Anda di halaman 1dari 25

A.

JUDUL
KAJIAN TEKNIS PERENCANAAN REKLAMASI PADA AREA TAMBANG
BATU GRANIT DI PT ADITYA BUANA INTER, SUNGAILIAT
KABUPATEN BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

B. BIDANG ILMU
Teknik Pertambangan

C. LATAR BELAKANG
Pada era otonomi daerah seperti sekarang ini, pembangunan infrastruktur
merupakan salah satu bidang pembangunan yang mendapat prioritas cukup
penting. Pembangunan ini meliputi pembangunan gedung, jalan, jembatan dan
lain-lain. Begitu juga dengan bahan galian golongan C atau yang sering disebut
bahan galian industri. Sektor pertambangan merupakan salah satu jenis sumber
daya yang perlu dikelola dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dan mengupayakan kontribusi bagi pendapatan daerah untuk mewujudkan
pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan.

Berkenaan dengan pengelolaan pertambangan mineral di Provinsi Kepulauan


Bangka Belitung, PT. Aditya Buana Inter (PT. ABI) melakukan penambangan
batuan granit. Batuan granit merupakan salah satu anggota kelompok batuan beku
yakni batuan yang mempunyai tekstur granitik dengan komposisi utama mineral
kuarsa dan feldspar, mineral lain yang juga terdapat dalam batu granit seperti
biotit, hornblede, pyroxin dan sebagainya. Batuan ini adalah jenis batuan intrusif,
felsik, igneus yang umum dan banyak ditemukan.

Kegiatan usaha pertambangan bahan galian C secara langsung maupun


tidak langsung akan mengakibatkan dampak-dampak negatif terhadap lingkungan.
Dampak negatif yang diakibatkan oleh kegiatan penambangan terhadap
lingkungan antara lain penurunan produktifitas tanah, terjadinya longsoran akibat
ketidakstabilan lereng, terjadinya erosi dan sedimentasi, serta terganggunya flora
dan fauna.
Perusahaan tambang wajib melakukan perbaikan terhadap lahan bekas
tambang, dikarenakan telah mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Kewajiban tersebut sesuai dengan Undang-Undang Negara Republik Indonesia
No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pasal 96, dimana
pemegang IUP dan IUPK wajib melaksanakan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi dan pascatambang.
Menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia
No 7 Tahun 2014 reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan
usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas
lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.
Lahan yang akan direncanakan untuk pelaksanaan reklamasi di PT Aditya
Buana Inter dinyatakan sudah tidak ekonomis lagi untuk ditambang pada lokasi
tersebut dengan memperhatikan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 78 Tahun 2010. Untuk itu direncanakan kegiatan reklamasi agar lingkungan
dan ekosistem pada lahan tersebut dapat kembali ke peruntukannya.

D. PERMASALAHAN
Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana rencana volume penaburan tanah pucuk, saluran drainase, dan
geometri lereng untuk lahan rencana reklamasi PT Aditya Buana Inter?
2. Bagaimanakah jumlah dan pemilihan tanaman yang tepat untuk lahan rencana
reklamasi pada area tambang granit PT Aditya Buana Inter?

E. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengkaji secara teknis bagaimana rencana volume penaburan tanah pucuk,
saluran drainase dan geometri lereng untuk lahan reklamasi pada area tambang
granit PT Aditya Buana Inter.
2. Mengetahui jumlah dan pemilihan jenis tanaman yang tepat untuk lahan
rencana reklamasi pada area tambang granit PT Aditya Buana Inter.

F. PEMBATASAN MASALAH
Pada penelitian ini dibahas mengenai kajian teknis perencanaan reklamasi dan
direncanakan pula volume penaburan tanah pucuk, saluran drainase serta geometri
lereng untuk lahan reklamasi. Selain itu direncanakan pula untuk jumlah dan jenis
pemilihan tanaman yang sesuai untuk lahan reklamasi pada area tambang granit
PT Aditya Buana Inter. Pada penelitian ini hanya dibahas mengenai kajian teknis
perencanaan reklamasi dan tidak membahas kajian ekonomisnya.

G. MANFAAT
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai pembelajaran ilmu bagi penulis dan pembaca untuk mengetahui
mekanisme serta tahapan dalam proses perencanaan reklamasi.
2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi perusahaan dalam proses merencanakan
kegiatan reklamasi pada area tambang granit PT Aditya Buana Inter.

H. METODE PENELITIAN
Metodologi penelitian yang diimplementasikan pada Tugas Akhir ini
meliputi :
1. Pengambilan data
a. Data Primer, yaitu data kajian teknis yang dikumpulkan dengan
melakukan pengamatan langsung dilapangan, meliputi data jam kerja
alat-alat mekanis dalam proses backfilling, ketebalan top soil, dimensi
saluran drainase serta geometri lereng.
b. Data Sekunder, yaitu data yang dikumpulkan berdasarkan literatur dan
referensi, meliputi data curah hujan 10 tahun terakhir (2007-2017),
data luas area rencana reklamasi tahun 2017, data spreading top soil
pada lahan rencana reklamasi data jenis dan jumlah tanaman pada area
rencana reklamasi.
2. Pengolahan data
Data yang telah diperoleh diolah dengan menggunakan
perhitungan dan penggambaran, selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel,
grafik, atau perhitungan penyelesaian.
3. Analisa data
Pemecahan masalah dilakukan berdasarkan pada analisa pada data
yang diperoleh dilapangan yang didasari oleh literatur-literatur yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
4. Hasil dan Kesimpulan
Data yang telah diolah dan dianalisis akan menghasilkan kesimpulan
berdasarkan hasil penelitian dilapangan sebagai jawaban dari rumusan
masalah dan tujuan penelitian.

KAJIAN TEKNIS PERENCANAAN REKLAMASI PADA AREA TAMBANG BATU


GRANIT DI PT ADITYA BUANA INTER, SUNGAILIAT
KABUPATEN BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Orientasi Lapangan

Permasalahan :

1. Bagaimana rencana volume penaburan tanah pucuk, saluran drainase, dan geometri
lereng untuk lahan rencana reklamasi pada area tambang granit PT Aditya Buana
Inter?
2. Bagaimanakah jumlah dan pemilihan tanaman yang tepat untuk lahan rencana
reklamasi pada area tambang granit PT Aditya Buana Inter?

Data Primer : Data Sekunder:


1. Jam kerja alat alat 1. Data curah hujan 10 tahun
mekanis Pengambilan Data terakhir (2007-2017)
2. Ketebalan top soil 2. Data luas area pada rencana
3. Dimensi saluran reklamasi tahun 2017
drainase 3. Data jenis tanaman pada
4. Geometri lereng area rencana reklamasi
4. Data spesifikasi alat
Pengolahan Data mekanis
5. Data spreading top soil

Pembahasan

Kesimpulan :
1. Didapatkan data perencanaan reklamasi dengan menganalisis geometri lereng
dan dimensi saluran drainase
2. Didapatkan pemilihan dan jenis tanaman yang sesuai dengan lahan rencana
reklamasi

Gambar 1. Bagan alir penelitian


I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Reklamasi
Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata
kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan
agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya (Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 18 Tahun 2008). Reklamasi
hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan
vegetasi yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai
peruntukannyA. (Peraturan Menteri Kehutanan No. 60 Tahun 2009).
B. Dasar Hukum Kegiatan Reklamasi
Dampak negatif dari kegiatan pertambangan mineral maupun batubara
terhadap lingkungan perlu dikendalikan untuk mencegah terjadinya kerusakan
lingkungan. Dasar hukum yang digunakan dalam upaya pengendalian dampak
negatif kegiatan pertambangan terhadap lingkungan hidup adalah sebagai
berikut:
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2010 Tentang
Reklamasi dan Pascatambang
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2008 Tentang
Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan
4. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor. P.4/Menhut-II/2011
Tentang Pedoman Reklamasi Hutan
5. Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor. P.60/Menhut-
II/2009 Tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan
6. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
Nomor 07 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pasca Tambang
pada kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
C. Tahapan Kegiatan Reklamasi
Tahapan kegiatan reklamasi pada kawasan hutan meliputi pengaturan
bentuk lahan/ penataan lahan, pengendalian erosi dan sedimentasi, revegetasi,
dan pemeliharaan.
1. Penimbunan Kembali Lahan Bekas Penambangan (Backfilling)
Penimbunan kembali lahan bekas penambangan di lokasi reklamasi
dapat dilakukan dengan cara membongkar timbunan tanah buangan hasil
dari pengupasan lapisan tanah penutup. Alternatifnya adalah dilakukan
penggeseran tanah yang lebih tinggi untuk menutupi dan
menimbunkannya pada cekungan-cekungan bekas lahan galian yang masih
tersisa.
2. Kestabilan Lereng
Gerakan tanah (mass movement) ialah perpindahan massa tanah atau
batuan pada arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan semula.
Longsoran (landslide) adalah bagian gerakan tanah (Purbohadiwidjojo,
dalam Pangular, 1985).

Pada prinsipnya ada dua gaya yang mempengaruhi kestabilan suatu


lereng, yaitu gaya penahan dan gaya penggerak (Willey dan Mah, 2004).

𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑎ℎ𝑎𝑛
𝐹𝐾 = ·········· (C.1)
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘

Tabel 1. Hubungan Nilai Faktor Keamanan Lereng dan Intensitas Longsor


(Bowles, 1989).

Nilai Faktor Keamanan Kejadian / Intensitas Longsor


F < 1,07 Longsor Terjadi Biasa/Sering (Lereng Labil)
1,07 < FK<1,25 Longsor Pernah Terjadi (Lereng Kritis)
F >1,25 Longsor Jarang Terjadi (Lereng Relatif Stabil)

Lereng dapat dianalisis dengan menggunakan perhitungan Faktor


Keamanan Lereng dengan melibatkan data sifat fisik tanah, mekanika tanah
(geoteknis tanah) dan bentuk geometri lereng (Pangular, 1985). Cara melakukan
analisis kestabilan lereng secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok
yaitu cara pengamatan visual, cara komputasi (Rumus Fellenius, Bishop, Janbu,
Sarma, Bishop modified dan lain-lain) dan cara grafik (Pangular, 1985).
a. Metode Bishop
Metode bishop merupakan salah satu pendekatan analisis Keseimbangan
Batas yang digunakan untuk analisis kemantapan lereng. Metode ini
mengabaikan gaya geser antar irisan dan kemudian mengasumsikan permukaan
bidang gelincir berupa sirkular dan suatu gaya normal cukup untuk
mendefinisikan gaya-gaya antar irisan (Bishop, 1955 dalam Giani, 1992).
Gaya normal pada dasar tiap irisan ditentukan dengan menjumlahkan gaya-
gaya dalam arah vertikal (Gambar 2.1). Faktor keamanan ditentukan dari
penjumlahan momem dengan titik pusat sama. Bentuk umum persamaan
metode Bishop adalah (Bishop, 1955 dalam Giani, 1992):

sec 
FK 
1
 cb  W  ub tan   tan
W sin  1
 tan  ·········· (C.2)
FK

Keterangan:
F = Faktor Keamanan
c = Kohesi tanah pada bidang gelincir (ton/m2)
b = Lebar horizontal segmen (m)
W = Berat segmen tanah (ton)
u = Tegangan air pori = ᵞwzw
ᵞw = Berat isi air (1 t/m3)
zw = Tinggi muka air diukur dari bidang gelincir
 = Sudut kemiringan segmen  (˚)
 = Sudut geser dalam (˚)

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng


Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng antara lain (Giani,
1992):
1) Geometri Lereng
Geometri lereng yang perlu diketahui adalah :
a) Orientasi (Jurus Dan Kemiringan) Lereng
b) Tinggi dan Kemiringan (Tiap-Tiap Jenjang)
c) Lebar Jenjang (Berm).
Dalam menentukan suatu geometri lereng (sudut/kemiringan,
tinggjenjang/lereng dan lebar teras/berm) pada suatu lereng penambangan
biasanya dihadapkan pada masalah peta topografi. Lereng yang terlalu tinggi
akan mengakibatkan kondisi yang tidak mantap dan cenderung lebih mudah
longsor, demikian juga untuk sudut lereng.

2) Sifat Fisik dan Mekanik Tanah/ Batuan


Sifat fisik dan mekanis batuan yang diperlukan sebagai data menganalisis
kemantapan lereng adalah :
a) Bobot Isi (ᵞ)
Semakin besar bobot isi suatu batuan, maka gaya penggerak yang
menyebabkan lereng longsor juga semakin besar. Dengan demikian
kestabilan lereng akan menjadi lebih labil atau semakin berkurang.
b) Porositas (n)
Batuan yang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap air
sehingga bobot isinya menjadi lebih besar, sehingga memperkecil
kestabilan lereng. Adanya air dalam batuan juga akan menimbulkan
tekanan air pori yang akan memperkecil kuat geser batuan.
c) Kandungan Air
Semakin besar kandungan air dalam batuan, maka tekanan air pori
menjadi semakin besar juga. Dengan demikian berarti bahwa kuat
geser batuannya menjadi semakin kecil, sehingga kestabilannya
berkurang.
d) Sudut Geser Dalam (φ) dan Kohesi (c)
Semakin besar sudut geser dalam dan kohesi batuan maka kuat geser
batuan akan semakin besar, dengan demikian lereng akan semakin
mantap.
e) Kuat Geser Batuan dan Bidang Lemah
f) Kuat Tekan Uniaksial, Kuat Tarik, Modulus Deformasi, PoisonRatio.
3) Struktur Geologi
Struktur geologi dalam analisa kemantapan lereng berupa kekar dan
sesar. Struktur tersebut sangat berpengaruh terhadap kekuatan batuan
karena merupakan bidang-bidang lemah pada batuan tersebut. Besar
kecilnya pengaruh kondisi struktur geologi sangat tergantung pada
orientasi (dip dan dip direction), kerapatan,pelapukan dan penyebarannya.
4) Hidrogeologi
Air tanah dan air permukaan berpengaruh terhadap nilai kohesi, sudut
geser dalam dan density batuan, dimana nilai ini dipengaruhi oleh
porositas dan permeabilitasnya.
5) Morfologi Daerah
Morfologi daerah adalah keadaan fisik, karakteristik, dan bentuk
permukaan bumi. Morfologi ini sangat mempengaruhi laju erosi,
pengendapan, menentukan arah aliran air permukaan lebih besar dan
mengakibatkan pengikisan yang lebih banyak. Akibatnya adalah banyak
dijumpai singkapan-singkapan yang mempercepat proses pelapukan.
Batuan akan mudah lapuk dan mempengaruhi kekuatan batuan, sehingga
kekuatan batuan menjadi kecil sehingga kemantapan lereng berkurang.
6) Hasil Kerja Manusia
Hasil kerja manusia yang mempengaruhi kestabilan lereng antara lain
penggalian, pembuatan jalan tambang, bendungan, dan peledakan. Hal ini
akan menyebabkan perubahan geometri lereng dan menambah gaya geser,
sehingga akan mempengaruhi kestabilan lereng.
7) Faktor Gempa
Merupakan faktor luar yang sangat besar pengaruhnya terhadap
stabilitas lereng. Faktor ini merupakan resultan gaya vertikal dan
horizontal yang bekerja pada lereng tambang.
8) Penambahan beban akibat penimbunan
Timbunan material maupun bangunan di atassuatulereng
akanmemperbesar gaya penggerak dan dapat mengakibatkan longsoran.
9) Iklim
Iklim akan mempengaruhi perubahan temperatur dan curah hujan.
Perubahan temperatur yang cepat akan mempercepat proses pelapukan.
Sedangkan curah hujan akan mempengaruhi banyaknya air yang akan
masuk ke dalam tanah.

3. Penaburan Tanah Pucuk (Top Soil)


Tanah pucuk (top soil) adalah lapisan tanah bagian atas yang banyak
mengandung unsur hara yang sangat baik untuk pertumbuhan tanaman
(Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. 60 Tahun 2009).
Tanah pucuk mengandung banyak unsur hara yang diperlukan oleh
tumbuh- tumbuhan, oleh karena itu keberadaan tanah pucuk dalam
kegiatan reklamasi sangatlah dibutuhkan (Nova Scotia Environment,
2009). Penggunaan tanah pucuk dapat dilakukan dengan cara (Minerals
Council of Australia,1998):
a. Penyebaran
Cara ini dilakukan apabila jumlah lapisan tanah pucuk yang tersedia
cukup banyak. Sebelum di reklamasi areal terlebih dahulu diratakan
sehingga mempermudah penyebaran dan penanaman. Ketebalan
sebaran lapisan tanah pucuk diatur dengan merata sehingga diharapkan
lahan bekas penambangan dapat mendekati keadaan semula. Ketebalan
lapisan tanah pentutup yang dianjurkan minimal 0.15 m dan maksimal 2
m.
b. Timbunan
Penggunaan tanah pucuk dengan metode ini dilakukan apabila
persediaan tanah pucuk sedikit, sehingga tidak mencukupi untuk
disebar secara merata. Salah satu penanaman yang memakai cara
tumpukan adalah dengan sistem strip (penumpukan tanah pada barisan
penanaman).
c. Potting
Metode ini dilakukan apabila persediaan tanah pucuk sangan sedikit.
Pada metode ini terlebih dahulu dibuat lubang dengan ukuran tertentu
(sesuai kebutuhan tanaman) yang kemudian lubang tersebut diisi
dengan top soil. Umumnya lubang untuk penghijauan berukuran 0,5
x 0,5 x 0,5 m.

4. Pengendalian Erosi dan Sedimentasi


Erosi adalah pengikisan atau kelongsoran yang sesungguhnya
merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau
kekuatan angin dan air, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun
sebagai akibat tindakan atau perbuatan manusia (Kartasapoetra et al.,
1991). Tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut dari suatu tempat
yang tererosi disebut sedimen. Sedimentasi atau pengendapan adalah
proses terangkutnya/ terbawanya sedimen oleh suatu limpasan/aliran air
yang diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat atau
terhenti seperti pada saluran sungai, waduk, danau maupun kawasan tepi
teluk/laut (Arsyad, 1989).
 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi
Pada dasarnya erosi disebabkan oleh interaksi kerja antara faktor
iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan dan manusia terhadap lahan yang
dinyatakan dalam persamaan deskriptif berikut (Arsyad, 1989):

E= f (i, r, v, t, m) ·········· (C.3)

a. Iklim
Di daerah beriklim basah faktor yang mempengaruhi erosi adalah
hujan. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu
areal tertentu. Besarnya curah hujan dinyatakan dalam mm, yang berarti
jumlah air hujan yang jatuh pada satu satuan luas.
b. Topografi
Kemiringan lereng dan panjang lereng adalah dua unsur topografi
yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Makin
curamnya lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukaan dengan
demikian mempebersar tenaga angkut air.
c. Vegetasi
Pengaruh vegetasi terhadap erosi adalah menghalangi air hujan agar
tidak jatuh langsung di permukaan tanah, sehingga kekuatan untuk
menghancurkan tanah sangat dikurangi. Pengaruh vegetasi penutup
tanah terhadap erosi adalah melalui fungsi melindungi permukaan tanah
dari tumbukan air hujan, menurunkan kecepatan air larian, menahan
partikel-partikel tanah pada tempatnya dan mempertahankan
kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air (Asdak, 1995).
d. Tanah
Tanah dalam ilmu teknik memiliki pengertian sebagai material yang
terdiri dari agregat (butiran) mineral–mineral padat yang tidak
tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan bahan
organik yang telah melapuk disertai dengan zat cair dan gas yang
mengisi ruang – ruang kosong diantara partikel partikel tersebut. Tipe
tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda.
Kepekaan erosi tanah yaitu mudah tidaknya tanah tererosi adalah fungsi
berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan kimia tanah.
e. Manusia
Manusialah adalah penentu apakah yang diusahakannya akan rusak
dan tidak produktif atau menjadi baik dan produktif secara lestari.
Perbuatan manusia yang mengelola tanahnya dengan cara yang salah
telah menyebabkan intensitas erosi semakin meningkat.
 Pendugaan Erosi dengan Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)
Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) digunakan untuk
menduga erosi aktual (Bukhari et al., 2014). Universal Soil Loss Equation
(USLE) memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi suatu
tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu
untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan
konservasi tanah) yang mungkin dilakukan atau yang sedang dipergunakan
(Arsyad, 1989). Prediksi tingkat erosi tanah dihitung dengan menggunakan
persamaan USLE (Asdak, 1995):

A= R. K. Ls. C. P ·········· (C.4)


Keterangan :
A = Banyaknya tanah tererosi (Ton/Ha/Tahun)
R = Faktor erosivitas yaitu faktor curah hujan dan aliran permukaan
K = Faktor erodibilitas tanah yaitu laju erosi per indeks erosi hujan
LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng
C = Faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman
P = Faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah

a. Erosivitas Hujan (R)


Erosivitas hujan adalah tenaga pendorong (driving force) yang
menyebabkan terkelupas dan terangkutnya partikel-partikel tanah ke tempat
yang lebih rendah (Asdak, 1995). Erosivitas hujan terjadi karena pengaruh
butir hujan yang jatuh langsung di atas tanah dan sebagian lagi karena aliran
air di atas permukaan tanah. Persamaan yang digunakan dalam menentukan
tingkat erosivitas hujan adalah (Bols, 1978 dalam Arsyad, 1989):

R = 6,119 (RAIN1,21) (DAYS-0,47) (MAXP0,53) ·········· (C.5)

Keterangan :
R = Indeks Erosivitas Rata-Rata Bulanan (MJ.mm/ha/jam)
RAIN = Curah Hujan Rata-Rata Bulanan (cm)
DAYS = Jumlah Hari Hujan Rata-Rata Perbulan (hari)
MAXP = Curah Hujan Maksimum Selama 24 Jam Dalam Bulan
Bersangkutan (MJ.mm/ha/jam)

b. Erodibilitas Tanah (K)


Faktor erodibilitas tanah menunjukan resisten partikel tanah terhadap
pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah oleh adanya energi
kinetik air hujan. Besarnya erodibilitas atau resistensi tanah juga dibentuk
oleh karakteristik tanah seperti tekstur tanah, stabilitas agregat tanah,
kapasitas infiltrasi dan kandungan bahan organik (Asdak, 1995). Nilai K
untuk berbagai jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2. Jenis Tanah dan Nilai Faktor Erodibilitas Tanah (Kironoto, 2000)

Jenis Tanah Nilai K


Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol 0,43
Latosol Kuning Kemerahan dan Litosol 0,36
Komplek Mediteran dan Litosol 0,46
Latoso Kuning Kemerahan 0,56
Grumusol 0,20
Alluvial 0,47
Regosol 0,40
Latosol 0,31

c. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (Ls)


Panjang lereng merupakan panjang lokasi berlangsungnya erosi dan
kemungkinan terjadinya deposisi sedimen. Kemiringan lereng berpengaruh
terhadap kecepatan aliran permukaan,semakin curam atau besar kemiringan,
maka kecepatan aliran permukaan semakin besar pula. Tingkat kemiringan
lereng dinyatakan dengan perbandingan panjang horisontal dengan tinggi
vertical. Semakin besar perbandingan panjang horisontal dan tinggi vertikal
maka tingkat erosinya semakin kecil, sehingga semakin mudah untuk
dilakukan usaha reklamasi yang direncanakan. Kemiringan lereng
dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik yang berjarak horizontal 100
m yang mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng 10%. Kecuraman
lereng 100% sama dengan kecuraman 45º. Nilai kombinasi LS dapat
diperoleh dengan menggunakan diagram untuk memperoleh nilai kombinasi
LS Model USLE (Gambar 1).
Gambar 1. Diagram untuk Memperoleh Nilai Kombinasi LS Model USLE
(Soemarto, 1999)

Komponen panjang dan kemiringan lereng (L dan S) diintegrasikan menjadi


faktor LS dan dihitung dengan menggunakan rumus (Asdak, 2001):
LS = L0,5 (0,00138 S2 + 0,00965 S + 0,0138) ·········· (C.6)
Keterangan :
L = Panjang lereng (m)
S = Kemiringan lereng (%)
Rumus tersebut digunakan untuk kemiringan lereng < 20%, sedangkan
untuk kemiringan lereng > 20% digunakan rumus (Asdak, 2001):
LS = (l/22)m.C(Cos α)1,50. [0,5(Sin α)1,25 + (Sin α)2,25] ·········· (C.7)
Keterangan :
m = 0,5 untuk lereng 5% atau lebih, 0,4 untuk lereng 3,5 – 4,9%,
 = Sudut lereng (º)
l = Panjang lereng (m) dan nilai C adalah 34,71 (Konstanta)

d. Pengelolaan Tanaman (C)


Faktor C menunjukan keseluruhan pengaruh vegetasi, keadaan
permukaan tanah dan pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang
hilang (Tabel 2 ). Angka C tidak selalu sama dalam kurun waktu satu tahun.
Tabel 3. Nilai Faktor Pengelolaan Tanaman (Arsyad, 1989)

Macam Pengelolaan Tanaman Nilai faktor C


Tanah terbuka/ tanpa tanaman 1,0
Padi Sawah 0,01
Tegalan tidak dispesifikasikan 0,7
Ubikayu 0,8
Jagung 0,7
Kedelai 0,399
Kacang tanah 0,2
Padi Lahan kering 0,561
Tebu 0,2
Pisang 0,6
Kebun campuran: a. Kerapatan tinggi 0,1
b. Kerapatan sedang 0,2
c. Kerapatan rendah 0,5
Perladangan 0,4
Hutan alam: a. Serasah banyak 0,001
b. Serasah kurang 0,005
Semak belukar/ padang rumput 0,3
Ubikayu + kedelai 0,181
Ubikayu + kacang tanah 0,195
Pola tanam tumpang gilir*) + mulsa jerami 0,079
Pola tanam berurutan**) + mulsa sisa tanaman 0,357
Alang-alang murni subur 0,001

e. Faktor Konservasi Tanah (P)


Pengaruh konservasi tanah (P) terhadap besarnya erosi dianggap
berbeda dari pengaruh yang ditimbulkan oleh aktivitas pengelolaan tanaman
(C), sehingga dalam rumus USLE kedua variable tersebut dipisahkan. Nilai
P dapat ditentukan melalui tabel faktor pengelolaan dan konservasi
tanah (Tabel 3 )

Tabel 4. Indeks Faktor P (Teknik Konservasi Tanah) (Arsyad, 1989)

Teknik Konservasi Tanah Nilai P


Teras bangku*
a. Baik 0,04
b. Sedang 0,15
c. Jelek 0,35
Teras tak sempurna 0,40
Vegetasi penutup/ permanent:
a. Baik
b. Jelek 0,40
Hill side ditch 0,30
Pertanaman dalam strip:
a. Kemiringan lereng 0-8% 0,50
b. Kemiringan lereng 9-20% 0,75
c. Kemiringan lereng > 20% 0,90
Mulsa jerami:
a. 6 ton/ ha/ th 0,30
b. 3 ton/ ha/ th 0,50
c. 1 ton/ ha/ th 0,80
Reboisasi awal 0,30
Tanpa tindakan konservasi tanah* 1,00

5. Pengaturan Saluran Pembuangan Air atau Saluran Drainase


Saluran Pembuangan Air (SPA) adalah saluran air yang dibuat
tegak lurus arah kontur dengan ukuran tertentu (sesuai dengan keadaan
curah hujan, kemiringan lahan, kecepatan air meresap ke dalam tanah/jenis
tanah) yang diperkuat dengan gebalan rumput (Peraturan Menteri
Kehutanan Republik Indonesia No. 60 Tahun 2009). Saluran pembuangan
air (saluran drainase) pada lahan reklamasi sangat diperlukan untuk
mengalirkan air ke kolam pengendapan dan juga menampung sedimen
(sediment trap). Saluran pembuangan air dapat dibuat seperti pembuatan
selokan pada kaki lereng. Penampang saluran pembuangan air yang
dianjurkan berpenampang trapesium atau parabolic, sedangkan untuk
penampang segi empat tidak dianjurkan (Minerals Council of
Australia,1998). Bentuk penampang saluran dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2. Penampang Saluran Air (Minerals Council of Australia,1998)


Beberapa faktor yang mempengaruhi perencanaan saluran drainase
adalah sebagai berikut :
a. Curah Hujan
Curah hujan adalah banyaknya air hujan yang jatuh ke bumi persatu
satuan luas permukaan pada suatu jangka waktu tertentu. Curah hujan
merupakan salah satu faktor penting dalam suatu sistem drainase, karena
besar kecilnya curah hujan akan mempengaruhi besar kecilnya air limpasan.
Curah hujan 10 mm berarti tinggi hujan yang jatuh pada areal seluas 1 m2
adalah 10 liter. Angka-angka curah hujan yang diperoleh, sebelum
diterapkan dalam rencana pengendalian air permukaan harus diolah terlebih
dahulu. Pengolahan data curah hujan meliputi :
1) Curah Hujan Rencana untuk Periode Ulang Hujan Tertentu
Periode ulang hujan adalah hujan maksimum yang diharapkan terjadi
padasetiap n tahun. Perhitungan curah hujan rencana dapat menggunakan
meto
metode Gumbel (Suripin, 2003):

X T = x + (K × SX ) ·········· (C.8)

Keterangan:
X T=Besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang T
(mm/bulan)
x = Curah hujan rata-rata (mm/bulan)
K = Variabel Reduksi
SX =Standar Deviasi
Curah hujan rata-rata (x) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus
berikut:

x=
 Xi ·········· (C.9)
n
Nilai variabel reduksi dapat ditentukan dengan menggunakan rumus
berikut:

Yt  Yn
K= ·········· (C.10)
Sn

Keterangan:
Yn = Reduced mean sebagai fungsi dari banyak data (n) (Tabel 4)
YT = Reduced variate sebagai fungsi dari periode ulang T (Tabel 5)

Tabel 5. Reduced Mean (Yn) untuk Distribusi Gumbel (Suripin, 2003)

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0,495 0,499 0,503 0,507 0,510 0,512 0,515 0,518 0,520 0,552
10
2 6 5 0 0 8 7 1 2 0
0,523 0,525 0,526 0,528 0,529 0,530 0,532 0,533 0,534 0,535
20
6 2 8 3 6 9 0 2 3 3
0,536 0,537 0,538 0,538 0,539 0,540 0,541 0,541 0,542 0,543
30
2 1 0 8 6 3 0 8 4 6
0,543 0,544 0,544 0,545 0,545 0,546 0,546 0,547 0,547 0,548
40
6 2 8 3 8 3 8 3 7 1
0,548 0,548 0,549 0,549 0,550 0,550 0,550 0,551 0,551 0,551
50
5 9 3 7 1 4 8 1 5 8
0,552 0,552 0,552 0,553 0,553 0,553 0,553 0,554 0,554 0,554
60
1 4 7 0 3 5 8 0 3 5
0,554 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,556 0,556 0,556 0,556
70
8 0 2 5 7 9 1 3 5 7
0,556 0,557 0,557 0,557 0,557 0,557 0,558 0,558 0,558 0,558
80
9 0 2 4 6 8 0 1 3 5
0,558 0,558 0,558 0,559 0,559 0,559 0,559 0,559 0,559 0,559
90
6 7 9 1 2 3 5 6 8 9
10 0,560 0,560 0,560 0,560 0,560 0,560 0,560 0,560 0,561 0,561
0 0 2 3 4 6 7 8 9 0 1
Tabel 6. Reduced Variate YT Sebagai Fungsi Periode Ulang Gumbel (Suripin,
2003)

Periode Ulang (Tahun) Reduksi Variansi (YT)


2 0,3668
5 1,5004
10 2,2510
20 2,9709
25 3,1993
Periode Ulang (Tahun) Reduksi Variansi (YT)
50 3,9028
75 4,3117
100 4,6012
200 5,2969
250 5,5206
500 6,2149
1000 6,9087
5000 8,5188
10000 9,2121

Nilai S dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut:

S=
 ( xi  x) 2

·········· (C.11)
n 1

2) Intensitas Hujan Rata-Rata (I)


Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi
pada suatu kurun waktu. Analisa intensitas curah hujan dapat diproses
dari data curah hujan yang terjadi pada masa lampau. Sebelum
menghitung intensitas hujan, maka perlu dihitung besarnya curah hujan
harian maksimum 24 jam (mm/24 jam) dengan menggunakan rumus
distribusi Gumbel sebagai berikut:

X (mm / bulan)
Rt  ·········· (C.12)
30 x24 jam
60.Rt
It  ·········· (C.13)
t
Keterangan :
It = Intensitas hujan (mm/jam)
X = Curah hujan rencana (mm/bulan)
Rt = Curah hujan dalam t menit (mm)
t = Lama hujan (menit)
3) Daerah Tangkapan Hujan
Daerah tangkapan hujan (catchment area) adalah luasnya
permukaan yang apabila terjadinya hujan, maka air hujan tersebut akan
mengalir ke daerah yang lebih rendah menuju titik pengaliran. Air yang
jatuh ke permukaan sebagian akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi),
sebagian ditahan oleh tumbuhan (intersepsi), dan sebagian lagi akan
mengisi liku-liku permukaan bumi dan akan mengalir ke tempat yang
lebih rendah.

b. Debit Limpasan (Run Off)


Air limpasan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir diatas
permukaan tanah menuju sungai, danau atau laut. Debit limpasan dapat
dihitung dengan persamaan rasional berikut:

1
Q xC xI xA ·········· (C.14)
360

Keterangan:
Q = Debit limpasan (m3/detik)
C = Koefisien limpasan (Tabel 2.9)
I = Intensitas curah hujan (m/jam)
A = Luas catchment area (Ha)

Koefisien limpasan merupakan bilangan yang menunjukkan


perbandingan besarnya limpasan permukaan dengan intensitas curah
hujan yang terjadi pada daerah tangkapan hujan (Tabel 6).

Tabel 7. Koefisien Limpasan pada Berbagai Kondisi (Soewarno, 1995)

Kemiringan Tata Guna Lahan Nilai C


Datar a. sawah dan rawa 0,2
<3% b. hutan dan kebun 0,3
c. pemukiman dan taman 0,4
Menengah a. hutan dan kebun 0,4
3% - 5% b. pemukiman dan taman 0,5
c. alang-alang, sedikit tanaman 0,6
d. tanah gundul, jalan aspal 0,7
a. hutan dan kebun 0,6
b. pemukiman dan taman 0,7
Curam
c. alang-alang, sedikit tanaman 0,8
>15%
d. tanah gundul,jalan aspal, areal 0,9-1
penggalian & penimbunan tambang

c. Kapasitas Saluran
Kapasitas Saluran adalah daya tampung suatu saluran untuk
menampung Run Off pada suatu daerah. Hal yang perlu diketahui dalam
pembuatan saluran penyaliran adalah lebar dasar saluran (b), tinggi Saluran
(H), lebar permukaan saluran (L), tinggi air (h), dan tinggi Jagaan (F).
Kapasitas saluran dapat ditentukan dengan rumus Manning.
Perhitungan kapasitas rencana pengaliran suatu saluran berdasarkan rumus
Manning adalah sebagai berikut:

Q=A×V ·········· (C.13)


V = 1/n× R2/3× S1/2 ·········· (C.14)
Q = A × 1/n× R2/3× S1/2 ·········· (C.15)
A
R= ·········· (C.16)
P

Keterangan:

Q = Debit aliran dalam saluran (m3/detik)


A = Luas penampang saluran (m2)
V = Kecepatan aliran rata-rata dalam saluran (m/det),
n = Koefisien kekasaran manning(Tabel 2.10)
R = Jari-jari hidraulik (m)
S = Kemiringan dasar saluran
P = Keliling basah

Tabel 8. Koefiisien Manning (Soewarno, 1995)

Tipe Saluran Nilai n


Saluran tanah lurus dan teratur 0,023
Saluran tanah gali dengan excavator 0,028
Saluran pada batuan lurus dan teratur 0,033
Saluran pada batuan tidak lurus dan tidak teratur 0,045

Perhitungan dimensi saluran dapat ditentukan menggunakan rumus


sebagai berikut.

A = (b + m h ) h = (h + 1,5 h) h = 2,5 h2 ·········· (C.17)


P = b + 2h V (1 + 1,52) = 4,606 h ·········· (C.18)
R = A/P = 2,5 h2/ 4,606 h = 0,543 h ·········· (C.19)
B = 1,5 × h ·········· (C.20)
F = 25% h ·········· (C.21)
H =h + F ·········· (C.22)
L = B + h (z1 + z2) ·········· (C.23)

Keterangan:
A = Luas Penampang
P = Keliling Basah
R = Jari – Jari Hidrolis
b = Lebar Dasar Saluran
F = Tinggi Jagaan
L = Lebar permukaan saluran
H = Perhitungan Tinggi Saluran

Gambar 3. Penampang Saluran Trapesium (Soewarno, 1995)


6. Revegetasi
Revegetasi adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan
vegetasi yang rusak melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada
lahan bekas penggunaan kawasan hutan (Peraturan Menteri Kehutanan
Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2009). Pemilihan jenis tanaman pada
lahan reklamasi tambang dapat dilakukan dengan menyesuaikan kondisi
lahan terhadap syarat tumbuh tanaman tersebut.
7. Pemeliharaan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang
Reklamasi dan Pascatambang. Pemeliharaan hasil reklamasi meliputi
pemupukan tanaman, perawatan tanaman, dan pemberian obat–obatan
(pestisida). Hal ini dilakukan agar kondisi tanaman dapat selalu baik
sampai dengan terakhir saat penyerahan hasil reklamasi terhadap
pemerintah.

J. JADWAL PELAKSANAAN
Rencana pelaksanaan penelitian Tugas Akhir ini adalah mulai tanggal 25 Juni
2018 sampai dengan 4 Agustus 2018 dengan jadwal pelaksanaan sebagai berikut:

Tabel 9. Uraian Jadwal Kegiatan Penelitian

Minggu
No Uraian Kegiatan
1 2 3 4 5 6
1 Orientasi Lapangan
2 Pengumpulan Referensi dan Data
Pengolahan Data, Konsultasi dan
3
Bimbingan
Penyusunan dan Pengumpulan
4
Laporan

K. PENUTUP
Demikianlah proposal pengajuan ini dibuat sebagai bahan pertimbangan bagi
Bapak/Ibu dalam menerima kami untuk melaksanakan Tugas Akhir di PT. Aditya
Buana Inter. Selanjutnya kami sangat mengharapkan bimbingan serta arahan dari
Bapak/Ibu serta kemudahan dalam mengadakan penelitian (akomodasi dan
transportasi) ataupun pengambilan data-data yang diperlukan dalam pelaksanaan
penelitian ini nantinya.

I. DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2008.
Reklamasi Dan Penutupan Tambang. 29 Mei 2008. Jakarta.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2014.
Pelaksaan Reklamasi Dan Pasca Tambang Pada Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral Dan Batubara Di Indonesia. Jakarta: ESDM

Giani, G. P. 1992. Rock Slope Stability Analisis. Taylor & Francis. UK.

Minerals Council of Australia. 1998. Mine Rehabilitation Hand Book. Minerals


Council of Australia. Australia.

Pangular, D. 1985. Petunjuk Penyelidikan & Penanggulangan Gerakan Tanah.


Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan, Balitbang Departemen
Pekerjaan Umum. Jakarta.

Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. ANDI:


Yogyakarta.

Soemarto, C. D. 1999. Hidrologi Teknik. Erlangga: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai