Anda di halaman 1dari 37

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHINYA
DESA TABING RIMBAH KECAMATAN MANDASTANA KABUPATEN
BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
TAHUN 2018

Dosen Pembimbing : Nurhamidi,

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

Akhmad Nurdin NIM P07131216100

Devina Amadea Setyastrid NIM P07131216100

Elitria Sapitri NIM P07131216100

Eka Hervina NIM P07131216100

Erna NIM P07131216100

Fathimah NIM P07131216100

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN


BANJARMASIN

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV JURUSAN GIXI

2018-2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan
antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari
variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan atau panjang badan, lingkar
kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai. Jika keseimbangan tadi terganggu,
dimana keadaan berat badan lebih rendah daripada berat yang adekuat menurut
usianya disebut gizi kurang (Gibney dan Barrie, 2009).

Status gizi pada balita dipengaruhi oleh faktor langsung berupa asupan
makanan itu sendiri dan kondisi kesehatan anak misalnya infeksi. Sedangkan
faktor tidak langsung adalah pengetahuan ibu tentang gizi, pendapatan keluarga,
pelayanan kesehatan dan sosial budaya. Makanan dan minuman dapat memelihara
kesehatan seseorang, tetapi begitu juga sebaliknya makanan dapat menjadi
penyebab menurunnya kesehatan seseorang dan status gizi bahkan mendatangkan
penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku seseorang terhadap makanan
tersebut (Notoadmojo, 2003).

Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan golongan yang rentan
terhadap masalah kesehatan dan gizi diantaranya masalah kekurangan gizi.
Kekurangan gizi berakibat meningkatnya angka keakitan dan menurunnya
produktivitas kerja manusia. Hal ini akan menambah beban pemerintah untuk
meningkatkan fasilitas kesehatan. Apabila makanan tidak cukup mengandung zat-
zat gizi yang dibutuhkan dan jika keadaaan ini berlangsung lama akan
menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak sehingga otak tidak berfungsi
normal. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan
pertumbuhan badan terganggu, badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang
juga juga kecil (cakrawati,2012).

Berdasarkan hasil pemantauan status gizi tahun 2017, Ditjen. Kesehatan


Masyarakat, Kemenkes RI, Persentase balita usia 0-59 bulan menurut status gizi

1
di kalimantan selatan yaitu, gizi buruk (4,6 %), gizi kurang ( 16,4%), gizi baik
(77,1%), dan gizi lebih (1,90%). (kemenkes RI, 2018).

Berdasarkan hasil Riskesdas 2018, Proporsi status gizi sangat pendek dan
pendek turun dari 37,2% (Riskesdas 2013) menjadi 30,8%. Demikian juga
proporsi status gizi buruk dan gizi kurang turun dari 19,6% (Riskesdas 2013)
menjadi 17,7%. Perlu menjadi perhatian adalah data cakupan imunisasi dasar
lengkap pada anak umur 12-23 bulan, Riskesdas 2018 menunjukkan cakupan
imunisasi sebesar 57,9%. Angka ini sedikit menurun jika dibandingkan Riskesdas
2013. Prevalensi penyakit menular seperti ISPA, malaria dan diare pada balita
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2013. Prevalensi
ISPA turun dari 13,8% menjadi 4,4%, malaria turun dari 1,4% menjadi 0,4%,
sama halnya dengan diare pada balita juga turun dari 18,5% menjadi 12,3%.
sebesar 59,2%. Data kesehatan lingkungan terlihat dari pemakaian air per hari dan
pengelolaan sampah. Dibandingkan dengan Riskesdas 2013, dirumah tangga
pemakaian air < 20L per orang per hari turun dari 5% menjadi 2,2%. Untuk
pengelolaan sampah, rumah tangga yang mengelola dengan membakar sebesar
49,5%. (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan penjelasan dari latar belakang di atas maka untuk membatasi
ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini dibuat rumusan masalah yaitu :
1.2.1 Apakah ada hubungan antara asupan makanan dengan status gizi balita di
desa Tabing Rimbah?
1.2.2 Apakah ada hubungan penyakit infeksi dengan status gizi balita di desa
Tabing Rimbah?
1.2.3 Apakahada hubungan antara ketersediaan pangan dengan status gizi
balita di desa Tabing Rimbah?
1.2.4 Apakah ada hubungan pola asuh anak dengan status gizi balita di desa
Tabing Rimbah?
1.2.5 Apakah ada hubungan antara kesehatan lingkungan rumah tangga dengan
status gizi balita di desa Tabing Rimbah?

2
1.2.6 Apakah ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi
balita di desa Tabing Rimbah?
1.2.7 Apakah ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi pada
balita di desa Tabing Rimbah?
1.2.8 Apakah ada hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan
status gizi balita di desa Tabing Rimbah?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari proposal ini adalah untuk mengambarkan status gizi balita
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menilai status gizi di desa Tabing Rimbah


2. Menilai asupan makanan Balita di desa Tabing Rimbah
3. Menilai penyakit infeksi pada balita di desa Tabing Rimbah
4. Menilai ketersediaan pangan di desa Tabing Rimbah
5. Menilai pola asuh yang diterapkan di suatu keluarga di desa Tabing Rimbah
6. Menilai kesehatan lingkungan rumah tangga di desa Tabing Rimbah
7. Menilai pendapatan keluarga di desa Tabing Rimbah
8. Menilai pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi pada balita di desa
Tabing Rimbah
9. Menilai perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di desa Tabing Rimbah
10. Menganalisis hubungan antara asupan makanan dengan status gizi balita di
desa Tabing Rimbah
11. Menganalisis hubungan penyakit infeksi dengan status gizi balita di desa
Tabing Rimbah
12. Menganalisis hubungan antara ketersediaan pangan dengan status gizi balita
di desa Tabing Rimbah
13. Menganalisis hubungan pola asuh anak dengan status gizi balita di desa
Tabing Rimbah

3
14. Menganalisis hubungan antara kesehatan lingkungan dengan status gizi
balita di desa Tabing Rimbah
15. Menganalisis hubungan pendapatan dengan status gizi pada balita di desa
Tabing Rimbah
16. Menganalisis hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan status
gizi balita di desa Tabing Rimbah
17. Menganalisis hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi pada balita
di desa Tabing Rimbah
18. Menganalisis hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
dengan status gizi balita di desa Tabing Rimbah

4
1.4 Hipotesis
1. Ada hubungan antara asupan makanan dengan status gizi balita di desa
Tabing Rimbah
2. Ada hubungan penyakit infeksi dengan status gizi balita di desa Tabing
Rimbah
3. Ada hubungan antara ketersediaan pangan terhadap status gizi balita di
desa Tabing Rimbah
4. Ada hubungan pola asuh anak dengan status gizi balita di desa Tabing
Rimbah
5. Ada hubungan antara kesehatan lingkungan dengan status gizi balita di
desa Tabing Rimbah
6. Ada hubungan antara pendapatan dengan status gizi balita di desa
Tabing Rimbah
7. Ada Hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi
balita di desa Tabing Rimbah
8. Ada hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan
status gizi balita di desa Tabing Rimbah

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bagi Masyarakat
Agar responden dan masyarakat dapat menambah pengalaman dan
meningkatkan pemahaman tentang status gizi balita dan factor-faktor yang
mempengaruhinya
1.5.2 Bagi Akademik
Dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk pembangunan kualitas
pendidikan selanjutnya dimasa yang akan datang.
1.5.3 Bagi Instansi Kesehatan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi instansi
kesehatan khususnya program gizi puskesmas dalam perbaikan gizi masyarakat

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan anatara status gizi kurang, baik dan lebih.
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Dibedakana antara status gizi buruk, kurang, baik, dan
lebih. Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi
baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi
yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan petumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat
setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan
satu atau lebih zat-zat esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh
zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksis atau
membahayakan. Gangguan gizi terjadi baik pada status gizi toksis
membahayakan. Gangguan gizi terjadi baik pada status gizi kurang, maupun
status gizi lebih. (Almatsier, 2008).

Masalah gizi yang akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian adalah


masalah gizi kurang. Status gizi kurang biasanya disebut dengan Kurang Energi
Porotein (KEP). KEP pada dasarnya terjadi karena kurangnya konsumsi pangan
sumber energi yang mengandung zat gizi makro (zat tenaga, zat pembangun dan
lemak).untuk menentukan masalah KEP ini dapat dilakukan pengukuran
antropometri. Dampak yang ditimbulkan dengan adanya kekurangan gizi pada
balita, akan mengalami gangguan fisik, mental dan aktual. Lebih lanjut gizi buruk
pada anak balita berdampak pada penurunan tingkat kecerdasan. Keadaan status
gizi balita sangat dipengaruhi oleh pemberian ASI sebagai sumber makanan
utama (anonim, 2012).

6
Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari
ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi (nutritional imbalance),
yaitu asupan yang melebihi keluaran atau sebaliknya, di samping kesalahan dalam
memilih bahan makanan untuk disantap (Arisman, 2009).

2.2. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian
secara tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat
penilaian yaitu antropometri, klinis, biokomia, dan biofisik. Sedangkan penilaian
status gizi secara tidak langsung terbagi atas tiga yaitu survei konsumsi makanan,
statistik vital dan faktor ekologi.

2.2.1. Penilaian secara Langsung, (Mary E, 2009) yaitu:

1. Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur
dan tingkat gizi . Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan
dengan mengukur beberapa parameter. Parameter antropometri merupakan
dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut
indeks antropometri (Mary E, 2009).
Menurut Mary E beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu
berat badan menurut umur (BB/U) tinggi badan menurut umur (TB/U), dan
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
1) Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Merupakan pengukuran antropometri yang sering dilakukan
digunakan sebagai indikator dalam keadaan normal, dimana keadaan
kesehatan dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan gizi terjamin.
Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak).
Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak,
misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah
makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status gizi

7
sekarang. Berat badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini lebih
menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status)
(Mary E, 2009).

2) Indeks Tinggi Badan menurut Umur(TB/U)


Indeks TB/U disamping memberikan status gizi masa lampau, juga
lebih erat kaitannya dengan status ekonomi.

3) Indeks Berat Badan menurut Tinggi Badan(BB/TB)


Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan.
Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan
pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu.
Berbagai indeks antropometri, untuk menginterpretasinya dibutuhkan
ambang batas. Penentuan ambang batas yang paling umum digunakan
saat ini adalah dengan memakai standar deviasi unit (SD) atau disebut
jugaZ-Skor.
Rumus perhitungan Z-Skor adalah :

nilai individu subyek – nilai median baku rujukan


𝑍𝑠𝑘𝑜𝑟 =
Nilai simpang baku rujukan

Gizi Baik :bila nilai Z-Score ≥ -2SD sd +2 SD


Gizi kurang :bila nilai Z-Score <-2 SD sd ≤-3SD

2. Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan
penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil
penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak
berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang
sering muncul adalah adanya kecenderungan untuk memilih angka yang
mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur
anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12
bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan

8
penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan.

3. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status
gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan- perubahan yang
terjadi yang dihubungkan dengan ketidak cukupan zat gizi. Hal ini dapat
dilihat pada jaringan epitel (suppervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata,
rambut, dan mukosa oral atau pada organ- organ yang dekat dengan
permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

4. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang
diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.
Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urin, tinja dan juga
beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otak.

5. Biofisik
Penentuan status gizi secara nonfisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat
perubahan struktur dari jaringan.

2.2.2. Penilaian secara Tidak Langsung (Arisman, 2009) yaitu:


1. Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
Anamnesis tentang asupan pangan merupakan satu tahap penilaian status gizi
yang paling sulit dan tidak jarang membuat penilai frustasi karena berbagai
sebab. Pertama, manusia memiliki sifat lupa sehingga orang sering tidak
mampu mengingat dengan pasti jenis (apalagi jumlah) makanan yang telah
disantap. Kedua, manusia sering mengedepankan gengsi jika diberi tahu
bahwa makanan mereka akan dinilai, pola “pangan” pun dipaksakan berubah.
Metode survei konsumsi makanan untuk individu antara lain :

9
a) Metode recall 24jam
Prinsip metode ini yaitu dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah
bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu.

b) Metode esthimated food record


Dalam metode ini, responden diminta untuk mencatat semua makanan
yang dikonsumsinya setiap kali sebelum makan dalam urusan rumah
tangga atau menimbang berat dalam periode tertentu (2-4 hari berturut-
turt), termasuk cara persiapan dan pengolahan makanan tersebut.

c) Metode penimbangan makanan ( foodweighting)


Dalam metode ini responden menimbang dan mencatat seluruh makanan
yang dikonsumsi responden selama satu hari. Biasanya dilakukan
beberapa hari tergantung tujuan, dana penelitian dan tenaga yang
tersedia.

d) Metode dietary history


Metode ini memberikan gambaran tentang pola konsumsi berdasarkan
pengamatan dalam waktu cukup lama (biasa 1 minggu, 1 bulan atau 1
tahun). Metode ini terdiri dari 3 komponen, yaitu wawancara (termasuk
recall 24 jam), frekuensi penggunaan sejumlah bahan makanan
menggunakan daftar (chek list) untuk mengecek kebenaran recall 24 jam,
dan pencatatan konsumsi selama 2-3 hari sebagai cek ulang.

e) Metode frekuensi makanan (food frequency)


Adalah untuk memperoleh data frekuensi konsumsi sejumlah bahan
makanan atau makanan jadi selama periode tertentu diperoleh gambaran
pola konsumsi bahan makanan. jadi selama periode tertentu seperti hari,
minggu, bulan atau tahun. Selain itu dengan metode frekuensi makanan
dapat memperoleh gambaran pola konsumsi bahan makanan secara
kualitatif, tapi karena periode pengamatannya lebih lama dan dapat
membedakan individu berdasarkan ranking tingkat konsumsi zat gizi,

10
maka cara ini paling sering digunakan dalam penelitian epidemiologi
gizi. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan
makanan atau makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut
pada periode tertentu. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner
tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup sering oleh
responden.
Langkah-langkah Metode frekuensi makanan (Laksmi W, 2009):
1. Membuat kuesioner frekuensi pangan berdasarkan kebutuhan zat gizi
yang diteliti khususnya pangan sumber vitamin dan mineral tertentu
serta kebiasaan makanmasyarakat
2. Daftar nama makanan dan minuman dibuat berdasarkan kelompok
pangan lalu dibuat kategori respon berapa kali frekuensi yang ada
terhadap daftar nama makanan dan minuman termasuk suplemen
yng sudah dibuat. Frekuensi pangan yang ditulis berupa berapa kali
perhari hingga berapa kali pertahun, setelah itu dibuat rata-rata
harian
3. Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar yang tersedia
pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya dan ukuran
porsinya.
4. Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis bahan
makanan terutama bahan makanan yang merupakan sumber- sumber
zat gizi tertentu selama periode tertentupula.
5. Contoh penggunaan frekuensi makanan misal roti dikonsumsi dalam
seminggu ada tiga kali dan dalam sehari satu kali, maka frekuensinya
sebanyak (3 hari x 1kali)/7hari = 0,4 kali perhari. Langkah-langkah
penggunaan kuesioner frekuensi pangan:
a. Melakukan pendekatan pada responden(rapport)
b. Menanyakan kesediaan responden untuk terlibat dalam penelitian
dan konsekuensi dari penelitian (informed consent dan ethical
clearance)
c. Mulai menanyakan kepada subjek dari makanan pokok atau pangan
sumber karbohidrat yang biasa dikonsumsi setiap hari, setiap

11
minggu, setiap bulan, atau bahkan sampai satutahun.
d. Mengisikan kolom perhari dengan frekuensi suatu makanan atau
bahan makanan tertentu yang dimakan dalam satuhari.
e. Semua data nama makanan dan minuman serta suplemen sudah terisi
dengan frekuensi, maka semua data frekuensi dijadikan dalam hari;
berapa kali perhari. Bila data yang diperoleh dalam minggu, maka
frekuensi dibagi tujuh hari (7 hari), bila data dalam bulan maka
frekuensi dibagi tiga puluh hari (30hari).

2. Statistikvital

Pengukuran gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data


beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka
kesakitan dan kematian sebagai akibat penyebab tertentu dan data lainnya
yang berhubungan dengan gizi.

3. Faktorekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor
fisik, fisiologis dan lingkungan dan budaya. Jumlah makanan yang tersedia
sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-
lain ( Arisman,2009).

