Anda di halaman 1dari 9

Umum

PCI Girder
Girder adalah bagian struktur atas yang berfungsi menyalurkan beban berupa beban kendaraan, berat
sendiri girder dan beban lainnya yang berada di atas girder tersebut ke bagian struktur bawah.

Umumnya girder merupakan balok baja dengan profil I, namun girder juga dapat berbentuk box (box
girder), atau bentuk lainnya.

Menurut material penyusunnya girder dapat terdiri dari girder beton dan girder baja. Sedangkan
menurut sistem perancangannya, girder terdiri dari girder precast yaitu girder beton yang telah di
cetak di pabrik tempat memproduksi beton kemudian beton tersebut di bawa ke tempat
pembangunan jembatan atau fly over dan pada saat pemasangan dapat menggunakan girder crane.
Selain girder precast, juga dikenal istilah on-site girder, yaitu girder yang di cor di tempat
pelaksanaan pembangunan jembatan, girder ini dirancang sesuai dengan perancangan beton pada
umumnya yaitu dengan menggunakan bekisting sebagai cetakannya.

Girder Jembatan
Girder dengan bentuk balok I sering disebut dengan PCI Girder (yang dibuat dari material beton).
Girder ini dapat terbuat dari bahan komposit ataupun bahan non komposit, dalam memilih hal ini
perlu dipertimbangkan berbagai hal seperti jenis kekuatan yang diperlukan dan biaya yang
dikeluarkan.

Baca: Perencanaan PCU Girder

Baja Prategang
Didalam praktek baja prategang (tendon) yang dipergunakan ada 3 (tiga) macam, yaitu:

1) Kawat tunggal (wire).


Kawat tunggal ini biasanya dipergunakan dalam beton prategang dengan system pra-tarik
(pretension method).

2) Untaian kawat (strand).


Untaian kawat ini biasanya dipergunakan dalam beton prategang dengan system pasca-tarik (post-
tension).

3) Kawat batangan (bar)


Kawat batangan ini biasanya digunakan untuk beton prategang dengan system pra-tarik (pretension).
Jenis-jenis lain tendon yang sering digunakan untuk beton prategang pada sitem pre-tension adalah
seven-wire strand dan single-wire. Untuk seven-wire ini, satu bendel kawat teriri dari 7 buah kawat,
sedangkan single wire terdiri dari kawat tunggal.
Tabel Tipikal Baja Prategang

Baja Prategang Diameter (mm) Luas (mm2) Beban Putus (kN) Tegangan Tarik (Mpa)
Kawat Tunggal (wire) 3 7.1 13.5 1900
4 12.6 22.1 1750
5 19.6 31.4 1600
7 38.5 57.8 1500
8 50.3 70.4 1400
Untaian Kawat (strand) 9.3 54.7 102 1860
12.7 100 184 1840
15.2 143 250 1750
Kawat Batangan (bar) 23 415 450 1080
26 530 570 1080
29 6680 710 1080
32 804 870 1080
38 1140 1230 1080

PCI-Girder Jembatan dengan panjamg span 25,6 m dari abutment 1 ke pier 1 yang terdiri dari 5
segmen girder dan menggunakan baja prategang jenis untaian kawat (strand).

Perencanaan Balok Prategang


Beton prategang juga dapat didefinisikan sebagai beton dimana tegangan tariknya pada kondisi
pembebanan tertentu dihilangkan atau dikurangi sampai batas aman dengan pemberian gaya tekan
permanen, dan baja prategang yang digunakan untuk keperluan ini ditarik sebelumbeton mengeras
(pratarik) atau setelah beton mengeras (pascatarik).

No. Dimensi Luas Tampang Jarak Terhadap Alas Statis Momen Y'
b (cm) H (cm) A Y A*Y
1 65 22,5 146,25 11,25 16453,125 59,89
2 23,5 10 117,5 25,83 3035,4 45,30
3 23,5 10 117,5 25,83 3035,4 45,30
4 18 125 2250 85 191250 -13,86
5 18,5 75 69,37 145 10059 73,86
6 18,5 75 69,37 145 10059 73,86
7 55 125 687,5 153,75 105703.125 82,61
Total 4773,75 339595.83

Tabel diatas merupakan identitas dari girder/gelagar tersebut, berisi dimensi lebar atas, lebar bawah,
lebar badan, luas tampang A didapat dari perkalian b dikaliahn h, statis momen didapat dari perkalian
A dikalikan y, sementara y merupakan jarak terhadap alas.

Setelah itu saudara harus mencari nilai yb dan ya untuk penteuan garis netral balok prategang, ya
merupakan jarak alas terhadap a dan yb merupakan jarak alas terhadap b, rumusnya adalah sebagai
berikut:

𝑦𝑏 = ∑ 𝐴. 𝑦 / ∑ 𝐴
𝑦𝑎 = ℎ − 𝑦𝑛
Kemudian menghitung inersia penampang girder yang akan di analisis, pada luas pelat lantai
transformasi luas tampang gelagar induk ditambahkan tebal plat dan jarak girder.

Baca: Konsep Dasar Beton Prategang

Dari penjumlahan luas pelat lantai transformasi akan di dapat nilai Ac, langkah selanjutnya adalah
menghitung penentuan letak garis netral penampang komposit, Momen inersia penampang komposit,
Penentuan batas inti penampang komposit.

𝑦𝑛𝑐 = 𝑦𝑏′ = ∑ A . y / ∑ A

Momen inersia penampang komposit


𝐼𝑐 = [𝐼𝑔 + 𝐴𝑔. (𝑦𝑏 ′ − 𝑦𝑔) 2 ] + [ 1 /12 𝑛 𝑏𝑝. ℎ𝑝 + 𝐴𝑝. (𝑦𝑏 ′ − 𝑦𝑝 2 )]

Penentuan batas inti penampang komposit


𝐾𝑎 ′ = 𝐼𝑐 /𝐴𝑐 . 𝑦𝑏′
𝐾𝑏′ = 𝐼𝑐 𝐴𝑐 . 𝑦𝑎′

Pembebanan Gelagar dan Analisis Struktur


1) Berat Sendiri Gelagar
Beban merata akibat berat sendiri gelagar (qg)
Berat sendiri gelagar merupakan luas gelagar dikalikan berat jenis beton, dalam kasus ini girder
terbuat dari beton, berat jenis beton adalah 2400.

𝑞𝑔 = 𝐴𝑔 ∗ 𝛾𝑏

Reaksi perletakan
𝑉𝐴 = 𝑉𝐵 = (𝑞𝑔 . 𝐿)/ 2

2) Beban Mati Sendiri


Beban mati sendiri meliputi berat sendiri gelagar, berat pelat lantai dan rc-plate, Berat sendiri gelagar
sudah dihitung, tinggal menghitung berat pelat lantai yaitu tebal pelat lantai dikalikan jarak gelagar
kemudian dikalikan dengan berat jenis beton.

3) Beban merata (qMS)


Beban merata akibat berat sendiri gelagar (qg)
𝑞𝑔 = 𝐴𝑔 ∗ 𝛾b

Berat pelat lantai


𝑞𝑝 = 𝐴𝑝 ∗ 𝛾𝑏

Qg dan qp adalah beban merata akibat berat sendiri gelagar, kemudian qp merupajan berat pelat
lantai, jika sudah diketahui hasilnya maka dijumlahkan dengan rumus.

𝑞𝑀𝑆 = 𝑞𝑔 + 𝑞p

Reaksi perletakan
𝑉𝐴 = 𝑉𝐵 = (𝑞𝑀𝑆 . 𝐿) /2

4) Beban Terpusat
Balok diafragma, yang dipasang berfungsi sebagai pengaku antar gelagar induk (balok prategang)
Ukuran diafragma:

Tebal = 20 cm

Lebar = 160 cm Tinggi = 100 cm

Ini juga sama seperti yang di atas, tebal, lebar dan tinggi dikalikan berat jenis beton.
𝑃𝐷 = 𝑝 ∗ 𝑙 ∗ 𝑡 ∗ 𝛾b

Reaksi perletakan
𝑉𝐴 = 𝑉𝐵 = 𝑃𝑀𝑆. 𝐿 /2
5) Beban Mati Tambahan
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang menimbulkan suatu beban pada balok (girder)
jembatan yang merupakan elemen non-struktural, dan mungkin besarnya berubah selama umur
jembatan, girder jembatan direncanakan mampu memikul beban mati tambahan berupa:

a. Aspal beton (50 mm)


b. Genangan air hujan setinggi 50 mm
c. Jarak antar girder adalah 1,85 meter, jadi berat jenis apal yaitu 2200 dikalikan dengan jarak antar
gelagar dan gengangan air hujan.

6) Beban merata (qMA)


Berat aspal beton
𝑞𝑎𝑏 = 𝐴𝑎𝑏 ∗ 𝛾𝑎𝑠𝑝𝑎𝑙

Genangan air hujan


𝑞𝑎 = 𝐴𝑎 ∗ 𝛾w

Jadi beban mati tambahan yaitu genangan air hujan ditambahkan dengan berat aspal beton dengan
rumus:
𝑞𝑀𝐴 = 𝑞𝑎𝑏 + 𝑞𝑎

Reaksi Perletakan
𝑉𝐴 = 𝑉𝐵 = 𝑞𝑀𝐴 . 𝐿/ 2

7) Beban Lajur “D”


Beban lajur “D” terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung dengan beban garis (BGT).
Beban terbagi rata mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung pada panjang total
yang dibebani L seperti berikut:

𝐿 ≤ 30𝑚 ∶ 𝑞 = 9 𝑘𝑃𝑎
𝐿 > 30𝑚 ∶ 𝑞 = 9 ∗ (0,5 + 15 𝐿) 𝑘𝑃𝑎

Sedangkan beban garis (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah
lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49 kN/m. dimana factor beban dinamis 1,8.

Reaksi Perletakan
𝑉𝐴 = 𝑉𝐵 = (𝑞𝑇𝐷 . 𝐿) + (𝑃𝑇𝐷)/ 2

8) Gaya rem
Pengaruh pengereman dari lalu lintas diperhitungkan sebagai gaya dalam arah memanjang, dan
dianggap bekerja pada jarak 1,80 m diatas permukaan lantai jembatan. Besarnya gaya rem arah
memanjang jembatan 5% dari beban lajur “D” tanpa factor beban dinamis.

Panjang balok L = 25,6


Diambil gaya rem Hrem = 250 kN = 25000 kg
Jumlah balok prategang, n = 5
Jarak antar balok prategang = 1,85 m
Lengan terhadap titik berat balok,
y = ya’ + tebal plat + tebal perkerasan + 1,8
y = 0,5391 + 0,2 + 0,05 + 1,8 = 2,59 m
beban momen akibat gaya rem, M = Trem * y = 5000 * 2,59 = 12945,3

Gaya geser dan momen maksimum akibat pada balok akibat gaya rem
𝑀𝑚𝑎𝑘 = 1/ 2 𝑀
𝑉𝑚𝑎𝑘 = 𝑀/ 𝐿

9) Beban Angin
Beban angina merupakan beban skunder, pengaruh tekanan angin bekerja dalam arah horizontal
sebesar 100 kg/cm2. Dalam memperhitungkan jumlah luas bagian jembatan pada setiap sisi
digunakan jumlah luas bagian jembatan. Beban garis merata tambahan arah horizontal pada
permukaan lantai jembatan akibat angin yang meniup kendaraan diatas lantai jembatan dihitung
dengan rumus:
Tew= 0,0012* Cw * (Vw)2 kN/m
Cw =koefisiens eret, 1,2
Vw=kecepatan angin rencana, 30 m/s
Tew= 0,0012* 1,2 * (30)2
Tew =1,296 kN/m =129,6 kg/m

Bidang vertical yang ditiup angin merupakan bidang samping kendaraan dengan tinggi 2 m di atas
lantai kendaraan.

H=2m
Jarak antar roda kendaraan, x = 1,75 m
Transfer beban angin ke lantai jembatan
𝑄𝑒𝑤 = 1 /2. ℎ /𝑥 . 𝑇𝑒𝑤

10) Beban Gempa


Gaya gempa vertikal pada balok prategang dihitung dengan menggunakan percepatan vertikal ke
bawah minimal 0,1 x g (g = percepatan gravitasi) atau 50% koefisien gempa horizontal statik
ekivalen g = 9,8 m/det2

a) Koefisien Beban Gempa Horizontal


Bekerja pada bangunan akibat respons bangunan dan system pondasi, bukan disebabkan oleh
percepatan gerakan tanah, muatan gempa horizontal dianggap bekerja dalam arah-arah sumbu
utama bangunan.
𝐾ℎ = 𝐶. 𝑆
Koefisien beban gempa vertical
𝐾𝑣 = 50%.𝐾ℎ

b) Gaya Gempa Vertical


Gaya gempa verikal berpengaruh karena akan mengakibatkan ayunan pada item tertentu, kantilever
misalnya, akibat ayunan tersebut momen pada bagian ujung yang terikat menjadi sangat besar dan
selanjutnya akan mengakibatkan pembalikan arah tegangan.

𝑇𝐸𝑄 ′ = 𝐾𝑣.𝐼 . 𝑊t
Beban gempa vertical
𝑄𝐸𝑄 ′ = 𝑇𝐸𝑄 ′ /𝐿

yang harus diperhitungkan ketika menghitung beban gempa ialah lokasi jembatan, bisa di liat pada
pedoman pembebanan, lokasi yang di bangun termasuk wilayah gempa 4 atau 3 dan berada di tanah
sedang atau lainya, dengan melihat pedoman gempa saudara bisa memperoleh koefisien geser dasar.

Kombinasi Pembebanan
Kombinasi pebebanan pada perencanaan struktur jembatan prategang ini digunakan empat kombinasi
pembebanan pada kondisi beban ultimit yaitu:

Kombinasi 1 = 1,2MS + 1,4MA + 1,8TD + 1,8Trem


Kombinasi 2 = 1,2MS + 1,4MA + 1,8TD + 1,2EW
Kombinasi 3 = 1,2MS + 1,4MA + 1,8TD + 1,8Trem + 1,2EW
Kombinasi 4 = 1,2MS + 1,4MA + 1,8EQ

Dari keempat kombinasi tersebut diambil kombinasi pembebanan yang paling menentukan.

Kombinasi Momen
Dari keempat kombinasi pembebanan tersebut diambil kombinasi pembebanan yang paling
menentukan sebagai momen total (MT) yaitu kombinasi pembebanan 3 dengan momen yang paling
menentukan.
Kontrol Tegangan
Kontrol penampang gelagar terhadap tegangan yang terjadi dalam hal ini dihitung penentuan titik
berat kabel di tengah bentang, kontrol terhadap luas penampang, luas penampang yang diperlukan.

Pada bagian control tegangan saudara harus menghitung tegangangan awal yaitu serat atas dan serat
bawah, begitu juga untuk tegangan akhir, dibagian ini tegangan pada keadaan awal dalam artina saat
transfer dijabarkan dan dibuat distribusi tegangan, begitu juga untuk keadaan tegangan setelah
kehilangan gaya prategang.

Penentuan titik berat kabel di tengah bentang


Rumus Persamaan:
𝐹 = 𝑀𝑚𝑎𝑘 /0,65ℎ 𝐹0 = 𝐹 0,80
𝑓𝑎 = 1 4 √𝑓′c,
𝑒1 = 𝑓𝑎𝐼0 𝐹0.𝑦a
𝑒2 = 𝑀𝑔 /𝐹0
𝑒𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑒1 + 𝑒2 + 𝑘𝑏

Tegangan awal
Serat atas
𝑓̅ 𝑎 = 1 4√𝑓′c
Serat bawah
𝑓̅ 𝑏 = −0,6 𝑓 ′ 𝑐

Tegangan akhir
Serat atas
𝑓̅ 𝑎 = 0,45 𝑓 ′c
Serat bawah
𝑓̅ 𝑏 = 1/ 2 𝑓 ′c

Perhitungan Kabel Prestess


Hal yang harus diketahui dalam perhitungan pada bagian ini adalah typical baja tendon yang akan
digunakan, spesifikasinya di uraikan seperti dibawah ini, untuk saudara jikalau ingin menggunakan
spesifikasi tendon yang berbeda di Indonesia ada beberapa produsen kabel tendon yaiti DSI dan VSL,
setiap produsen memiliki data teknis dan spesifikasi masing-masing.

Data Tendon:
Jenis strands : strand standar 7 kawat untaian ASTM A-416 grade 270
Kuat tarik strand (fpu) : 1860000 kPa
Tegangan awal strand (fpy)= 0,8 xfpu : 1488000 kPa
Tegangan akhir strand (fpi)= 0,7 xfpu : 1302000 kPa
Diameter nominal strands : ½“ (1,27 cm)
Luas tampang nominal 1 starnd (Ast) : 98,7 mm2
Beban putus minimal 1 stands (Pbs) : 176,52 kN (100% UTS)
Jumlah kawat untaian : 6
Diameter selubung ideal : 84 mm
Luas tampang strands (As) : 1094,9 mm2
Beban putus satu tendon (Pb1) : 1059,21 kN
Modulus elastic satu strands (Es) : 1,9 x 108 kPa = 193000 MPa

Batas Tegangan
Tegangan awal strand (fpy)= 0,8 x fpu : 1488000 kN/m2 = 14880 kg/cm2
Tegangan akhir strand (fpi)= 0,7 x fpu : 1302000 kN/m2 = 13020 kg/cm2

Data teknis diatas harus dipaparkan karena untuk menghitung jumlah kabel yang diperlukan pada
keadaan awal maupun pada keadaan akhir.

Daerah Aman Penempatan Kabel Prestess


Daerah aman penempatan kabel prestess dihitung untuk menjamin keamanan konstruksi, sehingga
titik berat kelompok kabel harus berada pada batas atas dan batas bawah zona penempatan kabel
prestess. Batas atas dan batas bawah akan bergeser (eksentrisitas tambahan) pada saat kabel diberi
tegangan. Untuk tujuan praktis tegangan akhir serat maksimum pada kondisi beban kerja yang
dibutuhkan untuk membuat selubung c.g.s tidak melebihi (1/4 √(f'c)) = 5,092 kg/cm 2 pada serat atas
dan serat bawah.
Rumus Persamaan:
𝑒′𝑏 = 1 4 √𝑓′ . 𝐴0 . 𝑘𝑏/ 𝐹0
𝑒′𝑎 = 1 4 √𝑓′ . 𝐴0 . 𝑘𝑎 𝐹𝑒𝑓f

Serat bawah (dihitung pada saat kondisi awal)


Rumus Persamaan:
𝑎1 = 𝑀𝑔/ 𝐹0
𝑍𝑎1 = 𝑘𝑏 − 𝑎1 − 𝑒′𝑏

Serat atas (dihitung pada saat kondisi akhir)


Rumus Persamaan:
𝑎2 = 𝑀𝑇/ 𝐹𝑒𝑓𝑓
𝑍𝑎2 = 𝑦𝑏 ′ + 𝑘𝑎 ′ − 𝑎2 + 𝑒′𝑎

Lintasan inti kabel Persamaan lintasan kabel


Rumus Persamaan:
𝑦0 = 4 . 𝑓 . 𝑥𝑖 (𝐿 − 𝑥 ) 𝐿 2 , 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑓 = 𝑒
𝑍𝑜 = 𝑦𝑏 − 𝑦0 𝑒 = 50 cm

Perhitungan Kehilangan Gaya Prategang


Perpendekan elastis beton (ES) Pada penampang yang menggunakan lebih dari satu kabel, kehilangan
gaya prategang ditentukan oleh kabel yang pertama ditarik dan memakai harga setengah untuk
mendapatkan kehilangan tagangan rata-rata semua kabel dari kehilangan tegangan yang terbesar.

Diketahui:
Jumlah tendon = 4 As
1 starnd = 0.987 cm2
Jumlah strand 1 tendon = 6
As pertendon = 10,949 cm2
Fpy = 14880 kg
Fo = (m-1) As . fpy

1) Kehilangan Gaya Prategang Akibat Perpendekan Elastis Beton


Untuk bagian ini saudara menghitung dengan persamaan dibawah ini dari jumlah kabel tendon yang
digunakan, seperti pada kasus ini menggunakan 4 kabel jadi dihitung mulai dari baris 4 sampai baris
1.
Pada kabel baris 4 menggunakan persamaan

𝐸𝑆 = ∆𝑓𝑠 = n. F0 A0
∆𝑓𝑠 = n. (m − 1) As . fpy/ A0

Jika saudara sudah menhitung persamaan dari semua jumlah kabel tendon maka berikutnya dicari
untuk kehilangan gaya prategang rata-rata dengan rumus ES rata-rata seluruh kabel 1 samapai 4
dijumlahkan lalu dibagi jumlah kabel, pada perhitungan ini jumlah kabel 4, berikut contohnya.

𝐸𝑆rata−rata = kabel baris 1 + kabel baris 2 + kabel baris 3 + kabel baris 4/jumlah kabel.

2) Rangkak Beton (CR)


Setelah beton mulai mengeras, beton akan mengalami pembebanan. Pada beton yang menahan
beban akan terbentuk suatu hubungan tegangan dan regangan yang merupakan fungsi dari waktu
pembebanan. Beton menunjukan sifat elastisitas murni pada waktu pembebanan singkat, sedangkan
pada pembebanan yang tidak singkat beton akan mengalami regangan dan tegangan sesuai dengan
lamanya pembebanan.

CR = Kcr . Es/ Ec .(fci − fcd)


3) Susut Beton (SH)
Didefinisikan sebagai perubahan volume yang tidak berhubungan dengan beban. Jika dihalangi secara
merata, proses susut dalam beton akan menimbulkan deformasi yang umumnya bersifat menambah
deformasi rangkak. Proses rangkak selalu dihubungkan dengan susut karena keduanya terjadi
bersamaan dan sering kali memberikan pengaruh yang sama terhadap deformasi. Pada umumnya,
beton yang semakin tahan terhadap susut akan mempunyai kecenderungan rangkak yang rendah,
sebab kedua fenomena ini berhubungan dengan proses hidrasi pasta semen.

Rumus Persamaan:
SH = εcs . Es

4) Kehilangan Gaya Prategang Akibat Relaksasi Baja


Relaksasi diartikan sebagai kehilangan dari tegangan tendon secara perlahan seiring dengan waktu
dan besarnya gaya prategang yang diberikan dibawah regangan yang hampir konstan.

Terhadap baja prategang, relaksasi merupakan kehilangan tegangan tarik pada tendon yang dibebani
gaya tarik pada panjang tendon tetap dan suhu tertentu.

Rumus Persamaan:
RE = C(KRE − J(SH + CR + ES))

5) Persentase Kehilangan Gaya Prategang Total


Dibawah ini merupakan rumus yang digunakan
Rumus Persamaan:
H = ES + ANC + CR + SH + RE

Penulangan Balok Prategang


1) Penulangan Longitudinal
Pada saat pemasangan balok prategang, tulangan arah memanjang tidak berfungsi karena seluruh
penampang balok mengalami tekan akibat gaya prategang. Perencanaan penulangan balok arah
memanjang dipasang untuk menahan gaya pada saat pengangkutan. Penulangan diambil 0,5% dari
luas penampang balok prategang.

Sauadra harus menghitung tulangan arah memanjang untuk luas tampang bagian atas, luas tampang
bagian bawah, luas tampang bagian badan.

Rumus Persamaan:
𝑛 = 𝐴𝑠−𝑎𝑡𝑎𝑠/ 𝐴𝑠𝑡

2) Penulangan Geser
Gaya geser umumnya tidak bekerja sendiri, tetapi terjadi bersamaan dengan gaya lentur momen,
torsi atau normal aksial. Untuk penulangan geser harus diketahui nilai vu, mutu beton, mutu baja
yang digunakan, tinggi gelagar/girder, dan tebal badan gelagar.

Rumus Persamaan:
𝑉𝑛 = 𝑉u/0,6
𝑉𝑐 = 1/ 6 √fc′. b. d

3) Perhitungan Penghubung Geser (Shear Connector)


Yang dimaksud shear connector adalah penghubung geser, Pada struktur komposit terdapat gaya
geser horisontal yang timbul selama pembebanan. Gaya geser yang terjadi antara pelat beton dan
balok baja akan dipikul oleh sejumlah penghubung geser (shear connector) sehingga tidak terjadi slip
pada saat masa layan. Untuk mendapatkan penampang yang sepenuhnya komposit penghubung
geser harus cukup kaku sehingga dapat menahan gaya geser yang terjadi. Adanya penghubung geser
menyebabkan balok baja dan beton diatasnya bekerja secara integral.

Untuk rumus yang dugunkan adalah sebagai berikut:


Tegangan geser horizontal
𝜏 = 𝑉𝑢 ∅ 𝑏 d

Jarak antar baris shear connector


𝑆 = 𝐴𝑠𝑡 . 𝑓𝑦/ 𝑏. 𝜏
4) Penulangan Balok Ujung (End block)
Akibat stressing, maka pada ujung balok terjadi tegangan yang besar dan untuk mendistribusikan
gaya prategang tersebut pada seluruh penampang balok, perlu suatu bagian ujung blok yang
panjangnya sama dengan tinggi balok dengan seluruhnya merata selebar flens balok.

Pada bagian end block terdapat 2 macam tegangan yaitu Tegangan tarik yang disebut bursting zone
terdapat pada pusat penampang di sepanjang garis beban. Tegangan tarik yang tinggi yang terdapat
pada permukaan ujung end block yang disebut spelling zone (daerah terkelupas).

Perhitungan untuk mencari gaya yang bekerja pada end block adalah pendekatan dengan rumus:

Untuk angkur tunggal


𝑇0 = 0,04 𝐹 + 0.2 [ 𝑏2 − 𝑏1 𝑏2 + 𝑏1 ] 3 .𝐹

Untuk angkur majemuk


𝑇0 = 0.2 [ 2 − 𝑏1 /𝑏2 + 𝑏1 ] 3 .𝐹
𝑇𝑠 = 𝐹 3 (1 − 𝛾)
𝛾 = 2𝑎/ 2𝑏

Dimana:
T0 = gaya pada spelling zone
Ts = gaya pada bursting zone
F = gaya prategang
b1,b2 = bagian-bagian dari prisma.

Elastomer
Bantalan Jembatan/Elastomer berfungsi sebagai penerus beban pada bagian atas struktur jembatan
ke bagian bawah struktur Jembatan.biasanya terletak pada bagian bawah Girder Jembatan, antara
girder jembatan dan pilar jembatan. Untuk bagian perencanaan elastomer semua data dari
girder/gelagar sudah diketahui, yang harus dipaparkan pada bagian ini adalah:

1) Reaksi perletakan (Vt)


Tabel reaksi perletakan didalamnya meliputi jenis beban seperti, berat sendiri, beban mati tambahan,
beban lajur “D”, beban angina, kemudian dijumlahkan yang dinamakan reaksi total.

2) Spesifikasi elastomer
Meliputi Perubahan suhu maksimum (AC), Penyusutan suhu maksimum (η), Modulus geser durometer
hardness (G), Mutu baja.

3) Dimensi Elastomer
Tebal elastomer (t),
Panjang pelat baja (ts),
Panjang elastomer (b),
Lebar elastomer (a)

4) Kontrol Kekuatan Elastomer


𝜎𝑣 𝑚𝑖𝑛 < 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑦𝑎𝑟𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑖𝑝 = 100 (1 + 𝑎 𝑏)

Terhadap tegangan vertical


vmaks < 2.G. SF
SF = 𝑎. 𝑏 𝑇/ (𝑎 + 𝑏)

Terhadap geser horizontal


𝛿 = 𝜂 . 𝐿 . 𝐴𝐶 < ∆

Anda mungkin juga menyukai