Anda di halaman 1dari 99

BAB I

PENDAHULUAN
1 RENSTRA

I. PENDAHULUAN
Sesuai dengan Undang – Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, bahwa Perencanaan Pembangunan Nasional
menghasilkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Pembangunan Tahunan.

RPJP yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasonal Tahun 2005 – 2025 terdiri dari 4 tahap pelaksanaan RPJMN.
Melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015, telah ditetapkan RPJMN Tahun 2015
– 2019 dengan tema “Memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan
menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis
Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia, Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas,
serta kemampuan Iptek”.

Untuk mendukung RPJMN tersebut, Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan


Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian ESDM
Tahun 2015 – 2019. Berpedoman pada Renstra Kementerian ESDM, Direktorat Jenderal
EBTKE menetapkan Rencana Strategis Direktorat Jenderal EBTKE yang berisi capaian
tahun 2011 – 2014, strategi dan kebijakan serta target kinerja Direktorat Jenderal
EBTKE Tahun 2015 – 2019.

1.1. KONDISI UMUM DAN CAPAIAN SUB SEKTOR EBTKE


1.1.1. Kondisi Umum dan Capaian Bidang Panas Bumi
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Pada RPJMN Tahun 2010 – 2014, ditargetkan kapasitas terpasang Pembangkit


Listrik Tenaga Panas Bumi pada akhir tahun 2014 mencapai 5.000 MW. Namun
demikian sampai dengan akhir tahun 2015, kapasitas terpasang PLTP hanya
mencapai 1.438,5 MW. Target RPJMN dinilai terlalu tinggi dan MESDM telah
menyampaikan surat resmi kepada BAPPENAS mengenai hal tersebut.
RENSTRA 2

Tabel 1.1
Target Pengembangan Panas Bumi RPJMN 2010 - 2014

Prioritas 8: Program Aksi di Bidang Energi


Energi Alternatif: Peningkatan pemanfaatan energi terbarukan termasuk energi
alternatif geothermal sehingga mencapai 2.000 MW pada 2012 dan 5.000 MW pada 2014
dimulainya produksi coal bed methane untuk membangkitkan listrik pada 2011 disertai
pemanfaatan potensi tenaga surya, mikrohidro, bioenergi dan nuklir secara bertahap

2010 2011 2012 2013 2014


NO SASARAN TARGET TARGET TARGET TARGET TARGET
RPJMN RPJMN RPJMN RPJMN RPJMN
KAPASITAS TERPASANG
1 1.261 1.419 2.260 3.000 5.795
PLTP (MW)

Grafik 1.1
Target dan Capaian Kapasitas Terpasang PLTP Tahun 2010 – 2014 (MW)

5.795

Kapasitas Terpasang

Target

3.000
2.260
1.261
1.189 1.419
1.226 1.341
1.346
1.403,5
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

2010
2011
2012
2013
2014

Capaian penting lainnya selama kurun waktu 5 tahun di bidang Panas Bumi
adalah sebagai berikut:
1. Penetapan 65 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang terdiri dari 19 WKP
Eksisting dan 46 WKP setelah UU No. 27 Tahun 2003 dan 2 WKP setelah
UU No. 21 Tahun 2014.
3 RENSTRA

NAD 2 WKP
 Jaboi: 70 MW
 Seulawah Agam: 130 MW
 Gn.Geureudong: 160 MW
JATIM 7 WKP
 Blawan – Ijen: 270 MW
SUMUT 5 WKP
 Gn. Iyang Argopuro: 295 MW
 Sibayak – Sinabung: 130 MW
 Telaga Ngebel: 120 MW
 Sibual – Buali: 750 MW
 Arjuno Welirang: 185 MW
 Sipaholon Ria-ria: 75 MW SULUT 2 WKP
 Gunung Pandan: 60 MW
 Sorik Marapi: 200 MW  Kotamobagu: 410 MW
 Gunung Wilis: 50 MW
 Simbolon Samosir: 155 MW  Lahendong-Tompaso: 358 MW
 Songgoriti: 35 MW
JAMBI 2 WKP MALUT 4 WKP
GORONTALO 1 WKP  Jailolo: 75 MW
 Sungai Penuh: 70 MW
 Suwawa: 110 MW  Songa Wayaua: 140 MW
 Graho Nyabu: 200 MW
 Gn.Hamiding: 265 MW
SUMSEL 3 WKP  Telaga Ranu: 85 MW
 Lumut Balai: 250 MW
 Rantau Dedap: 106 MW
 Danau Ranau: 210 MW

SUMBAR 3 WKP
 Gn Talang-Bukit Kili: 65 MW
 Liki Pinangawan: 400 MW
 Bonjol: 200 MW BANTEN 2 WKP
 Kaldera Danau Banten: 115 MW
 G. Endut: 80 MW SULTENG 2 WKP
BENGKULU 2 WKP BALI 1 WKP  Marana: 35 MW
 Tmbg Sawah-Hululais: 873 MW  Tabanan: 276 MW  Bora Pulu: 123 MW
 Kepahiang: 180 MW

LAMPUNG 5 WKP
 Gn.Rajabasa: 91 MW
JABAR 11 WKP MALUKU 1 WKP
 Suoh Sekincau: 230 MW
 Ciater - Tgkban Perahu: 60 MW  Tulehu: 100 MW
 Waypanas – Ulubelu: 556 MW JATENG 6 WKP
 Danau Ranau: 210 MW  Cibeureum–Parabakti: 485 MW  Baturaden: 175 MW
 Way Ratai: 105 MW  Cibuni: 140 MW  Dataran Tinggi Dieng: 780 MW
 Cisolok Cisukarame: 45 MW NTB 2 WKP
 Guci: 79 MW NTT 5 WKP
 Gn. Tampomas: 50 MW  Hu'u Daha: 65 MW
 Gn. Ungaran: 100 MW  Atadei: 40 MW
 Gn. Tgkuban Perahu: 100 MW  Sembalun: 100 MW
 Kamojang-Darajat: 1465 MW  Candi Umbul Telomoyo: 72 MW  Sokoria: 30 MW
 Karaha Cakrabuana: 725 MW  Gunung Lawu : 195 MW  Ulumbu: 199 MW
 Pangalengan: 1106 MW  Mataloko: 63 MW
 G. Ciremai: 150 MW  Oka Ile Ange: 40 MW
 Gn. Gede Pangrango: 85 MW
 Gn. Galunggung : 130 MW

Gambar 1.1
Peta Wilayah Kerja Panas Bumi

Telah Beroperasi:
9 WKP (1.403,5 MW)
1. Sibayak (12 MW )
2. Ulubelu (110 MW)
3. Cibeureum-Parabakti (Gn Salak)(377 MW)
EKSPLOITASI: 4. Pangalengan (Patuha+WW) (282 MW)
9 WKP (1.403,5 MW) 5. Kamojang-Darajat (470 MW)
6. Dieng (60 MW)
7. Lahendong-Tompaso (80 MW)
LANCAR: 8. Ulumbu (10 MW)
17 WKP (1.930 MW) 9. Mataloko (2,5 MW)

Telah Tandatangan PPA/PJBL:


EKSPLORASI: 10 WKP (1.025 MW)
30 WKP ( 3.205 MW) 1. Telaga Ngebel (165 MW)
2. Baturaden (220 MW)
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

67 WKP 3. Guci (55 MW)


4. Kaldera Danau Banten (110 MW)
(6.198,5 MW) BELUM BERPRODUKSI: 3.370 MW TERKENDALA: 5. Gn. Tampomas (40 MW)
15 WKP (1.410 MW) 6. Cisolok Sukarame (45 MW)
7. Tangkuban Perahu (110 MW)
PROSES PENERBITAN IPB:
2 WKP (165 MW)
8. Sorik Marapi (240 MW)
 WKP Gn. Ciremai (110 MW) 9. Jaboi (10 MW)
 WKP Seulawah Agam (55 MW) 10. Sokoria (30 MW)

Proses Tandatangan PPA/PJBL:


1 WKP (10 MW)
1. Jailolo (10 MW)

PERSIAPAN LELANG
WKP: IPB yang telah dikembalikan:
26 WKP (1.425 MW) 4 WKP (375 MW)
1. Suoh Sekincau (220 MW)
2. Hu’u Daha (20 MW)
3. Iyang Argopuro (55 MW)
4. Kotamobagu (80 MW)

Gambar 1.2
Status Wilayah Kerja Panas Bumi
RENSTRA 4

2. Kapasitas terpasang PLTP saat ini sebesar 1.438,5 MW atau meningkat


sebesar 202,5 MW selama tahun 2011-2015. Penambahan kapasitas PLTP
tahun 2011-2015 meliputi:
• PLTP Lahendong Unit IV (1 x 20 MW), COD tahun 2011;
• Penambahan kapasitas terpasang PLTP Gn. Salak 2 MW;
• Penambahan kapasitas terpasang PLTP Darajat 15 MW;
• PLTP Ulubelu Unit 1 & 2 (2 x 55 MW), COD tahun 2012;
• PLTP Ulumbu Unit 3 & 4 (2 x 2,5 MW), COD tahun 2013;
• PLTP Mataloko (1 x 2,5 MW), COD tahun 2013;
• PLTP Patuha Unit 1 (1 x 55 MW), COD tahun 2014;
• PLTP Ulumbu Unit 1 & 2 (2 x 2,5 MW), COD tahun 2014;
• PLTP Kamojang Unit 5 (1 x 35 MW), COD tahun 2015
3. Total Produksi Uap dari Tahun 2010 hingga Tahun 2015 (TW III) mencapai
334.757.873 Ton;
4. Total Produksi Listrik dari Tahun 2010 hingga Tahun 2015 (TW III)
mencapai 44.896,02 GWh
5. Realisasi Investasi dari Tahun 2010 hingga Tahun 2015 (TW III) sebesar Rp
23.115,65 Miliar
6. Realisasi Penerimaan Setoran Bagian Pemerintah dari Tahun 2010
hingga Tahun 2015 (TW III) mencapai Rp 6.441,18 Miliar yang terdiri dari
komponen pajak sebesar Rp. 2.349,89 Miliar dan Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 3.847,43 Miliar.
7. Telah diterbitkannya Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Pembelian Tenaga Listrik dari PLTP dan Uap Panas Bumi untuk PLTP
oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tanggal 3 Juni 2014

Tabel 1.3
Harga Patokan Tertinggi Jual Beli Tenaga Listrik dari PLTP
HARGA PATOKAN TERTINGGI (SEN USD/KWH)
TAHUN COD
WILAYAH I WILAYAH II WILAYAH III
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

2015 11,8 17,0 25,4


2016 12,2 17,6 25,8
2017 12,6 18,2 26,2
2018 13,0 18,8 26,6
2019 13,4 19,4 27,0
2020 13,8 20,0 27,4
2021 14,2 20,6 27,8
2022 14,6 21,3 28,3
2023 15,0 21,9 28,7
2024 15,5 22,6 29,2
2025 15,9 23,3 29,6
5 RENSTRA

Pembagian Wilayah:
Wilayah I: Wilayah Sumatera, Jawa dan Bali
Wilayah II: Wilayah Sulawesi, NTB, NTT, Halmahera, Maluku, Papua dan Kalimantan
Wilayah III: Wilayah yang berada pada Wilayah I atau Wilayah II tetapi sistem transmisinya
terisolasi, pemenuhan kebutuhan listriknya sebagian besar diperoleh dari pembangkit listrik
dengan bahan bakar minyak

8. Telah diterbitkannya Undang - Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang


Panas Bumi pada tanggal 17 September 2014. Beberapa hal penting dari
Undang Undang Panas Bumi yang baru ini adalah:
- perubahan istilah pertambangan/penambangan dalam kegiatan
usaha panas bumi,
- pengaturan pemanfaatan energi panas bumi untuk pemanfaatan
langsung dan pemanfaatan tidak langsung
- Pemanfaatan panas bumi di kawasan hutan lindung, produksi dan
konservasi
- Pengalihan kepemilikan saham
- Penugasan kepada Badan Layanan Umum atau BUMN Panas Bumi
untuk melakukan kegiatan eksplorasi, eskploitasi dan/atau
pemanfaatan
- Kewenangan Menteri dalam pencabutan dan pembatalan izin panas
bumi
- Pemberian bonus produksi (production bonus) kepada Pemerintah
Daerah yang wilayah administratifnya meliputi wilayah kerja yang
bersangkutan berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan kotor
sejak unit pertama berproduksi secara komersial.
- Ketentuan peralihan terkait masa kontrak, masa berlakunya kuasa,
perpanjangan izin untuk WKP eksisting
9. Telah beroperasinya PLTP Ulumbu, NTT (2 x 2,5 MW) pada tanggal 15 Juli
2014 dan PLTP Patuha, Jawa Barat (1 x 55 MW) pada tanggal 6 September
2014 serta beroperasinya PLTP Kamojang Unit 5 (1 x 35 MW)
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Tabel 1.4
Capaian Sub Sektor Panas Bumi Tahun 2010 – 2014
TAHUN
NO INDIKATOR KINERJA SATUAN
2010 2011 2012 2013 2014 2015 **)
1. Penetapan WKP Panas Bumi Jumlah WKP 3 5 8 - 10 -

2. Kapasitas Terpasang MW 1.189 1.226 1.336 1.343,5 1.403,5 1.438,5

3. Produksi Uap Ribu Ton 69.391,2 68.723,4 68.769,7 69.295,6 73.598 71.581,2

4. Produksi Listrik GWh 9.259 9.253,8 9.355,9 9.332,3 9.651 9.594,7

5. Realisasi Investasi Miliar Rupiah 1.789,04 2.217,8 2.096,74 4.514 7.330,55 6.530,6 *)
Penerimaan Setoran Bagian
6. Miliar Rupiah 803,36 898,46 1.140,00 1.071,79 993,77 1.145,99
Pemerintah

Catatan: * Kurs 1 USD = Rp.12.500,-


**Realisasi TW III
RENSTRA 6

1.1.2. Kondisi Umum dan Capaian Bidang Bio Energi


A. MANDATORI PEMANFAATAN BAHAN BAKAR NABATI
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan arah
kebijakan di sektor energi yang mengedepankan pengembangan dan
pemanfaatan energi terbarukan salah satunya melalui pemanfatan Bahan
Bakar Nabati (BBN). Untuk mendukung program tersebut telah diterbitkan
Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan
Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Komitmen tersebut
dilanjutkan melalui kebijakan mandatori pemanfaatan BBN dengan
ditetapkannya Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 tahun 2008 dimana sektor
transportasi, industri dan pembangkit listrik diwajibkan untuk mensubstitusi
bahan bakar fossil dengan BBN pada persentase tertentu dan secara
bertahap.

Seiring dengan kondisi defisit Neraca Transaksi Berjalan Indonesia yang


sudah berlangsung selama 27 bulan, menjadi salah satu dasar bagi
Pemerintah untuk mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi Nasional dimana
peran BBN khususnya biodiesel ditingkatkan penggunaannya dari 7,5 %
(B-7,5) menjadi 10 % (B-10) dengan tujuan untuk mengurangi pengeluaran
negara dari meningkatnya nilai impor solar.
Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 kemudian diubah dengan
Peraturan Menteri ESDM No. 20 Tahun 2014 yang secara subtansi
mempercepat pemanfaatan BBN khususnya biodiesel dengan peningkatan
target mandatori, sebagaimana tabel di bawah ini.

BIODIESEL (Minimum)
Juli Januari Januari Januari Januari
Sektor
2014 2015 2016 2020 2025
Usaha Mikro, Usaha Perikanan,
Usaha Pertanian, Transportasi, 10% 10% 20% 30% 30%
dan Pelayanan Umum (PSO)
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Transportasi Non PSO 10% 10% 20% 30% 30%


Industri dan Komersial 10% 10% 20% 30% 30%
Pembangkit Listrik 20% 25% 30% 30% 30%

BIOETANOL (Minimum)
Juli Januari Januari Januari Januari
Sektor
2014 2015 2016 2020 2025
Usaha Mikro, Usaha Perikanan, 0,5% 1% 2% 5% 20%
Usaha Pertanian, Transportasi,
dan Pelayanan Umum (PSO)
Transportasi Non PSO 1% 2% 5% 10% 20%
Industri dan Komersial 1% 2% 5% 10% 20%
Pembangkit Listrik - - - - -
7 RENSTRA

MINYAK NABATI MURNI(Minimum)


Juli Januari Januari Januari Januari
Sektor
2014 2015 2016 2020 2025
Industri dan Industri 5% 10% 20% 20% 20%
Transportasi ( Low Transportasi 5% 10% 20% 20% 20%
and Medium Speed Laut
Engine)
Transportasi Udara - - 2% 3% 5%
Pembangkit Listrik 6% 15% 20% 20% 20%

Implementasi kebijakan mandatori yang juga merupakan penciptaan pasar BBN di


dalam negeri sebagai salah satu upaya peningkatan konsumsi BBN untuk
penyerapan peningkatan produksi dan pemanfaatan BBN di dalam negeri yang
tumbuh secara signifikan dari tahun 2009 hingga 2014.

Grafik 1.2
Volume Produksi Bahan Bakar Nabati (Ribu KL)

3.961

Ekspor Domestik Produksi

2.805

2.221

1.812 1.845
1.757
1.552 1.629
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

1.453

1.048

669

243 359
190
223
70 119 20

2009 2010 2011 2012 2013 2014


RENSTRA 8

Dengan meningkatnya porsi biodiesel selama kurun waktu tahun 2013


dengan implementasi pemanfaatan biodiesel 10% pada minyak solar (B-10)
dari sebelumnya hanya B-7,5, Pemerintah telah berhasil melakukan
penghematan devisa sebesar 831 juta USD dengan meningkatkan
pemanfaatan biodiesel untuk kebutuhan dalam negeri sebesar 1,05 juta KL
(meningkat sebesar 56,62% dari pemanfaatan biodiesel tahun 2012).

Kebijakan mandatori merupakan upaya Pemerintah untuk mengurangi


ketergantungan pada energi fosil khususnya BBM dan mengembangkan
industri BBN dalam negeri sehingga memberikan nilai tambah pada
perekonomian, mengurangi emisi GRK akibat pembakaran energi fosil, serta
untuk mengurangi impor BBM yang semakin meningkat (penghematan
devisa akibat pengurangan impor BBM) menuju ketahanan energi nasional.

B. KAJIAN TEKNIS DAN UJI PEMANFAATAN BBN B 20% (B-20) - UJI JALAN
(ROAD TEST) B-20
Kajian Teknis dan Uji Pemanfaatan BBN (B20)-Uji jalan (road test) B-20
dilakukan dalam rangka mendukung Mandatori BBN yaitu implementasi B20
pada tahun 2016 seperti yang tertuang dalam Permen ESDM No. 32 Tahun
2008 sebagaimana telah diubah dengan Permen ESDM No. 20 Tahun 2014.
Kegiatan ini merupakan kerja sama antara Kementerian ESDM (Ditjen EBTKE
dan Balitbang ESDM), BPPT, PT. Pertamina, Aprobi, Gaikindo, Hino, Aspindo,
dan Hinabi.
Output dari kegiatan ini adalah tersedianya dokumen teknis penggunaan
BBN (B20) pada mesin kendaraan bermotor dan alat besar, serta tersedianya
rekomendasi teknis yang diperlukan sehingga pemanfaatan B20 pada tahun
2016 tidak berdampak negatif pada mesin.
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Hasil yang diperoleh dari uji B20 ini adalah sebagai berikut:
• Terjadi peningkatan konsumsi bahan bakar sekitar 3% dan penurunan
daya sekitar 2% pada kendaraan berbahan bakar B20 dibandingkan B0
• Pada kendaraan yang menggunakan B20, terjadi peningkatan daya
pada setiap kenaikan 10.000 km
• Hasil uji pada kendaraan lama sempat terjadi clogging/penyumbatan
-
pada filter bahan bakar, satu pada km 5000 dan satunya pada 7500,
sehingga untuk antisipasi implementasi B20 khususnya untuk
kendaraan lama yang jumlahnya lebih dari 4 juta unit perlu dilakukan
secara bertahap
9 RENSTRA

Gambar 1.3
Uji Jalan B-20

C. PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI (BIOMASSA,


BIOGAS, DAN SAMPAH KOTA)
Pengembangan Biomassa untuk listrik atau pengembangan pembangkit listrik
tenaga (PLT) biomassa, biogas, dan sampah kota, sampai dengan pertengahan
tahun 2015 telah menghasilkan kapasitas terpasang sebesar 91,1 MW yang on-grid
(terinterkoneksi ke jaringan PLN) dan sebesar 1.626 MW yang off-grid. Umumnya
pengembangan biomassa untuk menghasilkan listrik menggunakan limbah
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

kelapa sawit baik cair maupun padat dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS).
RENSTRA 10

Tabel 1.5
Capaian Pengembangan PLT Bioenergi dan Sumber Biomassa

Wilayah & Sumber KapasitasOff-Grid KapasitasOn-Grid


Total
Biomassa (MW) (MW)
Sumatera
-Industri kelapa sawit 335 76,2 411,2
POME 9 - 9,0
-Industri gula tebu 66 - 66,0
-Industri kertas 955 - 955,0
Kalimantan
-Industri kelapa sawit 91 - 91,0
Jawa-Bali
-Industri kelapa sawit 2 - 2,0
-Industri gula tebu 142 - 142,0
-Sampah kota - 14,5 14,5
Sulawesi
-Industri kelapa sawit 11 0,4 11,4
-Industri gula tebu 11 - 11,0
Papua
-Industri kelapa sawit 4 - 4,0
TOTAL NASIONAL 1.626 91,1 1.717,1

Upaya pengembangan PLT Bioenergi juga dilakukan dengan telah ditetapkannya


Feed-In Tariff (FiT) PLT Bioenergi yang menarik yang ditetapkan melalui Peraturan
Menteri ESDM No. 4 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri ESDM No. 19 Tahun 2013.

Tabel 1.6
Feed in Tariff dari PLT Bioenergi

No. Energi Kapasitas Harga Pembelian Keterangan


Tegangan Menengah
1. Biomassa s.d.10 MW Rp. 975,- / kWh X F
2. Biogas s.d.10 MW Rp. 975,- / kWh X F Non Sampah Kota
3. Sampah Kota s.d.10 MW Rp. 1.450,- / kWh Zero waste *)
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

4. Sampah Kota s.d.10 MW Rp. 1.250,- / kWh Sanitary Landfill *)


Tegangan Rendah
1 Biomassa s.d.10 MW Rp. 1.325,- / kWh X F
2 Biogas s.d.10 MW Rp. 1.325,- / kWh X F Non Sampah Kota
3 Sampah Kota s.d.10 MW Rp. 1.798,- / kWh Zero waste *)
4 Sampah Kota s.d.10 MW Rp. 1.598,- / kWh Sanitary Landfill *)

Faktor insentif (F):


Wilayah Jawa, Bali, Sumatera : F=1
Wilayah Kalimantan, Sulawesi , NTB dan NTT : F = 1,2
Wilayah Maluku dan Papua : F = 1,3
11 RENSTRA

Salah satu implementasi pengembangan PLT Bioenergi adalah kegiatan


penandatanganan MoU antara PT. Charta Putra Indonesia (PT. CPI) dan PT. PLN
(Persero) – Distribusi Bali Bangli dan groundbreaking Pembangkit Listrik Tenaga
Biomassa (PLT Biomassa) di Br. Banklet Desa Kayubihi, Kecamatan Bangli – Kabupaten
Bangli, Provinsi Bali yang dilakukan oleh Menteri ESDM pada 7 April 2014.

Sebagai tahap awal, PT Charta Putra Indonesia bersama dengan PT General Electris
membangun proyek percontohan (pilot project) pembangkit listrik tenaga Biomassa
dengan kapasitas terpasang sebesar 400 kW, dengan limbah bambu sebagai bahan
baku. Nilai investasi proyek ini sebesar Rp 10 Milyar dan dibangun berdekatan dengan
Pembangkit Listrik Tenaga Surya 1 MW yang telah dibangun dengan menggunakan
dana Direktorat Jenderal EBTKE Tahun Anggaran 2012. Listrik yang dihasilkan akan
dijual kepada PT PLN menggunakan skema Feed in Tariff sebagaimana diatur dengan
Permen ESDM No. 27 Tahun 2014.

Penggunaan bambu sebagai bahan baku PLT Biomassa – Bangli ini, karena di Bangli
bambu dapat tumbuh dan berkembang secara cepat di seluruh desa dengan luas pada
areal sekitar 6.034,80 Ha. sehingga diharapkan dengan pemanfaatan bambu secara
optimal dapat lebih mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, menambah lapangan
kerja dan penggunaan sumber energi yang ramah lingkungan. Untuk itu, semakin
didorong pembangunan ekonomi masyarakat melalui. Mulai dari bagian produktif
sampai limbah yang selama ini dipandang sebagai sampah yang mengotori
lingkungan.

D. PENGEMBANGAN BIOGAS
Pengembangan biogas dilakukan melalui tiga mekanisme yaitu:
1. Program Biogas Non Komersial (Investasi Pemerintah) dilakukan melalui
pendanaan APBN. Sampai tahun 2013 telah dibangun sebanyak 3.205 unit
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

digester biogas dengan anggaran APBN Ditjen EBTKE.


2. Program Biogas Semi Komersial (Penerapan Subsidi Parsial) dilakukan
melalui Program BIRU yang merupakan implementasi kerjasama
Indonesia-Belanda. Dimulai sejak tahun 2009 dengan memberikan subsidi
sebesar Rp 2 Juta per rumah tangga dan sisa biaya pembangunan
ditanggung oleh rumah tangga. Sampai tahun 2015 telah dibangun 16.015
unit digester biogas.
3. Program Biogas Komersial (Investasi Swasta) dilakukan melalui
pengembangan pembangkit listrik berbasis biogas yang dilaksanakan
dengan investasi swasta. Sampai tahun 2014 telah masuk ke ke jaringan PT
PLN sebesar 1 MW dan off-grid sebesar 10 MW.
RENSTRA 12

Grafik 1.3
Volume Produksi Biogas (ribu m3/hari)

70,0

62,7
60,0

50,0
44,8
40,0

30,0

20,0 20,1
13,8
10,0

0,0
2011 2012 2013 2014

1.1.3. Kondisi Umum dan Capaian Bidang Aneka Energi Baru dan Energi
Terbarukan
Sesuai dengan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, yang
dikategorikan sebagai sumber energi baru adalah sumber energi yang dapat
dihasilkan oleh teknologi baru baik yang berasal dari sumber energi terbarukan
maupun sumber energi tak terbarukan, antara lain nuklir, hidrogen, gas
metana batu bara (coal bed methane), batu bara tercairkan (liquified coal), dan
batu bara tergaskan (gasified coal). Sedangkan sumber energi terbarukan
adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang
berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, angin,
bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan
suhu lapisan laut.
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Sehingga yang menjadi pengelolaan bidang aneka energi baru dan energi
terbarukan adalah sebagai berikut:

ENERGI BARU ENERGI TERBARUKAN


▷ Batubara Tercairkan ▷ Aliran dan Terjunan Air
▷ Gas Metana Batubara ▷ Sinar Matahari
▷ Batubara Tergaskan ▷ Angin
▷ Nuklir ▷ Gerakan dan Perbedaan Suhu Lapisan Laut
▷ Hidrogen
13 RENSTRA

A. Energi Aliran dan Terjunan Air


Peran tenaga air dalam bauran energi primer pembangkit tenaga listrik pada
tahun 2013 adalah sekitar 7,7%, dimana pada tahun tersebut total kapasitas
terpasang mencapai 8.109 MW.

Grafik 1.4
Energi Aliran dan Terjunan Air

62, 1%
587, 7% 24,03 %
439, 6% PLN - PLTA
PLN - PLTM
IPP - PLTA
IPP - PLTM
Pemerintah - PLTMH

Pelaku usaha/stakeholder di dalam pengelolaan energi dari


6997, 86%
tenaga air dibagi ke dalam 3 kelompok yaitu PLN, IPP (Swasta)
dan Pemerintah. Sampai dengan saat ini sebagian besar atau
sekitar 92% kapasitas terpasang PLTA dibangun oleh PT PLN
(Persero).

Untuk mendorong percepatan pencapaian tingkat pemanfaatan energi air dan


penciptaan iklim investasi yang kondusif dengan mendorong partisipasi swasta,
maka Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi perlu
menyempurnakan kebijakan yang dapat :
• mengatur harga listrik dari pembangkit listrik tenaga air
• mendorong peningkatan pemanfaatan energi air sebagai pembangkit
listrik melalui skema harga yang menarik minat investor serta lembaga
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

pendanaan
• secara spesifik memposisikan peran Pemerintah dalam meregulasi
pemanfaatan energi air, serta
• mampu menyaring badan usaha yang mempunyai kemampuan cukup
untuk mengembangkan PLTMH
Kebijakan tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh PT. PLN(Persero) dari
Pembangkit Listrik Tenaga Air diatur dengan Peraturan Menteri ESDM No. 12
Tahun 2014 serta Peraturan Menteri ESDM No. 22 Tahun 2014 dengan ketetapan
harga sebagai berikut:
RENSTRA 14

Tegangan PLTA BU PLTA


PLTA Run Off River
Jaringan Listrik Waduk/Bendungan/Irigasi Sebelum
No Lokasi/Wilayah Faktor F
(Kapasitas Tahun ke-1 Tahun ke-9 Tahun ke-1 Tahun ke-9 Permen ESDM
Pembangkit) s.d 8 s.d 20 s.d 8 s.d 20 No. 12/2014
1 Jawa, Bali dan Madura 1.075 x F 750 x F 967,5 x F 675,5 x F 880 x F 1,00
2 Sumatera 1.075 x F 751 x F 967,5 x F 675,5 x F 880 x F 1,10
Tegangan
3 Menengah Kalimantan dan Sulawesi 1.075 x F 752 x F 967,5 x F 675,5 x F 880 x F 1,20
4 (s.d 10 MW) NTB dan NTT 1.075 x F 753 x F 967,5 x F 675,5 x F 880 x F 1,25
5 Maluku dan Maluku Utara 1.075 x F 754 x F 967,5 x F 675,5 x F 880 x F 1,30
6 Papua dan Papua Barat 1.075 x F 755 x F 967,5 x F 675,5 x F 880 x F 1,60
7 Jawa, Bali dan Madura 1.270 x F 770 x F 1.143 x F 693 x F 970 x F 1,00
8 Sumatera 1.270 x F 771 x F 1.143 x F 693 x F 970 x F 1,10
9 Tegangan Rendah Kalimantan dan Sulawesi 1.270 x F 772 x F 1.143 x F 693 x F 970 x F 1,20
10 (s.d 250 MW) NTB dan NTT 1.270 x F 773 x F 1.143 x F 693 x F 970 x F 1,25
11 Maluku dan Maluku Utara 1.270 x F 774 x F 1.143 x F 693 x F 970 x F 1,30
12 Papua dan Papua Barat 1.270 x F 775 x F 1.143 x F 693 x F 970 x F 1,60

Sampai dengan tahun 2014, Direktorat Jenderal EBTKE telah melakukan


pembangunan 33 unit PLTMH di beberapa propinsi di Indonesia dengan total
kapasitas 2.225,39 kW. Pembangunan PLTMH melalui APBN Ditjen EBTKE
diutamakan untuk daerah–daerah yang belum mendapatkan akses listrik dari PLN.
Dari 33 unit PLTMH tersebut, jumlah KK yang terlistriki adalah sebanyak 5.511 KK.
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Gambar 1.4
pembangunan 33 unit PLTMH di beberapa propinsi
B. Energi Surya
Pengembangan Pemanfaatan Energi Surya s.d tahun 2013 berkapasitas
sebesar 67 MW, yang meliputi :
• Pembangkit milik PLN berupa 129 unit Pembangkit Listrik Tenaga
Surya (PLTS) berkapasitas 25 MW, serta
• Pembangkit yang dibangun oleh Pemerintah sebanyak 787 unit yang
terdiri dari 5 unit PLTS Interkoneksi, PLTS Terpusat serta SHS dengan
total kapasitas 42 MW untuk memenuhi listrik masyarakat di
perdesaan, pulau terluar dan kawasan perbatasan.
15 RENSTRA

2012 2013 2014 2015 TOTAL


No Provinsi Kap. Kap. Kap. Kap. Kap.
Unit KK Unit KK Unit KK Unit KK Unit KK
(kW) (kW) (kW) (kW) (kW)
Pembangunan PLTS Terpusat Off Grid
1 . Aceh 5 75 331 2 40 133 7 115 464
2. Sumatera Utara 7 155 768 5 120 733 1 30 110 13 305 1.611
3. Sumatera Barat 5 75 488 2 30 170 10 505 2.014 17 610 2.672
4. Riau 6 90 376 3 135 666 4 160 982 8 250 1.353 21 635 3.377
5. Jambi 4 60 356 4 65 333 1 20 167 10 365 1.428 19 510 2.284
6. Sumatera Selatan 7 105 830 4 195 1.109 2 45 193 2 175 867 15 520 2.999
7. Bengkulu 5 75 361 1 50 246 6 125 607
8. Bangka Belitung 5 75 399 3 45 205 8 120 604
9. Lampung 9 220 1.275 6 185 1.242 11 375 1.781 26 780 4.298
10. Kepulauan Riau 4 65 434 4 115 460 5 120 502 13 300 1.396
11. DKI Jakarta 1 15 107 1 15 107
12. Banten 2 30 143 1 25 270 3 55 413
13. Jawa Barat 3 45 230 1 15 106 4 60 336
14. Jawa Tengah 3 45 295 2 45 320 5 90 615
15. Yogyakarta 2 30 129 2 30 129
16. Jawa Timur 3 45 257 4 105 534 7 150 791
17. Bali 8 2.090 608 2 30 175 10 2.120 783
18. NTB 6 1.075 407 5 95 597 4 125 636 15 1.295 1.640
19. NTT 5 75 428 5 125 718 2 50 280 9 275 1.092 21 525 2.518
20. Kalimantan Barat 4 60 368 3 45 297 7 130 660 13 545 2.662 27 780 3.987
21. Kalimantan Tengah 6 90 458 2 40 353 9 220 1.078 17 350 1.889
22. Kalimantan Selatan 7 115 727 2 35 198 1 30 107 10 180 1.032
23. Kalimantan Timur 6 175 820 9 290 1.373 3 110 466 18 575 2.659
24. Kalimantan Utara 4 160 1.116 5 260 1.030 9 420 2.146
25. Sulawesi Utara 4 60 341 5 210 507 9 270 848
26. Sulawesi Selatan 6 100 646 3 65 386 21 1.090 5.031 30 1.255 6.063
27. Sulawesi Tengah 4 60 385 1 30 100 2 60 223 7 150 708
28. Sulawesi Tenggara 7 105 728 3 55 343 2 30 152 11 420 1.760 23 610 2.983
29. Gorontalo 4 60 368 4 70 426 1 20 128 3 130 622 12 280 1.544
30. Sulawesi Barat 5 75 419 4 65 412 1 15 90 4 80 410 14 235 1.331
31. Maluku 6 90 465 9 420 1.462 15 510 1.927
32. Maluku Utara 4 60 477 1 15 53 2 30 166 7 105 696
33. Papua Barat 8 120 540 7 185 1.070 1 15 96 1 15 92 17 335 1.798
34. Papua 7 105 650 11 925 3.747 4 160 362 22 1.190 4.759
TOTAL 120 4.755 10.272 119 3.275 17.246 80 2.480 11.735 131 5.095 22.761 450 15.605 62.014
Pembangunan PLTS Interkoneksi 1 MW
1. Bangka Belitung 1 1.000 1 1.000 0
2. Bali 2 2.000 2 2.000 0
3. NTB 1 1.000 1 1.000 0
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

4. Sulawesi Selatan 1 1.000 1 1.000 0


TOTAL 3 3.000 0 2 2.000 0 0 0 0 0 0 0 5 5.000 0
Pembangunan PLT Hybrid (Surya-Angin)
1. Aceh 1 350 1 350 0
2. Riau 2 300 2 300 0
3. Kepulauan Riau 1 350 1 350 0
4. Kalimantan Barat 2 150 2 150 0
5. Kalimantan Timur 2 150 2 150 0
6. Kalimantan Utara 6 750 6 750 0
7. Yogyakarta 1 20 31 1 20 31
8. NTB 1 19 120 1 19 120
9. NTT 2 54 200 1 100 3 154 200
10. Maluku Utara 1 350 1 350 0
11. Maluku 3 450 3 450 0
12. Papua 2 200 2 200 0
TOTAL 3 73 320 1 20 31 0 0 0 21 3.150 0 25 3.243 351
RENSTRA 16

Untuk mendorong percepatan pencapaian tingkat pemanfaatan energi surya dan


penciptaan iklim investasi yang kondusif dengan mendorong partisipasi swasta, telah
ditetapkan regulasi yang mengatur tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh PT. PLN
(Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya Fotovoltaik berdasarkan penawaran
kuota kapasitas melalui Peraturan Menteri ESDM No. 17 Tahun 2013. Harga patokan
tertinggi ditetapkan:
• 25 sen USD/kWh.
• 30 sen USD/kWh jika menggunakan modul PV dengan TKDN sekurang-
kurangnya 40%

PELAKU
No. Kegiatan Badan Panitia
Usaha PLN DJEBTKE Pelelangan MESDM

Usulan
Mulai Rincian
Kuota
Penetapan Rincian tidak setuju
1. Kuoto dan Lokasi
ya

Penetapan
Perdirjen EBTKE

Pendaftaran & Proses


Pelelangan Kuota Pemasukan Pelelangan
Penawaran
2. Kapasitas PLTS
Fotovoltaik Penetapan Penyampaian
Pemenang Daftar
Kuota PLTS Peringkat

Pembukaan
Penyampaian Proses
Rekening Bersama Setor Dana ke
3. Rekening Bersama Penetapan Penugasan
dan Penugasan Pengembang kepada PLN
kepada PLN

Penandatanganan Proses Penandatanganan Perjanjian Jual


4. PJBL Beli Tenaga Listrik

Penyelesaian Penggunaan
Pendanaan dana Rekening
5. Pembangunan PLTS Bersama

Pembangunan Selesai
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Gambar 1.5
Mekanisme Investasi PLTS Fotovoltaik Sesuai Permen ESDM No. 17/2013

Harga penawaran dalam pelelangan dipergunakan dalam perjanjian jual beli


energi listrik, dimana harga pembelian berlaku selama 20 tahun dan dapat
diperpanjang. Direncanakan jumlah kuota PLTS yang akan dilelang sekitar 140
MWp, yang tersebar di 80 lokasi di berbagai propinsi di Indonesia.
17 RENSTRA

Gambar 1.6
Peta Lelang Kuota Kapasitas PLTS IPP

Dalam rangka menyongsong kebijakan tersebut, maka sebagai percontohan usaha


PLTS Interkoneksi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah
membangun 5 unit PLTS Interkoneksi di Karang Asem, Bangli, Sumbawa, Bangka
dan Pangkajene Kepulauan masing-masing berkapasitas 1 MW.

RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Rumah Pembangkit Modul Surya (Photovoltaic)

Inverter Panel Distributor 20 kV

Gambar 1.7
PLTS Interkoneksi Kapasitas 1 MW di Kabupaten Karangasem, Bali
RENSTRA 18

C. Energi Angin
Pengembangan Tenaga Angin sampai dengan tahun 2013 berkapasitas sebesar 1,3
MW, yang meliputi :
• 1,2 MW terinterkoneksi dengan jaringan PLN (on-grid) dan
• 0,1 MW off-grid.
Pemanfaatan energi air skala kecil, energi surya dan energi angin umumnya
diprioritaskan untuk percepatan elektrifikasi daerah perdesaan, daerah tertinggal dan
daerah perbatasan/pulau terluar.
Dalam rangka pelaksanaan Direktif Presiden yang dituangkan dalam Perpres No.
65/2011 tentang Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat, Propinsi Papua
dan Papua Barat menjadi prioritas sasaran dalam kegiatan pembangunan
infrastruktur energi oleh Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi
Energi sebagai berikut :
• Tahun 2012 sebesar 225 kW di 8 kabupaten dengan dana sebesar Rp
37.268.051.453,-
• Tahun 2013 sebesar 1.711 kW di 10 kabupaten dengan dana sebesar Rp
177.079.233.117,-
• Tahun 2014 sebesar 352 kW di 11 kabupaten dengan dana sebesar Rp
52.240.378.976,- serta pengalokasian dana DAK Bidang Energi Perdesaan yang
tersebar di beberapa kabupaten untuk wilayah Papua dan Papua Barat adalah :
• Tahun 2012 tersebar di 25 kabupaten menerima Rp 158.648.670.000,- atau 83%
dari total anggaran sebesar Rp. 190.640.000.000,-
• Tahun 2013 tersebar di 18 kabupaten menerima Rp 191.886.010.000,- atau 44%
dari total anggaran sebesar Rp. 432.886.010.000,-
• Tahun 2014 tersebar di 22 kabupaten menerima Rp 238.622.160,- atau 51% dari
total anggaran sebesar Rp. 467.940.000,-

Untuk program tahun 2015 Direktorat Jenderal Energi baru Terbarukan dan Konservasi
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Energi telah mengusulkan adanya ketersediaan anggaran untuk pembangunan PLTM


Oksibil berkapasitas 1 MW serta PLTM Wabudori berkapasitas 3 MW melalui
mekanisme multi years berdasarkan usulan Bupati Pegunungan Bintang dan Bupati
Supiori.

Terkait peningkatan pemanfaatan produk dalam negeri (TKDN) pada PLTS, TKDN
antara 40% – 43%, dimana kapasitas produksi lokal dapat mencapai 110MW per tahun.
Sedangkan untuk peralatan PLTMH, TKDN pada pekerjaan sipil sudah mencapai 100%,
namun untuk peralatan elektrik-mekanikal mencapai 80% - 90%.
19 RENSTRA

1.1.3. Kondisi Umum dan Capaian Bidang Konservasi Energi


Pelaksanaan Konservasi Energi menjadi tanggung jawab Pemerintah,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, pengusaha, dan masyarakat.
Tanggung jawab Konservasi Energi oleh Pemerintah Pusat dan Daerah terkait
dengan perumusan dan penetapan kebijakan dan program, pengembangan
SDM, pelaksanaan sosialisasi, pengalokasikan dana, pemberian kemudahan
dan atau insentif, pemberian bimbingan teknis, pelaksanan program, dan
pelaksanaan pembinaan dan pengawasan. Sedangkan masyarakat, termasuk
pengusaha bertanggung jawab untuk mendukung dan melaksanakan
konservasi energi, khususnya melalui program-program pemerintah di berbagai
kementerian/lembaga terkait untuk mencapai target konservasi energi.

Target konservasi energi dinyakatan dalam intensitas energi, merupakan


indikator keberhasilan penerapan konservasi energi yang menunjukkan
seberapa besar energi yang dapat dihemat untuk menghasilkan produk yang
sama. Intensitas energi dapat dihitung dengan menggunakan data realisasi
penggunaan energi final dan energi primer. Intensitas energi primer untuk
menggambarkan intensitas seluruh rangkaian proses energi mulai dari sisi
penyediaan (supply side) sampai energi final, sedang intensitas energi final
untuk menggambarkan intensitas pemanfaatan energi pada sisi pengguna
energi (demand side).

Grafik dibawah ini menunjukkan indikator efisiensi energi nasional yang diukur
berdasarkan intensitas energi primer dan energi final sejak tahun 2000 sampai
tahun 2012 yang mengalami fluktuasi sesuai dengan kondisi perekonomian,
kebijakan, harga, perilaku masyarakat dan situasi internasional. Grafik tersebut
juga menggambarkan bahwa rasio efisiensi keseluruhan energi primer menjadi
energi final mencapai rata - rata 63% per tahun. Pada periode tersebut,
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

penurunan intensitas energi final rata-rata sebesar 0,7% per tahun.


RENSTRA 20

Grafik 1.5
Intensitas Energi Primer (EP) dan Energi Final (EF)

523 535 545 527


531
512 499 501 491
487 487 480
473 466
SBM/Milyar Rupiah

366 370 352 360 364


340 343 339 348 334
327 327 321
302

Intensitas EP
Intensitas EF

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Keterangan:
- Berdasarkan Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2014
- Tidak termasuk biomass

Penurunan intensitas ini didukung oleh berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat
Konservasi Energi secara berkelanjutan melalui program-program yang setiap tahun secara
terus menerus dikembangkan dalam mendorong implementasi efisiensi energi, antara lain:
1. Program Kemitraan Konservasi Energi dan Manajemen Energi
a. Memberikan audit energi gratis bagi bangunan gedung dan industri.
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

b. Selama tahun 2003 - 2013, telah dilaksanakan audit energi bagi 974 industri dan
bangunan yan terdiri dari 568 industri dan 398 bangunan.
c. Pada tahun 2013, 60 bangunan gedung dan 108 industri telah diaudit.
d. Menyusun Revisi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Manajer
Energi.
e. Menyediakan Sistem Pelaporan Manajemen Energi Melalui Pelaporan Berbasis
Web-system.
f. Implementasi SNI: ISO 50001 tentang Sistem Manajemen Energi pada industri
tekstil, garmen, makanan & minuman, kertas dan indutri kimia dengan melakukan
kegiatan:
21 RENSTRA

- Sosialisasi kepada top level mangement industri.


- Training ISO 50001.
- Mendidik 23 Calon Tenaga Ahli Nasional Sistem Manajemen Energi ISO 50001
dan telah selesai mengikuti rangkaian pelatihan.
- Melakukan pendampingan terhadap 11 Pilot oleh para calon tenaga ahli
nasional.
g. Rekapitulasi hasil program kemitraan audit energi, penghematan energi
umumnya didapat dengan melaksanakan rekomendasi hasil audit energi tanpa
investasi (no cost) dan investasi rendah (low cost). Peluang penghematan energi
yang lebih besar dapat dicapai jika rekomendasi hasil audit energi investasi
menengah (medium cost) dan investasi tinggi (high cost) juga diimplementasikan.
Beberapa rekomendasi belum diimplementasikan karena terbatasnya
pembiayaan.

Tabel 1.7
Hasil Program Kemitraan Audit Energi 2003-2009

- -

− − − − −
− − − − −

RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019


RENSTRA 22

Tabel 1.8
Hasil Program Kemitraan Audit Energi 2010-2013

− − − −
− − − −
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Gambar 1.8
Pemberian Penghargaan Lomba Home and School Energy Champion
23 RENSTRA

2. Peningkatan Kesadaran Publik


a. Melaksanakan seminar/workshop, penayangan iklan tentang penghematan
energi di koran dan media elektronik, brosur, buletin dll
b. Melaksanakan Lomba Hemat Energi tingkat nasional dan berpartisipasi pada
ASEAN Energy Award for building and energy management.
c. Menyusun Energy Efficiency Guidelines untuk bangunan gedung
d. Melaksanakan lomba hemat energi untuk gedung komersial, gedung Pemerintah
dan gedung BUMN, serta lomba home and school energy champion.

Gambar 1.9
Pemberian Penghargaan Efisiensi Energi Nasional

3. Pengembangan Sumber Daya Manusia


RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

a. Pengembangan Standar Kompetensi bagi manajer dan auditor energi


b. Mempersiapkan Lembaga Sertifikasi oleh HAKE (Himpunan Ahli Konservasi
Energi)
c. Melaksanakan Sertifikasi Manajer Energi: 84 orang
d. Melaksanakan Sertifikasi Auditor Energi: 39 orang
e. Menciptakan 23 orang Tenaga Ahli Nasional Sistem Manajemen Energi/ISO 50001
4. Standar dan Label
Peralatan rumah tangga atau home appliances, seperti lampu, lemari pendingin,
pengkondisi udara, kipas angin, penanak nasi, balas elektronik, dan motor listrik
masuk kedalam peralatan rumah tangga yang wajib untuk dicantumkan label standar
peralatan hemat energi. Standar dan label hemat energi merupakan instrumen
RENSTRA 24

kebijakan untuk mendorong efisiensi energi peralatan pemanfaat energi. Kebijakan ini
umum diterapkan untuk peralatan yang banyak digunakan masyarakat dan secara
kumulatif signifikan mengkonsumsi energi. Untuk Indonesia, peralatan rumah tangga
seperti lampu, lemari pendingin, pengkondisi udara, kipas angin, penanak nasi, balas
elektronik, serta komponen utama mesin industri seperti motor listrik merupakan obyek
kebijakan standar dan label yang sudah dan sedang disusun oleh Kementerian ESDM.

Untuk mendorong perusahan manufaktur meningkatkan kualitas produk khususnya


dalam hal energi efisiensi, standar dan label hemat energi peralatan sudah diterapkan
pada lampu swabalast dengan terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 tahun 2011
tentang Pelabelan Hemat Energi untuk Lampu Swabalast.

60 lumen/watt

8W20SP
0123456789

Gambar 1.10
Label Hemat Energi Berdasarkan Permen ESDM No. 06/2011

Indonesia mengadopsi label komparatif dengan 4 (empat) tingkat hemat energi dan
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

ditandai dengan jumlah bintang sesuai tingkatan levelnya untuk memberikan informasi
kepada konsumen. Semakin banyak bintang suatu produk CFL, semakin tinggi tingkat
hemat energinya. “Makin banyak bintang, makin hemat” (maksimum 4 bintang). Label
hemat energi untuk CFL ini dikombinasikan dengan kebijakan standar tingkat efisiensi
energi minimum (Minimum Energy Performance Standard/MEPS) produk CFL pada
batas bawah bintang 1 (satu). Dengan demikian, semua produk CFL yang beredar di
Indonesia wajib memiliki batas minimal performance efisiensi tersebut. Label energi
efisiensi energi yang sudah dilakukan yaitu untuk Lampu CFL adalah sebagai pioneer
labelisasi peralatan listrik rumah tangga (2011). Sampai saat ini sebanyak 7 manufaktur
telah mencantumkan label pada produk lampu CFL.
25 RENSTRA

Kebijakan standar dan label tersebut dapat dikombinasikan ataupun diterapkan secara
terpisah untuk tiap jenis peralatan, tergantung dari karakter/jenis peralatan dengan
mempertimbangkan efektifitas penerapan kebijakannya. Dalam mewujudkan
keberhasilan penerapan kebijakan standar dan label hemat energi pada peralatan
pemanfaat energi di rumah tangga, Kementerian ESDM bekerjasama dengan
Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan untuk pelaksanaan
produksinya dan pengawasannya.

5. Pelaksanaan Inpres No.13 Tahun 2011


Dalam rangka lebih meningkatkan penghematan energi dan air dengan tetap
memperhatikan kebutuhan energi dan air serta prinsip keadilan dalam
pemanfaatannya, Presiden Republik Indonesia telah beberapa kali mengeluarkan
Instruksi Presiden sejak tahun 1982 dan terakhir adalah Instruksi Presiden Nomor 13
Tahun 2011 tentang Penghematan Energi dan Air. Inpres ini dimaksudkan untuk
melakukan langkah-langkah dan inovasi penghematan energi dan air di lingkungan
intansi pemerintah dan/atau BUMN dan BUMD, membentuk gugus tugas di lingkungan
masing-masing, melakukan sosialisasi, mendorong masyarakat termasuk perusahaan
swasta oleh pemerintah daerah, dan membentuk Tim Nasional Penghematan Energi
dan Air.

Pada tanggal 29 Mei 2012, Presiden Republik Indonesia telah menyampaikan pidato
bertema “Gerakan Penghematan Energi Nasional Tahun 2012”. Dalam pidatonya,
Presiden RI menyampaikan 5 (lima) kebijakan, yaitu pengendalian sistem distribusi BBM
di setiap SPBU, pelarangan kendaraan pemerintah menggunakan BBM subsidi, baik
pusat maupun daerah serta BUMN maupun BUMD, pelarangan BBM bersubsidi untuk
kendaraan perkebunan dan pertambangan, konversi BBM ke bahan bakar gas untuk
transportasi, penghematan penggunaan listrik dan air di kantor-kantor pemerintah
pusat dan daerah, BUMN, BUMD serta penghematan penerangan jalan. Upaya dan
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

tindakan nyata pengurangan pemakaian energi dan air dilakukan melalui gerakan
penghematan energi dan air yang dipelopori oleh instansi pemerintah sebagai contoh
bagi masyarakat.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk memenuhi “Gerakan Penghematan Energi


Nasional Tahun 2012” diantaranya sosialisasi, publikasi di media cetak dan elektronik,
penerbitan Peraturan Menteri ESDM No 12, 13 dan 14 tahun 2012, pendistribusian stiker
“Pelarangan Kendaraan Dinas Menggunakan BBM Bersubsidi”, pengawasan di SPBU,
Pelarangan Kendaraan Perkebunan dan Pertambangan Menggunakan BBM Bersubsidi,
pembangunan SPBU bergerak (mobile), pembangunan SPBG, pemasangan unit
konverter kit di kendaraan umum dan dinas, penandatangan kontrak pembangunan
RENSTRA 26

bengkel untuk pemasangan dan pemeliharaan kendaraan berbahan bakar gas, dan
pelaksanaan uji coba pemasangan Sistem Teknologi Informasi bengkel dan SPBG.

6. Pilot Project Efisiensi Energi pada Penerangan Jalan Umum (PJU)


Penerangan Jalan Umum (PJU) adalah salah satu target penghematan energi di sektor
publik sebagaimana diatur dalam Instruksi Presiden No. 13 tahun 2011 tentang
Penghematan Energi dan Air. Salah satu upaya penghematan di PJU adalah
memperkenalkan teknologi efisiensi energi untuk lampu, khususnya lampu Light
Emitting Diode (LED). Untuk memperkenalkan teknologi LED di PJU telah dilaksanakan
sejumlah kegiatan antara lain penyusunan studi potensi penghematan energi dan
penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dengan penerapan lampu LED di PJU di 22 kota
(Smart Street Lighting Initiative – SSLI), penyusunan pedoman perencanaan dan
penerapan penerangan jalan umum (PJU) LED, dan sejumlah pilot project PJU LED di
beberapa kota .

7. Pengembangan Clearing House


Sebagai upaya memberikan informasi penghematan energi kepada masyarakat,
pengelolaan Pusat Informasi tentang Konservasi Energi dan Efisiensi Energi terus
menerus dikembangkan.
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Gambar 1.11
Energy Efficiency and Conservation Clearing House Indonesia (EECCHI)
27 RENSTRA

Energy Efficiency and Conservation Clearing House Indonesia (EECCHI) merupakan


fasilitas jasa pelayanan informasi di bawah Kementerian ESDM yang bertujuan untuk
mempromosikan, menguatkan, dan memperkaya kegiatan Konservasi Energi di
Indonesia. EECCHI berfungsi sebagai unit atau wadah pelayanan informasi, promosi,
dan kemitraan untuk meningkatkan upaya-upaya efisiensi dan konservasi di berbagai
sektor pengguna energi final, seperti sektor industri, transportasi, rumah tangga,
komersil, dan lainnya. Sebagai suatu wadah untuk memberikan pelayanan informasi,
mengumpulkan dan mengolah informasi secara sistematis, EECCHI akan berperan aktif
dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menerapkan konservasi energi
melalui berbagai program sosialisasi, pelatihan, lokakarya, dan lain-lain.

Pusat fasilitas pelayanan informasi EECCHI telah diresmikan pada tanggal 24 Maret
2011 di Jakarta. Peranan penting EECCHI adalah meningkatkan kepedulian masyarakat
untuk melaksanakan kegiatan konservasi energi melalui beberapa kegiatan yang
diadakan antara lain pelatihan (training), workshop, konferensi, dan seminar.

Tugas dan fungsi Energy Efficiency and Conservation Clearing House Indonesia
(EECCHI):
1. Memberikan Pelayanan Informasi Konservasi & Efisiensi Energi
a. Website, portal informasi, dan kalkulator energi
b. Best practices konservasi dan efisiensi energi
c. Database konservasi dan efisiensi energi
d. Studi kebijakan pemerintah
e. Perpustakaan & publikasi
2. Memfasilitasi hubungan antar pihak
a. Instansi pemerintah pusat dan daerah
b. Industri
c. Transportasi
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

d. Rumah tangga
e. Komersial
f. Lainnya
g. Penyedia jasa dan peralatan energi
h. Lembaga keuangan
i. Lembaga donor
j. Akademisi
k. Masyarakat
3. Mengangkat isu konservasi & efisiensi energi di Indonesia
a. Sosialisasi konservasi dan efisiensi energi
b. Kegiatan pelatihan, konferensi, lokakarya
RENSTRA 28

c. Dukungan untuk Gedung Hemat Energi


d. Kompetisi Hemat Energi
e. Proyek Percontohan Efisiensi Energi
f. Demonstrasi Kantor Hemat Energi

1.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN

1.2.1. Potensi dan Permasalahan Pengembangan Panas Bumi


Energi panas bumi merupakan energi setempat yang tidak dapat
ditransportasikan dan memiliki karakteristik berbeda-beda untuk setiap lokasi
(site specific). Indonesia memiliki sumber panas bumi yang sangat melimpah,
tersebar sepanjang jalur sabuk gunung api mulai dari Sumatera, Jawa, Bali,
Nusa Tenggara, Sulawesi Utara, dan Maluku serta merupakan potensi panas
bumi terbesar di dunia. Mengacu pada hasil penyelidikan panas bumi yang
telah dilakukan oleh Badan Geologi, KESDM hingga tahun 2013 telah
teridentifikasi sebanyak 312 titik potensi panas bumi yang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia dengan total potensi sebesar 28.910 MW.

Namun, pemanfaatan panas bumi untuk pembangkitan tenaga listrik, saat ini
masih rendah jika dibandingkan dengan potensi sumber daya dan cadangan
yang ada, dimana pengembangan energi panas bumi baru mencapai
1.403,5 MW atau sebesar 4,8% dari potensi yang ada.
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Gambar 1.12
Peta Persebaran Potensi Panas Bumi
29 RENSTRA

Jumlah
No Pulau Total Terpasang
Lokasi
1 Sumatera
2 Jawa
3 Bali-Nusa Tenggara
4 Kalimantan
5 Sulawesi
6 Maluku
7 Papua
TOTAL

Grafik 1.6
Perbandingan Potensi dan Kapasitas Terpasang Panas Bumi

12.760

9.717 Potensi Panas Bumi (MW)


Kapasitas Terpasang (MW)

3.044
1.805
1.134 1.071
122 7,5 145 0 80 0 75 0
BALI-NUSA TENGGARA
JAWA

MALUKU

PAPUA
SUMATERA

KALIMANTAN

SULAWESI

RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Sampai tahun 2015 terdapat 67 WKP Panas Bumi yang telah ditetapkan oleh
pemerintah, yang terdiri 19 WKP Eksisting (WKP yang ditetapkan sebelum
berlakunya UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi), 46 WKP yang telah
ditetapkan setelah terbit UU No. 27 Tahun 2003, serta 2 WKP Panas Bumi setelah
terbitnya UU No. 21 Tahun 2014.
RENSTRA 30

Tabel 1.9
WKP Panas Bumi Sebelum UU No. 27 Tahun 2003

KAP.
No. PROVINSI KABUPATEN PLTP OPERATOR
(MW)
I. SUMATERA UTARA
1 Sibayak (Lau Debuk-Debuk) Karo 12 PT Pertamina Geothermal Energy
2 Sibual-Buali Tapanuli Selatan - Konsorsium Medco
II. BENGKULU
3 Hululais - Tambang Sawah Rejang Lebong - PT Pertamina Geothermal Energy
III. SUMATERA SELATAN
4 Lumut Balai Muara Enim - PT Pertamina Geothermal Energy
IV. JAMBI
4 Sungaipenuh Kerinci - PT Pertamina Geothermal Energy
V. LAMPUNG
6 Ulubelu Tanggamus 110 PT Pertamina Geothermal Energy
VI. JAWA BARAT
7 Cibeureum - Parabakti Bogor – Sukabumi 377 Chevron Geothermal Salak - KOB PT PGE
8 Pengalengan Bandung 227 PT Star Energy - KOB PT PGE
Gunung Patuha Bandung 55 PT Geo Dipa Energi - Ap PT PGE & PT PLN
9 Kamojang Garut 200 PT Pertamina Geothermal Energy
Chevron Geothermal Indonesia - KOB PT
Darajat Garut 270
PGE
10 Karaha-Cakrabuana Tasikmalaya - PT Pertamina Geothermal Energy
VII. JAWA TENGAH
Wonosobo –
11 Dieng 60 PT Geo Dipa Energi - AP PT PGE & PT PLN
Banjarnegara
VIII. JAWA TIMUR
12 Iyang-Argopuro Probolinggo - PT Pertamina Geothermal Energy
IX. BALI
13 Buyan Bratan (Bedugul) Buleleng - PT Bali Enrgy Limited - KOB PT PGE
X. SULAWESI UTARA
14 Lahendong-Tompaso Minahasa 80 PT Pertamina Geothermal Energy
Bolaang Mongondow
15 Kotamobagu PT Pertamina Geothermal Energy
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Timur -
XI. PENGUSAHAAN DALAM SKALA KECIL
16 Cibuni Bandung (Jabar) - PT Yala Tekno Geothermal
17 Ciater Tangkuban Perahu Bandung (Jabar) - PT Wahana Sambadha Sakti
18 Tulehu Maluku (Ambon) - PT PLN (Persero)
19 Ulumbu Manggarai (NTT) 10 PT PLN (Persero)
TOTAL 1.401
31 RENSTRA

Tabel 1.10
WKP Panas Bumi Setelah Undang-Undang No. 27 tahun 2003
NO WKP Nomor POTENSI LOKASI
KEPMEN ESDM (MW)
1 WKP GUNUNG UNGARAN 1789.K/33/MEM/2007 100 Kab. Semarang dan Kab. Kendal, Jabar
2 WKP CISOLOK SUKARAME 1937.K/30/MEM/2007 30 Kab. Sukabumi, Jabar
3 WKP JAILOLO 1787.K/33/MEM/2007 160 Kab. Halmahera Barat, Maluku Utara
4 WKP SEULAWAH AGAM 1786.K/33/MEM/2007 180 Kab. Aceh Besar, Aceh
5 WKP GUNUNG TAMPOMAS 1790.K/33/MEM/2007 20 Kab. Sumedang dan Kab. Subang, Jabar
6 WKP TELAGA NGEBEL 1788.K/33/MEM/2007 120 Kab. Ponorogo dan Madiun, Jatim
7 WKP G TANGKUBAN PERAHU 2995.K/30/MEM/2007 100 Kab. Subang, Kab. Bandung dan Kab. Purwakarta, Jabar
8 WKP SOKORIA 1534.K/30/MEM/2008 30 Kab. Ende, NTT
9 WKP JABOI 1514.K/30/MEM/2008 50 Kota Sabang, Aceh
10 WKP SIPOHOLON RIA RIA 2961 K/30/MEM/2008 75 Tapanuli Utara, Sumut
11 WKP GUNUNG TALANG – BUKIT KILI 2777 K/30/MEM/2014 65 Solok
12 WKP SORIK MARAPI SAMPURAGA 2963 K/30/MEM/2008 200 Kab. Mandailing Natal, Sumut
13 WKP KALDERA DANAU BANTEN 0026 K/30/MEM/2009 115 Kab. Serang & Kab. Pandeglang, Banten
14 WKP BLAWAN IJEN 2472 K/30/MEM/2008 270 Kab. Bondowoso, Kab. Banyuwangi & Situbondo, Jatim
15 WKP HU'U DAHA 2473 K/30/MEM/2008 65 Kab. Dompu, NTT
16 WKP ATADEI 2966 K/30/MEM/2008 40 Kab. Lembata, NTT
17 WKP MARANA 2964 K/30/MEM/2008 36 Kab. Donggala, Sulteng
18 WKP SUWAWA 0025 K/30/MEM/2009 110 Kab. Bone Bolango dan Kota Gorontalo, Gorontalo
19 WKP SONGA WAYAUA 2965 K/30/MEM/2008 140 Kab. Halmahera Selatan, Maluku Utara
20 WKP G. RAJABASA 0211 K/30/MEM/2009 91 Lampung Selatan, Lampung
21 WKP SUOH SEKINCAU 2478 K/30/MEM/2009 230 Lampung Barat, Lampung
22 WKP LIKI PINANGAWAN 1086 K/30/MEM/2009 400 Solok, Sumbar
23 WKP GUCI 1556 K/30/MEM/2010 79 Tegal,Brebes,Pemalang, Jateng
24 WKP BATURADEN 1557 K/30/MEM/2010 175 Banyumas,Tegal,Brebes,Purbalingga,Pemalang, Jateng
25 WKP. RANTAU DEDAP 0155 K/30/MEM/2010 106 Muara Enim, Lahat, Kota Paga Alam, Sumsel
26 WKP. BONJOL 1150 K/30/MEM/2011 200 Pasaman, Sumatera Barat
Ogan Komering Ulu Selatan dan Lampung Barat,
27 WKP. DANAU RANAU 1151 K/30/MEM/2011 210
Sumatera Selatan dan Lampung
28 WKP. MATALOKO 1152 K/30/MEM/2011 106 Ngada, NTT
29 WKP. CIREMAI 1153 K/30/MEM/2011 150 Kuningan dan Majalengka, Jawa Barat
30 WKP. GUNUNG ENDUT 1154 K/30/MEM/2011 80 Lebak, Banten
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

31 WKP SIMBOLON SAMOSIR 1827 K/30/MEM/2012 225 Samosir, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Humbang
Hasundutan dan Dairi, Sumatera Utara
32 WKP WAY RATAI 1825 K/30/MEM/2012 105 Pesawaran, Tanggamus & Kota Bandar Lampung, Lampung
Semarang, Magelang, Boyolali, Temanggung, Kota
33 WKP CANDI UMBUL TELOMOYO 1826 K/30/MEM/2012 120
Salatiga, Jawa Tengah
34 WKP BORA PULU 1828 K/30/MEM/2012 123 Sigi dan Kota Palu, Sulawesi Tengah

35 WKP GUNUNG LAWU 2518 K/30/MEM/2012 195 Karanganyar, Sragen, Wonogiri, ngawi, Magetan,
Jawa Timur dan Jawa Tengah
36 WKP SEMBALUN 2848 K/30/MEM/2012 100 Lombok Timur, NTB
37 WKP OKA ILE ANGE 2849 K/30/MEM/2012 40 Flores Timur, NTT
38 WKP KEPAHIANG 2847 K/30/MEM/2012 180 Kepahiang dan Rejang Lebong, Bengkulu
39 WKP GRAHO NYABU 2781 K/30/MEM/2014 200 Merangin dan Kerinci
40 WKP GUNUNG ARJUNO WELIRANG 2773 K/30/MEM/2014 185 Mojokerto, Pasuruan, Malang dan Kota Batu
41 WKP GUNUNG PANDAN 2774 K/30/MEM/2014 60 Bojonegoro, Nganjuk dan Madiun
42 WKP GUNUNG WILIS 2775 K/30/MEM/2014 50 Nganjuk, Kediri, Tulungagung, Ponorogo dan Madiun
RENSTRA 32

Tabel 1.11
WKP Panas Bumi Setelah Undang-Undang No. 21 Tahun 2014
Nomor POTENSI
NO WKP KEPMEN ESDM (MW) LOKASI

1 WKP GUNUNG GEUREUDONG 4283 K/30/MEM/2014 160 Kab. Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Aceh Utara
2 WKP GUNUNG GALUNGGUNG 4284 K/30/MEM/2014 130 Kab. Tasikmalaya, Garut, dan Kota Tasikmalaya

Dalam rangka mempercepat pengembangan panas bumi pada wilayah terbuka yang
belum dapat ditetapkan menjadi WKP, Pemerintah memberikan Penugasan Survei
Pendahuluan Panas Bumi kepada Badan Usaha. Wilayah terbuka yang ditetapkan
menjadi Wilayah Penugasan Survei Pendahuluan harus memiliki kriteria :
1. Wilayah tersebut mempunyai potensi panas bumi yang besar dan/atau
kebutuhan listrik di daerah tersebut tinggi
2. Wilayah tersebut mempunyai infrastruktur serta jaringan transmisi nasional yang
memadai
3. Wilayah tertingal (frontier/remote area) yang secara potensi dan teknis apabila
dikembangkan potensi panas bumi di daerah tersebut akan membawa
multiplier effect yang signifikan.
Diharapkan dari hasil Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi, wilayah terbuka
yang memiliki potensi panas bumi yang dapat dikembangkan dapat ditetapkan
menjadi WKP.

1.2.2. Potensi Pengembangan Bio Energi


Indonesia sebagai negara agraris yang terletak di daerah khatulistiwa merupakan
negara yang kaya akan potensi bioenergi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
bakar dalam bentuk cair (biodiesel, bioethanol), gas (biogas), padat maupun sebagai
bahan bakar pembangkit listrik. Melalui pemanfaatan teknologi bioenergi, Indonesia
tidak hanya dapat meningkatkan ketahanan energinya, namun juga mempunyai
kesempatan yang besar di dalam memberikan kontribusi terhadap penyediaan
energi bersih kepada masyarakat dunia.
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Salah satu bentuk Penyediaan energi bersih kepada masyarakat dunia tersebut
antara lain melalui penyediaan biodiesel. Sebagai penghasil kelapa sawit terbesar di
dunia, Indonesia seharusnya mempunyai potensi untuk menjadi salah satu
penghasil biodiesel terbesar. Saat ini, kapasitas terpasang biodiesel yang berasal dari
kelapa sawit telah mencapai 6,3 juta kL/tahun. Selain minyak kelapa sawit, limbah
dari industri kelapa sawit juga memiliki potensi yang besar untuk diolah menjadi
sumber energi. Industri lain yang mempunyai potensi dalam pengembangan
bioenergi adalah industri gula untuk pengolahan bioetanol dan penyediaan tenaga
listrik nasional. Oleh karena itu, sejak akhir 2008, Pemerintah melalui Kementerian
ESDM telah memberlakukan kewajiban pemanfaatan biodiesel dan bioethanol
secara bertahap terutama pada sektor transportasi darat
33 RENSTRA

Gambar 1.13
Peta Persebaran Produksi Biodiesel

Bentuk penyediaan energi bersih lainnya berupa pembangkit listrik berbasis


bioenergi. Bioenergi dapat dikonversi menjadi listrik dengan memanfaatkan bahan
bakar dari BBN, biogas, maupun biomassa diantaranya :
1) Pengembangan listrik berbasis biomassa berbahan baku limbah pertanian,
perkebunan dan sampah kota.
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

2) Pengembangan listrik berbasis biogas berbahan baku limbah cair pabrik


kelapa sawit dan limbah industri lainnya (tapioka, tahu, dll).
3) Pengembangan listrik berbasis rumput laut dan Crude Palm Oil (CPO). Bahan
baku rumput laut dimanfaatkan menjadi biogas dan diubah menjadi energi
listrik dengan produk sampingan berupa pupuk. Pemanfaatan CPO sebagai
bahan bakar PLTD akan memberikan dampak yang signifikan bagi
pengurangan penggunaan devisa Negara dalam kegiatan impor bahan bakar
minyak (BBM) fosil. Rencananya akan dilakukan pembangunan PLT Berbasis
rumput laut dan CPO menggunakan ABPN Kementerian ESDM TA 2016.
RENSTRA 34

Tabel 1.12
Potensi Limbah Biomassa Menjadi Listrik
Potensi Jawa- Nusa
Kalimantan
No Umum Unit Sumatera Bali- Tenggara Sulawesi Maluku Papua Total
(MWe) Madura
1 Kelapa Sawit MWe 8.812 3.384 60 - 323 - 75 12.654
2 Tebu MWe 399 - 854 - 42 - - 1.295
3 Karet MWe 1.918 862 - - - - - 2.781
4 Kelapa MWe 53 10 37 7 38 19 14 177
5 Padi MWe 2.255 642 5.353 405 1.111 22 20 9.808
6 Jagung MWe 408 30 954 85 251 4 1 1.733
7 Ubi Kayu MWe 110 7 120 18 12 2 1 271
8 Kayu MWe 1.212 44 14 19 21 4 21 1.335
9 Sapi MWe 96 16 296 53 65 5 4 535
10 Sampah Kota MWe 326 66 1.527 48 74 11 14 2.066
Total Potensi MWe 15.588 5.062 9.215 636 1.937 67 151 32.654

Tabel 1.13
Kapasitas Terpasang On Grid PLT Biomassa, Biogas dan Sampah Kota s.d Mei 2015
NAMA JENIS KONTRAK
NO COD LOKASI PLN WILAYAH JENIS BIOMASA
PERUSAHAAN KONTRAK (MW)
1 PT Riau Prima Excess PLN Wilayah
2001 Riau Palm Waste 5
Energy power Riau
PT Growth Excess Sumatera PLN Wilayah
2 2006 Palm Waste 9
Sumatra 1 power Utara Sumut
PT Listrindo IPP PLN Wilayah
3 2006 Bangka Palm Waste 5
Kencana Bangka
PT Indah Kiat Excess PLN Wilayah
4 2006 Riau Palm Waste 2
Pulp & Paper power Riau
PT Belitung IPP PLN Wilayah
5 2010 Belitung Palm Waste 7
Energy Babel
Permata Hijau Excess PLN Wilayah
6 2010 Riau Palm Waste 2
Sawit power Riau
Excess PLN Wilayah
7 PT Pelita Agung 2010 Riau Palm Waste 5
power Riau
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

