Anda di halaman 1dari 68

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dislipidemia

1. Pengertian Dislipidemia

Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan metabolisme lipid

yang ditandai dengan peningkatanmaupun penurunan fraksi lipid

dalam plasma. Kelainan fraksilipid yang utama adalah kenaikan

kadar kolesterol total (Ktotal),kolesterol LDL (K-LDL), trigliserida

(TG), sertapenurunan kolesterol HDL (K-HDL). Dalam proses

terjadinya aterosklerosis semuanya mempunyai peran yang penting, dan

erat kaitannya satu dengan yang lain, sehingga tidak mungkin

dibicarakan tersendiri. Agar lipid dapat larut dalam darah, molekul lipid

harus terikat pada molekul protein (yang dikenal dengan nama

apoprotein, yang sering disingkat dengan nama Apo. Senyawa lipid

dengan apo protein dikenal sebagai lipoprotein. Tergantung dari

kandungan lipid dan jenis apo protein yang terkandung maka

dikenal lima jenis liporotein yaitu kilomikron, very lowdensity lipo

protein (VLDL), intermediate density lipo protein(IDL), low-density

lipoprotein (LDL), dan high densitylipoprotein. Dari total serum

kolesterol, K-LDL berkontribusi 60-70 %, mempunyai apo

lipoprotein yang dinamakan apo B-100 (apo B). Kolesterol LDL

merupakan lipoprotein aterogenik utama, dan dijadikan target


12

utama untuk penatalaksanaan dislipidemia. Kolesterol HDL

berkontribusi pada 20-30% dari total kolesterol serum. Apolipoprotein

utamanya adalah apo A-1 dan apo A-II. Bukti bukti menyebutkan bahwa

HDL menghambat proses aterosklerosis (Perkeni, 2015).

2. Klasifikasi Dislipidemia

Berbagai klasifikasi dapat ditemukan dalam kepustakaan, tetapi

yang mudah digunakan adalah pembagian dislipidemia dalam bentuk

dislipidemia primer dan dislipidemia sekunder. Dislipidemia sekunder

diartikan dislipidemia yang terjadi sebagai akibat suatu penyakit lain.

Pembagian ini penting dalam menentukan pola pengobatan yang akan

diterapkan (Perkeni, 2015)

a. Dislipidemia primer

Dislipidemia primer adalah dislipidemia akibat kelainan genetik.

Pasien dislipidemia sedang disebabkan oleh hiperkolesterolemia

poligenik dan dislipidemia kombinasi familial. Dislipidemia berat

umumnya karena hiperkolesterolemia familial, dislipidemia remnan, dan

hipertrigliseridemia primer.

b. Dislipidemia sekunder

Dislipidemia sekunder adalah dislipidemia yang terjadi akibat

suatu penyakit lain misalnya hipotiroidisme, sindroma nefrotik, diabetes

melitus, dan sindroma metabolik. Pengelolaan penyakit primer akan

memperbaiki dislipidemia yang ada. Dalam hal ini pengobatan penyakit

primer yang diutamakan. Akan tetapi pada pasien diabetes mellitus


13

pemakaian obat hipolipidemik sangat dianjurkan, sebab risiko koroner

pasien tersebut sangat tinggi. Pasien diabetes melitus dianggap

mempunyai risiko yang sama (ekivalen)dengan pasien penyakit jantung

koroner. Pankreatitis akut merupakan menifestasi umum

hipertrigliseridemia yang berat.

3. Patofisiologi Dislipidemia

Abnormalitas lipoprotein dapat ditemukan pada individu dengan

obesitas sentral sebagai akibat dari resistensi insulin yang menyebabkan

terjadinya perubahan-perubahan lipoprotein seiring dengan terjadinya

peningkatan kandungan lemak tubuh (Gau, 2006) :

a. Peningkatan kadar trigliserida

Overproduksi VLDL didalam hati merupakan kelainan primer

yang ditemukan pada obesitas dan keadaan resistensi insulin.

Ketidakmampuan menekan produksi glukosa dihati, gangguan oksidasi

dan ambilan glukosa diotot dan ketidakmampuan jaringan adiposa

menekan pelepasan asam lemak tak jenuh (non esterified fatty acids =

NEFA) merupakan konsekuensi dari resistensi insulin didalam hati, otot

dan jaringan adiposa. Keadaan ini akan meningkatkan aliran NEFA dan

glukosa kedalam hati, yang merupakan regulator dari produksi VLDL

didalam hati. Regulasi sekresi VLDL juga ditentukan oleh kecepatan

degradasi apolipoprotein B-100 (apo B-100). ApoB-100 yang baru

disintesis bersama-sama dengan endoplasmic reticulum akan didegradasi

oleh sistem ubiquitin/proteasome atau ditranslokasi menuju lumen dan


14

bergabung kedalam prekursor2 VLDL yang miskin lipid. Selanjutnya,

apoB-100 yang ada di lumen akan didegradasi atau akan bergabung

dengan lipid VLDL didalam endoplasmic reticulum. Apo B-100

distabilisasi dan terlindung dari degradasi oleh Heat shock protein (HSP)

70. Bila tidak terjadi translokasi, maka apoB-100 akan mengalami

degradasi. Insulin merupakan hormon penting dalam memfasilitasi

proses degradasi apo-B intrasel. Jadi, pada individu dengan obesitas atau

resistensi insulin, ketidakmampuan menekan degradasi apoB-100 akan

mengakibatkan peningkatan sekresi apoB-100. Disamping peningkatan

sintesis, obesitas dan resistensi insulin juga ditandai dengan penurunan

klirens lipoprotein yang kaya trigliserida (triglyceride-rich lipoprotein

=TRL) didalam sirkulasi darah.

Insulin merupakan stimulator aktifitas enzim lipoprotein lipase,

melalui kerjanya meningkatkan mRNA LPL. Aktifitas LPL didalam otot

rangka dari individu dengan resistensi insulin mengalami penurunan. Hal

ini menunjukkan adanya gangguan regulasi LPL oleh insulin. Jadi,

penurunan aktivitas LPL pada individu dengan resistensi insulin akan

menurunkan rangkaian kaskade metabolisme normal lipoprotein yang

mengakibatkan penurunan klirens VLDL. Partikel-partikel VLDL

terutama dibersihkan dari sirkulasi oleh reseptor LDL atau disebut juga

apoB/E receptor. Transkripsi gen reseptor LDL diatur oleh kadar

kolesterol intrasel, hormon dan faktor-faktor pertumbuhan. Sterol

regulatory element-binding protein 1 (SREBP-1), terlibat secara selektif


15

didalam jalur ransduksi sinyal insulin dan insulin-like growth factor1,

yang akan menyebabkan aktivasi gen reseptor LDL. Resistensi insulin

yang disertai dengan obesitas dapat mengganggu aktivitas reseptor LDL,

yang akan menyebabkan hambatan klirens partikel VLDL.

b. Peningkatan partikel-partikel small dense LDL

Konsentrasi small dense LDL dan trigliserida puasa berkorelasi

secara positif, sebab pembentukan small dense LDL sangat tergantung

dengan metabolisme partikel2 VLDL. Pada individu yang gemuk dan

mengalami resistensi insulin, peningkatan kadar VLDL dan hambatan

bersihannya menyebabkan peningkatan pertukaran antara kolesterol ester

didalam LDL dan trigliserida didalam VLDL yang dimediasi oleh

cholesterol ester transfer protein (CETP). Pertukaran ini akan

menyebabkan partikel-partikel LDL kaya trigliserida cepat mengalami

lipolisis, menghasilkan partikel-partikel kecil dan padat yaitu small dense

LDL. Partikel-partikel small dense LDL cenderung mengalami

modifikasi melalui proses oksidasi dan glikasi (meningkat dengan adanya

peningkatan kadar glukosa darah), yang akan menyebabkan peningkatan

produksi antibodi terhadap modified apoB-100 dan pembentukan

kompleks imun. Berkurangnya diameter partikel-partikel ini akan

meningkatkan kemungkinan pergerakannya menembus endotel menuju

ruang subendotel, sehingga akan memicu terjadinya inflamasi,

penumpukan leukosit dan transformasi membentuk plak aterosklerosis.


16

Modifikasi ini akan menyebabkan penurunan bersihan partikel-partikel

small dense LDL yang dimediasi oleh reseptor LDL.

c. Penurunan kadar HDL cholesterol

Mekanisme yang mengatur HDL tidak diketahui dengan jelas,

dimana ada beberapa mekanisme yang dapat berkontribusi dalam

terjadinya penurunan kadar HDL pada individu gemuk dengan resistensi

insulin. Sebagaimana pembentukan small dense LDL, metabolisme TRL

memainkan peranan. Berbagai studi tentang lipoprotein menunjukkan

adanya hubungan terbalik antara trigliserida VLDL dan kolesterol LDL.

Gangguan lipolisis TRL menyebabkan penurunan kadar HDL melalui

penurunan transfer apolipoprotein dan fosfolipid dari TRL ke

kompartmen HDL. Disamping itu, hambatan bersihan TRL memfasilitasi

pertukaran antara ester kolesterol didalam HDL dan trigliserida didalam

VLDL yang dimediasi oleh Cholesterol ester transfer protein (CETP).

Peningkatan aktifitas lipid dihati pada keadaan obesitas dan

resistensi insulin menghasilkan partikel-partikel HDL yang lebih kecil

dan memfasilitasi bersihan HDL. Insulin juga merangsang produksi apo

A-I atau sekresi HDL nascent oleh hati. Oleh karena itu, pada individu

dengan obesitas dan resistensi insulin, terjadi penurunan partikel-partikel

HDL, terutama HDL2 yang lebih besar (dibandingkan dengan HDL 3

yang lebih kecil) dan HDL yang mengandung apoA-I (dikenal dengan

partikel-partikel LpA-I). Partikel-partikel LpA-I lebih efektif

dibandingkan dengan partikel-partikel LpA-I:A-II dalam proses reverse


17

cholesterol, oleh karena itu perubahan ini dianggap bersifat lebih

aterogenik.

4. Faktor Risiko Dislipidemia

1) Umur

Kadar lipoprotein terutama kolesterol LDL meningkat

seiring dengan bertambahnya usia. Penelitian dari Cooper Clinic,

USA terhadap pengaruh usia dengan profil lemak darah

membuktikan bahwa kenaikan total kolesterol pada laki-laki seiring

dengan bertambahnya umur. Banyak peneliti menyimpulkan bahwa

semakin tua usia seseorang, maka kemampuan reseptor LDL nya

juga akan berkurang sehingga kadar LDL darah meningkat dan

mempercepat terjadinya penyumbatan arteri. (Soeharto, 2002)

2) Jenis Kelamin

Dalam keadaan normal, pria memiliki kadar kolesterol yang

lebih tinggi dari pada wanita. Hal ini dipengaruhi oleh hormon

estrogen pada wanita yang dapat menurunkan LDL kolesterol,

meningkatkan HDL kolesterol dan trigliserida. Peningkatan

kolesterol pada wanita terjadi setelah menopause, kurangnya

hormon estrogen akibat menopause meningkatkan total kolesterol

dan lebih beresiko mengalami penyakit jantung. Beberapa studi

menyimpulkan bahwa setelah menopause diperkirakan 5-19%

wanita mengalami peningkatan kadar kolesterol (Krummel, 1996)


18

3) Keturunan

Hasil studi penelitian kesehatan menunjukkan bahwa

keturunan berhubungan dengan berbagai penyakit.

