh oli lebih tinggi viskositasnya dibandingkan dengan air. Oli digunakan

unutk pelumas kendaraan bermotor.


BAB III

METODE PERCOBAAN

A. Waktu dan Tempat

Percobaan ini telah dilaksanakan pada hari Rabu, 25 November 2020, pukul

7.30-10.00 WITA, secara virtual dengan menggunakan aplikasi Google meeting di

kediaman masing-masing
B. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah bulp, corong kaca, gelas

kimia 1000 mL, gelas kimia 250 mL, gegep, hot plate, stopwatch, termometer 110

viskometer ostwald.

2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah aquades (H 2O),

gliserin (C3H8O), metanol (CH3OH) dan tissu.

C. Prosedur Kerja

1. Penentuan Viskositas Akuades (H2O)


Prosedur kerja pada percobaan tersebut yaitu pertama-tama memasukkan

akuades ke dalam gelas kimia 250 mL dan kemudian akuades dimasukkan ke dalam

viskometer ostwald dengan menggunakan corong tanpa melewati batas b. Setelah itu,

memanaskan viskometer ostwald yang berisi akuades dengan penangas air.

Viskometer ostwald dijepit menggunakan gegep dan tissu sebagai penyangga.

Piknometer ostwald dipanaskan hingga suhu mencapai 20˚C, 40˚C dan 60˚C. Setelah

itu, menghisap gliserin dari lubang yang kecil menggunakan bulb hingga melewati
tanda batas a. Selanjutnya lubang kecil piknometer ostwald di tutup rapat
menggunakan jari dan membiarkan akuades mengalir dari tanda batas a ke b. Catat

waktu yang ditempuh dengan menggunakan stopwatch.

2. Penentuan Viskositas Metanol (CH3OH)


Prosedur kerja pada percobaan tersebut yaitu pertama-tama memasukkan

metanol ke dalam gelas kimia 250 mL dan kemudian metanol dimasukkan ke dalam

viskometer ostwald dengan menggunakan corong tanpa melewati batas b. Setelah itu,

memanaskan viskometer ostwald yang berisi metanol dengan penangas air.

Viskometer ostwald dijepit menggunakan gegep dan tissu sebagai penyangga.

Piknometer ostwald dipanaskan hingga suhu mencapai 20˚C, 40˚C dan 60˚C. Setelah

itu, menghisap metanol dari lubang yang kecil menggunakan bulb hingga melewati

tanda batas a. Selanjutnya lubang kecil piknometer ostwald di tutup rapat

menggunakan jari dan membiarkan metanol mengalir dari tanda batas a ke b. Catat

waktu yang ditempuh dengan menggunakan stopwatch.

3. Penentuan Viskositas Gliserin (C3H8O3)

Prosedur kerja pada percobaan tersebut yaitu pertama-tama memasukkan

gliserin ke dalam gelas kimia 250 mL dan kemudian gliserin dimasukkan ke dalam

viskometer ostwald dengan menggunakan corong tanpa melewati batas b. Setelah itu,

memanaskan viskometer ostwald yang berisi gliserin dengan penangas air.

Viskometer ostwald dijepit menggunakan gegep dan tissu sebagai penyangga.

Piknometer ostwald dipanaskan hingga suhu mencapai 20˚C, 40˚C dan 60˚C. Setelah

itu, menghisap gliserin dari lubang yang kecil menggunakan bulb hingga melewati

tanda batas a. Selanjutnya lubang kecil piknometer ostwald di tutup rapat

menggunakan jari dan membiarkan gliserin mengalir dari tanda batas a ke b. Catat

waktu yang ditempuh dengan menggunakan stopwatch.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan

Tabel 4.1 Perbandingan Aquades (H2O) dan Metanol (CH3OH)

Waktu pada Suhu (sekon)

enis Zat Cair 20⁰C 40⁰C 60⁰C

T1 T2 TR T1 T2 TR T1 T2 TR

Aquades (H2O) 0,010 0,094 0,052 0,007 0,008 ,0075 0,013 0,014 ,0135

etanol (CH3OH) 0,018 0,014 0,016 0,009 0,008 ,0085 0,013 0,010 ,0115

Tabel 4.2 Perbandingan Aquades (H2O) dan Gliserin (C3H8O3)

Waktu pada Suhu (sekon)

enis Zat Cair 20⁰C 40⁰C 60⁰C

T1 T2 TR T1 T2 TR T1 T2 TR

Aquades (H2O) 1,45 2,19 1.82 2,05 1,32 1,685 0,88 1,20 1,04

lisrin (C3H8O3) 103 80 91,5 66 60 63 90 69 79,5

2. Analisis Data
Diketahui:

ρ Aquades = 1 gr/cm3

ρ Metanol= 0,789 gr/cm3

ρ Gliserin = 1,26 gr/cm3

ƞ Aquades pada suhu 20⁰C = 1,794 poise


ƞ Aquades pada suhu 40⁰C = 1,009 poise
ƞ Aquades pada suhu 60⁰C = 0,470 poise
Ditanyakan:

a. Koefisien Viskositas Metanol pada suhu (20C, 40C dan 60C = ........... ?

b. Koefisien Viskositas Gliserin pada suhu (20C, 40C dan 60C) = .......... ?

Penyelesaian:

a. Koefisien Viskositas Metanol pada suhu (20˚C, 40˚C dan 60˚C)

1). Suhu 20˚C

Diketahui :

ƞ aquades = 1,794 poise


ρ aquades = 1 gr/cm3

ρ metanol = 0,789 gr/cm3

t aquades = 0,052 sekon

t metanol = 0,016 sekon


Ditanyakan:

 Metanol… ?
Penyelesaian
ƞ1 ρ1 t 1
=
ƞ2 ρ2 t 2
1,794 poise 1 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 ×0,052 sekon
=
ƞ2 0,789 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 ×0,016 sekon
1,794 poise 0,052 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
=
ƞ2 0,01𝑔𝑟/𝑐𝑚3
0,024= 0,052ƞ2
ƞ2 = 0,46 poise

2). Suhu 40⁰C


Diketahui :
 aquades = 1,009 poise

 aquades = 1 gr/cm3

 metanol = 0,789 gr/cm3

t aquades = 0,0075 sekon

t metanol = 0,0085 sekon

Ditanyakan:

 Metanol = …..?

Penyelesaian :
ƞ1 ρ1 t 1
=
ƞ2 ρ2 t 2
1,009 poise 1 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 ×0,0075 sekon
=
ƞ2 0,789 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 ×0,0085 sekon
1,009 poise 0,0075 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
=
ƞ2 0,0067𝑔𝑟/𝑐𝑚3
0,0068= 0,0075ƞ2
ƞ2 = 0,90 poise

3). Suhu 60 ⁰C

Diketahui :

 aquades = 0,470 poise

 aquades = 1 gr/cm3

 metanol = 0,789 gr/cm3

t aquades = 0,0135 sekon

t metanol = 0,0115 sekon

Ditanyakan:

 metanol =…..?
Penyelesaian :
ƞ1 ρ1 t 1
=
ƞ2 ρ2 t 2
0,470 poise 1 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 ×0,0135 sekon
=
ƞ2 0,789 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 ×0,0115 sekon
0,470 poise 0,0135 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
=
ƞ2 0,009𝑔𝑟/𝑐𝑚3
0,004= 0,0135ƞ2
ƞ2 = 0,297 poise
b. Koefisien Viskositas Gliserin pada suhu (20C, 40C dan 60C)
1). Suhu 20C

 aquades = 1,794 poise

 aquades = 1 gr/cm3

 gliserin = 1,26 gr/cm3

t aquades = 1.82 sekon

t gliserin = 91,5 sekon

Ditanyakan:

 gliserin…..?

Penyelesaian :
ƞ1 ρ1 t 1
=
ƞ2 ρ2 t 2
1,794 poise 1 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 ×1.82 sekon
=
ƞ2 1.26 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 ×91.5 sekon
1,794 poise 1.82 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
=
ƞ2 115,29𝑔𝑟/𝑐𝑚3
206,8 = 1.82ƞ2
ƞ2 = 113,6 poise

2). Suhu 40C


Diketahui :
 aquades = 1,009 poise

 aquades = 1 gr/cm3

 gliserin = 1,26 gr/cm3

t aquades = 1,68 sekon

t gliserin = 63 sekon

Ditanyakan:

 gliserin…..?

Penyelesaian :

ƞ1 ρ1 t 1
=
ƞ2 ρ2 t 2
1,009 poise 1 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 ×1,68 sekon
=
ƞ2 1,26 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 ×63 sekon
1,009 poise 1,68 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
=
ƞ2 79,38𝑔𝑟/𝑐𝑚3
80= 1,68ƞ2
ƞ2 = 47,61 poise

3). Suhu 60 C

Diketahui :

 aquades = 0,470 poise

 aquades = 1 gr/cm3

 gliserin = 1,26 gr/cm3

t aquades = 1,04 sekon

t gliserin = 79,5 sekon

Ditanyakan:
 gliserin…..?
Penyelesaian :
ƞ1 ρ1 t 1
=
ƞ2 ρ2 t 2
0,470 poise 1 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 ×1,04 sekon
=
ƞ2 1,26 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 ×79.5 sekon
0,470 poise 1,04 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
=
ƞ2 100.17𝑔𝑟/𝑐𝑚3
47.07= 1,04ƞ2
ƞ2 = 45,26 poise

B. Pembahasan

Viskositas (kekentalan) merupakan gaya gerak antara molekul-molekul yang

menyusun suatu fluida. Jadi molekul-molekul yang membentuk suatu fluida-fluida

saling gesek-menggesek ketika fluida tersebut mengalir. Kelebihan viskometer adalah

lebih cepat, lebih mudah dan perhitungannya lebih sederhana (Ningrum

dan Toifur, 2014: 57).


Bahan yang digunakan dipercobaan ini yaitu Aquades (H 2O), Gliserin

(C3H8O3), Metanol (CH3OH). Aquades (H2O) digunakan sebagai larutan

pembanding, karena aquades bersifat netral (pH 7), serta nilai kerapatan viskositasnya
sudah diketahui dan nilai massa jenisnya 1 g/cm3. Gliserin (C3H8O3) dan Metanol

(CH3OH) digunakan untuk membandingkan viskositas antara larutan yang mudah

menguap dengan larutan yang kental.

Pada percobaan ini menggunakan viskometer Ostwald yang berfungsi untuk

menentukan nilai viskositas dan mengukur waktu alir yang dibutuhkan metanol

(CH3OH) dan gliserin (C3H8O3) untuk mengalir melalui tabung pipa kapiler.

Percobaan ini menggunakan suhu yang bervariasi yaitu 20oC, 40oC dan 60oC yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap viskositas zat cair. Fungsi
pengisapan cairan ke tanda A yaitu untuk memberikan tekanan pada cairan sampel

yang dihisap.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan maka diperoleh hasil yaitu
nilai viskositas Gliserin (C3H8O3) pada suhu 20ºC, 40 ºC, dan 60 ºC berturut-turut yaitu
113,6 poise, 47,61 poise, dan 45,26 poise sedangkan nilai viskositas dibutuhkan

metanol (CH3OH) pada suhu 20ºC, 40 ºC dan 60 ºC berturut-turut yaitu 0,46poise,


0,90 poise dan 0,297 poise. Hasil tersebut menunjukkan bahwa viskositas

Berbanding terbalik dengan suhu, dimana ketika suhu metanol naik maka

nilai viskositasnya akan semakin menurun. Hasil ini sesuai dengan teori

(Shoeliha, 2020: 15-16) yang menyatakan bahwa viskositas akan turun dengan

naiknya suhu. Semakin tinggi suhu fluidanya maka viskositasnya akan semakin redah
Pada percobaan metanol (CH3OH) dapat dilihat nilai viskositasnya

semakinmenurun dengan naiknya suhu, begitupun dengan percobaan gliserin. Hal ini

sesuai dengan teori bahwa viskositas suatu fluida dipengaruhi oleh suhu. Semakin

tinggi suhunya maka viskositasnya menurun yang mana berkaitan dengan struktur

molekul dalam cairan tersebut (Yazid, 2005: 110).


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan maka diperoleh hasil yaitu nilai

viskositas Gliserin (C3H8O3) pada suhu 20ºC, 40 ºC, dan 60 ºC berturut-turut yaitu

113,6 poise, 47,61 poise, dan 45,26 poise sedangkan nilai viskositas dibutuhkan

metanol (CH3OH) pada suhu 20ºC, 40 ºC dan 60 ºC berturut-turut yaitu 0,46poise,


0,90 poise dan 0,297 poise. Hasil tersebut menunjukkan bahwa viskositas

berbanding terbalik dengan suhu, dimana ketika suhu metanol naik maka nilai

viskositasnya akan semakin menurun. Hasil ini sesuai dengan teori (Shoeliha,

2020: 15-16) yang menyatakan bahwa viskositas akan turun dengan naiknya suhu.

Semakin tinggi suhu fluidanya maka viskositasnya akan semakin redah.

B. Saran

Saran pada percobaan ini adalah sebaiknya untuk percobaan selanjutnya

gliserin digantikan dengan minyak tanah


DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, S, Mempelajari Hubungan antara Viskositas Larutan Dope
dan Karakteristik Membran serat Berongga. Bandung: LIPI,
2007.
Andayani, dkk. “Pengaruh Jenis Lapisan Kekasaran Permukaan Pipa
Terhadap Koefisien Gesek”.Jurnal Ilmiah 5 no. 2(2019): h.
181-194.
Ariyanti, E.S. dan Agus, M, 2010, “Otomasasi Pengukuran Koefisien
Viskositas Zat Cair Menggunkan Gelombang Ultrasonik,”
Jurnal Neutrino, vol. 2, No. 2 April 2010.
Charistian. Industri Oleokimia Berbasis Kelapa Sawit. Jakarta: CV.
Rasi Terbit, 2019. Dogra,Kimia Fisika dan Soal-Soal.
Malang. Universitas Malang, 2006.
Departemen Kesehatan RI. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI, 1995.
Hasbi, dkk. “Analisa Distribusi Tekanan Udara Yang Melewati
Elbow 90°”. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Teknik Mesin 2. no. 1
(2017)h. 3-9.Subyakto dkk. “Nilai Koefisien Viskositas
Diukur dengan Metode Bola Jatuh dalam Fluida Viskos”.
Fisika 13 no.2 (2016) : h. 7-10.
Nabila, Norma. “Pengaruh Pemberian Metanol dan Etanol Terhadap
Tingkat Kerusakan Sell Hepar Tikus Wispar” Karya Tulis
Ilmiah: UNDIP, 2011.
Ningrum dan Toifur. “Penentuan Viskositas Larutan Gula
Menggunakan Metode Vessel Terhubung Viscosimeter
Berbasis Video Based Laboratory Dengan Software
Tracker”. Universitas Ahmad Dahlan 1 no.2 (2014): h. 57-62.
Rahma. Limbah Ampas Tebu Bernilai Jual. Palembang: CV. Insan
Cendekia Palembang, 2020. Rubianto. Biodesel. Malang:
Polinema Press, 2018. Stokes, Fisika Dasar 1. Erlangga.
Jakata,2007.
Shoaliha, dkk., “Analisis Kualitas Minyak Goreng Berdasarkan Suhu
Pemanasan Dengan Metode Koefisien Viskositas Falling
Ball”. Indonesian Physical Review 5 no.1(2020): h. 15-23.
Sudarjo, Randy, Modul Praktikum Fisika Dasar Mekanika. Salemba
Teknika. Jakarta, 2008. Sukardjo, Kimia Fisika. Jakarta:
Rineka Cipta, 2013.
Sutoyo. Perancangan Campuran Beraspal. Yogyakarta: Deepublish,
2020. Putri, dkk. Mekanika Tanah I. Jakarta: Yayasan Kita
Menulis, 2020.
Yazid, Estien. Kimia Fisika Untuk Paramedis. Yogyakarta: Andi
Offset, 2005. Young dan Freedman. University Physics Tenth
Edition Jilid 1. Terj. Juliastuti.
LAMPIRAN

SKEMA KERJA

Prosedur untuk Mengukur Nilai Viskositas Gliserin

- Dimasukkan gliserin ke dalam gelas kimia 250 mL.

- Dimasukkan gliserin ke dalam viskometer ostwald.

- Dipanaskan menggunakan penangas air.

- Digunakan gegep dan tissu sebagai penyangga viskometer

ostwald.

- Diukur suhu gliserin. (suhu yang digunakan 20°C, 40°C

dan 60°C).

- Kemudian gliserin dihisap dengan bulb hingga dilewati

tanda batas A.

- Digunakan jari tangan untuk mengalirkan gliserin sampai

ke tanda batas A.

- Dibiarkan aliran gliserin dari tanda batas A ke tanda batas

B.

- Dicatat waktu yang dibutuhkan gliserin dari tanda batas A

ke tanda batas B.

- Diulangi percobaan di atas menggunakan aquades dan

metanol.

- Diulangi prosedur di atas dengan menggunakan aquades

dan metanol.

Hasil
PERCOBAAN IV
VOLUME MOLAL PARSIAL
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Volume molal parsial merupakan kontribusi setiap komponen terhadap

komponen terhadap volume total suatu larutan. Jika hal terjadi pada sistem larutan

yang terdiri dari larutan yang tidak ditentukan dari jumlah volume pelarut dan volume

zat terlarut. Volume total larutan sangat tergantung pada komposisi pelarut dan

terlarut. Saat terjadi proses pelarutan maka zat terlarut akan tersolvasi dalam pelarut

sehingga molekul zat terlarut akan dikelilingi oleh molekul molekul pelarut

( Rohyami dan Yuli, 2018: 129).

Zat memiliki perbedaan kerapatan adakalanya ditemukan fenomena dalam

kehidupan sehari- hari yang dapat memperlihatkan adanya pengaruh faktor kerapatan

terhadap suatu zat yang tidak bercampur dengan zat lainnya antara minyak dan air.

Kedua zat tersebut tidak dapat menyatu dan membentuk dua fase campuran karena
adanya perbedaan nilai yang besar sehingga bercampurnya dua zat atau lebih menjadi

satu fase juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain (Ansel dan Prince, 2004: 76).

Molal atau molalitas didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut per kg

pelarut yang perbandingan antara jumlah mol zat terlarut dengan massa pelarut dalam

kilogram sementara. Volum molal parsial memiliki konstribusi volum, dari satu

komponen pada sampel terhadap volum total. Volum molal parsial komponen suatu

campuran berubah tergantung pada komposisi, karena lingkungan setiap jenis

molekul berubah jika komposisinya berubah dari A murni ke B. Perubahan

lingkungan molekul yang bekerja antara molekul ini menghasilkan sifat


termodinamika campuran jika komposisinya berubah (Dogra, 2006: 87). Oleh karena

itu berdasarkan teori ini, maka dilakukan percobaan volume molal parsial

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada percobaan ini adalah berapa nilai volume molal

parsial pada larutan natrium klorida (NaCl) sebagai fungsi konsentrasi dengan
mengukur densitas larutan menggunakan piknometer?

C. Tujuan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan volume molal parsial

pada larutan natrium kloridan (NaCl) sebagai fungsi konsentrasi dengan mengukur

densitas larutan menggunakan piknometer.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Volume Molal Parsial

Volume molal parsial merupakan konribusi setiap komponen terhadap

komponen terhadap volume total suatu larutan. Jika hal terjadi pada sistem larutan

yang terdiri dari larutan yang tidak ditentukan dari jumlah volume pelarut dan volume

zat terlarut. Volume total larutan sangat tergantung pada komposisi pelarut dan
terlarut. Saat terjadi proses pelarutan maka zat terlarut akan tersolvasi dalam pelarut

sehingga molekul zat terlarut akan dikelilingi oleh molekul molekul pelarut

( Rohyami dan Yuli, 2018: 129).

Volum molar parsial adalah kontribusi pada volum dari satu komponen

dalam sampel terhadap volum total. Volum molar parsial komponen suatu

campuran berubah – ubah tergantung pada komposisi, karena lingkungan setiap

jenis molekul berubah jika komposisinya berubah dari a murni ke b murni.

Perubahan lingkungan molekuler dan perubahan gaya yang bekerja antara

molekul inilah yang menghasilkan variasi sifat termodinamika campuran jika

komposisinya berubah . Volume molal parsial Vj dari suatu zat J pada beberapa
komponen umum didefinisikan secara formal sebagai berikut :

Vj = P, t, n¢ ......................................................................................... (2.1 )

Dengan nJ sebagai jumlah (jumlah mol) J dan subskrip n’ menunjukkan bahwa

jumlah zat lain tetap. Volume molar parsial adalah kemiringan grafik volume total,

ketika jumlah J berubah, sedangkan tekanan, temperature, dan jumlah komponen

lain tetap. Nilainya bergantung pada komposisi, seperti yang kita lihat untuk air

dan etanol. Definisi ini menunjukkan bahwa ketika komposisi campuran berubah
sebesar penambahan dnA zat A dan dnB zat B, maka volume total campuran berubah

sebesar

dV = P, T, dnA + P, T, dnB = VA dnA + VA dnB ............................................. (2.2)


(Atkins,1994: 170).

Secara matematik sifat molal parsial didefinisikan dimana Ji merupakan sifat

molal parsial dari komponen ke-i.secara fisik Ji berarti kenaikan dalam besaran
termodinamik J yang diamati bila satu mol senyawa i ditambahkan ke suatu sistem

yang besar sehingga komposisinya tetap konstan. Pada temperatur dan tekanan

konstan, persamaan dapat ditulis sebagai :

dJ = ............................................................................................... (3.2)

Arti fisik dari integrasi ini adalah bahwa suatu larutan yang komposisinya tetap,

suat u komponen n1, n2, …, ni ( yang komposisinya juga mirip dengan larutan

tuanya ) ditambahkan lebih lanjut, sehingga komposisi relative dari tiap-tiap jenis

tetap konstan (Dogra,1990:580).


B. Densitas
Massa jenis merupakan pengukuran massa persatuan volume. Cara mengukur

massa jenis pada umumnya dengan menimbang berat zat cair tersebut dan

membaginya dengan volume zat cair yang terukur, maka dengan cara ini pengukuran

tidak efisien karena harus mengukur terlebih dahulu massa zat dan volume zat yang

akan diukur. Pengukuran massa jenis zat cair berdasarkan kecepatan ultrasonik

menjadi alternatif agar pengukuran dapat dilakukan secara langsung, akurat, praktis,

dan mudah (Bagus dan Rouf, 2018: 143).

Teknik pengukuran densitas yang tradisional adalah menggunakan teknik

penimbangan hidrostatik, yaitu teknik yang menggunakan penimbangan berat sampel


di udara maupun di air (air sebagai media liquidnya). Bagaimanapun, tidak semua

material sesuai untuk penentuan densitas dengan metode ini. Banyak material yang

tidak cocok jika penentuan densitasnya dengan cara dicelupkan ke air. Banyak logam

dan alloy dapat bereaksi dengan air. Demikian pula sampel material porous (berpori),

sampel solid kecil, bubuk dan partikulat tidak cocok dengan teknik pencelupan ke

dalam media liquid (Abdillah dkk, 2018: 2).


Menurut Petrucci, dkk (2007: 14), berikut ini adalah nilai kisaran yang

umumnya teramati untuk densitas atau kerapatan :

1. Densitas padatan berkisar 0,2 g/cm3 sampai 20 g/cm3

2. Densitas cairan berkisar 0,5 g/cm3 sampai 3-4 g/mL

Densitas gas sebagian besar berkisar beberapa gram per liter.


Massa dan volume memiliki sifat ekstensif. Sifat ekstensif bergantung pada

kuantitas materi yang diamati. Namun, bila membagi massa suatu zat dengan

volumenya, didapatkan densitas, yaitu sifat intensif. Sifat intensif tidak bergantung

pada banyaknya materi yang diamati. Jadi, densitas air murni pada 25

(massa/volume) memiliki nilai yang khas, apakah sampel mengisi gelas piala kecil

(massa kecil/volume kecil) atau (massa besar/volume besar (Petrucci dkk, 2007: 13).

Densitas (rapatan, density) adalah rasio massa terhadap volume.


Densitas (d) =massa/ volume .............................................................. (4.2)

Pengukuruan massa jenis pada setiap elemen dan bahan dalam proses produksi

memerlukan ketepatan yang tinggi agar hasil produksi memiliki quality control yang

baik. Terdapat dua metode untuk mengukur massa jenis yaitu secara langsung

maupun tidak langsung. Cara yang dipakai untuk mengetahui satuan massa jenis dari

zat cair pada bahan produksi ialah dengan mengambil sampel zat cair dalam proses
produksi untuk diukur terlebih dahulu berat benda tersebut dan mencari tahu besar

volume benda tersebut, setelah data didapat maka satuan massa jenis akan berupa

massa pada tiap satuan volume yang terukur, cara tersebut merupakan salah satu

metode pengukuran secara tidak langsung (Bagus dan Rouf, 2018: 144).
C. Piknometer

Piknometer merupakan peralatan gelas yang digunakan untuk mengukur

massa jenis zat cair dan tersedia dalam berbagai ukuran. Ukuran yang tersedia dalam

laboratorium kimia adalah piknometer dengan kapasitas 10 mL. Piknometer

umumnya terbuat dari gelas dengan bentuk badan bulat silinder. Pengukuran massa

jenis dilakukan dengan pertama kali menimbang massa piknometer kosong. Massa

piknometer dicatat dalam lembar kertas. Kemudian piknometer diisi dengan zat cair

yang akan diukur massa jenisnya sampai zat cair memenuhi botol piknometer.
Setelah itu piknometer ditutup dengan menggunakan penutup piknometer yang

tersedia. Piknometer yang telah berisi cairan penuh dan bertutup kemudian dihitung.

Massa botol dan zat cair ditimbang kemudian massa jenis zat cair dihitung. Perlu

diperhatikan bahwa di dalam botol piknometer harus dipastikan bahwa tidak ada

gelembung udara. Pipa kapiler harus terisi secara penuh oleh zat cair yang akan

diukur massa jenisnya (Khamidinal, 2009: 56).

Massa 1000 cm3 air pada 4 derajat celcius dan tekanan atmosfer normal

adalah hamper tepat tetapi hanya sedikit sekali kurang dari 1 kg. Kerapatan dari air di

bawah keadaan ini adalah 1000 g / 1000 cm3. Karena volume berubah menurut suhu,

sedangkan massa tetap. Kerapatan merupakan fungsi dari suhu. Pada 20 derajat
celcius , kerapatan dari air adalah 0,998 g/cm3 (Petrucci, 1999: 98).

Prinsip kerja piknometer yaitu pertama-tama zat cair dimasukkan ke dalam


piknometer sampai mengisi suatu volume tertentu. Selanjutnya piknometer bersama
dengan zat cair didalamnya ditimbang dan diperoleh berat piknometer dan zat cair

didalamnya, misalkan beratnya menjadi Wt, berat jenis zat cair g, setelah diperoleh
berat jenis g, rapat massa zat cair dapat ditentukan dengan berdasarkan pesamaan di

atas. Perlu diingat bahwa berat jenis zat cair dapat berubah terhadap suhu. Oleh
karena itu, selama pengukuran berlangsung suhu zat cair harus tetap dijaga
(Kironoto, 2016: 78).

D. Bahan

1. NaCl
Natrium atau kalium klorida dapat digunakan sebagai suatu standar primer

untuk larutan perak nitrat (Jr dan underwood, 2001: ). Garam merupakan salah satu
komuditas strategis yang diprioritaskan untuk dikembangkan oleh Kementrian

Perindustrian. Kebutuhan garam berkualitas tinggi, utamanya garam industri, masih

diimpor dari luar negeri. natrium klorida (garam) juga banyak digunakan sebagai

bahan dasar (starting material) untuk berbagai keperluan industri, misalnya

pembuatan konstik soda (NaOH), soda kue (NaHCO3), Na2CO3, gas klor (Cl2),

industri tekstil, garam farmatesis dan sebagainya ( Jumaeri dkk, 2017: 146).

Natrium klorida, juga dikenal dengan garam dapur, atau halit,

adalah senyawa kimia dengan rumus molekul NaCl, mewakili perbandingan 1:1 ion

natrium dan klorida. Dengan massa molar masing-masing 22,99 dan 35,45 g/mol,

100 g NaC l mengandung 39,34 g Na dan 60,66 g Cl. Senyawa ini adalah garam yang
paling memengaruhi salinitas laut dan cairan ekstraselular pada banyak organisme

multiseluler. Sebagai komponen utama pada garam dapur, natrium klorida sering

digunakan sebagai bumbu dan pengawet makanan. Sejumlah besar natrium


klorida digunakan dalam banyak proses industri, dan merupakan sumber utama

senyawa natrium dan klorin yang digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis kimia

lebih lanjut. Aplikasi utama kedua natrium klorida adalah untuk menghilangkan lapisan

jalan pada cuaca sub-beku (Day dan Underwood, 2002: 154).


E. Integrasi Ayat

Ayat yang berhubungan dengan percobaan kali ini terdapat dalam Q.S Ar-

Rahman: 19-20, yang berbunyi :

Terjemahan :
“Dia membiarkan dua laut mengalir yang (kemudian) keduanya bertemu. Di
antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing”
Tafsirannya :

Ayat tersebut menjelaskan tentang kebesaran Allah yang menunjukkan ke dua

lautan yang tidak saling bertemu karena ada batasan tidak dapat dilampaui keduanya

masing-masing. Ayat tersebut juga menjelaskan bahwa sifat larutan yang saling
bertemu namun tidak bercampur satu sama lainnya, dan hal tersebut telah ditentukan

oleh para ahli fisika kelarutan. Dikarenakan gaya fisika yang dinamakan tegangan

permukaan, air dari laut laut yang saling bersebelahan tidak menyatu. Akibat adanya

perbedaan massa jenis, tegangan permukaan mencegah lautan bercampur satu sama

lain. Seolah terdapat dinding atau selaput tipis yang memisahkan mereka
BAB III
METODE PERCOBAAN

A. Waktu dan Tempat

Percobaan ini dilakukan pada hari Rabu, 02 Desember 2020, pukul 07.30-

10.00 WITA secara virtual menggunakan aplikasi Google meet dan Class

room.

B. Alat dan Bahan

1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah neraca analitik,

desikator, oven, piknometer 50 mL, termometer 110oC, pipet skala 25 mL dan 5 mL,

labu takar 100 mL, gelas kimia 250 mL, pipet tetes, bulp, botol semprot 250 mL dan

batang pengaduk.

2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini akuades (H2O), natrium

klorida (NaCl) 3 M, 1,5 M, 0,75 M, 0,375 M, 0,1875 M dan tissu.

C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada percobaan ini adalah dengan mengencerkan larutan

natrium klorida (NaCl) 3 M menjadi 1/2, 1/4, 1/8, dan 1/16 sehingga konsentrasinya

menjadi 1,5 M, 0,75 M, 0,35 M, 0,375 M dan 0,1875 M. Mengkalibrasi piknometer

dengan cara membersihkan piknometer dengan akuades (H2O), lalu mengeringkan

piknometer ke dalam oven sampai kering, memasukkan piknometer ke dalam

desikator, menimbang piknometer yang kosong dan mencatat bobot kosongnya,

mengisi piknometer dengan akuades (H2O) sampai penuh dan menutupnya rapat-
rapat, kemudian mengeringkan permukaan luar piknometer kemudian

menimbangnya dan mencatat bobot akuades (H2O), selanjutnya mengukur suhu

akuades (H2O). Kemudian membersihkan kembali piknometer dengan menggunakan

akuades lalu mengeringkankan dan mendesikator. Setelah itu membilas dengan


larutan yang akan digunakan yaitu NaCl, lalu mengeringkan kembali di dalam oven

selanjutnya mendesikator hingga uap hilang. Mengisi piknometer dengan larutan

natrium klorida (NaCl) 3 M, 1,5 M, 0,75 M, 0,375 M dan 0,1875 M.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

1. Tabel Pengamatan

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan

Piknometer Piknometer + Piknometer + Densitas


Konsentrasi Kosong Aquades Larutan
No.
NaCl
(We) (W0) (W) (gr/cm3 )
1. 3M 32,4789 81,985 84,7693 1,0527
2. 1,5 M 32,4789 81,985 83,3442 1,0240
3. 0,75 M 32,4789 81,985 82,6962 1,010
4. 0,375 M 32,4789 81,985 82,1632 1,000

5. 0,1875 M 32,4789 81,985 81,9434 0,9961

d0 = konsentrasi air pada temperatur 30oC = 0,995646 g/cm3


Tabel 4.2 Hubungan dengan Φ2
LarutanNaCl
No. m (mmol/g) Φ2(cm3/mol) ΦRegresi
(M)

1. 3 0,1903 0,4362 39,9608 40,0164

2. 1,5 0,3834 0,6191 40,4292 40,5512

3. 0,75 0,7763 0,8810 39,6824 41,0854

4. 0,375 1,6023 1,2658 49,3712 50,1537

5. 0,1875 3,4199 1,8492 64,0044 61,8942


2. Grafik Hubungan dengan Φ2

Grafik 4.1 Hubungan dengan Φ2

Grafik Hubungan √𝐦 dan Φ2 y = -1,9236 (x) + 42,456


R² = 0,7974
70
60
50
40
Φ2

30 Series 1
20 Series 2

10
0
0 0,5 1 1,5 2
√𝐦

a. Konsentrasi 3 M

y = -1,9236 (x) + 42,256

= -1,9236 (1,8492) + 42,256

= 38,6988

b. Konsentrasi 1,5 M

y = -1,9236 (x) + 42,256

= -1,9236 (1,6023) + 42,256

= 39,1738

c. Konsentrasi 0,75 M

y = -1,9236 (x) + 42,256

= -1,9236 (0,7763) + 42,256

= 40,7627
d. Konsentrasi 0,375 M

y = -1,9236 (x) + 42,256

= -1,9236 (0,6191) + 42,256

= 41,0650

e. Konsentrasi 0,1875 M

y = -1,9236 (x) + 42,256

= -1,9236 (0,4362) + 42,256

= 41,4169
y
Slope = tan α =
x
41,4169-38,6988
= tan α =
1,8492 - 0,4362
2,7181
=
1,41
= 1,9277 cm3/mol

1. Analisis Data
a. Pengenceran NaCl

1) NaCl 1,5 M

Diketahui:

M1 =3M
V1 = 100 mL

M2 = 1,5 M

Ditanyakan:

V1 = ……?

Penyelesaian:

V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 3M = 100 mL x 1,5 M

V1=
V1 =

V1 = 50 mL

2) NaCl 0,75 M

Diketahui:
M1 =3M

V1 = 100 mL

M2 = 0,75 M

Ditanyakan:

V1 = ……?

Penyelesaian:

V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 3M = 100 mL x 0,75 M

V1=
V1 =

V1 = 25 mL

3) NaCl 0,375 M

Diketahui:

M1 =3M
V1 = 100 mL

M2 = 0,375 M

Ditanyakan:

V1 = ……?
Penyelesaian:

V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 3M = 100 mL x 0,375 M

V1=
V1 =

V1 = 12.5 mL

4) NaCl 0,1875 M

Diketahui:

M1 =3M

V1 = 100 mL

M2 = 0,1875 M

Ditanyakan:

V1 = ……?

Penyelesaian:

V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 3M = 100 mL x 0,1875 M
V1=
V1 =

V1 = 6,25 mL
b. Penentuan Densitas (d)
1) Konsentrasi 3M

Diketahui:

W = 84,7693 g

We = 32,4789 g
W0 = 81,985

d0 = 0,996743 g/cm3

Ditanyakan:

d = ……?
Penyelesaian:
x d0
d=

d= x 0,996743 g/cm3

d= x 0,996743 g/cm3

d = 1,0562 x 0,996743 g/cm3


d = 1,0527 g/cm3
2) Konsentrasi 1,5 M

Diketahui:
W = 83,3442 g

We = 32,4789 g

W0 = 81,985

d0 = 0,996743 g/cm3

Ditanyakan:

d = ……?
Penyelesaian:
x d0
d=

d= x 0,996743 g/cm3

d= x 0,996743 g/cm3

d = 1,0274 x 0,996743 g/cm3


d = 1,0240 g/cm3

3) Konsentrasi 0,75 M

Diketahui:

W = 82,6962 g
We = 32,4789 g

W0 = 81,985

d0 = 0,996743 g/cm3

Ditanyakan:

d = ……?
Penyelesaian:
x d0
d=

d= x 0,996743 g/cm3

d= x 0,996743 g/cm3

d = 1,0143 x 0,996743 g/cm3

d = 1,010 g/cm3
4) Konsentrasi 0,375 M

Diketahui:

W = 83,1632 g

We = 32,4789 g

W0 = 81,985

d0 = 0,996743 g/cm3

Ditanyakan:

d = ……?
Penyelesaian:
x d0
d=

d= x 0,996743 g/cm3

d= x 0,996743 g/cm3

d = 1,003 x 0,996743 g/cm3

d = 1,000 g/cm3
5) Konsentrasi 0,1875

Diketahui:

W = 81,9434 g

We = 32,4789 g

W0 = 81,985

d0 = 0,996743 g/cm3

Ditanyakan:
d = ……?

Penyelesaian:
x d0
d=

d= x 0,996743 g/cm3

d= x 0,996743 g/cm3

d = 0,9994 x 0,996743 g/cm3

d = 0,9961 g/cm3
c. Penentuan Molalitas Larutan

1) Konsentrasi 3 M

Diketahui:

d = 1,0527 g/cm3
M =3M

BM = 58,5 g/mol

Ditanyakan:
m = ……?

Penyelesaian:
1
m =
d M
(M) -( )
1000

1
m =
( 3M ) -( )
1000

1
m =

1
m =

m = 3,4199 mmol/g

2) Konsentrasi 1,5 M

Diketahui:

d = 1,0240 g/cm3
M = 1,5 M

BM = 58,5 g/mol

Ditanyakan:

m = ……?
Penyelesaian:
1
m = d ) -( M )
(M
1000

1
m =
( 1.5 M ) -( 1000
)

1
m =

1
m =

m = 1.6023 mmol/g

3) Konsentrasi 0,75 M

Diketahui:

d = 1,010 g/cm3

M = 0,75 M

BM = 58,5 g/mol

Ditanyakan:
m = ……?

Penyelesaian:
1
m =
d M
(M) -( )
1000

1
m =
( 0,75 M ) -( 1000 )

1
m =

1
m =

m = 0,7763 mmol/g

4) Konsentrasi 0,375M
Diketahui:

d = 1,000 g/cm3
M = 0,375 M

BM = 58,5 g/mol

Ditanyakan:

m = ……?
Penyelesaian:
1
m =
d M
(M) -( )
1000

1
m =
( 0, 75 M ) -( 1000 )

1
m =

1
m =

m = 0,3834 mmol/g

5) Konsentrasi 0,1875M

Diketahui:

d = 0,9961g/cm3

M = 0,1875M

BM = 58,5 g/mol

Ditanyakan:

m = ……?
Penyelesaian:
1
m =
d M
(M) -( )
1000

1
m =
(0, ) -( )
M 1000

1
m =

1
m =

m = 0,1903 mmol/g
d. Penentuan Volume Molal Parsial Semu

1) Konsentrasi 3 M

W = 84.7693g

We = 32,4789 g

W0 = 81,985 g

d0 = 0,996743 g/cm3

d = 1,0527g/cm3

m = 3,4199 mmol/g

Ditanyakan:

Φ1 = ……?
Φ2 = ……?

Penyelesaian:
Φ1 = ( 1000
- (
d-do
))
m do

Φ1 =
1000 mmol/g 1,0527 g/cm3 - 0,996743 g/cm 3
( –( ))
3,4199 mmol/g 0,996743 g/cm3

Φ = 0,0559 g/cm3
1 ( – (292,4062 g/mol 0,996743 g/cm3 ))

Φ1 = ( –(292,4062 g/mol ))

Φ1 = (– )

Φ1 = ()

Φ1 = 40,0164 cm3/mol
Φ2 = 1 ( -(
1000 - o
))
d m o - e

1000 mmol/g 84,7693 g - 81,985 g


Φ2 = 1
( -( ))
1,0527 3,4199 mmol/g 81,985 g – 32,4789 g

Φ2 = 1
( - (292,4062 g/mol g ))
1,0527 49.5061

Φ2 = 1
( -------------- (292,4062 g/mol ))
1,0527

Φ2 = 1
( -------------- (16,433 g/mol))
1,0527
Φ2 = 1
( g/mol )
1,0527

Φ2 = 39,9608 cm3/mol
2) Konsentrasi 1,5 M

W = 83.3442 g

We = 32,4789 g

W0 = 81,985 g

d0 = 0,996743 g/cm3

d = 1,0240 g/cm3

m = 1.6023 mmol/g

Ditanyakan:

Φ1 = ……?
Φ2 = ……?

Penyelesaian:
Φ1 = ( - (
1000 d-do
))
m do

Φ1 =
1000 mmol/g 1,0240 g/cm3 - 0,996743 g/cm 3
( –( ))
1.6023 mmol/g 0,996743 g/cm3
Φ = 0,0272 g/cm3
1 ( – ( , 0 g/mol 0,996743 g/cm3 ))

Φ1 = ( –( , 0 g/mol ))

Φ1 = (– )

Φ1 = ()

Φ1 = 40,5512 cm3/mol

Φ2 = 1 ( -(
1000 - o
))
d m o - e

1000
Φ2 = 1
(-( 83.3442 - 81,985 g
))
1.6023 mmol/g 81,985 g –

Φ2 = 1
( - ( , 0 g/mol g ))
49.5061

Φ2 = 1
( --------------( , 0 g/mol ))

Φ2 = 1
( --------------(17, 00 g/mol))
Φ2 = 1
( g/mol )

Φ2 = 40,4292 cm3/mol
3) Konsentrasi 0,75 M

W = 82.6962 g

We = 32,4789 g

W0 = 81,985 g

d0 = 0,996743 g/cm3

d = 1,010 g/cm3

m = 0,7763 mmol/g

Ditanyakan:
Φ1 = ……?

Φ2 = ……?

Penyelesaian:
Φ1 = ( - (
1000 d-do
))
m do

Φ= 1000 mmol/g g/cm3 - 0,996743 g/cm3


1
( – ( 0,7763 mmol/g 0,996743 g/cm3
))
Φ = 0,0 g/cm3
1 ( – ( g/mol 0,996743 g/cm3 ))

Φ1 = ( –( g/mol ))

Φ1 = (–)

Φ1 = ()

Φ1 = 41,0854 cm3/mol
Φ2 = 1( -(
1000 - o
))
d m o - e

1000 mmol/g
Φ2 = 1
( -( 82.6962 - 81,985 g
))
0,7763 mmol/g 81,985 g – 32,4789 g

Φ2 = 1
( - ( g/mol g ))
49.5061

Φ2 = 1
( -------------- ( g/mol ))

Φ2 = 1
( -------------- ( g/mol))
Φ2 = 1
( g/mol )

Φ2 = 39,6824 cm3/mol

4) Konsentrasi 0,375 M

W = 82.1632 g
We = 32,4789 g

W0 = 81,985 g

d0 = 0,996743 g/cm3

d = 1,000 g/cm3

m = 0,3834 mmol/g

Ditanyakan:
Φ1 = ……?

Φ2 = ……?

Penyelesaian:
Φ1 = ( - (
1000 d-do
))
m do

Φ1 =
1000 mmol/g g/cm3 - 0,996743 g/cm3
( –( ))
0,3834 mmol/g 0,996743 g/cm3

Φ = 0,00 g/cm3
1 ( – ( g/mol 0,996743 g/cm3 ))

Φ1 = ( –( g/mol 0 ))

Φ1 = (– )

Φ1 = ()

Φ1 = cm3/mol

Φ2 = 1 ( -(
1000 - o
))
d m o - e

1000 mmol/g
Φ2 = 1
( -( - 81,985 g
))
0,3834 mmol/g 81,985 g – 32,4789 g

Φ2 = 1
( - ( g/mol g ))
49.5061
Φ2 = 1
( -( g/mol ))

Φ2 = 1
( -------------- ( g/mol))
Φ2 = 1
( g/mol )

Φ2 = 49,3712 cm3/mol
5) Konsentrasi 0,1875 M

W = 81.9434 g

We = 32,4789 g

W0 = 81,985 g

d0 = 0,996743 g/cm3

d = 0,9961g/cm3

m = 0,1903 mmol/g

Ditanyakan:
Φ1 = ……?

Φ2 = ……?

Penyelesaian:
Φ1 = ( 1000
- (
d-do
))
m do

Φ1 =
1000 mmol/g g/cm3 - 0,996743 g/cm3
( – ( 0,1903 ))
mmol/g 0,996743 g/cm3

Φ = -0,0006 g/cm3
1 ( – ( g/mol 0,996743 g/cm3 ))

Φ1 = ( –( g/mol - 0 ))

Φ1 = ( –(- )
Φ1 = ()

Φ1 = cm3/mol

Φ2 = 1 ( -(
1000 - o
))
d m o - e

1000 mmol/g
Φ2 = 1
( -( 81.9434 - 81,985 g
))
0,1903 mmol/g 81,985 g – 32,4789 g

Φ2 = 1
( -------------- ( g/mol - g ))
49.5061

Φ2 = 1
( -( g/mol -- ))

Φ2 = 1
( -------------- (- g/mol))
Φ2 = 1
( g/mol )

Φ2 = 64,0044 cm3/mol

B. Pembahasan

Volume molal parsial merupakan konribusi setiap komponen terhadap

komponen terhadap volume total suatu larutan. Jika hal terjadi pada sistem larutan

yang terdiri dari larutan yang tidak ditentukan dari jumlah volume pelarut dan

volume zat terlarut. Volume total larutan sangat tergantung pada komposisi pelarut
dan terlarut. Saat terjadi proses pelarutan maka zat terlarut akan tersolvasi dalam

pelarut sehingga molekul zat terlarut akan dikelilingi oleh molekul molekul pelarut

(Rohyami dan Yuli, 2018: 129).

Bahan yang digunakan pada percobaan kali ini adalah NaCl penggunaan

NaCl adalah sebagai zat terlarut dan aquades (H2O) sebagai pelarutnya. Percobaan

kali ini menggunakan variasi konsentrasi dari larutan NaCl. NaCl digunakan sebagai

bahan zat terlarut dikarenakan NaCl merupakan eletrolit kuat yang dapat teruarai
menjadi ion Na+ dan Cldi dalam air dan mampu menyerap air tanpa adanya

penambahan volume suatu larutan, sehingga disebut dengan volume molal parsial

semu. Reaksi yang terjadi pada langkah ini adalah:


NaCl(aq) Na+ + Cl-

Variasi konsentrasi ini dapat diperoleh dengan cara mengencerkan larutan NaCl 3 M.

Penentuan volum molal larutan NaCl dapat diketahui dengan mengukur berat jenis

dari larutan NaCl. Pengukuran masa jenis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan

antara konsentrasi dengan volum molal parsial. Pada percobaan ini, temperatur dari

setiap larutan NaCl diukur. Hal ini dilakukan untuk mengetahui d0 (berat jenis air

pada berbagai temperatur). Pada setiap temperatur yang berbeda maka nilai dari d0

berbeda. Berdasarkan data yang telah diperoleh diketahui bahwa semakin besar

konsentrasi NaCl dalam larutan maka densitas dari larutan tersebut juga semakin

besar. Perolehan data tersebut sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa

semakin besar konsentrasi maka masa jenisnya juga akan semakin besar.

Percobaan volume molal parsial ini, menggunakan larutan NaCl dengan

berbagai konsentrasi yaitu 3M; 1,5M; 0,75M; 0,375M dan 0,1875M. Menimbang

berat piknometer kosong dan berat piknometer yang berisi akuades terlebih

dahulu karena hasil berat piknometer kosong dan berat piknometer berisi akuades

akan digunakan dalam proses penghitungan. Saat akan mengukur berat piknometer

berisi akuades, maka tutup piknometer dibuka terlebih dahulu, setelah itu akuades

dituangkan ke dalam piknometer hingga penuh. Hal ini bertujuan agar saat

piknometer akan ditimbang, maka dipastikan piknometer telah penuh berisi akuades
(tidak ada ruang yang tersisa). Selain itu, juga diusahakan agar saat pengisian larutan

atau penutupan piknometer tidak terdapat gelembung udara di dalam piknometer. Hal
ini dapat mempengaruhi penghitungan berat piknometer. Setelah ditutup, tabung

(bagian) luar piknometer dibersihkan menggunakan tisu atau serbet agar kering dan

tidak mempengaruhi dalam proses penimbangan.

Mencuci piknometer sebelum digunakan untuk menimbang larutan berikutnya


bertujuan agar berat yang ditimbang untuk yang konsentrasinya kecil tidak

dipengaruhi oleh yang konsentrasinya besar. Hal ini dikarenakan konsentrasi yang

besar dapat mempengaruhi konsentrasi yang kecil di mana kemungkinan akan

menambah berat menjadi lebih besar walaupun tidak sama.

Berdasarkan hasil percobaan diperoleh pada saat konsentrasi larutan NaCl 3

M, larutan memiliki nilai densitas 1,0527 g/cm3. Pada konsentrasi 1,5 M densitasnya

1,0240 g/cm3, pada konsentrasi 0,75 M densitasnya 1,010 g/cm3, pada konsentrasi

0,375 M densitasnya 1,000 g/cm3 dan pada konsentrasi 0,1875 M densitasnya 0,9961

g/cm3. Uraian tersebut jelas menyatakan bahwa nilai densitas suatu larutan
berbanding lurus dengan nilai konsentrasi larutan tersebut. Jumlah mol solute per

kg solven atau biasa disebut molalitas.

Berdasarkan hasil percobaan terlihat bahwa perbedaan konsentrasi akan

menyebabkan perbedaan berat piknometer yang diukur. Semakin tinggi konsentrasi

larutan NaCl maka semakin tinggi pula berat larutan tersebut (berat piknometer

semakin besar).Semakin beratnya ini disebabkan oleh penyusun dari larutan NaCl

tersebut.

Perbedaan konsentrasi larutan NaCl juga akan menghasilkan densitas yang

berbeda-beda pula, di mana semakin tinggi konsentrasi larutan maka densitasnya juga

semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi suatu larutan,
menunjukkan jumlah partikel dalam larutan tersebut semakin banyak.
Hasil di atas sesuai dengan teori (Atkins: 171-172), yang menyatakan bahwa

molalitas larutan berbanding terbalik terhadap volume molal parsial (𝚽) larutan
tersebut. Sehingga, semakin tinggi nilai molalitas suatu larutan, maka semakin rendah

nilai volume molal parsial (𝚽) larutan tersebut.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan pada percobaan ini yaitu volume molal parsial larutan NaCl
0,1875 MΦ1= cm3/mol dan Φ2= 64,0044 cm3/mol; pada konsentrasi 0,375 M Φ1=

cm3/mol dan Φ2= 49,3712 cm3/mol; pada konsentrasi 0,75 M Φ1= 41,0854 cm3/mol
dan Φ2= 39,6824 cm3/mol; pada konsentrasi 1,5 M Φ1= 40,5512 cm3/mol dan Φ2=

40,4292 cm3/mol dan pada konsentrasi 3 M Φ1= 40,0164 cm3/mol dan Φ2= 39,9608
cm3/mol
B. Saran
Sebaiknya pada percobaan volume molal parsial digunakan juga MgCl yang

berbentuk padatan mempunyai titik didih dan titik leleh yang tinggi agar dapat

dibandingkan dengan NaCl.


DAFTAR PUSTAKA

Abdillah Hajar Luthfia, dkk, “Evaluasi Teknik Penimbangan Hidrostatik Pada


Pengukuran Densitas Propelan Padat Komposit (Evaluation Of Hydrostatic
eighing Technique In Composite Solid Propellant Density Measurement)”
Tekniknologi Dirgantara 16, no.1, 2018: h. 1-8.
Ansel, H. C., dan Prince S. J. Kalkulasi Farmasetik, Penerbit Buku Kedokteran.
2004.
Baharuddin, Maswati dan Fitria Azis. Modul Manajemen Laboratorium. Makassar:
UIN Alauddin, 2013
Dogra, Kimia Fisika dan Soal-Soal. Malang. Universitas Malang, 2006. Haris, dkk.,
Kimia Teknik Untuk Teknisi Pesawat Udara. Yogyakarta, 2020.
Gabriel, J. R. Fisika Kedokteran. Jakarta: EGC. 1996.
Gideon. S dan Tarigan. E. R “Penentuan Massa Jenis Oli Secara Sederhana dengan
Hukum Archimedes” Physics Education Research 2, no.1, 2020: h. 43-50.
Jakarta, 2004.
Jr. Day R. A dan Underwood. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta. Penerbit Erlangga:
2001.
Moran J. Michael, Howard N, Shapiro. Termodinamika Teknik. Jakarta: Erlangga.
Musyafak A, dkk. “Konsepsi Alternatif Mahasiswa Fisika Pada Materi
Termodinamika” Unnes Physics Education 2, no.3, 2013: 54-60.
Nugraha, L. S.A., dan Priamsari, M. R. Fisika Farmasi, Akademi Farmasi Theresiana,
Semarang, 2010.
Petrucci dkk.Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga, 2007.
Pettrucci, R. H. Kimia Dasar Prinsip Dasar dan Terapan Modern, Edisi Keenam, Jilid
Pertama, diterjemahkan oleh seminar Achmadi, Penerbit Erlangga, Jakarta.
1999.
Ridha Muhammad dan Darminto, “Analisis Densitas, Porositas, dan Struktur Mikro
Batu Apung Lombok dengan Variasi Lokasi menggunakan Metode
Archimedes dan Software Image-J” Fisika dan Aplikasinya 12, no.3, 2016: h.
124-130.
Rohyami,Yuli. Kimia Fisika edisi.1, Yogyakarta: Deepublish. 2018.
S. K Dogra. Kimia Fisik dan Soal-soal. Penerjemah Umar Mansyur-Cct 1. Jakarta:
Universitas Indonesia (UI-press), 1990.
ulandari dan Yulkifli. “Studi Awal Rancang angun Colorimeter Sebagai
Pendeteksi Pada Pewarna Makanan Menggunakan Sensor Photodioda”. Pillar
of Physics, 11, no. 2(2018) h: 81-87.
LAMPIRAN

SKEMA KERJA

Prosedur untuk Mengukur Nilai Viskositas Gliserin

- Dimasukkan gliserin ke dalam gelas kimia 250 mL.

- Dimasukkan gliserin ke dalam viskometer ostwald.

- Dipanaskan menggunakan penangas air.

- Digunakan gegep dan tissu sebagai penyangga

viskometer ostwald.

- Diukur suhu gliserin. (suhu yang digunaka n 20 C, 40 C

dan 60 C).

- Kemudian gliserin dihisap dengan bulb hin gga dilewati


tanda batas A.

- Digunakan jari tangan untuk mengalirkan g liserin sampai

ke tanda batas A.

- Dibiarkan aliran gliserin dari tanda batas A ke tanda

batas B.

- Dicatat waktu yang dibutuhkan gliserin da ri tanda batas

A ke tanda batas B.

- Diulangi percobaan di atas menggunakan aquades dan

metanol.
- Diulangi prosedur di atas dengan menggun akan aquades

dan metanol.

Hasil
PERCOBAAN V
KENAIKAN TITIK DIDIH
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Biasanya larutan dianggap sebagai cairan yang mengandung zat terlarut,
misalnya padatan atau gas. Uraian mengenai gejala ini memerlukan spesifikasi

kuantitatif mengenai banyaknya zat terlarut dalam larutan atau komposisi larutan.

Beberapa cara dapat digunakan untuk menyatakan komposisi larutan. Persentase

massa ( dengan istilah biasa adalah persen bobot ) sering digunakan sehari – hari dan

didefinisikan sebagai persentase berdasar massa suatu zat dalam larutan

(Oxtoby, 1999 : 153 - 154 ).

Sifat koligatif larutan eletrolit biasanya lebih kecil daripada yang

diperhitungkan karena pada konsentrasi yang lebih tinggi, gaya elektrostatik

berpengaruh, sehingga kation dan anion saling tarik menarik. Satu kation dan satu

anion yang erikat oleh gaya elektrostatik dinamakan pasangan ion (ion pair).
Pembentukan satu pasangan ion menurunkan jumlah partikel dalam larutan sebanyak

satu, mengakibatkan berkurangnya sifat koligatif (Chang, 2004: 20).


Zat merupakan sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang. Zat

tersusun atas partikel-partikel yang sangat kecil yang tidak dapat dilihat dengan mata

telanjang. Susunan dan sifat partikel setiap zat berbedabeda. Susunan dan sifat

partikel sangat menentukan wujud zat. Zat cair mempunyai sifat bentuk berubah-ubah

dan volumenya tetap. Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat)

terlarut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam

larutan disebut pelarut. Sebagai contoh, jika sejumlah gula dilarutkan dalam air dan

diaduk dengan baik, maka campuran tersebut pada dasarnya akan seragam (sama) di
semua bagian (Putri, 2014: 147). Berdasarkan uraian tersebut dilakukan percobaan

kenaikan titik didih larutan untuk menentukan pengaruh jenis zat terlarut terhadap

kenaikan titik didih larutan, hubungan antara konsentrasi larutan dengan kenaikan

titik didih larutan dan untuk mengetahui pengaruh larutan elektrolit dan non elektrolit

terhadap titik didih larutan.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada percobaan ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh jenis zat terlarut terhadap kenaikan titik didih ?

2. Bagaimana hubungan antara konsentrasi larutan dengan kenaikan titik didih

larutan?
3. Bagaimana pengaruh larutan elektrolit dan non elektrolik terhadap titik didih

larutan?

C. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh jenis zat larutan terhadap kenaikan titik didih.

2. Untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi larutan dengan kenaikan titik

didih larutan.

3. Untuk mengetahui pengaruh larutan elektrolik dan non elektrolik terhadap

titik didih larutan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kenaikan Titik Didih


Titik didih suatu larutan merupakan suhu larutan pada saat tekanan uap
jenuh larutan itu sama dengan tekanan udara luar (tekanan yang diberikan pada

permukaan cairan). Suatu zat cair akan mendidih apabila molekul-molekul mendapat

energi yang cukup untuk membebaskan diri dari sesama molekul yang selanjutnya

berubah menjadi uap. Zat lain akan terlarut dalam air sehingga bahan dari zat tersebut

akan menjadi partikel-partikel, yang nantinya partikel ini akan mengikat partikel air

dan membebaskan diri menjadi uap, dengan kata lain molekul-molekul air akan

memerlukan energi yang lebih tinggi untuk mendidih. Waktu yang diperlukan untuk

mendidih pada larutan berbeda-beda tergantung besarnya jenis zat terlarut dan

konsentrasinya (Putri, dkk., 2017: 147-148).

Kenaikan titik didih dapat diartikan sebagai bertambahnya titik didih


larutan relatif terhadap titik didih pelarut murninya. Besarnya kenaikan titik didih

larutan (∆Td) (relatif terhadap titik didih pelarut murni) berbanding lurus dengan
kemolalan larutan. Dalam bentuk persamaan dinyatakan dengan:

∆Td = Kb × m. ........................................................................................ (2.1)


Kd adalah tetapan kesetaraan titik didih molal. Harga Kd bergantung pada

jenis pelarutnya, seperti air, benzena dan kloroform (Sunarya dan Setiabudi, 2007: 8).

Titik didih adalah temperatur dimana tekanan uap sama dengan tekanan atmosfer.
Selama gelembung terbentuk dalam cairan berarti selama cairan mendidih tekanan

uap sama dengan tekanan atmosfer, karena tekanan uap adalah konstan maka suhu

dan cairan yang mendidih akan tetap sama. Penambahan kecepatan panas yang
diberikan pada cairan yang mendidih hanya menyebabkan terbentuknya gelembung

uap lebih cepat. Cairan akan lebih cepat mendidih, tapi suhu didih tidak naik. Jelas

bahwa titik didih cairan tergantung dari besarnya tekanan atmosfer

(Brady, 1999 : 540).

B. Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit


Larutan adalah suatu campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih

zat dalam komposisi yang bervariasi. Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam

larutan disebut (zat) terlarut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada
zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut. Sebagai contoh, jika sejumlah gula

dilarutkan dalam air dan diaduk dengan baik, maka campuran tersebut pada dasarnya

akan seragam (sama) di semua bagian (Putri,2017: 147).

Larutan elektrolit merupakan larutan yang dapat menghantarkan listrik,

dapat kita tandai dengan timbulnya gelembung gas serta lampu menyala yang dapat

bersifat elektrolit kuat ataupun elektrolit lemah. Larutan elektrolit kuat adalah larutan

yang dapat menghantarkan listrik dengan baik terdapat pada larutan NaCl dan larutan

HCl. Larutan elektrolit lemahlarutan yang dapat menghantarkan listrik dengan

timbulnya gelembung gas namun lampu yang dihasilkan menyala dengan redup atau

hanya timbul gelembung gas pada elektrolittester terdapat pada larut CH3COOH
(Bengi, 2018: 32-33).

Menurut (Sarinawati, 2019: 20-21), Larutan elektrolit adalah percampuran

2 zat atau lebih yang dicampur secara homogen yang salah satunya bertindak

sebagai zat terlarut dan yang lainnya sebagai zat pelarut yang mempunyai sifat dapat

menghantarkan listrik (elektrolit) dan tidak dapat menghantarkan listrik (non

elektrolit). Nonelektrolit adalah suatu zat yang tidak menghantarkan arus listrik
ketika dilarutkan dalam air. Secara khas, zat tersebut adalah molekul dan kelarutan

molekul. Karena molekul adalah netral, mereka tidak memindahkan medan listrik.

Oleh karena itu larutan tersebut tidak menghantarkan arus lisrik, sebagaimana proses

metil alkohol (CH3OH) dan gula (C12H22O11), kelarutan dalam air digambarkan oleh

persamaan berikut:

CH3OH(I)  CH3OH(aq)… ............................................................ (2.2)

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Titik Didih

Faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan titik didih suatu larutan yakni

konsentrasi, suhu dan energi kalor, tekanan dan partikel. Semakin besar nilai

konsentrai larutan maka energi yang digunakan juga akan semakin besar dan waktu

yang diperlukan larutan untuk mencapai kenaikan suhu yang ditentukan akan semakin

besar. Larutan akan naik apabila ditinjau secara fisika titik didih yang dikarenakan

suatu zat cair akan mendidih apabila molekul-molekul air mendapat energi yang

cukup untuk membebaskan diri dari sesama molekul air yang selanjutnya berubah
menjadi uap. Besarnya konsentrasi sebuah larutan yang berpengaruh terhadap

kenaikan titik didih larutan juga ditunjukkan pada hukum roult


(Putri, dkk., 2017: 151).

Titik didih terjadi karena adanya pengaruh suhu dan temperatur yang

meningkat sehingga tekanan pada atmosfir akan meningkat juga sehingga tekanan

uap berusaha menyamakan suhunya dengan suhu tekanan atmosfir. Adanya ikatan

hidrogen antarmolekul menyebabkan titik senyawa relatif lebih tinggi dibandingkan


dengan senyawa lain yang memilki berat molekul sebanding. Titik didih senyawa

golongan alkohol lebih tinggi daripada senyawa golongan alkana, demikian juga titik

didih air lebih tinggidaripada aseton (Nurrohma, 2012: 133-134)


Menurut Putri, dkk (2017: 147-151), faktor-faktor yang mempengaruhi

titik didih adalah sebagai berikut:

1. Konsentrasi larutan
Konsentrasi larutan yang menunjukkan perbandingan jumlah zat terlarut

terhadap pelarut.Semakin banyak jenis zat terlarut yang dicampurkan maka semakin

tinggi pula titik didih larutannya. Jadi semakin besar konsentrasi larutan maka energi

yang digunakan juga semakin besar maka waktu yang diperlukan juga akan semakin

kecil.

2. Suhu dan energi kalor


Suhu dan energi kalor merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.Suhu

adalah suatu besaran yang menyatakan ukuran derajat panas atau dinginnya suatu
benda.Energi kalor adalah sesuatu yang mengalir dari benda yang bersuhu lebih

tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah dan sesuatu itu menyebabkan benda yang

bersuhu rendah tadi meningkat atau suhu benda tetap tetapi mengalami peubahan

wujud. Pada kenyataan yang sesungguhnya jumlah kalor yang sama diberikan pada

beberapa jenis benda yang berbeda menunjukkan bahwa masing-masing benda


mengalami kenaikan suhu yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa setiap

jenis benda memiliki kemampuan menyerap kalor yang berbeda-beda.Di samping itu

pada umumnya yang mempunyai sifat menyerap kalor yang baik, maka benda

tersebut juga bersifat melepas kalor yang baik.