2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi


Faktor yang menyebabkan kurang gizi telah diperkenalkan UNICEF dan
telah digunakan secara internasional, yang meliputi beberapa tahapan penyebab
timbulnya kurang gizi pada anak balita, baik penyebab langsung, tidak langsung,
dan pokok masalah. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi, yaitu
2.3.1. Faktor Langsung
Pertama, penyebab langsung yaitu makanan dan penyakit infeksi yang mungkin diderita.
1) Konsumsi Pangan
Penilaian konsumsi pangan rumah tangga atau secara perorangan
merupakan cara pengamatan langsung yang dapat menggambarkan pola
konsumsi penduduk menurut daerah, golongan sosial ekonomi dan sosial

12
budaya. Konsumsi pangan lebih sering digunakan sebagai salah satu teknik
untuk memajukan tingkat keadaan gizi (Moehji, 2003).

2) Infeksi
Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi
juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi
sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang.
Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya
(imunitas) dapat melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang
nafsu makan dan akhirnya mudah terkena gizi kurang (Soekirman, 2000).
Sehingga disini terlihat interaksi antara konsumsi makanan yang kurang dan
infeksi merupakan dua hal yang saling mempengaruhi.
Menurut Schaible & Kauffman (2007) hubungan antara kurang gizi
dengan penyakit infeksi tergantung dari besarnya dampak yang ditimbulkan
oleh sejumlah infeksi terhadap status gizi itu sendiri. Beberapa contoh
bagaimana infeksi bisa berkontribusi terhadap kurang gizi seperti infeksi
pencernaan dapat menyebabkan diare, HIV/AIDS,tuberculosis, dan beberapa
penyakit infeksi kronis lainnya bisa menyebabkan anemia dan parasit pada
usus dapat menyebabkan anemia. Penyakit Infeksi disebabkan oleh
kurangnya sanitasi dan bersih, pelayanan kesehatan dasar yang tidak
memadai, dan pola asuh anak yang tidak memadai (Soekirman, 2000).

2.3.2. Faktor Tidak Langsung


Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola
pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan
lingkungan. Rendahnya ketahanan pangan rumah tangga, pola asuh anak yang
tidak memadai, kurangnya sanitasi lingkungan serta pelayanan kesehatan yang
tidak memadai merupakan tiga faktor yang saling berhubungan. Makin tersedia air
bersih yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap
pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang
kesehatan, makin kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi (Unicef,
1998).

13
1) Ketersediaan Makanan
Hubungan Status Gizi dengan Ketersediaan pangan dapat ditunjukkan
oleh konsep yang dikeluarkan oleh Unicef bahwa ketersediaan pangan yang
cukup di tingkat rumah tangga akan mempengaruhi dikonsumsi makanan
semua anggota keluarga dan selanjutnya status gizi yang baik atau seimbang
dapat diperoleh tubuh untuk tumbuh kembang, aktifitas, kecerdasan,
pemeliharaan kesehatan, penyembuhan penyakit dan proses biologis lainnya.
Hubungan antara ketersediaan pangan pola konsumsi terhadap status
gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu (Dyahdalam dwi
wahyu, 2013).
1. Jenis dan banyaknya pangan yang diproduksi dan tersedia
Jika Produksi pangan meningkat dan masyarakat mampu menjangkau
pangan tersebut maka kebutuhan gizi masyarakat akan terpenuhi.

2. Tingkat pendapatan
Jika tingkat pendapatan masyarakat tinggi, maka daya beli masyarakat
juga akan meningkat sehingga kemampuan pemenuhan kebutuhan
pangan juga akan meningkat dan kebutuhan gizi masyarakat juga akan
terpenuhi.

3. Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi mempengaruhi pola konsumsi masyarakat.Pola
konsumsi masyarakat haruslah mengandung Unsur 3B (Bergizi,
Berimbang, Beragam). Jika pengetahuan tentang gizi masyarakat tinggi,
maka kesadaran akan pentingnya makan makanan bergizi juga
meningkat sehingga kebutuhan gizi masyarakat juga akan terpenuhi.

2) Pola Asuh
Pola asuh adalah salah satu faktor yang erat kaitannya dengan tumbuh
kembang anak. Pola asuh dalam konteks ini, mencakup beberapa hal yaitu :
perhatian/dukungan ibu terhadap anak, pemberian ASI atau makanan
pendamping pada anak, rangsangan psikososial terhadap anak, persiapan dan

14
penyimpanan makanan, praktek kebersihan atau hygiene & sanitasi
lingkungan, serta perawatan balita dalam keadaan sakit seperti mencari
tempat pelayanan kesehatan. (Engle, 1997).

Menurut Engle et al (1997), pola asuh adalah kemampuan dan


masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan dalam
memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosial dari anak yang sedang tumbuh
dalam anggota keluarga lainnya. Pola asuh dimanifestasikan dalam 6 hal yaitu
(1) perhatian atau dukungan untuk wanita seperti pemberian waktu istirahat
yang tepat atau peningkatan asuhan makanan selama hamil, (2) pemberian
ASI dan makanan pendamping anak, (3) rangsangan psikososial terhadap
anak dan dukungan untuk perkembangan mereka, (4) persiapan dan
penyimpanan makanan (5) praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan (6)
perawatan anak dalam keadaan sakit meliputi praktek kesehatan di rumah dan
pola pencarian pelayanan kesehatan (Sunarti, 1989).

Kekurangan gizi pada anak balita dapat terjadi karena kurangnya pola
asuh ibu pada anak balita serta hygiene dan sanitasi lingkungan yang tidak
sehat, prilaku ibu yang kurang baik terhadap perawatan kesehatan balitanya.
Pelaksanaan pengasuhan anak bertujuan agar anak memiliki kecakapan hidup.
Pengasuhan harus merespon rangsangan yang bersumber dari anak baik
dalam pemberian makanan, kebersihan dan dalam permainan anak (Sunarti
2004).

