Analisis Ability To Pay (Atp) Dan Willingness To Pay (WTP) Pengguna Kereta Api Bandara (Studi Kasus: Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta)
Analisis Ability To Pay (Atp) Dan Willingness To Pay (WTP) Pengguna Kereta Api Bandara (Studi Kasus: Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta)
Abstrak – Dalam menetapkan tarif kereta api bandara perlu mempertimbangkan kemampuan membayar
(Ability to Pay, ATP) dan kesediaan membayar (Willingness to Pay, WTP) calon pengguna (user) kereta api
bandara. Penelitian ini menganalisis nilai ATP-WTP menggunakan pendekatan metode analisis pemilihan
diskrit (Discrete Choice Analysis) terhadap perilaku individu dengan teknik stated preference (SP). Dimana
rentang nilai ATP berada pada probabilitas pemilihan kereta api bandara sebesar 0,5-0,9. Sedangkan nilai
WTP berada pada probabilitas pemilihan kereta api bandara sebesar 0,5. Model pemilihan moda yang
digunakan adalah model logit-binomial-selisih dan model logit-binomial-nisbah, dengan pemilihan dua moda
yang ditinjau adalah 1) Kereta api bandara dan Bus Damri, 2) Kereta api bandara dan taksi, 3) Kereta api
bandara dan kendaraan pribadi (mobil). Hasil analisis ketiga model pemilihan moda menunjukkan bahwa
nilai WTP Bus Damri lebih kecil daripada nilai WTP taksi dan mobil. Sehingga WTP Bus Damri dapat
dijadikan batasan tertinggi tarif KA Bandara.
1. PENDAHULUAN
Bandar udara merupakan simpul dalam jaringan transportasi udara yang memiliki peran
yang sangat penting. Salah satu bandara utama yang tersibuk di Indonesia adalah Bandar
Udara Internasional Soekarno-Hatta. Akan tetapi, saat ini Bandar Udara Internasional
Soekarno-Hatta belum didukung dengan aksesibilitas menuju bandar udara yang memadai.
Sebagian besar aksesibilitas menuju bandara masih banyak menggunakan angkutan
transportasi darat yang waktu perjalanannya tidak dapat diprediksi. Jika kondisi lalu lintas
padat dan gangguan cuaca (banjir) seringkali membuat tidak ada kepastian waktu yang
dibutuhkan untuk menuju bandara. Salah satu solusi untuk mengatasinya adalah angkutan
rel sebagai pemadu moda menuju bandara. Kereta api merupakan moda transportasi yang
bergerak di jalan rel (jalur terpisah dengan moda lainnya) dan mampu mengangkut
penumpang dengan kapasitas besar, sehingga sangat cocok digunakan sebagai solusi
menangani kemacetan dan juga dapat memberikan kepastian waktu yang dibutuhkan untuk
menuju ke bandara.
Dalam rangka mendukung terciptanya angkutan menuju bandar udara tersebut, diperlukan
beberapa kebijakan perlu diperhatikan, termasuk penentuan tarif yang akan diberlakukan.
Tarif KA Bandara haruslah terjangkau oleh masyarakat, dalam artian penyediaan layanan
angkutan sesuai dengan tingkat daya beli masyarakat dengan tetap memperhatikan
kelangsungan hidup dan pengembangan usaha layanan jasa angkutan tersebut. Dari uraian
diatas, penulis mencoba untuk menganalisis tarif KA Bandara dengan pendekatan metode
Ability To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP) berdasarkan perilaku perjalanan dari
sisi calon pengguna (user) kereta api bandara, dengan studi kasus pada Bandar Udara
Internasional Soekarno-Hatta. Besar harapan penulis agar penelitian ini dapat memberikan
manfaat dan minimal mampu memberikan gambaran kebijakan penentuan tarif yang sesuai
dengan kemampuan dan kesediaan masyarakat pengguna angkutan kereta api menuju
Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.
2. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Permintaan
Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga.
Permintaan atas barang dan jasa umumnya sangat bergantung pada pendapatan konsumen
dan pada harga dari barang dan jasa tersebut relatif terhadap harga-harga lainnya.Hukum
permintaan (The Law of demand), pada hakikatnya makin rendah harga suatu barang maka
makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya, makin tinggi harga suatu
barang maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut. Dari hipotesa tesebut
dapat disimpulkan, bahwa:
1. Apabila harga suatu barang naik, maka pembeli akan mencari barang lain yang dapat
digunakan sebagai pengganti barang tersebut, dan sebaliknya apabila barang tersebut
turun, konsumen akan menambah pembelian terhadap barang tersebut.
2. Kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil konsumen berkurang, sehingga
memaksa konsumen mengurangi pembelian, terutama barang yang akan naik
harganya.
Berdasarkan ciri hubungan antara permintaan dan harga dapat dibuat grafik kurva
permintaan berikut ini.
2. Conjoint Analysis
Analisis conjoin diperkenalkan pertama kali dalam literatur pemasaran oleh Green and
Rao(1971). Secara umum, analisis conjoint adalah teknik untuk mengukur struktur
preferensi individu melalui variasi sistematis dari atribut produk dalam desain
eksperimental. Atribut produk dianggap sebagai satu set kemungkinan realisasi, yang
disebut sebagai tingkatan atribut. Responden disajikan sejumlah profil produk yang terdiri
dari realisasi atribut produk dan mengatur profil tersebut sesuai dengan preferensi yang
dirasakan, misalnya dengan menunjukkan urutan peringkat sehubungan dengan tingkat
preferensi. Evaluasi preferensi secara keseluruhan digunakan untuk membuat kesimpulan
dari kontribusi relatif dari tingkat atribut yang berbeda. Tahapan terakhir adalah bagian
penilaian dan evaluasi stimulus produk secara lengkap yang disebut sebagai utilitas
produk.
PKA = U U
exp + exp
KA moda
dan Pmoda =1−P KA
dimana:
PKA adalah probabilitas untuk KA Bandara
PModa adalah probabilitas untuk moda eksisting, yaitu: Bus Damri/ taksi/ mobil
Dengan menggunakan metode penaksiran regresi-linear, terdapat dua jenis model yang
sering digunakan, yaitu model logit-binomial-selisih dan model logit-binomial-nisbah.
Pada model logit-binomial-selisih, probabilitas bahwa individu memilih kereta api bandara
adalah fungsi selisih utilitas antara kedua moda. Dengan menganggap bahwa fungsi utilitas
linier, maka perbedaan utilitas dapat diekspresikan dalam bentuk perbedaan dalam
sejumlah n atribut yang relevan diantara kedua moda, dirumuskan sebagai berikut:
UKA – Umoda = β0 + β1.(X1KA – X1moda) + β2.(X2KA – X2moda) + ... + βn.(XnKA – Xnmoda)
dimana UKA – Umoda adalah respon individu terhadap pernyataan pilihan, β0 adalah
konstanta, β1, β2 dan βn adalah koefisien masing-masing atribut yang ditentukan melalui
multiple linear regression. Sehingga, nilai probabilitas kedua moda yang ditinjau dapat
ditulis dalam bentuk persamaan berikut.
U (U −U )
exp KA
exp KA moda
PKA = U U
= (U −U )
exp + expKA
1+exp
moda KA moda
1
Pmoda =1−P KA = (U −U )
1+ exp KA moda
Nilai utilitas sebagai respon individu dapat juga dinyatakan dalam bentuk probabilitas
memilih moda tertentu, yang dikenal dengan transformasi Berkson-Theil, persamaannya
adalah sebagai berikut.
ln
[P KA
1−P KA ]
=β1 + β 1 . ( X 1 KA – X 1 moda )+ β2 . ( X 2 KA – X 2 moda ) + β 3 . ( X 3 KA – X 3 moda ) + β 4 . ( X 4 KA – X 4 moda )
C KA
dimana ( )
C Moda
adalah rasio atribut kereta api bandara dengan moda eksisting. Dengan
PKA 1+a
[ ( )]
C KA β
C moda
=1
β
1−PKA C KA
P KA
=a
C moda ( )
Persamaan tersebut selanjutnya dapat ditulis kembali dalam bentuk logaritma seperti
persamaan berikut.
1−P KA C
log (PKA )
=log a+ β log KA
C moda
Untuk penelitian mengenai kereta api bandara ini dipakai teknik Stated Prefence (SP),
dimana alternatif hipotesa yang akan diberikan merupakan pilihan antara kereta api
bandara dengan moda eksisting (Bus Damri, taksi dan mobil). Sesuai dengan penjelasan
sebelumnya, teknik SP ini dicirikan oleh adanya penggunaan desain eksperimen untuk
membangun alternatif hipotesa terhadap situasi (hypothetical situation), yang kemudian
disajikan kepada responden. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam desain
eksperimen SP adalah sebagai berikut:
1. Respon kuesioner (Penilaian / Peringkat / Pilihan / Tingkat preferensi)
2. Metode Analisis
Untuk menganalisa hasil pemilihan dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
Naive atau metode grafik
Non-metric scaling
Metode regressi
Analisa logit dan probit
3. Jumlah sampel
Untuk mengumpulkan data diperlukan biaya yang cukup besar. Oleh karena itu,
setelah metode analisis ditentukan, maka selanjutnya dapat diputuskan jumlah sampel
yang diperlukan.
4. Atribut (Pengukuran)
Faktor ini perlu diperhatikan untuk menentukan atribut apa yang akan ditinjau dan
bagaimana mengekspresikan tingkatan atribut, khususnya untuk atribut kualitatif.
5. Tingkatan atribut
Faktor ini mempertimbangkan berapa banyak tingkat harus diperlakukan dan cara
mengatur atribut (nilai absolut, persentase dan sebagainya).Tingkatan atribut dalam
desain eksperimental biasanya bersifat 'ortogonal', yaitu untuk memastikan bahwa
atribut disajikan kepada responden bervariasi secara independen dari satu sama lain.
Hasilnya adalah bahwa efek dari setiap tingkat atribut pada respon lebih mudah
diisolasi. Hal ini untuk menghindari 'multi-kolinearitas' antara atribut, yang
merupakan masalah umum dengan data RP.
3. METODOLOGI PENELITIAN
Pada umumnya perjalanan menuju bandara merupakan perjalanan sesekali (occasional
trip). Sehingga dalam melakukan perjalanan tersebut, penentuan pemilihan moda
transportasi ke bandara biasanya didasarkan pada utilitas (nilai guna) moda transportasi
yang ditawarkan. Konsep ini dapat diterapkan untuk penentuan nilai ATP-WTP kereta api
bandara, yaitu dengan pendekatan analisis pemilihan diskrit (discrete choice analysis).
Nilai ATP-WTP ditentukan berdasarkan nilai probabilitas pemilihan moda yang ditinjau.
Dalam pemilihan moda transportasi, pengambil keputusan (konsumen) cenderung
memaksimalkan utilitas suatu pilihan. Sehingga alternatif moda yang mempunyai utilitas
yang tertinggi memiliki peluang besar untuk dipilih.
Pemilihan moda transportasi dapat dipengaruhi oleh variabel atribut perjalanan dan
pelayanan dari setiap alternatif moda serta kondisi sosial ekonomi. Dengan asumsi bahwa
pemilihan moda angkutan umum penumpang yang akan digunakan oleh pelaku perjalanan
merupakan keputusan individu maka penelitian ini dilakukan pendekatan pada
leveldisaggregate.Pengumpulan data penelitian ini meliputi dua jenis data, yaitu data
sekunder dan data primer. Data sekunder dan primer yang telah didapatkan kemudian
diolah agar dapat digunakan sebagai data masukan dalam proses analisis selanjutnya.
A. Data Pertama
Pemodelan pemilihan moda untuk data pertama menggunakan skenario dengan atribut
tarif, waktu tempuh, toleransi keterlambatan, tingkat pelayanan (service) dan waktu antara
(headway). Nilai ATP-WTP penumpang untuk data pertama ini dianalisis menggunakan
model logit-binomial-selisih dan model logit-binomial-nisbah. Gambar berikut ini
menampilkan diagram WTP untuk setiap modelnya.
Rp. 200.000
Rp. 150.000
Tarif Taksi = Rp. 130.000
Rp. 200.000
Rp. 150.000
Tarif Taksi = Rp. 130.000
B. Data Kedua
Pemodelan pemilihan moda untuk data kedua menggunakan skenario dengan atribut tarif,
waktu tempuh, toleransi keterlambatan, tingkat pelayanan (service) dan waktu antara
(headway). Nilai ATP-WTP penumpang untuk data pertama ini dianalisis menggunakan
model logit-binomial-selisih dan model logit-binomial-nisbah. Gambar berikut ini
menampilkan diagram WTP untuk setiap modelnya.
Rp. 200.000
Rp. 150.000
WTP(Taksi)= Rp. 133.397 Tarif Taksi = Rp. 130.000
Rp. 50.000
Tarif Bus Damri = Rp. 40.000
Rp. 200.000
Rp. 150.000
Tarif Taksi = Rp. 130.000
Rp. 200.000
Rp. 150.000
Tarif Taksi = Rp. 130.000
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kajian Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP) untuk Kereta
Api Bandara Internasional Soekarno-Hatta, maka dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pada analisis nilai ATP-WTP penumpang keberangkatan dapat diketahui bahwa nilai
WTP pengguna Bus Damri lebih kecil daripada nilai WTP pengguna taksi dan mobil.
Hal ini berarti pengguna moda bus Damri memiliki kesediaan membayar tarif KA
Bandara yang lebih rendah daripada pengguna moda taksi dan mobil.
2. Sedangkan untuk analisis nilai ATP-WTP penumpang kedatangan, dapat diketahui
bahwa nilai WTP pengguna Bus Damri juga lebih kecil daripada nilai WTP pengguna
taksi dan mobil. Hal ini berarti pengguna moda bus Damri memiliki kesediaan
membayar tarif KA Bandara yang lebih rendah daripada pengguna moda taksi dan
mobil.
3. Jika dibandingkan nilai WTP antara penumpang keberangkatan dan kedatangan,
diketahui bahwa nilai WTP penumpang keberangkatan lebih besar daripada
penumpang kedatangan. Perbedaan nilai tersebut menunjukkan penumpang
keberangkatan lebih membutuhkan kepastian waktu yang diberikan KA Bandara untuk
menuju bandara sehingga mereka bersedia membayar lebih.
4. Dari dua (2) data set yang dianalisis pada penumpang keberangkatan, terlihat bahwa
rentang nilai WTP dari hasil analisis kedua data adalah berbeda. Dapat disimpulkan
bahwa nilai WTP dipengaruhi oleh atribut yang ditinjau. Perbedaan atribut yang
ditinjau dapat memberikan nilai WTP yang berbeda.
5. Pada analisis nilai ATP-WTP berdasarkan karakteristik tujuan perjalanan responden,
dapat diketahui responden bisnis mempunyai nilai WTP yang lebih besar daripada
responden non-bisnis. Hal ini dapat dikarenakan biaya perjalanan responden bisnis
biasanya ditanggung oleh perusahaan/instansi tempat responden bekerja. Sehingga,
responden bisnis cenderung mempertimbangkan kepastian waktu dan kecepatan
perjalanan yang diberikan KA Bandara untuk menuju bandara.