3. Tekanan

Suatu zat cair akan mendidih apabila molekul-molekul mendapat energi

yang cukup untuk membebaskan diri dari sesama molekul yang selanjutnya berubah

menjadi uap. Ketika zat lain terlarut dalam air maka bahan dari zat tersebut
akanmenjadi partikel-partikel, yang nantinya partikel ini akan mengikat partikel air

dan membebaskan diri menjadi uap, dengan kata lain molekul-molekul air akan

memerlukan energi yang lebih tinggi untuk mendidih.

4. Patikel zat
Ketika zat lain terlarut dalam air maka bahan dari zat tersebut akan

mengurai menjadi partikel-partikel yang nantinya partikel ini akan mengikat molekul-

molekul air dan akan mengurangi kemampuan untuk membebaskan diri berubah

menjadi uap, dengan kata lain molekul-molekul air akan memerlukan energi yang
lebih tinggi untuk menguap.

D. Hukum Roult
Hukum Raoult menyatakan bahwa tekanan uap parsial dari tiap-tiap

komponen dalam larutan sama dengan tekanan uap komponen tersebut dalam

keadaan murni kali fraksi molarnya. Larutan ideal terbentuk apabila dua cairan

dicampur sehingga menyatu maka cairan akan menguap sehingga tekanan uap

larutannya sama dengan jumlah tekanan uap parsialnya. Tekanan uap parsial dalam

masing-masing komponen larutan lebih kecil daripada tekanan uap murninya. Hal

ini dikarenakan pada permukaan larutan terdapat dua zat yang saling berinteraksi

satu sama lain sehingga kecendrungan setiap komponen untuk menguap berkurang

(Yazid, 2005: 59-60).


Hukum Raoult menyatakan bahwa pada suhu dan tekanan tertentu,

tekanan parsial uap komponen A (PA) dalam campuran sama dengan hasil kali

antara tekanan uap komponen murni A (PA murni) dan fraksi molnya XA.

PA = PA murni . XA
Ptot = PA murni . XA + PB
murni . XB
Dari persamaan tersebut di atas diketahui bahwa tekanan uap total suatu

campuran cairan biner tergantung pada tekanan uap komponen murni dan fraksi

molnya dalam campuran ( Fatimurah, 2014: 23-24).


E. Sampel

1. Aquades (H2O)

Akuades merupakan pelarut yang jauh lebih baik dibandingkan hampir

semua cairan yang umum dijumpai. Senyawa yang segera melarut di dalam akuades

mencakup berbagai senyawa organik netral yang mempunyai gugus fungsional polar

seperti gula, alkohol, aldehida, dan keton. Kelarutannya disebabkan oleh

kecenderungan molekul akuades untuk membentuk ikatan hidrogen dengan gugus

hidroksil gula dan alkohol atau gugus karbonil aldehida dan keton

(Khotimah, 2017: 35).

Aquadest adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air

tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen.
Aquadest bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar,
yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) and temperatur 273,15 K (0 °C). Zat kimia ini

merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan

banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan

banyak macam molekul organik (Reza, dkk., 2013).

Akuades atau air kondensat merupakan air hasil penyulingan yang bebas dari

zat-zat pengotor sehingga bersifat murni dalam laboratorium. Akuades biasa

digunakan sebagai pelarut dan untuk membersihkan alat-alat laboratorium dari zat
pengotor. Air murni diperoleh dengan cara penyulingan (destilasi), tujuan dari

destilasi yaitu memperoleh cairan murni dari cairan yang telah tercemari zat terlarut,

atau bercampur dengan cairan lain yang berbeda titik didihnya. Cairan yang

dikehendaki dididihkan hingga menguap kemudian uap diembunkan melalui

kondensor, sehingga uap mencair kembali (Khotimah, 2017: 34).

2. Natrium Klorida (NaCl)


Garam merupakan salah satu bahan kimiawi untuk stabilisasi tanah

lempung, struktur garam (NaCl) meliputi anion ditengah dan kation menempati pada
rongga octahedral. Larutan garam juga merupakan suatu elektrolit yang mempunyai

gerakan brown dipermukaan yang lebih besar dari gerakan brown pada air murni

sehingga bisa menurunkan air dan larutan, ini menambah gaya kohesi antar partikel

sehingga ikatan antar partikel lebih rapat (Herman, 2015: 13).

Natrium klorida (NaCl) merupakan elektrolit kuat yang nantinya terurai

sempurna. Partikel-partikel bermuatan ini akan mengerjakan dua hal yaitu yang

pertama mereka mengerubungi molekul-molekul air, sehingga mengurangi

kemampuan mereka untuk membebaskan diri lepas ke udara berubah menjadi uap.

Kedua, partikel-partikel Natrium dan Klorida yang bermuatan, mereka membentuk

kelompok-kelompok terpisah bersama molekul-molekul air, sehingga partikel-


partikel bermuatan ini akan menarik molekul-molekul air karena molekul-molekul air

sendiri bermuatan (kutub positif disatu ujung dan kutub negatif diujung lain, dengan

kata lain molekul air bersifat polar). Ujung-ujung positif mereka ditarik oleh partikel

Klorida yang bersifat negatif sedangkan ujung yang lain ditarik oleh partikel Natrium

yang bersifat positif. Akibat dari pengelompokan ini, partikel-partikel Natrium dan

Klorida akhirnya terpisah dari sirkulasi molekul-molekul air yang jumlahnya lebih
besar (Putri,2017: 151-152).

3. Gula (C6H22O11)

Gula adalah suatu karbohidrat sederhana karena dapat dalam air dan

langsung diserap oleh tubuh untuk diubah menjadi energi.Secara umum gula

dibedakan menjadi dua yaitu monosakarida dan disakarida.Yang termasuk

monosakarida yaitu glukosa, fruktosa dan galaktosa dan yang termasuk disakarida

yaitu sukrosa, laktosa dan maltosa.Jenis gula yang banyak dijumpai yaitu gula pasir

yang digunakan sebagai pemanis makanan maupun minuman.Gula pasir berasal dari

cairan sari tebu. Setelah dikristalkan, sari tebu akan mengalami kristalisasi dan

berubah menjadi butiran gula berwarna putih bersih atau putih agak kecoklatan

(Novayanti, 2017: 10-12).


BAB III
METODE PERCOBAAN

A. Waktu dan Tempat


Percobaan ini telah dilaksanakan pada Rabu, 9 Desember 2020 pukul 07.30-

10.00 Wita secara virtual melalui aplikasi google meet dan classroom.
B. Alat dan Bahan

1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu neraca analitik, hot plate,

stopwatch, gelas kimia 150 mL, gelas ukur 50 mL, termometer 110oC, batang

pengaduk dan spatula.

2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu air (H2O), aluminium

foil, gula (C12H22O11), natrium klorida (NaCl), dan tissu.

C. Prosedur Kerja
1. Pengaruh Jenis Zat Terlarut Terhadap Kenaikan Titik Didih
Mengukur air sebanyak 50 mL menggunakan gelas ukur. Menuang air ke

dalam gelas kimia dan menaruh gelas kimia di atas hot plate sekaligus mengukur
suhunya menggunakan termometer. Menghitung suhu air yang dipanaskan hingga

mendidih dengan selang waktu 2 menit sampai suhu konstan. Mengulangi percobaan

dengan memanaskan larutan NaCl sebanyak 50 mL air + 1 g NaCl dan air sebanyak

50 mL air + 10 mL air. Mencatat hasil kenaikan suhu dari setiap percobaan sampai

mendidih dengan selang waktu 2 menit.


2. Hubungan Konsentrasi Larutan dengan Kenaikan Titik Didih

Menimbang aluminum foil sebagai wadah yang digunakan pada saat

penimbangan. Menimbang gula sebanyak 0,5 gr. Mengukur air sebanyak 50 ml

menggunakan gelas ukur dan dimasukkan ke dalam gelas kimia. Menaruh gelas kimia

di atas hot plate dan memasukkan gula yang telah ditimbang dan diaduk memakai

batang pengaduk (50 mL air + 0,5 g gula) lalu di ukur suhunya dengan menggunakan

termometer. Menghitung suhu air yang dipanaskan hingga mendidih dengan selang

waktu 2 menit sampai suhu konstan. Mengulangi percobaan dengan memananaskan

larutan gula (C12H22O11) sebanyak (50 mL air + 1,0 g gula) dan larutan gula sebanyak

(50 mL air + 1,5 g gula). Mencatat hasil kenaikan suhu dari setiap percobaan sampai
mendidih dengan selang waktu 2 menit.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

1. Tabel Pengamatan

Tabel 4.1 Pengaruh Jenis Zat Terlarut Terhadap Kenaikan Titik Didih

Suhu (˚C)
No Waktu
(Menit) Air 50 mL Air 50 mL + NaCl 1 gr Air 50 mL + Air 10 mL

1 0 30oC 28oC 30oC

2 2 40oC 44oC 40oC

3 4 53oC 73oC 60oC

4 6 67oC 90oC 74oC

5 8 79oC - 85oC

6 10 85oC - -

7 12 94oC - -

8 14 101oC - -

9 16 103oC - -

10 18 104oC
Tabel 4.2 Hubungan Konsentrasi Larutan dengan Kenaikan Titik Didih

Suhu (˚C)

No Waktu Air 50 mL + Air 50 mL + Air 50 mL +


(Menit) Gula 0,5 gr
Gula 1 gr Gula 1,5 gr

1 0 30oC 28oC 30oC

2 2 41oC 53oC 45oC

3 4 56oC 78oC 65oC

4 6 68oC 95oC 78oC

5 8 80oC - 88oC

6 10 89oC - 95oC

7 12 96oC - 94oC

8 14 101oC - 94oC

9 16 - - 95oC

10 18 - - 96oC

2. Analisis Data
a. Pengaruh Massa Jenis Zat Terlarut Terhadap Kenaikan Titik Didih

1) Sampel Air 50 mL + NaCl 1 g

Diketahui :
w =1g
= 50 g

Tb˚ = 90˚C

Kb = 0,52ºC/m

Mr NaCl = 58,5 g/mol

Penyelesaian :
m = ×

m = ×

m =

m = 0 34 mol kg

ΔTb = Kb × m × i

= 0,52 ºC/m × 0,34 m × (1+ (2-1)1)

= 0,52 ºC/m × 0,34 m × 2

= 0,35 ºC

ΔTb = Tb ˗ Tbº

0,35 ºC = Tb ˗ 90˚C

Tb = 0 35 ºC + 90˚C
Tb = 90 35˚C

b. Hubungan Konsentrasi Larutan dengan Kenaikan Titik Didih


1) Sampel Air 50 mL + Gula 0,5 gram

Diketahui :

w = 0,5 g
= 50 g

Tb˚ = 101˚C
Kb = 0,52ºC/m

Mr C12H22O11 = 342 g/mol

Penyelesaian :

m = ×

m = ×

m =

m = 0 029 mol kg
ΔTb = Kb × m
= 0,52ºC/mol × 0,029 mol
= 0,015ºC
ΔTb = Tb ˗ Tbº
0,015ºC = Tb + 101˚C

Tb = 0 015ºC + 101˚C

Tb = 101 015˚C

2) Sampel Air 50 mL + Gula 1 gram

Diketahui :

w =1g
= 50 g

Tb˚ = 95˚C

Kb = 0,52ºC/m

Mr C12H22O11 = 342 g/mol


Penyelesaian :
m = ×

m = ×

m =

m = 0 05 mol kg
ΔTb = Kb × m
= 0,52ºC/mol × 0,058 mol
= 0,03ºC
ΔTb = Tb ˗ Tbº
0,03ºC = Tb + 95˚C

Tb = 0,03ºC + 95ºC

Tb = 95 03˚C

3) Sampel Air 50 mL + Gula 1,5 gram

Diketahui :
w = 1,5 g

= 50 g
Tb˚ = 96ºC

Kb = 0,52ºC/m

Mr C12H22O11 = 342 g/mol

Penyelesaian :

m = ×

m = ×
m =

m = 0 0 mol kg
ΔTb = Kb × m
= 0,52ºC/mol × 0,087 mol
= 0,045ºC
ΔTb = Tb ˗ Tbº
0,045ºC = Tb + 96ºC

Tb = 0,045ºC + 96ºC

Tb = 96,045ºC

B. Pembahasan
Sifat koligatif elektrolit memerlukan pendekatan yang sedikit berbeda

daripada dengan sifat koligatif nonelektrolit. Alasannya karena elektrolit terurai

menjadi ion ion dalam larutan, dan dengan demikian satu satuan senyawa elektrolit

terpisah menjadi dua atau lebih partikel bila dilarutkan. Untuk menjelaskan pengaruh

harus memodifikasi persamaan sifat koligatif sebagai berikut (Chang, 2004: 20).

∆𝑇Rd = iKd m
∆𝑇Rb = iKb m
𝜋 = iMRT

Sifat koligatif larutan eletrolit biasanya lebih kecil daripada yang

diperhitungkan karena pada konsentrasi yang lebih tinggi, gaya elektrostatik

berpengaruh, sehingga kation dan anion saling tarik menarik. Satu kation dan satu

anion yang erikat oleh gaya elektrostatik dinamakan pasangan ion (ion pair).

Pembentukan satu pasangan ion menurunkan jumlah partikel dalam larutan sebanyak
satu, mengakibatkan berkurangnya sifat koligatif (Chang, 2004: 20).

Pada praktikum ini pada penentuan pengaruh jenis zat terlarut terhadap

kenaikan titik didih maka dilakukan mengukur air sebanyak 50 mL menggunakan

gelas ukur, menuang air kedalam gelas kimia. Kemudian menaruh gelas kimia diatas

kompor listrik, mengukur suhu air menggunakan termometer selang waktu 2 menit.

Menimbang NaCl sebanyak 1 gram. Mengulangi percobaan dengan memanaskan

larutan NaCl sebanyak 50 mL air + 1 gram NaCl. Kemudian mengaduk larutan

dengan menggunakan batang pengaduk, mengukur suhu dengan menggunakan

termometer, mengulang percobaan dengan mengukur 50 mL air + 10 mL air.

Mencatat hasil kenaikan suhu dari setiap percobaan.


Selanjutnya, pada penentuan hubungan konsentrasi larutan dengan kenaikan

titik didih, maka dilakukan Menimbang larutan gula sebanyak 1,0 gram. Mengukur

air sebanyak 50 mL menggunakan gelas ukur, menuang air kedalam gelas kimia.

Kemudian menaruh gelas kimia diatas kompor listrik, mengukur suhu larutan

menggunakan termometer selang waktu 2 menit. Mengulangi percobaan dengan

memanasakan larutan gula sebanyak 50 mL + 1,0 gram gula dan larutan gula

sebanyak 50 mL air + 1,5 gram gula. Mencatat hasil kenaikan suhu dari setiap

percobaan.
Berdasarkan hasil data praktikum kenaikan titik didih dari dua zat terlarut

gula dan NaCl dengan menggunakan zat pelarut sama yaitu air. Dapat kita analisis

bahwa pada zat pelarut murni yaitu air dengan suhu awal 28 oC diperoleh titik didih

sebesar 92oC. Selanjutnya pada zat terlarut NaCl 0,340 m dengan suhu awal 30 oC

memiliki titik didih 82 oC sehingga diperoleh ΔTb sebesar 1oC melalui percobaan dan

0,177oC melalui perhitungan teoritis. Setelah itu pada zat terlarut NaCl 0,680 m

dengan suhu awal 32oC memiliki titik didih 91 oC sehingga diperoleh ΔTb sebesar
2oC melalui percobaan dan 0,354oC melalui perhitungan teoritis. Kemudian pada zat

terlarut NaCl sebesar 1,025 m dengan suhu awal 28oC memiliki titik didih 92oC

sehingga diperoleh ΔTb sebesar 3oC melalui percobaan dan 0,533 oC melalui

perhitungan teoritis.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Semakin banyak zat terlarutnya maka semakin besar pula energi dan waktu

yang diperlukan larutan untuk mencapai titik didih.

2. Semakin besar konsentrasi larutan maka energi yang digunakan larutan untuk

mencapai titik didh akan semakin besar dan waktu yang diperlukan larutan

untuk mecapai titik didih juga semakin besar.

3. Kenaikan titik didih dipengaruhi oleh jenis zat terlarut (elektrolit dan

non elektrolit). Kenaikan titik didih larutan elektrolit lebih besar daripada

kenaikan titik didih larutan non elektrolit.

B. Saran
Saran saya pada percobaan selanjutnya sebaiknya menggunakan larutan

kalium klorida untuk mengetahui perbandingan titik didihnya.


DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin, dkk. Kimia Dasar II. Makassar: Alauddin University Press, 2013.
Chang, Raymond. General Chemistry: The Essential Concepts Third Edition.
Terj.Suminar Setiati Achmadi. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga
Jilid2. Jakarta: Erlangga, 2004.
Brady, James E. Kimia Universitas: Asas dan Struktur Jilid 1 Edisi 5. Jakarta:
Binarupa Aksara, 1999.
Fatimura Muhrinsyah “Tinjauan Teoritis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Operasi
Pada Kolom Destilasi” Medika Teknik 11, no.1, 2014: h. 23-31.
Herman dan Willy Joetra “Pengaruh Garam Dapur (NaCl) Terhadap Kembang usut
Tanah Lempung” Momentum 17, no.1, 2015: 13-20.
Herman dan Willy Joetra. “Pengaruh Garam Dapur (Nacl) Terhadap Kembang Susut
Tanah Lempung”. Momentum 17, no. 1 (2015): h. 13-20.
Khotimah Husnul dkk “Karakterisasi Hasil Pengolahan Air Menggunakan Alat
Destilasi” Chemurgy, 01, no.2, 2017: h. 34-38.
Oxtoby, dkk., Prinsip – Prinsip Kimia Modern Edisi 4. Jakarta : Erlangga, 1999.
Putri dkk. “Pengaruh Konsentrasi Larutan Terhadap Laju Kenaikan Suhu
Larutan”.Pembelajaran Fisika 2, no. 6 (2017): h. 147-153.
Souvia Matheus “Penentuan Jumlah Mol Udara Dalam Selinder Dan Bola
Menggunakan Hukum Boyle-Mariotte” Barekeng 5, no.1, 2011: h. 41-45.
Yazid, Estien. Kimia Fisika Untuk Paramedis. Yogyakarta: Andi Offset, 2005.
LAMPIRAN I
SKEMA KERJA

A. Pengaruh Jenis Zat Terlarut terhadap Kenaikan Titik Didih

Pengaruh Jenis Zat Terlarut terhadap Kenaikan Titik Didih

Ditimbang NaCl sebanyak 1 gram.

Dinyalakan hot plate dan menyimpan gelas kimia diatasnya.

Diukur suhu air dengan termometer dengan selang waktu 2 menit hingga suhu

stabil.

Diukur air sebanyal 50 mL.

Dipanaskan air menggunakan kompor listrik.

Dimasukkan NaCl yang telah ditimbang dan mengaduk larutan hingga NaCl

larut.

Diukur dan dicatat titik didihnya.

Diukur 50 mL air + 10 mL air dengan gelas ukur.

Dimasukkan dalam gelas kimia.

Dipanaskan air dengan menggunakan kompor listrik.

Diukur suhu dengan selang waktu 2 menit hingga suhu ko nstan.

Hasil
B. Hubungan Konsentrasi Larutan dengan Kenaikan Titik Didih

Hubungan Konsentrasi Larutan dengan Kenaikan Titik Didih

Ditimbang gula sebanyak 0,5 gram, 1 gram, dan 1,5 gram.

Dinyalakan hot plate dan gelas kimia yang berisi air 50 mL diletakkan

diatasnya.

Dimasukkan gula sebanyak 0,5 gram yang telah ditimbang dan mengaduk

larutan hingga gula larut.

Diukur dan dicatat titik didihnya.

Diulangi langkah-langkah diatas dengan menggunakan 50 Ml air + 1 gram

gula dan 50 ml air + 1,5 gram gula.

Hasil
LAMPIRAN II

GAMBAR

1. Pengaruh Jenis Zat Terlarut terhadap Kenaikan Titik Didih

Menimbang NaCl 1 Memanaskan air Mengukur suhu air


gram

Mengukur 50 mL air Menuangkan ke gelas Memasukkan NaCl yang


kimia telah ditimbang

Mengaduk larutan Mengukur suhu


Mengukur 50 mL air + Memanaskan dan Mencatat suhu dan
10 mL air mengukur suhu mengulangi percobaan
untuk 50 mL air + 0,5
gram gula, 50 mL air + 1
gram gula, dan 50 mL air
+ 1,5 gram gula
PERCOBAAN VI
TERMOKIMIA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum pertama Termodinamika bermaksud dasar yang bersifat universal,dan
yang tertuang dalam bentuk suatu hukum alam . Dan juga diartikan sebagai

perwujudan dari asas kekekalan energi, yang menyatakan bahwa : Jika hukum ini

diterapkan pada suatu sistem yang melakukan kerja , yang berarti bahwa sitem

memberikan sejumlah energi kepada lingkungan, maka jumlah energi tersebut harus

diambil dari semacam ” simpanan” energi yang dimiliki oleh system

(Susanto, 2006 : 32).

Dalam termodinamika, perubahan-perubahan dalam keadaan sistem

(state a sistem ), yang didefinisikan sebagai nilai-nilai semua sifat makroskopis yang

relevan , seperti suasana , energi, suhu, tekanan, dan volume. Energi, tekanan,

volume, dan suhu dikatakan sebagai fungsi keadaan (state function) sifat-sifat yang
ditentukan oleh keadaan sistem, terlepas bagaimana keadaan tersebut dicapai, Dengan

kata lain ketika keadaan suatu sistem berubah , besar perubahan dalam setiap fungsi
keadaan hanya bergantung pada awal dan keadaan akhir sistem dan tidak bergantung

pada bagaimana perubahan itu dilakukan. Energi bisa di artikan sebagai fungsi

keadaan yang lain (Chang,2004 : 162-163).

Termokimia dapat dikatakan sebagai bagian dari pembahasan yang lebih luas

yang disebut termodinamika (thermodynamic), yaitu ilmu yang mempelajari

perubahan antar kalor dan bentuk-bentuk energi yang lain. Hukum-hukum

termodinamika menyediakan panduan yang berguna untuk pemahaman energetika

dan arah proses. Dalam subab ini kita akan memusatkan perhatian pada hukum
termodinamika pertama, yang secara khusus relevan dengan ilmu termokimia

(Chang, 2004 : 162-163).

Kalorimeter berupa pengukuran perubahan kalor akan bergantung pada

pemahaman tentang kalor jenis dan kapasitas kalor. Kalor jenis suatu zat berupa

jumlah kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu satu gram zat sebesar satu

derajat celcius. Kapasitas kalor suatu zat berupa jumlah kalor yang di butuhkan untuk

menaikkan suhu sejumlah zat sebesar satu derajat celcius. Kalor jenis berupa sifat

intensif, sedangkan kapasitas kalor berupa sifat ekstensif (Chang, 2004: 172).

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada percobaan ini yaitu :

1. Berapa nilai kalor reaksi secara kalorimetrik (Termokimia I)?

2. Berapa nilai kalor pelarutan garam-garam ammonium (Termokimia II)?

C. Tujuan
Tujuan percobaan ini yaitu :

1. Untuk mengetahui nilai kalor reaksi secara kalorimetrik (Termokimia I).

2. Untuk mengetahui kalor pelarutan garam-garam ammonium (Termokimia II).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Termodinamika
Termodinamika merupakan ilmu opersional, yang berhubungan dengan sifat-

sifat makroskopik yang pada dasarnya dapat diukur. Tujuan ilmu ini adalah

memprediksi jenis-jenis proses kimia dan fisika yang mungkin dan dalam kondisi

yang bagaimana, serta menghitung secara kuantitatif sifat-sifat keadaan

kesetimbangan yang timbul pada saat suatu proses berlangsung. Panas dan usaha,
merupakan bentuk perpindahan energi kedalam(diserap) atau keluar(dilepas) dari

sistem, mereka dapat dibayangkan sebagai energi dalam keadaan singgah. Jika

perubahan energi disebabkan oleh kontak mekanik sistem dengan lingkungannya,

maka kerja dilakukan, jika perubahan itu disebabkan oleh kontak kalor, maka kalor

dipindahkan. Proses kalor dan usaha keduanya dapat masuk ataupun keluar dari

sistem, dan perpindahan energi dalam sistem adalah jumlah dari kedua kontribusi itu.

Pernyataan ini disebut hukum pertama termodinamika. Sistem tidak dapat

dibayangkan mengandung kerja atau kalor, sebab kerja dan kalor keduanya mengacu

bukan pada keadaan sistem, tetapi pada proses yang merubah satu keadaan kekeadaan

lainnya (Oxtoby, 2001 : 197).


Termodinamika merupakan ilmu yang mempelajari tentang perubahan energi

dari satu bentuk ke bentuk lain, terutama perubahan dari energi panas ke dalam

bentuk energy lain. Perubahan-perubahan energy dalam termodinamika didasarkan

pada dua hukum yiatu hukum termodinamika pertama yang erat hubungannya dengan
hokum kekekalan energi dan hukum termodinamika kedua yang member batasan

apakah suatu proses dapat terjadi atau tidak (Surya, 2009: 93).

B. Hukum-Hukum Termodinamika
Menurut (Daryus, 2019: 18). Hukum Pertama Termodinamika merupakan

suatu persamaan kekekalan energi yang melibatkan variabel kalor, usaha, dan

perubahan energi dalam. Konsekuensi penting dari hukum ini adalah adanya nilai

perubahan energi dalam yang ditentukan oleh keadaan sistem. Hukum pertama

termodinamika diformulasikan seperti persamaan (4). Besaran Q menyatakan kalor,

∆U menyatakan perubahan energi dalam sistem, dan W menyatakan usaha. Ketiga

besaran tersebut memiliki satuan joule

Q = ∆U + W .......................................................................................... (II.1)
dimana:

Q = Kalor yang dipindahkan

∆U= Perubahan energy dalam

W = Kerja yang dilakukan satuan kalor

seringkali ditekankan untuk memperhatikan apakah kalor dan usaha tersebut

diberikan pada sistem atau dihasilkan oleh sistem. Untuk membedakannya digunakan

tanda positif dan negatif. Besaran Q bernilai positif bila kalor masuk atau diberikan

ke sistem, Q bernilai negatif bila kalor dihasilkan oleh sistem, W bernilai negatif bila

usaha diberikan ke sistem, W bernilai positif bila usaha dihasilkan oleh sistem.

Sementara energi dapat meningkat atau menurun, sehingga ∆U bernilai positif bila

terjadi kenaikan energi dalam dan ∆U bernilai negatif bila terjadi penurunan energi

dalam (Suryantari, 2013: 6-7).


Hukum kedua termodinamika menyatakan bahwa entropi (S) suatu proses

dalam sistem tertutup tidak menurun. Perubahan entropi dinyatakan oleh d S  d Q/T

. Dengan mensubstitusikan perubahan entropi ke dalam peramaan kekekalan di atas,

maka hukum pertama berubah bentuk menjadi: d E T d S  PdV . Suku kedua di


ruas kanan persamaan tersebut, PdV, adalah kerja yang dilakukan karena ada
perubahan volume (V). Perubahan entropi dS dapat diukur melalui pengukuran suhu
T dengan termometer dan perubahan panas dQ dengan kalorimeter, sehingga entropi
merupakan kuantitas makroskopik. Selain kedua persamaan di atas, juga biasa
bermanfaat menggunakan persamaan energi bebas Helmholtz F sebagai energi yang

mampu melakukan kerja, yaitu: F  E  T S . Dalam bentuk differensial dengan

bantuan kedua persamaan sebelumnya, maka persamaan energi bebas menjadi:

d F   PdV  S d T (Suriamiharja, 2008:1-2).

Hukum Termodinamika Ketiga Menyatakan bahwa pada saat suatu sistem

mencapai temperatur nol absolut, semua proses akan berhenti dan entropi sistem akan

mendekati nilai minimum. Hukum ketiga termodinamika terkait dengan besarnya


entalpi pada temperatur Absolut, yaitu pada temperatur 0 K. Besarnya entalpi pada

temperatur 0 K dinyatakan sebagai S(0). Temperatur 0 K adalah temperatur yang

sangat rendah dengan skala -273˚C. Tapi kita bayangkan pada temperatur tersebut

tidak ada gerakan termal. Suatu zat akan berada pada bentuk kristal yang memiliki

susunan yang seragam. Zat akan berada pada keadaan yang teratur sehingga besarnya

derajat ketidakteraturan akan menjadi nol. Besarnya perubahan entropi dalam suatu

transformasi mendekati nol ketika temperatur mendekati 0 titik artinya perubahan

entropi yang dinyatakan sebagai ∆S akan mendekati nol apabila temperatur mutlak

yang dinyatakan sebagai T mendekati 0.


∆S  0 jika T  0 K… .......................................................................... (II.2)

Besarnya perubahan entropi dapat dinyatakan sebagai perubahan entropi pada

keadaan standar yaitu perubahan entropi pada 298 K (Rohyami, 2015: 116).

C. Termokimia
Ilmu yang mempelajari perubahan kalor yang menyertai reaksi kimia disebut

termokimia. Untuk menganalisis perubahan energi pada suatu reaksi kimia pertama-

tama kita harus mendefinisikan sistem, atau bagian tertentu dari alam yang menjadi

perhatian kita. Sistem biasanya mencakup zat-zat yang terlibat dalam perubahan

kimia dan fisika. Sisa alam yang berada diluar sistem disebut lingkungan. Setiap

proses yang melepaskan kalor yaitu perpindahan energi termal kelingkungan disebut

proses eksotermik. Proses endotermik dimana kalor disalurkan kesistem oleh


lingkungan (Chang, 2004 : 161).

Termokimia merupakan cabang dari ilmu kimia yang merupakan bagian dari

termodinamika yang mempelajari tentang perubahan kalor dalam suatu reaksi kimia

dengan mengamati perubahan panas. Penentuan tetapan kalorimeter diperoleh dari

persamaan kalor yang berbanding lurus dengan massa larutan,kalor jenis air dan

kenaikan suhu, sedangkan untuk penentuan perubahan entalpi diperoleh dari selisih

jumlah entalpi hasoil reaksi dan jumlah entalpipereaksi. Bila harga perubahan entalpi

positif , maka reaksinya adalah reaksi endoterm. Sebaliknya jika harga perubahan

entalpi adalah negatif maka reaksinya adalah eksotern. . Hal ini berdasarkan hukum

black yaitu kalor yang diserap akan sama dengan kalor yang diterima, Hukum Hess
yaitu kalor yang diserap atau dilepas tidak bergantung pada jalannya reaksi,

melainkan bergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir, serta hukum Lavoiser

yaitu setiap reaksi kimia , massa zat yang bereaksi sama dengan massa produk reaksi
. Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan hasil tetapan kalorimeter sebesar 73,76

Joule per Kelvin. Setiap larutan yang dicampurkan akan mengalami perubahan suhu.

(Sa’adah,dkk. 2018 : 1)

Reaksi kimia ditandai dengan terjadi perubahan kalor atau panas atau

energi, karena adanya perbedaan energi antara daya adhesi diantara partikel pereaksi

dengan daya kohesi sesame partikel pereaksi yang sejenis. Sedangkan kapasitas kalor

merupakan sifat ekstensif. (Chang, 2004: 172). Termokimia juga membahas tentang,

system dan lingkungan, kalor, entalpi, reaksi eksoterm dan endoterm.

1. Sistem dan lingkungan


Sistem adalah bagian dari alam yang menjadi pusat perhatian langsung dalam

suatu eksperimen tertentu. Sistem selalu mengandung sejumlah materi tertentu dan

digambarkan oleh parameter-parameter tertentu yang dikontrol eksperimen itu.

Sebagai contoh, gas yang dikurung dalam sebuah kotak tertutup merupakan sebuah

system, yang ditandai oleh jumlah mol gas dan volume kotak yang tertutup. Tetapi

molekul-molekul gas dalam suatu tempat tertentu sebesar 1cm3 ditengah ruangan juga

dianggap sebagai sebuah system (Oxtoby, 2001: 189).

2. Kalor
Jumlah energi yang dipindahkan anatara dua benda yang pada awalnya

mempunyai suhu yang berbeda disebut kalor atau energi kalor. Salah satu cara

alternatif umtuk mengukur kalor dalah dengan mengambil keuntungan pada

kenyataan bahwa bila kalor dipindahkan atau diambil dari suatu senyawa dalam fasa

tunggal pada tekanan tetap, suhu berulang pada nilai yang sama. Kapasitas kalor

spesifik suatu bahan adalah jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu

suatu massa seberat satu gram sebanyak 1oC. Perubahan suhu sejumlah senyawa
tertentu dapat digunakan sebagai pengukuran jumlah kalor yang dipindahkan kea tau

dari senyawa itu (Oxtoby, 2001: 195-196).

3. Entalpi
Perubahan entalpi yang di ukur untuk reaksi memiliki ciri khas, jika keadaan

awal(Reaktan) dan keadaan akhir (Produk)dideskripkan secara tepat. Perubahan

entalpi standar adalah perubahan entalpi dalam reaksi yang reaktan dan produknya

berada dalam keadaan standar. Entalpi reaksi standar yang di katakana dinyatakan

dengan lambing derajat ∆H° (Chang, 2004: 242).

perubahan entalpi untuk reaksi kimia dimana semua rekatan dan produk

dalam keadaan standar pada suhu tertentu disebut entalpi standar (∆H°) untuk
mereaksikan tersebut. Entalpi standar adalah alat utama dalam termokimia karena

memberi cara sistematis untuk membandingkan perubahan energi yang disebabkan

oleh penyusunan ulang ikatan dalam reaksi yang berbeda-beda (Petrucci, 2008: 209).

4. Reaksi Eksoterm dan Endoterm


Reaksi eksoterm adalah reaksi yang disertai dengan perpindahan kalor dari

sistem ke lingkungan. Dalam hal ini sistem melepaskan kalor ke lingkungan. Pada

reaksi eksoterm umumnya suhu sistem naik, adanya kenaikan suhu inilah yang
mengakibatkan sistem melepaskan kalor ke lingkungan. Reaksi endoterm adalah

reaksi yang disertai dengan perpindahan kalor dari lingkungan ke sistem. Dalam

reaksi ini, kalor diserap oleh sistem dari lingkungan. Pada reaksi endoterm umumnya

ditunjukan oleh adanya penurunan suhu. Adanya penurunan suhu sistem inilah yang

mengakibatkan terjadinya penyerapan kalor oleh system (Srivona, 2019: 20-21).

D. Kalorimeter
Kalor reaksi dapat ditentukan melalui percobaan yaitu dengan alat
kalorimeter. Kalorimeter sederhana adalah mengukur perubahan suhu dari air atau

larutan dalam volume tertentu sebagai akibat dari suatu reaksi kimia dalam suatu

wadah terisolasi. Jumlah kalor yang diserap atau dilepaskan ditentukan dengan

mengukur perubahan suhu, dan karena energi tidak dapat dimunculkan atau

dimusnahkan (Srivona, 2019:24).

Kalorimeter merupakan suatu alat yang fungsinya untuk mengukur kalor jenis

suatu zat. Salah satu bentuk kalorimeter adalah kalorimeter campuran. Kalorimeter

ini terdiri dari sebuah bejana logam yang kalor jenisnya diketahui.Bejana ini biasanya

ditempatkan didalam bejana lain yang agak lebih besar.Kedua bejana dipisahkan oleh
bahan penyekat misalkan gabus atau wol.Kegunaan bejana luar adalah sebagai

isolator agar pertukaran kalor dengan sekitar kalori meter dapat dikurangi (Keenan,

1984: 473).

Kalorimeter juga dilengkapi dengan batang pengaduk. Pada waktu zat

dicampurkan didalam kalori meter, air dalam kalori meter perlu diaduk agar diperoleh

suhu merata sebagai akibat percampuran dua zat yang suhunya berbeda. Asas

penggunaan kalori meter adalah asas black. Setiap dua benda atau lebih dengan suhu

berbeda dicampurkan maka benda yang bersuhu lebih tinggi akan melepaskan

kalornya, sedangkan benda yang bersuhu lebih rendah akan menyerap kalor hingga
mencapai keseimbangan, yaitu suhunya sama.Pelepasan dan penyerapan kalor ini

besarnya harus imbang. Kalor yang dilepaskan sama dengan kalor yang diserap

sehingga berlaku hukum kekekalan energi. Pada sistem tertutup, kekekalan energi

panas (kalor) ini dapat dituliskan sebagai berikut :

Qlepas = Qterima dengan, Q = m . c. ∆t ................................................... (II.3)


Keterangan :

Q = Banyaknya kalor yang diperlukan (J)

m = Massa suatu zat yang diberi kalor (Kg)

c = Kalor jenis zat (J/Kg°C)


∆t = Kenaikan/perubahan suhu zat (°C)

C = Kapasitas kalor suatu zat (J/°C)

Pertukaran energi kalor merupakan dasar teknik yang dikenal dengan nama

kalorimetri, yang merupakan pengukuran kuantitatif dari pertukaran kalor. Untuk

melakukan pengukuran kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu zat

digunakan kalorimeter. Salah satu kegunaan yang penting dari kalorimeter adalah

dalam penentuan kalor jenis suatu zat. Pada teknik yang dikenal sebagai “metode

campuran”, satu sampel zat dipanaskan sampai temperatur tinggi yang diukur dengan

akurat, dan dengan cepat ditempatkan pada air dingin kalorimeter. Kalor yang hilang

pada sampel tersebut akan diterima oleh air dan kalori meter. Dengan mengukur suhu
akhir campuran tersebut, maka dapat dihitung kalor jenis zat tersebut

(Petrucci, 2008: 202-204).

E. Sampel

1. Aquades (H2O)
Aquades adalah air hasil destilasi/penyulingan yang sama dengan air murni
atau H2O, karena H2O hampir tidak mengandung mineral. Sedangkan air mineral
adalah pelarut yang universal dan air yang sudah banyak mengandung mineral di
dalamnya. Oleh karena itu air mineral akan dengan mudah menyerap atau melarutkan
berbagai partikel yang ditemuinya dan dengan mudah menjadi tercemar. Dalam
siklusnya di dalam tanah, air mineral akan terus bertemu dan melarutkan berbagai
mineral anorganik, logam berat dan mikroorganisme. Oleh karena itu, air mineral
berbeda dengan aquades (H2O) karena mengandung banyak mineral di dalamnya.
1. Aquades (Aqua Destilata) yaitu air yang dihasilkan dari satu kali proses
destilasi/penyulingan, sering disebut air murni namun tetap mengandung mineral-
mineral tertentu.
2. Aquabides (Aqua Bidestilata) yaitu air yang dihasilkan dari proses
destilasi/penyulingan bertingkat (2x proses destilasi/penyulingan) dan
mengandung mineral lebih sedikit dari aquades.
3. Aquademin (Aqua Demineralisata) yaitu air bebas mineral baik ion positif yang
berasal dari logam (besi, magnesium, dll), kesadahan (kalsium, dll) maupun ion
negatif yang berasal dari udara, gas halogen, belerang, dll, serta memenuhi
persyaratan mikroorganisme tertentu (Bernad, 2019: 20-21).

2. Asam Klorida (HCl)


Asam klorida adalah larutan aquatik dari gas hidrogen dan gas klorida. Asam

klorida bersifat adalah asam kuat dan merupakan komponen utama dalam asam
lambung senyawa ini juga digunakan secara luas dalam industri asam klorida harus

ditangani dengan sangat hati-hati karena merupakan cairan yang sangat korosif. asam

klorida pernah menjadi zat yang sangat penting dan sering digunakan dalam awal

sejarahnya, ia ditemukan oleh kimiawan Persia abu Musa Jabir bin hayyan sekitar

tahun 800-an. Senyawa ini digunakan sepanjang abad pertengahan oleh kimiawan

dalam pencariannya mencari batu filsuf, dan kemudian digunakan juga oleh ilmuan
Eropa termaksud Glauber, priestley, and Davi dalam rangka membangun

pengetahuan kimia modern (Yusnita, 2019: 38).

3. Natrium Hidroksida (NaOH)


Natrium hidroksida (NaOH) juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium

hidroksida merupakan jenis basa logam kaustik. Natrium hidroksida terbentuk dari

oksida basa natrium oksida yang dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida murni

berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran, dan larutan

jenuh 50%. NaOH bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida

dari udara bebas. NaOH juga sangat larut dalam air dan akan melepaskan kalor ketika

dilarutkan dalam air. Larutan NaOH meninggalkan noda kuning pada kain dan
kertas. Pada prinsip stokhiometri memungkinkan untuk menghitung jumlah

zat yang dapat dihasilkan dari bahan-bahan kimia yang direaksikan pada suatu reaksi

kimia (Amin, 2019: 101).

4. Garam Amonia (NH4.X)

Amonium klorida merupakan senyawa anorganik dengan rumus NH4Cl,

berupa garam kristal putih yang sangat mudah larut dalam air. Larutan amonium

klorida bersifat asam lemah. Nama alami dari Ammonium klorida adalah Sal amoiak,

bentuk mineral amonium klorida. Mineral ini umum terbentuk pada pembakaran batu

bara akibat kondensasi gas-gas yang dihasilkan. Ammonium Chlorida digunakan


sebagai bahan baku pembuatan batu baterai, pembersih solder yang digunakan untuk

industry elektronika, obat batuk (expectorant), pengeras salju, pupuk, dan bahan

reduksi nitroparaffin menjadi alkylhydroxylamine. Di Indonesia sendiri sangat

membutuhkan Ammonium Klorida dalam jumlah yang banyak, sekitar 7590,584

ton/tahun. Sampai saat ini Indonesia masih mengekspor kebutuhan NH4Cl dari luar
negeri. Selain ditemukan dialam, ammonium klorida bisa kita buat sendiri. Salah

satunya dengan cara mencampurkan larutan ammonium hidroksida dengan larutan

asam klorida. Saat dicampurkan kedua larutan ini akan terbentuk endapan putih.

Endapan ini yang merupakan ammonium klorida (Rhaska, 2019: 1-4).

5. Indikator Metil Orange


Pada analisis titrimetri atau volumetrik, untuk mengetahui saat reaksi

sempurna dapat dipergunakan suatu zat yang disebut indikator. Indikator umumnya

adalah senyawa yang berwarna, dimana senyawa tersebut akan berubah warnanya
dengan adanya perubahan pH. Indikator dapat menanggapi munculnya kelebihan

titran dengan adanya perubahan warna. Indikator berubah warna karena sistem

kromofornya diubah oleh reaksi asam basa. Metil jingga merupakan senyawa azo

yang berbentuk kristal berwarna kuning kemerahan, lebih larut dalam air panas dan

larut dalam alkohol. Metil jingga sering digunakan sebagai indicator dalam titrasi

asam basa. Metil jingga mempunyai trayek pH 3,1 – 4,4 dan pKa 3,46 , berwarna

merah dalam keadaan asam dan berwarna kuning dalam keadaan basa. Metil jingga

digunakan untuk mentitrasi asam mineral dan basa kuat, menentukan alkalinitas dari

air tetapi tidak dapat digunakan untuk asam organik. Metil jingga merupakan asam

berbasa satu, netral secara kelistrikan, tetapi mempunyai muatan positif maupun
negatif (Suirta, 2010: 27-28).
BAB III

METODE PERCOBAAN
A. Waktu dan tempat

Percobaan ini telah dilaksanakan pada Rabu, 16 Desember 2020 pukul 07.30-
10.00 WITA, bertempat di Laboratorium Kimia Fisika Fakultas Sains dan Teknologi

UIN Alauddin Makassar dan dilaksanakan secara virtual melalui google meet dan

google clasroom.

B. Alat dan bahan

1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah neraca analitik, hot plat,

stopwatch, gelas ukur 50 mL, termometer 110°C, gelas kimia 100 mL, kalorimetri,

corong, sptula dan kawat kasa.

2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah akuades (H2O),

aluminium foil, asam klorida (HCl) 1 M, garam amonia klorida (NH 4Cl), indikator

metil orange (C14H14N3NaO3S), natrium hidroksida (NaOH), gula (C12H22O11),

natrium klorida (NaCl), dan tissu.

C. Prosedur kerja

1. Penentuan Tetapan Kalorimeter I dan II


Menyiapkan 50 mL akuades dengan gelas ukur. Memasukkan akuades (H 2O)

sebanyak 50 mL ke dalam kalorimeter. Kemudian membiarkan beberapa menit.

Memasang termometer di bagian kalorimeter lalu mencatat suhunya (T 1).

Memanaskan akuades (H2O) sebanyak 50 mL hingga suhu 50°C. Mematikan hotplate


lalu mencatat suhu akuades (T2). Selanjutnya menuangkan air (H2O) yang telah
dipanaskan ke dalam kalorimeter. Menyalakan stopwatch dengan cepat setelah

penuangan akuades (H2O). Mengaduk atau mengocok akuades di dalam kalorimeter

secara konstan. Kemudian mencatat suhu setiap 30 detik selama 5 menit.

2. Penetuan Kalor Penetralan


Menyiapkan masing-masing natrium hidroksida (NaOH) 1 M dan asam

klorida (HCl) 1 M sebanyak 50 mL dalam gelas ukur 50 mL. Kemudian,

mendiamkan beberapa menit hingga kedua larutan mempunyai suhu yang sama.

Selanjutnya, mengukur dan mencatat suhu kedua larutan. Kemudian, memasukkan


larutan asam klorida (HCl) ke dalam kalorimeter. Setelah itu, memasukkan larutan

natrium hidroksida (NaOH) ke larutan asam tersebut. menutup kembali kalorimeter.

Selanjutnya, mengocok dan mencatat suhunya tiap 30 detik selama 5 menit. Setelah

itu, menambahkan indikator MO sebanyak 2-3 tetes ke dalam kalorimeter.

3. Penentuan Kalor Pelarutan


Menimbang ammonium klorida (NH4Cl) sebanyak 5 gram. Kemudian,

menyiapkan 50 mL akuades. Setelah itu, memasukkan 50 mL akuades (H 2O) ke

dalam calorimeter. Kemudian mengocok dan mencatat suhunya setiap 30 detik

selama 5 menit menggunakan termometer dengan ketelitian 0,02. Selanjutnya,


memasukkan ammonium klorida (NH4Cl) ke dalam kalorimeter. Setelah itu,

mengocok dengan kuat dan mencatat suhunya setiap 30 detik selama 5 menit.

Mengulangi percobaan sebanyak tiga kali.


BAB IV
HASIL DAN PENGAMATAN

A. Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan

a. Termokimia I
1) Penentuan Ketetapan Kalorimetri

Suhu awal (T1) = 31oC + 273°C = 304 K

Suhu pemansan air (T2) = 50oC + 273°C = 323 K

Tabel IV.1 Tetapan Kalorimeter I

Waktu (s) Suhu (˚C)

0-30 38

30-60 38

60-90 38

90-120 38

120-150 38

150-180 38

180-210 38

210-240 37

240-270 37

270-300 37

Rata-rata 37,7
2) Penentuan Kalor Penetralan

Suhu HCl = 31oC + 273°C = 304 K

Suhu NaOH = 31oC + 273 °C = 304 K

Bobot calorimeter kosong = 41,8449 gr = 0,0418 kg

Bobot kalorimeter + sampel = 86,8065 gr = 0,0868 kg

Tabel IV.2 Tetapan Kalor Penetralan

Waktu (s) Suhu(˚C)

0-30 33

30-60 33,5

60-90 33,5

90-120 33,5

120-150 33

150-180 33

180-210 33,5

210-240 34

240-270 34

270-300 34

Rata-rata 33,5

b. Termokimia II
1) Penentuan Ketetapan Kalorimetri

Suhu awal (T1) = 30oC + 273°C = 303 K

Suhu pemansan air (T2) = 50oC + 273°C = 323 K


Tabel IV.3 Tetapan Kalorimeter II

Waktu (s) Suhu (˚C)

0-30 31

30-60 31

60-90 31

90-120 31

120-150 31

150-180 31

180-210 31

210-240 30,5

240-270 30

270-300 30

Rata-rata 30,75

2) Penentuan Kalor Pelarutan


Berat NH4Cl = 2,5000 gr = 0,0025 kg
Bobot calorimeter kosong = 37,1431 gr = 0,0371 kg
Bobot kalorimeter + larutan = 62,3694 gr = 0,0623 kg

Tabel IV.4 Penentuan Kalor Pelarutan

Suhu (˚C)
Waktu (s)
H2O NH4Cl + H2O

0-30 30 28

30-60 30 28
60-90 30 28

90-120 30 28

120-150 30 29

150-180 31 29

180-210 31 29

210-240 31 30

240-270 31 30

270-300 31 30

Rata-rata 30,5 28,9

2. Reaksi
a. Reaksi penetralan asam klorida (HCl) dengan natrium hidroksida (NaOH)

NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq)+ H2O(l)

b. Reaksi pelarutan garam amonium klorida (NH4Cl)

NH4Cl(aq)+ H2O(l) NH + +4Cl


(l)
-
(aq)

3. Analisis Data
a. Termokimia I
1) Penentuan Tetapan Kalorimeter I

Diketahui:
Suhu awal (T1) = 31oC + 273 = 304 K
Suhu pemansana air (T2) = 50oC + 273 = 323 K

Suhu rata-rata (Ta) = 37,7°C + 273 = 310,7 K

Volume (V) = 50 mL = 0,05 L

Massa jenis air (ρ) = 1 gr/cm3 = 1000 kg/m3


Kalor jenis air (Cair) = 4,2 J/kg
Ditanyakan:

Ketetapan kalorimeter (W) =...................... ?

Penyelesaian:

Dicari terlebih dahulu kapasitas kalor (C)


Cair = ρ x c
= 1 gr/cm3 × 4,2 J/kg. K

= 1000 kg/L × 4,2 J/kg. K

= 4200 J/L. K

W V. Cair ( )
304 K+323 K-2 (310,7 K
W = 0,05L. 4200 J/L. K ( )
310,7 K-304 K
627 K-621,4 K
= 210 J.K ( )
5,6 K6,7 K
= 210 J.K ( )
6,7 K
= 210 J/K (0,8358)

= 175,518 J/K
2) Penentuan Kalor Penetralan

Diketahui:
Suhu HCl (T) = 31oC+ 273 = 304 K

Suhu NaOH (T) = 31oC+ 273 = 304 K

Suhu rata-rata (Ta) = 33,5oC + 273 = 306,5 K

Massa larutan (m) = 44,9616 gr = 0,045 kg

Tetapan kalorimeter (W) = 175,518 J/K


Kalor jenis air (Cair) = 4,2 J/kg. K
Ditanyakan:

Kalor Penetralan = .................................?

Penyelesaian:

ΔH = - (4,2 J/kg. m + W) (Ta – T)

= - (4,2 J/kg. 0,045 kg + 175,518 J/K) (306,5 K – 304 K)

= -(175,707 J/K). (2,5K)

= - 439,2675 J

b. Termokimia II
1) Penentuan Tetapan Kalorimeter II

Diketahui:

Suhu awal (T1) = 30oC+ 273 = 303 K


Suhu pemanasan air (T2) = 50oC + 273 = 323 K

Suhu rata-rata (Ta) = 30,75oC + 273 = 303,75K

Volume (V) = 50 mL = 0,05 L


Massa jenis air (ρ) = 1 gr/cm3 = 1000 kg/m3

Kalor jenis air (Cair) = 4,2 J/kg. K

Ditanyakan:

Ketetapan kalorimeter (W) = ......................?

Penyelesaian:

Dicari terlebih dahulu kapasitas kalor (C)


Cair = ρ x c
= 1 gr/cm3 × 4,2 J/kg. K

= 1000 kg/L × 4,2 J/kg. K

= 4200 J/L. K
W V. Cair ( )
303 K+323 K-2 (303, 5 K
W = 0,05L. 4200 J/L. K ( )
303, 5 K-303 K
626 K-607,5 K
= 210 J.K ( )
0,75
18,5 K K
= 210 J.K ( )
0,75 K
= 210 J/K (24,66)

= 5.178,6 J/K

2) Penentuan Kalor Pelarutan

Diketahui:

Massa NH4Cl (m) = 2,5000 gr = 0,0025 kg


Massa larutan (m) = 25,2257 gr = 0,0252 kg

Suhu rata-rata setelah pemanasan = 28,9oC+ 273 = 301,9 K

Tetapan Kalorimeter (W) = 123,885 J/K

Kapasitas panas pada tekanan konstan (Cp) = 0,96 Kal/kg. K

Ka = 4,2 J/kg. K

(Cp) = 0,96 × 4,2 J/kg. K


= 4,032 J/kg. K

Ditanyakan:

Kalor pelarutan = ......................... ?

Penyelesaian:

Cplarutan = Cp kalorimeter × massa larutan


= 4,032 J/kg.K × 0,0252 kg

= 0,1016 J/K

Massa zat terlarut:


Mr NH4Cl = 53,5 gr/mol
gram
Mol NH4Cl =
Mr
2,5000g
=
53,5 g mol

= 0,0467mol
ΔQ = [ Cpkalorimeter– Cplarutan] ΔT
= [4,032 J/K – 0,1016 J/K] 301,9 K

= 3,9304 J/K × 301,9 K

= 1.186,58776 J

ΔH =
mol zat terlarut
1.186,58776 J
=
0,0467mol
= 25.408,73 J/mol
4. Grafik
a. Termodinamika I
1) Penentuan Kalorimeter I

Grafik IV.1 Grafik Penentuan Kalorimeter I

38.5

38 y = -0,004x + 38.4
Suhu (°C)

R² = 0,636
37.5
Suhu (˚C)
37 Linear (Suhu (˚C))

36.5
0 100 200 300 400
Waktu (s)

2) Penentuan Kalor Penetralan


Grafik IV.2 Grafik Penentuan Kalor Penetralan

34.2
34 y = 0,003x + 33
R² = 0,454
Suhu (°C) 33.8
33.6
33.4 Suhu(˚C)
33.2 Linear (Suhu(˚C))
33
32.8
0 100 200 300 400
Waktu (s)
b. Termod inamika II

1) Penentuan Kalorimeter II

Grafik IV.3 Grafik Penentuan Kalorimeter II

31.4
31.2
31 y = -0,003x + 31,36
Suhu (°C)

30.8 R² = 0,638
30.6
30.4 Suhu (˚C)
30.2 Linear (Suhu (˚C))
30
29.8
0 100 200 300 400
Waktu (s)

2) Penentuan Kalor Pelarutan

Grafik IV.4 Grafik Penentuan Kalor Pelarutan

30.5
30 y = 0.009x + 27.4
R² = 0.889
Suhu (°C)

29.5
29
Suhu (˚C)
28.5
Linear (Suhu (˚C))
28
27.5
0 100 200 300 400
Waktu (S)
B. Pembahasan
Termodinamika merupakan ilmu yang mempelajari tentang perubahan energi

dari satu bentuk ke bentuk lain, terutama perubahan dari energi panas ke dalam

bentuk energy lain. Perubahan-perubahan energy dalam termodinamika didasarkan

pada dua hukum yiatu hukum termodinamika pertama yang erat hubungannya dengan
hokum kekekalan energi dan hukum termodinamika kedua yang member batasan

apakah suatu proses dapat terjadi atau tidak (Surya, 2009: 93). Percobaan ini

dilakukan dengan tujuan untuk menentukan kalor reaksi secara kalorimetrik

(Termokimia I) dan untuk menentukan kalor pelarutan garam-garam amonium

(Termokimia II).

Percobaan pertama. Penentuan tetapan kalorimeter. Percobaan ini dilakukan

dengan memasukkan 50 mL aquades ke dalam kalorimeter dan biarkan beberapa

waktu. Tujuannya agar sistem dapat mecapai keseimbangan termalnya, tidak ada lagi

adanya perubahan suhu secara signifikan. Kemudian, mengukur suhu awal (T1), suhu

awal ini akan dijadikan sebagai desator. Kemudian, memanaskan aquades


menggunakan gelas kimia sebanyak 50 ml hingga mencapai 50°C, dalam proses

pemanasan mengaduk aquades menggunakan termometer secara perlahan-lahan.


Kemudian, mematikan pemanas setelah suhu mencapai 50°C. Kemudian, mengukur

kembali suhu aquades yang telah dipanaskan sehinggah mengasilkan T2. Dalam

menuangkan aquades ke dalam kalorimeter bersamaan dengan menyalakan

stopwatch. Meletakkan kembali termometer usahakan posisi termometer tetap berada

di kalorimeter. Menyalakan stopwatch, lalu mengaduk secara perlahan kemudian

mecatat suhu campuran antara air panas dan air dingin, setiap 30 detik selama 5 menit

Percobaan kedua, penentuan kalor penetralan. Percobaan ini dilakukan dengan

menyiapkan larutan asam klorida (HCl) 1 M sebanyak 50 mL Kemudian, menyiapkan


50 mL Natrium Hidroksida (NaOH) 1 M. kemudian, setelah menuang masing-masing

larutan HCl dan NaOH membiarkan larutan tersebut dikonsidi ruangan sampai suhu

kedua larutan itu sama. Setelah suhunya sama, kemudian mencatat suhunya.

Kemudian memasukkan pertama larutan asam yaitu asam klorida (HCl) kedalam

calorimeter. Kemudian menambahkan larutan basah kedalam calorimeter yang sudah

berisi larutan asam. Setelah menambahkan kedua larutan menutup kembali

calorimeter. Kemudian mengaduk larutan dan mencatat suhu setiap 30 detik selama 5

menit. Kemudian , setelah melakukan pengukuran suhu selama 5 menit

menambahkan indikator metil orange kedalam campuran larutan sebanyak 2-3 tetes.
Indikator MO berfungsi untuk mengetahui apakah sudah terjadi penetralan dengan

sempurna atau tidak. Jika kemolaran keuda larutan terlalu banyak berbeda, perlu

dilakukan titrasi agar diketahui dengan tepat konsentrasi kedua larutan. Hasil akhir

dari penentuan kalor penetralan adalah dimana sudah terjadi penetralan dari kedua

larutan tersebut tidak basah, dan tidak asam.

Percobaan ketiga. Penentuan kalor pelarutan. Percobaan ini dilakukan dengan

menimbang 5 gr ammonium. Setelah menimbang 5 gr ammonium menyiapkan 50

mL aquades, kemudian memasukkan terlebih dahulu aquades kedalam kalorimeter.

Fungsi dari aquades sebagai pelarut dari garam ammonium. Kemudian mengukur

suhu awal T1 dari aquades, kemudian mengaduk termometer bersamaan dengan


menyalakan stopwatch. Kemudian mencatat suhu setiap 30 detik selama 5 menit.

Menambahkan 5 gr ammonium. Kemudian mengaduk dengan kuat dari sebelumnya,

kemudian mencatat suhu setiap 30 detik selama 5 menit. Kemudain mengulangi

percobaan tersebut senbanyak tiga kali untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti.

Berdasarkan percobaan, didapatkan nilai tetapan kalorimeter I adalah 175,35


J/K. Sedangkan, nilai tetapan kalorimeter II adalah 5180,7 J/K. Kalor penetralan

larutan asam klorida (HCl) dan larutan natrium hidroksida (NaOH) sebesar -438,82

Joule. Tanda negatif menunjukkan bahwa reaksi berlangsung secara eksoterm.

Campuran asam klorida (HCl) tersebut dengan natrium hidroksida (NaOH)


melakukan pelepasan kalor, sedangkan kalorimeter melakukan penyerapan kalor.

Sedangkan, kalor pelarutan garam amonium dengan sampel amonium klorida

(NH4Cl) ialah sebesar 25.408,56 J/mol. Rekasi berlangsung secara endoterm. Hal ini

ditandai dengan terjadinya perubahan suhu menunjukkan bahwa sistem melakukan

kerja dan juga melakukan penyerapan kalor.


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Kalor reaksi penetralan asam klorida (HCl) dengan natrium


hidroksida (NaOH) secara kalorimetrik adalah -438,82 Joule.

2. Kalor pelarutan garam-garam amonium dengan sampel amonium klorida

(NH4Cl) adalah 25.408,56 J/mol

B. Saran

Saran saya pada percobaan ini, sebaiknya pada percobaan selanjutnya

menggunakan asam sulfat (H2SO4) untuk mengetahui reaksi yang terjadi.


DAFTAR PUSTAKA
Amin, dkk. “Pengaruh Pemakaian Sodium Hidroksida (NaOH) Pada Pembuatan
Geopolimer Menggunakan Material Perlit, Basalt, Feldspart”. Jurnal
Kelitbangan 7 no. 1 (2019) h. 97-115.
Bernad, Laurensius Frans. "Analisis Mesin Penghasil Aquades menggunakan mesin
siklus kompresi uap dengan pengaruh putaran kipas sebelum Evapator".
Skripsi,2019:1-80
Chang, Raymond. General Chemistry The Essential Concept. Terj. Indra
Noviandri,dkk. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Jilid 1. Jakarta: Erlangga,
2004.
Daryus, Asy’ari. Termodinamika Teknik. Jakarta: Universitas Darma Persada Press,
2019.Jakarta: Erlangga
Keenan, dkk., General Collage Chemistry Sixth Edition. Terj. Aloysius Hadyana
Pudjaatmatmaka. Ilmu Kimia Untuk Universitas Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga, 1984.
Oxtoby, David W, dkk. Kimia Modern. Jakarta : Erlangga, 2001
Petrucci, dkk. 2008. Kimia Dasar Prinsip – Prinsip Modern Edisi 9 Jilid 1.
Petrucci, dkk. General Chemistry Principles and Modern Application. Terj. Suminar
Sutiati Ahmadi. Kimia Dasar dan Aplikasi Modern. Jakarta: Erlangga, 1985
Sa’adah Lailatis Nurul . Termokimia Dalam Perubahan Kalor Reaksi Kimia:
Semarang, Indonesia . 2018
Suirta, I., W. “Sintesis Senyawa orto-Fenilazo-Naftol sebagai Indikator dalam
Titrasi“. Kimia 4, no. 1. (2010): h. 26-34.
Surya, Yohanes. Suhu dan Termodinamika. Tangerang: PT Kondel, 2009.
Vera, Srivona. "Pengaruh Media Berbasis Lingkungan Terhadap Hasil Belajar Siswa
pada Materi Termokimia di SMA 1 Kluet Timur". Skripsi,2019: 125.
LAMPIRAN 1

ANALISIS DATA

A. Termokimia I
1. Penentuan Tetapan Kalorimeter I Diketahui:

Suhu awal (T1) = 31oC + 273 =304 K

Suhu pemansana air (T2) = 50oC + 273 =323 K

Suhu rata-rata (Ta) = 37,7°C + 273 =310,7 K

Volume (V) = 50 mL =0,05 L

Massa jenis air (ρ) = 1 gr/cm3 =1000 kg/m3

Kalor jenis air (Cair) = 4,2 J/kg

Ditanyakan:

Ketetapan kalorimeter (W) = ......................?

Penyelesaian:
Dicari terlebih dahulu kapasitas kalor

(C) Cair =ρxc

= 1 gr/cm3 × 4,2 J/kg. K

= 1000 kg/L × 4,2 J/kg. K

= 4200 J/L. K

W =V . ()
W = 0,05 L . 4200 J/L K ( )

= 210 J.K ( )
= 210 J.K ( )

= 210 J/K (0,8358)

= 175,518 J/K
2. Penentuan Kalor Penetralan

Suhu HCl (T) = 31oC+ 273 = 304 K

Suhu NaOH (T) = 31oC+ 273 = 304 K

Suhu rata-rata (Ta) = 33,5oC + 273 = 306,5 K

Massa larutan (m) = 44,9616 gr = 0,045 kg

Tetapan kalorimeter (W) = 175,518 J/K

Kalor jenis air (Cair) = 4,2 J/kg. K


Ditanyakan:

Kalor Penetralan = ................................. ?

Penyelesaian:
ΔH = - (4,2 J/kg. m + W) (Ta – T)

= - (4,2 J/kg. 0,045 kg + 175,518 J/K) (306,5 K – 304 K)

= -(175,707 J/K). (2,5K)

= - 439,2675 J

B. Termokimia II

1. Penentuan Tetapan Kalorimeter II

Diketahui:
Suhu awal (T1) = 30oC+ 273 = 303 K

Suhu pemanasan air (T2) = 50oC + 273 = 323 K

Suhu rata-rata (Ta) = 30,75oC + 273 = 303,75K


Volume (V) = 50 mL = 0,05 L
Massa jenis air (ρ) = 1 gr/cm3
=1000 kg/m3

Kalor jenis air (Cair) = 4,2 J/kg. K

Ditanyakan:

Ketetapan kalorimeter (W) = ..................... ?


Penyelesaian:

Dicari terlebih dahulu kapasitas kalor (C)

Cair = ρ x c

= 1 gr/cm3 × 4,2 J/kg. K

= 1000 kg/L × 4,2 J/kg. K

= 4200 J/L. K

W = ( )
W = 0,05 L 4200 J/L K ( )

= 210 J.K ( )
= 210 J.K ( )

= 210 J/K (24,66)

= 5.178,6 J/K
2. Penentuan Kalor Pelarutan
Diketahui:

Massa NH4Cl (m) = 2,5000 gr = 0,0025 kg

Massa larutan (m) = 25,2257 gr = 0,0252 kg

Suhu rata-rata setelah pemanasan = 28,9oC+ 273 = 301,9 K


Tetapan Kalorimeter (W) = 123,885 J/K

Kapasitas panas pada tekanan konstan (Cp) = 0,96 Kal/kg. K

Ka = 4,2 J/kg. K

(Cp) = 0,96 × 4,2 J/kg. K


= 4,032 J/kg. K
Ditanyakan:

Kalor pelarutan =......................... ?

Penyelesaian:
Cplarutan = Cp kalorimeter × massa larutan

= 4,032 J/kg.K × 0,0252 kg

= 0,1016 J/K

Massa zat terlarut:

Mr NH4Cl = 53,5 gr/mol


gram
Mol NH4Cl = Mr
2,5000 gr
=
53,5 gr/mol
= 0,0467mol
ΔQ = [ Cpkalorimeter– Cplarutan] ΔT

= [4,032 J/K – 0,1016 J/K] 301,9 K

= 3,9304 J/K × 301,9 K

= 1.186,58776 J

= 25.408,73 J/mol.
LAMPIRAN II

SKEMA KERJA

1. Penentuan Tetapan Kalorimeter I dan II


Akuades (H2O)

- Disiapkan 50 mL akuades dengan gelas ukur.

- Dimasukkan akuades (H2O) sebanyak 50 mL ke dalam


kalorimeter.
- Dibiarkan beberapa menit.

- Dipasang termometer di bagian kalorimeter lalu

mencatat suhunya (T1).

- Dipanaskan akuades (H2O) sebanyak 50 mL hingga suhu 50°C.


- Dimatikan hotplate lalu mencatat suhu akuades (T2).

- Dituangkan air (H2O) yang telah dipanaskan ke dalam


Salorimeter

- Dinyalakan stopwatch dengan cepat setelah penuangan akuades


(H2O).
- Diaduk atau dikocok akuades di dalam kalorimeter secara
konstan.
- Dicatat suhu setiap 30 detik selama 5 menit.
2. Penetuan Kalor Penetralan

Asam klorida (HCl)


+
Natrium Hidroksida
(NaOH)

- Disiapkan masing-masing natrium hidroksida (NaOH) 1 M dan


asam klorida (HCl) 1 M sebanyak 50 mL dalam gelas ukur 50 mL.

- Didiamkan beberapa menit hingga kedua larutan mempunyai suhu


yang sama.

- Diukur dan mencatat suhu kedua larutan.


- Dimasukkan larutan asam klorida (HCl) ke dalam kalorimeter.

Setelah itu, Dimasukkan larutan natrium hidroksida (NaOH) ke

larutan asam tersebut.


- Ditutup kembali kalorimeter.
- Diocok dan dicatat suhunya tiap 30 detik selama 5 menit.
Ditambahkan indikator MO sebanyak 2-3 tetes ke dalam
kalorimeter
Hasil
3. Penentuan Kalor Pelarutan
Amonium klorida (NH4Cl)

Aquades (H2O)

- Ditimbang ammonium klorida (NH4Cl) sebanyak 5 gram.

- Disiapkan 50 mL akuades.

- Dimasukkan 50 mL akuades (H2O) ke dalam kalorimeter.

- Dikocok dan dicatat suhunya setiap 30 detik selama

5 menit menggunakan termometer dengan ketelitian

0,02.

- Dimasukkan ammonium klorida (NH4Cl) ke dalam

kalorimeter.Dikocok dengan kuat dan mencatat suhunya setiap 30

detik selama 5 menit. Diulangi percobaan sebanyak tiga kali

Hasil
LAMPIRAN III

GAMBAR

1. Penentuan Tetapan Kalorimeter I dan II

Menyiapkan 50 ml akuades Memasukkan akuades (H2O) Memasang termometer di


dengan gelas ukur sebanyak 50 ml ke dalam bagian kalorimeter lalu
kalorimeter. mencatat suhunya (T1).

Memanaskan akuades (H2O) Mematikan hotplate lalu Menuangkan air (H2O) yang
sebanyak 50 ml hingga suhu mencatat suhu akuades (T2). telah dipanaskan ke dalam
50°C. kalorimeter.
PERCOBAAN VII
PERSAMAAN NERST
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu kimia dapat di pelajari secara langsung melihat alam atau mempelajari

secara teori. Ilmu kimia mempunyai kedudukan penting karena ilmu kimia
memberikan kontribusi yang berarti terhadap perkembangan ilmu terapan seperti

pertanian, kesehatan dan perikanan serta teknologi. Ilmu kimia merupakan salah satu

cabang ilmu pengetahuan alam yang mempelajari mengenai materi yang ditinjau dari

segi struktur, sifat-sifat, perubahan, dan perubahan energi yang menyertai perubahan

tersebut (Pradnyamita, dkk, 2019: 62).

Sel elektrokimia terdiri dari 2 macam yakni sel volta dan sel elektolisis. Sel

elektrokimia merupakan suatu system yang terdiri atas dua elektroda, dan larutanatau

leburan elektrolit sebagai penghantar elektron. Pada sel volta maupun sel elektolisis,

rekasi redoks berlangsung dalam suatu elektroda. Reaksi oksidasi dan reduksi selalu

terjadi perubahan bilangan oksidasi pada atom-atom yang beraksi


(Saleh, dkk, 2018: 43).
Pada kenyataannya pengukuran potensial tidak dapat dilakukan hanya

menggunakan satu elektroda, tetapi harus dibandingkan dengan elektroda

pembanding, sehingga yang terbaca adalah potensial sel (Esel). potensial sel yaitu beda

potensial antara katoda (terjadi reduksi) dan anoda (terjadi oksidasi). Potensial listrik
yang dihasilkan oleh suatu sel volta disebut potensial sel dengan lambang E

(Mulyasuryani, 2018: 21).


B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada percobaan ini yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana cara Menyusun dan mengukur GGL sel elektrokimia ?

2. Berapa nilai beda potensial (Esel) ?

C. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini yaitu sebagai berikut :

1. Untuk Menyusun dan mengukur GGL sel elektrokimia


2. Untuk menentukan nilai beda potensial (Esel)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Elektrokimia
Sel elektrokimia adalah sel yang menghasilkan transfer bentuk energi listrik

menjadi energi kimia atau sebaliknya melalui saling interaksi antara arus listrik dan

reaksi redoks. Terdapat dua macam sel elektrokimia yaitu sel volta atau sel Galvani
dan sel elektrolisis. Pada sel elektrolisis akan terjadi perpindahan elektron. Elektroda

yang mengalami reaksi oksidasi disebut dengan anoda, dan elektroda yang mengalami

reaksi reduksi disebut dengan katoda. Beda potensial elektrode sangat menentukan

mekanisme reaksi elektrokimia, karena adanya fenomena lapisan listrik ganda yang

menyebabkan pada setiap antar muka timbul beda potensial secara spontan. Beda
potensial sel terukur langsung pada voltameter dan tidak bergantung pada elektroda

acuan sehingga potensial sel meliputi potensial standar setengah sel katoda (Ek) dan

anoda serta potensial ohmik (IR) (Fatimah, dkk, 2016: 48).

Elektrokimia merupakan ilmu kimia yang mempelajari tentang perpindahan

elektronyang terjadi pada sebuah media pengantar listrik (elektroda). Elektroda terdiri
dari elektrodapositif dan elektroda negatif. Hal ini disebabkan karena elektroda

tersebut akan dialiri oleh aruslistrik sebagai sumber energi dalam pertukaran elektron.

Konsep elektrokimia didasari olehreaksi reduksi-oksidasi (redoks) dan larutan

elektrolit (Harahap, 2016: 177).

Proses elektrokimia yakni reaksi redoks yang mana pada reaksi ini energi yang
dilepas oleh reaksi spontan yang diubah menjadi listrik atau energi listrik agar reaksi

yang non spontan bisa terjadi. Reaksi keseluruhan ini dilakukan menjadi dua setengah
reaksi, satu untuk oksidasi dan satu untuk reduksi. Reaksi redoks didalamnya terdapat

elektron-elektron yang ditransfer dari satu zat ke zat lain. Sel elektrokimia dapat dibagi

menjadi dua bagian yaitu sel volta dan sel elektrolisis (Chang, 2003: 194).

Proses elektrokimia membutuhkan media pengantar sebagai tempat terjadinya

serahterima elektron dalam suatu sistem reaksi yang dinamakan larutan. Larutan dapat

dikategorikanmenjadi tiga bagian yaitu larutan elektrolit kuat, larutan elektrolit lemah

dan larutan bukanelektrolit. Larutan elektrolit kuat merupakan larutan yang


mengandung ion-ion terlarut yangdapat mengantarkan arus listrik sangat baik sehingga

proses serah terima elektron berlangsungcepat dan energi yang dihasilkan relatif besar.

Sedangkan larutan elektrolit lemah merupakanlarutan yang mengandung ion-ion


terlarut cenderung terionisasi sebagian sehingga dalamproses serah terima elektron

relatif lambat dan energi yang dihasilkan kecil. Namun demikianproses elektrokimia

tetap terjadi. Untuk larutan bukan elektrolit, proses serah terima elektrontidak terjadi.

Pada proses elektrokimia tidak terlepas dari logam yang dicelupkan pada

larutandisebut elektroda. Terdiri dari katoda dan anoda (Harahap, 2016: 177-178).

B. Reaksi Redoks
Elektrokimia adalah cabang ilmu kimia yang berkenaan dengan interkonversi

energi listrik dan energi kimia. Proses elektrokimia adalah reaksi redoks (reduksi-

oksidasi) dalam reaksi energi yang dilepas oleh reaksi spontan diubah menjadi listrik

atau dimana energi listrik digunakan agar reaksi non-spontan bisa terjadi. Dalam reaksi

redoks, elektron-elektron ditransfer dari satu zat ke zat lain. Reaksi antara logam

magnesium (Mg) dan asam klorida (HCl) merupakan satu contoh reaksi redoks

(Chang, 2004: 194).

Reaksi redoks adalah reaksi di mana terjadi transfer elektron dari suatu zat ke
zat lain. Zat pereduksi atau reduktan adalah donor elektron dan zat pengoksidasi atau

oksidan adalah akseptor elektron. Transfer elektron dapat disertai dengan kejadian

lain, seperti transfer atom atau ion, tetapi efek netonya adalah perubahan bilangan

oksidasi suatu unsur

CuO(s) + H2(g) —› Cu(s) + H2O(g) ...................................................... (II.1)


dengan H2 sebagai zat pereduksi dan CuO sebagai zat pengoksidasi dan

pengendapan tembaga dari larutan.


Cu2+(aq) + Zn(s) —› Cu(s) +Zn2+(aq)… ............................................. (II.2)
dengan ion Cu2+ sebagi zat pengoksidasi dan logam Zn sebagai zat pereduksi Setiap

reaksi redoks dapat dinyatakan sebagai jumlah setengah-reaksi, yaitu reaksi konsepsi
yang memperlihatakan kehilanagan dan perolehan elektron (Atkins, 1990: 272-273).

Reaksi redoks merupakan gabungan darirekasi reduksi dan oksidasi yang

berlangsung secara bersamaan. Pada reaksi reduksi terjadiperistiwa penangkapan

elektron sedangkan reaksi oksidasi merupakan peristiwa pelepasan elektron yang

terjadi pada media pengantar pada sel elektrokimia. Proses elektrokimia membutuhkan

media pengantar sebagai tempat terjadinya serah terima elektron dalam suatu sistem

reaksi yang dinamakan larutan (Harahap, 2016: 177).


C. Elektrolisis dan Sel Volta

1. Elektrolisis

Elektrolisis merupakan perubahan kimia, atau reaksi dekomposisi dalam suatu

elektrolit oleh arus listrik. Elektrolit larut dalam pelarut polar (misalnya air) dengan

terdisosiasi menjadi ion-ion positif (kation-kation) dan ion-ion negatif (anionanion).


Ion negatif disebut anion karena melalui larutan tertarik ke muatan positif pada anoda,

sedangkan ion positif disebut katoda karena melalui larutan akan bergerak menuju
muatan negatif (katoda). Air sebagai pelarut bersifat polar. Molekul polar memiliki

muatan di ujung molekulnya, yakni muatan positif dan negatif. Muatan ini mampu

berantaraksi dengan muatan pada molekul polar lain untuk melarutkannya. Antar

molekul-molekul tersebut terjadi transfer atom hidrogen sehingga terbentuk ion

hidronium. Penambahan zat elektrolit, misalnya asam, basa atau garam dapat

meningkatkan konduktivitas air sehingga proses elektrolisis air menjadi lebih cepat.

Dalam sel elektrolisis terjadi perubahan energi listrik menjadi energi kimia. Hubungan
kuantitatif antara jumlah muatan listrik yang digunakan dan jumlah zat yang terlibat

dalam reaksi telah dirumuskan oleh Faraday. Hal ini dapat terjadi karena melibatkan

reaksi reduksi-oksidasi yang mengandalkan peran partikel bermuatan sebagai


penghantar muatan listrik (Syl, 2010: 1-2).

Sel elektrolisis merupakan suatu alat yang dapat mengubah energi listrik DC

(Direct Current) untuk menghasilkan reaksi elektrolit. Setiap sel elektrolisis

mempunyai dua elektroda, yaitu katoda dan anoda. Anoda berfungsi sebagai koagulan

dalam proses koagulasi-flokulasi yang terjadi di dalam sel tersebut. Sedangkan di

katoda terjadi reaksi katodik dengan membentuk gelembung-gelembung gas hidrogen

yang berfungsi untuk menaikkan flok-flok tersuspensi yang tidak dapat mengendapdi
dalam sel (Hanum, dkk, 2015: 14).

Sel elektrolisis merupakan sel elektrokimia yang menggunakan sumber energi

listrik untuk mengubah reaksi kimia yang terjadi. Pada sel elektrolisis katoda memiliki
muatan negatif sedangkan katoda memiliki muatan positif. Sesuai dengan prinsip kerja

arus listrik. Terdiri zat yang dapat mengalami proses ionisasi, elektroda dan sumber

listrik (baterai). Listrik dialirkan dari kutub negatif dari baterai ke katoda yang

bermuatan negatif. Larutan akan mengalami ionisasi menjadi kation dan anion. Kation
di katoda akan mengalami reduksi sedangkan di anoda akan mengalami oksidasi. Salah

satu aplikasi dari sel elektrolisis yaitu penyepuhan logam emas dengan menggunakan

larutan elektrolit yang mengandung unsur emas (Au). Hal ini dilakukan untuk melapisi

kembali perhiasan yang kadar emasnya sudah kurang (Harahap, 2016: 179).

2. Sel Volta
Sel volta merupakan sel elektrokimia yang menghasilkan energi listrik

diperoleh dari reaksi kimia yan berlangsung spontan. Beberapa literatur menyebutkan
juga bahwa sel volta sama dengan sel galvani. Diperoleh oleh gabungan ilmuan yang

bernama Alexander Volta dan Luigi Galvani pada tahun 1786 (Harahap, 2016: 178)
Pada sel volta anoda adalah kutub negatif dan katoda adalah kutub positif.

Anoda dan katoda akan dicelupkan kedalam larutan elektrolit yang terhubung oleh

jembatan garam. Jembatan garam memiliki fungsi sebagai pemberi suasana netral

(grounding) dari kedua larutan yang menghasilkan listrik. Dikarenakan listrik yang

dihasilkan harus melalui reaksi kimia yang spontan maka pemilihan dari larutan

elektrolit harus mengikuti kaedah deret volta. Deret volta disusun berdasarkan daya

oksidasi dan reduksi dari masing-masing logam (Harahap, 2016: 178).

reaksi redoks yang terjadi pada sel galvani (sel volta), muncul yang namanya
aliran elektron yang menyebabkan adanya arus listrik. Besarnya arus listrik yang

terjadi tergantung pada besarnya beda potensial antara kedua elektroda (anoda dan
katoda). Potensial elektrode standarad yang dilambangkan dengan E˚ adalah potensial

sel yang terdiri atas setengah sel galvani dengan konsentrasi 1 M pada suhu 25˚ C

dihubungkan dengan setengah sel hidrogen. Sel hidrogen tersusun dari kawat platina

yang dimasukkan ke dalam larutan H+ 1 M yang dialiri gas hidrogen pada kondisi

tekanan 1 atm. Dengan adanya harga potensial elektrode setengah sel hidrogen
(potensial elektrode standard), sebesar 0 volt, kita dapat mengetahui potensial

elektrode yang lain (Nasution, 2019: 251).

Gaya gerak listrik adalah suatu sumber arus listrik yang merupakan beda

potensial antara ujung-ujung sumber arus listrik ketika sumber arus tidak mengalirkan

arus listrik. Hal ini terjadi karena rangkaian dalam keadaan terbuka. Satuan GGL

adalah volt. Sumber GGL merupakan suatu alat yang dapat mengubah energi kimia,

gerak atau energi bentuk lain ke bentuk energi listrik yang diperlukan untuk
mempertahankan muatan listrik terus mengalir secara kontinyu. Jadi GGL merupakan

beda potensial dan GGL dapat menyebabkan arus mengalir, sehingga sumber GGL

dapat juga dikatakan sumber beda potensial atau sumber arus listrik (Ponto, 2019: 56).
Dari tabel potensial elektrode diurutkan dari kiri ke kanan dimana semakin ke

kanan nilai Eo reduksi semakin besar (oksidator kuat) maka akan terbentuk sebuah

deret yang dikenal dengan nama deret volta. Berikut deretnya Li – K – Ba – Ca – Na

– Mg – Al – Mn – Zn – Cr – Fe – Cd – Ni – Sn – Pb – H – Sb – Bi – Cu – Hg – Ag –

Pt – Au. Logam yang berada di sebelah kiri dapat mendesak logam yang berada di

sebelah kanan. Pada contoh reaksi redoks sebelumnya terlihat bahwa Al dapat

mendesak logam Fe2+ sehingga reaksi bisa berlangsung. Jadi ketika ada reaksi dimana
logam disebelah kiri dapat mendesak logam di sebelah kanannya maka reaksi tersebut

dapat terjadi.

Zn + Cu2+ → Zn2+ + Cu ...................................................................... (II.3)


deret volta, Zn berada di sebelah kiri dari Cu maka reaksi tersebut berlangsung

(bereaksi) (Naution, 2019: 252).

D. Persamaan NERST
Persamaan nernst adalah persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan
potensial kesetimbangan reduksi dari sel-setengah dalam sel elektrokimia. Persamaan
ini menyatakan hubungan antara potensial dari sebuah elektroda ion-ion logam dan
konsentrasi dari ion dalam sebuah larutan. Potensial yang dihasilkan konstan dalam

berbagai waktu dan tidak dipengaruhi oleh temperatur. Elektroda indikator yang sering

digunakan adalah pH meter. Sensitifitas elektroda ini terhadap H+ dapat dimanfaatkan

untuk menentukan konsentrasi dari suatu analit. Cara yang ditempuh dengan titrasi

menggunakan titran yang sesuai dan menggunakan elektroda indikator yang sesuai

(Lestari, dkk., 2015: 2).

Potensial pengendapan secara teoritis dapat dihitung menggunakan persamaan

nernst sebagai berikut:


Ered = ECo0 + RTnF ln [Cooks][Cored] ............................................... (II.4)

Pengaruh dari potensial Ohmik akan menaikkan potensial yang dibutuhkan

pada sel elektrolisis sehingga diperlukan potensial luar yang lebih besar dari

persamaan Nernst. Faktor-faktor yang dipertimbangkan ketika memilih bahan

elektroda adalah stabilitas fisik dan kimiawi yang meliputi ketahanan terhadap korosi,

pembentukan oksida atau hidrida tertentu, laju dan selektivitas produk yang akan

terbentuk, konduktivitas listrik, ketahanan dan harga faktor, serta kesesuaian dengan

desain sel atau sistem (Wulansari,dkk., 2014: 1).

Persamaan nerst E adalah potensial yang diukur, E° adalah potensial standar,

R adalah tetapan gas, dan T adalah suhu absolut, z adalah tanda muatan (+) untuk

kation dan (-) untuk anion dan F adalah konstanta Faraday. Pada suhu 25℃ nilai 2,303

RT/zF adalah 59,2 mV. Pada ionic strength konstan, untuk elektroda pengukur Cd^
dan F (Sumantri, 2017: 232).

Persamaan nerst merupakan penurunan rumus dari nilai perubahan energi

bebas (∆G) dengan hukum Faraday. Dari persamaan nerst akan diketahui nilai
potensial E ketidakseimbangan reaksi yang didapatkan dari konsentrasi reaktan dan

hasil reaksi. Pembentukan diagram E-pH menggunakan prinsip sederhana

termodinamika, namun membutuhkan perhitungan kompleks (Gapsari, 2017: 112).

Potensiometri merupakan aplikasi langsung dari persamaan nernst dengan cara

pengukuran potensial dua elektroda yang tidak terpolarisasi pada kondisi arus nol.

Persamaan nernst memberikan hubungan antara potensial relatif suatu elektroda dan

konsentrasi spesies ioniknya yang sesuai dalam larutan. Dengan pengukuran potensial
reversibel suatu elektroda, maka perhitungan aktivitas atau konsentrasi suatu

komponen dapat dilakukan (Waji, 2019: 36).

E. Tembaga (Cu) dan Seng (Zn)

1. Tembaga (Cu)
Tembaga (Cu) adalah logam merah muda, yang lunak dapat ditempa, dan liat.

Tembaga dalam tabel periodik memiliki lambang Cu dengan nomor atom 29 dan

memiliki massa atom standar 63,546 g/mol. Logam Cu melebur pada 1038 dan

memiliki titk didih 2562 . Karena potensial elektroda standarnya posotif (+ 0,34 V

untuk pasangan Cu/Cu2+), Cu tak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer,

meskipun dengan adanya oksigen Cu bisa larut sedikit. Logam ini banyak digunakan
pada pabrik yang memproduksi alat-alat listrik, gelas dan zat warna yang biasanya

bercampur dengan logam lain seperti alloi dengan perak, kandium, timah putih dan

seng (Novita, Dkk, 2014: 3).


Sebagai logam berat, Cu berbeda dengan logam-logam berat lainnya seperti

Hg, Cd, dan Cr. Logam berat Cu digolongkan ke dalam logam berat dipentingkan atau

logam berat esensial artinya meskipun Cu merupakan logam berat beracun, unsur

logam berat ini sangat dibutuhkan tubuh meski dalam jumlah yang sedikit. Karena itu,
Cu juga termasuk ke dalam logam-logam esensial bagi manusia seperti Fe dan lain-

lain. Toksisitas yang dimiliki Cu baru akan bekerja dan memperlihatkan pengaruhnya

bila logam ini telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah besar atau

melebihi nilai toleransi organisme terkait (Asriani, 2017: 33).

Menurut Windri (2011: 24), Bentuk-bentuk keracunan Tembaga (Cu) ada 2

macam, yaitu:

1. Keracunan akut Gejala-gejala yang dapat dideteksi sebagai akibat keracunan


akut adalah adanya rasa logam pada pernafasan penderita dan adanya rasa terbakar

pada epigastrum dan muntah yang terjadi secara berulang ulang.

2. Keracunan kronis Pada manusia, keracunan Cu yang kronis dapat dilihat


dengan timbulnya penyakit Wilson dan Kinsky. Gejala dari penyakit Wilson ini adalah

terjadi hepatic cirrhosis, kerusakan pada otak dan demyelinasi, serta terjadinya

penurunan kerja ginjal dan pengendapan Cu dalam kornea mata. Penyakit Kinsky

dapat diketahui dengan terbentuknya rambut yang kaku dan berwarna kemerahan pada

penderita.

2. Seng (Zn)
Seng (Zn) merupakan salah satu mineral mikro yang memiliki fungsi dan

kegunaan penting bagi tubuh. Seng(Zn) dibutuhkan oleh berbagai organ tubuh, seperti

kulit, mukosa saluran cerna dan hampir semua sel membutuhkan mineral ini. Dampak

yang ditimbulkan akibat kurangnya mineral ini adalah terjadinya penurunan nafsu

makan sampai pada gangguan sistem pertahanan tubuh. Mineral Zn merupakan salah

satu nutrien penting yang diperlukan oleh tubuh dalam menjaga dan memelihara

kesehatan. Seng(Zn) dibutuhkan dalam jumlah sedikit akan tetapi mutlak harus ada di

dalam pakan, karena Seng(Zn) tidak bisa dikonversi dari zat gizi lain. Seng(Zn)
mampu berperan di dalam meningkatkan respon tanggap kebal secara nonspesifik

maupun spesifik. (Widhyari, 2012: 142-143)

F. Integrasi Ayat
Ayat yang berhubungan dengan percobaan ini terdapat dalam firman Allah

SWT Q.S Az-zumar/ 39:9 yang berbunyi :

‫ستَْ ََْوىَ ْعلََُمَوَن‬ َ َ‫وقََْ حذَْ ََُْرَاَوَيَر َْ رح‬


َ ‫مة رََبَهَ َُقَل‬
ْ َ ‫سا‬ َ ‫َََْْا‬ ‫اََمَن َْ َْ تََاَ ن‬
َ‫الَََْْْذ‬ َ‫ل‬ َ‫وا‬ َ ‫َْاَ َََْْْل ََْخ‬ ‫َْجد‬ ََْْ‫وَ نَ َْءَال‬
‫َََْن‬
‫ي‬ ‫ه‬ ‫ج‬ َْ ‫َْرة‬ َ ‫َْْى‬ ‫َْا‬ ‫َََْل‬
‫ي‬ ‫ه ا‬
‫َْما‬
‫ََْ ب‬
‫َْاب‬ ‫َْ ََُْرَا َُْولَُْواَاََْْلََْ ل‬ ‫والَََْْْذَ ي‬
‫َََْن ْلَيََعَلَْ ََُْمََْوَ ت َْذَْ َْ ك‬
‫َنََاَنَْْ ََْما‬

Terjemahan :

“(Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada (azab)
akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, “Apakah sama orang
orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sebenarnya
hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran”.

Tafsiran :

Ayat diatas membahas tentang perbandingan antara orang yang menjalankan

ketaatan kepada Allah dengan orang yang tidak demikian, dan membandingkan antara

orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu, orang yang ingin tahu dan ingin

menambah pengetahuannya yaitu bahwa hal ini termasuk perkara yang jelas bagi akal

dan diketahui secara yakin perbedaannya. Oleh karena itu, tidaklah sama antara orang

yang berpaling dari ketaatan kepada Tuhannya dan mengikuti hawa nafsunya dengan

orang yang menjalankan ketaatan, bahkan ketaatan yang dijalankannya adalah ketaatan
yang paling utama, yaitu shalat dan di waktu yang utama, yaitu malam. Dalam hal ini,

berkaitan dengan kegiatan menganalisis yang memiliki arti mengetahui dan

menyelidiki, yakni ketika kita tidak menyelidiki terlebih dahulu atau tidak
menganalisis terlebih dahulu sampel maka kita tidak dapat mengetahui baik itu
sifatnya, kandungannya maupun manfaatnya, dengan dilakukan analisis dengan

beberapa teknik seperti teknik dalam percobaan persamaan nerst semuanya dapat

diketahui dan ilmu juga dapat bertambah.


BAB III

METODE PERCOBAAN

A. Waktu dan Tempat


Percobaan ini telah dilakukan pada hari rabu, tanggal 23 Desember 2020 pukul

07.30-10.00 WITA di Laboratorium Kimia Fisika Jurusan Kimia Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar dan dilaksanakan secara


virtual dengan menggunakan Google Meet.

B. Alat dan Bahan

1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu basicmeter, termometer

110⁰C dan gelas kimia.

2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu aquades (H2O), kalium

nitrat (KNO3), kertas amplas, kertas saring, selotip, seng (Zn), seng sulfat (ZnSO 4),

tembaga (Cu) dan tembaga sulfat (CuSO4).

C. Prosedur Kerja
Percobaan ini dilakukan dengan menyiapkan basicmeter, kertas amplas dan

potongan lembaran tembaga dan seng (6 × 2 cm). Kemudian, membersihkan

permukaan tembaga logam tembaga (Cu) dan seng (Zn) dengan kertas amplas.

Selanjutnya, menyiapkan larutan KNO3 (10-20 mL) sebagai jembatan garam.


Mengambil kertas saring kemudian menggulung dan merekatkannya dengan selotip.

Selanjutnya, mengisi gelas kimia dengan larutan CuSO4 1 M, dan melalukan


pengenceran pada larutan CuSO4 1 M menjadi 0,1 M, 0,01 M dan 0,01 M. Kemudian,
mengisi gelas kimia yang lain dengan 100 mL larutan ZnSO 4 1 M. Selanjutnya

mencelupkan kertas saring yang telah digulung ke dalam larutan kalium nitrat (KNO3),

usahakan semua bagian kertas saring terendam. Kemudian, memasukkan lempeng Cu

dan Zn yang telah dihubungkan dengan kabel ke basicmeter menggunakan penjepit

elektroda ke dalam larutan CuSO4 1 M dan larutan ZnSO4 1 M. Sebelumnya dilakukan

pengukuran suhu terhadap kedua larutan tersebut. Kemudian mengukur dan mencatat

nilai GGLnya. Mengulang prosedur di atas dengan mengganti larutan CuSO 4 1 M


menjadi 0,1 M, 0,01 M dan 0,001 M. Jangan lupa mencuci dan membersihkan

elektroda dengan kertas amplas serta mengganti jembatan garam yang digunakan

sebab konsentrasi setiap larutan CuSO4 yang digunakan berbeda-beda.


BAB IV
HASIL DAN PENGAMATAN

A. Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan

Tabel IV.1 Hubungan Konsentrasi dengan Eºsel


Larutan pada Bagian Larutan pada Bagian
Eºsel (Volt)
Anoda Zn|Zn2+ (M) Katoda Cu2+|Cu (M)

1 1 0,78

1 0,1 0,68

1 0,01 0,51

1 0,001 0,49

Suhu = 31ºC

2. Reaksi
Anoda (-) : Zn → Zn2+ + 2e E°oks = +0,76 Volt
Katoda (+) : Cu2+ + 2e → Cu E°red = -0,34 Volt
Sel : Zn + Cu2+ → Zn2+ + Cu E°sel = 1,1 Volt
Notasi sel : Zn | Zn2+ || Cu2+| Cu

3. Analisis Data
a. ZnSO4 1 M dan CuSO4 1 M
Diketahui : Eºsel = 0,78 V
R = 8,314 J/K mol

T = 31ºC = 31 + 273 = 304 K

n =2
F = 96.500 C/mol = 96.500 J/V.mol
Ditanyakan: Esel?

Penyelesaian:
E º RT [ZnSO4]
sel = Esel - ln
Nf [CuSO4]
8,314 J/K.mol × 304 K 1M
= 0,78 V - ln
2 (96.500 J/V.mol) 1M
2.527,456
= 0,78 V - ln (1)
193.000/V
= 0,78 V - 0,01309 V ln (1)

= 0,78 V - 0,01309 V × 0

= 0,78 V - 0

= 0,7800 V

b. ZnSO4 1 M dan CuSO4 0,1 M


Diketahui : Eºsel = 0,68 V

R = 8,314 J/K mol

T = 31ºC = 31 + 273 = 304 K

n =2

F = 96.500 C/mol = 96.500 J/V.mol

Ditanyakan: Esel?

Penyelesaian:
º RT [ZnSO4]
Esel = Esel - Nf ln [CuSO ]
4
8,314 J/K.mol × 304 K 1M
= 0,68 V - ln
2 (96.500 J/V.mol) 0,1 M
2.527,456
= 0,68 V - ln (10)
193.000/V
= 0,68 V - 0,01309 V ln (10)
= 0,68 V - 0,01309 V × 2,30259

= 0,68 V - 0,0301449 V

= 0,6498 V
c. ZnSO4 1 M dan CuSO4 0,01 M
Diketahui : Eºsel = 0,51 V

R = 8,314 J/K mol

T = 31ºC = 31 + 273 = 304 K

n =2

F = 96.500 C/mol = 96.500 J/V.mol

Ditanyakan: Esel?

Penyelesaian:
RT [ZnSO4]
E sel = Eºsel − ln
Nf [CuSO4]
8,314 J/ K. mol × 304 K 1M
= 0,51 V − ln
2 (96.500 J/V. mol) 0,01 M
2.527,456
= 0,51 V − ln(100)
193.000/V
= 0,51 V − 0,01309 V 2ln(10)

= 0,51 V − 0,01309 V × 4,60517

= 0,51 V − 0,0602816753 V

= 0,4497 V

d. ZnSO4 1 M dan CuSO4 0,01 M


Diketahui : Eºsel = 0,49 V

R = 8,314 J/K mol

T = 31ºC = 31 + 273 = 304 K

n =2
F = 96.500 C/mol = 96.500 J/V.mol

Ditanyakan: Esel?
Penyelesaian:
RT [ZnSO4]
E sel = Eºsel − ln
Nf [CuSO4]
8,314 J/ K. mol × 304 K 1M
= 0,49 V − ln
2 (96.500 J/V. mol) 0,001 M
2.527,456
= 0,49 V − ln(1000)
193.000/V
= 0,49 V − 0,01309 V 3ln(10)

= 0,49 V − 0,01309 V × 6,90776

= 0,49 V − 0,0904225784 V

= 0,3995 V

4. Grafik

Hubungan Konsentrasi dengan E⁰sel


0.9
0.8 y = 0.2072x + 0.58
0.7 R² = 0.6906
0.6
E⁰sel (volt)

0.5
0.4 Esel
0.3
Linear (Esel)
0.2
0.1
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Konsentrasi (M)

B. Pembahasan
Elektrokimia merupakan ilmu kimia yang mempelajari tentang perpindahan

elektronyang terjadi pada sebuah media pengantar listrik (elektroda). Elektroda terdiri
dari elektrodapositif dan elektroda negatif. Hal ini disebabkan karena elektroda

tersebut akan dialiri oleh aruslistrik sebagai sumber energi dalam pertukaran elektron.

Konsep elektrokimia didasari olehreaksi reduksi-oksidasi (redoks) dan larutan

elektrolit (Harahap, 2016: 177).

Percobaan dilakukan dengan menyiapkan potongan lembaran tembaga (Cu)

dan seng (Zn) yang berfungsi sebagai katoda dan anoda. Membersihkan permukaan

lembaran logam menggunakan amplas agar kotoran pada permukaan logam tidak
mempengaruhi nilai hasil yang diperoleh. Amplas berfungsi untuk membersihkan

lembaran tembaga (Cu) dan seng (Zn). Menyiapkan larutan KNO3 yang berfungsi

sebagai jembatan garam. Jembatan garam berfungsi menetralkan kelebihan ion positif
pada anoda dan menetralkan ion negatif pada katoda. Mengambil selembar kertas

saring gulung lalu merekatkan dengan menggunakan selotip. Selotip digunakan karena

selotip merupakan bahan yang tidak dapat bereaksi sehingga aman digunakan.

Mencelupkan sepenuhnya kertas saring kedalam larutan KNO3. Elektroda tembaga

(Cu) dan seng (Zn) dihubungkan menggunakan kabel untuk diketahui seberapa besar

aliran listriknya. Pengukuran suhu dilakukan karena nilai Esel dipengaruhi oleh

temperatur larutan. Pengukuran nilai GGL dilakukan untuk digunakan dalam


perhitungan.

Berdasarkan hasil percobaan, maka diperoleh nilai energi potensial sel (E˚ sel)

pada konsentrasi 1 M yaitu sebesar 0,7800 V, pada konsentrasi 0,1 M yaitu sebesar
0,6498 V, pada konsentrasi 0,01 M yaitu sebesar 0,4497 V dan pada konsentrasi 0,001

M yaitu sebesar 0,3995 V. Berdasarkan hasil yang diperoleh ini, dapat ditarik

kesimpulan bahwa semakin besar konsentrasi yang digunakan maka semakin kecil
pula nilai energi potensial sel (E sel) yang diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa

konsentrasi berbanding lurus dengan nilai energi potensial sel (E sel).


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan pada percobaan ini yaitu sebagai berikut :

1. Pengukuran GGL pada sel elektrokimia dilakukan dengan menggunakan

basicmeter dengan cara lempengan tembaga (Cu) dijepit pada kabel positif (+)
basicmeter dan lempengan seng (Zn) dijepit pada kabel negatif (-) basicmeter.

2. Pengujian persamaan nernst dilakukan dengan mencari nilai E⁰ sel tembaga

sulfat (CuSO4) pada konsentrasi yang berbeda. Nilai E⁰ sel tembaga sulfat

(CuSO4) pada konsentrasi 1 M, 0,1 M, 0,01 M dan 0,001 M berturut-turut

adalah 0,7800 V; 0,6498 V; 0,4497 V dan 0,3995 V dan suhunya senilai 31°C.

B. Saran

Saran pada percobaan selanjutnya adalah mengganti sampel tembaga (Cu)

dengan sampel lain seperti besi (Fe) dan timah (Sn) agar dapat dibandingkan energi

potensialnya (Esel).
DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P.W. Physical Chemistry. terj. Irma I. Kartohadiprodjo. Kimia Fisika


Edisi Keempat Jilid 2. Jakarta: Erlangga, 1990.
Chang, Raymond. General Chemistry: The Essential Concepts. terj. Suminar
Setiati Achmadi. Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti. Jakarta: Erlangga,
2004.
Hanum. “Aplikasi Elektrokoagulasi Dalam Pengolahan Limbah Cair Pabrik
Kelapa Sawit”. Jurnal Teknik Kimia USU 4 no. 4 (2015): h. 13-17.
Harahap. “Sel Elektrokimia: Karakteristik dan Aplikasi”. Jurnal Ilmiah
Pendidikan Teknik Elektro 2 no. 1 (2016): h. 177-180.
Mulyasuryani. Elektroanalitik Dasar Dan Aplikasi. Yogyakarta: Deepublish,
2018.
Pradnyamita, dkk. “Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Dengan Model
Discovery Learning Pada Materi Sifat Koligatif Larutan”. Jurnal
Pendidikan Kimia Undiksha 3 no. 2(2019): h. 61-67.
Saleh, dkk. Buku Ajar Energi Dan Elektrifikasi Pertanian. Yogyakarta:
Deepublish, 2018.
Waji. Biosensor Potensiometrik Untuk Analisis Ion Logam. Ponorogo: Uwais
Inspirasi Indonesia, 2019.
Widhyari, Sus derthi. “Peran dan Dampak Defisiensi Zinc (Zn) terhadap Sistem
Tanggap Kebal”. Wartazoa 22 no.3 (2012): h 141-148
LAMPIRAN I
SKEMA KERJA

Elektroda Zn dan Cu

- Disiapkan basicmeter, kertas amplas dan potongan lembaran tembaga dan

seng (6 × 2 cm).

- Dibersihkan permukaan tembaga logam tembaga (Cu) dan seng (Zn)

dengan kertas amplas.

- Disiapkan larutan KNO3 (10-20 mL) sebagai jembatan garam.

- Diambil kertas saring kemudian digulung dan direkatkandengan selotip.

- Diisi gelas kimia dengan larutan CuSO4 1 M, dan dilalukan pengenceran

pada larutan CuSO4 1 M menjadi 0,1 M, 0,01 M dan 0,01 M.

- Diisi gelas kimia yang lain dengan 100 mL larutan ZnSO4 1 M.

Dicelupkan kertas saring yang telah digulung ke dalam larutan kalium

nitrat (KNO3), usahakan semua bagian kertas saring terendam.

Dimasukkan lempeng Cu dan Zn yang telah dihubungkan dengan kabel

ke basicmeter menggunakan penjepit elektroda ke dalamlarutanCuSO4 1

M dan larutan ZnSO4 1 M.

- Dilakukan pengukuran suhu terhadap kedua larutan tersebut.

- Diukur dan mencatat nilai GGLnya.

- Diulang prosedur di atas dengan mengganti larutan CuSO4 1 M menjadi

0,1 M, 0,01 M dan 0,001 M.


- Jangan lupa mencuci dan membersihkan elektroda dengan kertas
amplas serta mengganti jembatan garam yang digunakan. sebab

konsentrasi setiap larutan CuSO4 yang digunakan berbeda-beda.


-
Hasil
LAMPIRAN II
GAMBAR

Menyiapkan kertas Bersihkan permukaan Siapkan larutan KNO3


amplas dan potongan lembaran logam (10-20 ml) sebagai
logam tembaga dan zeng jembatan garam
(6×2 cm)

Mengambil kertas saring Mengisi gelas kimia Mengisi gelas kimia


kemudian menggulung dengan 100 ml larutan dengan larutan CuSO4 1
dan merekatkannya ZnSO4 1 M M, dan melalukan
dengan selotip. pengenceran pada larutan
CuSO4 1 M menjadi 0,1
M, 0,01 M dan 0,01 M

Menghubungkan kabel Mencelupkan kertas Mengukur dan mencatat


dengan basicmeter saring yang telah digulung nilai GGLnya
ke dalam larutan kalium
nitrat (KNO3), Kemudian,
memasukkan lempeng Cu
dan Zn yang telah
dihubungkan dengan
kabel ke basicmeter
menggunakan penjepit
elektroda ke dalam larutan
CuSO4
1 M dan larutan ZnSO4 1
M.

Mengganti larutan
CuSO4 1 M menjadi 0,1
M, 0,01 M dan 0,001 M
BIOGRAFI
BIOGRAFI
Nama lengkap Fathanah Ariqoh Suburan, akrab dipanggil
Nana, Fathanah, atau Anna. Lahir di Enrekang tanggal 11
Juli 2001. Anak ke empat dari lima bersaudara dari pasangan
Suburan S.Pd dan Hadiani. Memulai pendidikan dari tingkat
TK al-fitrah 2006, melanjutkan sekolah dasar di SD Negeri
15 kotu dan selesai tahun 2013. Kemudian melanjutkan
pendidikan tingkat menengah pertama di PPM Rahmatul
Asri tahun 2013 lulus tahun 2016. Lalu melanjutkan
pendidikan tingkat atas di SMA Negeri 1 Enrekang 2016
lulus tahun 2019. Kemudian dengan tahun yang sama saya
langsung melanjutkan pendidikan di jenjang yang lebih
tinggi di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar dan mengambil prodi Kimia di
Fakultas Sains dan Teknologi melalui jalur SNMPTN. Saya bercita-cita menjadi
Wanita Karir. Hobby saya adalah bermain bola volley dan menonton drama. Motivasi
saya sampai saat ini adalah kedua orangtua saya dan bias saya karena saya ingin melihat
orang disekitar saya terutama yang paling penting adalah orangtua saya bangga dan
bahagia terhadap saya dengan melihat prestasi-presentasi yang saya capai. Dalam
menjalani hidup saya selalu ingat motto hidup saya yaitu “ Jangan Pernah Menyerah
Sebelum mendapatkan apa yang di inginkan”.

Anda mungkin juga menyukai