3) Kesehatan Lingkungan
Menurut Widyati dan Yuliarsih (2002), kesehatan lingkungan adalah
usaha-usaha pengendalian/pengawasan keadaan lingkungan yang dapat
mempengaruhi kesehatan atau yang dapat menimbulkan hal-hal yang
merugikan perkembangan fisik, keseluruhan,dan daya tahan hidup manusia.
Kesehatan lingkungan mencakup aspek yang sangat luas yang meliputi
hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Upaya pengendalian vector
tersebut dilaksanakan secara terintegrasi dengan berbagai upaya pokok dalam
pelaksanaan penyehatan dan pengamanan substansi lingkungan (Depkes,
2010).

15
Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan
terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, kecacingan dan infeksi
saluran pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan,
penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya
kekurangan zat gizi sehingga lingkungan berpengaruh dalam status gizi
seseorang. Seseorang yang kekurangan zat gizi akan mudah terserang
penyakit dan pertumbuhan akan terganggu (Supariasa dkk, 2002).
a. Pokok Masalah
1) Pengetahuan Gizi
Pengetahuan tentang gizi adalah kepandaian memilih makanan yang
merupakan sumber zat-zat gizi dan kepandaian dalam mengolah
bahan makanan. Status gizi yang baik penting bagi kesehatan setiap
orang termasuk ibu hamil, ibu menyusui dan anaknya. Pengetahuan
gizi memegang peranan yang sangat penting dalam penggunaan dan
pemilihan bahan makanan dengan baik sehingga dapat mencapai
keadaan gizi yang seimbang (Suhardjo, 2005).

2) Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan sangat menentukan bahan makanan yang akan
dibeli. Pendapatan merupakan faktor yang penting untuk menetukan
kualitas dan kuantitas makanan, maka erat gubungannya dengan gizi
(Suhardjo, 2005).

3) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat


Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan
upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan
meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo, 2003).
Perilaku kesehatan (health behavior) adalah setiap tindakan yang
diambil oleh seorang individu yang berpendapat bahwa dirinya sehat
dengan maksud untuk mencegah terjadinya penyakit atau
mengenalnya pada stadium permulaan (Salan, 2008).

16
4) Besar Keluarga
Besar keluarga atau banyaknya anggota keluarga berhubungan erat
dengan distribusi dalam jumlah ragam pangan yang dikonsumsi
anggota keluarga (Suhardjo, 2005). Keberhasilan penyelenggaraan
pangan dalam satu keluarga akan mempengaruhi status gizi keluarga
tersebut. Besarnya keluarga akan menentukan besar jumlah makanan
yang di konsumsi untuk tiap anggota keluarga. Semakin besar umlah
anggota keluarga maka semakin sedikit jumlah konsumsi gizi atau
makanan yang didapatkan oleh masing-masing.

b. Akar Masalah
Sedangkan penyebab mendasar atau akar masalah gizi di atas
adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana
alam, yang mempengaruhi ketidak-seimbangan antara asupan makanan
dan adanya penyakit infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi status
gizi balita (Soekirman, 2000).

17
Kerangka Teori

Kerangka Konsep

asupan
makana
perilaku
n hidup
penyakit
bersih
infeksi dan
sehat

ketersed status pengeta-


iaan
gizi huan
pangan

pola pendapa
asuh kesehata -tan
n
lingkung
an

18
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
Definisi Operasional
Variable Definisi Metode dan Kategori
Alat
Pengukuran
Asupan makanan yang Metode:  Baik : ≥ 100% AKG
Makanan dikonsumsi oleh Wawancara  Sedang : 80 – 99% AKG
balita dalam  Kurang : 70 – 80% AKG
sehari adalah Alat:  Defisit : < 70% AKG
bentuk asupan zat Formulir
gizi Energi, Food Recall
Protein, Vitamin 2x24 jam,
A, Fe. food model,
dan DKBM.
Penyakit Penyakit infeksi Metode : (1) Menderita penyakit
infeksi adalah terjadinya Wawancara infeksi : apabila balita
suatu penyakit sedang sakit atau pernah
pada balita akibat Alat : sakit dalam 3 bulan
masuknya kuman Kuesioner terakhir.
atau (2) Tidak menderita
mikroorganisme penyakit infeksi apabila
pathogen tidak pernah sakit dalam
berdasarkan 3 bulan terakhir
catatan atau
informasi yang
diperoleh dari ibu
atau dari dokter
atau petugas
kesehatan dalam
3 bulan terakhir

19
Ketersediaan Kondisi Metode :  Baik : ≥ 100% AKG
Pangan terpenuhinya Wawancara  Sedang : 80 – 99% AKG
pangan di tingkat  Kurang : 70 – 80% AKG
rumah tangga Alat :  Defisit : < 70% AKG
yang diukur Formulir
dengan pencatatan
ketersediaan bahan
energi dan protein makanan
dalam satu hari (Formulir
Food
Account
selama 3
hari)
Pola Asuh Pola asuh dalam Metode :  Baik : ≥ rata-rata
konteks ini, Wawancara  Kurang baik : < rata-rata
mencakup
perhatian/dukung Alat :
an ibu terhadap Kuesioner
anak, pemberian
ASI atau
makanan
pendamping pada
anak, rangsangan
psikososial
terhadap anak,
persiapan dan
penyimpanan
makanan, praktek
kebersihan atau
hygiene &
sanitasi
lingkungan, serta

