Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Korosi merupakan salah satu proses penurunan mutu logam akibat adanya reaksi
elektrokimia antara logam dengan lingkungannya. Logam yang mengalami penurunan mutu
ini tidak hanya melibatkan reaksi kimia saja, tetapi juga melibatkan reaksi elektrokimia, yaitu
bahan-bahan logam yang mengalami proses perpindahan electron. Rusaknya material yang
terbuat dari logam salah satunya diakibatkan karena adanya suatu reaksi antara logam tersebut
dengan lingkungan sekitarnya. Terdapat berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan
korosi suatu material atau loga, salah satunya adalah pengaruh dari konsentrasi media korosi.
Pada air laut, ion-ion klorida yang terkandung didalam air laut menjadi salah satu sumber
masalah terhadap material logam yang mengalami korosi. Semakin tinggi kadar ion-ion
klorida didalam air laut dapat mempercepat proses korosi. Akan tetapi, proses korosi dapat
dihambat dengan salah satu metode yang menggunakan inhibitor korosi
Salah satu cara untuk meminimalkan efek degradasi dari suatu material yang sering
digunakan adalah dengan penggunaan inhibitor. Inhibitor korosi adalah salah satu zat kimia
yang apabila ditambahkan ke dalam suatu lingkungan, dapat menurunkan laju korosi yang
terjadi pada lingkungan tersebut terhadap suatu logam yang berada di sekitar lingkungan
tersebut. Inhibitor berfungsi untuk memperlambat reaksi korosi yang bekerja dengan cara
membentuk lapisan-lapisan pelindung pada permukaan logam. Selain itu, inhibitor digunakan
untuk melindungi bagian dalam struktur dari serangan korosi yang diakibatkan karena adanya
fluida yang mengalir.
Penggunaan inhibitor saat ini masih menjadi pilihan terbaik untuk mengurangi korosi
internal pada logam, dan dijadaikan solusi utama terkhususnya pada industri ekstraksi
minyak. Inhibitor ini mampu memberikan perlindungan yang fleksibel (di lingkungan yang
netral maupun di lingkungan yang tingkat korosifitas sangat tinggi), mudah diaplikasikan, dan
yang paling penting adalah tingkat keefektifan paling tinngi karena lapisan yang terbentuk
sangat tipis akan tetapi mampu memberikan perlindungan yang sangat luas.
Pentingnya inhibitor dalam menangani kasus korosi maka perlu dilakukan pemilihan
inhibitor yang sesuai dengan kondisinya. Oleh karena itu, pemahaman terkait penggunaan
inhibitor dalam korosi ini perlu dilakukan untuk memenuhi kompetensi mahasiswa
Departemen Teknik Material dan Metalurgi 2020.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang timbul pada praktikum inhibitor, yaitu:
1. Bagaimana cara menghitung laju korosi menggunakan metode weight loss?
2. Bagaimana mengetahui konsentrasi optimal dari inhibitor?
3. Bagaimana pengaruh lama perendaman terhadap efisiensi inhibitor?

