Anda di halaman 1dari 5

PERNIKAHAN MENURUT HINDU

OM Swastyastu, OM Awiganam Astu Namo Siddham, jero mangku yang

kami sucikan, yang terhormat bapak ketua PHDI kabupaten OKI, ibu ketua

WHDI kabupaten OKI yang saya hormati, bapak ketua Peradah kabupaten OKI

yang saya hormati, bapak ketua PHDI kecamatan sekabupaten OKI yang saya

hormati, ibu ibu ketua WHDI kecamatan sekabupaten OKI yang saya hormati,

ketua peradah kecamatan yang saya hormati, bapak bapak ketua adat yang saya

hormati, bapak/ibu dewan juri yang saya hormati, bapak/ibu umat sedharma

sekalian yang saya hormati, teman-teman dan para peserta lomba dharma

wacana peradah pada hari ini yang saya hormati

Pertama-tama dan paling utama marilah kita haturkan puja-puji syukur

kita kepada Tuhan Yang Maha Esa Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat

astungkara wara nugraha-Nya yang melimpahlah, kita bisa berada di sini untuk

mengikuti kegiatan peradah, dalam keadaan sehat tanpa kurang suatu apa pun.

Bapak ibu dan teman teman umat sedharma ijinkanlah saya

menyampaikan pesan dharma yang bertemakan Cinta Kasih.

PAWIWAHAN/PERNIKAHAN, siapa sih yang tidak tau tentang hal ini,

sumpah, janji suci yang mengikat dua insan, insan ya, bukan insang, atas nama

CINTA, hari ini saya akan membahas tentang pernikahan menurut Hindu,

maybe beberapa dari ibu/bapak teman-teman umat sedharma sekalian bertanya,


why, Kenapa saya pilih topik ini? Karena topik ini sangat menarik untuk muda

mudi, sering dibicarakan dan sangat dinanti oleh semua pasangan muda mudi.

Pernikahan merupakan kewajiban, salah satu jenjang yang akan kita jalani,

yang dimana disebut Grihasta Asrama, dalam ajaran agama Hindu kita

mengenal Catur Asrama yaitu empat tingkatan hidup manusia yang bagian-

bagiannya adalah sebagai berikut:

1. Brahmacari Asrama yaitu masa menuntut ilmu

2. Grihastha Asrama yaitu masa berumah tangga

3. Wanaprastha / sanyasin Asrama yaitu masa mulai mengurangi urusan

keduniawian, dan

4. Biksuka Asrama yaitu masa total melepaskan urusan keduniawian.

Nah, sekarang ini kita sedang berada pada tingkat masa Brahmacari yaitu masa

menuntut ilmu untuk mempersiapkan diri kita untuk melangkah memasuki

tingkatan hidup berikutnya. Terutama kita mempersipakan diri kita untuk

memasuki tahap berumah tangga atau Grihasta Asrama. Menurut keyakinan

umat Hindu pernikahan adalah suatu proses hidup yang sakral dan utama. Pada

masa setelah pernikahan inilah semua kewajiban yadnya umat Hindu dapat kita

laksanakan. Dan pada masa Grihasta Asrama ini kita dapat menikmati Kama

yang seluas luasnya dan mengejar serta mendapatkan Artha yang sebanyak-

banyaknya untuk memenuhi kebutuhan hidup tetapi juga harus tetap

berdasarkan ajaran Dharma.


Namun, in this case, dewasa ini di sekitar saya sering terjadi yang namanya

pernikahan dini, pernikahan seumur jagung, timbul pertanyaan yang terus

berputar di pikiran saya, memangnya pernikahan itu hal yang sepele, orang

anggap apa sih pernikahan sehingga dengan mudahnya mau menikah di usia

yang belum seharusnya. Sehingga bisa dengan mudahnya menghancurkan janji

suci pernikahan itu sendiri, i tell you bro, saya sampaikan padamu kawan kawan

ku, menikah itu tidak semudah what you imagine, tidak semudah yang kamu

bayangkan, perlu banyak sekali hal yang harus di prepare, dipersiapkan, buka

warung aja ribet minta ampun, apalagi pernikahan, hal yang hanya bisa di

lakukan sekali seumur hidup.

Believe me my friends, we don’t have to in rush, everything always have

time. Percayalah teman-teman ku, kita tidak harus terburu-buru, semua ada

waktu nya, kalo bahasa jaman now nya sih, TUNGGU TANGGAL MAINNYA,

so slow but sure let the time, and god do their job.

Mungkin beberapa dari bapak/ibu teman-teman umat sedharma sekalian

berpikir, emang apa salah nya kalo dua-duanya emang udah sama-sama mau

nikah, aduh nanang dewa ratu, ketang johan, sejauh mungkin, bahkan sampe

samudra hindia tuh mindset, men keto, iang balik nakonan, mang sube ngelah

pes, mang mental sube siap, mang sube ade planing anggo jauh-jauh kedepane.

Untuk lebih detailnya lagi hal ini di jelaskan dalam kitab Manawa Dharmasastra

adhyaya IX. Sloka 101 yang berbunyi.


Anyonyasyawayabhicaro

Bhaweamarnantikah

Esa dharmah samasena

Jneyah stripumsayoh parah

Artinya :

Hendaknya supaya hubungan yang setia berlangsung sampai mati, singkatnya

ini harus dianggap sebagai hukum tertinggi sebagai suami istri.

Dari penjelasan sloka di atas, sudah sangat jelas bahwa Hindu tidak

menginginkan adanya perceraian. Bahkan sebaliknya, dianjurkan agar

pernikahan yang kekal hendaknya dijadikan sebagai tujuan yang tertinggi bagi

pasangan suami istri, kita diwajibkan melakukan pernikahan sekali saja dalam

kehidupan kita. untuk itu, perlu bekal ilmu pengetahuan yang mapan dan

kedewasaan diri untuk melangsungkan suatu pernikahan.

Dengan adanya pengetahuan dharma sebagai dasar, sehingga kita dapat

menghindari hal-hal yang tidak di inginkan, seperti, kekerasan dalam rumah

tangga, pertengkaran, dan yang paling buruk, perceraian. Karena itu pernikahan

harus dilandasi cinta kasih bukan karena nafsu semata. Cinta kasih adalah

prasyarat utama dalam pernikahan. Tanpa cinta kasih hidup dalam pernikahan

akan terasa hambar dan kering. Suka cita hidup berumah tangga terasa jauh dari

angan-angan. Cinta kasihlah yang mampu memberi warna dalam pernikahan.

Kerikil-kerikil tajam pasti akan kita lewati. Namun, ketika ketika pernikahan
telah dilandasi cinta kasih apapun rintangannya tidak akan membuat pasangan

suami istri jatuh tersungkur. Kalau pun toh jatuh, suami istri akan mampu

bangkit lagi, memulai kembali perjalanan bersama sebagai satu keluarga.

Namun, pertanyaanya “bagaimana cinta kasih itu ditumbuhkan dalam hidup

pernikahan?”. Cinta kasih kasih menuntut adanya kesadaran dari suami istri

bahwa objek cinta kasih pernikahan bukanlah kenginginan atau kepuasan diri,

melainkan demi orang yang kita cintai. Karena itu suami istri harus mengerti

bahwa cinta kasih dalam perkawinan mereka adalah cinta yang manusiawi

yaitu cinta yang total dan berlandaskan kesetiaan.

Jadi bapak-bapak, ibu-ibu, teman-teman umat sedharma sekalian, apa sih

salahnya, menunggu saat yang tepat, waktu yang tepat, persiapankan mental,

bukan Cuma harta. Kita harus benar benar mencintai pasangan kita dan merasa

adanya kecocokan. Jadi, carilah dan temukan pasangan yang benar benar kalian

cintai, baru kemudian memutuskan untuk melangsungkan pernikahan.

Sekian yang dapat saya sampaikan, mudah-mudahan apa yang sampaikan

pada hari ini bermanfaat bagi kita semuanya, apabila ada kesalahan dalam

wacika saya, saya mohon maaf, pada Sang Hyang Widhi saya mohon ampun,

terimakasih atas perhatiannya.

Jukut kangkung mesambel sere

Kirang langkung tiang nunas sinampure .

OM Santih, Santih, Santih OM

Anda mungkin juga menyukai