20
perawatan balita
dalam keadaan
sakit seperti
mencari tempat
pelayanan
kesehatan. (Engle,
1997).
Kesehatan Kondisi Metode : Baik :≥ rata-rata
Lingkungan lingkungan Wawancara, Kurang : ≤ rata-rata
rumah tangga observasi,
yang meliputi pengamatan
sanitasi,
ketersediaan air, Alat :
pengelolaan Kuesioner
jamban, dan
pengelolaan
sampah.
Pendapatan Pendapatan Metode : - Rendah, Jika pendapatan
keluarga dalam Wawancara < Rp. 2.454.000,-
penelitian ini - Tinggi, Jika pendapatan ≥
adalah suatu Alat : Rp. 2.454.000,-
tingkat Kuesioner (Sumber,UMP kalsel 2018).
penghasilan yang
diperoleh dari
pekerjaan pokok
dan pekerjaan
sampingan dari
orang tua dan
anggota keluarga
lainnya dalam
satuan Rupiah
dalam jangka

21
waktu per bulan.

Pengetahuan Pemahaman ibu Metode : a. Kurang baik (skor <


ibu tentang gizi dan Wawancara median)= 1
kesehatan b.Baik (skor ≥ median)= 2
Alat :
Kuesioner

Perilaku Perilaku keluarga Metode : - Baik : ≥ rata-rata


Hidup Bersih dalam Wawancara - Kurang : <rata-rata
dan Sehat menjalankan
hidup bersih dan Alat :
sehat yang Kuesioner
meliputi 10
indikator PHBS.

Status Gizi Status gizi yaitu Metode : BB/U :


keadaan Pengukuran  Gizi Buruk : <-3 SD
keseimbangan Antropomet  Gizi Kurang : -3SD
tubuh balita ri sampai <-2SD
akibat  Gizi Baik : -2SD
mengkonsumsi Alat : sampai 2SD
makanan yang Alat  Gizi Lebih : >2SD
diukur dengan Antropomet TB/U :
indeks BB/U ri  Sangat Pendek : <-
,BB/TB,TB/U, (Timbangan 3SD
IMT/U dan  Pendek : -3SD sampai
Mikrotoise) -2SD
 Normal : -2SD sampai
2SD
 Tinggi : >2SD
BB/TB :
 Sangat Kurus : <-3SD

22
 Kurus : -3SD sampai
<-2SD
 Normal : -2SD sampai
2SD
 Gemuk : >2SD
IMT/U :

 Sangat Kurus : <-3SD


 Kurus : -3SD sampai
<-2SD
 Normal : -2SD sampai
2SD
 Gemuk : >2SD

3.2 Desain Penelitian :

Jenis penelitian ini adalah observasi analitik dengan menggunakan


rancangan penelitian Cross Sectional, yaitu suatu pendekatan yang sifatnya
sesaat pada suatu waktu dan tidak diikuti terus menerus dalam kurun waktu
tertentu di Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito
Kuala (Notoadmojo,2002).

1.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang memiliki anak
balita yang berasal dari keluarga yang tinggal di Desa Tabing Rimbah, yaitu
berjumlah 60 orang balita. Jika ada lebih dari satu anak maka yang diambil
adalah anak yang termuda.

23
1.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah berjumlah 60 orang balita. Jika ada
lebih dari satu anak maka yang diambil adalah anak yang termuda.
1.3 Responden
Responden dalam penelitian ini adalah Ibu yang mengasuh balita.

1.4 Variabel Penelitian


Variabel penelitian yang digunakan adalah variabel bebas (independen)
dan variabel terikat (dependen)
3.4.1 Variabel bebas (independen)
Variabel bebas (independen) berupa asupan makanan, penyakit
Infeksi, ketersediaan pangan, pola asuh, kesehatan lingkungan,
pendapatan, pengetahuan ibu, perilaku hidup bersih dan sehat.

3.4.2 Variabel terikat (dependen)


Variabel terikat (dependen) berupa status gizi balita.

1.5 Teknik Pengumpulan Data


1.5.1 Metode Pengumpulan data
a. Data Primer

1. Data umum keluarga, nama, alamat, umur, pekerjaan,


pendidikan, diperoleh dengan cara wawancara dengan
menggunakan alat ukur kuesioner.
2. Keadaan status gizi balita diperoleh dengan pengukuran
antropometri yaitu dengan menimbang BB, mengukur TB.
3. Asupan makanan diperoleh diukur dengan cara Food Recall
2x24 jam
4. Penyakit infeksi diperoleh dengan cara memeriksa berdasarkan
catatan atau informasi yang diperoleh dari ibu dalam 3 bulan
terakhir
5. Ketersediaan pangan dikumpulkan dengan cara food account
selama 3 hari

24
6. Kesehatan lingkungan dengan cara pengamatan langsung,
observasi dan wawancara
7. Pendapatan dikumpulkan dengan cara wawancara
menggunakan kuesioner.
8. Keadaan pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan diperoleh
dengan cara wawancara menggunakan kuesioner
9. Data perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) diperoleh dengan
cara wawancara menggunakan kuesioner

b. Data Sekunder
Data sekunder meliputi data umum desa yang mencakup data
geografis desa, mata pencaharian, jumlah penduduk, serta agama
dan kepercayaan. Dikumpulkan melalui informasi dari Kantor
Kelurahan Desa Tabing Rimbah.

