Regional Anestesi
Anestesi regional adalah anestesi lokal dengan menyuntikan obat anestesi disekitar syaraf
sehingga area yang di syarafi teranestesi. Anestesi regional dibagi menjadi epidural, spinal dan
kombinasi spinal epidural, spinal anestesi adalah suntikan obat anestesi kedalam ruang
subarahnoid dan ekstradural epidural di lakukan suntikan kedalam ekstradural. ( Brunner & suddarth,
2002 ).
Spinal anestesi atau Subarachniod Blok (SAB) adalah salah satu teknik anestesi regional
yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid untuk
mendapatkan analgesi setinggi dermatom tertentu dan relaksasi otot rangka. Untuk dapat
memahami spinal anestesi yang menghasilkan blok simpatis, blok sensoris dan blok motoris maka
perlu diketahui neurofisiologi saraf, mekanisme kerja obat anestesi lokal pada SAB dan komplikasi
yang dapat ditimbulkannya. Derajat anestesi yang dicapai tergantung dari tinggi rendah lokasi
penyuntikan, untuk mendapatkan blockade sensoris yang luas, obat harus berdifusi ke atas, dan hal
ini tergantung banyak faktor antara lain posisi pasien selama dan setelah penyuntikan, barisitas dan
berat jenis obat. Berat jenis obat lokal anesthesia dapat diubah–ubah
dengan mengganti komposisinya,hiperbarik diartikan bahwa obat lokal anestesi mempunyai berat
jenis yang lebih besar dari berat jenis cairan serebrospinal, yaitu dengan menambahkan larutan
glukosa, namun apabila ditambahkan NaCl atau aqua destilata akan menjadi hipobarik (Gwinnutt,
2011).
1. Anatomi
- 7 vertebra servikal
- 12 vertebra thorakal
- 5 vertebra lumbal
Tulang belakang biasanya bentuk-bentuk ganda C, yang cembung anterior di daerah leher
dan lumbal. Unsur ligamen memberikan dukungan struktural dan bersama-sama dengan otot
pendukung membantu menjaga bentuk yang unik. Secara ventral, corpus vertebra dan disk
intervertebralisterhubung dan didukung oleh ligamen longitudinal anterior dan posterior. Dorsal,
stabilitas. Dengan menggunakan teknik median, jarum melewati ketiga dorsal ligamen dan melalui
ruang oval antara tulang lamina dan proses spinosus vertebra yang berdekatan (Morgan et.al
2006) .Untuk mencapai cairan cerebro spinal, maka jarum suntik akan menembus : kulit, subkutis,
ligament supraspinosum, ligament interspinosum, ligament flavum, ruang epidural, durameter, ruang
subarahnoid. (Morgan et.al 2006)
Gambar 2.
Lapisan Columna Vertebralis
a. Operasi ektrimitas bawah, meliputi jaringan lemak, pembuluh darah dan tulang.
b. Operasi daerah perineum termasuk anal, rectum bawah dan dindingnya atau pembedahan saluran
kemih.
a. Absolut
1) Pasien menolak
2) Kelainan neurologis
3) Kelainan psikis
5) Penyakit jantung
6) Nyeri punggung
umum, daerah sekitar tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,misalnya kelainan
anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sehingga tidak teraba tonjolan prosesus spinosus. (
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan Laboratorium anjuran HB, HT, PT (Protombin Time) dan PTT (Partial
Thromboplastine Time).
Salah satu faktor yang mempengaruhi spinal anestesi blok adalah barisitas (Barik Grafity) yaitu
rasio densitas obat spinal anestesi yang dibandingkan dengan densitas cairan spinal pada suhu
370C. Barisitas penting diketahui karena menentukan penyebaran obat anestesi lokal dan ketinggian
blok karena grafitasi bumi akan menyebabkan cairan hiperbarik akan cendrung ke bawah. Densitas
dapat diartikan sebagai berat dalam gram dari 1ml cairan (gr/ml) pada suhu tertentu. Densitas
Obat-obat lokal anestesi berdasarkan barisitas dan densitas dapat di golongkan menjadi tiga
golongan yaitu:
1) Hiperbarik
Merupakan sediaan obat lokal anestesi dengan berat jenis obat lebih besar dari pada berat
jenis cairan serebrospinal, sehingga dapat terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gaya
gravitasi. Agar obat anestesi lokal benar–benar hiperbarik pada semua pasien maka baritas paling
rendah harus 1,0015gr/ml pada suhu 37C. contoh: Bupivakain 0,5% (Gwinnutt, 2011).
2) Hipobarik
Merupakan sediaan obat lokal anestesi dengan berat jenis obat lebih rendah dari berat jenis
cairan serebrospinal. Densitas cairan serebrospinal pada suhu 370C adalah 1,003gr/ml. Perlu
diketahui variasi normal cairan serebrospinal sehingga obat yang sedikit hipobarik belum tentu
menjadi hipobarik bagi pasien yang lainnya. contoh: tetrakain, dibukain. (Gwinnutt, 2011).
3) Isobarik
Secara definisi obat anestesi lokal dikatakan isobarik bila densitasnya sama dengan densitas
cairan serebrospinalis pada suhu 370C. Tetapi karena terdapat variasi densitas cairan
serebrospinal,maka obat akan menjadi isobarik untuk semua pasien jika densitasnya berada pada
Spinal anestesi blok mempunyai beberapa keuntungan antara lain:perubahan metabolik dan
respon endokrin akibat stres dapat dihambat,komplikasi terhadap jantung, paru, otak dapat di
minimal, tromboemboli berkurang, relaksasi otot dapat maksimal pada daerah yang terblok sedang
a. Peralatan monitor
d. Jarum spinal
Anestesi spinal dan epidural dapat dilakukan jika peralatan monitor yang sesuai dan pada
tempat dimana peralatan untuk manajemen jalan nafas dan resusitasi telah tersedia. Sebelum
memosisikan pasien, seluruh peralatan untuk blok spinal harus siap untuk digunakan, sebagai
contoh, anestesi lokal telah dicampur dan siap digunakan, jarum dalam keadaan terbka, cairan
preloading sudah disiapkan. Persiapan alat akan meminimalisir waktu yang dibutuhkan untuk
Adapun prosedur dari anestesi spinal adalah sebagai berikut (Morgan, 2006):
1) Inspeksi dan palpasi daerah lumbal yang akan ditusuk (dilakukan ketika kita visite pre-
operatif), sebab bila ada infeksi atau terdapat tanda kemungkinan adanya kesulitan dalam
penusukan, maka pasien tidak perlu dipersiapkan untuk spinal anestesi.
2) Posisi pasien :
a) Posisi Lateral. Pada umumnya kepala diberi bantal setebal 7,5-10cm, lutut dan paha fleksi
mendekati perut, kepala ke arah dada.
b) Posisi duduk. Dengan posisi ini lebih mudah melihat columna vertebralis, tetapi pada pasien-
pasien yang telah mendapat premedikasi mungkin akan pusing dan diperlukan seorang
asisten untuk memegang pasien supaya tidak jatuh. Posisi ini digunakan terutama bila
diinginkan sadle block.
c) Posisi Prone. Jarang dilakukan, hanya digunakan bila dokter bedah menginginkan
posisi Jack Knife atau prone.
3) Kulit dipersiapkan dengan larutan antiseptik seperti betadine, alkohol, kemudian kulit ditutupi
dengan “doek” bolong steril.
4) Cara penusukan.
Pakailah jarum yang kecil (no. 25, 27 atau 29). Makin besar nomor jarum, semakin kecil diameter
jarum tersebut, sehingga untuk mengurangi komplikasi sakit kepala (PDPH=post duran
punctureheadache), dianjurkan dipakai jarum kecil. Penarikan stylet dari jarum spinal akan
menyebabkan keluarnya likuor bila ujung jarum ada di ruangan subarachnoid. Bila likuor keruh, likuor
harus diperiksa dan spinal analgesi dibatalkan. Bila keluar darah, tarik jarum beberapa mili meter
sampai yang keluar adalah likuor yang jernih. Bila masih merah, masukkan lagi stylet-nya, lalu
ditunggu 1 menit, bila jernih, masukkan obat anestesi lokal, tetapi bila masih merah, pindahkan
tempat tusukan. Darah yang mewarnai likuor harus dikeluarkan sebelum menyuntik obat anestesi
penggunaan alat minim, non eksplosif karena tidak menggunakan obat-obatan yang mudah terbakar,
pasien sadar saat pembedahan, reaksi stres pada daerah pembedahan kurang bahkan tidak ada,
perdarahan relatif sedikit, setelah pembedahan pasien lebih segar atau tenang dibandingkan anestesi
umum. Kerugian dari penggunaan teknik ini adalah waktu yang dibutuhkan untuk induksi dan waktu
pemulihan lebih lama, adanya resiko kurang efektif block saraf sehingga pasien mungkin
membutuhkan suntikan ulang atau anestesi umum, selalu ada kemungkinan komplikasi neurologi dan
sirkulasi sehingga menimbulkan ketidakstabilan hemodinamik, dan pasien mendengar berbagai bunyi
Komplikasi anestesi spinal adalah hipotensi, hipoksia, kesulitan bicara, batuk kering yang
persisten, mual muntah, nyeri kepala setelah operasi, retansi urine dan kerusakan saraf permanen
Komplikasi anestesi adalah penyulit yang terjadi pada periode perioperatif dapat dicetuskan
oleh tindakan anestesi sendiri dan atau kondisi pasien. Penyulit dapat ditimbulkan belakangan
setelah pembedahan. Komplikasi anestesi dapat berakibat dengan kematian atau cacat menetap jika
todak terdeteksi dan ditolong segera dengan tepat. Kompliaksi kadang-kadang datangnya tidak
diduga kendatipun anestesi sudah dilaksanakan dengan baik. Keberhasilan dalam mengatasi
komplikasi anestesi tergantung dari deteksi gejala dini dan kecepatan dilakukan tindakan koreksi
Tulang belakang dipalpasi dan posisi tubuh pasien diatur agar tegak lurus dengan lantai. Ini untuk
memastikan jarumnya dimasukkan secara paralel dengan lantai dan akan tetap pada posisi garis
tengah walaupun penusukan lebih dalam (Gambar 3). Processus spinosus vertebrae di lokasi yang
akan digunakan dipalpasi, dan akan menjadi tempat memasukkan jarum. Setelah mempersiapkan
dan menganestesi kulit seperti di atas, jarum dimasukkan ke garis tengah. Mengingat bahwa arah
processus vertebra mengarah ke bawah, maka setelah jarum masuk langsung diarahkan perlahan ke
arah cephalad. Jaringan sub kutan akan memberikan sedikit tahanan terhadap jarum. Setelah
dimasukkan lebih dalam, jarum akan memasuki ligamen supraspinal dan interspinal, yang akan
terasa meningkat kepadatan jaringannya. Jarum juga terasa lebih kuat tertanam. Jika terasa jarum
memnyentuh tulang, berarti jarum mengenai bagian bawah processus spinosus. Kontak dengan
tulang pada tusukan yang lebih dalam menunjukkan bahwa jarum pada posisi garis tengah dan
menyentuh processus spinosus atas atau berada di posisi lateral dari garis tengah dan mengenai
lamina. Dalam kasus seperti ini jarum harus diarahkan kembali. Saat jarum menembus ligamentum
flavum, akan terasa tahanan yang meningkat. Pada titik inilah prosedur anestesi spinal dan epidural
dibedakan. Pada anestesi epidural, hilangnya tahanan tiba-tiba menandakan jarum menembus
ligamentum flavum dan memasuki ruang epidural. Untuk anestesi spinal, jarum dimasukkan lagi
Penusukan kulit untuk teknik paramedian dilakukan 2 cm lateral ke prosesus spinosus superior dari
tingkat yang ditentukan. Karena teknik lateral ini sebagian besar menembus ligamen interspinous dan
otot paraspinous, jarum akan menghadapi perlawanan kecil pada awalnya dan mungkin tidak tampak
berada di jaringan kuat. Jarum diarahkan dan lanjutan pada 10-25 ° sudut ke arah garis tengah.
Identifikasi ligamentum flavum dan masuk ke dalam ruang epidural sering kali lebih halus dibanding
dengan teknik median. Jika tulang dijumpai pada kedalaman yang dangkal
dengan teknik paramedian, jarum kemungkinan bersentuhan dengan bagian medial lamina yang lebih
rendah dan harus diarahkan terutama ke atas dan sedikit lebih lateral. Di sisi lain, jika tulang yang
ditemukan lebih dalam, jarum biasanya kontak dengan bagian lateral lamina yang lebih rendah dan
harus diarahkan hanya sedikit ke atas, lebih ke arah garis tengah. (Morgan et.al 2006)