Hiperkolesterolemia cenderung terjadi dalam keluarga atau yang

disebut familial hyppercholesterolemia (FH), kelainan genetik yang

mempengaruhi fungsi reseptor LDL, dimana 80% kolesterol dalam

darah diproduksi oleh tubuh sendiri, ada sebagian orang yang

mempunyai kolesterol lebih banyak dibandingkan yang lain. Pada

kelompok tersebut, walaupun mereka mengonsumsi lemak jenuh

atau kolesterol sedikit, tubuh tetap memproduksi kolesterol lebih

banyak, kadar LDL nya dua kali lebih banyak dibandingkan

normal. (Ayuandira,2012)

Pada orang normal, jumlah LDL reseptor di liver dan

kemampuan penangkapan/ pemindahan LDL dari darah berada

dalam tingkat normal. Pada pasien FH heterozigot, produksi LDL

reseptornya hanya separo, sedangkan pada FH homozigot tidak ada

sama sekali, sehingga kadar LDL kolesterol di dalam darah

meningkat drastis. Orang yang mengonsumsi makanan tinggi

lemak, kolesterol yang berasal dari makanan masuk ke dalam liver

sehingga produksi LDL reseptor berkurang. Akibatnya pemindahan

LDL dari darah menurun dan kadar LDL dalam darah meningkat.

(Ayuandira, 2012)
19

4) Pola Konsumsi

Salah satu faktor resiko utama dyslipidemia yang dapat

dikendalikan adalah asupan lemak, terutama lemak jenuh. Lemak

jenuh dalam jumlah yang berlebihan berbahaya bagi tubuh karena

merangsang hati untuk memproduksi banyak kolesterol. Kolesterol

yang menumpuk dan mengendap lama kelamaan akan menghambat

aliran darah dan oksigen sehingga mengganggu metabolisme sel

otot jantung. Untuk menghindari penimbunan lemak dalam

pembuluh darah seseorang perlu mengurangi konsumsi lemak

jenuh, seperti lemak sapi, kambing, makanan bersantan dan

gorengan karena dapat meningkatkan kolesterol dalam darah

(Ayuandira, 2012).

Menurut WHO Lemak dibutuhkan oleh tubuh sekitar 20-

35% dengan pembatasan lemak jenuh <10%, MUFA 15-20% dan

PUFA 6-11% dari total energi yang dibutuhkan (WHO, 2008).

Setiap penurunan 1% kalori dari asam lemak jenuh

pada diet a k a n menurunkan kolesterol darah hampir 3 mg/dL

dan setiap 1% kenaikan kalori dari asam lemak tidak jenuh

majemuk dalam diet menghasilkan pengurangan kolesterol darah ±

1½ mg/dL (Soeharto, 2004). Lemak jenuh yang ditemukan pada

makanan hewani, seperti daging sapi, daging babi, jeroan dan

produk lemak lainnya berkaitan dengan resiko meningkatnya kadar

kolesterol darah. Lemak jenuh dapat meningkatkan absorbsi


20

kolesterol dalam diet atau mengurangi eksresinya. Lemak jenuh

merangsang produksi kolesterol secara berlebihan dalam hati atau

memudahkan penimbunan kolesterol dalam dinding pembuluh

darah.

Kebiasaan menggunakan minyak yang sama berulang kali

dapat meningkatkan LDL dan menurunkan HDL, karena asam

lemak tidak jenuh berubah menjadi asam lemak trans. Untuk itu,

konsumsi makanan yang mengandung asam lemak omega-3 dan

omega-6, seperti kacang-kacangan dan ikan harus ditingkatkan.

Begtitu juga dengan buah dan sayur yang mengandung serat, serat

pada buah-buahan dapat menurunkan kadar kolesterol HDL secara

efektif. (Ayuandira, 2012)

5) Obesitas

Obesitas merupakan suatu keadaan dengan akumulasi

lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa

sehingga dapat mengganggu kesehatan. Mengukur lemak tubuh

secara langsung sangat sulit, oleh karena itu dapat dilakukan

dengan perhitungan Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa

Tubuh (IMT) untuk menentukan berat badan lebih dan obesitas

pada orang dewasa.

Obesitas berhubungan dengan lipoprotein, penurunan HDL-

kolesterol, peningkatan trigliserida dan LDL-kolesterol, tertama

obesitas sentral. Pada umumnya, orang yang memiliki persen


21

lemak tubuh yang tinggi cenderung memiliki total kolesterol, LDL

dan trigliserida yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang

memiliki berat badan normal. Hal tersebut dibuktikan oleh

beberapa studi di Michigan-USA (Soeharto, 2004). Penelitian

Wood et al tahun 1991 membuktikan bahwa penurunan 5 kg lemak

tubuh mempengaruhi perubahan kadar HDL-kolesterol, LDL-

kolesterol, dan trigliserida. Selain itu, penelitian Dattilo et al tahun

1992 membuktikan bahwa setiap penurunan 1 kg BB, terjadi

penurunan 2 mg/dL total kolesterol (Kokkinos, 2010).

Berat badan seseorang 40-70% ditentukan secara genetik,

selain itu juga dipengaruhi lingkungan, kebiasaan makan,

kurangnya aktivitas fisik, dan kemiskinan/ kemakmuran. Obesitas

pada perempuan berakar pada obesitas pada masa kecil, obesitas

pada laki-laki terjadi setelah umur 30 tahun. Pada penderita

obesitas, konsentrasi asam lemak bebas, trigliserida, dan kolesterol

LDL-nya lebih tinggi dibandingkan dengan non-obes dan terdapat

morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi akibat PJK dan stroke

dibandingkan dengan non-obes (Sudoyo, 2007)

6) Aktivitas Fisik

Dewasa ini, sebagian masyarakat Indonesia cenderung

mempunyai aktivitas kurang gerak (sedentary activities) yang

disebabkan perubahan gaya hidup seperti perubahan pola kerja

akibat kemajuan dibidang teknologi khususnya dalam bidang


22

elektronik dan transportasi (Hadi & Purba, 2005). Melakukan

aktivitas fisik yang lama sangat membantu dalam mencegah

terjadinya kenaikan berat badan. Penurunan berat badan dengan

aktivitas fisik dapat mengurangi risiko kardiovaskuler dan diabetes

dibandingkan penurunan berat badan tanpa aktivitas fisik

(Soegondo, 2009).

Aktivitas fisik merupakan istilah umum untuk segala

pergerakan tubuh karena aktivitas otot yang akan meningkatkan

penggunaan energi. Terdapat tiga komponen dari aktivitas fisik

yaitu aktivitas yang dilakukan selama bekerja atau berhubungan

dengan pekerjaan, aktivitas yang dilakukan di rumah yang

merupakan bagian dari aktivitas sehari-hari, dan aktivitas yang

dilakukan pada saat waktu luang atau di luar pekerjaan serta

aktivitas harian termasuk di dalamnya adalah latihan fisik dan

olahraga. Menurut Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia (2013) aktivitas fisik secara teratur bermanfaat

untuk mengatur berat badan serta menguatkan sistem jantung dan

pembuluh darah Keim at al. (2004) menjelaskan bahwa aktivitas

fisik dan pola makan yang buruk telah diidentifikasi sebagai

penyebab utama kematian di Amerika Serikat. Kelebihan berat

badan dan meningkatnya obesitas merupakan penyebab dari

kombinasi diet yang buruk dan fisik yang tidak aktif hal ini bisa

menjadi nomor satu penyebab kematian.


23

7) Merokok (Keterpaparan Asap Rokok)

Merokok adalah salah satu faktor risiko atau penyebab

terjadinya penurunan kadar kolesterol HDL, Diabetes meliitus tipe

2, tekanan darah tinggi. Kebiasaan merokok terkait dengan

timbulnya gangguan pada profil lipid, diantaranya peningkatan

kadar LDL dan VLDL, serta penurunan kadar HDL. Kebiasaan

merokok dapat meningkatkan kadar LDL serum melalui beberapa

mekanisme, yang belum sepenuhnya diketahui, diantaranya adalah

akibat dari penyerapan nikotin yang terkandung dalam rokok

sehingga memicu pelepasan katekolamin, kortisol dan hormon

pertumbuhan. Pelepasan hormon ini akan mengaktivasi adenil

siklase pada jaringan adiposa, sehingga akan meningkatkan

lipolisis dan pelepasan asam lemak bebas ke dalam plasma, yang

selanjutnya akan dimetabolisme di hepar. Peningkatan kadar

hormon pertumbuhan dan katekolamin menyebabkan peningkatan

pelepasan insulin dalam darah, sehingga aktivitas lipoprotein lipase

(LPL) akan menurun. Hal ini menyebabkan perubahan profil lipid

serum, diantaranya peningkatan kadar kolesterol total, VLDL,

LDL, trigliserida dan penurunan kadar HDL. Hipotesis lain

menyatakan bahwa perokok memiliki kadar malondialdehid yang

lebih tinggi, yang berpengaruh pada kolesterol LDL yang memicu

ambilan LDL oleh makrofag dan menurunkan transpor dari

membran sel ke plasma (Andrews, 2006)


24

Mekanisme lain yang diduga menyebabkan gangguan pada

profil lipid adalah peningkatan kadar radikal bebas akibat rokok,

baik pada perokok aktif maupun pasif. Radikal bebas yang

berlebihan dalam tubuh menyebabkan peningkatan stress oksidatif,

yang dapat memicu peningkatan peroksidasi lipid, terutama LDL.

LDL yang teroksidasi memicu makrofag untuk memfagosit LDL

tersebut dan menyebabkan peningkatan akumulasi LDL di dinding

pembuluh darah dalam bentuk sel busa. Radikal bebas dari rokok

juga dapat memicu kerusakan pada endotel pembuluh darah,

sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya plak atheroma

(Barnoya, 2005).

8) Stres

Stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap stressor

psikososial (tekanan mental/beban kehidupan). Stres secara

bergantian digunakan untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan

intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respon psikologis,

prilaku dan subjektif terhadap stress konteks yang menjembatani

antara individu dengan stimulus yang membuat stress; semua

sebagai suatu system (WHO, 2013).

Stress dalam hubungannya dengan lemak darah dipicu oleh

peningkatan hormone adrenalin dalam darah sehingga

menyebabkan kadar asam lemak bebas juga meningkat. Hal ini

menyebabkan persediaan energi yang ekstra yang apabila tidak


25

dibarengi dengan aktifitas fisik maka energi tersebut akan diubah

oleh hati menjadi kolesterol dan trigliserida yang kemudian beredar

dalam darah yang dapat menimbulkan aterosklerosis sebagai factor

pemicu PJK dan Stroke (Fitriyani R, 2017)

5. Penatalaksanaan Dislipidemia

Tatalaksana Dislipidemia terdiri dari dua terapi yaitu terapi non

farmakologi dan terapi farmakologi. (PERKI, 2017)

1) Terapi non farmakologi

a. Diet

Diet yang dapat dipakai untuk menurunkan kolesterol LDL

adalah diet asam lemak tidak jenuh seperti MUFA dan PUFA

karena faktor diet yang paling berpengaruh terhadap peningkatan

konsentrasi kolesterol LDL adalah asam lemak jenuh. PUFA

omega-3 tidak mempunyai efek hipokolesterolemik langsung,

tetapi kebiasaan mengonsumsi ikan (mengandung banyak PUFA

omega-3) berhubungan dengan reduksi risiko kardiovaskular

independen terhadap efek pada lipid plasma. Konsumsi PUFA

omega-3 pada dosis farmakologis (>2 gram/hari) mempunyai efek

netral terhadap konsentrasi kolesterol LDL dan mengurangi

konsentrasi TG.

Data dari penelitian klinis acak, kasus kelola, dan kohor

menunjukkan bahwa konsumsi PUFA omega-6 setidaknya 5%

hingga 10% dari total energi mereduksi risiko PJK. Konsumsi


26

PUFA omega-3, PUFA omega-6, dan MUFA berhubungan dengan

peningkatan konsentrasi kolesterol HDL sampai 5% dan penurunan

TG sebesar 10-15%. Asam lemak trans diproduksi dari minyak

nabati dengan cara hidrogenasi, dan dapat ditemukan secara alami

di dalam lemak hewani. Asam lemak trans meningkatkan

kolesterol LDL dan menurunkan kolesterol HDL.

Sumber asam lemak trans di dalam diet biasanya berasal

dari produk yang terbuat dari minyak terhidrogenasi parsial seperti

biskuit asin (crackers), kue kering manis (cookies), donat, roti, dan

makanan lain seperti kentang goreng atau ayam yang digoreng

memakai minyak nabati yang dihidrogenasi. Diet karbohidrat

bersifat netral terhadap kolesterol LDL, sehingga makanan kaya

karbohidrat merupakan salah satu pilihan untuk menggantikan diet

lemak jenuh.105 Di lain pihak, diet kaya karbohidrat (>60% kalori

total) berhubungan dengan penurunan konsentrasi kolesterol HDL

dan peningkatan konsentrasi TG. Oleh karena itu, asupan

karbohidrat dianjurkan kurang dari 60% kalori total.

Asupan lebih rendah dianjurkan bagi pasien dengan

peningkatan konsentrasi TG dan konsentrasi kolesterol HDL

rendah seperti yang ditemukan pada pasien sindrom metabolik.

Diet makanan tinggi serat seperti kacang-kacangan, buah, sayur,

dan sereal memiliki efek hipokolesterolemik langsung.


27

b. Aktivitas fisik

Tujuan melakukan aktivitas fisik secara teratur adalah

mencapai berat badan ideal, mengurangi risiko terjadinya sindrom

metabolik, dan mengontrol faktor risiko PJK. Pengaruh aktivitas

fisik terhadap parameter lipid terutama berupa penurunan TG dan

peningkatan kolesterol HDL. Olahraga aerobik dapat menurunkan

konsentrasi TG sampai 20% dan meningkatkan konsentrasi

kolesterol HDL sampai 10%. Sementara itu, olahraga berupa

latihan resistensi hanya menurunkan TG sebesar 5% tanpa

pengaruh terhadap konsentrasi HDL. Efek penurunan TG dari

aktivitas fisik sangat tergantung pada konsentrasi TG awal, tingkat

aktivitas fisik, dan penurunan berat badan. Tanpa disertai diet dan

penurunan berat badan, aktivitas fisik tidak berpengaruh terhadap

kolesterol total dan LDL. Aktivitas fisik yang dianjurkan adalah

aktivitas yang terukur seperti jalan cepat 30 menit per hari selama

5 hari per minggu atau aktivitas lain setara dengan 4-7 kkal/menit

atau 3-6 METs. (Ayuandira,2012)

c. Penurunan berat badan

Indeks Massa Tubuh dan lingkar pinggang dipakai sebagai

ukuran untuk menilai obesitas umum dan obesitas abdominal. Baik

obesitas umum maupun obesitas abdominal berhubungan dengan

risiko kematian. Konsep obesitas terutama dihubungkan dengan

konsep sindrom metabolik. Untuk semua pasien dengan kelebihan


28

berat badan hendaknya diusahakan untuk mengurangi 10% berat

badan. Walaupun ukuran antropometri lain seperti lingkar

pinggang atau rasio pinggul terhadap pinggang dapat menambah

informasi, IMT sendiri adalah prediktor kuat untuk mortalitas

secara keseluruhan. Lingkar pinggang normal untuk Asia adalah

<90 cm untuk pria dan <80 cm untuk wanita.71,116 Bertambahnya

mortalitas secara progresif akibat peningkatan IMT terutama

berhubungan dengan mortalitas penyakit vaskular.

Hubungan antara IMT dengan kematian di Asia

menunjukkan perbedaan antar etnis. Indeks Massa Tubuh yang

tinggi berhubungan dengan peningkatan mortalitas pada etnis Asia

Timur (Cina, Jepang, dan Korea), tetapi tidak pada etnis India dan

Bangladesh. Walaupun pengaruh penurunan berat badan terhadap

kolesterol total dan LDL hanya sedikit, untuk semua pasien dengan

kelebihan berat badan direkomendasikan untuk mengurangi 10%

berat badan.36Setiap penurunan 10 kg berat badan berhubungan

dengan penurunan kolesterol LDL sebesar 8 mg/dL.

Konsentrasi kolesterol HDL justru berkurang saat sedang

aktif menurunkan berat badan dan akan meningkat ketika berat

badan sudah stabil.Setiap penurunan 1 kg berat badan berhubungan

dengan peningkatan kolesterol HDL sebesar 4 mg/dL dan

penurunan konsentrasi TG sebesar 1,3 mg/dL.118 Sebuah studi

dengan masa pemantauan maksimum 13,5 tahun menunjukkan


29

bahwa intervensi gaya hidup yang intensif pada penderita DM tipe

2 dengan kelebihan berat badan (overweight) atau obesitas tidak

menurunkan kolesterol tetapi menurunkan HbA1C dan semua

risiko kardiovaskular. Studi ini menunjukkan bahwa intervensi

berupa penurunan berat badan minimal 7%, meningkatan aktivitas

fisik, dan mengurangi asupan kalori pada pasien yang mendapat

terapi obat proteksi kardiovaskular tidak menurunkan laju kejadian

kardiovaskular. (Ayuandira,2012)

d. Menghentikan kebiasaan merokok

Merokok berhubungan dengan proses metabolis yang

berefek pada lipoprotein termasuk didalamnya meningkatkan asam

lemak bebas, glukosa dan VLDL serta menurunkan HDL. Berhenti

merokok berhubungan dengan peningkatan rata-rata HDL 6-8

mg/dl. (Ayuandira,2012)

2) Terapi farmakologi

Terapi menggunakan obat-obatan bertujuan untuk

mengurangi kadar kolesterol total, namun potensi dari masing-

masing obat bervariasi (Gotto, 2002). Berikut ini adalah golongan

obat yang biasa digunakan dalam terapi untuk menurunkan kadar

kolesterol LDL:

a. Bile acid sequestrant (Resin)

Obat ini menurunkan kadar kolesterol dengan mengikat

asam empedu dalam saluran cerna yang dapat mengganggu


30

sirkulasi enterohepatik sehingga eksresi steroid yang bersifat asam

dalam tinja meningkat. Terdapat tiga jenis resin yaitu kolestiramin,

kolestipol, dan kolesevelam. Terapi menggunakan resin dapat

menimbulkan beberapa gejala gastrointestinal, seperti konstipasi,

nyeri abdomen, perut kembung dan terasa penuh, mual dan

flatulensi (wells dkk, 2009).

b. Hydroxymethylglutaryl-Coenzime A Reductase (Statin)

Obat yang sangat efektif dalam menurunkan kolesterol

total dan LDL didalam darah adalah statin dan telah terbukti

mengurangi kejadian jantung koroner bahkan juga mengurangi

kematian total akibat penyakit jantung koroner (Neal,2002). Ketika

digunakan sebagai monoterapi, statin merupakan golongan obat

anti hiperlipidemia paling potensial menurunkan kadar kolesterol

total dan LDL dalam darah, dan umumnya dapat ditoleransi dengan

baik total kolesterol dan LDL dalam darah dapat berkurang hingga

30% bahkan lebih jika dikombinasikan dengan terapi diet, menurut

joint formulary commite (2008).

Ada 5 jenis statin yang tersedia, dua diantaranya dalam

generik yaitu simvastatin (generik), ravastatin (generik),

atorvastetin (ipitorR), fluvastatin (LescolR), rosuvastatin

(crestorR). Statin menghambat enzim HMG-COA reduktase secara

kompetitif. Enzim tersebut adalah enzim yang bertanggung jawab

dalam konversi HMG-COA yang menjadi mevalonat, yang


31

merupakan jalur awal biosintesis kolesterol (Ito, 2013). Statin

umumnya diberikan setelah makan malam atau sebelum tidur.

Penurunan terhadap kadar kolesterol total dan LDL terjadi ketika

obat tersebut diberikan kpada malam hari, sebab biosintesis

kolesterol mencapai puncaknya ketika malam hari (Gotto, 2002).

Statin umumnya ditoleransi dengan baik, meskipun penggunaan

statin berhubungan dengan peningkatan kadar transaminase hati.

Peningkatan ini tergantung pada penggunaan dosis. Pasien dengan

gangguan hati harus dipantau secara ketat ketika mendapat obat

golongan statin. Efek samping secara umum yaitu menyebabkan

kram otot dan kesemutan. Statin diklasifikasikan sebagai kategori x

pada kehamilan (Ross dkk., 2009).

c. Derivat Asam Fibrat

Terdapat empat jenis derivat asam fibrat yaitu gemfibrozil,

bezafibrat, siprofibrat, dan fenofibrat. Obat ini dapat menurunkan

trigliserida plasma, selain menurunkan sintesis trigliserida dihati,

obat ini juga dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL. Obat ini

dapat menyebabkan keluhan gastrointestinal, rash, pusing, dan

peningkatan kadar transaminase serta fosfatase alkali (weins, et al

2009)

d. Asam Nikotinik

Obat ini dapat menurunkan sintesis hepatik VLDL, sehingga

pada akhirnya dapat menurunkan sistesis LDL. pemberian asam


32

nikotinik juga dapat meningkatkan kolesterol HDL dengan cara

mengurangi katabolisme HDL. Efek samping yang paling sering

terjadi adalah flushing, yaitu perasaan panas di muka bahkan di badan.

Efek samping yang paling berbahaya adalah gangguan fungsi hati

yang ditandai dengan peningkatan kadar fosfotase alkali dan

transaminase (weins, et al 2009)

e. Ezetimibe

Obat ini termasuk obat penurun lipid yang terbaru dan bekerja

sebagai penghambat selektif penyerapan kolesterol, baik yang berasal

dari makanan maupun asam empedu di usus halus. Ezetimibe yang

merupakan inhibitor absorbsi kolesterol menurunkan LDL ketika

ditambahkan juga pada pengobatan dengan statin (Kastelein., et al.

2008).

f. Asam Lemak Omega 3

Mekanisme yang mendasari efek penurunan TG dari terapi

PUFA omega 3 (EPA dan DHA) tidak diketahui dengan jelas,

diperkirakan sebagian disebabkan oleh kemampuannya berinteraksi

dengan PPAR dan menurunkan sekresi apoB.4 Sebuah studi meta-

analisi menunjukkan efek netral asam lemak omega 3 terhadap luaran

kardiovaskular. Diperlukan data tambahan untuk menempatkan PUFA

omega 3 dalam terapi HTG. Efikasi PUFA omega 3 terhadap luaran

kardiovaskular pada pasien HTG saat ini sedang dievaluasi dalam 2

studi klinis acak yaitu Reduction of Cardiovascular Events with EPA-


33

Intervention Trial (REDUCE-IT) dan Outcomes Study to Assess

STatin Residual Risk Reduction with Epa Nova in HiGh CV Risk

PatienTs with Hypertriglyceridemia (STRENGTH).

Walau dianggap aman, terapi dengan PUFA omega 3 dapat

meningkatkan risiko perdarahan terutama jika diberikan bersama

aspirin/klopidogrel.4 Data dari 1 studi menunjukkan terapi PUFA

omega 3 dosis tinggi berhubungan dengan risiko kanker prostat.

(PERKI. 2017)

B. Jamur Kuping

1. Taksonomi dan Morfologi

Jamur kuping (Auricularia auricula J.) merupakan salah satu

dari jenis jamur kayu dengan ciri-ciri: badan buah kenyal seperti

gelatin jika berada dalam keadaan segar dan menjadi keras seperti

tulang jika kering, berbentuk mangkuk atau kadang-kadang dengan

cuping seperti kuping yang berasal dari titik pusat perlekatan,

diameter 2-15 cm, tipis berdaging dan kenyal. Hidup soliter atau

bergerombol pada batang kayu, ranting mati, tunggul kayu dan lain-

lain; melekat pada substrat secara sentral atau lateral. Penyebaran pada

kayu keras dan konifer. Badan buah jamur sering kali dijumpai

pada musim hujan. Jamur kuping kebanyakan dijual sebagai

jamur awetan kering yang berwarna coklat kehitaman dan keras.

Jamur ini akan menjadi kenyal kembali jika direndam dalam air. Jamur

ini sering disajikan direstoran cina dalam berbagai menu. Himeola


34

curricula Judae merupakan jamur kuping yang sering kali dijumpai

hidup liar di Indonesia (Gunawan, 2001).Sesuai dengan namanya,

jamur kuping bentuknya sangat mirip dengan daun telinga. Warnanya

merah muda sampai kemerah. Jamur ini terasa kenyal saat digigit.

Badan buahnya berlekuk-lekuk dengan lebar antara 3-8 cm.

permukaan atasnya agak mengkilap, sering kali berurat, dan halus.

Bagian bawahnya berbulu mirip bludru, jamur ini tidak bertangkai.

Ada dua spesies yang terkenal dan banyak dibudidayakan, yakni

Auricularia polytricha dan Auricularia auricula Judae. Ukuran dan

bentuknya beragam, ada yang kecil dan tebal, mirip kuping tikus;

yakni jenis Tyremella fuciformis, tetapi jenis ini jarang

dibudidayakan di Indonesia. Di dataran Cina jamur kuping dikenal

dengan sebutan be munk o atau telinga pohon. Di Jawa Barat

dinamakan supalember (Tim Redaksi Agro Media Pustaka, 2005).

Dengan mengetahui taksonomi dan jenis-jenis jamur kuping maka

akan membantu petani jamur dalam membudidayakannya.

Berikut ini taksonomi secara lengkap jamur kuping.

Divisio :Thalophyta

Subdivisio : Fungi

Classis : Heterobasidiomycocetes

Subclalasis : Phagmobacidiomycetes

Ordo : Auriculariales

Familia : Auriculariaceae
35

Genus : Auricularia

Spesies : Auricularia auricula Judae

Gambar. 2.1 Jamur Kuping

2. Komposisi Zat Gizi

Kandungan gizi dari Jamur Kuping per 100g dapat dilihat

dalam Table 2.1

Tabel 2.1. Kandungan Gizi Jamur Kuping kering dalam 100 gram
Kandungan zat gizi Jumlah Satuan
Kalori 128,0 Kalori
Air 15,0 Gram
Protein 9,25 Gram
Serat 70,1 Gram
Abu 2,21 Gram
Karbohidrat 64 Gram
Lemak 0,73 Gram

(Sumber : Nunung dan Abbas, 2001)


36

C. Ikan Patin

1. Pengertian

Ikan patin (Pangasius Hipotalamus ) merupakan salah satu jenis

ikan air tawar populer. Ikan ini sangat potensial untuk dibudidayakan di

Indonesia. Tercatat pada tahun 2011, produksi ikan patin di Indonesia

mencapai 229.267 ton dengan kontribusi 16,11% dari produksi patin

dunia (FAO, 2013).

Ikan patin merupakan produksi terbesar di kabupaten Banjar ,

data sementara produksi patin di Provinsi Kalimantan Selatan pada 2014

sebesar 25.500 ton. Produksi patin di provinsi ini berkontribusi sebesar

6,3% terhadap produksi patin nasional yang mencapai 403.000 ton. (Ihda

Fadila,2015)

Sebagai ikan konsumsi, daging ikan patin memiliki kandungan

kalori dan protein cukup tinggi, rasa dagingnya pun gurih. Daging ikan

ini rendah sodium sehingga cocok bagi orang yang sedang diet garam.

Selain itu, daging ikan ini mudah dicerna oleh usus serta mengandung

kalsium, zat besi dan mineral yang sangat baik untuk kesehatan.

Kandungan gizi dari ikan patin adalah 68,6% protein, 5,8% lemak, 3,5%

abu dan 51,3% air (Hernowo, 2001).

2. Taksonomi dan Morfologi

Ikan patin (Pangasius sp) termasuk famili Pangasidae, yaitu jenis

ikan yang mempunyai lubang mulut kecil, berpinggiran rongga mata

yang bebas, sirip punggung tambahan sangat kecil dan bersungut


37

dihidung. Sesuai dengan klasifikasinya, ikan patin adalah sebagai

berikut:

Phylum : Chordata

Klas : Pisces

Sub Klas : Teleostei

Ordo : Ostariophsi

Sub ordo : Siluroidea

Famili : Pangasidae

Genus : Pangasius

Spesies : Pangasius sp.

(Sumber: Erwan, 2015).

Gambar 2.2. Ikan Patin (Pangasius sp)

Ikan patin (Pangasius sp) adalah salah satu jenis ikan air tawar

yang berasal dari perairan umum. Jenis ikan ini mulai populer

setelah berhasil dipijahkan dalam kolam. Pada mulanya, ikan patin

dibiarkan hidup liar di sungai-sungaibesar yang bermuara ke laut.

Ikan patin termasuk jenis ikan air tawar asli Indonesia yang tersebar
38

di sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan. Ikan ini hidup dan

berkembang di sungai dan kawasan sepanjang daerah aliran sungai

(DAS) Musi, Mahakam, Barito,Kapuas, dan lain-lain(Meida. N.R, 2017).

Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang

dapat tumbuh besar. Ikan patin yang hidup di perairan alami dapat

tumbuh mencapai ukuran panjang sekitar 1,2 meter. Beberapa kerabat

ikan patin yang berkembang di berbagai Negara adalah ikan Juaro

(Pangasius polyuranodo), P.macronema, P.micronemus, P. nasutus, P.

nieuwenhuisii. Ikan patin diperdagangkan dengan nama ikan pangas

(Djarijah, 2001).

Ikan patin memiliki bentuk bahan yang panjang dan agak

pipih. Tubuhnya licin seperti lele karena ikan ini tidak memiliki

sisik. Adapun warna tubuhnya putih seperti perak dengan punggung

berwarna hitam kebiru-biruan. Kepala patin relatif kecil dengan mulut

terletak di ujung kepala. Hal ini merupakan ciri khas golongan cat

fish. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek. Kumis ini

berfungsi sebagai peraba. Sirip punggung memiliki sebuah jari-jari

keras yang berubah menjadi patil yang bergerigi dan besar di

sebelah belakangnya. Jari-jari lunak sirip punggung terdapat enam

atau tujuh buah. Pada punggungnya terdapat sirip lemak yang

berukuran kecil sekali. Adapun sirip ekornya membentuk cagak dan

bentuknya simetris. Ikan patin ini tidak memiliki sisik. Sirip

duburnya panjang, terdiri dari 30-33 jari lunak, sedangkan 12-13


39

jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi senjata

yang dikenal sebagai patil. Antara sirip punggung dengan batang ekor

terdapat sirip lemah. Pada pangkal sirip dada dan sirip punggung

masing-masing terdapat patil, yaitu tulang yang keras dan tajam

serta bergerigi pada bagian belakangnya (Meida. N.R, 2017).

Ikan patin termasuk ikan dasar. Hal ini bisa dilihat dari

bentuk mulutnya yang agak bawah. Habitatnya di sungai-sungai

besar dan muara-muara sungai yang tersebar di Indonesia, India, dan

Myanmar. Daging ikan patin sangat gurih dan lezat sehingga

terkenal dan sangat digemari oleh masyarakat (Purbowinanto,

2003).Di Indonesia, dikenal dua macam ikan patin, yaitu patin lokal

(Pangasius sp)dan patin siam atau Bangkok (Pangasius

hypophtalmus). Ikan patin lokal Indonesia memiliki kemampuan

reproduksi lebih kecil dibandingkan dengan ikan patin siam, khususnya

ikan patin yang banyak diproduksi saat ini adalah ikan patin

Bangkok atau patin siam (Pangasius hypophtalmus)(Djarijah, 2001).


40

3. Komposisi Zat Gizi

Tabel 2.2. Kandungan Gizi Ikan Patin dalam 100 gram


Komponen Basis Basah (%)
Kalori 89 kkal
Karbohidrat 0g
Protein 14,9 g
Lemak 2,96 g
Lemak Jenuh 0,628 g
Lemak Tak Jenuh Ganda 0,779 g
Lemak Tak Jenuh Tuggal 1,169 g
Kolesterol 37 mg
Sodium 55 mg
Kalium 127 mg
(fat secret, 2012)

Berdasarkan penelitian, ikan patin memiliki kandungan gizi yang

tinggi. Manfaat ikan patin karenanya sangat banyak. Ikan yang

dagingnya sangat lembut ini kaya akan dua asam lemak esensial DHA

dan EPA. Asam lemak esensial ini dikenal dengan Omega-3, yang sangat

baik untuk kesehatan tubuh dan otak. Omega-3 dipercaya mendukung

kecerdasan anak dan memperkuat system kekebalan tubuh. Kadar DHa di

dalam ikan patin mencapai 5,45 % sedang kadar EPA mencapai 0,78 %.

(Dinas Perikanan Kabupaten Buleleng. 2018)


41

D. Sosis

1. Pengertian

Gambar 2.3. Sosis

Sosis adalah contoh emulsi minyak dalam air dimana lemak

berfungsi sebagai fase diskontinu dan air sebagai fase kontinu,

sedangkan protein daging berfungsi sebagai pengemulsi (Kramlich,

1971). Istilah sosis mencakup berbagai jenis ragam dari produk tersebut

mulai dari salami yang merupakan sosis kering asap sampai sosis

masak (Wilson et al. 1981).

Sosis adalah contoh emulsi minyak dalam air dimana lemak

berfungsi sebagai fase diskontinu dan air sebagai fase kontinu,

sedangkan protein daging berfungsi sebagai pengemulsi (Kramlich,

1971).

Emulsi daging adalah suatu system dua fase yang terdiri dari

suatu disperse dua cairan atau senyawa yang tidak bercampur, ya ng

satu terdispersi yang lain. Cairan yang membentuk globula -globula

kecil disebut fase disperse atau fase diskontinu, dan cairan tempat

terdispersinya globula -globula tersebut disebut fase kontinu. Struktur


42

produk daging, misalnya sosis hati, frank furter dan bologna adalah

contoh suatu emulsi lemak dalam air (Soeparno, 1998).

Menurut Wilson (1981), proses pembuatan sosis sangat

dipengaruhi oleh kemampuan daging yang dengan penambahan garam,

air serta bahan pembantu seperti polifosfat dan bahan lain yang

berfungsi untuk membentuk emulsi dengan lemak yang stabil.

Kestabilan emulsi ini ditunjukkan dengan tidak terpisahnya lemak dari

sosis. Berdasarkan metode pembuatannya, sosis dikelompokkan ke

dalam enam kelas. yaitu : sosis segar, sosis tidak dimasak tapi diasap,

sosis dimasak dan diasap, sosis dimasak, sosis kering dan semi kering

serta difermentasi dan sosis spesialitas daging masak (Kramlich, 1971).

2. Standar Mutu

Standard mutu sosis ikan diatur dalam Standard Nasional

Indonesia (SNI) yang ditetapkan oleh Dewan Standard Nasional (DSN).

Menurut SNI sosis adalah produk makanan yang dibuat dari campuran

daging ikan halus dengan campuran tepung atau pati dengan atau tanpa

penambahan bumbu atau penambahan bahan-bahan tambahan makanan

lain yang diinginkan dan dimasukkan ke dalam selongsong sosis.

Standard mutu sosis menurut Standar Nasional Indonesia dapat dilihat

dalam Table 2.3


43

Tabel 2.3. Syarat Mutu Sosis Ikan (Standar Nasional Indonesia)

Sumber : Standar Nasional Indonesia (SNI) sosis ikan

3. Standar Pembuatan Sosis Ikan (Waridi.2004)

Sosis ikan merupakan salah satu produk olahan daging ikan

yang dibuat dengan cara menggiling dan menghaluskan daging serta

diberikan bumbu, kemudian dibentuk seperti silinder (bulat panjang)

menggunakan selongsong (casing sosis). Sosis dibuat menurut selera

lokal, sehinga komposisi dan jenis bumbu yang digunakan bervariasi

sesuai daerah masing-masing.

Protein merupakan faktor terpenting dalam pembentukan emulsi

daging yang stabil, sehingga suhu selama penggilingan harus dikontrol

agar tidak lebih dari 22oC. Untuk mempertahankan suhu di bawah

22oC selama penggilingan dan pencampuran bahan tambahan perlu

ditambahkan es sekitar 15 – 30% dari berat filet.


44

Adonan sosis merupakan emulsi minyak dalam air. Untuk

memperkuat emulsi air dan lemak, dapat ditambahakn bahan pengikat

seperti susu skim atau konsentrat protein kedelai. Penambahan bahan-

bahan yang mengandung karbohidrat seperti tepung tapioka, tepung

terigu, tepung sagu atau tepung beras dapat membentuk tekstur sosis

yang kompak (padat). Pembungkus sosis (casing ) khususnya pada sosis

ikan dapat digunakan casing buatan yang terbuat dari selulosa, serat dan

kalogen.

Bahan tambahan dan bumbu untuk pembuatan sosis ikan adalah

tepung tapioka 10% - 15%, garam halus 2,5 – 3%, bawang putih 3%,

bawang merah 2,5%, minyak goreng 3%, lada halus 0,5%, gula halus

1,5% dan MSG 0,75 - 1% dari berat filet.

Pemasakan sosis dapat dilakukan dengan perebusan atau

pengasapan. Pemasakan sosis bertujuan untuk menyatukan komponen

adonan sosis, memantapkan warna, memberikan aroma dan rasa

(flavor) yang khas, menonaktifkan enzim dan mikroorganisme sehingga

dapat memperpanjang masa simpan.

Pemasakan dengan perebusan dapat dilakukan dengan dua

tahapan. Perebusan pertama menggunakan suhu 60oC selama 15 – 20

menit. Perebusan kedua dengan suhu 80oC - 90oC sampai matang ( ± 15

menit). Sedangkan untuk proses pengasapan, dimulai dari suhu rendah

(32 – 38oC dengan kelembaban 90%) selama 10-20 menit, kemudian


45

suhu dinaikkan menjadi 74oC dengan kelembaban 75% - 80% sampai

matang.

4. Bahan Membuat Sosis

a. Ikan

Ikan didefinisikan secara umum sebagai hewan yang hidup

di air, bertulang belakang, poikiloterm (hewan yang suhu tubuhnya

kira-kira sama dengan suhu lingkungan sekitarnya / hewan

berdarah dingin), bergerak dengan menggunakan sirip, bernafas

dengan insang, dan memiliki gurat sisi (linea lateralis) sebagai

organ keseimbangannya. Ikan dapat digunakan sebagai

bioindikator karena mempunyai daya respon terhadap adanya

bahan pencemar. Ikan dapat menunjukkan rekasi terhadap

perubahan fisik air maupun terhadap adanya senyawa pencemar

yang terlarut dalam batas kosentrasi tertentu. (Chahaya, dan Indra

2003).

Umumnya sosis daging dilakukan penambahan lemak yang

berguna untuk membentuk sosis yang kompak dan empuk, namun

berbeda dengan sosis ikan yang dimana pada umumnya daging

ikan berdaging putih mempunyai elastisitas yang lebih baik dari

pada ikan berdaging merah. Dalam pengolahan, kemampuan

membentuk elastisitas daging ikan dipengaruhi oleh protein

miofibrilar (Teltje Koapaha dkk.2011). Sedangkan menurut Suzuki


46

(1983), protein miofibrilar meliputi 66 – 77% dari total daging ikan

mengandung miosin. Miosin memegang peranan penting dalam

penggumpalan dan pembentukan gel bila daging ikan diproses.

b. Tapioka

Tapioka adalah tepung pati yang diekstrak dari umbi

singkong. Tepung tapioka juga mempunyai beberapa sebutan lain,

seperti tepung singkong atau tepung kanji. Dalam bahasa Sunda

dikenal sebagai aci sampeu. (Wikipedia,2019)

Tapioka memiliki sifat-sifat yang serupa dengan tepung sagu,

sehingga penggunaan keduanya dapat dipertukarkan. Bahkan,

dalam percakapan sehari-hari, orang Betawi pun menamainya

tepung sagu. (Wikipedia,2019)

c. Putih Telor

Putih telur adalah cairan putih (disebut juga albumen atau

glair/glaire) yang terkandung di dalam sebuah telur. Cairan ini

terdapat di dalam telur yang sudah dibuahi dan yang belum

dibuahi. Putih telur terdiri dari 10% protein terlarut di air.

(Wikipedia, 2019).

Salah satu bahan tambahan yang dapat meningkatkan

kualitas sosis adalah telur. Telur mengandung protein dan dapat

berperan sebagai binding agentyakni mengikat bahan-bahan lain

sehingga menyatu yang diharapkan dapat memperoleh sosis

dengan kualitas yang lebih baik (Evanuarini, 2010)


47

d. Es Batu

Pada pembuatan sosis diperlukan penambahan es batu

untuk memepertahankan suhu daging pada saat penggilingan tetap

dingin sehingga dapat meminimalisasi terjadinya denaturasi

protein. Denaturasi protein akan mengubah struktur protein daging

sehingga akan berpengaruh terhadap daya ikat air. Daya ikat air

oleh protein atau Water Holding Capacity atau Water Binding

Capacity (WHC atau WBC) adalah kemampuan daging untuk

mengikat air ditambah pengaruh dari luar misalnya pemotongan

daging, pemanasan, penggilingan dan tekanan. Kapasitas gel adalah

kemampuan daging menyerap air secara spontan dari lingkungan

yang mengandung cairan (Soeparno, 1992).

e. Bumbu - bumbu

a) Bawang Putih

Bawang putih atau garlic (Inggris) merupakan anggota

Allium yang mungkin paling popular. Bawang yang mempunyai

nama ilmiah Allium sativum ini diduga merupakan keturunan

bawang liar Allium longicurpis Regel, yang tumbuh di daerah Asia

Tengah yang beriklim subtropis. Bawang putih tidak hanya

terkenal sebagai bumbu penyedap tetapi juga obat. Di dalam

bawang putih terdapat kandungan senyawa allisin yang

menentukan bau khas bawang putih, senyawa ini mempunyai daya

anti bakteri yang kuat (Wibowo, 1999).


48

b) Bawang Bombay

Bawang bombay diperkirakan berasal dari daerah Asia Tengah

yang beriklim subtropis. Dalam silsilahnya, bawang Bombay yang

disebut juga bawang timur berada dalam satu garis keturunan

dengan bawang merah dan mempunyai nama ilmiah Allium cepa L.

Umbi bawang Bombay merupakan umbi lapis dengan lapis yang

tebal. Bentuknya bermacam-macam, mulai dari bulat, bulat

panjang, bulat pipih, pipih sampai lonjong. Warnanya ada yang

merah, merah kekuningan dan ada yang putih. Dibanding umbi

bawang merah, di samping ukurannya lebih besar, bau dan aroma

bawang Bombay lebih lembut dan kurang tajam (Wibowo, 1999).

c) Pala

Pala adalah salah satu hasil tanaman rempah-rempah yang

merupakan barang ekspor yang penting bagi Indonesia. Pala

merupakan bagian kernel dari biji yang berwarna keputih-putihan.

Buah pala berdasarkan beratnya terdiri dari 80,5% daging buah,

3,5% fuli dan 16% biji pala. Bagian terpenting dari biji pala adalah

minyak atsiri dengan kadar 2-15% dan lemak atau fixed oil dengan

kadar 30-40% dari beratnya (Riesnawaty, 2007).

d) Garam

Natrium klorida adalah komponen bahan pangan yang tak

dapat diabaikan. Garam dapur paling umum digunakan sebagai

bahan tambahan makanan dan pengawet hasil perikanan. Fungsi


49

utama garam adalah untuk mengatur rasa. Garam akan memberikan

rasa pada bahan-bahan lainnya dan membantu untuk meningkatkan

sifat-sifat adonan. Selain itu garam berfungsi untuk menguatkan

flavor, memperkuat struktur, mengontrol waktu fermentasi,

menambah kegiatan gluten (Winarno, 2002).

e) Lada

Lada biasanya ditambahkan pada bahan makanan sebagai

penyedap masakan. Lada sangat digemari karena memiliki dua sifat

penting yaitu rasanya yang pedas dan aromanya yang khas. Kedua

sifat tersebut disebabkan kandungan bahan-bahan kimiawi organik

yang terdapat pada lada. Rasa lada yang pedas disebabkan adanya

zat piperin serta khavisin yang merupakan persenyawaan dari

piperin dengan alkaloida (Rismunandar, 1993).

f. Selongsong

Casing digunakan untuk memberikan bentuk dan ukuran

yang disukai oleh konsumen. Casing sosis dibedakan sebagai

casing alami dan casing buatan. Casing alami ini dibuat dari

usus besar sapi, babi, kuda dan lainnya. Untuk casing buatan,

pada umumnya dibuat dari selulosa, bahan berserat, plastik dan

kolagen. Namun demikian yang paling baik adalah casing buatan

dari kolagen (Koswara, 2009). Menurut Kramlich

(1973),selongsong buatan terdiri atas empat kelompok yaitu

sellulosa, kolagen yang dapat dimakan, kolagen yang tidak


50

dapat dimakan dan plastik. Pada dasarnya selongsong alami

adalah kolagen, selama pengolahan sosis, selongsong alami

dalam keadaan basah mudah ditembus olah asap dan cairan.

Selongsong alami menjadi kurang permeabel karena pengeringan

dan pengasapan.

5. Proses Pembuatan Sosis ( Essien. E, 2003, Wood head Publishing,

UK)

Proses pembuatan sosis meliputi beberapa tahap, yaitu:

1) Persiapan bahan dan bumbu-bumbu : Putih telur, tepung tapioka,

garam, bumbu, saltpeter (nitrit/nitrat), emulsifier. Produk terbaik

akan dihasilkan jika digunakan bahan-bahan terbaik juga

2) Penggilingan daging (meat grinding) : memperkecil ukuran daging

sehingga mudah dicampur dengan bahan lain

3) Pencampuran daging dan bumbu-bumbu (mixing) : mencampur

bumbu-bumbu dan daging cincang secara merata

4) Proses emulsifikasi : Pada proses ini juga ditambah sepihan es

untuk mengurangi efek panas. Terjadinya emulsi yang stabil sangat

ditentukan oleh sifat fungsional protein daging sebagai pengemulsi

(emulsifier). Selain daging, sumber pengemulsi lain adalah telur

dan juga emulsifierberupa konsentrat protein

5) Pengisian adonan ke dalam selongsong : Selongsong sosis atau

casingatau skinterbuat dari bahan alami (usus hewan) atau bahan

buatan pabrik atau artifisial seperti selulosa, kolagenatau plastik


51

(Lihat Materi Tentang Selongsong). Setelah selongsong terisi

adonan maka langsung dilakukan pengikatansesuai dengan ukuran

sosis yang dikehendaki. Pengikatan dapat dilakukan manual atau

menggunakan mesin

6) Pemasakan (perebusan atau pengasapan) : memasak, mengawetkan,

meningkatkan citarasa (flavor), rasa (taste) dan aroma ( 2 jam

dengan suhu 70oC )

7) Pengeluaran dari selongsong (peeling)

Gambar.2.5 Proses Pembuatan Sosis

E. Uji Kadar Total Serat Pangan (Gravimetri AOAC)

Serat pangan atau dietary fiber adalah karbohidrat (polisakarida) dan

lignin yang tidak dapat dihidrolisis (dicerna) oleh enzim percernaan

manusia, dan akan sampai di usus besar (kolon) dalam keadaan utuh

sehingga kebanyakan akan menjadi substrat untuk fermentasi bagi


52

bakteri yang hidup di kolon (Silalahi dan Hutagalung, 1994). Definisi

terbaru tentang serat makanan yang disampaikan oleh the American

Association of Cereal Chemist (AACC, 2001) adalah bagian yang dapat

dimakan dari tanaman atau karbohidrat analog yang resisten terhadap

pencernaan dan absorpsi pada usus halus dengan fermentasi lengkap

atau partial pada usus besar. Serat makanan tersebut meliputi pati,

polisakarida, oligosakarida, lignin dan bagian tanaman lainnya.

Serat pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur molekul

dan kelarutannya. Kebanyakan jenis karbohidrat yang sampai ke kolon

tanpa terhidrolisis meliputi polisakarida yang bukan pati (non-starch

polysaccharides = NSP), pati yang resisten (resistant starch = RS), dan

karbohidrat rantai pendek (short chain carbohydrates = SC). Serat

pangan yang larut sangat mudah difermentasikan dan mempengaruhi

metabolisme karbohidrat serta lipida, sedangkan serat pangan yang tidak

larut akan memperbesar volume feses dan akan mengurangi waktu

transitnya (bersifat laksatif lemah). Monomer dari serat pangan (NSP)

adalah gula netral dan gula asam, sedangkan lignin terdiri dari monomer

aromatik. Gula-gula yang membentuk serat pangan yakni glukosa,

galaktosa, xylosa, mannosa, arabinosa, rhamnosa, dan gula asam,

yakni mannuronat, galakturonat, glukoronat, serta 4-O-metil-glukoronat.

Rangkaian NSP yang dibentuk oleh monosakarida ini dihubungkan

melalui ikatan b (1-4) glikosida contohnyapektin, sellulosa, dan gum.

Oleh karena itu, serat pangan tersebut (NSP) tidak dapat dihidrolisis
53

oleh enzim percerna manusia. Misalnya, pektin mengandung asam

galakturonat, baik yang termetilasi maupun yang tidak. Perbandingan

dari metilasi dan sebagai asam (derajat metilasi) dalam polimer

pektin, sangat berpengaruh terhadap sifat fungsional dari pektin. Pektin

dengan derajat metilasi yang tinggi (high-methoxy pectin = HMP) yang

terdapat secara alamiah pada buah dan sayuran, mungkin tidak larut

dengan baik dibandingkan dengan pektin yang telah diisolasi. Hemisellulosa

terdiri dari xylosa dan arabinosa dengan perbandingan tertentu

yang membedakan jenis hemisellulosa tersebut. Nilai gizi dari serat

pangan semula dianggap tidak menyumbangkan energi karena tidak

dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia. Akan tetapi, karena

serat pangan difermentasikan di dalam kolon dan menghasilkan hidrogen,

metana, karbon dioksida, serta asam lemak rantai pendek seperti

propionat, butirat yang dapat diserap, dan menghasilkan sejumlah energi

maka serat pangan dapat menghasilkan energi 0-3 kalori per gram

(Silalahi dan Hutagalung, 1994).

Serat makanan ini terdiri dari dinding sel tanaman yang

sebagian besar mengandung 3 macam polisakarida yaitu sellulosa, zat

pektin dan hemisellulosa. Selain itu, juga mengandung zat yang bukan

karbohidrat yakni lignin(Piliang dan Djojosoebagio, 2002).Istilah serat

makanan (dietary fiber) harus dibedakan dengan istilah serat kasar

(crude fiber) yang biasa digunakan dalam analisa proksimat bahan

pangan.Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat


54

dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan

kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4 1.25%) dan natrium

hidroksida (NaOH 1.25%). Sedang serat makanan adalah bagian dari

bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim

pencernaan. Piliang dan Djojosoebagio (2002), mengemukakan bahwa

yang dimaksud dengan serat kasar ialah sisa bahan makanan yang telah

mengalami proses pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama

30 menit yang dilakukan di laboratorium. Dengan proses seperti ini

dapat merusak beberapa macam serat yang tidak dapat dicerna oleh

manusia dan tidak dapat diketahui komposisi kimia tiap-tiap bahan yang

membentuk dinding sel. Oleh karena itu, serat kasar merendahkan

perkiraan jumlah kandungan serat sebesar 80% untuk

Metode analisis yang dikembangkan oleh AOAC Official Methods

dan Asp et al. (1992) adalah metode yang termasuk dalam kategori analisis

serat pangan secara enzimatik gravimetri. Enzimatik gravimetri lebih

ekonomis dibandingkan dengan metode enzimatik kimia.

F. Uji kadar Protein (Kjeldahl)

Analisis protein pada makanan dilakukan dengan dua cara yaitu

analisis kualitatif yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur mutu

protein secara kesentatif sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk

menganalisis kadar protein dalam bahan makanan secara tidak langsung

dengan cara Kjeldahl dan Spektofotometri dengan menggunakan reagen

biuret (Rohman,2013).
55

Kadar protein diukur dengan menggunakan Metode Kjeldahl, metode

ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada

protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didesktruksi

dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga

akan dihasilakan ammonium sulfat. Setelah ditambah dengan alkali kuat,

ammonia yang terbentuk didestilasi uap secara kuantitatif kedalam larutan

penyerap dan selanjutnya ditetapkan secara titrasi. Metode ini banyak

mengalami modifikasi.Metode ini cocok digunakan secara semimikro sebab

hanya memerlukan jumlah sampel dan preaksi yang sedikit serta waktu

analisis yang pendek. Keuntungan dari metode Kjeldahl ini adalah dapat

digunakan untuk semua jenis makanan,relatif sederhana, tidak mahal dan

akurat sedangkan kerugian dari metode ini adalah mengukur nitrogen secara

total sehingga nitrogen apapun yang bukan merupakan nitrogen yang berasal

dari protein juga ikut ditetapkan (Rohman,2013). Metode Kjeldahl terdiri

dari tiga langkah : digesti, netralisasi, dan titrasi.

Prinsip analisis dengan metode Kjeldahl yaitu sebagai berikut :

a. Digestion

Sampel makanan yang akan dianalisis ditimbang dalam labu

digesti dan didigesti dengan pemanasan dengan penambahan asam

sulfat (sebagai oksidator yang dapat mendigesti makanan), natrium

sulfat anhidrat (untuk mempercepat tercapainya titik didih) dan

katalis seperti tembaga (Cu), selenium, titanium, atau merkurium

(untuk mempercepat reaksi). Digesti mengubah nitrogen dalam


56

makanan (selain yang dalam bentuk nitrat atau nitrit) menjadi amonia,

sedangkan unsur organis lain menjadi CO2 dan H2). Gas amonia tidak

dilepaskan ke dalam larutan asam karena berada dalam bentuk ion

amonium (NH4+) yang terikat dengan ion sulfat (SO42-)

Sehingga yang berada dalam larutan adalah:

N (makanan)  (NH4)2SO4 (1)

b. Netralisasi

Setelah proses digesti sempurna, labu digesti dihubungkan

dengan labu penerima (receiving flask) melalui sebuah tabung.

Larutan dalam labu digesti dibasakan dengan penambahan NaOH,

yang mengubah amonium sulfat menjadi gas amonia:

(NH4)2SO4+ 2 NaOH 2 NH + 2 H2O + Na2SO4 (2)

Gas amonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan dan

berpindah keluar dari labu digesti masuk ke labu penerima, yang

berisi asam borat berlebih. Rendahnya pH larutan di labu penerima

mengubah asam borat menjadi ion borat :

NH3 + H3BO3 NH4+ + H2BO3- (3)

c. Titrasi

Kandungan nitrogen diestimasi dengan titrasi ion amonium

borat yang terbentuk dengan asam sulfat atau asam hidroklorida

standar, menggunakan indikator yang sesuai untuk menentukan titik

akhir titrasi.

H2BO3- + H+ H3BO3 (4)


57

Kadar ion hidrogen (dalam mol) yang dibutuhkan untuk

mencapai titik akhir titrasi setara dengan kadar nitrogen dalam sampel

makanan (persamaan 3).

Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan kadar

nitrogen dalam mg sampel menggunakan larutan HCl x M untuk

titrasi

% N= x x

x 100 (5)

Dimana vs dan vb adalah volume titrasi sampel dan blanko,

14g adalah berat molekul untuk nitrogen N. penetapan blanko

biasanya dilakukan pada saat yang sama dengan sampel untuk

memperhitungkan nitrogen residul yang dapat mempengaruhi hasil

analisis. Setelah kadar nitrogen ditentukan, dikonversi menjadi kadar

protein dengan faktor konversi yang sesuai :

% Protein = F x %N

G. Uji Kadar Lemak (Soxhlet)

1. Lemak dan Asam Lemak

a. Lemak

Lipid atau lemak tubuh adalah salah satu komponen yang

dibutuhkan untuk proses-proses kimiawi dalam tubuh Lipid

bertindak sebagai bahan dasar pembuatan hormon, sumber energi

dan berperan sebagai komponen struktural membran sel. Lipid juga


58

berperan dalam membantu proses pencernaan. Lipid besumber dari

makanan yang dikonsumsi serta disintesis pula dalam hati. Lipid

terdiri dari beberapa kelompok yaitu triasilgliserol,fosfolipid,

kolesterol, dan asam lernak bebas. Lipid agar dapat diangkut melalui

aliran darah harus berikatan dengan protein membentuk senyawa

yang larut dalam air yang disebut lipoprotein. (Burtis, Ashwood, &

Bruns, 2008 dalam Suwandi, dkk., 2013)

Lemak merupakan senyawa organik yang terdapeat di alam

yang tidak larut dalam air tetapi dapat larut dalam pelarut organik

non polar dan merupakan komponen utama dalam jaringan adiposa

(Arvanitoyannis et al 2010). Lemak berfungsi sebagai sumber

energi, pembentuk asam-asam lemak esensial (Gaman dan

Sherrington, 1992), pembentuk struktur tubuh, menghemat

pemakaian protein sebagai energi, pengemulsi, prekursor, dan

penambah cita rasa (Suhardjo dan Kusharto, 2002)

Lemak merupakan sumber energi paling tinggi yang

menghasilkan 9 kkal untuk setiap gramnya, yaitu 2.5 kali energi

yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang

sama (Almatsier, 2006). Suatu molekul lemak tersusun dari satu

hingga tiga asam lemak dan satu gliserol Gliserol adalah alkohol

trihidrat, yaitu mempunyai tiga gugus hidroksil (Gaman dan

Sherrington, 1992).
59

b. Asam Lemak

Lemak dapat digolongkan menjadi tiga golongan utarna

yaitu: lipid sederhana (seperti gliserida dan lilin), lipid majemuk

(seperti fosfolipid, sulfolipid, aminolipid dan lipoprotein) dan

turunan lipid (seperti asam lemak, gliserol, sterol, lemak alkohol,

lemak aldehid dan lemak keton) (Andarwulan, dkk., 2011). Gliserol

dan ester asam lemak adalah komponen terbesar lipid yang

jumlahnya mencapai 99% dari seluruh komponen lipid yang secara

alami terdapat pada lemak hewan maupun tumbuhan, karena asam

lemak dan gliserol merupakan komponen dasar lemak yang

diperoleh dari hasi hidrolisis lemak, minyak maupun senyawa lipid

lainnya (Sartika, 2008).

Asam lemak dibagi menjadi dua, yaitu asam lemak jenuh

dan asam tak jenuh. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang

tidak memiliki ikatan rangkap. Asam lemak jenuh akan berbentuk

padat pada suhu kamar (Edward, dkk., 2011). Sedangkan asam

lemak tak jenuh adalah asam lemak yang memiliki ikatan rangkap.

Ada dua jenis asam lemak tak jenuh, yaitu asam lemak tak jenuh

yang hanya memiliki satu ikatan rangkap (monounsaturated fatty

acid/MUFA) dan asam lemak tak jenuh yang memiliki ikatan

rangkap lebih dari satu (polyunsaturated fatty acid/PUFA). Asam

lemak tak jenuh baik secara fisik atau kimia.


60

Penyebab perubahan atau kerusakan ini antara lain adalah

karena proses oksidasi. Minyak yang mengandung asam lemak yang

banyak ikatan rangkapnya dapat teroksidasi secara spontan oleh

udara pada suhu ruang Asupan asam lemak jenuh (SFA) dan asam

lemak tidak jenuh (MUFA, PUFA) merupakan rata-rata gram/hari

asupan asam lemak jenuh (SFA), asam lemak tidak jenuh (MUFA,

PUFA) yang bersumber dari makanan atau minuman. Menurut

WHO Lemak dibutuhkan oleh tubuh sekitar 20-35 % dengan

pembatasan lemak jenuh <10 % , MUFA 15-20 % dan PUFA 6-11%

dari total energi yang dibutuhkan (WHO, 2008)

Jenis asam lemak beserta peranannya dalam tubuh ialah

sebagai berikut :

1) Asam Lemak Jenuh

Asam lemak jenuh mempunyai potensi yang besar sekali

pengaruhnya terhadap kolesterol darah. Setiap penurunan 1 %

kalori dan asam lemak jenuh pada diet akan menurunkan

kolesterol darah hampir 3 mg/dl. Asam lemak jenuh dalam diet

bekerjasama dengan kolesterol yang berada dalam diet

mengurangi aktifitas reseptor LDL di liver, sehingga kolesterol

total dan kolesterol LDL dalam darah naik, karena itu konsumsi

asam lemak jenuh harus dibatasi (Soeharto, 2004). Bahan

makanan yang banyak mengandung asam lemak jenuh


61

diantaranya adalah kelapa, minyak kelapa, mentega, butter, susu

full cream dan keju (Sudarmanto dkk., 2003)

Konsumsi lemak yang berlebih akan menyebabkan

peningkatan kadar kolesterol darah (Arisman, 2004).

Berdasarkan penelitian Tuminah (2009), menyebutkan bahwa

pola makan seperti konsumsi makanan yang tinggi lernak total

atau lemak jenuh, kolesterol, serta kurangnya konsumsi

karbohidrat merupakan faktor yang mempengaruhi kadar HDL

dan merupakan faktor risiko PJK. Menurut Yusuf dkk. (2013),

menyatakan bahwa konsumsi lemak terutama asam lemak

jenuh, akan berpengaruh terhadap kadar Low Density

Lipoprotein (LDL) yang menyebabkan darah menggumpal,

selain itu asam lemak jenuh mampu merusak dinding pembuluh

darah arteri sehingga menyebabkan penyempitan. Studi

epidemiologi yang dilakukan Hardinsyah (2011), membuktikan

bahwa terdapat hubungan positif yang bermakna antara

konsumsi lemak, asam lemak jenuh menyebabkan

hiperkolesterol yang merupakan faktor risiko dari PJK.

2) Asam Lemak Tak Jenuh

Ada dua jenis asam lemak tak jenuh, yaitu asam lemak

tak jenuh yang hanya memiliki satu ikatan rangkap

(monounsaturated fatty acid/ MUFA) dan asam lemak tak jenuh

yang memiliki ikatan rangkap lebih dari satu (polyunsaturated


62

fatty acid/PUFA) Asam lemak tak jenuh tunggal selalu

mengandung ikatan rangkap antara 2 atom karbon (C) dengan

kehilangan paling sedikit 2 atomkarbon hidrogen (H). MUFA

dikenal juga dengan nama asam lemak omega-9. Asam lemak

tak jenuh tunggal mulai menarik perhatian.sewaktu melihat

kenyataan buhwa kejadian penyakit jantung di daerah

Medoterrian cukup rendah. Hal ini diduga karena banyaknya

konsumsi MUFA yang banyak terdapat dalam minyak zaitun

(Muhilal, 2002) Penelitian Gark, A, dkk, pada kelompok yang

mendapat diet tinggi MUFA terlihat penurunan trigliserid

sebesar 25 % dan kolesterol VLDL sebesar 35 % , sedangkan

kolesterol HDL meningkat sebesar 13 % Beberapa bahan

makanan yang merupakan sumber MUFA yaitu minyak zaitun,

kacang tanah, kedelai, daging unggas, kacang kenari, butter

kacang tanah, dan alpukat (Sudarmanto dkk., 2003). Selain itu

beberapa perusahaan minyak goreng telah memodifikasi

kandungan lemak dengan memperkaya lemak tak jenuh tunggal

atau yang biasanya disebut omega- 9 (asam oleat).

Asam lemak tak jenuh ganda yaitu lemak yang

mengandung lebih dari satu ikatan rangkap. Asam lemak tak

jenuh ganda akan kehilangan paling sedikit 4 atom hidrogen

(H). Dalam diet, asam lemak tak jenuh ganda umumnya

menurunkan kolesterol darah sebagai berikut, yaitusetiap 1%


63

kenaikan kalori dari asam lemak tidak jenuh ganda dalam diet,

menghasilkan pengurangan kolesterol ± % mg /dl (Soeharto,

2004). PUFA dapat diklasifikasikan dalam 2 golongan asam

lemak omega-3 (asam inolenat) dan omega-6. (asam linoleat).

Makanan merupakan sumber Omega-3 yang paling utama

adalah ikan, terutama ikan laut yang hidup di perairan dingin

atau perairan dalam seperti salmon, tuna, sarden dan makarel.

Sumber omega-6 terdapat pada : minyak nabati, kacang kedelai,

jagung, padi-padian, kacang-kacangan dan benih gandum

(Sudarmanto dkk., 2003).

Induk dari asam lemak omega-3 adalah alpha linolenic

acid (ALA). ALA dengan bantuan enzim delta-6-desaturase

dapat berubah menjadi stearidonic acid kemudian oleh enzim

delta-5- desaturase dikonversi tubuh menjadi eicosapentaenoic

acid (EPA) dan oleh enzim delta- 4-desaturase dirubah menjadi

docosahexaenoic acid (DHA). DHA (asam dokosaheksaenoat)

atau yang di kenal sebagai omega-3. Proses pembuatan DHA

maupun AA difasilitasi oleh enzim desaturase dan elongase.

Aktifitas kedua enzim ini masih sangat kurangpada

bayiprematur bahkanpada bayi aterm sampai usia 4-6 bulan.

Karenanya penambahan DHA dan AA pada bayi prematur

sangat dianjurkan dengan dosis yang mengacupada kandungan

asam lemak dalam ASI. Aktifitas enzim desaturase maupun


64

elongase dipengaruhi oleh asam lemak yang terdapat pada

makanan. Minyak ikan yang mengandung banyak DHA akan

menghambat aktifitas enzim tersebut sehingga dapat

menghambat pembentukan AA. Sebaliknya minyak jagung atau

safflower memacu aktifitas enzim desaturase sehingga

meningkatkan pembentukan AA. (Fivi Melva Diana.2012)

2. Metode Analisis Soxhlet (AOAC, 2005)

Metode analisis yang digunakan memiliki prinsip mengubah

lemak menjadi turunannya, yaitu metil ester menggunakan Gas

chromatography (GC) memiliki prinsip kerja pemisahan antara gas dan

lapisan tipis cairan berdasarkan perbedaan jenis bahan (Apriantono, A.

dan D. Fardiaz 1989). Hasil analisis akan terekam dalam suatu lernbaran

yang terbubung dengan rekorder dan ditunjukkan melalui beberapa

puncak pada waktu retensi tertentu sesuai dengan karakter masing-

masing asam lemak. Sebelum melakukan injeksi metil ester, terlebih

dahulu lemak diekstraksi dari bahan lalu dilakukanmetilasi sehingga

terbentuk metil ester dari masing-masing asam lemak yang didapat.

1. Tahap ekstraksi

Lemak diperoleh dengan metode Soxhlet. Pada tahap ini

diperoleh emak dalam bentuk minyak. Kemudian, dari sampel

tersebut ditimbang lemak sebanyak 0,02-0,03 g untuk dilanjutkan

pada tahap metilasi.


65

2. Pembentukan metil ester (metilasi)

Tahap metilasi dimaksudkan untuk membentuk turunan dari

asam lemak menjadi metil esternya. Asam-asam lemak diubah

menjadi ester-ester metil atau alkil yang lainnya sebelum

disuntikkan kedalam kromatografi gas Metilasi dilakukan dengan

merefluks lemak di atas penangas air dengan pereaksi berturut-turut

NaOH-metanol 0,5 N, BF dan n-heksana. Sebanyak 0,02g minyak

dari sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5

ml NaOH-metanol 0,5 N lalu dipanaskan dalam penangas air selama

20 menit pada suhu 80°C. Larutan kemudian didinginkan. Sebanyak

5 ml BF ditambahkan ke dalam tabung lalu tabung dipanaskan

kembali pada waterbath dengan suhu 80°C selama 20 menit dan

didinginkan. Kemudian ditambahkan: ml NaCl jenuh dan dikocok

Selanjutnya, ditambahkan 5 ml heksana, kemudian dikocok dengan

baik Larutan heksana di bagian atas larutan dipindahkan dengan

bantuan pipet tetes ke dalam tabung reaksi. Sebanyak I ul Ysampel

lemak diinjeksikan kedalam gas chromatography. Asam lemak yang

ada dalam metil ester akan diidentifikasi oleh flame ionizatlon

detector (FID) atau detektor onisasi nyala dan respon yang ada akan

tercatat melalui kromatogram (peak)

3. Identifikasi asam lemak

Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan

metil ester pada alat kromatografi gas, gas yang digunakan sebagai
66

fase bergerak adalah gas nitrogen den gan laju alir 30 mL/menit dan

sebagai gas pembakar adalah hidrogen dan oksigen, kolom yang

digunakan adalah capilary column merk Quadrex dengan diameter

dalam 0,25 mm.

H. Daya Terima (Yanti, dkk (2014))

Pengujian organoleptik yaitu penilaian dengan menggunakan indera

atau disebut juga penilaian sensorik,merupakan suatu cara penilaian yang

sudah sangat lama dan masih sangat umum untuk digunakan. Metode

penilaian ini banyak digunakan karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan

langsung. Dalam beberapa hal penilaian dengan indera bahkan memiliki

ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur yang paling sensitif.

Penerapan penilaian organoleptik pada prakteknya disebut uji organoleptik

yang dilakukan dengan prosedur tertentu. Interaksi dari hasil penilaian

dengan alat-alat indera tersebut dipakai untuk mengukur mutu bahan pangan

dalam rangka pengendalian mutu serta pengembangan produk Moehlyi

(1992).

a) Warna

Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan

makanan. Dalam penilaian suatu makanan yang pertama kali dilihat

adalah warna makanan tersebut, karena dari warna makanan tersebut,

dari warnanya orang akan tertarik untuk mengkonsumsinya.