1.6 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk
pengumpulan data.
1) Timbangan berat badan (dacin )
Alat yang dianjurkan untuk menimbang berat badan balita yaitu timbangan
dacin dengan ukuran maksimum 25 Kg dengan ketelitian alat 0,1 Kg.
2) Alat pengukur Tinggi Badan (Mikrotoa)
Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah dapat berdiri
dilakukan dengan alat pengukur tinggi “mikrotoa” (microtoise) yang
mempunyai ketelitian 0,1 cm.
3) Formulir pencatatan bahan makanan.
Formulir ini berupa pencatatan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
data informasi tentang ketersediaan makanan keluarga.

1.7 Teknik Pengolahan Data


a. Status gizi balita

25
Dengan menggunakan baku standar WHO-NCHS, berdasarkan 3
indikator pengukuran status gizi balita yaitu BB/TB, BB/U, TB/U.
Dapat dikategorikan sebagai berikut :

A. BB/U:
1) Gizi buruk : < - 3SD
2) Gizi kurang : < - 2 SD s/d ≥ - 3 SD
3) Gizi baik : < - 2 SD s/d + 2 SD
4) Gizi lebih: > + 2 SD

Tabel 1.1 Distribusi Status Gizi Responden


Berdasarkan Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Jumlah
No Status Gizi balita (BB/U)
N %

1 Gizi lebih

2 Gizi baik

3 Gizi kurang

4 Gizi buruk

Jumlah

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛


𝑍𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒𝑇𝐵/𝑈 =
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑝. 𝑏𝑎𝑘𝑢

B. BB/TB

Dengan beberapa kriteria :


a. Gemuk : > 2 SD
b. Normal : > -2 SD s/d 2 SD
c. Kurus : < -2 SD s/d -3 SD
d. Kurus sekali : < -3 SD
Tabel 1.2 Distribusi Status Gizi Responden Berdasarkan
Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

26
Jumlah
No Status Gizi balita (BB/TB)
N %

1 Gemuk

2 Normal

3 Kurus

4 Kurus Sekali

Jumlah

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛


𝑍𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒𝑇𝐵/𝑈 =
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑝. 𝑏𝑎𝑘𝑢

C. TB/U

Dengan beberapa kriteria :

a. Tinggi : > 2 SD
b. Normal : > -2 SD s/d 2 SD
c. Pendek : < -2 SD s/d -3 SD
d. Sangat Pendek : < -3 SD

Tabel 1.3 Distribusi Status Gizi Responden Berdasarkan


Tinggi Badan Menurut Umur TB/U)

Jumlah
No Status Gizi balita (TB/U)
N %

1 Tinggi

2 Normal

3 Pendek

27
4 Sangat Pendek

Jumlah

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛


𝑍𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒𝑇𝐵/𝑈 =
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑝. 𝑏𝑎𝑘𝑢
D. IMT/U

Dengan beberapa kriteria :


a. Gemuk : > 2 SD
b. Normal : > -2 SD s/d 2 SD
c. Kurus : < -2 SD s/d -3 SD
d. Kurus sekali : < -3 SD
Tabel 1.2 Distribusi Status Gizi Responden Berdasarkan
Berat Badan Menurut Tinggi Badan (IMT/U)

Jumlah
No Status Gizi balita (BB/TB)
N %

1 Gemuk

2 Normal

3 Kurus

4 Kurus Sekali

Jumlah

b. Asupan Makanan

Data diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan cara


food recall 24 jam kemudian data bahan makanan tersebut
dikonversikan kedalam berat kemudian dibandingkan dengan AKG
dengan kategori :

28
 Baik : ≥ 100% AKG
 Sedang : 80 – 99% AKG
 Kurang : 70 – 80% AKG
 Defisit : < 70% AKG

Tabel 1.4 Distribusi responden berdasarkan ketersediaan


pangan keluarga.

Tingkat Ketersediaan Jumlah


No.
Pangan Keluarga N %

1. Baik

2. Sedang

3. Kurang

4. Defisit

Jumlah

c. Penyakit Infeksi
Data ini diperoleh dengan cara wawancara menggunakan metode
kuisioner dan observasi serta berdasarkan catatan penyakit balita,
kemudian data dikategorikan menjadi 2, yaitu :

a. Menderita penyakit infeksi : apabila balita sedang sakit atau


pernah sakit dalam 3 bulan terakhir.
b. Tidak menderita penyakit infeksi apabila tidak pernah sakit
dalam 3 bulan terakhir.

Tabel 1.5 Distribusi Status Gizi Responden Berdasarkan Ada


Tidaknya menderita penyakit infeksi

29
Jumlah
No. Penyakit Infeksi
N %

1. Menderita penyakit infeksi

Tidak menderita penyakit


2.
infeksi

Jumlah

d. Ketersediaan Pangan Keluarga

1. Data bahan makanan yang diperoleh dikonversikan ke


dalam energi dan protein.
2. Menghitung jumlah energi dan proteinyang didapat dengan
membagi selama tiga hari, sehingga didapatkan jumlah
ketersediaan energi dan protein rata-rata per hari.
3. Menghitung jumlah AKG seluruh anggota keluarga.
4. Membandingkan jumlah ketersediaan energi dan protein
per hari dengan AKG Keluarga dikali 100%

Angka yang diperoleh tersebut kemudian dikategorikan :

 Baik : ≥ 100% AKG


 Sedang : 80 – 99% AKG
 Kurang : 70 – 80% AKG
 Defisit : < 70% AKG
Tabel 1.4 Distribusi responden berdasarkan ketersediaan
pangan keluarga.

Tingkat Ketersediaan Jumlah


No.
Pangan Keluarga N %

30
1. Baik

2. Sedang

3. Kurang

4. Defisit

Jumlah

e. Pola Asuh
1. Memberi Skor pada setiap pertanyaan, untuk pernyataan
Ya skornya 2 dan untuk Tidak skornya 1
2. Menjumlahkan semua skor jawaban masing-masing
responden
3. Mencari rata-rata dengan cara
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑜𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛

4. Mengkategorikan skor pola asuh menjadi


Baik : ≥ rata-rata
Kurang baik : < rata-rata

f. Kesehatan Lingkungan
1. Memberi skor pada setiap pertanyaan, untuk pernyataan Ya
skornya 2 dan untuk Tidak skornya 1

2. Menjumlahkan semua skor jawaban masing-masing


responden
3. Mencari rata-rata dengan cara
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑜𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛

4. Mengkategorikan skor kesehatan lingkungan menjadi :


Baik : ≥ rata-rata

31
Kurang : ≤ rata-rata

g. Pendapatan
Diolah dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan keluarga
selama 1 bulan , lalu dikategorikan menjadi :
Tinggi : ≥ Rp,2.454.000.,
Rendah : < Rp, 2.454.000.,

h. Tingkat Pengetahuan Ibu


Memberi skor masing – masing jawaban dari responden dengan
cara setiap jawaban yang benar diberi nilai 1, sedangkan yang
salah diberi nilai 0, kemudian dijumlahkan.
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟
𝑋 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑜𝑎𝑙

Dikategorikan menjadi :

Baik : > 80% jawaban benar

Sedang : 60-80 % jawaban benar

Kurang : < 60 % jawaban benar

i. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

1. Memberi Skor pada setiap pertanyaan, pernyataan Ya


diberi skor 2 dan pernyataan Tidak diberi skor 1
2. Menjumlahkan semua skor jawaban masing-masing
responden
3. Mencari rata-rata dengan cara
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑜𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛

4. Mengkategorikan skor pola asuh menjadi


Baik : ≥ rata-rata
Kurang baik : < rata-rata

32
1.8 Rencana Analisis Data
Dari hasil pengolahan data dilakukan analisis dengan cara Univariat dan
cara Bivariat.

1) Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan pada masing-masing variable. Hasil ini
berupa distribusi dan persentase setiap variable.
2) Analisis Bivariat
Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variable
bebas dengan variable terikat. Analisis menggunakan software SPSS 18
dengan uji statistic korelasi spearman dengan tingkat signifikansi 95%
(α = 0,05).
Untuk menarik kesimpulan dilakukan uji statistic untuk mengetahui ada
tidaknya hubungan antara variable yang diteliti dengan menggunakan uji
korelasi rank spearman pada tingkat kepercayaan 95%. Uji korelasi rank
spearman digunakan untuk mencari hubungan atau untuk menguji
signifikansi hipotetsis asosiatif bial amsing-masing variable dihubungkan
berbentuk orgdinal, dan sumber data variable tidak harus sama untuk
menganalisa dnegan rumus :
P = 1 - 6Σbi2
n(n2-1)
(Sugiyono, 2009)
Sehingga didapatkan kaidah sebagai berikut :
H0 : Tidak ada hubungan antara variable bebas (Asupan Makanan, Penyakit
Infeksi, Ketersediaan Pangan, Pola Asuh, Kesehatan Lingkungan,
Pendapatan, Pengetahuan Ibu, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) dengan
variable perikat (Status Gizi Balita)
Ha : Ada hubungan antara variable bebas (Asupan Makanan, Penyakit
Infeksi, Ketersediaan Pangan, Pola Asuh, Kesehatan Lingkungan,
Pendapatan, Pengetahuan Ibu, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) dengan
variable perikat (Status Gizi Balita)

33
Alpha (α) 5% (0,05)
a. Apabila P > α maka H0 diterima Tidak ada hubungan antara variable
bebas (Asupan Makanan, Penyakit Infeksi, Ketersediaan Pangan, Pola
Asuh, Kesehatan Lingkungan, Pendapatan, Pengetahuan Ibu, Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat) dengan variable perikat (Status Gizi Balita)
b. Apabila P ,<α maka H0 ditolak Ada hubungan antara variable bebas
(Asupan Makanan, Penyakit Infeksi, Ketersediaan Pangan, Pola Asuh,
Kesehatan Lingkungan, Pendapatan, Pengetahuan Ibu, Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat) dengan variable perikat (Status Gizi Balita)
Berdasarkan nilai korelasi yang diperoleh maka apabila :
r = 0,00 – 0,25  tidak ada hubungan atau hubungan lemah
r = 0,26 – 0,50  hubungan sedang
r = 0,51 – 0,75  hubungan kuat
r = 0,76 – 1,00  hubungan sangat kuat / sempurna.
(Sabri dan Sutanto, 2007)

34
35
DAFTAR PUSTAKA

Ayu Putri. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi.


https://www.academia.edu/23736774/FAKTOR_FAKTOR_YANG_MEMPENG
ARUHI_STATUS_GIZI . (Diakses tanggal 29 September 2018)

seputarpengertian.blogspot.com.2017. pengertian asupan makanan dan factor.

http://seputarpengertian.blogspot.com/2017/05/pengertian-asupan-makanan-dan-
faktor.html

Septiarini,Nuraisah.repository.uinjkt.ac.id.2015. gambaran status gizi dan asupan


protein pada anak usia 13-15 tahun.

Septiarini.http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29534/1/NUR
AISAH%20SEPTIARINI-FKIK.pdf

Faradiba.repositori.uin-alauddin.ac.id.2012. Hubungan Antara Pola Makan


Dengan Status Gizi Pada Anak Usia Pra Sekolah Di Wilayah Puskesmas Samata
Kabupaten Gowa . http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/4872/1/FARADIBA%20E.pdf

depkes.go.id.2013.infodatin
gizi.www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin
-gizi.pdf

36

Anda mungkin juga menyukai