6. Dari grafik sensitivitas atribut tarif dapat diketahui kemiringan garis menunjukkan
arah negatif, yaitu menyatakan bahwa semakin besar tarif (KA Bandara – Moda
Eksisting) maka akan semakin memperkecil probabilitas memilih kereta api bandara.
7. Berdasarkan hasil analisis elastisitas, untuk ketiga model pemilihan moda diketahui
bahwa atribut yang paling sensitif mempengaruhi probabilitas pemilihan moda adalah
atribut tarif.
8. Jika tarif KA Bandara ditetapkan berdasarkan indikasi tarif KA Bandara (Rp. 75.000 –
100.000) maka nilai WTP yang berada dibawah indikasi tarif tersebut memerlukan
subsidi untuk mencapai probabilitas 50% KA Bandara.
6. DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta (2013), Jakarta Dalam Angka 2013, Badan
Pusat Statistik: DKI Jakarta.
Ben-Akiva, M. and Steven R. Lerman (1985), Discrete Choice Analysis : Theory and
Application To Travel Demand, Cambridge, MA:MIT Press.
Breidert, Christoph (2005). Estimation of Willingness-to-Pay, Gabler Edition
Wissenschaft.
Breidert C., Hahsler M., Reutterer T. (2006), A Review of Methods For Measuring
Willingness-to-Pay, Preprint to appear in Innovative Marketing.
Center for Internaional Economics (2001), Review of Willingness to Pay Methodologies,
Canberra & Sydney.
Hensher, David A., and Lester W.J. (1981), Applied Discrete-Choice Modelling, Halsted
Press, John Wiley & Sons, Inc, New York.
Joewono, Tri Basuki (2009), Exploring the Willingness and Ability to Pay for Paratransit
in Bandung, Indonesia, Journal of Public Transportation, Vol. 12, No.2.
Kanafani, A. (1983), Transportation Demand Analysis, McGraw-Hill, New Yok, USA.
Kementerian Perhubungan Republik Indonesia (2011), Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 9 Tahun 2011 Tentang Standar Pelayanan Minimum Untuk
Angkutan Orang Dengan Kereta Api, Sekretariat Negara: Jakarta.
Mukti, Elsa Tri (2001), Kompetisi Pemilihan Moda Angkutan Penumpang Antar Kota
Antara Moda Kereta Api dan Bus : Studi Kasus Rute Bandung – Jakarta, Tesis
Magister, Rekayasa Transportasi, Institut Teknologi Bandung.
Novirani, Dwi (2007), Kajian Tarif Terhadap Vehicle Operation Cost serta Willingness to
Pay Penumpang, Tesis Magister, Rekayasa Transportasi, Institut Teknologi Bandung.
Ortuzar, J.D and Willumsen, L.G. (1994), Modelling Transport, Fourth Edition, Jonh
Wiley & Sons.
Permain, D. and Swanson, J. (1991), Stated Preference Techniques : A Guide to Practice,
Steer Davies Gleave and Haque Consulting Group, London.
Republik Indonesia (2007), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian, Sekretariat Negara.
Tamin, Ofyar Z., Rahman, H., Kusumawati, A., Munandar, AR., Setiadji, BH. (1999),
Evaluasi Tarif Angkutan Umum dan Analisis ‘Ability to Pay’ (ATP) dan ‘Willingnes
to Pay’ (WTP) di DKI Jakarta, Jurnal Transportasi, Vol. 1 No. 2.
Tamin, Ofyar Z. (2009), Perencanaan, Pemodelan, & Rekayasa Transportasi: Teori,
Contoh Soal, dan Aplikasi, Penerbit ITB.
SANKO, Nobuhiro (2001), Guidelines for Stated Preference Experiment Design.
Warpani, Suwardjoko P. (2002), Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Penerbit
ITB.
Website : www.keretaekspressoetta.com (diakses April 2015)