Anda di halaman 1dari 2

Eling lan Waspada, Ana Catur Mungkur

29
Jan
2011
6 Komentar

by pusaka hati in Kejawen

tulisan oleh Kandjeng Pangeran Karyonagoro

Ada banyak hal yang harus diperhatikan dengan seksama sebagai acuan moral, tak ada
yg lebih indah dari pada kaweruh jawa dengan tutur yang halus tapi tegas, luv u saudara-
saudaraku!

Ana catur mungkur arti lugasnya adalah “ada pembicaraan membelakangi”. Secara
kiasan ungkapan itu dimaksudkan untuk menggambarkan yang menyangkut keburukan
atau kelemahan pihak orang lain. Catur artinya ngrasani eleking liyan (membicarakan …
keburukan orang lain) dengan maksud menjatuhkan atau menghina orang tersebut.
Tindakan ngrasani (membicarakan, atau mempergunjingkan) harus dipandang sebagai
perbuatan yang tidak baik karena dapat menimbulkan sakit hati pada diri orang yang
dirasani (pihak yang dibicarakan keburukannya). Pada umumnya, nyatur atau ngrasani
(membicarakan) orang lain itu mengacu pada sudut kelemahannya atau sisi negatifnya,
dan jarang membicarakan dari sudut kebaikannya karena tujuannya memang untuk
menjatuhkan martabat orang yang dirasani atau dipergunjingkan. Ungkapan ini sejajar
dan selaras dengan nasihat aja metani alaning liyan (jangan mencari-cari keburukan
orang lain).

Seseorang lazimnya lebih senang mencela orang lain. Ia enggan dan tidak mau mengerti
tentang kesalahan sendiri. Tindakan itu sangat negatif karena dapat menimbulkan
perselisihan. Pertama, hampir semua orang tidak suka dipergunjingkan keburukannya.
Orang cenderung akan kecewa, sakit hati, atau bahkan marah sewaktu orang lain ngrasani
keburukan diri kita, keluarga kita, masyarakat kita yang secara norma hukum dan sosial
tidak ada kaitannya dengan “sang penggunjing”.
Kedua, tindakan ngrasani sebagai tindakan tidak transparan. Sang penggunjing dapat
melihat keburukan orang lain, tapi tidak berani mengatakan keburukan diri sendiri. Lebih
jauh, seseorang cenderung tidak konsekuen, dapat atau mau melihat kesalahan orang lain
sekecil apapun tetapi tidak mau melihat kesalahan diri sendiri walaupun kesalahan itu
sangat besar. Sikap dan perilaku nyatur (mempergunjingkan) kesalahan orang itu ibarat
gajah di pelupuk mata tidak tampak, semut di seberang lautan tampak.

Para pendahulu Jawa telah memberikan wejangan atau nasihat agar seseorang tidak
mempergunjingkan kesalahan orang lain. Ia lebih baik mengoreksi diri atau kesalahannya
sendiri dengan harapan dapat memperbaiki perbuatannya. Akan tetapi, hal itu sudah pasti
sulit dilakukan jika tidak didasarkan pada sikap lembah manah (rendah hati). Nasihat atau
wejangan tersebut disapaikan dengan ungkapan wong ikut ora bisa ngilo githoke dhewe
(seseorang itu tidak dapat berkaca pada punggung sendiri). Maksudnya, seseorang itu
tidak dapat melihat kesalahan diri sendiri, dan justru pandai melihat kesalahan orang lain.
Cermin adalah kaca yang dapat menampakkan sesuatu yang ada di depannya. Apa yang
terlihat di cermin sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Namun tidak mungkin orang
bercermin pada punggung sendiri. Punggung jelas bukan cermin sehingga tidak mampu
memperlihatkan kesalahan yang telah diperbuat pada waktu sebelumnya.

Ungkapan ana catur mungkur menganjurkan kita untuk tidak membicarkan kelemahan
orang lain. Jika ada orang lain yang mengajak dirinya untuk membicarakan kelemahan
orang lain, jika ada orang yang sengaja menyeret kita untuk mempermasalahkan
kelemahan orang lain, segeralah menghindar. Segeralah untuk mungkur (menghindar)
dari pembicaraan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai