Oleh :
Nita Rahayu, SKM, M.Sc
Sri Sulasmi, S.Si
Yuniarti Suryatinah, S.Farm, Apt
i
HALAMAN JUDUL
JUDUL PENELITIAN:
PENGUSUL:
1. Nama : NITA RAHAYU, SKM, M.Sc
2. Jabatan Fungsional : Peneliti
3. Instansi : Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu
4. Alamat Kantor : Jl. Loka Litbang, Kaw. Perkantoran
Pemda Tanah Bumbu
Ds. Gunung Tinggi Kec. Batulicin
Kab. Tanah Bumbu 72171
5. Telepon/Faks kantor : 0518 – 6076049
6. Alamat Email : nita.rahayu@yahoo.co.id;
ii
SUSUNAN TIM PENELITI
iii
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG TANAH BUMBU
Jalan Loka Litbang, Kawasan Perkantoran Pemda Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Kotak Pos 666
Telepon : (0518) 6076049, Faksimile : (0518) 6076049
Surat Elektronik : lokatanbu@litbang.depkes.go.id, Laman (Website) : http://www.bp4b2tanahbumbu.litbang.depkes.go.id
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PERTAMA : Menunjuk tim peneliti pada penelitian “Efektivitas aplikasi kelambu berinsektisida
(LLIN) dalam program pengendalian vector daerah endemis malaria di Kabupaten
Tanah Bumbu Prov. Kalsel”, sebagaimana terlampir.
KETIGA : Kepada tim yang ditunjuk diberikan honorarium sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
iv
KEEMPAT : Anggaran tim peneliti pada penelitian “Efektivitas aplikasi kelambu berinsektisida
(LLIN) dalam program pengendalian vector daerah endemis malaria di Kabupaten
Tanah Bumbu Prov. Kalsel”, ditransfer melalui rekening a.n. Bendahara
Pengeluaran Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu Kalimantan Selatan No. Rek. 031-
00-0651052-6 Bank Mandiri Cabang Batulicin.
KELIMA : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diadakan perubahan sebagaimana
mestinya.
v
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG TANAH BUMBU
Jalan Lokalitbang, Kawasan Perkantoran Pemda Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Kotak Pos 666
Telepon : (0518) 6076049, Faksimile : (0518) 6076049
Surat Elektronik : lokatanbu@litbang.depkes.go.id, Laman (Website) : http://www.bp4b2tanahbumbu.litbang.depkes.g
Mengetahui,
Kepala Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu,
vi
KEMENTERIAN KESEHATAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG TANAH BUMBU
KALIMANTAN SELATAN
Persetujuan Pelaksanaan Penelitian ini diberikan atas dasar ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam pasal-pasal di bawah ini:
BAB 1
IKHTISAR
BAB ll
BIAYA
1. Biaya yang disediakan untuk kegiatan ini dibebankan pada anggaran DIPA Balai Litbang
P2B2 Tanah Bumbu Tahun Anggaran 2016 sebesar Rp. 156.566.000,- (Seratus Lima
Puluh Enam Juta Lima Ratus Enam Puluh Enam Ribu Rupiah) dan merupakan biaya
maksimum yang tidak boleh dilampaui.
vii
2. Biaya tersebut dirinci sebagai berikut :
BAB III
PELAKSANAAN
BAB IV
PENGAWASAN
1. Pengawasan terhadap pelaksanaan penelitian ini dilakukan oleh Kepala Balai Litbang
P2B2 Tanah Bumbu.
2. Pengawasan dapat dilakukan sewaktu-waktu dan Penanggung Jawab Kegiatan wajib
memberikan keterangan-keterangan yang diminta.
3. Apabila dipandang perlu Kepala Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu dapat melakukan atau
menunjuk pejabat lain untuk melakukan pengawasan.
BAB V
PELAPORAN
viii
3. Penanggung Jawab Kegiatan wajib membuat laporan akhir hasil penelitian sebanyak 5
(lima) eksemplar yang terdiri dari :
- Laporan Administrasi
- Laporan Hasil Penelitian
- Abstrak Penelitian dan Executive Summary
- Raw data
- Naskah Publikasi
BAB VI
PERSYARATAN LAIN
1. Segala penemuan dan hasil penelitian ini menjadi milik Badan Penelitian dan
Pengembangan Kseshatan (Balitbangkes).
2. Hasil penelitian ini harus diterbitkan di dalam Jurnal, Majalah, atau Buletin di
Lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes). Apabila
naskah ilmiah hendak diajukan ke majalah atau di dalam suatu pertemuan ilmiah supaya
terlebih dahulu dimintakan persetujuan dari atasan yang berwenang.
3. Apabila seorang peneliti menerbitkan hasil penelitian milik Badan Litbangkes Kemkes RI
di luar lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) tanpa
seizin atasan yang berwenang, maka kepada yang bersangkutan :
a. Akan diberikan teguran tertulis.
b. Akan dipertimbangkan kesalahan yang diperbuat apabila ia mengajukan usulan
penelitian tahun berikutnya.
c. Akan dipertimbangkan kesalahan yang diperbuat apabila ia mengajukan penambahan
angka kredit dari hasil penelitian tersebut.
4. Apabila seorang peneliti membawakan hasil penelitian yang belum mendapatkan
pengesahan atasan yang berwenang di dalam suatu pertemuan yang bersifat umum, maka
kepada yang bersangkutan :
a. Akan diberikan teguran tertulis.
b. Akan dipertimbangkan kesalahan yang diperbuat apabila ia mengajukan usulan
penelitian tahun berikutnya.
c. Akan dipertimbangkan kesalahan yang diperbuat apabila ia mengajukan penambahan
angka kredit dari hasil penelitian tersebut.
ix
BAB VII
SANKSI
1. Uang muka tidak akan diberikan apabila Penanggung Jawab Kegiatan belum
menyelesaikan dan menyerahkan protokol penelitian.
2. Apabila laporan triwulan tidak masuk pada waktunya maka tidak akan diberikan uang
muka berikutnya sebelum laporan dimaksud dapat diselesaikan.
3. Selama Penanggung Jawab Kegiatan belum menyelesaikan laporan akhir, maka ia tidak
akan dipertimbangkan menjadi Penanggung Jawab Kegiatan Penelitian lainnya.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Apabila penyelesaian Kegiatan ini tidak dapat dilaksanakan pada waktunya karena sesuatu
hal yang berada di luar kekuasaan Penanggung Jawab Kegiatan, ketua pelaksana penelitian
dapat mengusulkan kepada Kepala Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu kemungkinan
perpanjangannya.
x
PERSETUJUAN ETIK
xi
xii
PERSETUJUAN ATASAN LANGSUNG
Mengetahui,
xiii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga Laporan Akhir Penelitian “Efektivitas Aplikasi Kelambu
Berinsektisida (Long Lasting Insecticide net) dalam Program Pengendalian vector
daerah endemis malaria di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan”
ini dapat diselesaikan.
Data dan informasi hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi pemangku Program Kesehatan terkait kebijakan dan pengendalian Malaria di
Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimatan Selatan.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini terutama kepada instansi
terkait dalam penelitian ini dan sumber pembiayaan penelitian dibebankan pada
anggaran DIPA Balai Litbang Tahun anggaran 2016.
Kami menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan baik dari segi
materi maupun analisis serta pembahasannya, untuk itu saran dari semua pihak akan
menjadi masukan yang berharga bagi kami sebagai perbaikan ke depan.
Akhirnya kami berharap laporan akhir penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh
semua pihak terkait .
xiv
RINGKASAN PENELITIAN
xv
dengan budaya, kultur dan suku/etnis (faktor predisposisi)(Notoatmodjo,
2003).
Cara pemakaian dan pencucian kelambu yang tidak tepat dapat
menurunkan kadar insektisida di dalamnya, selain kurang efektif dalam
mengendalikan nyamuk vektor, juga dapat menimbulkan resistensi
nyamuk terhadap jenis bahan aktif insektisida dalam kelambu.
Blum (1974) menyatakan bahwa faktor yang memiliki pengaruh
paling besar terhadap kejadian malaria selain faktor perilaku adalah faktor
lingkungan. Faktor lingkungan meliputi kondisi yang berkaitan dengan
keberadaan vektor yang menularkan malaria serta bagaimana perilakunya.
Oleh karena itu perlu diketahui efektivitas pemakaian kelambu
berinsektisida terhadap nyamuk vektor malaria.
Malaria masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Jumlah
kasus malaria sangat berfluktuasi serta ada kecenderungan meningkat
setiap tahun. Program pengendalian dengan pembagian kelambu
berinsektisida telah dilaksanakan oleh Dinkes setempat dengan bantuan
GF. Akan tetapi efektivitas penggunaan kelambu berinsektisida oleh
masyarakat di daerah endemis malaria belum diketahui. Oleh karena itu,
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana efektivitas
aplikasi kelambu berinsektisida (LLIN) dalam program pengendalian
vektor daerah endemis malaria di Kalimantan Selatan.”
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas aplikasi
kelambu berinsektisida (LLIN) dalam program pengendalian vektor
daerah endemis malaria di Propinsi Kalimantan Selatan
Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten endemis malaria di
Provinsi Kalimantan Selatan, selama 9 bulan dari bulan Maret s/d
November 2016, penelitian ini menggunakan pendekatan desain potong
lintang (cross sectional). Populasi target ádalah seluruh penduduk yang
mendapat pembagian kelambu berinsektisida di wilayah endemis malaria
di Kabupaten Tanah Bumbu Propinsi kalimantan Selatan sebagai sampel
penelitian. Sampel adalah responden yang mendapat pembagian kelambu
berinsektisida dan mempunyai data lengkap yaitu berhasil diwawancarai
dan bersedia diambil darahnya untuk diperiksa parasit malaria. Dengan
xvi
kriteria inklusi :penduduk berumur 15-50 tahun, tidak sedang
hamil/menyusui, bersedia berpartisipasi dalam persyaratan umum yang
harus dipenuhi oleh subjek penelitian agar dapat diikutsertakan dalam
penelitian sehingga termasuk dalam kriteria pemilihan.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah perilaku penggunaan
kelambu berinsektisida termasuk penerimaan dan kemandirian
masyarakat. Variabel terikat penelitian adalah hasil bioassay test
kelambu, jumlah kasus malaria di wilayah kerja Kecamatan Mentewe
Kabupaten Tanah Bumbu Propinsi Kalimantan Selatan.
Metode análisis data menggunakan análisis univariat yang
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisis bivariat yaitu
metode statistik yang digunakan menganalisis dengan uji Chi-square
untuk mengetahui hubungan yang signifikan dan faktor yang
berkonstribusi terhadap penyebab.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil MBS di
Desa Mentewe dengan jumlah 100 sampel, didapatkan hasil positif
malaria sebanyak 7 sampel (7%) dengan jenis plasmodium vivax sebanyak 2
sampel (2%) dan 5 (5%) plasmodium falciparum.Hasil perilaku pemakaian
kelambu berinsektisida dari 100 responden diwawancarai menunjukkan
bahwa perilaku masyarakat dalam penggunaan kelambu berinsektisida
(LLIN), termasuk penerimaan dan kemandirian masyarakat, sebagian
besar (53%) responden menerima dan menggunakan dan kurang dari
setengahnya (47 %) menerima dan tidak digunakan, dan hasil uji bio
essay sebanyak 20 kelambu terdiri dari kelambu merek oliset sebanyak
10 buah dan kelambu permanent 10 buah dan kelambu control 2 buah
menunjukkan bahwa hanya 5 kelambu (merek olyset 3 kelambu dan 2
permanent) yg masih efektif membunuh nyamuk An. Aconitus, dengan
kematian 82,67- 100 %, sedangkan 15 kelambu lainnya menunjukkan
tidak lagi efektif untuk membunuh nyamuk An. Acunitus koloni
laboratorium.
Kesimpulan bahwa hasil MBS menunjukkan terjadi penurunan
kasus malaria setelah pemakaian kelambu berinsektisida (LLIN) pada
masyarakat dari 100 responden positif 7 responden , SPR 7 %. Kelambu
xvii
olyset masih efektif setelah digunakan selama 4 tahun dari tahun 2012,
sedangkan kelambu berisektisida permanent masih efektif setelah
digunakan selama 3 tahun dari tahun 2013. Sesuai dengan pernyataan
Subdit malaria Dirjen PP&PL Depkes 2007 bahwa efektifitas kelambu
berinsektisida bisa bertahan sampai 5 tahun pemakaian. Rekomendasi,
kepada para pekerja hutan untuk tetap memakai kelambu berinsektisida
yang telah dibagikan pada saat tidur malam hari, dan memakai repellent
untuk menghindar gigitan nyamuk anopheles serta mengkonsumsi obat
propilaksis pada saat turun ke lapangan/ hutan untuk bekerja.
xviii
ABSTRAK
Berbagai upaya penanggulangan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk telah banyak
dilakukan, satu diantaranya adalah penggunaan kelambu berinsektisida. Kelambu
berinsektisida adalah kelambu yang dilapisi anti nyamuk dan tidak berbahaya bagi
kesehatan, menurut WHO anti nyamuk tersebut tidak meracuni manusia dan
dinyatakan aman untuk dipakai. Penelitian bertujuan untuk mengetahui efektivitas
aplikasi kelambu berinsektisida (LLIN) dalam program pengendalian vektor daerah
endemis malaria di Kalimantan Selatan.
Metode penelitian ini adalah analitik menggunakan pendekatan desain potong
lintang. Jenis penelitian adalah kuantitatif dan quasi eksperimen melalui uji kontak
nyamuk Anopheles dan kelambu berinsektisida dilakukan uji di Laboratorium
B2P2VRP Salatiga. Populasi adalah seluruh penduduk mendapatkan pembagian
kelambu berinsektisida di Desa Mentewe, sedangkan sampel penelitian adalah
penduduk yang bersedia diambil darahnya,diwawancarai mewakili sebagai kasus
maupun kontrol, mendapat pembagian kelambu berinsektisida (merek olyset tahun
2012 maupun permanent tahun 2013). Penentuan sampel (perilaku pemakaian
kelambu berinsektisida dan Mass Blood Survei) sebanyak 100 responden
menggunakan purposive sampling dengan memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.
Hasil MBS di Desa Mentewe dengan jumlah 100 sampel, didapatkan hasil positif
malaria sebanyak 7 sampel (7%) dengan jenis plasmodium vivax sebanyak 2 sampel (2%)
dan 5 (5%) plasmodium falciparum, hasil perilaku pemakaian kelambu berinsektisida
menunjukkan bahwa sebagian besar (53%) responden menerima dan menggunakan
kelambu berinsektisida saat tidur dan kurang dari setengahnya (47 %) menerima dan
tidak digunakan. Hasil uji bio essay sebanyak 20 kelambu terdiri dari kelambu merek
oliset sebanyak 10 buah dan kelambu permanent 10 buah dan kelambu control 2
buah menunjukkan bahwa hanya 5 kelambu (merek olyset 3 kelambu dan 2
permanent) yg masih efektif membunuh nyamuk An. Aconitus, dengan kematian
82,67- 100 %, sedangkan 15 kelambu lainnya menunjukkan tidak lagi efektif untuk
membunuh nyamuk An. Acunitus koloni laboratorium.
Kesimpulan bahwa hasil MBS menunjukkan terjadi penurunan kasus malaria setelah
pemakaian kelambu berinsektisida (LLIN) pada masyarakat dari 100 responden
positif 7 responden , SPR 7 %. Kelambu olyset masih efektif setelah digunakan
selama 4 tahun dari tahun 2012, sedangkan kelambu berisektisida permanent masih
efektif setelah digunakan selama 3 tahun dari tahun 2013. Sesuai dengan pernyataan
Subdit malaria Dirjen PP&PL Depkes 2007 bahwa efektifitas kelambu berinsektisida
bisa bertahan sampai 5 tahun pemakaian. Rekomendasi, kepada para pekerja hutan
untuk tetap memakai kelambu berinsektisida yang telah dibagikan pada saat tidur
malam hari, dan memakai repellent untuk menghindar gigitan nyamuk anopheles
serta mengkonsumsi obat propilaksis pada saat turun ke lapangan/ hutan untuk
bekerja.
xix
ABSTRACT
Various efforts to control mosquito-borne diseases have been done, one of which is the use
of insecticide-treated nets. Insecticide-treated nets are mosquito nets coated with anti-
mosquito and is not harmful to health, according to WHO anti mosquito does not poison
people and declared safe to use. The study aims to determine the effectiveness of the
application of insecticide-treated nets (LLIN) in vector control programs in malaria endemic
areas of South Kalimantan.
This research method is analytic using cross sectional design approach. This type of
research is quantitative and quasi-experimental through contact testing of the Anopheles
mosquito and insecticide-treated nets to test in the laboratory B2P2VRP Salatiga. The
population is the entire population distribution of insecticide-treated nets to get at the
Village Mentewe, while the sample is a population that is willing to have blood drawn,
interviewed represented as cases and controls, the division received insecticide-treated nets
(brand olyset in 2012 and permanently in 2013). Determination of the sample (usage
behavior insecticide-treated nets and Mass Blood Survey) of 100 respondents using
purposive sampling to meet the inclusion and exclusion criteria.
Results of MBS in the village Mentewe with 100 samples, showed positive malaria as much
as 7 samples (7%) with the type of plasmodium vivax as much as 2 samples (2%) and 5 (5%)
of plasmodium falciparum, the result of the behavior of the use of insecticide-treated nets
showed that most (53%) of respondents receive and use insecticide-treated nets while
sleeping, and less than half (47%) received and not used. Bio essay test results as much as
20 nets consist of netting brand oliset as many as 10 pieces and 10 pieces of mosquito nets
and mosquito nets permanent control 2 pieces shows that only 5 mosquito net (brand olyset 3
mosquito nets and 2 permanent) that they effectively kill mosquitoes An. Aconitus, with the
death of 82,67- 100%, while netting 15 more shows are no longer effective to kill mosquitoes
An. Acunitus laboratory colony.
MBS conclusion that the results show a decline in malaria cases after the use of insecticide-
treated nets (LLIN) in the community of 100 respondents positively 7 respondents, SPR 7%.
Valance olyset still effective after using it for 4 years from 2012, while still effective
permanent berisektisida netting after being used for three years from 2013. In accordance
with the statement of malaria Subdit Malaria Director General PP & PL 2007, that the
effectiveness of insecticide-treated nets can last up to 5 years of use. Recommendations to
the forest workers to continue applying the insecticide-treated nets have been distributed
during nighttime sleep, and wear repellent to avoid mosquito Anopheles and prophylactic
drugs on the way down to the field / woods to work.
xx
DAFTAR ISI
SK ............................................................................................................. v
PERSETUJUAN ETIK............................................................................................................ xi
ABSTRAK............................................................................................................................. xix
1. PENDAHULUAN .......................................................................................................... 22
xxi
2.13 Definisi Operasional ............................................................................................... 58
3 HASIL ............................................................................................................................ 61
8 LAMPIRAN ................................................................................................................... 83
xxii
DAFTAR TABEL
xxiii
DAFTAR GAMBAR
xxiv
DAFTAR LAMPIRAN
xxv
1. PENDAHULUAN
1.1 Masalah Penelitian
Malaria masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia,
terutama di luar Pulau Jawa dan Bali. Besar angka kasus baru malaria
tahun 2009-2010 di luar Jawa-Bali adalah 45,2‰ atau hampir 6 kali
angka kasus baru malaria di kawasan Jawa-Bali (7,6‰). Kondisi ini
disebabkan karena adanya vektor yang dapat menularkan malaria dan
resistensi obat serta insektisida yang digunakan dalam pengendalian
vektor. Oleh karena itu, malaria merupakan salah satu penyakit
menular yang menjadi sasaran prioritas komitmen global dalam
Millenium Development Goals (MDGs). Eliminasi malaria di
Indonesia dimulai sejak tahun 2004. Berbagai upaya aplikasi
pengendalian malaria dilakukan di berbagai daerah. Upaya tersebut
antara lain kelambu berinsektisida untuk penduduk berisiko,
penyemprotan rumah dengan insektisida (Indoor Residual Spray),
larvasida, surveillan penderita dan pengobatan yang tepat dengan
Artemisinin-based Combination Therapy (ACT) serta pengobatan
pencegahan pada ibu hamil. Upaya ini dilaksanakan dengan berbagai
sumber dana, baik dari pemerintah maupun non pemerintah seperti
The Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and
Malaria(GFATM)(Badan Litbangkes, 2010).
Global Fund pada tahun 2009 membagikan kelambu
berinsektisida ke 16 provinsi. Penggunaan kelambu berinsektisida
pada balita merupakan salah satu indikator malaria dalam MDGs.
Cakupan kelambu di Indonesia merupakan 3 terendah di Negara
SEARO(Laihad dkk., 2011). Pemakaian kelambu berinsektisida
dilaporkan dapat menurunkan prevalensi malaria dan parasitemia pada
balita di daerah endemis(Sharma et al., 2009).
Efektivitas kelambu berinsektisida yang dipercaya dapat
menurunkan prevalensi malaria dipengaruhi oleh perilaku masyarakat
dalam penggunaannya, seperti cara memasang dan mencuci kelambu.
Perilaku masyarakat ini dapat berbeda di setiap wilayah sehubungan
22
dengan budaya, kultur dan suku/etnis (faktor
predisposisi)(Notoatmodjo, 2003).
Tiap jenis (merk) kelambu mungkin memiliki aturan mencuci
yang berbeda. Kelambu berinsektisida yang beredar di pasaran adalah
Permanet®(deltametrin), Olyset®(permetrin), Interceptor®(α-
sipermetrin) dan NetProtect®(deltametrin).SumitomoChemical
Company, Jepang merekomendasikan bahwa Olyset® memerlukan
perlakuan pemanasan (heat assisted regeneration)setelah pencucian,
yaitu membungkus kelambu dengan kantung plastik dan menjemurnya
di bawah terik matahari untuk meningkatkan kembali aktivitas
biologik insektisida yang terkandung didalamnya (Sudarnika dkk.,
2008). Kelambu berinsektisida dapat dipakai hingga 3-4 tahun
(polyester) dan 4-5 tahun (polyethylene). Cara pemakaian dan
pencucian kelambu yang tidak tepat dapat menurunkan kadar
insektisida di dalamnya, selain kurang efektif dalam mengendalikan
nyamuk vektor, juga dapat menimbulkan resistensi nyamuk terhadap
jenis bahan aktif insektisida dalam kelambu.
Blum (1974) menyatakan bahwa faktor yang memiliki
pengaruh paling besar terhadap kejadian malaria selain faktor perilaku
adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan meliputi kondisi yang
berkaitan dengan keberadaan vektor yang menularkan malaria serta
bagaimana perilakunya. Oleh karena itu perlu diketahui efektivitas
pemakaian kelambu berinsektisida terhadap nyamuk vektor malaria.
24
1.5.1.2. Penyebab Malaria
Malaria disebabkan oleh Protozoa dari genus Plasmodium, pada
manusia Plasmodium terdiri dari empat spesies, yaitu Plasmodium
falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, dan Plasmodium
ovale. Plasmodium Falciparum merupakan penyebab infeksi berat bahkan
dapat menimbulkan kematian. Keempat spesies Plasmodium terdapat di
Indonesia, yaitu P.Falciparum yang menyebabkan malaria tropika, P.vivax
yang menyebabkan malaria tertiana, P.malariae yang menyebabkan
malaria quartana dan P. ovale yang menyebabkan malaria ovale.
Seorang dapat terinfeksi lebih dari satu jenis plasmodium yang
dikenal sebagai infeksi campuran atau majemuk (mixed infection). Pada
umumnya, paling banyak dijumpai dua jenis plasmodium, yaitu campuran
antara Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax atau Plasmodium
malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis plasmodium sekaligus,
meskipun hal ini jarang sekali terjadi. (Rampengan, 2010)
Siklus hidup parasit malaria, untuk kelangsungan hidupnya,
parasite malaria memerlukan dua macam siklus kehidupan, yaitu siklus
dalam tubuh manusia dan siklus dalam tubuh nyamuk.
a. Siklus Aseksual Dalam Tubuh Manusia
1) Siklus di luar sel darah merah
Siklus di luar sel darah merah atau eksoeritrositer ini
berlangsung dalam hati. Pada Plasmodium Vivax dan Plasmodium
ovale ada yang ditemukan dalam bentuk laten di dalam sel hati yang
disebut hipnosit. Hipnosit ini merupakan suatu fase dari siklus hidup
parasite yang nantinya dapat menyebabkan kumat/kambuh atau
rekurensi (long term relapse). Plasmodium Vivax dapat kambuh
berkali-kali bahkan sampai jangka waktu 3-4 tahun. Sedangkan untuk
Plasmodium ovale dapat kambuh sampai bertahun-tahun apabila
pegobatannya tidak dilakukan dengan baik.
2) Siklus dalam sel darah merah
Siklus hidup dalam sel darah merah/eritroser terbagi dalam :
a) Siklus sisigoni yang menimbulkan demam.
25
b) Siklus gametogoni yang menyebabkan seseorang menjadi
sumber penularan penyakit bagi nyamuk vektor malaria. Kumat pada
Plasmodium falciparum disebut rekrudensi (short term relapse),
karena siklus di dalam sel darah merah masih berlangsung sebagai
akibat pengobatan yang tidak teratur.
26
2). Nyamuk (Host definitive)
Nyamuk anopheles betina menggigit antara waktu senja dan
subuh, dengan jumlah yang berbeda-beda sesuai dengan spesiesnya.
Berdasarkan kebiasaan menggigit dan istirahat nyamuk Anopheles dapat
dikelompokan sebagai berikut :
- Endofil : Suka tinggal dirumah
- Eksofil : Suka tinggal diluar rumah
- Endofogi : Mengigit di dalam rumah / bangunan
- Eksofogi : Mengigit di luar rumah / bangunan
- Zoofili : Suka mengigit binatang
Jarak terbang nyamuk anopheles adalah terbatas, biasanya tidak
lebih dari 2 – 3 Km dari tempat perindukan. Bila ada angin yang kuat,
nyamuk anopheles bisa terbawa sampai 30 Km. Nyamuk Anopheles juga
dapat terbawa pesawat terbang atau kapal laut dan menyebarkan penyakit
malaria ke daerah non endemis.
b. Agent (Penyebab penyakit)
Agent atau penyebab penyakit adalah semua unsur atau elemen
hidup atau tidak hidup dimana dalam kehadirannya bila diikuti dengan
kontak yang efektif dengan manusia yang rentan akan menjadi stimulasi
untuk memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Agent penyebab
penyakit malaria termasuk agent biologis yaitu protozoa.
c. Environment
1) Lingkungan Fisik
a) Suhu
Makin tinggi suhu udara semakin pendek masa inkubasi intrinsic,
dan sebaliknya semakin rendah suhu semakin panjang masa inkubasi
intrinsic dan akan mati pada suhu kurang dari 15 ºC, dimana pengaruh
suhu berbeda bagi setiap species.
b) Kelembaban
Kelembapan yang rendah memperpendek umur nyamuk serta
mempengaruhi kecepatan berkembang biak, kebiasan menggit, serta
istirahat dari nyamuk.
c) Hujan
27
Terdapat hubungan antara hujan dan perkembangan larva nyamuk
menjadi bentuk dewasa. Besar kecilnya pengaruh tergantung jenis hujan,
derasnya hujan serta jenis tempat perindukan dari nyamuk.
d) Angin
Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan matahari terbenam
yang merupakan saat terbangnya nyamuk dalam rumah dan keluar
rumah, adalah salah satu factor yang menentukan jumlah kontak antara
manusia dan nyamuk.
e) Sinar matahari
Pengaruh sinar matahari pada perubahan larva nyamuk berbeda-
beda misalnya anopheles hycarnus lebih senang tempat terbuka.
2) Lingkungan kimiawi
Lingkungan kimiawi yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar
garam dari tempat perindukan, sebagai contoh anopheles sundaicus tumbuh
dan berkembang dan baik pada air payau dengan kadar garam berkisar antara
12-18% dan tidak dapat berkembang biak pada kadar garam 40% ke atas.
3) Lingkungan Biologis
Tumbuhan bakau, lumut ganggang dan berbagai jenis tumbuhan lain
dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk karena dapat menghalangi sinar
matahari yang masuk atau melindungi dari serangan makhluk lain. Adanya
berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah, ikan gambusia,
ikan mujair, akan mempengaruhi populasi nyamuk disuatu daerah, selain itu
adanya ternak besar seperti sapid an kerbau dapat mengurangi gigitan nyamuk
pada manusia, apabila kandang ternak tersebut diletakan di luar rumah.
4) Lingkungan Sosial
Faktor lingkungan sosial kadang-kadang besar sekali pengaruhnya
disbanding dengan faktor lingkungan yang lain, seperti adanya kebiasaan
untuk berada di luar rumah sampai larut malam.
1.5.1.4. Manifestasi Klinis Penyakit Malaria
Malaria sebagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium
mempunyai gejala utama demam. Diduga terjadinya demam berhubungan
dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit/skizon). Akhir-akhir ini demam
28
dihubungkan dengan pengaruh GPI ( glycosyl phosphatidylinositol) atau
terbentuknya sitokin dan atau toksin lain. Pada beberapa penderita demam
tidak terjadi seperti di daerah hiperendemik, banyak orang dengan parasitemia
tanpa gejala. Gambaran karakteristik malaria ialah demam periodik , anemia
dan splenomegali. Berat ringan manifestasi malaria bergantung pada jenis
plasmodium yang menyebabkan infeksi sebagai berikut :
1. Plasmodium vivax merupakan infeksi yang paling sering dan
menyebabkan malaria tertiana/vivaks dengan demam tiap hari ke- 3.
2. Plasmodium falciparum, menimbulkan banyak komplikasi dan
mempunyai perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan
pengobatan dan menyebabkan malaria tropika / falciparum dengan demam tiap
24-48 jam.
3. Plasmodium malariae, jarang dan dapat menimbulkan banyak komplikasi
dan memnyebabkan malaria quartana / malariae dengan demam tiap hari ke
empat.
4. Plasmodium ovale, dijumpai di daerah afrika dan pasifik barat. Di
Indonesia dijumpai di Irian dan Nusa tenggara, memberikan infeksi yang
paling ringan dan sering sembuh spontan tanpa pengobatan, menyebabkan
malaria ovale.
5. Plasmodium knowlesi, dilaporkan pertama kali pada tahun 2004, di
daerah Serawak, Malaysia, juga ditemukan di Singapore, Thailand, Myanmar
serta Filipina. Bentuk plasmodium menyerupai Plasmodium malariae sehingga
sering dilaporkan sebagai malaria malariae.
1.5.1.5. Manifestasi umum malaria
a. Masa inkubasi
Masa inkubasi bervariasi pada setiap plasmodium. Plasmodium vivax
sub-spesies Plasmodium vivax multinucleatum (Cheson Strain), sering
dijumpai di Cina tengah, mempunyai masa inkubasi yang lebih panjang, 312-
323 hari dan sering relaps setelah infeksi primer. Masa inkubasi pada inokulasi
darah lebih pendek daripada infeksi sporozoit. Suntikan subkutan memberikan
masa inkubasi lebih panjang dibandingkan intra-muskular dan masa inkubasi
pada suntikan intravena paling pendek. Pada strain di daerah dingin inkubasi
lebih panjang. Inkubasi terpendek pernah dilaporkan di Afrika, yaitu tiga hari.
29
b. Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam. Keluhan
antara lain lesu, malaise, sakit kepala, sakit tulang belakang (punggung), nyeri
pada tulang atau otot, anoreksia, perut tak enak , diare ringan dan kadang-
kadang merasa dingin dipunggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada
Plasmodium vivax dan ovale, sedangkan pada Plasmodium falciparum dan
Plasmodium malariae keluhan prodromal tidak jelas bahkan gejala dapat
mendadak.
c. Gejala-gejala umum
Gejala klasik berupa “ Trias Malaria “ (Malaria paroxysm) secara berurutan.
1) Periode dingin
Mulai mengigil, kulit dingin dan kering, penderita sering membungkus
diri dengan selimut atau sarung dan saat menggigil seluruh tubuh sering
bergetar dan gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang
kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperatur.
2) Periode Panas
Muka mereh, kulit panas dan kering, nadi cepat, dan panas tubuh tetap
tinggi, sampai 4 C atau lebih, penederita membuka selimutn a, respirasi
meningkat, nyeri kepala, nyeri retro – orbital, muntah-muntah, dapat terjadi
syok (tekanan darah turun), dapat delirium sampai terjadi kejang (anak).
Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti
dengan keadaan berkeringat.
3) Periode berkeringat
Penderita berkeringat, mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai
basah, temperatu turun, penedrita merasa kelelahan dan sering tertidur. Jika
penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.
(Harijanto, 2010)
1.5.1.6. Cara penularan
Malaria ditularkan ke penderita dengan masuknya sporozoit plasmodium
melalui gigitan nyamuk betina Anhopheles yang spesiesnya dapat berbeda dari
satu daerah ke daerah lainnya. Terdapat lebih dari 15 spesies nyamuk Anhopheles
yang dilaporkan merupakan vektor malaria di Indonesia. Penularan malaria dapat
30
juga terjadi dengan masuknya parasit bentuk aseksual melalui transfusi darah,
suntikan atau melalui plasenta.
Malaria dapat ditularkan melalui dua cara, yaitu cara alamiah dan bukan
alamiah.
a. Penularan secara alamiah (natural infection), melalui gigitan nyamuk
anopheles. Nyamuk mengigit orang sakit malaria maka parasit akan ikut
terhisap bersama darah penderita malaria. Di dalam tubuh nyamuk parasit
akan berkembang dan bertambah banyak, kemudian nyamuk menggigit
orang sehat, maka melalui gigitan tersebut parasit ditularka ke orang lain.
b. Penularan bukan alamiah, dapat dibagi menurut cara penularannya, yaitu :
1) Malaria bawaan (congenital), disebabkan adanya kelainan pada sawar
plasenta sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada bayi
yang dikandungnya. Selain melalui plasenta , penularan terjadi melalui
tali pusat.
2) Penularan secara mekanik terjadi melalui transfusi darah atau jarum
suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para
pecandu obat bius yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril.
Infeksi malaria melalui transfusi hanya menghasilkan siklus eritrositer
karena tidak melalui sporozoit yang memerluka siklus hati sehingga
dapat diobati dengan mudah.
3) Penularan secara oral, pernah dibuktikan pada ayam (Plasmodium
gallinasium), burung dara (Plasmodium relection) dan monyet
(Plasmodium knowlesi) yang akhir-akhir ini dilaporkan menginfeksi
manusia.
1.5.1.7. Diagnosa Malaria
Diagnosa malaria dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium
(mikroskopis, tes diagnosis cepat) dan tanpa pemeriksaan laboratorium. Sampai
saat ini diagnosis pasti malaria berdasarkan ditemukannya parasit dalam sediaan
darah secara mikroskopik. Pada daerah yang tidak tersedia fasilitas dan tenaga
kesehatan untuk pemeriksaan laboratorium, maka diagnosis tanpa pemeriksaan
laboratorium dapat dilakukan. Kasus malaria yang didiagnosis hanya berdasarkan
gejala dan tanda klinis disebut kasus tersangka malaria atau malaria klinis
(Depkes RI, 2003).
31
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di
Puskesmas/Lapangan/Rumah sakit untuk menentukan :
1. Ada tidaknya parasit malaria (Positif/negatif)
2. Spesies dan stadium plasmodium
3. Kepadatan parasit malaria
Pada pemeriksaan sediaan darah untuk penderita tersangka malaria berat
perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut yaitu :
1. Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa
ulang setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut.
2. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-
turut tidak ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan (Depkes
RI, 2003).
Mekanisme kerja tes diagnostik berdasarkan deteksi antigen parasit
malaria, dengan menggunakan metode imunikromatografi, dalam bentuk dipstik.
Tes ini digunakan sebagai alternatif pemeriksaan mikroskopik malaria. Tes
tersebut digunakan untuk skrining tersangka penderita malaria berat di unit gawat
darurat, kejadian luar biasa, daerah terpencil dan pada waktu dilakukan dinamika
penularan untuk memperoleh hasil yang cepat. Disamping itu pemeriksaan
dengan mikroskopik tetap harus dilakukan untuk penilaian tindak lanjut
pengobatan (follow up).
1.5.1.8. Pengobatan Malaria
Pengobatan malaria menurut keperluannya dibagi menjadi pengobatan
pencegahan jika obat diberikan sebelum infeksi terjadi, pengobatan supresif jika
diberikan untuk mencegah timbulnya gejala klinis, pengobatan kuratif untuk
pengobatan infeksi yang sudah terjadi, terdiri dari serangan akut dan radikal, dan
pengobatan untuk mencegah transmisi atau penularan jika obat digunakan
terhadap gametosit dalam darah. Sedangkan dalam program pemberantasan
malaria (menurut tujuan) dikenal 3 cara pengobatan yaitu pengobatan presumtif
dengan pemberian skizontisida dosis tunggal untuk mengurangi gejala klinis
malaria dan mencegah penyebaran, pengobatan radikakal diberikan untuk malaria
yang menimbulkan relaps jangka panjang, dan pengobatan massal yang
digunakan pada setiap penduduk di daerah endemis malaria secara teratur. Saat
ini pengobatan massal hanya diberikan saat terjadi wabah.
32
Malaria tanpa komplikasi
Malaria tanpa komplikasi dapat diberikan obat anti malaria dengan rawat
jalan. Berdasarkan hasil penelitian, resistensi malaria vivaks terhadap klorokuin
ditemukan sangat tinggi di berbagai daerah di Indonesia sehingga Departemen
Kesehatan RI merekomendasikan pengobatan malaria vivaks sama dengan
malaria falciparum, yaitu dengan menggunakan kombinasi anti malaria yang
mengandung derivat artemisinin (Artemisinin based combination therapy-ACT).
Untuk daerah yang sudah ada resistensi terhadap obat malaria yang biasa
digunakan, saat ini WHO telah merekomendasikan penggunaan kombinasi anti
malaria terutama yang mengandung artemisinin. Obat-obat anti malaria
kombinasi yang direkomendasikan oleh WHO, antara lain:
a. Artemeter/lumefantrin (Co-artem)diberikan dengan dosis artemeter 2 mg/kg
BB 2 kali sehari selama 3 haridan lumefantrin 12 mg/kg BB 2 kali sehari
selama 3 hari. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet kombinasi 20 mg
artemeter + 120 mg lumefantrin.
b. Artesunat + amodikuin, dengan dosis artesunat 4 mg/kg BB/hari selama 3
hari dan amodikuin dosis standar 25 mg basa/kg BB selama 3 hari. Obat ini
tersedia dalam bentuk tablet terpisah artesunat 50mg/tablet dan amodikuin
basa 153 mg/tablet.
c. Artesunat + meflokuin, dengan dosis artesunat 4mg/kg BB/hari selama 3
hari dan meflokuin basa 15-25 mg/kg BB dosis tunggal atau dibagi dalam
dosis 2 – 3 kali.
d. Artesunat + sulfadoksin – pirimetamin, dengan dosis artesunat 4 mg/kg
BB/hari selama 3 hari dan sulfadoksin – perimetamin 25 mg/kg BB dosis
tunggal.
e. Dihidroartemisinin + piperakuin, dengan dosis dehidroartemisinin 6,4
mg/kg BB dan piperakuin 51,2 mg/kg BB dosis tunggal selama 3 hari.
f. Artesunat + klorokuin, dengan dosis artesunat 4 mg/kg BB/hari selama 3
hari dan klorokuin basa dosis standar 25 mg/kg BB selama 3 hari.
g. Artesunat + atovokuon – proguanil (Malaron) tablet film coated untuk anak
dosis dari artesunat 4 mg/kg BB/hari dan 62,5 mg atovakuon dan 25 mg
proguanil.
33
h. Artesunat + kloproguanil – dapson (Lapdop), dengan dosis artesunat 4
mg/kg BB/hari selama 3 hari dan kloroproguanil – dapson.
i. Artemisinin + piperakuin, dengan dosis artemisisnin 20 mg/kg BB 2 kali
sehari pada hari pertama, selanjutnya 1 kali sehari pada hari kedua dan
ketiga, dan piperakuin 51,2 mg/kg BB dosis tunggal selama 3 hari.
j. Artesunat + pironaridin, dengan dosis artesunat 4 mg/kg BB/hari selama 3
hari dan pironaridin.
k. Naftokuin + dehidroartemisinin, terdiri dari nafttokuin dan
dihidroartemisinin 6,4 mg/kg BB selama 3 hari.
Untuk daerah yang belum ada resistensi terhadap obat malaria yang biasa
digunakan atau obat-obat tersebut di atas belum tersedia, pengobatan malaria
adalah:
a. Klorokuin dosis standar (25 mg basa/kg BB) untuk 3 hari dan sulfadoksin
pirimetamin dosis tunggal (25 mg/1,25 mg/kg BB).
b. Sulfadoksin/pirimetamin dosis tunggal dan kina (10 mg garam/kg
BB/dosis) 3 kali sehari selama 7 hari.
c. Amodikuin dosis standar (25 mg/kg BB untuk 3 hari) dan sulfadoksin dosis
tunggal.
d. Kombinasi klorokuin dosis standar dan primakuin dosis harian tunggal
0,75 mg basa/kg BB tunggal untuk malaria falciparum atau 0,25 mg
basa/kg BB/hari selama 14 hari.
e. Klorokuin dosis standar dan doksisiklin (2 mg/kg BB/dosis) 2 kali sehari
selama 7 hari.
f. Kina (10 mg garam/kg BB/ dosis) 3 kali sehari selama 7 hari dan dosisiklin
(2 mg/kg BB/dosis) 2 kali sehari selama 7 hari.
g. Kina (10 mg gram/kg BB/dosis) 3 kali sehari selama 7 hari.
34
1.5.1.9. Pencegahan Malaria
a. Penggunaan Kelambu
dengan formula dan dosis yang tepat yang disemprotkan di dinding bagian
rumah tinggal dan pada perrmukaan lain dimana vektor Anopheles sering
d. Pengaturan Pakaian
35
1.5.2. Tinjauan Umum Tentang Kelambu Insektisida
Salah satu tindakan protektif terhadap nyamuk malaria yaitu
saat tidur malam. Kelambu merupakan alat yang telah digunakan sejak
dulu kala. Sesuai persyaratan bahwa kelambu yang baik memiliki jumlah
lubang per sentimeter antara 6 – 8 dengan diameter 1,2 – 1,5 mm. Ada dua
jenis kelambu yang sering digunakan oleh masyarakat yaitu kelambu yang
1. Jenis Kelambu
Menurut WHO (2007) , saat ini ada dua jenis kelambu berinsektisida, yaitu
pelapisan pada semi benang, atau pada kelambu yang sudah jadi dicelup
adalah satu paket bahan rang terdiri dari insektisida dan bahan perekat yang
36
b. Kelambu Berinsektisida Celup Ulang (KBCU) atau insecticide Treated Nets
setiap 6 bulan. Agar tetap efektif terhadap vektor, kelambu tersebut setelah
insektisidanya).
1) Ukuran kelambu
Kelambu untuk keluarga (suami, isteri, dan 1 anak umur kurang dari 2
tahun).
Lebar : 79 – 80 cm
2) Jenis bahan kelambu yang ada adalah katun, nilon, polyester dan
polyethylene.
terdapat 156 lubang dengan ukuran luas 1,2 – 2,0 min per lubang.
37
b. Dihitung jumlah lubang secara diagonal pada kelambu seluas i inchi
persegi, terdapat 25 – 26 lubang pada garis diagonal dan salah satu garis
datar, dengan menghitung dua kali terhadap lubang pada titik sudutnya.
2. Cara Pemakaian
berikut :
yang teduh dengan cara menggantungkan kelambu tersebut pada tali sampai
tiang tempat tidur atau pada paku di dinding. Pada saat tidur dalam kelambu,
kelambu.
hanya pada saat nyamuk mengganggu atau dianggap tidak ada nyamuk.
d) Kelambu dirawat dengan baik agar tidak cepat robek, maka pada siang
38
e) Jika kelambu berinsektisida sudah tidak efektif lagi, baik KBTL (setelah
3 tahun) atau KBCU (setelah 6-12 bulan) hubungi petugas puskesmas atau
39
1.6 TUJUAN DAN MANFAAT
40
2 METODE
41
2.2 Kerangka Konsep
42
2.4 Jenis Penelitian dan desain
Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh penduduk yang mendapatkan
pembagian kelambu berinsektisida oleh Dinkes Kabupaten di wilayah
endemis malaria dan nyamuk Anopheles di Propinsi Kalimantan Selatan
2.6.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah responden yang mendapat pembagian
kelambu berinsektisida oleh Dinkes Kabupaten endemis malaria, mewakili
sebagai kasus dan control sebanyak 100 responden.
43
⁄
n
Keterangan :
n = jumlah sampel
44
2.9 Variabel
45
a. Jumlah kelambu yang dibagikan setiap keluarga
b. Lama penggunaan kelambu oleh keluarga
c. Berapa kali pencucian selama penggunaan kelambu
d. Cara pencucian dan sabun yang digunakan (formula dan merk
dagang)
e. Penggunaan (setiap malam digunakan atau tidak)
f. Anggota keluarga yang menggunakan kelambu ketika tidur.
g. Penerimaan serta kemandirian masyarakat terhadap kelambu yang
dibagikan
46
f. Residu insektisida dikatakan efektif bila kematian nyamuk > 70%
g. Jika kematian nyamuk pada kontrol :
- < 5% : penelitian dapat dilanjutkan
- 5-20 % : dikoreksi dengan Formula Abbot
Formula Abbot:
Keterangan:
X : Persentase nyamuk mati setelah dikoreksi
a : Persentase nyamuk mati pada perlakuan
b : Persentase nyamuk mati pada kontrol
- > 20% : penelitian gagal (harus
diulang).