67

b) Aroma

Aroma yag disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang

sangat kuat, dan mampu merangsang indera penciuman sebagai

pembangkit selera. Timbulnya aroma makanan makanan disebbakan

oleh timbulnya suatu senyawa yang mudah menguap sebagai akibat

reaksi karena pekerjaan enzim, tetapi dapat juga terbentuk tanpa reaksi

enzim.

c) Tekstur

Konsentrasi makanan juga merupakan komponen yang turut

menentuka cita rasa makanan, karena sensitifitas indera cita rasa

dipengaruhi oleh konsentras makanan yang konsistensinya padat atau

kental memberi rangsangan yang lebih lambat terhadap indera kita.

d) Rasa

Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita

makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Seseorang yakin atau

tidak sukanya ia terhadap suatu makanan setelah ia mencicipi makanan

tersebut

1. Uji Kesukaan (Rahayu, 1998).

a) Panel

Panel adalah satu atau sekelompok orang yang bertugas

untuk menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan

subyektif.Jadi penilaian makanan secara panel adalah berdasarkan

kesan subyektif dari penelis dengan prosedur sensorik tertentu


68

yang harus dituruti.Dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh

macam panel, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel

terltaih, panel agak terlatih, panel konsumen dan panel anak-

anak.perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan pada keahlian

dalam melakukan penilaian organoleptik.

b) Panel Perseorangan

Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan

kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat

atau latihan-katihan yang sangat intensif. Panel perseorangan

sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan bahan yang

akan dinilai dan menguasai metode-metode analisis organoleptik

dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah

kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, penilaian efisien dan tidak

cepat fatik.Panel perseorangan biasanya digunakan untuk

mendeteksi jangan yang tidak terlalu banyak dan mengenali

penyebabnya. Keputisan sepenuhnya ada pada seorang.

c) Panel Terbatas

Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai

kepekaan tinggi sehingga bias lebih dihindari. Panelis ini

mengenal dengan baik faktor-faktor dalam penilaian organoleptik

dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku

terhadap hasil akhir. Keputusan diambil berdiskusi di antara

anggota-anggotanya.
69

d) Penel Terlatih

Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai

kepekaan cukup baik.Untuk menjadi terlatih perlu didahului

dengan seleksi dan latihan-latihan.Panelis ini dapat menilai

beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.Keputusan

diambil setelah data dianalisis secara bersamaan.

e) Panel Agak Terlatih

Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 oramg yang

sebelumnya dilatih untuk mengetahui sifat-sifat tertentu, panel

agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas dengan menguji

datanya terlebih dahulu.Sedangkan data yang sangat menyimpang

boleh tidak digunakan dalam keputusannya.

f) Panel Tidak Terlatih

Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat

dipilih berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan

pendidikan.Panel tidak terlatih hanya diperbolehkan menilai alat

organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan, tetapi tidak

boleh digunakan dalam. Untuk itu panel tidak terlatih biasanya dari

orang dewasa dengan komposisi panelis pria sama dengan panelis

wanita.

g) Panel Konsumen

Panel konsumen terdiri dari 30 orang hingga 100 orang

yang tergantung pada target pemasaran komoditi.Panel ini


70

mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan

berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

h) Panel Anak-Anak

Panel yang khas adalah panel yang mnggunakan anak-anak

berusia 3-10 tahun.Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis

dalam penialaian produk-produk pangan yang disukai anak-anak

seperti permen, es krim dan sebagainya. Cara menggunakan

panelis anak-anak harus bertahap, yaitu dengan pemberitahuan

atau dengan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk diminta

responnya terhadap produk yang dinilai dengan alat bantu gambar

seperti gambar boneka snoopy yang sedang sedih, biasa atau

tertawa. Keahlian seorang panelis biasanya diperoleh melalui

pengalaman dan layihan yang lama.Dengan keahlian yang

diperoleh itu merupakan bawaan sejak lahir, tetapi untuk

mendapatkannya perlu latihan yang tekun dan terus-menerus.

2. Uji Mutu Hirarki

Analyfical Hierarchy Process (AHP) atau Proses Hirarki Analitik

dalam buku "Proses Hirarki Analitik Dalam Pengambilan Keputusan

Dalam Situasi yang Kompleks" (Saaty, 1986 dalam Ajilaksana, 2011),

adalah suatu metode yang sederhana dan fleksibel yang menampung

kreativitas dalam ancangannya terhadap suatu masalah. Proses Hierarki

Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP), pertama kali

dikembangkan oleh Thomas L. Saaty seorang ahli matematika dari


71

Universitas Pitssburg, Amerika Serikat pada tahun 1970-an. AHP pada

dasarnya didesain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang

berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur

yang didesain untuk sampai pada suatu skala preferensi diantara berbagai

set alternatif. Analisis ini ditujukan untuk membuat suatu model

permasalahan yang tidak mempunyai struktur, biasanya ditetapkan untuk

memecahkan masalah yang terukur (kuantitatif), masalah yang

memerlukan pendapat (judgement) maupun pada situasi yang kompleks

atau tidak terkerangka, pada situasi dimana data, informasi statistik

sangat minim atau tidak ada sama sekali dan hanya bersifat kualitatif

yang didasari oleh persepsi, pengalaman ataupun intuisi. AHP juga

banyak digunakan pada keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan,

alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas dari strategi- strategi yang

dimiliki pemain dalam situasi konflik.

Adapun abstraksi susunan hirarki keputusan seperti yang

diperlihatkanDalam metode AHP dilakukan langkah-langkah sebagai

berikut (Kadarsyah Suryadi dan Ali Ramdhani, 1998):

1) Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

Dalam tahap ini kita berusaha menentukan masalah yang akan kita

pecahkan secara jelas, detail dan mudah dipahami. Dari masalah

yang ada kita coba tentukan solusi yang mungkin cocok bagi

masalah tersebut. Solusi dari masalah mungkin berjumlah lebih


72

dari satu. Solusi tersebut nantinya kita kembangkan lebih lanjut

dalam tahap berikutnya.

2) Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan utama.

Setelah menyusun tujuan utama sebagai level teratas akan disusun

level hirarki vang di bawahnya yaitu kriteria-kriteria yang cocok

untuk berada mempertimbangkan atau menilai alternatif yang kita

berikan dan menentukan alternatif tersebut. Tiap kriteria

mempunyai intensitas yang berbeda-beda. Hirarki dilanjutkan

dengan subkriteria (jika mungkin diperlukan).

3) Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan

kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau

kriteria yang setingkat di atasnya. Matriks yang digunakan bersifat

sederhana, memiliki kedudukan kuat untuk kerangka konsistensi,

mendapatkan informasi lain yang mungkin dibutuhkan dengan

semua perbandingan yang mungkin dan mampu menganalisis

kepekaan prioritas secara keseluruhan untuk perubahan

pertimbangan. Pendekatan dengan matriks mencerminkan aspek

ganda dalam prioritas yaitu mendominasi dan didominasi.

Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pengambil

keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen

dibandingkan elemen lainnya. Untuk memulai proses perbandingan

berpasangan dipilih sebuah kriteria dari level paling atas hirarki


73

misalnya K dan kemudian dari level di bawahnya diambil elemen

yang akan dibandingkan misalnya El, E2, E3, E4, E5.

4) Melakukan mendefinisikan perbandingan berpasangan sehingga

diperoleh [(n-1)/2] buah, dengan n adalah n x jumlah penilaian

seluruhnya sebanyak banyaknya elemen yang dibandingkan. Hasil

perbandingan dari masing- masing elemen akan berupa angka dari I

sampai 9 yang menunjukkan perbandingan tingkat kepentingan

suatu elemen. Apabila suatu elemen dalam matriks dibandingkan

dengan dirinya sendiri maka hasil perbandingan diberi nilai 1.

Skala 9 telah terbukti dapat diterima dan bisa membedakan

intensitas antar elemen. Hasil perbandingan tersebut diisikan pada

sel yang bersesuaian dengan elemen yang dibandingkan. Skala

perbandingan perbandingan berpasangan dan maknanya yang

diperkenalkan oleh Saaty bisa dilihat d bawah. Intensitas

kepentingan 1 Kedua elemen sama pentingnya, Dua elemen

mempunyai pengaruh yang sama besar 3 Elemen yang satu

sedikitlebih penting daripada elemen yanga lainnya, Pengalaman

dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen

yang lainnya 5 Elemen yang satu lebih penting daripada yang

lainnya, Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu

elemen dibandingkan elemen yang lainnya 7 Satu elemen jelas

lebih mutlak penting daripada elemen lainnya, Satu elemen yang

kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek. 9 = Satu elemen


74

mutlak penting daripada elemen lainnya, Bukti yang mendukung

elemen yang satu terhadap elemen lain memeliki tingkat penegasan

tertinggi Nilai-nilai antara dua nilai yang mungkin menguatkan.

2,4,6,8 pertimbangan-pertimbangan yang berdekatan, Nilai ini

diberikan bila ada dua kompromi di antara 2 pilihan Kebalikan Jika

untuk aktivitas i mendapat satu angka dibanding dengan aktivitasj ,

maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i.

5) Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya. Jika tidak

konsisten maka pengambilan data diulangi.

6) Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki

7) Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan

berpasangan yang merupakan bobot setiap elemen untuk penentuan

prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai

mencapai tujuan. Penghitungan dilakukan lewat cara

menjumlahkan nilai setiap kolom dari matriks, membagi setiap

nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk

memperoleh normalisasi matriks, dan menjumlahkan nilai-nilai

dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk

mendapatkan rata-rata

8) Memeriksa konsistensi hirarki, yang diukur dalam AHP adalah

rasio konsistensi dengan melihat indeks konsistensi. Konsistensi


75

yang diharapka adalah yang mendekati sempurna agar

menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Walaupun sulit

I. Kerangka Teori

Dislipidemia disebabkan oleh terganggunya metabolisme lipid akibat

interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan. Walau terdapat bukti

hubungan antara kolesterol total dengan kejadian kardiovaskular, hubungan

ini dapat menyebabkan kesalahan interpretasi di tingkat individu seperti

pada wanita yang sering mempunyai konsentrasi kolesterol HDL yang

tinggi. Kejadian serupa juga dapat ditemukan pada subjek dengan DM atau

sindrom metabolik di mana konsentrasi kolesterol HDL sering ditemukan

rendah. Pada keadaan ini, penilaian risiko hendaknya mengikutsertakan

analisis berdasarkan konsentrasi kolesterol HDL dan LDL.(PERKENI,

2017)

Penatalaksanaan untuk Dislipidemia ini terbagi menjadi dua yaitu

intervensi farmakologis dan non farmakologis (PP PERKI, 2017). Intervensi

farmakologis yaitu dengan mengonsumsi obat-obatan yang telah diresepkan

dari dokter. Selain itu, intervensi non farmakologis yang dapat dilakukan

yaitu mengurangi asupan asam lemak jenuh, meningkatkan asupan serat,

mengurang asupan karbohidrat dan alkohol, meningkatkan aktivitas fisik

sehari-hari, mengurangi berat badan berlebih, dan menghentikan kebiasaan

merokok. Selain itu, asupan tinggi asam lemak tidak jenuh MUFA maupun

PUFA memiliki pengaruh dalam penurunan kadar kolesterol LDL sehingga


76

dapat memperkecil risiko peningkatan tekanan darah oleh adanya

penumpukan kolesterol (Murray, dkk., 2009 dan Rahardja, 2004)

Modifikasi diet rendah lemak yang direkomendasikan adalah dengan

mengkonsumsi 25-40 gram serat makanan yang meliputi sedikitnya 7-13

gram serat larut untuk memperbaiki profil lipid selama 3 ming (Reiner Z,

dkk., 2011)

Salah satu solusi untuk mengatasi Penyakit Jantung Koroner secara

non farmakologis yaitu dengan dibuatnya suatu produk pangan yang

mengandung rendah lemak jenuh dan tinggi serat. Jamur kuping dan ikan

patin merupakan bahan rendah lemak dan juga tingg serat yang makanan

yang mengandung tinggi dibutuhkan sebagai zat hipokolesterolemik. Untuk

lebih memperjelas kerangka teori Penyakit Dislipidemia dapat dilihat pada

Gambar 2.7.
77

Faktor Resi
Di

Merokok, k
fisik, obesit

Faktor Resi
Dapa
Umur , ketu
kelamin

Bahan Mak
Lemak Jenu
S

Jamur Kupin

Sumber : PP P
78

Anda mungkin juga menyukai