Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PEBADAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Pam Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif
nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan
emfisema atau gabungan keduanya. Faktor yang berperan dalam peningkatan
penyakit tersebut selain kebiasaan merokok yang masih tinggi juga polusi udara
yang terjadi terutama di kota besar, lokasi industri dan daerah pertambangan.
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) termasuk dalam urutan ke sepuluh
sebagai penyakit yang menjadi beban dunia (Lopez AD, et al, 2006).

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sangat kurang dikenal di


masyarakat. Di Amerika Serikat pada tahun 1991 diperkirakan terdapat 14 juta
orang menderita PPOK, meningkat 41,5% dibandingkan tahun 1982, sedangkan
mortalitas menduduki peringkat IV penyebab terbanyak yaitu 18,6 per 100.000
penduduk pada tahun 1991 dan angka kematian ini meningkat 32,9% dari tahun
1979 sampai 1991. WHO menyebutkan PPOK merupakan penyebab kematian
keempat didunia yaitu akan menyebabkan kematian pada 2,75 juta orang atau
setara dengan 4,8%. Selain itu WHO juga menyebutkan bahwa sekitar 80 juta
orang akan menderita PPOK dan 3 juta meninggal karena PPOK pada tahun 2005.
Kajian ini bertujuan untuk mengukur prevalensi PPOK, tingkat keparahan, serta
untuk mengidentifikasi tipe PPOK, faktor risiko, morbiditas dan mortalitas,
dampak PPOK dan biaya pengobatan (Oemiat, 2013)

Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit Tahun 2009 — 2010, PPOK
merupakan penyakit tidak menular yang menjadi prioritas program pengendalian
Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL). PPOK masuk dalam

1
peringkat 10 besar kematian penyakit tidak menular rawat inap di rumah sakit
(Kemenkes RI, 2012).

Indonesia sebagai negara dengan jumlah perokok yang banyak dipastikan


memiliki prevalensi PPOK yang tinggi. Namun sangat disayangkan data
prevalensi PPOK tidak dimiliki oleh Indonesia, oleh sebab itu perlu dilakukan
kajian PPOK secara komprehensip agar pencegahan PPOK dapat dilakukan
dengan baik. (Oemiat, 2013)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi PPOK


Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)/Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel
parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya
(GOLD, 2015)

2.2 Epidemiologi PPOK


Secara epidemiologi, PPOK merupakan penyebab kematian keempat
tertinggi di dunia dan diperkirakan akan menjadi penyebab kematian ke-3 di dunia
pada tahun 2020.3 Pada Tahun 2004 diperkirakan terdapat 64 juta penderita PPOK
di seluruh dunia dan lebih dari 3 jutanya meninggal pada tahun 2005, setara
dengan 5% dari total kematian global di tahun tersebut. Hampir 90% dari seluruh
kematian karena PPOK terjadi di negara miskin dan berkembang (WHO, 2008)

Di 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan prevalensi PPOK sedangberat


pada usia 30 tahun keatas, sebesar 6,3%, dimana Hongkong dan Singapura
mempunyai prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar 6,7%.4 Di
Indonesia tidak ada data yang akurat tentang angka kejadian PPOK.5 Hasil survei
penyakit tidak menular oleh Dirjen PPM & PL di 5 rumah sakit provinsi di
Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung dan Sumatera
Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama
penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti asma bronkial (33%), kanker paru
(30%) dan lainnya (2%) (Depkes RI, 2006).

Tingkat morbiditas dan mortalitas PPOK sendiri cukup tinggi di seluruh


dunia. Hal ini dibuktikan dengan besarnya angka kejadian PPOK, seperti di

3
Amerika Serikat pada tahun 2000 terdapat 8 juta penderita PPOK rawat jalan dan
sebesar 1,5 juta kunjungan pada Unit Gawat Darurat dan 673.000 kejadian rawat
inap. Angka kematian sendiri juga semakin meningkat sejak tahun 1970, dimana
pada tahun 2000, kematian karena PPOK sebesar 59.936 dan 59.118 pada wanita
dan pria secara berurutan. (Kemenkes RI, 2008)

2.3 Faktor Resiko PPOK


1 Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam
pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan (PDPI, 2003) :
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun :
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
2 Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3 Hipereaktiviti bronkus
4 Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5 Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

2.4 Patogenesis PPOK


Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,
metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi
akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus

4
terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis
emfisema (Oemiat, 2003):
- Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke
perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok
lama
- Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata
dan terbanyak pada paru bagian bawah
- Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas
distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura

Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena
perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis,
metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan
napas.

Konsep Patogenesis PPOK

2.5 Manifestasi Klinis PPOK


1 Sesak nafas (progresif, diperberat aktivitas, persisten)
2 Batuk kronis (intermitten)
3 Produksi sputum kronis

5
2.6 Diagnosis PPOK
Diagnosis PPOK antara lain (PDPI, 2003):
1 Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok
dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
2 Pemeriksaan fisis PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
- Inspeksi
o Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
o Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
o Penggunaan otot bantu napas
o Hipertropi otot bantu napas
o Pelebaran sela iga
o Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
leher dan edema tungkai
o Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed - lips breathing.
o Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis
sentral dan perifer
o Pursed - lips breathing

6
Pursed - lips breathing Adalah sikap seseorang yang bernapas
dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini
terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2
yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi
CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

3 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
Faal paru
 Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
o Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) <
80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
o VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
o Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin
dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai
sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan
sore, tidak lebih dari 20%
 Uji bronkodilator
o Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter.
o Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan,
15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau
APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200
ml
o Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
 Darah rutin
Hb, Ht, leukosit

7
 Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan
penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
o Hiperinflasi
o Hiperlusen
o Ruang retrosternal melebar
o Diafragma mendatar
o Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance)
Pada bronkitis kronik :
o Normal
o Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

2.7 Klasifikasi Berdasarkan derajat keparahan nya


Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh sebab
itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa
diprediksi dengan VEP1 (GOLD, 2015)
Klasifikasi Gejala Spirometri
PPOK

- Tidak ada gejala waktu istirahat VEP > 80% prediksi


Ringan
atau bila eksersais VEP/KVP < 75%

- Tidak ada gejala waktu istirahat


tetapi gejala ringan pada latihan
sedang (mis : berjalan cepat, naik
tangga)

- Tidak ada gejala waktu istirahat


Sedang tetapi mulai terasa pada latihan /
kerja ringan (mis : berpakaian) VEP 30 - 80% prediksi
- Gejala ringan pada istirahat VEP/KVP < 75%

8
- Gejala sedang pada waktu istirahat

- Gejala berat pada saat istirahat VEP1<30% Prediksi


Berat VEP1/KVP < 75%
- Tanda-tanda korpulmonal

2.8 Penatalaksanaan PPOK


Tujuan Terapi PPOK
 Menghilangkan gejala
 Meningkatkan toleransi latihan
 Meningkatkan status kesehatan
 Mencegah perkembangan penyakit
 Mencegah dan mengobati eksaserbasi
 menurunkan angka kematian
Pilihan terapi PPOK

Beta2 - agonis

Short – acting Beta2 – agonis (SABA)

Long – acting Beta2 – agonis (LABA)

Antikolinergi
Short-acting anticholinergics (SAMA)

Long-acting anticholinergics (LAMA)

Kombinasi short-acting beta2-agonists + anticholinergic dalam satu


inhaler
Kombinasi long-acting beta2-agonists + anticholinergic dalam satu
inhaler
Methylxanthines
Kombinasi long-acting beta2-agonists + ICS dalam satu inhaler

Phosphodiesterase-4 inhibitors

9
2.9 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi (GOLD, 2015) :
1) Gagal nafas :
a) Gagal nafas kronik
b) Gagal nafas akut pd gagal nafas kronik
2) Infeksi berulang
3) Kor pulmonale kronikum ( cpc ) kompensata / dekompensata
4) Meninggal

10
BAB III

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
No. RM : 110226
Nama : Ngayami Sipayung
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 58 Tahun
Suku Bangsa : Batak/Indonesia
Agama : Kristen
Alamat :Dusun II Desa Pagar Manik, Lubuk Pakam Deli
Serdang
Status : Menikah
Pekerjaan : PNS
Tanggal Masuk : 19 Oktober 2018

II. Anamnesa
Keluhan Utama : Sesak Nafas
Telaah : OS datang ke IGD RSUD Deli Serdang,
dibawa oleh keluarganya dengan keluhan sesak
nafas yang memberat sejak satu hari SMRS,
tidak dipengaruhi oleh cuaca tetapi dipengaruhi
oleh aktivitas, os juga mengeluhkan batuk yang
sudah dialami sejak 3 tahun, memberat 1 hari
SMRS, ada dahak, tetapi sulit dikeluarkan,
riwayat merokok sejak muda, riwayat hipertensi,
dan stroke berulang.
Riwayat Pengobatan : Tidak ada
Riwayat Penyakit Dahulu : Stroke (+), Hipertensi(+)
Riwayat Alergi : Tidak Ada
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak Ada

III. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum : Somnolen
2. Tanda Vital
- Tekanan Darah : 200/130 mmHg
- HR : 96 x/i

11
- RR : 36 x/i
- Temperatur : 37.5 ˚C
3. Status Generalisata
Kepala dan Leher
Bentuk dan Posisi : Dalam batas normal
Pergerakan : Dalam batas normal
Rongga Dada dan Abdomen
Bentuk dan Ukuran : Dalam batas normal
Pergerakan : Dalam batas normal

Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax : 1. Inspeksi : Barrel Chest
2. Palpasi : Stem fremitus menurun
3. Perkusi : Hipersonor di lapangan kedua paru
4. Aukultasi : SP : Vesikuler, ST : Ronkhi +/+
; Weezhing +/+
Cor : BJ I, Regluer, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : Soepel, Timpani, Bising usus (+) Normal,
Ekstremitas : Superior : Akral hangat, edema (-)
Inferior : Akral hangat (+), edema (-)

IV. Pemeriksaan Penunjang


A Darah Lengkap
19 Oktober 2018 27 Oktober 2018

Hemoglobin : 15,3 g/dL Hemoglobin : 15,0 g/dL


Hematokrit : 47,6 % Hematokrit : 46,2 %
Leukosit : 15,3 10^3/ uL Leukosit : 16,1 10^3/ uL
Trombosit : 258,9 10^3/ uL Trombosit : 340,2 10^3/ uL
Eritrosit : 5,21 Juta/ uL Eritrosit : 5,00 Juta/ uL

Indeks Eritrosit
MCV : 91,4 fl MCV :92,4 fl
MCH : 29,4 pg MCH : 30,0 pg
MCHC :32,1 g/dL MCHC :32,5 g/dL

12
Hitung Jenis (diff)
Basofil : 0,7 % Basofil : 0,7%
Eosinofil :0,4 % Eosinifol : 0,1%
N.segmen : 77,1 % N.Segmen :91,3%
Limfosit :13,8 % limfosit : 3,8%
Monosit :8,1 % Monosit : 4,1%
LED :20 % LED : 25%

Kimia klinik Elektrolit


Ureum : 36 mg/dL Natrium : -
Creatinin : 1.0 mg/dL Kalium :-
Asam urat : 6,8 mg/dL chlorida :-
Glukosa strip : 115 mg/dL

AGD
Analisa Gas Darah (bga)
PH : - PH : 7,55 mmHg
PCO2 : - PCO2 : 38 mmHg
PO2 : - P02 :57 mmHg
BE (B): - BE (B) : 10,1 mmol/L
HCO3 : - HCO3 : 34,4 mmol/L
Total C02 :- Total CO2 : 34,3 mmol/L

Tes Rontgen :
Kesan : PPOK

13
V. Resume
A. Anamnesa
Keluhan Utama : Sesak Nafas
Telaah : OS datang ke IGD RSUD Deli Serdang, dibawa
oleh keluarganya dengan keluhan sesak nafas
yang memberat sejak satu hari SMRS, tidak
dipengaruhi oleh cuaca tetapi dipengaruhi oleh
aktivitas, os juga mengeluhkan batuk yang sudah
dialami sejak 3 tahun, memberat 1 hari SMRS,
ada dahak, tetapi sulit dikeluarkan, riwayat
merokok sejak muda, riwayat hipertensi, dan
stroke berulang.
Pada pemeriksaan dijumpai
B. Pemeriksaan Umum
Sensorium : Somnolen
Tekanan Darah : 200/130 mmHg
Frekuensi Nadi : 96x/i
Frekuensi Napas : 30x/i
Temperatur : 37.5 ˚C

VI. Diagnosa Banding :


 PPOK
 Pneumonia
 SOPT
 ACOS

VII. Diagnosa Kerja : PPOK


VIII. Penatalaksanaan

Terapi :

- Furosemide 1amp/12jam
- Cefoferazone 1gr/12jam
- M.Prednisolon 1 amp/6 jam
- Amlodipine 1x 10 mg
- Salbutamol 3x4 mg
- Candesartan 1x 8 mg
- Inf Acetil Cystein
- Inf Levofloxacin
- Inf Fioramol

14
- Nebul combivent /12 jam
- Flexotide
- -Inhalasi/ 12 jam
Ventilator modus :
- Spontan Fi O2 :30 %
- Support 12x/i k? SpO2 stabil dan nafas stabil
- Diet :Makanan Cair lauk pauk
- O2 terpasang
- Monitoring Inf NGT chateter terpasang dengan baik

15
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2004. Jakarta; 2006.

Global Initiative of Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global strategy for
the diagnosis, management and prevention of COPD; 2015.

Kementrian Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI; 2008.

Mangunegoro H, PPOK Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia, PDPI,


2001

Oemiat, Ratih. (2013). KAJIAN EPIDEMIOLOGIS PENYAKIT PARU


OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK). Vol. 23 No. 2. https://media.neliti.com.
Diakses Pada 8 November 2018.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)


pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. 2003. Tersedia:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/k onsensus-ppok/ppok.pdf, diunduh
tanggal 25 Februari 2015.

World Health Organization. World health statistics. Geneva: WHO; 2008.

16

Anda mungkin juga menyukai