PT Growth Excess Sumatera PLN Wilayah


8 2010 Palm Waste 10
Sumatra 2 power Utara Sumut
9 PT Growth Asia Excess Sumatera PLN Wilayah
2011 Palm Waste 10
power Uta ra Sumut
PT Navigat IPP PLN Dist Municipal Solid
10 2011 Bekasi 6
Organic Jabar Waste
PT Navigat IPP PLN Dist Bali Municipal Solid
11 2012 Bali 2
Organic Waste
PT Growth Asia Excess Sumatera PLN Wilayah
12 2012 Palm Waste 10
power Utara Sumut
PT Navigat PLN Dist Municipal Solid
13 2012 IPP Bekasi 4.5
Organic Jabar Waste
PT Navigat PLN Dist Municipal Solid
14 2013 IPP Bekasi 2
Organic Jabar Waste
35 RENSTRA

Tabel 1.14
Kapasitas Terpasang On Grid PLT Biomassa, Biogas dan Sampah Kota s.d Mei 2015

NAMA JENIS KONTRAK


NO COD LOKASI PLN WILAYAH JENIS BIOMASA
PERUSAHAAN KONTRAK (MW)
PT Austindo PLN Wilayah
15 2014 IPP Belitung POME 1.2
ANE Babel

PLN Tongkol Jagung


16 PT PLN 2014 PLN Gorontalo 0.4
Sulutenggo
PT Rimba Excess PLN Wilayah Palm Waste
17 Palma 2014 power Jambi 10
S2JB

Excess Sumatera PLN Wilayah


18 PT Victorindo 2015 Palm Waste 3
Power Utara Sumut
PT Harkat Excess Sumatera PLN Wilayah
19 2015 Palm Waste 10
Sejahtera power Utara Sumut
TOTAL KAPASITAS “ONGRID” 91.1

1.2.3. Potensi Pengembangan Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan


Indonesia memiliki potensi energi aneka energi baru terbarukan cukup besar dan
tersebar di berbagai wilayah, namun sampai saat ini pemanfaatannta masih sangat
kecil. Hal ini dapat dilihat pada data sebagai berikut :

ENERGI SUMBER DANA KAPASITAS RASIO KT/SD


NO
TERBARUKAN (SD) TERPASANG (KT) (%)
1 2 3 4 5=4/3
1 Tenaga Air 75.000 MW 8.159 MW 9,4%
2 Mini/Mikro Hidro 769,69 MW 512 MW 66%
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

3 Tenaga Surya 4,80 kWh/m2/day 76,82 MW -


4 Tenaga Angin 3 – 6 m/s 1,33 MW -

Adapun lokasi potensi tersebut dapat dilihat pada peta sebaran potensi untuk
energi air, energi surya, energi angin dan energi laut berikut ini serta rencana
pengembangan pemanfaatan setiap jenis energi sebagai berikut :
RENSTRA 36

Gambar 1.14
Peta Potensi Energi Air per Propinsi
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Gambar 1.15
Peta Potensi Energi Mini/Mikrohidro
37 RENSTRA

Upaya pengembangan kapasitas terpasang pembangkit air :


1. Memanfaatkan Bendung atau Bendungan/Waduk yang telah terbangun
agar lebih cepat menambah jumlah pasokan listrik dengan kapasitas
sekitar 750 MW, dengan kelebihan-kelebihan:
a. Tidak perlu pembebasan lahan untuk daerah genangan ataupun
lokasi bendungan;
b. Tidak perlu membangun infrastruktur baru (bendung atau
Bendungan);
c. Dekat dengan daerah layanan, termasuk sistem transmisi;
d. Tidak perlu perizinan yang terlalu rumit;
e. Dapat diaplikasikan BJPSDA secara langsung sebagai sumber
pembiayaan OP Waduk dan Konservasi.
2. Pengembangan tenaga air berkapasitas sampai dengan 10 MW melalui
kebijakan Feed in Tariff
3. Koordinasi dengan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan dalam rangka
Fasilitasi pembangunan PLTA pada program FTP2.

KAPASITAS ESTIMASI
NO NAMA PROYEK PEMILIK LOKASI
(MW) COD
1 PLTA Upper Cisokan (4 x 260 PLN Jawa Barat 1.040 2018
MW)
2 PLTA Jatigede (2 x 55 MW) PLN Jawa Barat 110 2017
3 PLTA Asahan 3 (2 x 87 MW) PLN Sumatera Utara 174 2018
4 PLTA Masang 2 (55 MW) PLN Sumatera Barat 55 2020
5 PLTA Hasang (40 MW PT Binsar Natorang Energi Sumatera Utara 40 2018
6 PLTA Peusangan (83 MW) Kons. PT Ingako Kospo Nangroe Aceh 83 2020
Posco Dongbu Eng Darussalam
7 PLTA Semangka (2 x 28 MW) PT Tanggamus Electric Lampung 56 2017
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Power
8 PLTA Wampu (3 x 15 MW) PT Wampu Electric Power Sumatera Utara 45 2016
9 PLTA Bonto Batu (110 MW) PT Enrekang Hydro Power Sulawesi Selatan 110 2019
10 PLTA Malea (2 x 45 MW) PT Malea Energy Sulawesi Selatan 90 2020

A. Potensi Energi Surya


Indonesia yang merupakan negara tropis memiliki potensi energi surya yang
sangat besar karena wilayahnya yang terbentang melintasi garis khatulistiwa,
dengan besar radiasi penyinaran 4,80 kWh/m2/hari. Energi surya dikonversi
langsung dan bentuk aplikasinya dibagi menjadi dua jenis, yaitu solar thermal
untuk aplikasi pemanasan dan solar photovoltaic untuk pembangkitan listrik.
RENSTRA 38

Gambar 1.16
Peta Potensi Energi Surya

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) merupakan teknologi pembangkit


listrik yang dapat diterapkan di semua wilayah. Instalasi, operasi, dan
perawatan PLTS sangat mudah sehingga mudah diadopsi oleh masyarakat.
Hambatan utama pasar PLTS adalah biaya investasi per Watt daya
terbangkitkan masih relatif mahal dan beberapa bahan baku komponen PLTS
khususnya sel surya masih harus diimport. Oleh karena itu penumbuhan
industri sel surya lokal menjadi sangat strategis dalam pengembangan PLTS di
masa mendatang. Disamping itu, kebijakan feed in tariff yang menarik bagi
investor juga menjadi hal yang sangat penting bagi pertumbuhan investasi
swasta dalam pembangunan PLTS.
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Pemerintah melakukan upaya peningkatan pemanfaatan energi matahari


untuk pembangkit listrik dengan membangun PLTS Terpusat maupun PLTS
Hybrid di wilayah-wilayah yang belum terjangkau listrik di seluruh pelosok
Indonesia. Upaya Pemerintah ini turut mendukung berkembangnya industri
surya nasional. Perkembangan PLTS di dalam negeri saat ini sudah cukup pesat
karena beberapa keunggulan PLTS diantaranya:
- Sumber energi matahari tersedia di seluruh lokasi permukaan bumi
dengan jumlah yang berlimpah sehingga tidak pernah menimbulkan
konflik sosial terhadap penggunaan sumber energi matahari;
39 RENSTRA

- Teknologi PLTS mudah dipahami dan diterima oleh masyarakat awam,


dapat dipasang oleh tenaga lokal, dapat dioperasikan oleh pengguna
dengan perawatan yang sangat lokal;
- PLTS sangat bersahabat dengan lingkungan, tidak menghasilkan emisi
gas, tidak bising, bekerja pada temperaturruang, dan tidak ada resiko
bencana terhadap keselamatan manusia juga lingkungan;
- Perangkat PLTS sudah banyak tersedia di pasar dengan beragam pilihan
daya, harga dan kualitas

B. Potensi Energi Angin


Secara alamiah potensi energi angin di Indonesia relatif kecil karena terletak di
daerah khatulistiwa. Namun demikian ada daerah-daerah yang secara geografi
merupakan daerah angin karena merupakan wilayah nozzle effect atau
penyempitan antara dua pulau atau daerah lereng gunung antara dua gunung
yang berdekatan.

Sumber energi bayu berasal dari pergerakan udara akibat perubahan


temperatur udara karena pemanasan dari radiasi matahari. Pembangkit Listrik
Tenaga Bayu (PLTB) adalah pembangkit listrik energi terbarukan yang tumbuh
pesat di berbagai negara maju. Adapun di Indonesia teknologi turbin angin yang
modern belum sepenuhnya dikuasai, sehingga masih dibutuhkan riset yang
intensif untuk mengembangkan turbin angin yang cocok dengan kondisi potensi
energi angin di Indonesia. Pemerintah membutuhkan upaya untuk melakukan
komersialisasi teknologi baru PLTB, disamping mendorong manufaktur lokal
untuk mengembangkan kapasitas produksinya.

Di Indonesia, pertumbuhan investasi swasta dalam pembangunan PLTB juga


harus dipacu oleh kebijakan feed in tariff yang menarik bagi investor. Selain itu
layak dipertimbangkan juga untuk mengembangkan mekanisme insentif bagi
pengguna energi terbarukan khususnya PLTB. Walaupun biaya investasi per
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

daya terbangkitkan relatif masih mahal, tetapi biaya pokok produksi listrik relatif
bersaing dengan sistem pembangkit listrik energi terbarukan lainnya.
RENSTRA 40

Gambar 1.17
Peta Potensi Energi Angin Indonesia

Tabel 1.15
Potensi Energi Angin Indonesia

Kec. Angin Daya Spesifik Jumlah


Kelas Daerah/Wilayah
(m/s) (W/m2) Lokasi
Sumbar, Bengkulu, Jambi, Jateng,
Kurang Potensial < 3,0 < 45 66 NTB, Kalses, NTT, Sultra, Sulut,
Maluku
Lampung, DIY, Bali, Jatim, Jateng,
Potensi Rendah
3,0 – 4,0 < 75 34 NTB, Kalsel, NTT, Sultra, Sulut,
(Skala Kecil)
Sulteng, Sumut, Sulbar
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Bengkulu, Banten, DKI, Jateng,


Potensi Menengah
4,1 – 5,0 75 – 150 34 Jatim, NTB, NTT, Sultra, Sulteng,
(Skala Menengah)
Gorontalo, Sulsel
Potensi Tinggi (Skala DIY, Jateng, Sulsel, NTB, NTT,
> 5,0 > 150 19
Besar) Sulut
41 RENSTRA

Tabel 1.16
Potensi Energi Angin Indonesia (Ketinggian 50 meter)

Kec. Angin Daya Spesifik Jumlah


Kelas Daerah/Wilayah
(m/s) (W/m2) Lokasi
Maluku, Papua, Sumba, Mentawai,
Kurang Potensial < 3,0 < 45 66 Bengkulu, Jambi, NTT, NTB,
Sultra, Sulut, Sumut
Jateng, Maluku, DIY, Lampung,
Potensi Rendah
3,0 – 4,0 < 75 34 Kalsel, NTT, NTB, Sultra, Sulteng,
(Skala Kecil)
Sulut, Sumut
Potensi Menengah Jateng, DIY, Jatim, Bali, Ben gkulu,
4,1 – 5,0 75 – 150 34
(Skala Menengah) NTT, NTB, Sulsel, Sulteng
Potensi Tinggi (Skala Banten, DKI, Jateng, DIY, NTT,
> 5,0 > 150 19
Besar) NTB, Sultra, Sulut, Sulsel

C. Potensi Energi Laut


Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki wilayah laut terbesar.
Sekitar dua per tiga wilayah Indonesia adalah laut. Indonesia memiliki pantai kedua
terpanjang di dunia setelah Kanada. Hal tersebut menjadi keuntungan bagi Indonesia
dari segi besarnya potensi energi laut. Energi laut yang dihasilkan dari gerakan dan
perbedaan suhu lapisan laut (samudera) merupakan sumber energi di perairan laut
yang berupa energi pasang surut, energi gelombang, energi arus laut, dan energi
perbedaan suhu lapisan laut.

RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Gambar 1.18
Peta Potensi Arus Pasang Surut Laut
RENSTRA 42

Energi pasang surut di wilayah Indonesia terdapat pada banyak pulau. Cukup banyak
selat sempit yang membatasinya maupun teluk yang dimiliki masing-masing pulau.
Hal ini memungkinkan untuk memanfaatkan energi pasang surut. Saat laut pasang
dan saat laut surut aliran airnya dapat menggerakkan turbin untuk membangkitkan
listrik. Sampai saat ini belum ada penelitian untuk pemanfaatan energi pasang surut
yang memberikan hasil yang cukup signifikan di Indonesia.

Di Indonesia beberapa daerah yang mempunyai potensi energi pasang surut adalah
Bagan Siapi-api yang pasang surutnya mencapai 7 meter, Teluk Palu yang struktur
geologinya merupakan patahan (Palu Graben) sehingga memungkinkan gejala
pasang surut, Teluk Bima di Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), Kalimantan Barat,
Papua, dan pantai selatan Pulau Jawa yang pasang surutnya bisa mencapai lebih dari
5 meter.

Berdasarkan pola arus di perairan Indonesia pada kondisi pasang purnama, saat
pasang tertinggi (kecepatan arus laut maksimum) dan pada kondisi pasang perbani,
saat surut terendah (kecepatan arus laut minimum), diketahui bahwa secara umum
kecepatan arus yang ada tidak terlalu besar, kecuali pada daerah Selat Bali, Selat
Lombok dan Selat Makassar. Saat ini pemanfaatan arus laut untuk pembangkitan
tenaga listrik sudah sampai pada tahap implementasi (pilot project) dalam skala kecil
oleh beberapa institusi dan perguruan tinggi.
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Gambar 1.19
Peta Potensi Panas Laut
43 RENSTRA

Untuk lautan di wilayah Indonesia, dengan potensi termal 2,5 x 1.023 Joule dan
efisiensi konversi energi panas laut sebesar tiga persen dapat dihasilkan daya sekitar
240.000 MW. Potensi energi panas laut yang baik terletak pada daerah antara 6-9°
Lintang Selatan dan 104-109° Bujur Timur. Di daerah tersebut pada jarak kurang dari
20 km dari pantai didapatkan suhu rata-rata permukaan laut di atas 28°C dan
didapatkan perbedaan suhu permukaan dan kedalaman laut (1.000 m) sebesar
22,8°C. Sedangkan perbedaan suhu rata-rata tahunan permukaan dan kedalaman
lautan (650 m) lebih tinggi dari 20°C. Dengan potensi tersebut, konversi energi panas
laut dapat dijadikan alternatif pemenuhan kebutuhan energi listrik di Indonesia.
Tidak jauh berbeda dengan energi pasang surut, energi panas laut di Indonesia juga
baru mencapai tahap penelitian.

Gambar 1.20
Peta Potensi Gelombang Laut

Gelombang tercipta terutama akibat hembusan angin di permukaan laut. Selama


RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

ada perbedaan suhu udara di suatu daerah dengan daerah lainnya akan
menimbulkan angin yang membentuk gelombang jika melewati laut. Kekuatan
gelombang bervariasi di setiap lokasi. Daerah samudera Indonesia sepanjang
pantai selatan Jawa sampai Nusa Tenggara adalah lokasi yang memiliki potensi
energi gelombang cukup besar berkisar antara 10 - 20 kW per meter gelombang.
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa energi gelombang di beberapa titik di
Indonesia bisa mencapai 70 kW/m di beberapa lokasi. Pantai barat Pulau Sumatera
bagian selatan dan pantai selatan Pulau Jawa bagian barat juga berpotensi
memiliki energi gelombang laut sekitar 40 kW/m.
LKj | 2014
RENSTRA 44

Karakteristik energi gelombang sangat sesuai untuk memenuhi kebutuhan energi


kota-kota pelabuhan dan pulau-pulau terpencil di Indonesia. Sayangnya,
pengembangan teknologi pemanfaatan energi gelombang di Indonesia saat ini
meskipun cukup menjanjikan namun masih belum optimal. Pemanfaatan energi
gelombang yang sudah diaplikasikan di Indonesia baik oleh lembaga litbang (BPPT,
PLN) maupun institusi pendidikan lainnya baru pada tahap penelitian.

1.2.4. Potensi Pelaksanaan Konservasi Energi


Potensi penghematan energi dalam penerapan konservasi energi secara nasional
sangat besar dan berdasarkan draf Rencana Induk Konservasi Energi Nasional
tahun 2013 telah diidentifikasi gambaran potensi penghematan energi untuk
masing-masing kelompok pengguna energi:

Gelombang tercipta terutama akibat hembusan angin di permukaan laut. Selama


ada perbedaan suhu udara di suatu daerah dengan daerah lainnya akan
menimbulkan angin yang membentuk gelombang jika melewati laut. Kekuatan
gelombang bervariasi di setiap lokasi. Daerah samudera Indonesia sepanjang
pantai selatan Jawa sampai Nusa Tenggara adalah lokasi yang memiliki potensi
energi gelombang cukup besar berkisar antara 10 - 20 kW per meter gelombang.
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa energi gelombang di beberapa titik di
Indonesia bisa mencapai 70 kW/m di beberapa lokasi. Pantai barat Pulau Sumatera
bagian selatan dan pantai selatan Pulau Jawa bagian barat juga berpotensi
memiliki energi gelombang laut sekitar 40 kW/m.

Karakteristik energi gelombang sangat sesuai untuk memenuhi kebutuhan energi


kota-kota pelabuhan dan pulau-pulau terpencil di Indonesia. Sayangnya,
pengembangan teknologi pemanfaatan energi gelombang di Indonesia saat ini
meskipun cukup menjanjikan namun masih belum optimal. Pemanfaatan energi
gelombang yang sudah diaplikasikan di Indonesia baik oleh lembaga litbang (BPPT,
PLN) maupun institusi pendidikan lainnya baru pada tahap penelitian.
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Tabel 1.17
Potensi Penghematan Energi

SEKTOR PENGHEMATAN TARGET PENGHEMATAN


ENERGI ENERGI (2025)
Industri 10 – 30% 19,7%
Komersial 10 – 30% 24,2%
Transportasi 15 – 35% 19,4%
Rumah Tangga 15 – 30% 23,5%
Lainnya (Pertanian, Konstruksi, 25% 12,7%
dan Pertambangan)
Sumber: Draf RIKEN 2013
45 RENSTRA

1.3. TANTANGAN DAN PERMASALAHAN SUB SEKTOR EBTKE


1.3.1. Tantangan dan Permasalahan Bidang Panas Bumi
Tantangan permasalahan yang dihadapi oleh Sektor Panas Bumi salah
satunya mengenai area prospek pengembangan Panas Bumi yang berada
pada kawasan hutan (Lindung dan Konservasi) dan perkebunan. Dari 299
titik potensi yang ada, sekitar 6.000 MW (15%) berada dalam wilayah hutan
konservasi dan sekitar 7.000 MW (18%) berada dalam wilayah hutan lindung.
Di sisi lain, regulasi sektor kehutanan belum menunjang percepatan Panas
Bumi di Kawasan Hutan. Oleh karena itu, perlu dilakukan terobosan agar
pengembangan panas bumi dapat dilakukan namun tetap
mempertimbangkan kelestarian hutan khususnya pada kawasan hutan
konservasi.

Regulasi mengenai tentang panas bumi turut menjadi kendala dalam


pengembangan Panas Bumi. Dalam Undang-Undang Nomor 27 Tentang
Panas Bumi, kegiatan Panas Bumi dikategorikan sebagai kegiatan
pertambangan dimana kegiatan tersebut tidak diizinkan di kawasan hutan
(Lindung dan Konservasi), saat ini UU tentang Panas Bumi dalam tahap
pembahasan oleh Tim Pansus DPR RI. Regulasi yang mengatur mengenai
harga listrik panas bumi belum mengakomodir kapasitas pembangkitan
dan temperatur reservoir dari sistem panas bumi, khususnya Harga
Uap/Listrik Panas Bumi untuk low dan medium entalphy dan skala kecil
(<10MW). Akibatnya, proses negosiasi kontrak membutuhkan waktu yang
lama.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha
Panas Bumi juga perlu direvisi dan disinkronisasi dengan Peraturan Menteri
ESDM dalam rangka pengaturan proses lelang WKP Panas Bumi. Selain itu,
Laporan
RENSTRAKinerja

perlu juga ditetapkan pembebasan PPN atas Impor Barang Kegiatan


Eksploitasi Panas Bumi untuk Pengembang setelah Berlakunya UU No
DITJENDirektorat

27/2003. Oleh karena itu, perlu dilakukan revisi terhadap PMK 70/2013 agar
EBTKE 2015-2019

dapat diberikan pembebasan PPN atas impor barang untuk kegiatan


eksploitasi panas bumi bagi pemegang IUP
Jenderal EBTKE Tahun 2014

Pengembangan usaha Panas Bumi juga mengalami kendala dari segi


pendanaan dan pelaksanaan tupoksi. Dari segi pendanaan, jaminan
kelayakan usaha belum memenuhi kebutuhan investor. Selain itu, sektor
perbankan kurang tertarik untuk membiayai pengembangan Panas Bumi.
SOP untuk pemanfaatan Fasilitas Dana Panas Bumi belum ditetapkan.
RENSTRA 46

Pada pelaksanaan tupoksi, kendala yang ditemui yaitu terbatasnya Sumber


Daya Manusia yang kompeten dalam pengelolaan bidang Panas Bumi
sehingga beban kerja di Direktorat Panas Bumi tinggi. Selain itu, kendala yang
masih ditemui yaitu belum efektifnya knowledge sharing, koordinasi dengan
instansi terkait, dan sistem pengawasan dalam melaksanakan tupoksi.

1.3.2. Tantangan dan Permasalahan Bidang Bio Energi


Beberapa hal yang perlu disempurnakan dalam pengembangan bioenergi
adalah:
1. Regulasi untuk jaminan penyediaan bahan baku BBN dan PLT Bioenergi
seperti DMO dan Kebun Energi
2. Pengaturan harga baik untuk BBN maupun listrik berbasis bioenergi
3. Regulasi untuk penyiapan peralatan pengguna BBN
4. Mendorong mekanisme Public Private Partnershio untuk
pengembangan PLT sampah kota
5. Pengaturan pengembangan BBN secara terintegerasi hulu-hilir
6. Pendanaan untuk ivestasi sarana dan prasana pencampuran dan
distribusi
7. Pengaturan terkait investasi
8. Insentif dan disinsentif fiskal (PPN masukan dan keluaran, cukai BBN,
bea keluaran CPO/Biodiesel)
9. Kesiapan sektor pengguna khususnya industri kendaraan bermotor dan
peralatan berat
10. Pengaturan sanksi
11. Kebijakan fiskal yang berkelanjutan

Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, telah disusun strategi – strategi


sebagai berikut:
1. Koordinasi intensif dengan instansi terkait
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

2. Penyusunan roadmap pengadaan dan pemanfaatan BBN


3. Mendorong riset dan pengembangan bahan baku BBN
4. Pengaturan bahan baku antara lain dedicated land (lahan khusus untuk
BBN) termasuk penyediaan lahan
5. Penyusunan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) terhadap
bahan baku
6. Penetapan harga untuk bahan baku dan BBN
7. Penyiapan infrastruktur blending BBN-BBM melalui APBN untuk daerah
terpencil (fasilitas produksi, blending untuk depo – depo kecil)
8. Melakukan revisi SNI BBN sehingga lebih sesuai dengan standard sejenis
di internasional.
47 RENSTRA

1.3.3. Tantangan dan Permasalahan Bidang Aneka Energi Baru dan Energi
Terbarukan

Kendala Investasi
- Kendala utama yang sering dialami adalah masalah lahan, karena
sebagian besar potensi energi air berada di kawasan hutan konservasi.
Sehingga dalam perencanaannya perlu koordinasi dengan pihak
kehutanan,padahal dalam pengelolaan pembangkit listrik ada upaya
menjaga catchment area dengan pelestarian hutan agar sumber air
yang tersedia tidak mengalami penurunan debit yang mengakibatkan
kurang optimalnya pengoperasian PLTMH/PLTM tersebut. Hal ini
dialami juga pada program pembangunan 10 unit PLTA program FTP
II. Sehingga estimasi COD akan dicapai antara tahun 2018 sampai
dengan 2020.
- Investasi pemanfaatan energi surya di Indonesia masih sangat mahal
yang diakibatkan industri dalam negeri belum mampu memproduksi
sell surya seperti negara maju lainnya. Sehingga sel surya yang saat ini
masih impor. Sementara bahan baku pasir kwarsa tersedia di
beberapa lokasi..
- saat ini swasta kurang berminat untuk melakukan usaha penyediaan
energi karena harga jual energi belum sesuai dengan
keekonomiannya, disamping daya beli masyarakat perdesaan yang
rendah.
- Keberadaan potensi energi seperti aliran dan terjunan air, rata-rata
terdapat di lokasi pedalaman yang cukup jauh dari industri atau
pemukiman.

Kendala pembangunan infrastruktur energi di daerah off-grid


- Usulan pembangunan PLTMH maupun PLTS untuk listrik perdesaan
melalui APBN, di beberapa daerah belum didukung adanya
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

perencanaan yang baik. Hal ini disebabkan oleh masih terbatasnya


kemampuan SDM di bidang energi baru terbarukan di daerah.
- Masih rendahnya kemampuan masyarakat pengelola aset pembangkit
energi terbarukan dalam mengoperasikan dan memelihara instalasi
pembangkit listrik PLTMH atau PLTS.
- Proses penyerahan aset fisik energi terbarukan yang memakan waktu
cikup lama, sementara untuk unur batere pada PLTS hanya sekitar 2
(dua) tahun. Hal ini akan berakibat kegiatan pemeliharaan atau
revitalisasi aset masih menjadi tanggung jawab Diirektorat Jenderal
Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi.
RENSTRA 48

- Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan tindak lanjut kehadiran


proyek pemerintah, bahwa dalam memanfaatkan energi listrik perlu
adanya biaya untuk mengoperasikan dan memelihara sarana
pembangkit listrik tersebut.
- Implementasi kegiatan di daerah yang cukup sulit dan kurang
kondusifnya keamanan kurang diminati oleh pelaksana
pembangunan, walaupun telah dikoordinasikan dengan Pemerintah
Daerah setempat.sulitnya pengawasan pengelolaan instalasi energi
baru terbarukan pada lokasi yang sangat jauh dan sulit
aksesbilitasnya.

1.3.4. Tantangan dan Permasalahan Bidang Konservasi Energi


Tantangan dalam pelaksanaan penerapan konservasi energi yang telah
diidentifikasi, antara lain:
a. Regulasi yang masih terbatas;
b. Harga energi relatif masih murah (subsidi energi yang tinggi);
c. Sistem pendanaan investasi program energi efisiensi dan konservasi
energi belum memadai;
d. Insentif untuk pelaksanaan energi efisiensi dan konservasi energi
belum memadai;
e. Disinsentif untuk pengguna energi yang tidak melaksanakan efisiensi
energi dan konservasi energi belum dilaksanakan secara konsisten;
f. Tingkat kesadaran hemat energi bagi pengguna masih rendah;
g. Daya beli teknologi/peralatan yang efisien/hemat energi masih
rendah;
h. Kurangnya koordinasi antar instansi dalam menyusun peraturan
teknis yang mengatur kewajiban pelaksanaan konservasi energi;
i. Pengetahuan dan pemahaman terhadap pentingnya dan manfaat
konservasi energi masih terbatas;
j. Terbatasnya jumlah tenaga latih untuk manajer dan auditor energy;
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

dan
k. Sistem monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan Konservasi Energi
lintas sektor belum tersedia.
BAB II
VISI, MISI, TUJUAN DAN
SASARAN STRATEGIS
49 RENSTRA

II. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS

1.1. VISI DAN MISI

Dengan mempertimbangkan masalah pokok bangsa, tantangan pembangunan yang


dihadapi dan capaian pembangunan selama ini, maka Visi Pembangunan Nasional
untuk tahun 2015 – 2019 adalah:

“Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, Mandiri dan


Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”

Untuk mewujudkan Visi ini adalah melalui 7 Misi Pembangunan, yaitu:


1) Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah,
menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim,
dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan;
2) Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis
berlandaskan negara hukum;
3) Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai
negara maritim;
4) Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.
5) Mewujudkan bangsa yang berdaya saing;
6) Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan
berbasiskan kepentingan nasional; dan
7) Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

Misi pembangunan tersebut kemudian dirumuskan ke dalam 9 program prioritas yang


dikenal dengan Nawacita yakni:
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

1) Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan


memberikan rasa aman pada seluruh warga negara;
2) Membuat Pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola
pemerintahan bersih, efektif, demokratis dan terpercaya;
3) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan
desa dalam kerangka NKRI;
4) Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan
hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya;
5) Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia;
6) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional
RENSTRA 50

7) Mewujudkan Kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor –


sektor strategis ekonomi domestik;
8) Melakukan revolusi karakter bangsa;
9) Memperteguh ke-Bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.

Program – program tersebut sejalan dengan kebijakan pengembangan EBTKE


untuk mewujudkan kedaulatan energi melalui peningkatan kapasitas terpasang
energi baru terbarukan serta penerapan konservasi energi dalam mewujudkan
perilaku yang hemat energi.

Produksi Biodiesel
4,3-10 juta KL

Pilot Project Produksi Bioethanol


PLT Arus Laut 0,34-0,93 juta KL
1 MW

BAURAN EBT 10%-16%


INTENSITAS ENERGI PRIMER
Pilot Project 463,2 SBM/MILIAR RP.
Reaktor Daya PLTN Pembangunan
10 MW perkebunan
bioenergi

Konservasi Energi:
Tambahan Kapasitas Audit Energi, SKEM,
Terpasang Label HE, ISO 50001,
Pembangkit EBT Sosialisasi, ESCO,
7,5 GW Pilot Projet PJU HE

Gambar 2.1
Arah Kebijakan dan Strategi bidang EBTKE (Buku I RPJMN 2015 – 2019)
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI:


1. Meningkatkan peranan energi baru terbarukan dalam bauran energi: (i) insentif dan harga yang
tepat untuk mendorong investasi; (ii) pemanfaatan aneka energi baru terbarukan dan bioenergi untuk
pembangkit listrik dan (iii) pemanfaatan bahan bakar nabati.
2. Meningkatkan Aksesibilitas: penyediaan listrik untuk pulau-pulau dan desa-desa terpencil termasuk
desa nelayan bila mungkin dengan energi surya dan energi terbarukan lainnya.
3. Meningkatkan efisiensi dalam penggunaan energi: (i) kampanye hemat energi , (ii) pengembangan
insentif dan mekanisme pendanaan utk pembiayaan upaya efisiensi energi; (iii) peningkatan
kemampuan teknis manajer dan auditor energi; (iv) peningkatan peran dan kapasitas perusahaan
layanan energi (ESCO), (v) pengembangan penggunaan sistem dan teknologi hemat energi di industri,
(vi) optimalisasi instrumen kebijakan konservasi energi (PP No. 70/2009 tentang Konservasi Energi).
4. Memanfaatkan potensi sumber daya air untuk PLTA, diantaranya : (i) insentif untuk percepatan
pembangunan PLTA, yaitu dispensasi pemanfaatan kawasan hutan untuk pembangunan PLTA,
pengaturan harga jual listrik dan penyediaan lahan, (ii) penyederhanaan regulasi dan dokumen
persyaratan perizinan pembangunan PLTA.
51 RENSTRA

1.2. TUJUAN
Tujuan merupakan intisari dari visi, yaitu kondisi yang ingin dicapai pada tahun 2019.
Tujuan tersebut merupakan suatu kondisi yang ingin diwujudkan dalam kurun waktu
5 tahun kedepan sesuai dengan tugas dan fungsi KESDM. Masing-masing tujuan
memiliki sasaran dan indikator kinerja yang harus dicapai melalui strategi yang tepat,
serta juga harus dapat menjawab tantangan yang ada.

INDIKATOR
NO TUJUAN SASARAN STRATEGIS
KINERJA
1. Meningkatkan kapasitas penyediaan
energi fosil 3
2. Meningkatkan alokasi energi domestik 2
3. Meningkatkan akses dan infrastruktur
energi 3
1 Terjaminnya penyediaan energi dan
4. Meningkatkan diversifikasi energi 2
bahan baku domestik
5. Meningkatkan efisiensi energi dan
pengurangan emisi 2

6. Meningkatkan produksi mineral dan


1
PNT

2 Terwujudnya optimalisasi penerimaan 7. Mengoptimalkan penerimaan negara 1


negara dari sektor ESDM dari sektor ESDM
3 Terwujudnya subsidi energi yang lebih 8. Mewujudkan subsidi energi yang lebih 1
tepat sasaran dan harga yang kompetitif tepat sasaran
4 Terwujudnya peningkatan investasi 1
9. Meningkatkan investasi sektor ESDM
sektor ESDM
10. Mewujudkan manajemen dan SDM yang 6
Terwujudnya manajemen dan SDM yang profesional
5 profesional serta peningkatan kapasitas 11. Meningkatkan kapasitas IPTEK 3
IPTEK dan pelayanan bidang geologi 12. Meningkatkan kualitas informasi dan 3
pelayanan bidang geologi

Untuk mendukung tujuan Kementerian ESDM selama 5 tahun ke depan, uraian


RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

tujuan sesuai tugas dan fungsi Direktorat Jenderal EBTKE adalah sebagai berikut:
TUJUAN 1: Terjaminnya penyediaan energi dan bahan baku domestik
RENSTRA 52

SASARAN 4: Meningkatkan diversifikasi energi


No Indikator Kinerja Satuan Target 2019
1 Kapasitas terpasang pembangkit listrik Energi MW 16.996
Baru Terbarukan
a. PLTP MW 3.195
b. PLT Bioenergi MW 2.872
c. PLTA dan PLTMH MW 10.622
d. PLTS MW 260
e. PLT Bayu/Hybrid MW 47
f. PLT Arus Laut MW 1
2 Produksi biofuel Juta KL 7,21
a. Biodiesel Juta KL 7,08
b. Bioethanol Juta KL 0,13

Kapasitas terpasang pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) tahun 2015
ditargetkan sebesar 11.755 MW dan direncanakan meningkat menjadi 16.996 MW
pada tahun 2019. Kapasitas pembangkit EBT tercatat cukup besar, namun
sesungguhnya belum sepenuhnya memiliki tingkat produksi listrik yang paling
maksimal.

a. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)


Sampai dengan akhir tahun 2014, kapasitas terpasang pembangkit listrik yang
berasal dari energi panas bumi mencapai 1.403,5 MW. Target rencana
kapasitas terpasang PLTP pada tahun 2019 mencapai 3.194,5 MW atau
terdapat tambahan kapasitas sebesar 1.791 MW pada periode 2015 - 2019.

Grafik 2.1
Kapasitas Terpasang PLTP
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

1403,5
1336 1343,5
1226
1189 1189

1052
982

852 852
807
MW

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
53 RENSTRA

Dalam rangka mendorong peningkatan kapasitas terpasang PLTP,


Pemerintah telah menetapkan kebijakan, diantaranya:
1) Peningkatan dan harmonisasi kebijakan dan peraturan perundang –
undangan dan turunannya di bidang Panas Bumi, diantaranya:
a. Perubahan kedua PP No. 59 Tahun 2007 akan segera diterbitkan.
b. Pembahasan Revisi Permen ESDM No. 11 Tahun 2009 dengan pokok
substansi memperjelas metode evaluasi pada pelaksanaan
pelelangan WKP Panas Bumi sebagaimana tertuang pada draf RPP
No. 59 Tahun 2007;
c. Harga listrik panas bumi akan semakin menarik melalui
penyempurnaan Permen ESDM Nomor 22 Tahun 2012 yaitu
penerapan Harga Patokan Tertinggi (HPT) dengan mekanisme yang
lebih sesuai untuk mendorong investasi panas bumi. Pertimbangan
kebijakan harga dengan konsep HPT ini mempunyai kelebihan
diantaranya memberikan harga yang tetap menarik (ceiling price),
mempersingkat negosiasi PPA, adanya eskalasi (harga HPT
merupakan best price), jaringan transmisi dihitung terpisah, dan
mempertimbangkan medium dan low entalphy.
2) Pemberian insentif fiskal bagi pengembangan panas bumi.
3) Kontribusi panas bumi dalam program percepatan 10.000 MW Tahap II
sebesar 4.965 MW pada 52 proyek PLTP.

b. Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Bioenergi


Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Bioenergi yang terdiri dari PLT biogas,
biomass dan sampah kota direncanakan memiliki kapasitas terpasang
tahun 2015 sebesar 1.892 MW dan meningkat menjadi 2.872 MW tahun 2019,
dengan rencana tambahan pembangunan sekitar 1.131,4 MW selama 5
tahun melalui pendanaan APBN sebesar 18,6 MW dan swasta sebesar 1.112,8
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

MW.

c. PLTA dan PLTMH


Direncanakan memiliki kapasitas terpasang tahun 2015 sebesar 8.342 MW
dan meningkat menjadi 10.622 MW tahun 2019, dengan rencana tambahan
pembangkit sebesar 2.510,7 MW selama 5 tahun. Pembangunan untuk 5
tahun tersebut yang menggunakan anggaran APBN Direktorat Jenderal
EBTKE direncanakan sekitar 11,5 MW, dana transfer pusat ke daerah melalui
program Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Perdesaan sebesar 48,2
MW, dan swasta atau IPP sebesar 2.451 MW.
RENSTRA 54

d. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)


Direncanakan memiliki kapasitas terpasang sebesar 76,9 MW tahun 2015
dan meningkat menjadi 260,3 MW tahun 2019, dengan rencana tambahan
pembangkit sebesar 189,3 MW selama 5 tahun, terdiri dari APBN Direktorat
Jenderal EBTKE sebesar 15,4 MW, DAK Bidang Energi Perdesaan sebesar 33,9
MW dan swasta atau IPP sebesar 140 MW yang dilaksanakan melalui lelang
kuota berdasarkan Permen ESDM No. 17/2013 tentang Pembelian Tenaga
Listrik oleh PT PLN dari PLTS Fotovoltaik. Selain itu regulasi mengenai harga
jual beli listrik dari PLTS Roof Top diharapkan dapat segera ditetapkan
sehingga dapat mendorong capaian kapasitas tenaga listrik dari tenaga
surya.

e. Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Bayu/Hybrid


Direncanakan memiliki kapasitas terpasang tahun 2015 sebesar 5,8 MW dan
meningkat menjadi 47 MW tahun 2019, dengan rencana tambahan
pembangkit sebesar 43,9 MW selama 5 tahun, terdiri dari APBN sebesar 4,2
MW, DAK sebesar 3,7 MW dan selebihnya oleh swasta sebesar 36 MW. Peran
pengembangan PLT Bayu/Hybrid oleh swasta perlu didukung oleh
Peraturan Menteri ESDM yang mengatur mengenai kegiatan usaha dan
harga pembelian tenaga listrik dari PLT Bayu.
f. Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Arus Laut
Sampai dengan saat ini PLT Arus Laut yang telah dikembangkan masih pada
tahap pilot project dan bukan untuk pengembangan secara komersil.
Direncanakan pada tahun 2019 dapat dikembangkan PLT Arus Laut dengan
kapasitas 1 MW yang beroperasi secara komersil.

Produksi biofuel atau bioenergi dalam bentuk cair yang sering disebut dengan
Bahan Bakar Nabati (BBN) terdiri dari biodiesel, bioetanol, dan minyak nabati
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

murni yang dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti BBM

a. Produksi Biodiesel
Pada tahun 2014 total kapasitas terpasang biodiesel berdasarkan Izin Usaha
Niaga BBN adalah 5,6 juta KL sedangkan biodiesel yang diproduksi adalah
sebesar 3,9 juta KL. Minat investasi di industri biodiesel terus mengalami
peningkatan sejak diberlakukannya program mandatori biodiesel pada
tahun 2008. Total pemanfaatan biodiesel untuk kebutuhan domestik pada
2014 sebesar 1,8 juta KL atau meningkat 76% dibandingkan tahun
sebelumnya.
55 RENSTRA

b. Produksi Bioethanol
Sedangkan untuk industri bioetanol total kapasitas terpasang sampai dengan
tahun 2014 adalah sebesar 0,4 juta KL, namun masih belum berjalan sesuai
mandatori dikarenakan masih minimnya kesiapan infrastruktur penyaluran.

Grafik 2.2
Kapasitas Terpasang Biofuel

5.646 5.658
5.095 5.143 5.143
Kapasitas Terpasang (Ribu KL)

4.220

339 339 339 339 416 446

2009 2010 2011 2012 2013 2014

SASARAN 5: Meningkatkan efisiensi energi dan pengurangan emisi


No Indikator Kinerja Satuan Target 2019
1 Intensitas Energi SBM/miliar Rp 463,2
2 Penurunan Emisi CO 2 Juta Ton 28,48

Intensitas Energi merupakan parameter untuk menilai efisiensi energi di sebuah


negara, yang merupakan jumlah konsumsi energi per Produksi Domestik Bruto
(PDB). Semakin rendah angka intensitas energi, semakin efisien penggunaan energi
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

disebuah negara. Pada tahun 2015 intensitas sebesar 482,2 setara barel minyak
(SBM) per miliar rupiah dan diproyeksikan menurun menjadi 463,2 SBM/miliar
rupiah pada tahun 2019.

Emisi CO2 atau Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) secara alamiah meningkat seiring
dengan peningkatan penyediaan dan pemanfaatan energi. Upaya yang dilakukan
adalah diversifikasi energi dari fosil fuel ke energi terbarukan, dan melakukan
konvervasi energi. Dalam rangka mengendalikan emisi tersebut ditargetkan
penurunan emisi pada tahun 2015 sebesar 14,71 juta ton dan pada tahun 2019
penurunan mencapai 28,48 juta ton.
TUJUAN 2: Terwujudnya optimalisasi penerimaan negara dari sektor ESDM
RENSTRA 56

SASARAN 7: Mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor ESDM


No Indikator Kinerja Satuan Target 2019
1 Penerimaan Negara Sektor ESDM (Panas
Bumi) TriliunRp 0,78

Grafik 2.3
Penerimaan Negara Sektor ESDM

1.600

PNBP
1.400
Komponen Pajak

1.200

1.000 705,14

800

343,79 967,83
600 400,39 568,08 955,10
661,04
400 - 171,70 108,64
676,44

200 411,34 420,76 459,57


322,51 327,41 330,38
180,18 172,17 116,69
-
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Sub Sektor Panas Bumi dari Tahun
2005 hingga Tahun 2015 (realisasi sampai Bulan September) mencapai Rp. 5.451,23
Miliar. Nilai tersebut merupakan bagian dari Setoran Bagian Pemerintah yang
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

bersumber dari pengelolaan Panas Bumi yang sebesar Rp 9.445,15 Miliar (2005 – 2015
realisasi sampai Bulan September), sedangkan yang menjadi komponen pajak adalah
sebesar Rp 4.012,09 Miliar. Nilai PNBP yang diperoleh selain dipengaruhi oleh kondisi
lapangan atau teknis, juga dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar.

Untuk mengoptimalkan penerimaan negara bukan pajak panas bumi tahun 2015 –
2019 diperlukan penyempurnaan terhadap kebijakan penerimaan negara yang telah
ada, diantaranya:
1) Pemberlakuan Pajak penghasilan Ditanggung Pemerintah (PPh DTP) bagi
pengusaha panas bumi yang ijin atau kontraknya ditandatangani sebelum
ditetapkannya UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, sehingga dapat
dihitung PNBP yang akan disetorkan ke rekening KUN.
57 RENSTRA

2) Melaksanakan intensifikasi dan ekstensifikasi dalam rangka peningkatan penerimaan


Negara melalui monitoring dan evaluasi serta penyusunan dan penyempurnaan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang panas bumi.
TUJUAN 4: Terwujudnya peningkatan investasi ESDM
SASARAN 9: Meningkatkan investasi sektor ESDM
No Indikator Kinerja Satuan Target 2019
1 Investasi Sektor ESDM (EBTKE) Miliar US$ 3,707
a. Panas Bumi Miliar US$ 1,300
b. Bioenergi Miliar US$ 0,400
c. Aneka EBT Miliar US$ 2,000
d. Konservasi Energi Miliar US$ 0,007

Investasi dari Sub Sektor EBTKE pada tahun 2019 direncanakan dapat mencapai US$ 3,707
Miliar. Melalui Kebijakan Energi Nasional yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 79 Tahun 2014, ditargetkan bauran energi dari Energi Baru Terbarukan pada tahun
2025 adalah sebesar 23% dari bauran energi nasional, dan untuk mencapai target tersebut
diperlukan investasi yang besar. Instrumen – instrumen yang diperlukan untuk mendorong
investasi juga telah dan akan dikeluarkan oleh Pemerintah.

a. Panas Bumi
UU Nomor 30 Tahun 2003 Tentang Energi dan UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas
Bumi, mengamanatkan untuk memprioritaskan kepentingan bangsa untuk
mendukung pembangunan nasional melalui pengembangan sumber energi baru
terbarukan, dengan mendorong partisipasi pemerintah dan swasta untuk tercapainya
peningkatan investasi.
Beberapa peluang investasi dalam UU Panas Bumi diantaranya:
1) Peningkatan investasi melalui pelelangan WKP, Penugasan Survei Pendahuluan
2) Peningkatan investasi terhadap berkembangnya usaha penunjang panas bumi
baik usaha jasa penunjang panas bumi maupun usaha industri penunjang panas
bumi
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

3) Pengembangan infrastruktur pertambangan panas bumi (terutama diluar Jawa)

b. Bioenergi
Tantangan-tantangan yang mempengaruhi pengembangan bioenergi khususnya
terkait dengan investasi di bidang bioenergi, dapat dikelompokkan dalam empat
kelompok utama yaitu:
1) Ketersediaan bahan baku menjadi syarat utama dalam melakukan investasi di
bidang bioenergi, namun terkadang sumber bahan baku berbasis bioenergi yang
berasal dari sumber daya hayati tidak dikhususkan untuk menjadi bioenergi atau
merupakan hasil sampingan dari suatu unit usaha (byproduct). Oleh krena itu,
sumber bahan baku menentukan keberlanjutan proyek pengembangan di bidang
bioenergi.
RENSTRA 58

2) Pengembangan teknologi bioenergi masih memerlukan dukungan pemerintah


untuk dapat bersaing dengan teknologi energi konvensional yang telah lama
digunakan oleh masyarakat, baik dari sisi kehandalan maupun dari sisi ekonomis.
Hal tersebut dikarenakan masih sedikit penyedia teknologi di bidang bioenergi
sehingga pilihan investasi pada peralatan menjadi terbatas.
3) Kelembagaan pengelolalaan yang baik khususnya terkait pengembangan sampah
kota menjadi energi, merupakan hal utama yang perlu diperhatikan. Kelembagaan
tersebut dimulai dari sisi hulu yaitu pengelolaan sampah sebagai bahan baku
energi hingga hilir yaitu pengelolaan pembangkit listrik berbasis sampah kota,
merupakan hal yang sangat berbeda dari sisi pekerjaan dan memerlukan keahlian
khusus pada setiap sektornya, sehingga kelembagaan pengelolaan yang
terintegrasi dan baik mutlak diperlukan untuk pengembangan energi berbasis
sampah kota.
4) Sumber pendanaan khususnya yang berasal dari pinjaman, memerlukan jaminan
dari ketiga sektor diatas yang telah disebutkan sebelumnya. Dimana pihak
penyedia pendanaan memerlukan jaminan ketersediaan bahan baku, teknologi
dan pengelolaan yang baik dalam mengembangkan invetasi di bidang bioenergi.
Oleh karena itu, untuk mendorong pihak-pihak penyedia pendanaan pada tahap
awal diperlukan peran besar pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang
kondusif. Oleh karena itu, saat ini pemerintah mendorong penciptaan iklim
investasi yang kondusif melalui penetapan feed in tarrif untuk pembangkit listrik
berbasis bioenergi dan mandatori penggunaan BBN.

c. Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan


Untuk meningkatkan investasi dan mempercepat pengembangan energi terbarukan
dari tenaga air, Pemerintah menerbitkan Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2015 tentang
Pembelian Tenaga Listrik Dari Pembangkit Listrik Tenaga Air Dengan Kapasitas Sampai
Dengan 10 MW Oleh PT. PLN (Persero) yang sebelumnya diatur dalam Peraturan
Menteri ESDM Nomor 22 Tahun 2014. Regulasi tersebut mengamanatkan PT. PLN
(Persero) untuk membeli tenaga listrik dari PLTA dengan kapasitas sampai dengan 10
MW dari badan usaha yang telah memiliki Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL)
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

dan telah ditetapkan sebagai Pengelola Tenaga Air, baik PLTA yang memanfaatkan
tenaga dari aliran/terjunan air di sungai atau PLTA yang memanfaatkan tenaga air dari
waduk/bendungan maupun saluran irigasi yang pembangunannya bersifat multiguna.
Badan usaha yang dimaksud dapat berupa BUMN, BUMD, badan usaha swasta yang
berbadan hukum Indonesia, koperasi, atau swadaya masyarakat yang didirikan untuk
berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik.

Hingga Desember 2015, terdapat 109 badan usaha yang telah ditetapkan sebagai
Pengelola Tenaga Air oleh Direktorat Jenderal EBTKE, terdiri dari 27 badan usaha
kategori Baru (setelah terbitnya Permen ESDM 19/2015) dan 82 badan usaha kategori
Peralihan (sebelum terbitnya Permen ESDM 19/2015), dengan jumlah kapasitas total
sebesar 496,677 MW dan total nilai investasi sebesar Rp 10,22 Triliun.
59 RENSTRA

Adapun untuk meningkatkan investasi di bidang energi surya, Pemerintah juga


menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pembelian
Tenaga Listrik Oleh PT. PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya Fotovoltaik.
Pembelian tenaga listrik dari PLTS Fotovoltaik berdasarkan pada penawaran Kuota
Kapasitas, yaitu jumlah maksimum kapasitas PLTS Fotovoltaik yang dapat
diinterkoneksikan pada suatu sistem/subsistem jaringan tenaga listrik milik PT.PLN
(Persero). Dengan adanya regulasi ini, PT.PLN (Persero) memiliki kewajiban untuk
membeli seluruh tenaga listrik yang dihasilkan dari PLTS Fotovoltaik dari badan usaha
yang ditetapkan sebagai pemenang lelang Kuota Kapasitas. Badan usaha tersebut
dapat berupa BUMN, BUMD, badan usaha swasta yang berbadan hukum Indonesia,
dan koperasi yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik.

Pembelian tenaga listrik dari PLTS Fotovoltaik dilakukan melalui mekanisme


pelelangan umum untuk semua kapasitas terpasang dengan harga patokan tertinggi
sebesar USD 25 sen/kWh. Namun apabila PLTS Fotovoltaik menggunakan modul
fotovoltaik dengan tingkat komponen dalam negeri sekurang-kurangnya 40% (empat
puluh persen), maka diberikan insentif dan ditetapkan dengan harga patokan tertinggi
sebesar USD 30 sen/kWh. Harga patokan tertinggi tersebut sudah termasuk seluruh
biaya interkoneksi dari PLTS Fotovoltaik ke titik interkoneksi di jaringan tenaga listrik
milik PT.PLN (Persero). Harga pembelian tenaga listrik dituangkan dalam Perjanjian
Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) dan berlaku untuk jangka waktu selama 20 (dua puluh)
tahun dan dapat diperpanjang, termasuk penetapan harga sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan. Hingga saat ini terdapat 6 badan usaha yang menjadi
pemenang pelelangan Kuota Kapasitas dengan kapasitas total sebesar 13 MW.

Tabel 2.1
Rekapitulasi Pelelangan Kuota Kapasitas PLTS Fotovoltaik

HARGA JUAL TENAGA


KAPASITAS
No LOKASI PENGEMBANG LISTRIK
(MWp)
(sen US$/kWh)
1 Kupang, NTT 5 PT. LEN Industri 25
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

2 Atambua, NTT 1 PT. Global Karya Mandiri 25


3 Kotabaru, Kalsel 2 PT. Global Karya Mandiri 25
4 Gorontalo, Gorontalo 2 PT. Brantas-Adyawinsa KSO 22.95
5 Maumere, Ende 2 PT. Indo Solusi Utama 24.98
6 Sumba Timur, NTT 1 PT. Buana Multi Techindo 24.98

d. Konservasi Energi
Sejalan dengan UU No. 30 Tahun 2007 dang PP No. 70 Tahun 2009 tentang
Konservasi Energi, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyiapkan
kerangka regulasi untuk mendorong penerapan konservasi energi, termasuk
menyiapkan regulasi terkait insentif dan disinsentif. Beberapa kebijakan dan
program yang mendorong investasi yang mendukung konservasi energi antara
lain:
RENSTRA 60

1) Penyusunan dan penetapan peraturan menteri tentang pemberian insentif bagi


pengguna energi dan/atau produsen peralatan hemat energi yang berhasil
melaksanakan konservasi energi pada periode waktu tertentu.
2) Penyusunan dan penetapan peraturan menteri tentang Standar Kinerja Energi
Minimum atau SKEM (Minimum Energy Performance Standards – MEPS) dan
penerapan label hemat energi untuk membatasi peralatan pemanfaat energi yang
boros dan mendorong produksi dan/atau penjualan peralatan yang hemat energi;
3) Penerapan manajemen energi, terutama bagi pengguna energi sama dengan atau
di atas 6000 TOE dengan melakukan audit energi berkala, penunjukkan manajer
energi, penerapan rekomendasi audit energi serta pelaporan pelaksanaan
manajemen energi ke Pemerintah dan/atau pemerintah daerah;
4) Penyiapan Profil Investasi Konservasi Energi sebagai pedoman investasi untuk
proyek konservasi energi, khususnya yang telah diidentifikasi melalui Program
Kemitraan Audit Energi

1.3. SASARAN STRATEGIS


Sasaran merupakan kondisi yang diingin dicapai oleh Direktorat Jenderal EBTKE setiap
tahun. Sasaran ditetapkan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai selama 5 tahun.
Sasaran strategis Direktorat Jenderal EBTKE selama 5 tahun mulai tahun 2015 - 2019
adalah sebagai berikut

TUJUAN 1 : Terjaminnya penyediaan energi dan bahan baku domestik


SASARAN 4 : Meningkatkan diversifikasi energi
Target
No Indikator Kinerja Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
1 Kapasitas terpasang
MW 11.754,9 13.137,4 13.997,9 15.461,2 16.996,2
pembangkit listrik EBT
a. PLTP MW 1.438,5 1.712,5 1976,0 2609,5 3.194,5
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

b. PLT Bioenergi MW 1.892,0 2.069,4 2.291,9 2.559,3 2.871,8


c. PLTA dan PLTMH MW 8.341,7 9.252,0 9.591,7 10.081,7 10.621,7
d. PLTS MW 76,9 92,1 118,6 180,0 260,3
e. PLT Bayu/Hybrid MW 5,8 11,5 19,8 30,8 47,0
f. PLT Arus Laut MW 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0
2 Produksi biofuel Juta KL 4,07 6,48 6,71 6,96 7,21
a. Biodiesel Juta KL 3,91 6,31 6,53 6,77 7,02
b. Bioethanol Juta KL 0,16 0,17 0,18 0,19 0,19
61 RENSTRA

TUJUAN 2: Terwujudnya optimalisasi penerimaan negara dari sektor ESDM


SASARAN 7: Meningkatkan diversifikasi energi
Target
No Indikator Kinerja Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
1 Penerimaan Negara
Sektor ESDM (Panas Triliun Rp 0,58 0,63 0,67 0,73 0,78
Bumi)

TUJUAN 4: Terwujudnya peningkatan investasi sektor ESDM


SASARAN 9: Meningkatkan diversifikasi energi
Target
No Indikator Kinerja Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
1 Investasi Sektor
ESDM (EBTKE) Miliar US$ 4,500 3,302 3,903 5,805 3,707

a. Panas Bumi Miliar US$ 0,900 1,100 1,600 1,900 1,300


b. Bioenergi Miliar US$ 0,300 0,300 0,400 0,400 0,400
c. Aneka EBT Miliar US$ 3,300 1,900 1,900 3,500 2,000
d. Konservasi Miliar US$ 0,000 0,002 0,003 0,005 0,007
Energi

RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019


RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
RENSTRA
62
BAB III
ARAH KEBIJAKAN,
STRATEGI, KERANGKA
REGULASI & KERANGKA
KELEMBAGAAN
63 RENSTRA

III. ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA


KELEMBAGAAN

Energi merupakan kebutuhan mendasar, sehingga dapat mempengaruhi ketahanan


politik, ekonomi, sosial budaya, yang pada akhirnya berdampak pada ketahanan
nasional. Saat ini ketergantungan terhadap energi fosil khususnya minyak bumi masih
tinggi sedangkan cadangannya semakin terbatas dan harganya sangat berfluktuasi. Di
lain pihak, pemanfaatan energi baru terbarukan belum optimal sedangkan potensinya
sangat besar.

Gambar 3.1
Konsep Ketahanan Energi

Sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015 tentang Kementerian Energi
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal EBTKE memiliki tugas


menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan,
pengendalian, dan pengawasan kegiatan panas bumi, bio energi, aneka energi baru
dan terbarukan, dan konservasi energi. Selain tugas tersebut fungsi yang dijalankan
oleh Direktorat Jenderal EBTKE adalah:
1) perumusan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan
kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta
pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang EBTKE;
2) pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan
kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta
pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang EBTKE;
RENSTRA 64

3) penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan,


pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan,
keselamatan kerja, lingkungan, serta pembangunan sarana dan prasarana
tertentu di bidang EBTKE;
4) pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pembinaan,
pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan,
keselamatan kerja, lingkungan, serta pembangunan sarana dan prasarana
tertentu di bidang EBTKE;
5) pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pembinaan, pengendalian, dan
pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan,
serta pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang EBTKE;
6) pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal EBTKE; dan
7) pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Gambar 3.2
Kondisi Keenergian Saat Ini
65 RENSTRA

Akses masyarakat terhadap energi (modern) masih terbatas, hal ini dapat terlihat dari
rasio elektrifikasi yang sampai dengan tahun 2014 adalah sebesar 84,35%. Ini
menunjukkan bahwa 15,65% penduduk Indonesia masih belum mendapatkan listrik.
Wilayah yang memiliki rasio elektrifikasi rendah umumnya berada di wilayah timur
Indonesia dan yang berada di daerah perbatasan dan pulau – pulau terluar.
Pengembangan infrastruktur energi di daerah perdesaan/terpencil dan pulau-pulau
terluar dapat memanfaatkan potensi – potensi yang terdapat di daerah tersebut,
salah satunya adalah melalui pengembangan infrastruktur energi baru terbarukan.

Pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi
Nasional telah mengamanatkan bahwa pada tahun 2025 peran Energi Baru dan
Energi Terbarukan paling sedikit 23% (dua puluh tiga persen) dan pada tahun 2050
paling sedikit 31% (tiga puluh satu persen) sepanjang keekonomiannya terpenuhi.

Grafik 3.1
Kebijakan Energi Nasional

Bussiness
As Usual
450
Juta TOE TARGET 2025
KONSERVASI ENERGI
SAAT INI 400 PRIMER 11%
Juta TOE
290 EBT
Juta TOE
23%
EBT
215
17%
Juta TOE
EBT Batubara
6%
Batubara 30%
TOTAL ENERGI PRIMER 29%
NASIONAL 215 MTOE
Batubara
29%
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

ENERGI PRIMER EBT: 13 MTOE


√ PANAS BUMI : 6 MTOE Gas Bumi Gas Bumi
√ BIOFUEL : 4 MTOE Gas Bumi 22% 22%
√ BIOMASSA : 2 MTOE 24%
√ AIR : 1 MTOE
Minyak Bumi Minyak Bumi Minyak Bumi
41% 32% 25%

2014 2020
2025
RENSTRA 66

Pemanfaatan energi terbarukan sangat berkaitan dengan isu lingkungan karena


pemanfaatannya mengeluarkan emisi yang sangat rendah. Selain memaksimalkan
potensi energi baru terbarukan, Pemerintah juga berupaya untuk meningkatkan
pengembangan konservasi & efisiensi energi. Selain meningkatkan ketahanan energi,
upaya konservasi energi juga akan mengurangi emisi gas rumah kaca dan
meningkatkan daya saing. Pemerintah telah menetapkan sejumlah target dan strategi
serta program untuk mendorong sektor industri, bangunan gedung, dan rumah tangga
untuk melakukan konservasi energi. Rencana Induk Konservasi Energi (RIKEN)
mencanangkan target elastisitas energi pada tahun 2025 : < 1 dan target penghematan
energi di semua sektor sebesar 17 % dari kondisi business as usual pada tahun 2025.

III.1 Arah Kebijakan, Strategi dan Rencana Aksi


Kebijakan pengembangan EBTKE:
1) Menambah kapasitas pembangkit/produksi energi: Pertumbuhan energi berkisar
8% per tahun, perlu ada penambahan kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
energi melalui PLTP dan PLTA;
2) Menambah penyediaan akses terhadap energi modern untuk daerah terisolir,
khususnya di daerah – daerah terpencil dan pulau kecil: Listrik/energi perdesaan
dengan mikrohidro, surya, biomassa, biogas
3) Mengurangi subsidi BBM/listrik (energi) PLTD PLTS, PLTMH, Biomassa,
Biodiesel: Biaya produksi listrik dari energi terbarukan sudah bersaing dengan
Biaya Pokok Produksi (BPP) PLTD. Substitusi PLTD dengan pembangkit energi
terbarukan dapat mengurangi subsidi;
4) Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK): Peningkatan efisiensi energi dan
pemanfaatan energi terbarukan meminimalkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK);
5) Menghemat Energi: Menghemat 1 kWh jauh lebih murah dan mudah,
dibandingkan dengan memproduksi 1 kWh
Penambahan kapasitas pembangkit khususnya untuk pembangkit listrik yang
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

berkapasitas besar dan terinterkoneksi dengan jaringan PLN melalui pembangunan


PLTP dan PLTA. Kapasitas terpasang pembangkit yang terkoneksi dengan PLN sampai
dengan semester I tahun 2015 sebesar 54.455,9 MW, dengan rincian sebagai berikut:
67 RENSTRA

KAPASITAS (MW)
No. KETERANGAN
2014 2015
1. PLTD 6.206,99 6.274,99
2. PLTU-B 22.639,00 23.702,50
3. PLTU-Bi 50,23 50,23
4. PLTU-M/G 1.815,00 1.815,00
5. PLTG 4.310,50 4.310,50
6. PLTGU 10.146,11 10.146,11
7. PLTGB 6,00 6,00
8. PLTMG 1.210,74 1.418,74
9. PLTA 5.059,06 5.059,06
10. PLTB 1.12 1,12
11. PLTM 139,87 157,67
12. PLTMH 30,46 30,46
13. PLTP 1.405,40 1.438,50
14. PLTS 9,02 9,02
15. PLTSa 36,00 36,00
TOTAL 53.064,38 54.455,90
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
Dalam rangka pencapaian visi dan misi, pengembangan panas bumi di Indonesia
memiliki arah kebijakan antara lain sebagai berikut:
1) Percepatan pengembangan panas bumi untuk mendukung road map
pengembangan panas bumi sebagaimana tertuang pada Perpres No. 5/2006.
2) Meningkatkan kemampuan pasokan energi untuk domestik melalui peningkatan
jumlah produksi uap panas bumi.
3) Meningkatkan pemanfaatan listrik yang berasal dari energi panas bumi. RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Strategi dan rencana aksi dalam pengembangan sektor panas bumi untuk beberapa
tahun ke depan adalah sebagai berikut:
1) Melakukan pengawasan dan monitoring terhadap kesiapan steam field facilities
dan pembangkit untuk memastikan tercapainya target produksi uap panas bumi.
2) Koordinasi dan fasilitasi dengan Pemda serta instansi terkait yang menangani
infrastruktur pendukung untuk pembangunan infrastruktur bidang panas bumi.
3) Meningkatkan pengembangan energi panas bumi melalui penambahan
kapasitas terpasang.
4) Meningkatkan investasi sub sektor energi panas bumi dengan :
RENSTRA 68

Strategi dan Rencana Aksi tahun 2015 – 2019 dalam rangka mendukung kebijakan untuk
menambah kapasitas pembangkit dari PLTP, sebagai berikut:
a. Penyelesaian Proyek PLTP Strategis
Target
No Rencana Aksi Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
1 Kapasitas Terpasang PLTP MW 1.438,5 1.712,5 1.976,0 2.609,5 3.194,5
2 Penyelesaian Proyek Strategis MW 35,0 274,0 263,5 633,5 585,0
Patuha - Pangalengan MW 110,0
Kamojang Unit 5 MW 35,0
Ulubelu Unit 3 MW 55,0
Lahendong Unit 5 dan 6 MW 20,0 20,0
Sarulla MW 114,0 118,5 118,5
Lumut Balai MW 55,0 55,0 55,0
Karaha MW 30,0 60,0
Ulubelu Unit 4 MW 55,0
Cisolok-Cisukarame MW 45,0
Muaralaboh MW 70,0
Hululais MW 55,0 55,0
Rajabasa MW 110,0 110,0
Dieng Unit 2 dan 3 MW 55,0 55,0
Tulehu MW 20,0
Rantau Dedap MW 220,0
Sungai Penuh MW 50,0
Kotamobagu MW 40,0

b. Lelang Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP)

Target
No Rencana Aksi Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
1 Lelang WKP WKP 5 5 5 5 5
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Mekanisme lelang Wilayah Kerja Panas Bumi diatur dengan PP No. 59 Tahun 2007
tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi yang tercantum pada Pasal 20 – Pasal 27. Pada
pasal tersebut dijelaskan kewenangan untuk melelangkan WKP masih berada pada
Pemerintah Daerah, namun untuk saat ini kewenangan untuk melakukan
pelelangan WKP berada pada Pemerintah Pusat sebagaimana tercantum dalam
Undang-Undang No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi. Sedangkan PP turunan
dari UU No. 21 Tahun 2014 mengenai Pemanfaatan Tidak Langsung (termasuk di
dalamnya membahas mengenai mekanisme lelang) sedang dalam proses
penyusunan. Badan Usaha yang dapat mengikuti Pelelangan Wilayah Kerja harus
memenuhi persyaratan administratif, teknis dan keuangan.
69 RENSTRA

Kriteria Penetapan (2)


WKP Panas Bumi BAGAN ALIR PENETAPAN WKP PANAS BUMI DAN
(PERMEN ESDM 11 Tahun 2008) LELANG PANAS BUMI
SURVEI PENDAHULUAN (SP) atau
SP dan EKSPLORASI
- UU No. 21/2014, Ps. 17 ayat (2)
WKP PANAS BUMI (3) PEMBENTUKAN PANITIA
- PP No. 59/2007, Ps. 3 ayat (1) LELANG
(ditetapkan Menteri) LELANG WKP PANAS BUMI PP No. 59 /2007,
- UU No. 21/2014, Ps. 16 ayat (1) - PP No. 59 Tahun 2007, Pasal 20 - Pasal 27
PENUGASAN (SP) atau (1) Pasal 20 ayat (6)
- PP No. 59/2007, Ps. 11 ayat (2)
PENUGASAN SP dan EKSPLORASI
- UU No. 21/2014, Ps. 17 ayat (4)
- PP No. 59/2007, Ps. 6 ayat (1)
- Permen ESDM No.02/2009 IPB Diterbitkan Menteri
- UU No. 21/2014, Ps. 23 ayat (2)
Keterangan.: - PP No. 59/2007, Ps. 28 ayat (3)
(1) Pihak Lain/Badan Usaha dapat diberikan Penugasan Survei Pendahuluan atau Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi
(2) Hasil kegiatan Penugasan Survei Pendahuluan digunakan sebagai pertimbangan dalam perencanaan penetapan
WKP Panas Bumi berdasarkan Tata Cara Penetapan WKP Panas Bumi (Peraturan Menteri ESDM No. 11 Tahun 2008)
(3) Penetapan WKP Panas Bumi berdasarkan sistem panas bumi

Gambar 3.3
Bagan Alir Penetapan Wilayah Kerja Panas Bumi
dan Lelang Wilayah Kerja Panas Bumi

c. Implementasi Harga Patokan Tertinggi (HPT) dan Rencana Penerapan Feed in


Tariff (FiT)
Saat ini kebijakan harga jual listrik dari panas bumi ditetapkan Pemerintah
menggunakan mekanisme Harga Patokan Tertinggi (HPT) melalui Permen ESDM
No. 17 Tahun 2014. Sebagai upaya terobosan untuk lebih mempercepat
pengembangan panas bumi, kedepannya Pemerintah akan menerapkan
mekanisme feed-in tariff, dimana pelelangan WKP akan didasarkan pada program
kerja dan komitmen eksplorasi sedangkan harga akan ditetapkan Pemerintah.

Tabel 3.1
Harga Patokan Tertinggi Jual Beli Listrik dari PLTP kepada PT PLN

TAHUN COD HARGA PATOKAN TERTINGGI (SEN USD/KWH)


WILAYAH I WILAYAH II WILAYAH III
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

2015 11,8 17,0 25,4


2016 12,2 17,6 25,8
2017 12,6 18,2 26,2
2018 13,0 18,8 26,6
2019 13,4 19,4 27,0
2020 13,8 20,0 27,4
2021 14,2 20,6 27,8
2022 14,6 21,3 28,3
2023 15,0 21,9 28,7
2024 15,5 22,6 29,2
2025 15,9 23,3 29,6
RENSTRA 70

d. Penugasan Survei Pendahuluan kepada Badan Usaha


Untuk mempercepat pengembangan panas bumi pada wilayah terbuka. Wilayah
terbuka yang ditetapkan menjadi Wilayah Penugasan Survei Pendahuluan harus
memiliki kriteria:
• Wilayah tersebut mempunyai potensi panas bumi yang besar dan/atau
kebutuhan listrik di daerah tersebut tinggi;
• Wilayah tersebut mempunyai infrastruktur serta jaringan transmisi nasional
yang memadai;
• Wilayah tertinggal (frontier/remote area) yang secara potensi dan teknis
apabila dikembangkan potensi panas bumi di daerah tersebut akan
membawa multiplier effect yang signifikan.
e. Menyempurnakan pengaturan pengembangan panas bumi termasuk
menyiapkan peraturan pelaksana turunan dari UU Nomor 21 Tahun 2014
tentang Panas Bumi, antara lain:
• RPP Bonus Produksi Pengusahaan Panas Bumi;
• RPP Pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung;
• RPP Pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung;
• Revisi Permen ESDM No. 11 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Kegiatan Usaha Panas Bumi, dengan pokok substansi memperjelas metode
evaluasi pada pelaksanaan pelelangan WKP Panas Bumi sebagaimana
tertuang pada Perubahan kedua PP No. 59 Tahun 2007; dan
• Revisi Permen ESDM No. 2 tahun 2009 tentang Pedoman Penugasan Survei
Pendahuluan Panas Bumi.

a. Penyelesaian Proyek PLTA Strategis

Target
No Rencana Aksi Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
1 Penyelesaian Proyek Strategis MW
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Wampu MW 45,0
Meureubo -2 MW 59,0
Oksibil MW 1,0
Supiori MW 3,0
Ilaga MW 0,7
Rajamandala MW 47,0
Jatigede MW 110,0
Asahan -3 MW 174,0
71 RENSTRA

b. Penerapan Feed in Tariff untuk PLTA


Untuk mendorong investasi pengembangan pembangkit listrik berbasis tenaga
hidro, Kementerian ESDM telah menerbitkan Permen ESDM No. 19 Tahun 2015
tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Air dengan
Kapasitas Sampai Dengan 10 MW oleh PT PLN (Persero).

Aliran/Terjunan Air Waduk/Bendungan/Irigasi BU PLTA


Tegangan
(SEN USD) (SEN USD) Sebelum
Jaringan
Permen
No Listrik Lokasi/Wilayah Faktor F
Tahun ke- Tahun ke- ESDM
(Kapasitas Tahun ke-1 s.d 8 Tahun ke-1 s.d 8
9 s.d 20 9 s.d 20 No.
Pembangkit)
19/2015
1 Jawa, Bali dan Madura 12,00 x F 7,50 x F 10,80 x F 6,75 x F 9,30 x F 1,00
2 Sumatera 12,00 x F 7,50 x F 10,80 x F 6,75 x F 9,30 x F 1,10
Tegangan
3 Kalimantan dan Sulawesi 12,00 x F 7,50 x F 10,80 x F 6,75 x F 9,30 x F 1,20
Menengah
4 NTB dan NTT 12,00 x F 7,50 x F 10,80 x F 6,75 x F 9,30 x F 1,25
(s.d 10 MW)
5 Maluku dan Maluku Utara 12,00 x F 7,50 x F 10,80 x F 6,75 x F 9,30 x F 1,30
6 Papua dan Papua Barat 12,00 x F 7,50 x F 10,80 x F 6,75 x F 9,30 x F 1,60
7 Jawa, Bali dan Madura 14,40 x F 9,00 x F 13,00 x F 8,10 x F 11,00 x F 1,00
8 Sumatera 14,40 x F 9,00 x F 13,00 x F 8,10 x F 11,00 x F 1,10
Tegangan
9 Kalimantan dan Sulawesi 14,40 x F 9,00 x F 13,00 x F 8,10 x F 11,00 x F 1,20
Rendah
10 NTB dan NTT 14,40 x F 9,00 x F 13,00 x F 8,10 x F 11,00 x F 1,25
(s.d 250 MW)
11 Maluku dan Maluku Utara 14,40 x F 9,00 x F 13,00 x F 8,10 x F 11,00 x F 1,30
12 Papua dan Papua Barat 14,40 x F 9,00 x F 13,00 x F 8,10 x F 11,00 x F 1,60

c. Pembangunan PLTA melalui pendanaan APBN


Selain mendorong pembangunan PLTA melalui investasi swasta (IPP), juga dilakukan
pembangunan melalui APBN.

Target
No Rencana Aksi Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

1 Pembangunan PLTA & PLTMH MW 8,7 11,2 13,7 13,0 13,0


(APBN)
PLTMH APBN KESDM MW 0,7 1,7 4,0 3,0 2,0
PLTMH APBN DAK MW 8,0 9,5 9,7 10,0 11,0

Pembangunan PLTA/PLTMH melalui APBN KESDM berdasarkan usulan dari


Pemerintah Daerah, sesuai dengan potensi yang dimiliki. Salah satunya adalah
pembangunan PLTM sebanyak 3 unit di Propinsi Papua yang dimulai pada tahun
anggaran 2016 dengan mekanisme multi years.
RENSTRA 72

Pembangunan PLTA/PLTMH melalui APBN KESDM berdasarkan usulan dari Pemerintah


Daerah, sesuai dengan potensi yang dimiliki. Salah satunya adalah pembangunan PLTM
sebanyak 3 unit di Propinsi Papua yang dimulai pada tahun anggaran 2016 dengan
mekanisme multi years.

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)


Strategi dan Rencana Aksi tahun 2015 – 2019 dalam rangka mendukung kebijakan untuk
menambah kapasitas pembangkit dari PLTS, sebagai berikut:
a. Pembangunan PLTS melalui pendanaan APBN
Pembangkit Listrik Tenaga Surya yang dibangun baik melalui APBN Kementerian ESDM
maupun Dana Alokasi Khusus Energi Perdesaan umumnya adalah PLTS Terpusat
dengan kapasitas antara 5 kW sampai dengan 1 MW.

Target
No Rencana Aksi Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
1 Pembangunan PLTS (APBN) MW 9,7 10,2 11,5 11,4 10,3
PLTS APBN KESDM MW 2,8 3,0 4,0 3,5 2,0
PLTS APBN DAK MW 7,0 7,2 7,5 7,9 8,3

b. Lelang Kuota Kapasitas PLTS IPP


Kuota kapasitas PLTS yang dilelangkan melalui mekanisme yang diatur dengan Permen
ESDM No. 17 Tahun 2013 adalah sebanyak 80 lokasi. Total kuota PLTS yang dilelangkan
adalah 140 MWp dengan harga jual beli listrik yang bervariasi ditentukan oleh Tingkat
Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang digunakan.

Target
No Rencana Aksi Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
1 Pembangunan PLTS (IPP) MW 0,0 5,0 15,0 50,0 70,0
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

c. Pembangunan Instalasi Percontohan


Dengan potensi yang hampir merata di seluruh Indonesia, pembangunan PLTS dapat
dilakukan hampir di seluruh wilayah. Kementerian ESDM pada tahun 2016
merencanakan pembangunan percontohan pengembangan PLTS melalui Solar Roof
Top yang dibangun di atap bandara-bandara komersil. Untuk mendukung
pengembangan Solar Roof Top regulasi pendukung terkait harga jual beli listrik dari
Solar Roof Top akan diterbitkan oleh Kementerian ESDM. Salah satu unit percontohan
lainnya adalah pembangunan PLTS Terapung atau Floating Solar Panel yang
direncanakan akan dibangun di Bali pada tahun 2016 melalui pendanaan APBN
Direktorat Jenderal EBTKE.
73 RENSTRA

Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin (PLTB)


Strategi dan Rencana Aksi tahun 2015 – 2019 dalam rangka mendukung kebijakan untuk
menambah kapasitas pembangkit dari PLTB, sebagai berikut:
a. Pembangunan PLTB melalui pendanaan APBN

Target
No Rencana Aksi Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
1 Pembangunan PLTB (APBN) MW 0,7 0,7 1,3 2,0 3,2
PLTB APBN KESDM MW 0,5 0,2 0,5 1,0 2,0
PLTB APBN DAK MW 0,2 0,5 0,8 1,0 1,2

b. Penyiapan regulasi pendukung terkait kegiatan usaha dan harga jual beli listrik dari
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu.

Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut


Strategi dan Rencana Aksi tahun 2015 – 2019 dalam rangka mendukung kebijakan untuk
menambah kapasitas pembangkit dari PLT Arus Laut, sebagai berikut:
a. Pembangunan PLT Arus Laut melalui pendanaan APBN
Direktorat Jenderal EBTKE telah mengalokasikan anggaran untuk studi kelayakan
pembangunan PLT Arus Laut pada tahun 2013 dan 2014 namun gagal lelang, sehingga
pembangunan Pilot Plant PLT Arus Laut tidak dapat dilaksanakan. Pada tahun 2019
direncanakan dapat diperoleh tambahan kapasitas pembangkit listrik dari PLT Arus
Laut dengan kapasitas 1 MW.
b. Penyiapan Regulasi Pendukung
Menyiapkan perangkat pengaturan pengelolaan energi yang selain diperoleh dari arus
laut, energi juga dapat dibangkitkan dengan memanfaatkan gelombang laut,
perbedaan suhu di permukaan dan bawah laut serta pasang surut.

Pembangkit Listrik Tenaga Bioenergi (Biogas, Biomassa dan Sampah Kota)


Strategi dan Rencana Aksi tahun 2015 – 2019 dalam rangka mendukung kebijakan untuk
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

menambah kapasitas pembangkit dari PLT Biomassa, sebagai berikut:


a. Pembangunan PLT Bioenergi melalui pendanaan APBN

Target
No Rencana Aksi Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
1 Pembangunan PLT Bioenergi MW 2,6 4,0 4,0 4,0 4,0
(APBN)
Biogas MW 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
Biomassa MW 1,1 2,0 2,0 2,0 2,0
Sampah Kota MW 0,5 1,0 1,0 1,0 1,0
RENSTRA 74

b. Penerapan Feed in Tariff untuk Listrik berbasis Biogas, Biomassa dan Sampah Kota
Untuk mendorong investasi pengembangan pembangkit listrik berbasis biogas,
biomassa dan sampah kota, Kementerian ESDM telah menerbitkan Permen ESDM No.
27 Tahun 2014 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga
Biomassa dan Biogas oleh PT PLN (Persero), serta Permen ESDM No. 19 Tahun 2013
tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik
Berbasis Sampah Kota.

c. Pengembangan PLT Bioenergi (Pendanaan Swasta)

Target
No Rencana Aksi Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
1 Pembangunan PLT Bioenergi MW 149,0 173,4 218,5 263,4 308,5
(Swasta)
Biogas MW 45,0 41,9 75,0 100,0 125,0
Biomassa MW 76,0 75,0 85,0 95,0 105,0
Sampah Kota MW 28,0 56,5 58,5 68,4 78,5

Biofuel (Biodiesel dan Bioethanol)


Strategi dan Rencana Aksi tahun 2015 – 2019 dalam rangka mendukung kebijakan untuk
pengembangan biofuel, sebagai berikut:
a. Mendorong investasi baru dan penambahan kapasitas terpasang pabrik eksisting

Target
No Rencana Aksi Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

1 Penambahan kapasitas biofuel Juta KL 1,72 0,25 0,30 0,30 0,30


Kapasitas terpasang biofuel Juta KL 6,08 7,80 8,05 8,35 8,65
Biodiesel Juta KL 5,63 7,33 7,56 7,83 8,11
Bioetanol Juta KL 0,45 0,47 0,49 0,52 0,54

b. Implementasi mandatori pencampuran BBN ke BBM sebagaimana Permen ESDM No.


20/2014 tentang Perubahan Kedua Permen Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan
Pemanfaatan dan Tata Niaga BBN sebagai Bahan Bakar Lain, khususnya kepada
Pertamina dan PLN sebagai offtaker (anchor buyer).
75 RENSTRA

Target
No Rencana Aksi Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
1 Transportasi dan Industri % 10 20 20 20 20
2 Pembangkit Listrik % 25 30 30 30 30

c. Mendorong perizinan untuk Badan Usaha penyalur untuk memperluar distribusi


d. Penyiapan kebijakan pengaturan bahan baku BBN (termasuk penyiapan dedicated
land untuk BBN) atau penerapan DMO bagi bahan baku utama BBN, termasuk bahan
baku pendukung
e. Memperbaiki formula Harga Indeks Pasar (HIP) BBN agar lebih menarik, dan
memberikan subsidi BBN maksimal Rp. 4.000/liter untuk biodiesel dan Rp. 3.000/liter
untuk bioetanol sebagai campuran BBM khususnya BBM PSO
f. Pengujian bersama penyiapan implementasi B-20, termasuk sinkronisasi kesiapan
sarana dan fasilitas pada pembangkit listrik antara pihak PLN dengan Pertamina
g. Pengaturan bahan baku antara lain dedicated land (lahan khusus untuk BBN)
termasuk penyediaan lahan
h. Penyusunan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) terhadap bahan baku
i. Pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Sawit sebagai pengelola Crude Palm Oil
(CPO) Fund yang akan digunakan untuk badan usaha yang akan membeli biofuel
dengan harga yang disetarakan dengan harga solar, yang notabene harga CPO lebih
tinggi dari harga solar.

Pelaksanaan Konservasi Energi


Arah Kebijakan Energi Nasional adalah tercapainya penurunan intensitas energi primer
sebesar 1% per tahun sampai 2025 dan elastisitas energi kurang dari 1 pada tahun 2025.
Dalam mencapai sasaran penurunan intensitas energi final sebesar 1 (satu) persen per tahun
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

dan elastisitas energi kurang dari 1 (satu) pada tahun 2025, telah disusun strategi
pelaksanaan kegiatan konservasi energi antara lain:
a. Penyiapan Regulasi Pelaksanaan Konservasi Energi diantaranya adalah penyelesaian
draft Rencana Induk Konservasi Energi Nasional; penyiapan peraturan terkait
insentif/disinsentif; penyiapan peraturan tentang penerapan standard dan label untuk
teknologi yang efisien energi, khususnya pada peralatan pemanfaat energi,dan
penyiapan insentif – insentif pendukung penerapan konservasi energi
b. Meningkatkan kesadaran pengguna energi melalui penyebaran informasi di media
RENSTRA 76

cetak dan elektronik dan juga sosialisasi secara langsung kepada sektor – sektor pengguna
energi (industri, transportasi, komersial dan rumah tangga)
c. Meningkatkan kapasitas SDM dan penguasaan teknologi dengan pelatihan – pelatihan
dan sertifikasi manajer dan auditor energi, peningkatan kapasitas terkait pembiayaan
efisiensi energi, khususnya kepada lembag perbankan dan swasta
d. Mendorong investasi swasta di bidang konservasi energi pada perusahaan –
perusahaan pengguna energi, khususnya pengguna energi besar melalui informasi
atau rekomendasi yang diperoleh dari hasil pelaksanaan audit energi, penyusunan
profil investasi konservasi energy, dan capacity building bagi perbankan/lembaga jasa
keuangan
e. Menerapkan sistem monitoring, evaluasi, dan pengawasan diantaranya yang telah
dilakukan adalah. pelaksanaan monitoring dan pengawasan terhadap industri dan
bangunan yang mengkonsumsi energi sama atau lebih besar dari 6000 TOE,
pelaksanaan monitoring pelaksanaan Inpres NO. 13 Tahun 2011 tentang Penghematan
Energi dan Air di instansi pemerintah, serta pengawasan terhadap pelaksanaan
Permen No. 6 tahun 2014 tentang Pencantuman Label Hemat Energi pada Lampu
Swaballast,
f. Penerapan Teknologi Efisiensi Energi, antara lain pembatasan terhadap peralatan
pemanfaat energi dengan penerapan standard dan label, pengenalan teknologi efisien
energi di Penerangan Jalan Umum (PJU), dan penerapan sistem monitoring
penggunaan energi listrik di bangunan gedung pemerintah (Kementerian ESDM)

III.2 KERANGKA REGULASI


Untuk mencapai tujuan dan sasaran Direktorat Jenderal EBTKE, perlu didukung oleh
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

peraturan perundang-undangan baik berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan


Presiden, dan Peraturan Menteri. Peraturan perundang-undangan tersebut
direncanakan untuk diselesaikan dalam 5 tahun, meskipun tiap tahunnya terdapat
peraturan prioritas yang harus diselesaikan. Adapun Kerangka Regulasi Direktorat
Jenderal EBTKE Tahun 2015-2019 adalah sebagai berikut:
77 RENSTRA

Arah Kerangka Regulasi, Hal-hal yang diatur


NO Legislasi/Regulasi
Latar Belakang dan Urgensi dan substansi pengaturan
1. RPP tentang Bonus • Melaksanakan ketentuan Pasal 53 ayat Mengenai penetapan besaran, tata
Produksi (2) UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang cara penyetoran dan bagi hasil, serta
Panas Bumi tata cara penghitungan bonus
• Untuk meningkatkan perekonomian produksi
dan kesejahteraan masyarakat sekitar
wilayah kerja panas bumi

2. RPP tentang Pengusahaan Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 • Survei Pendahuluan atau
Panas Bumi untuk ayat (5), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19 ayat (2), Eksplorasi dan tata cara
Pemanfaatan Tidak Pasal 22 ayat (2), Pasal 39, Pasal 40 ayat (3), penugasan;
Langsung Pasal 52 ayat (2), Pasal 56 ayat (3), Pasal 58, • Tata cara, syarat penawaran,
dan Pasal 64 UU Nomor 21 Tahun 2014 prosedur, penyiapan dokumen,
tentang Panas Bumi dan pelaksanaan lelang;
• Luas Wilayah Kerja;
• Tata cara penetapan harga panas
bumi untuk pemanfaatan tidak
langsung;
• Izin Panas Bumi;
• Kewajiban pemegang Izin Panas
Bumi
• Tata cara pengenaan sanksi
administratif;
• Penyerahan, pengelolaan, dan
pemanfaatan data dan informasi;
• Pembinaan dan pengawasan
3. RPP tentang Pengusahaan • Melaksanakan ketentuan Pasal 15 dan • Penyelenggaraan panas bumi
Panas Bumi Untuk Pasal 50 ayat (3) UU Nomor 21 Tahun untuk pemanfaatan langsung
Pemanfaatan Langsung 2014 tentang Panas Bumi • Izin pemanfaatan langsung
• Perlunya disusun regulasi yang dapat • Harga energi panas bumi untuk
memberikan kepastian hukum terkait pemanfaatan langsung
dengan pemanfaatan langsung panas • Kewajiban pemegang izin
bumi menjadi jenis energi lain untuk pemanfaaan langsung
keperluan nonlistrik • Tata cara pengenaan sanksi
administratif
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

4. RPP tentang Energi Baru Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22 • Penguasaan sumber daya;
dan Energi Terbarukan dan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 30 • Penyediaan dan pemanfaatan;
Tahun 2007 tentang Energi • Pengusahaan;
• Hak dan kewajiban;
• Kemudahan dan insentif;
• Harga energi;
• Pendidikan dan pelatihan;
• Keteknikan;
• Penelitian dan pengembangan
• Pembinaan dan pengawasan
RENSTRA 78

NO Legislasi/Regulasi Arah Kerangka Regulasi, Hal-hal yang diatur


Latar Belakang dan Urgensi dan substansi pengaturan
5. RPermen ESDM tentang • Melaksanakan ketentuan Pasal 64 ayat • Bentuk, Klasifikasi dan Kualifkasi
Penyelenggaraan Usaha 3 PP No 59 Tahun 2007 tentang Usaha Jasa Penunjang panas
Jasa Penunjang Panas Kegiatan Usaha Panas Bumi Bumi
Bumi sebagaimana telah diubah dengan PP • Tata cara pengajuan dan
No 70 Tahun 2010 persyaratan
• Perlunya regulasi yang mengatur proses • Kewajiban pemegang SKT
penerbitan Surat Keterangan Terdaftar • Sanksi Administratif
Panas Bumi
6. RPermen ESDM tentang Melaksanakan ketentuan Pasal 73 PP No Klasifikasi dan Kerahasiaan data-
Pengelolaan dan 59/2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Pengelolaan Data- Penyerahan Data-
Pemanfaatan Data Panas Bumi sebagaimana diubah dengan PP No Pemanfaatan Data- Peremajaan dan
Bumi 70/2010 Perlunya Regulasi yang mengatur Pemusnahan Data- Pembinaan dan
pengelolaan dan pemanfaatan data yang Pengawasan- Sanksi Administratif
diperoleh dari Penugasan Survei
Pendahuluan, Eksplorasi, & Eksploitasi
Panas Bumi
7. RPermen tentang Penetapan wilayah penugasan survei Mekanisme penugasan survei
Penugasan Survei pendahuluan oleh Menteri pendahuluan
Pendahuluan dan
Eksplorasi Panas Bumi
8. RPermen tentang Wilayah Dasar penetapan wilayah kerja panas bumi, Mekanisme pengembalian atau
Kerja Panas Bumi termasuk perubahan dan penciutan perubahan wilayah kerja panas bumi
wilayah kerja

9. RPermen ESDM tentang Perlunya regulasi yang mengatur tentang • Tata cara pengelolaan,
Pengelolaan Lumpur Bor, pengelolaan lumpur bor, limbah lumpur pengujian, pemanfaatan dan
Limbah Bor, dan Serbuk dan serbuk bor pada kegiatan pemboran pembuangan lumpur bor, limbah
Bor Pada Pemboran Panas agar tidak menimbulkan dampak negatif lumpur dan serbuk bor
Bumi terhadap lingkungan • Pembinaan dan Pengawasan
atas kegiatan pengelolaan
lumpur bor, limbah lumpur dan
serbuk bor

10. RPermen tentang Tata Perlunya regulasi yang mengatur • Pengajuan Daftar Impor Barang
cara Pengajuan Rencana mengenai Tata cara Pengajuan Rencana (DIB) yang bersifat tahunan dan
Impor yang dipergunakan Impor yang dipergunakan untuk disampaikan pada saat RKAB
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

untuk Kegiatan Kegiatan Operasional Panas Bumi • DIB disampaikan selambat-


Operasional Panas Bumi lambatnya 2 bulan sebelum
tahun berjalan
• RKBI untuk KKOB diajukan
setelah mendapat rekomendasi
dari Pemegang Kuasa
• Penandasahan RKBI menjadi
RIB oleh Dirjen
• Pelaksanaan impor barang
operasi penggunaan,
pemindahan lokasi dan
tanggung jawab barang operasi
yang disewa
• Perbaikan barang operasi
• Pembinaan dan pengawasan
79 RENSTRA

NO Legislasi/Regulasi Arah Kerangka Regulasi, Hal-hal yang diatur


Latar Belakang dan Urgensi dan substansi pengaturan
11. RPermen tentang Sebagai tindak lanjut pengaturan urusan yang Sebagai tindak lanjut pengaturan
Penyelenggaraan Kegiatan diatur dalam RPP tentang engusahaan Panas urusan yang
Usaha Panas Bumi Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung diatur dalam RPP tentang
Pengusahaan Panas Bumi untuk
Pemanfaatan Tidak Langsung
12. Rpermen tentang Tata Cara Perlunya regulasi yang mengatur mengenai • Syarat pengajuan Rencana
Penggunaan Tenaga Kerja Tata caraPenggunaan Tenaga Kerja Asing Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Asing Pada Kegiatan Usaha Pada Kegiatan Usaha Panas Bumi • Mekanisme penggunaaan tenaga
Panas Bumi kerja asing
• Jangka waktu
13. R Permen ESDM tentang Perlunya regulasi yang mengatur tentang Keselamatan Kerja- Pengangkatan
Keselamatan dan keselamatan dan kesehatan kerja panas KTPB dan WKTPB- Pengawas
Kesehatan Kerja Panas bumi untuk memperlancar kegiatan panas Operasional- Buku Panas Bumi dan
Daftar Kecelakaan- Komite K3-
Bumi bumi sehingga kecelakaan kerja pada
Tenaga kerja- Fasilitas
kegiatan pengusahaan dapat dihindari dan
kegiatan usaha panas bumi-
mengikuti kaidah keselamatan dan Pertolongan pertama pada
kesehatan kerja kecelakaan (P3K)- Kecelakaan Panas
dilakukan dengan aman, andal dan akrab Bumi dan Kejadian
lingkungan Berbahaya- Kesehatan Kerja- Peta,
Jalan dan Tempat Kerja- Sarana dan
prasarana Lapangan Panas Bumi-
Pemboran dan Uji
produksi sumur- Pemeriksaan
instalasi dan peralatan- Lingkungan
kerja panas
bumi- Bahan peledak, peledakan
dan bahan radio aktif
14. Pencegahan dan Energi panas bumi merupakan energi yang • Kewajiban Pengembang Panas
Penanggulangan ramah lingkungan & tidak memberikan Bumi dalam Perlindungan
Perusakan dan kontribusi GRK Tetapi, untuk Lingkungan Panas Bumi
Pencemaran Lingkungan keberlanjutannya diperlukan pengelolaan • Pencegahan dan
Pada Kegiatan lingkungan yang baik & benar agar tidak Penanggulangan
Pengusahaan Panas Bumi menimbulkan dampak negatif, maka untuk • Pasca Tambang Panas Bumi
itu perlu mengatur mengenai pencegahan
dan penanggulangan perusakan dan
pencemaran lingkungan dari kegiatan
pengusahaan panas bumi
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

15. Rpermen tentang Jenis- • Kegiatan usaha Panas Bumi wajib Pembatasan terhadap biaya dan
Jenis Biaya Kegiatan Usaha dilaksanakan dengan prinsip efektif dan resiko yang ditanggung oleh
Panas Bumi Yang Tidak efisien dalam rangka mengamankan kontraktor sebagai pengurangan Net
Operating Income dalamkegiatan
Dapat Dikembalikan dan meningkatkan penerimaan Negara
yang berkaitan langsung dengan
Kepada Kontrak • Kontraktor Panas Bumi menanggung operasi kegiatan pengusahaan
Operasi Bersama Panas biaya dan risiko sebagai pengurangan panas bumi
Bumi Net Operating Income (NOI) perlu
dibatasi untuk kegiatan yang berkaitan
16. Rancangan Permen ESDM • Mempercepat pengembangan PLTB di Harga listrik
tentang Harga Listrik dari Indonesia
PLT Bayu • Memberi insentif kepada pengembang
PLTB
RENSTRA 80

NO Legislasi/Regulasi Arah Kerangka Regulasi, Hal-hal yang diatur


Latar Belakang dan Urgensi dan substansi pengaturan
17. Rpermen tentangHarga Mempercepat pengembangan solar PV Harga patokan pembelian tenaga
Pembelian Tenaga Listrik Roof Top di Indonesia dengan member listrik oleh PT PLN (Persero) dari
Oleh PT PLN (Persero) dari insentif kepada pengembang PLTS Pembangkit Listrik Tenaga Surya
untuk pemasangan di Roof top
Pembangkit Listrik Tenaga
Surya untuk pemasangan
di Roof Top
18. RPermen tentang Mempermudah proses pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan fisik
Perubahan atas Permen kegiatan fisik pemanfaatan energi baru dan pemanfaatan energi baru dan energi
ESDM No 10 Tahun 2012 energi terbarukan dengan pemerintah terbarukan dengan pemerintah
daerah
tentang Pelaksanaan daerah
Kegiatan Fisik
Pemanfaatan Energi Baru
dan Energi Terbarukan
19. RPermen tentang Pemanfaatan sumber energi baru Penetapan Pulau Sumba sebagai
Penetapan Pulau Sumba terbarukan berdasarkan potensi energi Ikon dan Pelopor Pulau Berbasis
Sebagai Pulau Ikonis Energi terbarukan yang tinggi, penyediaan energi Energi Terbarukan
(Sumba Island, The Iconic and
Baru Terbarukan yang masih rendah dibandingkan dengan
Pioneer of Renewable Energy Island)
kebutuhan energi setempat, serta tingkat
yang memanfaatkan sumber energi
kesejahteraan masyarakat yang rendah baru terbarukan berdasarkan potensi
energi
terbarukan yang tinggi, penyediaan
energi yang masih rendah
dibandingkan dengan
kebutuhan energi setempat, serta
tingkat kesejahteraan masyarakat
yang rendah
20. RPermen tentang Perluasan definisi Bahan Bakar Nabati Komoditi yang diatur tidak hanya
Perubahan atas Permen menjadi Bahan Bakar Nabati padat, cair biodiesel, bioethanol dan biooil Hal
ESDM No 32 Tahun 2008 dan gas yang diatur terkait tata niaga Bahan
bakar Nabati padat, cair dan gas
tentang Penyediaan,
sebagai Bahan Bakar Lainnya
Pemanfaatan dan Tata
Niaga Bahan Bakar Nabati
(Biofuel) sebagai Bahan
Bakar Lainnya
21. Pedoman Penerangan • Masih banyak jalan umum yang Pedoman penerangan jalan umum
yang efisien
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Jalan Umum yang Efisien menggunakan teknologi lampu dengan


daya tinggi
• Jaringan penerangan jalan umum
tanpa kWh meter
22. RPermen tentang Untuk melindungi dan memberikan Pencantuman Tingkat efisiensi
Penerapan Standar Kinerja informasi kepada konsumen dalam peralatan
Energi Minimum dan pemilihan Lampu LED yang hemat energi
Pencantuman Label Hemat dan efisien
Energi untuk Lampu LED
81 RENSTRA

NO Legislasi/Regulasi Arah Kerangka Regulasi, Hal-hal yang diatur


Latar Belakang dan Urgensi dan substansi pengaturan
23. RPermen tentang Untuk melindungi dan memberikan Pencantuman Tingkat efisiensi
Penerapan Standar Kinerja informasike konsumen dalam pemilihan peralatan dan label hemat energi
Energi Minimum dan label motor listrik, Penanak nasi (rice cooker)
hemat Energi untuk Motor dan ballast electronic yang hemat energi
Listrik, Penanak nasi (rice dan efisien
cooker) dan ballast
electronic
24. RPermen tentang Untuk melindungi dan memberikan Pencantuman Tingkat efisiensi
Penerapan Standar Kinerja informasi ke konsumen dalam pemilihan peralatan dan label hemat energi
Energi Minimum dan label kulkas dan kipas angin yang hemat energi
hemat energi untuk kulkas dan efisien
dan kipas
angin
25. RPermen tentang Terciptanya usaha jasa penunjang Pengaturan mengenai usaha jasa
Penyelenggaraan Usaha konservasi energi yang mandiri, andal, penunjang konservasi energi yang
Penunjang Konservasi transparan, berdaya saing, efisien dan mandiri, andal, transparan, berdaya
saing, efisien dan mendorong
(ESCO) mendorong perkembangan profesi dan
perkembangan profesi dan peranan
peranan usaha jasa penunjang nasional
usaha jasa penunjang nasional
26. Rpermen tentang Insentif Pemberian insentif kepada pengguna Mengatur pemberian insentif kepada
Penggunaan Teknologi teknologi yang efisien pengguna teknologi yang efisien

27. RPermen tentang Mengatur dan memberikan standar Pengaturan terhadap modul
Pemberlakuan SNI Wajib terhadap modul fotovoltaik yang beredar di fotovoltaik yang beredar di pasar
IEC 612115:2013 (Modul pasar
Fotovoltaik Silikon Kristal -
Kualifikasi Disain dan
Pengesahan Jenis)
28. RPermen tentang Mengatur dan memberikan standar Pengaturan terhadap tenaga kerja
Pemberlakuan SKKNI terhadap tenaga kerja bidang energi baru bidang energi baru dan energi
Bidang Energi Baru dan dan energi terbarukan sub bidang terbarukan sub bidang perencanaan
Energi Terbarukan perencanaan
Subbidang Perencanaan
29. RPermen tentang
Perubahan Atas Permen
ESDM Nomor 19 Tahun
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

2013 tentang Pembelian


Tenaga Listrik Oleh PT PLN
(Persero) dari Pembangkit
Listrik Sampah Kota
30. RPermen tentang Petunjuk
Teknis Penggunaan Dana
Alokasi Khusus Bidang
Energi Perdesaan
RENSTRA 82

III.3 KERANGKA KELEMBAGAAN

Sesuai Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015 tentang Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi
Energi mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan
di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan panas bumi, bio
energi, aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi. Dalam
menyelenggarakan tugasnya, Direktorat Jenderal EBTKE menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan
kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta
pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang panas bumi, bio energi,
aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan
kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta
pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang panas bumi, bio energi,
aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi
c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan,
pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan,
keselamatan kerja, lingkungan, serta pembangunan sarana dan prasarana
tertentu di bidang panas bumi, bio energi, aneka energi baru dan terbarukan,
dan konservasi energi
d. pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pembinaan,
pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan,
keselamatan kerja, lingkungan, serta pembangunan sarana dan prasarana
tertentu di bidang panas bumi, bio energi, aneka energi baru dan terbarukan,
dan konservasi energi
e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pembinaan, pengendalian, dan
pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan,
serta pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang panas bumi, bio
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

energi, aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi


f. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan
Konservasi Energi; dan
g. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri
Sebagai pelaksanaan ketentuan pada Peraturan Presiden tersebut, telah
ditetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun
2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 22
Tahun 2013, dimana struktur organisasi dan rekapitulasi satuan organisasi pada
Direktorat Jenderal EBTKE sebagaimana gambar di bawah ini:
83 RENSTRA

DIREKTUR
JENDERAL

SEKRETARIS
DIREKTORAT
JENDERAL

DIREKTUR DIREKTUR DIREKTUR DIREKTUR


PANAS BUMI BIOENERGI ANEKA EBT BIOENERGI

SUBDIT SUBDIT SUBDIT SUBDIT BAGIAN


PROGRAM PANAS PENYIAPAN PROGRAM PENYIAPAN PROGRAM PROGRAM RENCANA DAN
BUMI BIOENERGI ANEKA EBT PEMANFAATAN ENERGI LAPORAN

SUBDIT EKSPLORASI SUBDIT PELAYANAN SUBDIT PELAYANAN SUBDIT


DAN EKSPLOITASI DAN PENGAWASAN USAHA DAN PENGAWASAN USAHA PENGAWASAN BAGIAN KEUANGAN
PANAS BUMI BIOENERGI ANEKA EBT EFISIENSI ENERGI

SUBDIT PELAYANAN SUBDIT INVESTASI SUBDIT INVESTASI


DAN KERJASAMA
SUBDIT TEKNO BAGIAN UMUM
DAN BIMBINGAN USAHA DAN KERJASAMA
PANAS BUMI BIOENERGI ANEKA EBT EKONOMI ENERGI DAN KEPEGAWAIAN

SUBDIT INVESTASI SUBDIT KETEKNIKAN SUBDIT KETEKNIKAN SUBDIT PENERAPAN


DAN KERJASAMA DAN LINGKUNGAN DAN LINGKUNGAN TEKNOLOGI ENERGI BERSIH BAGIAN HUKUM
PANAS BUMI BIOENERGI ANEKA EBT DAN EFISIEN

SUBDIT KETEKNIKAN SUBDIT BIMTEK SUBDIT BIMTEK


DAN LINGKUNGAN DAN KERJASAMA DAN KERJASAMA
PANAS BUMI KONSERVASI ENERGI KONSERVASI ENERGI

Gambar 3.4
Struktur Organisasi Direktorat Jenderal EBTKE

NO UNIT ES.I ES.II ES.III ES.IV JUMLAH


RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

1. Direktur Jenderal 1 1
2. Direktorat Panas Bumi 1 5 10 16
3. Direktorat Bioenergi 1 4 8 13
4. Direktorat Aneka EBT 1 4 8 13
5. Direktorat Konservasi Energi 1 5 10 16
6. Sekretariat Direktorat Jenderal 1 4 12 17
7. Unit Layanan Pengadaan 1 1
JUMLAH 1 5 23 48 77
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
RENSTRA
84
BAB IV
TARGET KINERJA DAN
KERANGKA PENDANAAN
85 RENSTRA

IV.1 TARGET KINERJA

Indikator Kinerja Utama (Permen ESDM No. 22 Tahun 2015) merupakan acuan ukuran
kinerja yang digunakan oleh masing – masing unit utama di lingkungan Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral dalam:
1. Menetapkan rencana kinerja tahunan;
2. Menyampaikan rencana kerja dan anggaran;
3. Menyusun dokumen penetapan kinerja;
4. Menyusun laporan akuntabilitas kinerja; dan
5. Melakukan evaluasi pencapaian kinerja sesuai dengan organisasi dan dokumen
Rencana Strategis Kementerian ESDM

Pada dokumen Renstra ini, target kinerja telah ditetapkan berdasarkan perencanaan dan
perkiraan yang dibuat pada tahun 2014/2015, sehingga tidak menutup kemungkinan pada
tahun berjalan perencanaannya dapat berubah seiring dengan penetapan APBN, APBN-P,
Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), dan dokumen perencanaan lainnya.

TARGET
NO INDIKATOR KINERJA SATUAN
2015 2016 2017 2018 2019
Sasaran strategis: Terwujudnya peran penting sub sektor Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi
dalam penerimaan negara

1. PNBP sub sektor Energi Baru,


Triliun Rp. 0,58 0,63 0,67 0,73 0,78
Terbarukan, dan Konservasi Energi

Sasaran strategis: Meningkatnya investasi sub sektor Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi
2. Jumlah Wilayah Kerja Panas Bumi
WKP 5,00 8,00 8,00 8,00 8,00
yang dilelangkan

3. Investasi di bidang EBTKE Miliar US$ 4,480 3,342 21,153 5,795 3,707

a. Panas Bumi Miliar US$ 0,940 1,140 1,610 1,910 1,280


RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

b. Bioenergi Miliar US$ 0,280 0,310 0,350 0,380 0,420

c. Aneka Energi Baru dan


Miliar US$ 3,260 1,890 19,190 3,500 2,000
Terbarukan

d. Konservasi Energi Miliar US$ - 0,002 0,003 0,005 0,007

Sasaran strategis: Meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik


4. Jumlah Produksi

- Uap panas bumi Juta Ton 71,46 83,05 114,76 169,94 199,42

- Biofuel Juta KL 4,07 6,48 6,71 6,96 7,21

- Biogas ribu M3 18.615 22.995 27.375 32.120 36.865


RENSTRA 86

TARGET
NO INDIKATOR KINERJA SATUAN
2015 2016 2017 2018 2019
5. Jumlah Kepala Keluarga
(KK)/Rumah Tangga di wilayah
terpencil (remote) dan atau daerah Kepala
83.350 114.483 115.650 114.300 109.350
perbatasan yang dilistriki dengan Keluarga
pembangkit berbasis Energi Baru
dan Terbarukan

Sasaran strategis: Meningkatnya pembangunan infrastruktur energi


6. Jumlah Kapasitas Terpasang
Pembangkit Listrik Energi Baru dan MW 11.753,1 13.135,2 13.995,7 15.459,0 16.992,0
Terbarukan:

a. Panas Bumi MW 1.438,5 1.712,5 1.976,0 2.609,5 3.194,5

b. Bioenergi

- untuk bahan bakar minyak juta KL 4,7 8,9 9,6 10,3 10,9

- untuk pembangkit listrik MW 1.892,0 2.069,4 2.291,9 2.559,3 2.871,8

c. Air MW 8.340,0 9.250,0 9.590,0 10.080,0 10.620,0

d. Laut MW 0 0 0 0 1

e. Surya MW 76,9 92,1 118,6 180,0 260,3

f. Angin MW 5,8 11,2 19,2 30,2 45,4

g. Nuklir MW 0 0 0 0 0

Sasaran strategis: Meningkatkan efisiensi pemakaian dan pengelolaan energi

7. Intensitas Energi Pimer (Penurunan


% 482,2 477,3 472,6 467,8 463,2
Rata - rata 1% per tahun)

8. Penurunan emisi CO2 juta ton 14,71 16,79 20,6 23,57 28,48

9. Jumlah gedung bangunan


pemerintah yang menjadi objek Objek 10 10 10 10 10
audit energi
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

Sasaran strategis: Meningkatnya pengembangan berbagai sumber energi dalam rangka diversifikasi energi
10. Persentase Pemanfaatan BBN pada
BBM PSO (usaha mikro, usaha
% 10,00 20,00 20,00 20,00 20,00
perikanan, usaha pertanian,
transportasi dan pelayanan umum)

11. Persentase Pemanfaatan BBN pada


BBM non-PSO (transportasi,
% 10,00 20,00 20,00 20,00 20,00
industri, dan komersial,
pembangkit listrik)
87 RENSTRA

IV.2 KERANGKA PENDANAAN

Ketergantungan terhadap Energi Fosil khususnya minyak bumi masih tinggi sedangkan
cadangannya semakin terbatas dan harganya sangat berfluktuasi. Di sisi lain pemanfaatan
energi baru terbarukan belum optimal sedangkan potensinya sangat besar. Selain
memaksimalkan potensi energi baru terbarukan, Pemerintah juga berupaya untuk
meningkatkan pengembangan konservasi & efisiensi energi. Selain meningkatkan ketahanan
energi, upaya konservasi energi juga akan mengurangi emisi gas rumah kaca dan
meningkatkan daya saing. Pemerintah telah menetapkan sejumlah target dan strategi serta
program untuk mendorong sektor industri, bangunan gedung, dan rumah tangga untuk
melakukan konservasi energi.

Untuk mencapai target – target yang telah ditetapkan di dalam Rencana Strategis ini,
diperlukan pendanaan baik melalui investasi swasta maupun melalui APBN. Pengembangan
infrastruktur energi ke daerah perdesaan/terpencil dan pulau-pulau terluar saat ini masih
mengandalkan pendanaan melalui APBN, sedangkan untuk pembangunan infrastruktur
energi dalam skala besar, Pemerintah mendorong pendanaanya melalui investasi swasta
dengan menciptakan iklim investasi yang menarik.

a. Investasi Sub Sektor EBTKE


Dalam 5 tahun ke depan (2015 – 2019) investasi swasta di bidang EBTKE diperkirakan
sebesar US$ 38,5 Miliar. Hal tersebut tentunya dapat tercapai apabila ditunjang oleh
regulasi – regulasi yang baik, melalui pengaturan harga yang menarik, maupun
pemberian insentif – insentif di bidang perpajakan dan lainnya.

b. Pendanaan melalui APBN


Belanja APBN Direktorat Jenderal EBTKE terdiri dari 2 (dua) jenis belanja yaitu belanja
untuk program prioritas yakni belanja untuk pembangunan infrastruktur EBTKE dan
kegiatan – kegiatan pendukungnya, serta belanja untuk kebutuhan aparatur berupa
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

belanja pegawai dan belanja operasional penunjang perkantoran pada kegiatan


Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Ditjen EBTKE.
RENSTRA 88

Direktorat Jenderal EBTKE memiliki 1 program pada tingkat eselon 1, yaitu Program
Pengelolaan Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi. Sedangkan pada tingkat
eselon 2, Direktorat Jenderal EBTKE memiliki 5 kegiatan yaitu:
- Pembinaan, Pengawasan dan Pengusahaan Bioenergi (Direktorat Bioenergi)
- Pembinaan, Pengawasan dan Pengusahaan Aneka Energi Baru Terbarukan
(Direktorat Aneka EBT)
- Perencanaan Energi, Penerapan Konservasi Energi dan Teknologi Energi Bersih
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

(Direktorat Konservasi Energi)


- Pembinaan, Pengawasan dan Pengusahaan Panas Bumi (Direktorat Panas Bumi)
- Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Ditjen Energi Baru
Terbarukan dan Konservasi Energi (Sekretariat Ditjen EBTKE)

Porsi belanja APBN Direktorat Jenderal EBTKE sebagian besar diperuntukkan untuk belanja
prioritas berupa pembangunan infrastruktur EBTKE, seperti PLTMH, PLTS,PLT Bayu, PLT
Biomassa, Digester Biogas dan Penerapan Konservasi Energi (Penerangan Jalan Umum).
Pengadaan Infrastruktur EBTKE tersebut dilakukan oleh Ditjen EBTKE yang nantinya akan
diserahterimakan kepada Pemda untuk dilakukan pemeliharaan.
89 RENSTRA

Grafik 4.1
Postur Belanja APBN Ditjen EBTKE Tahun 2015 – 2019 (dalam juta rp)

55.754 ( 3,2%)
2019
1.710.329 ( 96,8 %)

53.099 ( 3,5%)
2018
1.444.294 ( 96,5 %)

50.533 ( 4,0%)
2017
1.198.768 ( 96,0 %)

64.239 ( 3,0%)
2016
2.086.138 ( 97,0 %)

99.209 (4,8%)
2015
1.960.736 (95,2%)

Belanja Aparatur Belanja Prioritas

Total indikasi APBN Ditjen EBTKE untuk 5 tahun direncanakan sebesar Rp 8,72 Triliun,
yang terdiri dari belanja prioritas sebesar Rp 8,4 Triliun dan belanja aparatur sebesar Rp
322 Juta. Pembangunan infrastruktur EBTKE selain dilakukan melalui APBN Ditjen
EBTKE, juga dilakukan melalui belanja transfer ke daerah berupa kegiatan Dana Alokasi
Khusus Energi Perdesaan yang telah dilaksanakan dari tahun 2011.
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
RENSTRA 90

Tabel 4.1
Indikasi Kebutuhan APBN Ditjen EBTKE Tahun 2015 – 2019

Alokasi (dalam Juta Rupiah)


Sasaran Program (Outcome)/Sasaran Kegiatan (Output) TOTAL
2015 2016 2017 2018 2019
ANGGARAN
PROGRAM PENGELOLAAN ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN
2.059.945 2.150.377 1.249.301 1.497.394 1.766.084 8.723.100
KONSERVASI ENERGI
Kegiatan Pembinaan, Pengawasan dan Pengusahaan Bioenergi 217.827 450.210,0 156.272,0 163.108,0 141.648,0 1.129.065,1
1 Pembangunan Pembangkit Listrik Bioenergi 78.623 327.146 91.357 98.193 79.835 675.154
2 Pembangunan Fasilitas Produksi dan Pendukung BBN 48.487 65.900 114.387
3 Pembangunan dan Implementasi Pemanfaatan Bioenergi Non 36.127 19.151 2.000 2.000 2.000 61.278
Pembangkit Listrik
4 Revitalisasi Infrastruktur Bioenergi 858 3.102 3.102 - 7.062
5 Monitoring dan Evaluasi Mandatori BBN 7.500 8.000 9.000 9.000 9.000 42.500
6 Regulasi Bioenergi 2.058 2.057 2.262 2.262 2.262 10.901
7 Sosialisasi/Koordinasi/Fasilitasi 16.614 5.800 14.000 14.000 14.000 64.414
8 Sistem Informasi/Database 390 1.150 1.500 1.500 1.500 6.040
9 Buku Panduan, Pedoman, SOP, buletin 450 1.430 1.750 1.750 1.750 7.130
10 Pengawasan Pengusahaan Bioenergi 11.547 6.794 12.780 12.780 12.780 56.681
11 Pemberian Penetapan Pengembang PLT Bioenergi 240 240 248 248 248 1.224
12 Pemberian Izin Usaha BBN dan Rekomendasi 364 365 373 373 373 1.848
13 Kajian/Pre FS/FS/DED 14.050 9.738 16.000 16.000 16.000 71.788
14 Rancangan SNI 1.378 1.580 1.900 1.900 1.900 8.658
Kegiatan Pembinaan, Pengawasan dan Pengusahaan Aneka Energi
1.596.540 1.437.279 876.808 1.101.138 1.379.594 6.391.359
Baru Terbarukan
1 Pembangunan Pembangkit Listrik Dari EBT 1.486.497 1.379.384 837.000 1.062.000 1.341.000 6.105.881
2 Data Potensi Pembangkit Aneka EBT (Data Base) 1.182 800 800 800 800 4.382
3 Revitasisasi Pembangkit Aneka EBT (Unit) 1.678 1.300 1.300 1.300 1.300 6.878
4 Rancangan SNI 8.982 2.100 2.100 2.100 2.100 17.382
5 Rancangan SKKNI 2.778 2.100 2.100 2.100 2.100 11.178
6 Pra FS/FS/DED Aneka EBT 15.185 19.862 2.100 2.100 2.100 41.347
7 Kajian Bidang Pemanfaatan Aneka EBT 13.668 7.000 7.500 7.500 7.500 43.168
8 Buku Panduan/Laporan Kinerja di Bidang Pemanfaatan Aneka EBT 7.520 7.000 7.000 7.000 7.000 35.520
9 Penetapan Pengelola Tenaga Air untuk Pembangkit Tenaga Air 15.485 2.192 1.779 1.444 1.172 22.071
10 Penetapan Pemenang Pelelangan Kuota PLTS 9.282 2.192 1.779 1.444 1.172 15.868
11 Regulasi di Bidang Pemanfaatan Aneka EBT 7.629 850 850 850 850 11.029
12 Koordinasi/Sosialisasi di Bidang Aneka EBT 14.440 7.500 7.500 7.500 7.500 44.440
13 Sistem Informasi di Bidang Aneka EBT 12.214 5.000 5.000 5.000 5.000 32.214
Kegiatan: Perencanaan Energi, Penerapan Konservasi Energi dan
66.494 116.288 61.790 69.370 72.090 386.032
Teknologi Energi Bersih
1 Draf Regulasi bidang Konservasi Energi 451 1.403 1.600 1.680 1.760 6.893
2 Program Pemanfaatan Energi D20 4.094 7.770 8.160 8.570 8.990 37.584
3 Pembinaan dan Pengawasan Konservasi Energi 7.020 6.980 7.330 7.690 8.080 37.100
4 Penyiapan Tekno Ekonomi Energi 4.662 4.970 11.820 16.910 17.010 55.372
5 Peningkatan Penerapan Teknologi Energi Bersih dan Efisien 24.397 52.426 4.320 4.530 4.760 90.432
6 Bimbingan Teknis dan Kerjasama Konservasi Energi 25.870 42.740 28.560 29.990 31.490 158.649
Kegiatan: Pembinaan, Pengawasan dan Pengusahaan Panas Bumi 27.021 32.612 48.300 52.000 55.700 215.633
1 Fasilitasi Percepatan Pengembangan Panas Bumi 7.228 11.157 12.500 13.400 14.300 58.585
2 Pembinaan Investasi dan Kerjasama Panas Bumi 4.766 7.200 7.700 8.300 8.900 36.866
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019

3 Pembinaan Pelayanan dan Bimbingan Usaha Panas Bumi 3.076 4.557 6.400 6.900 7.300 28.233
4 Pembinaan Keteknikan dan Lindungan Lingkungan 3.712 4.700 5.000 5.500 6.000 24.912
5 Pembinaan Pengawasan Eksplorasi dan Eksploitasi Panas Bumi 4.059 1.083 10.200 11.000 11.800 38.141
6 Pembinaan Penyiapan Program Panas Bumi 4.181 3.915 6.500 6.900 7.400 28.896
Kegiatan: Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis
152.063 113.988 106.131 111.778 117.052 601.012
Lainnya Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi
1 Pengelolaan Informasi Bidang EBTKE 9.564 9.857 8.330 9.047 9.184 45.981
2 Pembinaan dan Pengelolaan Administrasi Kepegawaian 13.668 11.688 14.786 15.525 16.301 71.968
3 Dokumen Peraturan Bidang EBTKE 1.858 1.790 2.252 2.365 2.483 10.747
4 Pembinaan dan Pengelolaan Administrasi Keuangan 15.860 15.945 13.684 14.369 15.087 74.945
5 Penyiapan Bahan Koordinasi, Perencanaan Program dan Anggaran 4.447 3.519 3.430 3.602 3.782 18.780
6 Pertimbangan Hukum 634 1.343 1.410 1.481 4.868
7 Informasi Hukum 1.265 2.048 6.022 6.323 6.640 22.298
8 Penyiapan Bahan Evaluasi dan LAKIP 1.759 1.838 1.977 2.076 2.180 9.829
9 Pengelolaan Pengadaan Barang dan Jasa Satker Ditjen EBTKE 3.800 3.064 3774,1 3962,8 4161,0 18.761
10 Layanan Perkantoran 73.281 59.606 44251,0 46463,5 48786,7 272.389
11 Kendaraan Bermotor 5.351 2117,3 2223,1 2334,3 12.026
12 Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi 3.561 780 449,5 471,9 495,5 5.758
13 Peralatan dan Fasilitas Perkantoran 8.519 1.528 515,0 540,8 567,8 11.671
14 Gedung/Bangunan 8.497 2.325 3200,0 3400,0 3570,0 20.992

Anda mungkin juga menyukai