1.3 Tujuan Percobaan


Adapun tujuan yang akan dicapai pada praktikum inhibitor ini adalah sebagai berikut:
1. Menghitung laju korosi menggunakan metode weight loss
2. Mengetahui konsentrasi optimal dari inhibitor
3. Mengetahui pengaruh lama perendaman terhadap efisiensi inhibitor
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Inhibitor
Inhibitor merupakan suatu zat kimia yang dapat menghambat atau memperlambat
suatu reaksi kimia. Namun dalam konteks korosi, inhibitor merupakan suatu zat kimia yang
bila ditambahkan ke dalam suatu lingkungan, dapat menurunkan laju korosi lingkungan itu
terhadap suatu logam dengan tujuan untuk memperlambat reaksi korosi yang bekerja dengan
cara membentuk lapisan pelindung pada permukaan logam. Inhibitor dapat mempengaruhi
polarisasi anodik dan katodik jika dilihat berdasarkan sifat korosi logam secara elektrokimia.
Inhibitor dapat diklasifikasikan berdasarkan sumber dan cara kerjanya. Satu keuntungan unik
adalah bahwa menambahkan inhibitor dapat diimplementasikan tanpa mengganggu proses.
Penambahan inhibitor (setiap reagen yang mampu mengubah proses korosi aktif menjadi
proses pasif) menghasilkan penekanan yang signifikan dari korosi. Inhibitor korosi dipilih
berdasarkan kelarutan atau dispersibilitas dalam cairan yang akan dihambat. Inhibitor korosi
digunakan dalam minyak dan eksplorasi dan produksi gas, minyak bumi kilang, manufaktur
kimia, manufaktur berat, pengolahan air dan aditif produk industri.
(Ahmad, 2006: 352)
2.1.1 Klasifikasi Berdasarkan Sumber
Klasifikasi inhibitor berdasarkan sumbernya adalah sebagai berikut:
1. Inhibitor Organik
Inhibitor organik merupakan inhibitor yang terbuat dari bahan alami yang tersedia dia
alam. Inhibitor organik sendiri terbagi menjadi dua bagian yaitu inhibitor korosi organik
sintetis dan inhibitor korosi organik alami. N-Aminorhodanine memiliki efisiensi 99,7%, 2-
Thiohydantoin memiliki efisiensi inhibisi 93%, dan 3-[(2-Hydroxy-Benzylidene) Amino]-2-
Thioxo-Thiazolidin-4-one memiliki efisiensi inhibisi 99,8% merupakan beberapa contoh dari
inhibitor korosi organik sintetis yang sering digunakan pada saat ini. Sedangkan inhibitor
korosi organik alami merupakan inhibitor organik yang umumnya berasal dari ekstrak bahan
alami yang mengandung atom N, O, P, S dan atom-atom yang mempunyai pasangan elektron
bebas, contoh dari inhibitor ini ialah ekstrak daun jambu biji. Kelebihan dari inhibitor organik
adalah bersifat ramah lingkungan karena mudah larut dengan air, memiliki nilai ekonomi
yang terjangkau, mudah didapatkan, dapat diperbarui, dan dapat diproduksi dengan cara
sederhana. Sedangkan kekurangan dari inhibitor organik sintetis ialah memiliki kendala pada
penggunaannya karena masalah biaya serta belum teruji tingkat keamanannya.
(Priatna, 2015)
2. Inhibitor Anorganik
Inhibitor anorganik merupakan inhibitor yang terbuat dari bahan kimia dan tidak
mengandung unsur karbon dalam senyawanya. Ada berbagai jenis inhibitor sintetis yang
sekarang banyak digunakan untuk menggantikan inhibitor anorganik konvensional seperti
HBTT (Hydroxy-Banzylidine-amino-Thioxo-Thiazolidin), DHBTPH (Dihydroxybenzylidine-
trifluoromethylquinolin-Thio-Propano-Hydrazide), dan lain-lain. Kekurangan dari inhibitor
anorganik ialah memiliki sifat beracun, berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan dan biaya
yang kurang ekonomis.
(Handayani, 2021)
2.1.2 Klasifikasi Berdasarkan Cara Kerja
Klasifikasi inhibitor berdasarkan cara kerjanya adalah sebagai berikut:
1. Inhibitor Anodik
Inhibitor anodik menurunkan laju korosi dengan memperlambat reaksi anodik.
Inhibitor anodik membentuk lapisan pasif melalui reaksi ion-ion logam yang terkorosi untuk
menghasilkan selaput pasif tipis yang akan menutupi anoda dan lapisan ini akan menghalangi
pelarutan anoda selanjutnya. Lapisan pasif yang terbentuk mempunyai potensial korosi yang
tinggi atau inhibitor anodik menaikkan polarisasi anodik. Contoh dari inhibitor anodik ialah
Kromat, Nitrit, Nitrat, Molibdat, Silikat, Fosfat, dan Borat.
(Butarbutar, S. L. & Sunaryo, G. R., 2011)
2. Inhibitor Katodik
Inhibitor katodik menurunkan laju korosi dengan cara memperlambat reaksi katodik.
Inhibitor katodik merupakan lapisan yang dapat menurunkan laju korosi dengan cara
memperlambat reaksi katodik. Inhibitor katodik akan bereaksi dengan OH⁻ untuk
mengendapkan senyawa-senyawa tidak larut pada permukaan logam sehingga masuknya
oksigen dapat terhalangi. Contoh dari inhibitor katodik ialah Zn, CaCO3, dan Polifosfat.
(Butarbutar, S. L. & Sunaryo, G. R., 2011)
3. Inhibitor Campuran
Inhibitor campuran ialah senyawa organik yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam
golongan anodik dan katodik. Keefektifan inhibitor organik dikaitkan dengan luasnya daerah
adsorpsi yang melindungi permukaan logam dari korosi. Adsorpsi inhibitor bergantung pada
struktur inhibitor, muatan yang ada di permukaan logam dan jenis elektrolitnya. Physical
adsorption, chemisorption, dan pembentukan film merupakan cara inhibitor campuran untuk
melindungi permukaan logam. Contoh inhibitor campuran yaitu amino (-NH2), carboxyl (-
COOH), dan lain sebagainya.
(Saragih, 2017)