47
dan luar rumah (landing outdoor).Tiap sampel rumah dilakukan
penangkapan oleh dua orang (1 orang di dalam dan 1 orang di luar
rumah). Penangkapan dengan umpan badan dilakukan selama 40
menit per jam.
b. Penangkapan nyamuk istirahat di dalam rumah dan sekitar
kandang pada malam hari
Penangkapan dilakukan pada pukul 18.00-06.00. Tiap sampel
rumah dilakukan penangkapan nyamuk istirahat oleh 2 orang (1
orang di dalam rumah dan 1 orang di sekitar kandang kerbau atau
sapi). Penangkapan dilakukan 10 menit per jam.
c. Penangkapan nyamuk istirahat di pagi hari
Penangkapan dilakukan pada pukul 06.00-08.00. Penangkapan
nyamuk istirahat di dalam rumah atau bangunan lain, dilakukan
oleh 2 orang.Tiap orang melakukan penangkapan nyamuk di
dalam 8 buah rumah selama 15 menit. Penangkapan nyamuk
istirahat di habitat aslinya dilakukan 2 orang petugas.
Penangkapan dilakukan pada rerumputan/ vegetasi, tebing sungai,
saluran irigasi, selokan dan lain-lain. Penangkapan nyamuk
istirahat di dalam atau di sekitar kandang ternak, dilakukan oleh 1
orang penangkap nyamuk. Penangkapan dilakukan di beberapa
kandang di daerah penelitian, selama 15 menit/kandang. Nyamuk
yang tertangkap diidentifikasi spesiesnya.
48
(2). 5 l Mab capture (untuk Plasmodium vivax)
e). Homogen PBS dimasukkan dengan capture ke microplate
@ 50 l
f). Microplate ditutup dengan aluminium foil dan diamkan
selama 30 menit
g). Sisa capture yang ada di microplate dibuang
h). Blocking buffer ditambahkan ke dalam microplate @ 200
l
i). Tutup plate dengan aluminium foil dan diamkan selama 1
jam
j). Buang sisa BB dari microplate
k). Masukkan sampel nyamuk ke dalam microplate @ 50 l
l). Positif kontrol dimasukkan ke dalam sumuran A1. Negatif
control dimasukkan ke dalam sumuran B1 sampai H1 dan
sumuran yang tersisa diberi sampel
m). Tutup microplate dengan aluminium foil dan diamkan
selama 2 jam
n). Buang sisa larutan dari plate, cuci 3x dengan Plate Washer
o). Tambahkan Mab peroxidase (untuk P. falcifarum ataupun
P. vivax) ke dalam sumuran plate @ 50 l
p). Tutup microplate dengan aluminium foil dan diamkan
selama 1 jam
q). Buang sisa larutan dari microplate, cuci 3x dengan Plate
Washer
r). Tambahkan larutan substrat ke dalam sumuran microplate
@ 100 l
s). Tutup microplate dengan aluminium foil, diamkan selama
30-60 menit.
t). Baca hasilnya dengan plate reader
4) Mass Blood Survey (MBS)pada masyarakat
Dilakukan untuk mengetahui jumlah kasus malaria
(penduduk yang darahnya positif mengandung Plasmodium).
Pada MBS dibuat sediaan darah tebal dan tipis serta
49
pengecatan giemsa. Apabila hasil pemeriksaan positif, dilihat
macam spesies dan stadium dari Plasmodium tersebut. Sebagai
data sekunder diperlukan juga data dari Dinas Kesehatan dan
Puskesmas.
Cara kerja (Dirjen P2M & PLP, 1999):
A. Pembuatan sediaan darah
Pembuatan SD ini harus dilakukan secara berurutan
agar didapatkan hasil SD yang memenuhi syarat-syarat
teknis :
a. Jari manis/tengah tangan kiri pasien dipegang dan
dibersihkan dengan kapas beralkohol 70% sampai
bersih
b. Ujung jari agak di pinggir (kulit lebih tipis) ditusuk
dengan cepat dan perlu diperhatikan cara
mengurangi rasa sakit dan takut.Pada bayi umur 6 –
12 bulan, bagian yang akan ditusuk adalah ujung
jempol kaki dan bayi yang kurang dari 6 bulan
sebaiknya bagian yang ditusuk adalah tumit
kakinya.
c. Tetes darah pertama yang masih di ujung jari dilap
dengan kapas kering untuk menghilangkan sel
darah pembeku (trombosit) terdapat pada SD dan
agar SD terbebas dari alkohol.
d. Ujung jari ditekan sampai tetesan darah kedua yang
agak besar keluar. Kaca sediaan dari bungkus yang
sudah dirobek diambil. Darah ditempelkan pada
permukaan bawah kaca sediaan. Kaca Sediaan tidak
digosok-gosokkan pada kulit, sebab sel darah putih
dapat pecah dan granula-granulanya menyebar pada
SD.
e. Darah (2 – 3 tetes)ditempelkan pada kaca sediaan
sesuai dengan banyaknya darah yang keluar
50
f. Kaca sediaan yang sudah berisi darah diletakkan di
atas meja dan jari pasien dibersihkan dengan kapas
kering.
g. SD dapat segera dibuat sebelum darah menggumpal
:
- Dengan ujung Kaca Sediaan lain, 2 –3 tetes darah
itu diputar perlahan-lahan dan teratur mulai dari
luar ke dalam sehingga menyatu merupakan bulatan
dengan diameter 1 cm.
- Darah pada ujung Kaca Sediaan harus dibersihkan
agar tidak terjadi kontaminasi antar SD.
- Kaca sediaan yang dipakai memutar pembuatan SD
dapat dipakai untuk membuat SD lainnya.
- Diameter 1 cm tidak mutlak, sebab tujuan utama
adalah membuat ketebalan SD yang baik. Jadi
lebar diameter tergantung pada volume darah yang
terambil.
h. SD yang telah dibuat diletakkan di tempat yang
datar sampai darah kering sempurna oleh udara dan
dijaga dari gangguan debu dan lalat. Pengeringan
dapat dipercepat dengan bantuan kipas angin atau
lainnya.
B. Pewarnaan sediaan darah
Pewarnaan dilakukan secara massal.
a. Peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan untuk
pewarnaan perlu dipersiapkan.
b. Jumlah SD yang akan diwarnai secara masal dihitung
c. Menghitung kebutuhan volume (cc) larutan Giemsa 5 %
yang harus dibuat dengan ketentuan 1 cc larutan untuk satu
kaca sediaan (1 cc larutan dapat menutupi seluruh
permukaan kaca sediaan).
d. Kaca benda (slide) disusun satu persatu pada rak pewarnaan
atau tempat yang datar dan darah harus berada di bagian
51
atas. Kaca benda satu dengan lainnya tidak bersentuhan,
agar larutan giemsa tidak meleleh waktu dituangkan ke atas
kaca benda.
e. Membuat larutan Giemsa 5 % sebanyak yang
dibutuhkan.dan dilarutkan sampai homogen.
f. Mencatat waktu dimulainya pewarnaan atau pasang timer.
g. Meneteskan larutan Giemsa dengan pipet tetes pada SD satu
persatu secara teratur, dimulai dari satu arah dan berakhir
pada arah yang lain. Penetesan harus dilakukan cepat dan
larutan Giemsa harus menutupi seluruh permukaan darah.
h. Proses pewarnaan berlangsung selama 45 menit. Peralatan
dan bahan-bahan pewarnaan yang tidak diperlukan lagi
sudah dapat dibersihkan dan disimpan.
i. Sesudah 45 menit, satu persatu SD itu dapat dibilas dengan
cepat dimulai dari awal SD diwarnai.
j. Bila pembilasan sudah bersih, tegakkan Kaca Sediaan yang
ada SD nya itu di tempat yang bersih dan aman supaya
kering.
k. Bila semua SD sudah kering, SD dapat dibungkus supaya
tidak tercemar debu selama menunggu pemeriksaan.
52
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan kuesioner untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku
para pekerja hutan terhadap malaria dan observasi lapangan (survey
entomologi).
Cara pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terhadap
responden dengan menggunakan kuesioner. Wawancara dilakukan di lokasi
hutan tempat mereka bekerja/menginap di camp/tenda terbuka, secara
bergantian dan memerlukan waktu ± 10-15 menit per responden, kemudian
setelah wawancara selesai dilanjutkan dengan pengambilan sampel darah
jari yaitu (menggunakan SDJ, SDJ, RDT, dan RDT saja) untuk memeriksa
apakah positif malaria atau tidak. Untuk hasil pemeriksaan malaria akan
diberitahu esok hari oleh tim. Jika pada saat pengumpulan data di lokasi
hutan ada responden yang sedang mengalami gejala panas/ menggigil
selama ± 3 hari, atau gejala malaria, maka langsung dilakukan pemeriksaan
darah jari dengan menggunakan dipstick RDT dan jika positif malaria
langsung dirujuk ke puskesmas terdekat untuk mendapatkan pengobatan
sesuai standar WHO.8
53
dibersihkan dengan kapas beralkohol 70% dan dibiarkan kering sendiri.
Kemudian lanset steril ditusukan kedalam jari tersebut sedalam 3 mm.
Darah yang diambil adalah darah yang keluar dengan sendirinya untuk
kedua kalinya, sedang tetes darah yang pertama dihapus dengan kapas
kering. Tetesan darah pada ujung jari tersebut disentuhkan pada kaca
obyek, disebelah kiri dan sebelah kanan. Kaca obyek tersebut telah
diberi label nama, umur pasien dan tanggal pengambilan darah.
Kemudian kaca obyek tersebut diletakkan diatas meja menghadap
keatas. Selanjutnya kaca obyek yang lain, ditempelkan pada tetesan
darah pada salah satu sisi kaca obyek (kanan/kiri), kemudian tetesan
darah sebelah kiri dilebarkan berlawanan arah jarum jam sampai
diameter 1 cm untuk apusan darah tebal, dan untuk tetesan darah
sebelah kanan dibuat untuk apusan darah tipis.8
(b). Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah tepi oleh tenaga mikroskopis di laboratorium
untuk mengetahui keberadaan parasit malaria dalam darah. Pemeriksaan
ini menggunakan peralatan dan bahan seperti object glass, lancet steril,
kapas, alkohol 70%, buffer tablet, giemsa 5%, minyak emersi dan
compound microscop.8
- Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner
pengetahuan, sikap dan perilaku para pekerja hutan terhadap
kejadian malaria di daerah indemis malaria di wilayah kerja
puskesmas terpilih di Kabupaten Tanah Bumbu.
- Observasi lingkungan hutan untuk melihat apakah terdapat tempat
perindukan nyamuk, dengan cara pencidukan larva Anopheles dan
gambaran rona lingkungan ekosistem nyamuk vektor dan data
sekunder: Form data-data kasus malaria di puskesmas setempat.
- Cara Pengumpulan Data :
1). Survai Darah Jari ( SDJ dan RDT).
2). Survei pengetahuan, sikap dan perilaku para pekerja hutan
terhadap kejadian malaria dengan teknik wawancara
menggunakan kuesioner.
54
3). Survei Entomologi (penangkapan nyamuk dewasa dan
pencidukan larva) di lokasi pengambilan sampel.
2.11 Bahan dan Prosedur Kerja
Pelaksanaan Kegiatan :
a) Survei darah jari
Dilakukan untuk mengetahui adanya parasit malaria dengan
menggunakan 2 cara yaitu dengan SDJ dengan pemeriksaan
mikroskopis dan dengan menggunakan RDT.
b) Survei Entomologi dilakukan untuk melihat hubungan vektor
dengan parasit malaria yaitu (penularan, pencegahan, dan sumber
penularan), kegiatan antara lain:
55
Dilakukan penangkapan nyamuk sepanjang malam (all
night collection) untuk melihat fauna nyamuk, khususnya
vektor penyebab malaria di lokasi hutan (tenda/camp)
tersebut, kepadatan nyamuk berdasarkan jumlah nyamuk
yang tertangkap per orang per jam serta fluktuasi
kepadatan nyamuk yang menggigit orang di dalam
maupun di luar rumah per jam.8
Penangkapan nyamuk dilakukan di lokasi hutan tempat
para pekerja beristirahat/bermalam (tenda/camp/pondok)
dengan menggunakan cara landing collection technique.
Penangkapan nyamuk dengan umpan orang dilakukan
mulai pukul 18.00 sore s/d pukul 06.00 pagi yang
dilakukan oleh 6 orang kader penangkap nyamuk
(kolektor) di tiga buah tenda/camp/pondok di lokasi
hutan, yang masing-masing tenda/camp di lakukan
penangkapan nyamuk oleh dua penangkap, satu berada di
luar tenda/ camp (UOL) dan satunya lagi berada di dalam
tenda/camp/pondok (UOD). Setiap jam selama 45 menit
dilakukan penangkapan nyamuk dan 15 menit di gunakan
untuk menangkap nyamuk yang hinggap di dinding
dalam tenda/camp (IDR) dan luar (ILR) tenda/camp,
dengan menggunakan aspirator. Nyamuk yang tertangkap
diidentifikasi.8
Alasan menentukan kepadatan nyamuk, dihitung dengan
MHD (man haur density) yaitu jumlah penangkap
nyamuk di kali jumlah nyamuk per spesies di bagi jumlah
jam penangkapan di kali 100%.
Berdasarkan literature dari penelitian sebelumnya bahwa
vector malaria di Kalimantan Selatan khususnya
Kabupaten Tanah Bumbu adalah Anopheles
Balabacensis. Hasil dari penangkapan nyamuk yang
ditangkap diidentifikasi dan apabila spesies anopheles
yang ditangkap paling banyak itu adalah anopheles
56
balabacensis, maka kemungkinan besar nyamuk
anopheles sp tersebut masih di duga sebagai vector dan
dilakukan pembedahan ovary/abdomen untuk melihat
umur nyamuk dan pembedahan thorak/ kelenjar ludah
untuk melihat sporozoid .
Pencarian larva dilakukan pada siang hari di tempat-
tempat perkembangbiakan berupa sungai, sawah, kolam,
tambak dan mata air yang potensial di daerah penelitian
untuk mengetahui habitat pradewasa. Larva diambil
dengan menggunakan cidukan atau pipet, larva yang
tertangkap dikumpulkan dalam botol. Untuk kepadatan
larva dilakukan dengan cara pencidukan sesuai dengan
standar WHO. Semua larva yang tertangkap dibawa ke
laboratorium dan dikoloni.
57
gunakan uji kai- kuadrat (chi- square) dengan derajat kepercayaan
95%. Bila P value < 0,05 berarti hasil perhitungan statistik bermakna
(signifikan) dan bila nilai P value >0,05 berarti hasil perhitungan
statistik tidak bermakna.10
58
laporan terhadap benar; kurang
kecacingan, yang baik jika skor <
terdiri dari 10 15 menjawab
pertanyaan tentang benar.
kecacingan Dikatakan
pengetahuan
dan persepsi ttg
malaria baik
jika dapat
mengetahui
penyakit
malaria dan
persepsi ttg
malaria baik ,
cara
pengukuran
adalah dengan
wawancara
mendalam dan
kuisioner
Sikap Sikap adalah Cara Skala
perasaan disposisi, pengukuran pengukuran nominal
atau posisi, suka, dengan
tidak suka, setuju, wawancara
tak setuju terhadap pada responden.
penyait kecacingan, Untuk
yang terdiri dari 8 keperluan
pertanyaan. analisis
deskriptif hasil
tingkat sikap
dikategorikan
sebagai berikut
:
Baik jika
skor >= 10
menjawab
benar; kurang
baik jika skor <
10 menjawab
salah. Dengan
pedoman
jawaban:
59
dicatat pada waktu
sebelum pengambilan
SD.
Jenis Kelamin Jnis kelamin pada Skala
seseorang baik wanita pengukuran nominal
ataupun pria diukur
dengan wawancara
dn dicatat jenis
kelamin pada waktu
sebelum pengambilan
SD
Pekerjaan Pekerjaan adalah Skala
aktivitas yang pengukuran nominal
dilakukan secara
rutin dalam usaha
mencari nafkah, yang
diukur dengan
wawancara dan
dicatat pada waktu
sebelum pengambilan
SD.
Pekerja hutan Pekerja hutan adalah Wawancara Skala pengukuran
pekerja yang bekerja di dengan kuisioner nominal
hutan secara tradisional
(tidak direkrut oleh
perusahaan) baik sebagai
penebang kayu,
penambang emas,
penambang batubara dan
penyadap karet secara
rutin dalam usaha mencari
nafkah yang diukur
dengan wawancara dan
dicatat pada waktu
sebelum pengambilan SD.
Para pekerja ini sebagian
besar ada yang tidak
menginap dan ada yang
menginap di lokasi hutan
dengan alasan efisiensi
waktu atau karena jarak
yang relatif jauh dari
pemukiman, dan istirahat
di tenda/camp yang
terbuka dan berlangsung
secara terus menerus
selama kurang lebih 1 s/d
2 minggu di hutan dan
pulang ke rumah kurang
lebih 3 hari kemudian
pergi lagi ke hutan untuk
bekerja
60
3 HASIL
61
Kecamatan Simpang Empat, dengan jumlah penduduk 67.926 orang.
Sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah
Kecamatan Kuranji, dengan jumlah penduduk 7.533 orang. Perbandingan
penduduk laki-laki dan perempuan atau rasio jenis kelamin (sex ratio) di
Kabupaten Tanah Bumbu adalah sebesar 109 persen. Dari 10 kecamatan
yang ada di Kabupaten Tanah Bumbu semuannya memilik rasio jenis
kelamin diatas 100, dan rasio jenis kelamin tertinggi di Kecamatan
Mantewe yaitu 112 persen. Sedangkan Kecamatan Kusan Hilir memiliki
rasio jenis kelamin terendah yaitu 101,60 persen. Dari hasil SP 2010
diketahui laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Tanah Bumbu periode
2000-2010 adalah 3,74 persen per tahun. Kecamatan yang laju pertumbuhan
penduduknya tertinggi adalah Kecamatan Satui yakni 6,81 persen
sedangkan Kecamatan Mantewe laju pertumbuhan penduduknya terendah
yakni sebesar 0,39 persen.
62
Gambar 3.1-2 Kepadatan Penduduk Tanah Bumbu Menurut Kecamatan Tahun 2010
Gambar 3.1-3 Rasio Jenis Kelamin Penduduk Tanah Bumbu Menurut Kecamatan
Tahun 2015
63
Rasio jenis kelamin penduduk Tanah Bumbu adalah sebesar 109, yang
artinya jumlah penduduk laki-laki 9 persen lebih banyak dibandingkan jumlah
penduduk perempuan. Rasio jenis kelamin terbesar terdapat di Kecamatan
Mantewe yakni sebesar 112 dan terkecil terdapat di Kecamatan Kusan Hilir yakni
sebesar 102. Rasio jenis kelamin merupakan perbandingan jumlah penduduk laki-
laki dengan jumlah penduduk perempuan per 100 penduduk perempuan.
Gambar 3.1-4 Rasio Jenis Kelamin Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2015
64
Gambar 3.1-5 Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Tanah Bumbu pada periode Tahun 2000-
2010
65
3.2 Hasil Penilaian Efektifitas Penggunaan Kelambu Berinsektisida oleh
Masyarakat
Keterangan:
X : Persentase nyamuk mati setelah dikoreksi
a : Persentase nyamuk mati pada perlakuan
b : Persentase nyamuk mati pada kontrol
- > 20% : penelitian gagal (harus diulang).
66
3.3 Gambaran Aspek Parasitologi
Gambar 3.3-1 Mass Blood Survey dengan SDJ di Desa mentewe Wilayah Kerja
Puskesmas mentewe Kecamatan mentewe
Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2016
67
Smuber
muber
Gambar 3.3-2 Mass Blood Survey dengan RDT di Desa mentewe Wilayah
Kerja Puskesmas mentewe Kecamatan mentewe
Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2016
3.4 Gambaran Aspek Entomologi
3.4.1 Survey jentik
Survey pencarian larva di tempat perkembangbiakan nyamuk
ditemukan larva nyamuk anopheles dan nyamuk lainnya, seperti culex
disemua tempat. Walaupun ada beberapa tempat ditemukan larva yang
hanya pada instar II dan III seperti sungai dan parit. Sedangkan larva pada
instar IV hanya ditemukan pada tempat berkembangbiak nyamuk yaitu
sungai bekas galian emas yang keadaan airnya tidak mengalir. Tempat-
tempat tersebut sebagian ditemukan tanaman air dan makanan larva
seperti lumut dan tumbuhan sebagai tempat perlindungan larva nyamuk
tersebut.
Tanaman disekitar tempat berkembang biak larva tersebut yaitu
rumput dan semak-semak, untuk binatang pengganggu atau predator pada
tempat perindukan tersebut seperti, sungai galian emas adalah ikan
saluang. Jarak tempat berkembang biak nyamuk tersebut berkisar antara 5
m sampai dengan 15 m dari tempat tinggal para penambang emas
tradisional. Tanaman di sekitar tempat perkembangbiakan larva tersebut
adalah rumput dan semak-semak, sedangkan binatang pengganggu atau
predator seperti kecebong, udang kecil dan ikan kepala timah terdapat di
kolam, rawa-rawa, parit dan gubangan. pH air di tempat
perkembangbiakan rata-rata 7, sedangkan rawa-rawa dengan pH 6,5.
68
- Survei I di Desa Mentewe
Daerah pencidukan larva dilakukan di daerah tepian sungai dekat
pemukiman warga, sedangkan penangkapan nyamuk dilakukan
disekitar pemukiman warga yang terletak dekat dengan tambang emas
yang merupakan mata pencaharian penduduk setempat. Pemukiman
berjarak sekitar 3 jam perjalanan dari puskesmas dengan motor trail.
- Survei II di Desa Mentewe
Daerah pencidukan larva dilakukan di daerah tepian sungai dekat
pemukiman warga, sedangkan penangkapan nyamuk dilakukan
disekitar pemukiman warga yang terletak berkelompok-kelompok di
hutan dengan mata pencaharian penebang kayu. Pemukiman satu dan
yang lainnya berjarak sekitar 1-2 km dan dari puskesmas sekitar 4 jam
perjalanan dengan motor trail.
3.4.2 Pencidukan larva
- Survei I di Desa Mentewe
Tempat perindukan (breeding place) adalah di tepian sungai
berbatu dan larva yang ditemukan adalah genus Culex sp sebanyak
17 ekor dan Anopheles sp sebanyak 43 ekor.
69
Pencidukan larva
50
45 43
40
35
30
25
Pencidukan larva
20 17
15
10
5
0
Culex sp Anopleles sp
Pencidukan larva
70
59
60
50
40
Pencidukan larva
30
20
11
10
0
Culex sp Anopleles sp
70
Hasil pencidukan dari kedua lokasi survey dikolonisasi di
Laboratorium Entomologi Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu. Hasil
kolonisasi larva Anopheles sp adalah Anopheles maculatus yang merupakan
salah satu vector malaria di daerah jawa namun sejauh ini menurut hasil
penelitian Anopheles maculatus bukan merupakan vector malaria di
Kalimantan.
Pencegahan yang dilakukan untuk mencegah malaria di Desa
Mentewe berdasarkan hasil dari wawancara kepada responden dikatakan
bahwa belum ada pencegahan khusus dan hanya menggunakan obat anti
nyamuk bakar yang selalu dipakai pada malam hari. Tidur ada sebagian
yang memakai kelambu pembagian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tanah
Bumbu yaitu kelambu berinsektisida, belum ada IRS dan belum ada obat
profilaksis untuk mencegah malaria.
71
Penangkapan nyamuk di dua lokasi dilakukan selama 12 jam ( 18.00-
06.00 WITA) di sekitar pemukiman warga. Dari hasil penangkapan tidak
diperoleh nyamuk dewasa meskipun ditemukan larva Culex sp dan
Anopheles sp. Hal ini mungkin disebabkan karena minimnya tempat
perindukan pada musim kemarau dan selain itu kondisi daerah berangin
kencang dan terjadi kebakaran hutan.
Sumber penularan malaria di Desa Mentewe adalah terdapatnya bekas
galian tambang emas yang dibiarkan terbengkalai, pembukaan lahan baru
untuk dijadikan tempat lokasi /camp bagi para penebang kayu di hutan.
Berdasarkan literature dari penelitian sebelumnya bahwa vector
malaria di Kalimantan Selatan khususnya Kabupaten Tanah Bumbu adalah
Anopheles Balabacensis. Hasil dari penangkapan nyamuk yang ditangkap
diidentifikasi dan apabila spesies anopheles yang ditangkap paling banyak
itu adalah anopheles balabacensis, maka kemungkinan besar nyamuk
anopheles sp tersebut masih di duga sebagai vector dan dilakukan
pembedahan ovary/abdomen untuk melihat umur nyamuk dan pembedahan
thorak/ kelenjar ludah untuk melihat sporozoid .
Berdasarkan hasil uji elisa sircum pada nyamuk anopheles yang
didapatkan pada saat survei dilapangan, dilakukan pengujian di
laboratorium parasitology UGM Yokyakarta, didapatkan hasil negative
pada uji elisa sircum, hal ini dapat disimpulkan bahwa anopheles sp
tersebut yang didapatkan pada saat di lapangan tidak sebagai vector di
Kalimantan khususnya Kabupaten Tanah Bumbu. Dapat dilihat pada
gambar dibawah ini .
72
Gambar 3.44-3 Hasil uji Elisa Sircum nyamuk anopheles sp di Desa
mentewe Wilayah Kerja Puskesmas mentewe Kecamatan mentewe
Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2016
73
masyarakat, sebagian besar (53%) responden menerima dan menggunakan,
kurang dari setengahnya (47 %) menerima dan tidak menggunakan.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap 100 responden, didapatkan hasil
bahwa hampir seluruhnya (90%) responden memiliki kelambu berinsektisida,
kelambu responden diambil dan diganti dengan kelambu berinsektisida yang
baru dan sama merek oleh tim peneliti, seluruh responden (100%) pernah
mendengar tentang malaria, sebagian besar (59%) responden menggunakan
kelambu berinsektisida (kelambu pembagian) setiap malam untuk tidur (59%),
penerimaan dan kemandirian responden sebagian besar (53%) menerima dan
menggunakan kelambu berinsektisida, sebagian besar (62%) responden pernah
mencuci kelambu pembagian, sebagian besar (54%) responden mencuci
kelambu pembagian < dari 6 bulan sekali, Sebagian kecil (41%) responden
mencuci kelambu dengan cara direndam dengan air ditambah diterjen, dikucek
kemudian dibilas sampai kotoran hilang. Sebagian kecil (27%) responden
mencuci kelambu di sungai, dan sebagian kecil responden (43%) membuang
bekas air bilasan mencuci kelambu juga di buang ke sungai. Sebagian kecil
(44%) responden cara mengeringkan kelambu dengan dikeringkan tanpa terkena
sinar matahari langsung. Sebagaian besar (52%) kelambu berinsektisida
dibagikan pada tahun 2013. Rincian perilaku masyarakat kelambu
berinsektisida, dapat dilihat selengkapnya pada tabel dibawah ini.
3.5.1 Analisis Univariat
Dari hasil MBS sebanyak 100 sampel yang di RDT dan SDJ didapatkan
90 sampel kelambu dari responden yang diambil kelambunya untuk di tukar
dengan kelambu yang baru. Perilaku pemakaian kelambu berinsektisida oleh
masyarakat dilakukan di hutan/Camp yaitu lokasi tambang emas tradisional
dengan responden sebanyak 100 orang yang terdiri dari 52 (52%) laki-laki dan
48(48%) perempuan.
74
Tabel 3.5-1 Perilaku masyarakat terhadap pemakaian kelambu berinsektisida
diwilyah kerja Puskesmas mentewe Kecamatan mentewe
Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2016
Ata-ata 25 25
Bandara Luar 7 7
3 Di ambil kelambu berinsektisida Ya 90 90
oleh Tim Peneliti untuk diganti Tidak 10 10
yang baru
4 Apakah responden pernah Ya /kasus 50 50
menderita malaria Tidak/control 50 50
5 Apakah kelambu pembagian Ya 59 59
digunakan setiap malam untuk
Tidak 41 41
tidur
6 Bagaimana penerimaan dan Menerima dan di gunakan 53 53
kemandirian masyarakat terhadap Menerima dan tidak digunakan 47 47
kelambu yang dibagikan
7 Apakah kelambu pembagian Ya 62 62
pernah di cuci Tidak 38 38
8 Setiap berapa bulan sekali Di cuci <dari 6 bulan sekali 54 54
kelambu pembagian dicuci Di cuci > dari 6 bulan sekali 30 30
Tidak pernah dicuci 16 16
9 Bagaimana cara saudara mencuci Kelambu direndam dengan air ditambah 41 41
kelambu deterjen, dikucek kemudian di bilas sampai
kotoran hilang
Kelambu direndam dengan air tanpa deterjen, 32 32
dikucek kemudian di bilas sampai kotoran
hilang
Kelambu direndam dan di bilas dengan air 16 16
sampai kotoran hilang
Kelambu dicelup-celupkan ke dalam larutan 11 11
deterjen (1-2sdm deterjenditambahkan kedalam
5-10 liter air) sampai kotoran hilang tanpa
direndam terlebih dahulu dan tanpa dikucek
dan kemudian dibilas 3 kali.
10 Di mana lokasi biasa mencuci Kamar mandi 9 9
kelambu Sekitar sumur (tempat bilasan cuci baju) 21 21
Kolam ikan 32 32
Sungai 27 27
Lainnya 11 11
11 Kemana bekas air bilasan mencuci Sungai 43 43
kelambu pembagian dibuang Got/selokan/parit 26 26
Kolam 11 11
Comberan 8 8
Lubang galian di pekarangan 9 9
Lainnya 3 3
12 Setelah dicuci bagaimana cara Di keringkan di bawah sinar matahari langsung 32 32
mengeringkan kelambu Di keringkan tanpa terkena sinar matahari 44 44
langsung
Di keringkan tanpa digantung 21 21
Lainnya 3 3
13 Jenis malaria Plasmodium falciparum 5 5
Plasmodium vivax 2 2
Tidak malaria 93 93
14 Di ambil slide darah Ya 90 90
Tidak 10 10
15 Lokasi sampel di wilayah kerja Desa Mentewe km 58 34 34
Puskesmas Mentewe Kecamatan Bandara dalam (desa Gunung Rayakm 70) 34 34
Mentewe Ata-ata km 60 25 25
Bandara luar 7 7
16 Tahun kelambu di bagikan 2012 48 48
2013 52 52
75
3.5.2 Analisis Bivariat
Berdasarkan hasil analisis uji Chi Square seperti terlihat pada tabel 3.4-5
didapatkan nilai p value adalah 0,368 yang berarti lebih besar dari 0,05 maka
Ho diterima berarti bahwa tidak ada hubungan antara perilaku pemakaian
kelambu berinsektisida dengan kejadian malaria. Berdasarkan hasil analisis
Odd Rasio (OR) seperti terlihat pada tabel 3.4-5 menunjukkan bahwa
responden yang tidak memakai kelambu berinsektisida mempunyai risiko
terkena malaria 0,4 kali lebih besar, dibandingkan dengan responden yang
selalu memakai kelambu berinsektisida dan tidak bermakna secara statistik.
76
Berdasarkan hasil analisis uji Chi Square seperti terlihat pada tabel 3.4-6
didapatkan nilai p value adalah 0,311 yang berarti lebih besar dari 0,05 maka
Ho diterima berarti bahwa tidak ada hubungan antara perilaku penerimaan dan
kemandirian masyarakat terhadap kelambu yang dibagikan dengan kejadian
malaria. Berdasarkan hasil analisis Odd Rasio (OR) seperti terlihat pada tabel
3.4-6 menunjukkan bahwa perilaku penerimaan dan kemandirian responden
terhadap kelambu yang dibagikan, responden menerima dan tidak
menggunakan kelambu berinsektisida pada saat tidur malam hari kurang
mempunyai risiko terkena malaria 2,3 kali lebih besar, dibandingkan dengan
responden yang menerima dan menggunakan kelambu berinsektisida dan
tidak bermakna secara statistik.
Berdasarkan hasil analisis uji Chi Square seperti terlihat pada tabel 3.4-7
didapatkan nilai p value adalah 0,594 yang berarti lebih besar dari 0,05 maka
Ho diterima berarti bahwa tidak ada hubungan antara perilaku pencucian
kelambu berinsektisida dengan kejadian malaria. Berdasarkan hasil analisis
Odd Rasio (OR) seperti terlihat pada tabel 3.4-7 menunjukkan bahwa
seringnya mencuci kelambu berinsektisida mempunyai risiko terkena malaria
1,5 kali lebih besar, dibandingkan dengan kelambu yang tidak pernah di cuci
dan tidak bermakna secara statistik.
77
4 PEMBAHASAN
78
camp Rt 1 yang berbatasan langsung dengan Desa Gunung Raya. Hasil
wawancara dengan ibu dari balita tersebut, mereka tidak pernah pergi ke
mana–mana atau ikut ke hutan untuk mencari kayu dan mereka hanya tetap
tinggal di camp untuk menjaga anaknya.
Hasil dari wawancara kepada responden belum ada pencegahan khusus
dan hanya menggunakan kelambu pada saat tidur dan obat anti nyamuk bakar
yang selalu di pakai pada malam hari. Pembagian kelambu berinsektisida
sudah di pakai sejak di terima tahun 2012, belum ada IRS dan belum ada obat
profilaksis untuk mencegah malaria.
Sumber penularan malaria di Desa Mentewe adalah terdapatnya galian
tambang emas yang di biarkan terbengkalai, pembukaan lahan baru untuk
dijadikan tempat lokasi /camp mereka bagi para penebang kayu di hutan. Hasil
dari survey Entomologi di dapatkan tempat perindukan nyamuk vector malaria,
sedangkan untuk penangkapan nyamuk pada malam hari tidak ditemukan
nyamuk vector malaria, karena pada saat tersebut masih musim kemarau,
terjadinya pembakaran hutan dan angin yang sangat kencang, sehingga tidak
ditemukan nyamuk vector malaria.
Kegiatan yang sudah dilakukan oleh pengelola program malaria Dinas
Kesehatan Kabupaten Tanah Bumbu terkait dengan pengendalian vector apa
yang sudah di laksanakan untuk menurunkan kasus malaria di Kabupaten
Tanah Bumbu, antara lain : pembagian kelambu berinsektisida, penyemprotan
IRS setiap 6 bulan sekali dan pemberian pengobatan malaria.
Kegiatan pembagian kelambu berinsektisida yang dilaksanakan dengan
dua cara, yaitu Pembagian kelambu Massal dan kelambu integrasi. Untuk
daerah endemis malaria, khususnya Kecamatan Mentewe. Kegiatan yang
kedua adalah penyemprotan rumah (IRS) dilakukan secara rutin setiap 6 bulan
sekali. Kegiatan ini sudah dilakukan mulai dari tahun 2012 sampai sekarang.
Kegiatan ketiga adalah pemberian pengobatan malaria sudah di drop ke setiap
puskesmas di Kabupaten Tanah Bumbu. Pemberian pengobatan malaria
diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis dinyatakan positif
malaria. Khusus untuk wilayah kerja Puskesmas Mentewe bersamaan dengan
kegiatan penelitian ini juga dilaksanakan pembagian kelambu berinsektisida
bagi yang belum dapat kelambu dan kepada seluruh penduduk di daerah
79
endemis malaria terutama di Desa Mentewe oleh Pengelola Program Malaria
Puskesmas Mentewe dan Dinas Kesehatan Kabupaten Tanah Bumbu.
Hal ini sejalan dengan penelitian barodji, et all, yaitu rata-rata dari hasil
penilaian kelambu permanent yang telah digunakan penduduk di daerah
endemis malaria selama kurang atau lebih dari satu tahun baik yang belum
dicuci maupun yang pernah dicuci sudah tidak efektif untuk membunuh vektor
malaria An. aconitus. Daya bunuh kelambu permanent setelah digunakan
selama kurang lebih satu tahun baik kelambu yang belum pernah dicuci
maupun yang sudah pernah dicuci sudah tidak efektif lagi untuk membunuh
nyamuk malaria (An. aconitus) kematian nyamuk < 70%. Kelambu Permanet
baru yang dinilai di laboratorium efektif untuk membunuh 90,70% An.
aconitus hasil koloni di laboratorium.
5.1 Kesimpulan :
5.2 Saran :
Rekomendasi, kepada para pekerja hutan untuk tetap memakai kelambu
berinsektisida yang telah dibagikan pada saat tidur malam hari, dan
memakai repellent untuk menghindar gigitan nyamuk anopheles serta
mengkonsumsi obat propilaksis pada saat turun ke lapangan/ hutan untuk
bekerja.
81
epidemiologi penyakit dan pengendaliannya serta memberikan manfaat
terhadap pelaksanaan program penanggulangan malaria di wilayah
Kabupaten terkait.
7 DAFTAR KEPUSTAKAAN
82
8 LAMPIRAN
No Uraian Hal
L-1 Realisasi Anggaran 68
L-2 Naskah penjelasan untuk mendapatkan persetujuan subjek 69
L-3 Persetujuan setelah penjelasan 70
L-4 Kuesioner malaria 71
L-5 Jadwal kegiatan penelitian 77
L-6 Rincian Rencana Anggaran 78
L-7 Rekapitulasi biaya per triwulan 81
L-8 Biodata ketua pelaksana 82
L-9 Foto kegiatan 85
83
L-1
Realisasi Anggaran Penelitian Tahun 2016
84
L-2
NASKAH PENJELASAN UNTUK MENDAPATKAN PERSETUJUAN SUBJEK
KEUNTUNGAN
Dapat mengetahui besaran kasus malaria di kabupaten Tanah Bumbu, untuk melihat
efektifitas kelambu yang dibagikan terhadap kejadian malaria dan mengetahui perilaku
pemakaiaan kelambu berinsektisida terhadap malaria di Kabupaten Tanah Bumbu
Kalimantan Selatan .
PENGGANTIAN WAKTU WAWANCARA
Untuk mengganti waktu wawancara kami berikan bahan kontak (supenir ) per orang.
85
L-3
PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN *
(INFORMED CONSENT untuk wawancara)
Saya telah membaca atau dibacakan pada saya apa yang tertera di atas ini dan saya telah
diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan membicarakan proyek penelitian
ini dengan anggota tim penelitian. Saya memahami maksud, resiko, waktu dan prosedur
penelitian ini. Dengan membubuhkan tanda tangan saya di bawah ini, saya bersedia ikut
serta secara sukarela dalam penelitian ini. Bila saya inginkan, maka saya dapat
mengundurkan diri sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun
Nama responden* Tgl/bln/th Tanda tangan/cap
jempol diri sendiri
* Keterangan:
- Responden telah berusia ≥15 tahun
- Responden yang boleh menandatangani informed consent adalah mereka yang telah
berusia ≥15 tahun
- Bagi responden yang berusia kurang dari 15 tahun, informed consent ditandatangani
oleh wali yang syah.
** Diluar tim pengumpul data, bisa orang yang mempunyai hubungan keluarga, tetangga
atau Ketua RT.
86
L4
Kuisioner
Provinsi
Kabupaten/Kota*)
Kecamatan
Puskesmas
Desa/Kelurahan*)
Alamat
Nomor Rumah Tangga
Kondisi Geografis 1. Daerah pantai 2. Non Pantai
8.2 II. KETERANGAN RUMAH TANGGA (KELUARGA)
Nama kepala keluarga:
Banyaknya anggota keluarga:
Jumlah balita (umur di bawah 5 tahun):
Jumlah kelambu yg dimiliki
1. Ya 2. Tidak
a. Beli sendiri
Jika “2” ke 4.b Jumlah
1. Ya 2. Tidak
b. Pembagian (Berinsektisida)
Jika “2” ke Blok III Jumlah
8.3 III. KETERANGAN PENGUMPUL DATA
Nama Pengumpul Nama
4
Data: Supervisor:
Tgl. Pengumpulan Tgl.
data: 5 Pengecekan:
(tgl-bln-thn) -- (tgl-bln-thn) --
Tanda tangan Tanda tangan
6
Pengumpul Data Supervisor:
87
8.4 PERILAKU MASYARAKAT
8.5 1.A. DEMOGRAFI
1
Nama Responden :…………………………………………..
2 Nomor urut ART :
3 Pendidikan terakhir responden
1. Tidak sekolah 4. Tamat SLTP / sederajat
2. Tidak tamat SD 5. Tamat SLTA / sederajat
3. Tamat SD / sederajat 6. Tamat D3 / Perguruan Tinggi
4 Pekerjaan responden sehari-hari 5. Petani
1. Tidak bekerja 6. Nelayan
2. Masih Sekolah 7. Buruh
3. TNI / Polri / PNS 8. Ibu Rumah Tangga
4. Wiraswasta / Pedagang 9. Lainnya ( . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .)
8.6
8.7 2.B. PERILAKU
PERTANYAAN NO 1 DITUJUKAN KEPADA YANG MEMILIKI/MENGGUNAKAN KELAMBU
a. Jika kelambu belum terpasang secara permanen, kelambu tersebut dipasang terlebih dahulu dengan
mengikat tali kelambu keempat sudut pada paku/tiang/dll
b. Ujung bawah kelambu dilipatkan dibawah alas tempat (tidur kasur/tikar/karpet/dll), sehingga nyamuk tidak
dapat menerobos ke dalam.
c. Jika ada pintu kelambu, maka harus saling menutup
PERTANYAAN NO.2 S/D NO.8 DITUJUKAN KEPADA YANG MEMILIKI/MENGGUNAKAN KELAMBU PEMBAGIAN
88
5 Bagaimana cara Saudara mencuci kelambu:
1. Kelambu direndam dengan air, ditambah diterjen, dikucek kemudian dibilas, sampai kotoran hilang
2. Kelambu direndam dengan air, tanpa deterjen, dikucek kemudian dibilas, sampai kotoran hilang
3. Kelambu direndam dan dibilas dengan air, sampai kotoran hilang
4. Kelambu dicelup-celupkan kedalam larutan detergen (1-2 sdm detergen ditambahkan ke dalam 5 – 10 liter
air) sampai kotoran hilang, tanpa direndam terlebih dahulu dan tanpa dikucek, dan kemudian dibilas 3 kali
89
90
L-6 JADWAL KEGIATAN
91
L-6
RINCIAN RENCANA ANGGARAN
TOTAL : RP. 99.920.000
BELANJA BAHAN = 63.720.000
BELANJA PERJALANAN DINAS DALAM KOTA = 26.400.000
BELANJA BAHAN HONOR =1.500.000
92
L-7
REKAPITULASI BIAYA PER TRIWULAN
Rekapitulasi Biaya Per Tri Wulan
(Pencairan Dana)
URAIAN KEGIATAN
1. Persiapan
3.200.000
a. Rapat operasional teknis
penelitian intern tim peneliti
b. Perijinan di Balitbangda dan
sosialisasi di Dinkes Prov Kal-
Sel
c. Sosialisasi di Dinkes Kab lokasi
penelitian
2. Pelaksanaan
a. Pembelian bahan penelitian dan 4.085.000
operasional teknis penelitian
93
L-8
I. DATA PRIBADI
94
6. Pelatihan Pengelola Program malaria dan petugas Laboratorium Regional Kalimantan
Selatan tahun 2006
7. Pelatihan parasitologi dasar di Puslitbang Biomedis dan Farmasi Jakarta (Tahun
2006)
8. Pelatihan Laboratorium Demam Berdarah Dengue, Pusat Studi Bioteknologi tahun
2007
9. TOT Riskesdas 2007
10. Pelatihan Parasitologi parasitic pencernaan di Unit Parasitologi UGM Yogyakarta
(tahun 2008)
11. Pelatihan Entomologi di Laboratorium Loka Litbang P2B2 Tanah Bumbu, Tahun
2009
12. Pelatihan Pemeriksaan Parasitologi Intestinal , di Bagian Parasitologi UGM, tahun
2009
13. Pelatihan penulisan artikel ilmiah di Hotel Grand Permata Bogor (tahun 2010)
14. Pelatihan Entomologi Dasar , tahun 2010 di Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu
15. MOT Riskesdas di Bandung , tahun 2010
16. TOT Riskesdas di Solo , tahun 2010
17. TOT Ripaskes di Yokjakarta, tahun 2011
18. TOT Ristoja di Pontianak, tahun 2012
19. Pendidikan dan pelatihan Kepemimpinan Tk. IV di BBPK Jakarta, Cilandak tahun
2012
4. The Rish factors developenth intestinal infection for children elementary school in
Balangan city at Sout Kalimantan yeard 2010 (poster)
5. Faktor Yang Berhubungan Dengan Penularan Filariasis di Puskesmas Lasung Kec.
Kusan Hulu Kab. Tanah Bumbu Prop. Kalimantan Selatan tahun 2008 (Artikel)
Penulis Pertama
6. Faktor Risiko kejadian malaria di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan
Selatan (poster thn 2012)
96
L-9
FOTO-FOTO KEGIATAN
97
Gambar 4. Kegiatan Pengobatan Malaria.
98
Gambar 6. Penduduk Desa Mentewe.
99
Gambar 9. Slide SDJ
100
PERSETUJUAN ATASAN LANGSUNG
Mengetahui,
101