2.2 Inhibitor Paracetamol


Parasetamol (asetaminofen) umumnya dianggap sebagai penghambat lemah sintesis
prostaglandin (PG). Paracetamol atau acetaminophen adalah obat anti-inflammatory yang
banyak digunakan untuk meringankan sakit dan demam. Acetaminophen memulihkan
campuran reaksi dengan netralisasi asam sulfur dan larutan ammonia, kemudian ammonium
sulfat terbentuk. Penggunaan katalis asam tak terlarut akan mempermudah pemisahan kerja
dan penggunaan kembali katalis, menghindari peralatan dari korosi.
(Maidhah, 2018)

Gambar 2.1 Struktur Paracetamol (N-(4-hydroxyphenyl) acetamide) (Maidhah, 2018)


Pada Gambar 2.1 merupakan struktur Paracetamol (C8H9NO2) yaitu senyawa fenolik
yang mengandung gabungan antara ikatan aromatik benzene atau phenyl dengan hydroxyl
(OH-) yang bersifat antioksidan sehingga senyawa ini dapat mencegah reaksi oksidasi yang
disebabkan oleh radikal bebas, sehingga reaksi berantai oleh radikal bebas dapat terhenti.
Senyawa fenolik pada obat paracetamol ini akan bertindak sebagai antioksidan primer dengan
menyumbangkan atom hidrogen baik sebagai radikal alkoksil:
AH + R O¿ → A ¿ + ROH
atau radikal bebas peroksil:
AH + R OO ¿ → A¿ + ROOH

Reaksi ini menyumbangkan radikal bebas antioksidan (A*) dengan tingkat energi yang lebih
rendah dibandingkan RO* dan ROO*.
(Maidhah, 2018)
Penelitian terkait pemanfaatan paracetamol sebagai inhibitor korosi telah dilakukan
sebelumnya. Paracetmol dengan konsentrasi 10-50 ppm divariasikan dengan temperatur
lingkungan 30-60°C. Adsorpsi paracetamol terhadap logam adalah isotermal adsorpsi
freundlisch pada jarak temperatur tersebut. Proses adsorpsi menjadi lebih spontan sesuai
dengan pertambahan temperatur. Efisiensi mencapai 90.47% pada konsentrasi paracetamol 50
ppm di temperatur 60°C. Paracetamol tidak hanya teradsorpsi di permukaan logam, tetapi
juga membatasi mobilitas hidrogen dan klorida di lingkungan sehingga korosifitas lingkungan
menurun.
Baja karbon menengah dengan kadar karbon 0.4 % diproteksi dengan inhibitor
paracetamol pada lingkungan asam sulfat dan asam asetat. Hasilnya adalah paracetamol
mampu memproteksi baja karbon menengah dengan baik di lingkungan asam lemah (asam
asetat). Efisiensi yang didapatkan mencapai 85% untuk lingkungan tersebut.
(Maidhah, 2018)

2.3 Perhitungan Laju Korosi


Perhitungan laju korosi telah dinyatakan dalam berbagai literatur dengan beragam
cara, seperti persen penurunan berat badan, miligram per sentimeter persegi per hari, dan
gram per inci persegi per jam. Akan tetapi, ini tidak menunjukkan ketahanan korosi dalam hal
penetrasi korosi. Dari sudut pandang seorang teknisi, laju penetrasi atau penipisan bagian
struktural dari sebuah logam dapat digunakan untuk memprediksi umur dari suatu logam atau
komponen tertentu. Salah satu satuan yang paling banyak digunakan untuk menyatakan laju
korosi adalah mpy (mils per year).
(Fontana, 1987, 13)
Tabel 2.1 Tingkat Ketahanan Korosi Berdasarkan Laju Korosi (Affandi, dkk., 2015)
Relative Approximate Metric Equivalent
Corrosion mpy mm/year µm/year nm/year pm/sec
Resistance
Outstanding <1 < 0,02 < 25 <2 <1
Excellent 1-5 0,02-0,1 25-100 2-10 1-5
Good 5-20 0,1-0,5 100-500 10-50 5-20
Fair 20-50 0,5-1 500-1000 50-100 20-50
Poor 50-200 1-5 1000-5000 150-500 50-200
Unacceptable 200+ 5+ 5000+ 500+ 200+

Menghitung laju korosi dapat dilakukan dengan metode kehilangan berat (weight
loss). Metode kehilangan berat adalah metode yang digunkan untuk perhitungan laju korosi
dengan cara mengukur kekurangan berat pada logam akibat korosi yang terjadi. Rumus yang
digunakan sebagai berikut:

KW
Corrosion Rate= …………….………….. (2.1)
DAT
(ASTM, 2004: 7)
Keterangan: K : a constant
W : Weight loss (mg);
D : Density of specimen (g/cm3);
A : Area of specimen (sq.in);
T : Exposure time (hour);

Banyak unit yang berbeda digunakan untuk menghitung laju korosi. Menggunakan
satuan di atas seperti T, A, W, dan D. Untuk nilai K dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.2 Unit Laju Korosi Berdasarkan Nilai Konstanta (K) (ASTM, 2004)
Unit Laju Korosi Nilai K
Mils per year (mpy) 3.45 x 106
Inches per year (ipy) 3.45 x 103
Inches per month (ipm) 2.87 x 102
Millimetres per year (mm/y) 8.76 x 104
Micrometres per year (µm/y) 8.76 x 107
Picometres per second (pm/s) 2.78 x 106

2.4 Efisiensi Inhibitor


Efisiensi inhibitor adalah inhibitor yang semakin tinggi nilai efisiensinya maka
semakin baik, sehingga inhibitor tersebut sangat disarankan untuk digunakan. Efisiensi
inhibitor ini didapatkan menggunakan persentase penurunan laju korosi dengan penambahan
inhibitor dan laju korosi tanpa penambahan inhibitor. Perhitungan efisiensi inhibitor dapat
diuraikan dalam persamaan berikut:
Cr 0−Cr 1
Efisiensi Inhibitor= x 100 % ……..…………… (2.2)
Cr 0
dimana,
Cr0 = laju reaksi korosi tanpa inhibitor
Cr1 = laju reaksi korosi dengan inhibitor

Secara umum, efisiensi inhibitor meningkat dengan peningkatan dalam konsentrasi


inhibitor (misalnya, inhibitor yang biasanya baik akan memberikan 95% penghambatan pada
konsentrasi 0,008% dan 90% pada konsentrasi sebesar 0,004%). Sebuah sinergisme, atau
kerjasama, sering hadir antara inhibitor yang berbeda dan lingkungan yang dikendalikan, dan
campuran adalah pilihan yang biasa dalam formulasi komersial. Ilmiah dan literatur korosi
teknis memiliki deskripsi dan daftar banyak senyawa kimia yang menunjukkan sifat
penghambatan. Ini, hanya sedikit yang benar-benar digunakan dalam praktik. Ini sebagian
karena sifat yang diinginkan dari inhibitor biasanya melampaui yang sederhana berkaitan
dengan perlindungan logam. Pertimbangan biaya, toksisitas, ketersediaan, dan ramah
lingkungan sangat penting.
(Roberge P.R., 2000: 863)

2.5 Aplikasi Inhibitor pada Kasus Internal Corrosion


Salah satu contoh aplikasi inhibitor korosi, yaitu pada pengendalian korosi pipa
perminyakan dengan menggunakan inhibitor itu sendiri. Sistem perpipaan berkontak langsung
dengan lingkungan luar maupun lingkungan dalam pada beroperasinya sehingga dapat
menimbulkan terjadinya korosi. Inhibitor korosi merupakan substansi kimia yang apabila
ditambahkan dalam konsentrasi yang relatif sedikit ke lingkungan korosif, secara efektif dapat
menurunkan laju korosi logam. Pada prinsipnya, pemakaian inhibitor korosi dimaksudkan
untuk mengubah interface antara logam dengan lingkungan korosi dengan cara mengisolasi
satu dari yang lainnya.
Inhibitor korosi berfungsi membentuk lapisan atau film tipis di permukaan material
yang akan melindungi bagian dalam pipa dalam media yang korosif. Senyawa organic turunan
amin yang digunakan mempunyai pasangan elektron bebas dari atom nitrogen yang dapat
diserap permukaan logam dan rantai hidrokarbon membentuk lapisan film hidropobik pada
permukaan logam. Lapisan film inhibitor memutus mata rantai korosi dengan memisahkan
logam dari media korosif. Secara umum terlihat pemberian inhibitor korosi dapat menurunkan
laju korosi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pemberian inhibitor korosi dapat membentuk
lapisan pasif berupa lapisan tipis atau film di permukaan material yang berfungsi sebagai
penghalang antara logam dengan media yang korosif. Terbentuknya lapisan film ini dapat
memisahkan logam dari media yang korosif.
(Nasoetion, 2011)
Proses injeksi inhibitor korosi merupakan standar operasional pada sistem produksi
minyak dan gas bumi untuk mengontrol korosi internal struktur baja karbon. Inhibitor korosi
organik berbasis nitrogen seperti imidazoline salt banyak digunakan di berbagai aplikasi
migas. Inhibitor garam imidazolin umumnya digunakan untuk meminimalkan laju korosi pada
aplikasi migas khususnya pada lingkungan CO2. Pada pipa penyalur suatu industri minyak
bumi, penyaluran minyak bermula dari stasiun pengumpul lokal menuju stasiun pengumpul
utama dan dilanjutkan ke refinery. Gas CO2 dipisahkan melalui unit high pressure gas
separator, medium pressure gas separator serta low pressure gas separator dan pihak industri
menambahkan inhibitor komersial berbasis garam imidazolin untuk mengontrol korosi
internal.
(Nuraini et al., 2016)
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Diagram Alir


Berikut merupakan diagram alir pada praktikum sel galvanik, yaitu:

Mulai

Studi literatur

Persiapan alat dan bahan

Memasukkan larutan asam asetat ke dalam wadah air mineral

Memasukkan inhibitor dengan takaran tertentu

Mengukur dimensi, luas, dan massa spesimen

Merendam spesimen dalam larutan dengan cara diikat


benang

Larutan dengan inhibitor Larutan tanpa inhibitor

Mengambil spesimen, dibersihkan, dan ditimbang


massa akhirnya

Analisis data

Kesimpulan

Selesai
Gambar 3.1 Diagram Alir Praktikum Sel Galvanik

3.2 Alat dan Bahan


Berikut merupakan alat-alat dan bahan-bahan percobaan yang dibutuhkan untuk
memenuhi praktikum ini, yaitu:
3.2.1 Alat Percobaan
Alat-alat yang dibutuhkan dalam percobaan kali ini yaitu:
1. Wadah plastik air mineral 1,5 L (2
buah)
2. Benang secukupnya
3. Selotip secukupnya
4. Timbangan Digital 1 buah
5. Cutter 1 buah

3.2.2 Bahan Percobaan


Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Larutan Asam Asetat secukupnya
2. Larutan Aquades 980 ml
3. Kertas Amplas secukupnya
4. Inhibitor Paracetamol sesuai takaran

3.3 Prosedur Percobaan


Adapun metode percobaan yang digunakan dalam praktikum Sel Galvanik ini adalah
sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Memasukkan larutan asam asetat ke dalam wadah air mineral.
3. Memasukkan inhibitor dengan takaran tertentu.
4. Mengukur dimensi spesimen.
5. Menghitung luas permukaan spesimen.
6. Menimbang massa awal spesimen.
7. Mengikat setiap spesimen dengan benang, lalu memasukkannya ke larutan yang telah
disiapkan. Pastikan spesimen tidak menyentuh bagian dasar wadah.
8. Membiarkan spesimen terendam dalam larutan selama waktu yang telah ditentukan
9. Mengambil spesimen, dibersihkan, dan ditimbang massa akhirnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai