Anda di halaman 1dari 40

BLOK BIOMEDIK 2 LAPORAN PBL

SKENARIO 2 Kamis, 20 Desember 2018

“KRAM OTOT KAKIKU”

Disusun oleh:
Kelompok XII

Tutor:
Dr. Ninik Sallatalohy

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
berkat dan rahmatnya, laporan ini dapat penyusun selesaikan. Laporan ini berisi hasil diskusi
mengenai skenario “Kram Otot kakiku” yang telah di bahas pada PBL tutorial 1 dan 2.
Dalam penyelesaian laporan ini, banyak pihak-pihak yang turut terlibat. Oleh sebab itu, pada
kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan Terima kasih kepada :
1. Dr. Ninik Sallatalohy selaku tutor yang telah mendampingi penyusun selama diskusi
PBL berlangsung.
2. Semua pihak yang telah membantu yang tak dapat penyusun sebutkan satu per satu.
Akhir kata, penyusun menyadari sungguh, bahwa pembuatan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat penyusun perlukan
untuk perbaikan laporan kami selanjutnya.

Ambon, Desember 2018

Kelompok XII
DAFTAR NAMA KELOMPOK PENYUSUN

Nama Ketua : Filmon Akerina NIM: 2016-83-061


Seketaris 1 : Julius Dominggus I. Slamta NIM: 2014-83-021
Seketaris 2 : Ericka Mohty S. Sely NIM: 2018-83-128
Anggota : Millysa Citra Wulandari NIM: 2016-83-036
Chintya Watumlawar NIM: 2016-83-048
Putri Ramadhanti Djaena NIM: 2018-83-081
Saryos Tilasty Leimera NIM: 2018-83-091
Muhammad Raditya Prasetijo NIM: 2018-83-101
Dewa Krisna Mirwan NIM: 2018-83-110
Febriany K. Ngekomo NIM: 2018-83-119
Fira Aszahra Rehalat NIM: 2018-83-137
Hortensa L. Mukudjey NIM: 2018-83-146
Fahria Farika Renoat NIM: 2018-83-155
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR NAMA KELOMPOK PENYUSUN.....................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................iv
DAFTAR TABEL.................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
A. Skenario............................................................................................................1
B. Step I. Identifikasi Kata Sukar dan Kalimat Kunci..........................................1
C. Step II. Identifikasi Masalah.............................................................................2
D. Step III. Jawaban dari pertanyaan pada step II..................................................3
E. Step IV. Klarifikasi Masalah dan Mind Mapping.............................................5
F. Step V. Learning Objectives.............................................................................6
G. Step VI. Belajar Mandiri...................................................................................6
H. Step VII Hasil Belajar Mandiri..........................................................................6
BAB II PEMBAHASAN
1. Anatomi ekstremitas inferior osteon musculus, vaskularisasi,
inevasi...................................................................................................5
2. Histologi Jenis Otot dan serat
otot........................................................................................................6
3. Biokimia Otot dan
Neurotransmitter.................................................................................10
4. Mekanisme Kontraksi
Otot.....................................................................................................15
5. Metabolisme Otot aerob dan anaerob
............................................................................................................17
6. Komponen kontraktil Otot
.............................................................................................................22
7. Mekanisme Energetika kontraksi
Otot.....................................................................................................22
8. Komponen Neurotransmitter....................................................................26
9. Mekanisme terjadinya kram
.............................................................................................................28
10. Intesita , Durasi serta komplikasi
Kram...................................................................................................30

BAB III PENUTUP


Kesimpulan .....................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................35
BAB I
PENDAHULUAN
A. Skenario
Kram Otot kakiku
Laki – laki berumur 23 tahun pemain bulu tangkis mengalami kesakitan di bagian paha
kanan di duga ia mengalami kram otot , akan tetapi terus melanjutkan pertandingan.
B. Step I
Identifikasi kata sukar: -
Identifikasi perilaku kunci:
- Tungkai kram
C. Step II
Identifikasi masalah
1. Otot apa yang mengalami kram ?
2. Bagaimana sampai terjadi kram ?
3. Informasi saraf pada regio?
4. Berapa lama seseorang dapat menahan kram?
5. Komponen pada otot ?
6. Apa Dampak dari kram otot berkepanjangan ?
7. Fisiologi kontraksi otot?
8. Metabolisme penggunaan ATP dari Otot?
9. Mengapa hanya kaki kananya saja ?
10. Vaskularisasi regio fomuralis ?
D. Step III
Jawaban dari pertanyaan pada step II
1. Ekstermitas Inferior : -Pelvis
-Femur : Otot Hamstring : -Biceps Femoris.
-Semitendonosus.
-Semimembranosus.
-Tibia
-Ossa Tarsalia

2. Penyebab Kram yaitu karena aktifitas Otot yang berlebihan ( ATP = metabolisme
Anaerob menghasilkan 2 ATP menjadi cepat habis) kekurangan O2 ( Asam laktat)
3. N. Ischiadicus, N. Tibialis , N. Peroneus communis.
4. Karena Faktor jenis kelamin.
5. Superfisial – Profunda :-Fascia
-Facicle
-Perimisium
-Endomisium
Aktin – miofibril
6. Overuse : diatas Aktivitas , di bawah kemampuan
7. Karena pada perempuan, hormone estrogen adalah hormone dominan dan banyak
sekali diproduksi. Hormone ini memiliki fungsi sebagai mediator inflamasi serta
sebagai immune alert. Sehingga ini membuat sistem pertahanan tubuh yang lebih baik
disbanding pria.
8. Dengan menjaga pola makan yang baik, rajin berolahraga, serta tidak merokok.
9. Karena sering di pakai untuk melompat, lari dan gerakan tiba- tiba dan bertumpu
(Overuse Muscle)
10. Aorsa Abdominalis : a. Iliaca communis
a. Iliaca interna
Step IV
Mind Mapping

Seorang Atlet Pemain Bulu Tangkis

Kram Otot
Penumpukan Asam Nyeri
Ekstremitas Inferior laktat

Anatomi
Metabolisme terjadinya kram Otot
Ekstremitas Inferior

Jenis Otot

Komponen Otot
Osteon musculus Inervasi Vaskularisasi
Step V
Learning objectives
1. Mahasiswa mahasiswi mampu menjelaskan Anatomi regio ekstremitas Inferior librae
Oseon, musculus, vaskularisasi, inervasi.
2. Mahasiswa mahasiswi mampu menjelaskan Histologi jenis otot dan serat otot
3. Mahasiswa mahasiswi mampu menjelaskan Biokimia Otot dan Neutransmiter
4. Mahasiswa mahasiswi mampu menjelaskan Mekanisme Kontraksi Otot
5. Mahasiswa mahasiswi mampu menjelaskan Metabolisme Otot aerob dan anaerob
6. Mahasiswa mahasiswi mampu menjelaskan Komponen Kontraktil Otot
7. Mahasiswa mahasiswi mampu menjelaskan Mekanisme Energetika kontraksi otot
8. Mahasiswa mahasiswi mampu menjelaskan Komponen Neurotransmiter
9. Mahasiswa mahasiswi mampu menjelaskan Mekanisme terjadinya Kram
10. Mahasiswa mahasiswi mampu menjelaskan Intesitas, Durasi Serta Komplikasi Kram

E. Step VI
Belajar Mandiri
(hasil belajar mandiri dibahas pada step VII yaitu jawaban dari learning objective)
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi ekstremitas inferior

2.1.1. Osteon
Pada osteon extremitas inferior, ada beberapa tulang pembentuk utama, os. Femur, os.
Tibia, os. Fibula, dan tulang tulang pada tarsal dan meta tarsal. Pada meta tarsal, terdapat 7
tulang, os. Talus, os. Calcaneus, os. Cuneiform mediale, os. Cuneiform intermediate, os.
Cuneiform laterale, tuberositas navicular, os. Cuboid1.
2.1.2. Musculus
Pada musculo, beberapa musculo dimulai dari bagian femur. M. Sartorius yang
berorigo pada spina iliaca anterior superior dan inserisio pada fascies tibialis medial, m.
vastus medialis yang berorigo pada bagian atas femur dan ber insersio pada tuberositas tibiae
samapai tendon patella, m. vastus lateralis yang berorigo pada bagian pangkal femur dan
berinseriso pada tuberositas tibialis tendo patella, m. vastus intermedius yang berorigo pada
batang femur dan ber insersio pada tuberositas tibiae tendo patella, dan m. rectus femoris
yang berorigo pada spina iliaca anterior inferiror dan ber insersio pada tuberositas tibiae
tendo patella, m. gracilis yang ber origo pada ramus inferior pubis dan insersio pada bagian
atas batang tibia pada bagian medial, tensor fascies latae yang ber origo pada crista iliaca
dan insersio pada tractus iliotibialis pada aspectus anterior2,3,4.
Pada aspectus posterior, kita dapat melihat m. gluteus maximus yang berorigo pada
fascies ilium posterior dan insersio pada tractus iliotibialis dan tuberositas glutea pada femur
yang di bawahnya ada m. gluteus medius yang berorigo pada fascies ilium posterior dan
insersio pada trochanter major, dan m. gluteus minimus yang ber origo pada fascies ilium
posterior dan insersio pada trochanter major2,3,17.
Pada bagian tibia dan fibula, dapat ditemukan m. gastrocnemius yang berorigo pada
condylus medialis dan lateralis pada femur, m. soleus yang berorigo pada batang tibia dan
fibula dan insersio pada jalur tendon Achilles ke calcaneum, m. tibialis anterior yang ber
origo pada batang tibia dan membrane interossea dan insersio pada cuneiform medial dan
pada dasar metatarsal pertama2,3,17.
2.1.3. Vaskularisasi
Pada vaskularisasi arteri pada extremitas inferior, a. illica interna dan externa. A.
illiaca interna akan beercabang menjadi a. glutea superior, a. glutea inferior, dan a.
obturatoria. Sedangkan a. illiaca externa akan menjadi a. femoralis yang merupakan terusan
dari a. obturatoria dan akan turun pada fossa poplitea dan menjadi a.poplitea yang akan
bercabang menjadi a. tibialis anterior dan a. tibialis posterior.a. femoralis akan disebut a.
femoralis setelah melewati lig. Inguinale.
Pada vaskularisasi vena pada extremitas inferior, vena mulai dari region tarsal, vena
tebagi atas 2, v. saphena magna dan v. sephalica parva. V. saphena magna akan bergerak ke
medial dan berjalan ke atas melalui medial tibia dan masuk ke fossa illiopectina dan
bermuara ke v. femoralis. Vena saphena akan berjalan ke lateral posterior dan melanjutkan
perjalanan ke fossa poplitea berubah nama menjadi v.poplitea dan bermuara kembali naik ke
fossa illiopectina2,3.
2.1.4. Innervasi
Nervus yang berjalan di extremitas inferior keluar dari plexus lumbalis (L1-L4) dan
plexus sacralis (L4-S3). Plexus lumbalis akan bercabang ke dorsal menjadi n. cutaneous
femoris lateral dan n. femoralis. Ke arah ventral plexus lumbalis akan menjadi n.
obturatorius. Nervus femoralis akan turun ke femur dan akan bercabang menjadi n.
saphenous dan n. femoralis. Plexus sacralis akan bercabang ke ventral dan dorsal menjadi n.
ischiadicus dan berjalan terus sampai ke bagian medial pada kaki. Sedangkan nervus
ischiadicus akan berjalan ke bawah dan bercabang menjadi n. tibialis dan n. fibularis
communis pada area femur bagian dorsal sebelum fossa poplitea. Setelah melewati fossa
politea, n. fibularis communis akan bercabang menjadi n. cutaneous surae lateralisdan
beranastamose dengan percabangan n. tibialis, n. cutaneous surae medialis menjadi n.
suralis. Cabang lain dari n. fibularis communis adalah n. fibularis superficialis dan n.
fibularis profundus yang berjalan ke bagian ventral. Nervus-nervus ini akan berjalan terus ke
region pedis2,3.

2.2 Histologi Otot


Terdapat 3 jenis jaringan otot di tubuh manusia, yaitu otot rangka, otot jantung, dan
otot polos. Masing – masing otot mempunyai struktur dan fungsinya yang berbeda. Jaringan
otot terdiri dari sel – sel yang memanjang yang disebut serat. Sitoplasma sel otot disebut
sarkoplasma dan membran sel yang mengelilingi atau plamalema disebut sarkolema.8

a. Otot rangka
Serat otot rangka bersifat multinukleus, terletak di perifer, berbentuk silindris dan
bersifat volunter. Banyaknya nukleus disebabkan fusi mioblast – mioblast mesenkim
sewaktu perkembangan masa embrional5. Setiap serat otot terdirir dari subunit-subunit
yang disebut miofibril yang terbentang sepanjang serat tersebut5. Miofibril terdiri dari
banyak miofilamen lebih kecil, terbentuk dari protein kontraktil halus aktin dan protein
tebal miosin8 .
Di sarkoplasma otot rangka, susunan filamen aktin dan miosin sangat teratur,
membentuk pola seran-lintang (cross-striation) yang jelas dan dapat dilihat dibawah
mikroskop cahaya sebagai pita I yang lebih terang dan pita A yang lebih gelap 5. Otot
rangka juga disebut otot seran-lintang (otot lurik). Pita I terbagi 2 oleh satu garis Z yang
melintang dan padat (diskus atau pita Z) 8. Diantara 2 garis Z terdapat sarkomer, yaitu
unit kontraktil berulang yang terlihat di sepanjang miofibril dan fitur yang sangat khas
pada sarkoplasma serat otot rangka dan jantung8.
Bagian tengah terlihat gelap dengan perwarnaan pada setiap sarkomer
mengandung filamen tebal (miosin), yang membentuk pita A. Bagian perifer terlihat
terang dengan perwarnaan pada sarkomer mengandung filamen aktin yang halus dan
berwarna terang. Filamen miosin dan aktin terhubung dan distabilkan di dalam miofibril
dan sarkomer oleh protein – protein aksesori. Filamen tipisn aktin terikat dengan protein
𝛼-aktinin, yang meghubungkannya ke garis (pita) Z padat. Filamen tebal miosin terikat
pada garis Z melalui protein titin. Titin meletakan filamen miosin di tengah garis Z dan
bekerja sebagai pegas antara ujung filamen miosin dan garis Z8.
Seluruh otot rangka dibungkus oleh lapisan jaringan ikat ireguler padat
epimisium. Pada epimisium terdapat perimisium yang akan membagi inferior otot
menjadi berkas – berkas serat otot yang lebih kecil yaitu fasikulus. Dan juga terdapat
lapisan tipis jaringan ikat retikular endomisium, yang membungkus ke setiap serat otot.
Di endomisium akan terlihat pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe dengan pleksus
kapiler ekstensif.8
Gambar 5.1 : Serat Otot Rangka8
b. Otot Jantung
Serat otot jantung berbentuk silindris dan terletak di dinding dan sekat jantung
serta dinding pembuluh darah besar yang melekat pada jantung (aorta dan trunkus
pulmonaris) . Serat otot rangka juga memperlihatkan seran-lintang aktin dan miosin di
sarkomer yang membentuk pita I, pita A, dan garis Z yang sama seperti pada otot rangka.
Namun, otot jantung dibentuk dengan penyatuan sel dari ujung – ujung melalui taut yang
dinamai diskus interkalaris (intercalated disk) yang menjadi fitur pembeda pada otot
jantung. Diskus yang terwarnai pekat menjadi tempat perlekatan khusus yang melintasi
sel-sel jantung secara bertahap pada interval yang tak teratur. Pada otot jatung hanya
mempunyai 1 atau 2 nukleus yang teletak di sentral, ukuran lebih pendek daripada otot
rangka dan bercabang8 .

Gambar 5.2 :Potongan longitudinal dan transversal otot jantung8 .


c. Otot polos
Otot polos tersebar luas di tubuh dan bersifat involunter, dapat ditemukan di organ
berongga dan pembuluh darah. Otot polos pada saluran cerna, uterus, ureter dan organ
berongga lainnya berbentuk lapisan atau lembaran lebar. Di dermis kulit terlihat sebagai
garis – garis kecil yang terhubung dengan folikel rambut. Zonula adherens mengikat sel,
sementara taut celah menghasilkan pemasangan fungsional antara masing – masing sel
otot polos8.
Pada mikroskop cahaya, otot polos tampak seperti serat – serat memanjang
dengan berkas – berkas langsing berbentuk fusiform yang dinamai fasikulus. Serat otot
kecil dan memiliki nukleus tunggal di tengah. Di pembuluh darah, serat otot polos
tersusun dalam pola melingkar, sehingga dapat mengontrol tekanan darah dengan
mengubah diameter lumen. Di usus, otot polos tersusun dalam lapisan – lapisan
konsentrrik mengelilingi organ.
Serat otot polos mengandung filamen aktin dan miosin tanpa pola seran-lintang.
Aktin dan miosin berjalan secara oblik di seluruh sel dalam bentuk jejaring kisi-kisi yang
saling berpotongan dalam sarkoplasma, karena distribusi elemen-elemen kontraktil ini tak
teratur serat otot terlihat polos atau tanpa seran-lintang. Filamen aktin melekat ke badan
padat (dense bodies), struktur yang unik untuk otot polos. Badan padat tersebar di seluruh
sitoplasma dan badan padat di membran sel. Badan padat mengandung 𝛼-aktinin dan
protein aksesori diskus Z lainnya, dan serupa dengan diskus z seran-lintang.8

Gamabar 5.3:Otot polos di dinding usus halus8 .


Tabel 5.1 perbedaan Otot Rangka, Otot Polos dan Otot Jantung.
Otot Rangka Otot Polos Otot Jantung
Serat Sel multinuklir tunggal Tunggal yang kecil, Sel di sejajarkan dalam
sel- sel fusiformis erat penyusunan
terbungkus percabangan.
Sel atau Serat bentuk Berbentuk silinder Fusiformis Bentuk silinder
Letak dari Nukleus Periferal, berdekatan Sentral dibagian terluar Sentral
dengan sarkolema. dari sel.
Tubulus T Pusat Triad di A-I Absen; Caveolae Di dalam diat di diskus
tauatan yang ketat. mungkin secara Z
fungsional serupa.
Lokasi Utama Otot rangka, lidah , Pembuluh darah, Jantung
diafragma, mata dan pencernaan dan saluran
kerongkongan atas. pernafasan , rahim,
kandung kemih, dan
organ lainnya

2.3 Biokimia Otot dan Neurotransmitter.


Otot adalah transduser (mesin) biokimia utama yang mengubah energi potensial
(kimiawi) menjadi energi kinetik (mekanis). Otot merupakan jaringan tunggal terbesar di
tubuh manusia, membentuk sekitar 25% massa tubuh saat lahir, lebih dari 40% pada orang
dewasa muda, dan sedikit lebih kecil dari 30% pada usia lanjut. Pada bab ini akan dibahas
aspek-aspek ketiga jenis otot yang terdapat pada vertebrata,rangka, jantung, dan polos. Baik
otot rangka maupun jantung tampak bergaris-garis (striata, lurik, serat-lintang) pada
pemeriksaan dengan mikroskop; otot polos tidak memiliki pola garis (non-striata). Meskipun
otot rangka berada dalam kontrol kesadaran, namun kontrol bagi otot jantung dan polos
bersifat involunter.5
Gambar 3.1 : Hidrolisis ATP5
Kontraksi otot pada hakikatnya terdiri dari perlekatan dan pembebasan siklik kepala
S-1 miosin ke filamen F-aktin. Proses ini juga dapat disebut sebagai siklus penyusunan dan
perombakan jembatan silang. Pelekatan aktin pada miosin diikuti oleh perubahan konformasi
yang sangat penting di kepala S-1 dan bergantung pada nukleotida mana yang tersedia (ADP
atau ATP). Perubahan ini menghasilkan power stroke (kayuhan bertenaga), yang mendorong
pergerakan filamen aktin melewati filamen miosin. Energi untuk power stroke pada akhirnya
dipasok oleh ATP yang dihidrolisis menjadi ADP dan Pi. Namun, kayuhan bertenaga itu
sendiri terjadi karena perubahan konformasi di kepala miosin saat ADP meninggalkannya.
Proses-proses biokimia utama selama satu siklus kontraksi dan relaksasi otot dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Dalam fase relaksasi kontraksi otot, kepala S-1 pada miosin menghidrolisis ATP menjadi
ADP dan Pi,tetapi produk-produk ini tetap terikat. ADP-Pimiosin yang terbentuk telah
mengalami penguatan dan disebut konformasi berenergi-tinggi.
2. Ketika kontraksi otot distimulasi (melalui proses-proses yang melibatkan Ca2+, troponin,
tropomiosin, dan aktin, yang dijelaskan kemudian), aktin dapat diakses dan kepala S-1
miosin menemukannya, mengikatnya, dan membentuk kompleks aktin-miosin-ADP-Pi.
3. Pembentukan kompleks ini mendorong pembebasan Pi, yang memicu power stroke. Hal
ini diikuti oleh pembebasan ADP dan disertai oleh perubahan konformasi mencolok di
kepala miosin dalam kaitannya dengan ekornya (Gambar 51-7), yang menarik aktin
sekitar 10 nm ke arah pusat sarkomer. Ini adalah pozver stroke (kayuhan bertenaga).
Miosin sekarang dikatakan berada dalam keadaan berenergi rendah, yang ditunjukkan
sebagai aktin-miosin.
4. Molekul ATP lain mengikat kepala S-1, dan membentuk kompleks aktin-miosin-ATP.
5. Miosin-ATP memiliki afinitas yang rendah terhadap aktin, dan oleh sebab itu aktin
terlepas. Langkah terakhir ini adalah komponen kunci pada relaksasi dan bergantung pada
pengikatan ATP dengan kompleks aktin-miosin.

Siklus lain kemudian dimulai dengan hidrolisis ATP, yang membentuk kembali
konformasi berenergi-tinggi. Oleh sebab itu hidrolisis ATP digunakan untuk menjalankan
siklus, power stroke yang terjadi karena perubahan konformasi kepala S-1 yang terjadi
sewaktu ADP dibebaskan. Bagian engsel (hinge region) miosin memungkinkan S-1 bergerak
leluasa dan juga menemukan filamen aktin. Jika kadar ATP intrasel turun (mis. setelah
kematian), ATP tidak tersedia untuk mengikat kepala S-1 (tahap 4), aktin tidak terlepas, dan
relaksasi (tahap 5) tidak terjadi. Hal ini merupakan penjelasan dari timbulnya kaku mayat
rigor mortis), yakni mengerasnya tubuh yang terjadi setelah kematian.
Ca2+ Berperan Sentral dalam Pengaturan Kontraksi Otot ontraksi semua otot terjadi
melalui mekanisme umum yang dijelaskan sebelumnya. Otot dari organisme yang berbeda
dan dari sel dan jaringan berbeda dalam organisme yang sama dapat memiliki mekanisme
molekular yang berbeda dalam mengatur kontraksi dan relaksasinya, pada semua sistem,
Ca2+ berperan kunci dalam regulasi. Terdapat dua mekanisme umum mengenai regulasi
kontraksi otot: berbasis-aktin dan herbasismiosin. Mekanisme pertama bekerja di otot rangka
dan jantung, dan yang kedua di otot polos.

Gambar 3.2 : Sarkoplasma Otot yang beristirahat dan konsentrasi Ca2+. 5


Dalam sarkoplasma otot yang beristirahat, konsentrasi Ca2+ adalah10-8 sampai 10-7
mol/L. Keadaan istirahat dicapai karena Ca2+ dipompa ke dalam retikulum sarkoplasma (RS)
melalui kerja suatu sistem transpor aktif yang disebut Ca2+ATPase (Gambar 51-8), yang
memicu relaksasi. Retikulum sarkoplasma adalah suatu jalinan kantung-kantung bermembran
yang halus. Di dalam retikuIum sarkoplasma, Ca2+ terikat pada protein pengikat-Ca2+
spesifik yang disebut kalsekuestrin. Sarkomer dikelilingi oleh suatu membran yang dapat
tereksitasi (sistem tubulus T) dan terdiri dari kanal-kanal melintang (T) yang berkaitan erat
dengan retikulum sarkoplasma. Jika sarkolema tereksitasi oleh impuls saraf, sinyal disalurkan
ke dalam sistem tubulus T dan kanal pelepas Ca2+ di retikulum sarkoplasma di dekatnya
membuka, yang membebaskan Ca2+ dari retikulum sarkoplasma ke dalam sarkoplasma.
Konsentrasi Ca2+ di sarkoplasma meningkat cepat hingga 10-5 mol/L. Tempat-tempat
pengikatan Ca2+ di TpC pada filamen tipis dengan cepat diisi oleh Ca2+.TpC-4Ca2+
berinteraksi dengan TpI dan TpT untuk mengubah interaksi tropomin-tropomin tersebut
dengan tropomiosin. Dengan demikian, tropomiosin tergeser atau mengubah konformasi F-
aktin sehingga kepala miosin-ADPPi dapat berinteraksi dengan F-aktin untuk memulai siklus
kontraksi.
Kanal pelepas Ca2+ juga dikenal sebagai reseptor rianodin (rynnodine receptor,
RYR). Terdapat dua isoform dari reseptor ini, RYR1 dan RYR2, dan RYR1 terdapat di otot
rangka dan RYR2 di otot jantung dan otak. Rianodin adalah suatu alkaloid tumbuhan yang
mengikat RYR1 dan RYR2 secara spesifik dan memodulasi aktivitas keduanya. Kanal
pelepas Ca2+ adalah suatu homotetramer yang terdiri dari empat subunit 565 kDa. Kanal ini
memiliki sekuenssekuens transmembran di terminal karboksilnya, dan sekuens-sekuens inilah
yang mungkin membentuk kanal Ca2+. Bagian lain protein menonjol ke dalam sitosol,
menjembatani celah antara retikulum sarkoplasma dan membran tubulus transversus. Kanal
ini bergerbang ligan, Ca2+ dan ATP bekerja secara sinergis in vitro meskipun belum jelas
bagaimana kanal ini bekerja in vivo. Kemungkinan rangkaian proses yang terjadi sehingga
kanal membuka diperlihatkan di gambar bawah ini . Kanal tersebut terletak sangat dekat
dengan reseptor dihidropiridin (dihydropyridine receptor, DHPR), suatu kanal kalsium
bergerbang tegangan pada sistem tubulus transversuS. Eksperimen-eksperimen in vitro yang
menggunakan pendekatan kromatografi kolom afinitas menunjukkan bahwa suatu sekuens 37
asam amino pada RYR1 berinteraksi dengan satu lengkung spesifik pada DHPR.
Gambar3.2 : kemungkinan rangkaian kejadian yang menyebabkan terbukanya kanal pelepas Ca 2+ (RYR).
Seperti diuraikan di teks, kanal voitase Ca2+ dibuktikan berinteraksi satu sama lain in vitro melalui regio-
regio spesifik di rantai polipeptida ke duanya (DHPR, reseptor dihidropiridin; RYR1, reseptor rianodin 1) 5

Relaksasi terjadi jika kadar Ca2+ sarkoplasma turun di bawah 10-7 mol/L akibat
resekuestrasinya ke dalam retikulum sarkoplasma oleh Ca2+ATPase. Oleh sebab itu, TpC-
4Ca2+ kehilangan Ca2+nya. Akibatnya, troponin, melalui interaksi dengan tropomiosin,
menghambat interaksi lebih lanjut kepala miosin dan F-aktin, dan dengan adanya ATP,
kepala miosin terlepas dari F-aktin. Oleh sebab itu, Ca2+ mengontrol kontraksi dan relaksasi
otot rangka melalui mekanisme alosterik yang diperantarai oleh TpC, TpI, TpT, tropomiosin,
dan F-aktin.Penurunan konsentrasi ATP di sarkoplasma (mis. Oleh pemakaian berlebihan
sewaktu siklus kontraksi relaksasi atau pengurangan pembentukarunya, seperti yang dapat
terjadi pada iskemia) menimbulkan dua efek besar: (1) Ca2+ ATPase (pompa Ca2+) di
retikulum sarkoplasma berhenti mempertahankan konsentrasi Ca2+ yang rendah di
sarkoplasma. Oleh sebab itu, terjadi interaksi kepala miosin dan F-aktin. (2) Tidak terjadi
pelepasan kepala miosin dari F-aktin (yang dependen-ATP), dan terjadi rigiditas (kontraktur).
Tabel 3.1. Rangkaian kejadian dalam kontraksi dan relaksasi otot rangka.
2.4 Mekanisme kontraksi otot
Kontraksi otot secara umum mengikuti urutan proses berikut :
Aksi potensial dihantarkan sepanjang saraf dan berakhir pada membran otot ,pada
ujung saraf dilepaskan neurotrasnmitter asetilkolin, Asetilkolin akan bekerja pada membran
serabut otot dan membuka gate Natrium, Masuknya ion Natrium dalam jumlah banyak
memulai terjadinya aksi potensial pada membran otot Aksi potensial dihantarkan sepanjang
membran otot sebagaimana yang terjadi pada membran saraf Aksi potensial yang terjadi di
membran otot akhirnya sampai ke bagian tengah otot yang menstimulasi retikulum
sarkoplasma melepaskan ion Kalsium, Ion Kalsium akan berikatan dengan troponin-C, dan
ini mengawali ikatan antara aktin dengan myosin, Ikatan antara aktin dan myosin
menyebabkan kedua filamen ini saling menarik ke arah tengah (sliding filament mechanism)
dan inilah yang disebut kontraksi otot, Setelah beberapa waktu, ion Kalsium dipompa
kembali ke retikulum sarkoplasma, lalu terjadi pelepasan ikatan antara aktin dan myosin
(relaksasi).
Kontraksi yang terjadi melalui sliding filament mechanism, akibat terbentuknya cross-
bridge yang disusun oleh filamen myosin dan aktin, yang akan menarik aktin ke arah myosin
(tengah). Kekuatan untuk menarik diperoleh dari ATP yang tersedia di kepala myosin dan
akan aktif saat aksi potensial mencapai bagian otot.7
Gambar 4.1 : Penggabungan eksitasi-kontaksi dan relaksi otot.7

Gambar 4.2 : Siklus jembatan silang.7


Aktivitas pompa Ca2+ retikulum sarkoplasma mengembalikan Ca2+ yang dilepaskan
ke kantong leteral. Hilangnya Ca2+ dari sitosol memungkinkan kompleks troponin-
tropomiosin bergeser kembali ke posisinya yang menghambat, sehingga aktin dan miosin
tidak lagi berikatan di jembatan stiang. Filamen tipis, setelah dibebaskan dari siklus
perlekatan dan penarikan jembatan silang, kembah secara pasif ke posisi istirahatnya. Serat
otot berelaksasi.7

2.2 Metabolisme Otot aerob dan anaerob


Sel merupakan pengubah energi yang lebih efisien jika ada oksigen. Pada kondisi
anaerob (tidak ada udara, lebih spesifik lagi tidak ada O2), penguraian glukosa tidak dapat
berjalan melampaui glikolisis, yang berlangsung di sitosol dan menghasilkan hanya dua
molekul ATP per molekul glukosa. Energi yang belum terpakai di molekul glukosa tetap
terkunci dalam ikatan molekul piruvat, yang akhirnya diubah menjadi laktat jika tidak masuk
ke jalur yang ujung-ujungnya menuju fosforilasi oksidatif.
Jika terdapat cukup O2 kondisi aerob (dengan udara atau dengan O2) pemrosesan di
mitokondria (yaitu siklus asam sitrat di matriks serta sistem transpor elektron dan ATP
sintase di membran dalam) memanfaatkan cukup banyak energi untuk menghasilkan 30
molekul ATP tambahan, untuk hasil akhir 32 molekul ATP per molekul glukosa yang
diproses. Keseluruhan reaksi oksidasi molekul makanan untuk menghasilkan energi selama
respirasi seluler adalah sebagai berikut.
Makanan + O2 4 CO2 + H2O + ATP

Gambar 2.1: Ikhtisar Produksi ATP dari oksidasi sempurna satu molekul glukosa. Dengan totalo 32
ATP, di asumsikan bahwa elektron yang di angkut oleh tiap NADH menghasilkan 2,5 ATP dan yang di
angkut oleh tiap FADH2 menghasilkan 1,5 ATP selama Fosforilasi oksidatif.4
Gambar 2.2 : oksidasi makanan tak-terkendali versus terkendali.4

Gambar 2.3 : perbandingan hasil energi dan produk pada kondisi aerob dan anaerob. 4
Reaksi oksidatif di dalam mitokondria menghasilkan energi, tidak seperti reaksi
oksidatif yang dikendalikan enzim peroksisom. Kedua organel menggunakan O2, tetapi
untuk tujuan yang berbeda.
Glukosa merupakan nutrien utama yang berasal dari karbohidrat dalam makanan,
merupakan bahan bakar pilihan kebanyakan sel. Namun, molekul nutrien yang berasal dari
lemak (asam lemak) dan, jika diperlukan, dari protein (asam amino) juga dapat ikut serta di
titik titik tertentu dalam keseluruhan reaksi kimia yang akhirnya menghasilkan energi ini.
Asam amino biasanya digunakan untuk sintesis protein, bukan produksi energi, tetapi dapat
digunakan sebagai bahan bakar jika glukosa dan lemak tidak cukup. Asam lemak diurai
sedikit demi sedikit di matriks mitokondria melalui proses oksidasi beta yang memotong blok
unit dua karbon satu per satu. Setiap unit dua karbon dipakai untuk membentuk molekul
asetil-CoA yang memasuki siklus asam sitrat. Asam lemak yang berbeda mengandung atom
karbon dalam jumlah berbeda pula. Sebagian besar asam lemak di dalam tubuh memiliki
panjang rantai antara 14 dan 22 karbon. Karena tiap dua karbon pada rantai panjang asam
lemak membentuk sebuah asetil-CoA, satu asam lemak dapat menghasilkan 7 hingga 11
molekul asetil-CoA, bergantung pada panjang asam lemak bersangkutan; bandingkan dengan
2 molekul asetil-CoA yang dihasilkan dari penguraian molekul glukosa. Karena itu, lemak
lebih padat energi (yakni menghasilkan lebih banyak ATP pergram) ketimbang glukosa (dan
karbohidrat lain yang dicerna menjadi glukosa). Asam amino dapat digunakan untuk
menghasilkan energi jika diperlukan dengan membentuk asetil-CoA, piruvat, atau molekul
perantara dalam siklus asam sitrat, bergantung pada jenis asam aminonya. Mengingat asam
lemak dan asam amino mengasilkan energi melalui siklus asam sitrat dan fosforilasi oksidatif
saja, lemak dan protein hanya dapat digunakan dalam kondisi aerob, sementara glukosa dapat
dipakai dalam kondisi anaerob (melalui glikolisis saja) dan aerob manakala produk glikolisis
(piruvat) diurai lebih lanjut melalui siklus asam sitrat dan fosforilasi
oksidatif.

2.6 Komponen kontraktil Otot


Serat otot rangka tersusun atas banyak mioflbril, yang merupakan struktur intrasel
berbentuk silindris yang memanjang ke keseluruhan panjang satu serat otot. Miofibril adalah
elemen kontraktil yang membentuk sebagian besar dari volume serat otot. Setiap miofibril
terdiri dari susunan teratur mikrofilamen sitoskeleton yaitu filament titpis dan filament tebal.
Filament tebal terdiri dari protein myosin, sementara filamen tipis terdiri dari protein aktin.
Miosin sebagai pembentuk filamen tebal

Gambar 6.1 : Tiap molekul miosin terdiri dari dua subunit identik.9
Bagian ekor protein saling menjalin seperti untaian-untaian yang dipilin satu
sama lain, dengan dua bagian globular menonjol di satu ujung. tiap-tiap subunit
protein ini memiliki dua titik persendian: satu di ekor dan yang lain di "leher" atau
pertautan ekor dengan kepala globular. Kedua paruh tiap-tiap filamen tebal adalah
bayangan cermin yang dibentuk oleh molekul-molekul miosin yang terletak
memanjang dalam susunan bertumpuk teratur dengan ekor mengarah ke bagian
tengah filamen dan kepala globular menonjol keluar pada interval teratur. Kepala-
kepala ini membentuk jembatan silang antara filamen tebal dan tipis. Setiap jembatan
silang memiliki dua tempat penting yang krusial bagi proses kontraksi: (1) suatu
tempat untuk mengikat aktin dan (2) suatu tempat miosin ATPase (pengurai ATP).
Aktin sebagai pembentuk utama filament tipis
Filament tipis terdiri dari aktin sebagai komponen utama, serta tropomyosin dan
troponin. Tulang punggung filamen tipis dibentuk oleh molekul-molekul aktin yang
disatukan menjadi dua untai dan saling berpuntir dan diselubungi struktur tropomyosin
dan troponin yang saling menempel dan mengitari kumpulan aktin seperti gambaran
skematis berikut:

Gambar 6.2 : molekul-molekul aktin yang disatukan menjadi dua untai dan saling berpuntir dan
diselubungi struktur tropomyosin dan troponin yang saling menempel dan mengitari kumpulan aktin. 9
Selain filament tebal dan tipis, dalam myofibril terdapat jembatan silang yang
menghubungkan kedua jenis mikrofilamen. Jembatan silang menonjol dari masing-masing
filamen tebal di keenam arah menuju keenam filamen tipis di sekitarnya, seperti yang
nampak pada gambar dibawah:

Gambar 6.3 : Jembatan silang menonjol dari masing-masing filamen tebal di keenam arah menuju keenam
filamen tipis di sekitarnya.9

Ketiga komponen ini memiliki peran utama dalam kontraksi otot. Berikut adalah
gambar yang menjelaskan proses dan kegiatan jembatan silang yang berkaitan dengan
filament tipis dan tebal dalam proses kontraksi otot:

Gambar 6.4: proses dan kegiatan jembatan silang yang berkaitan dengan filament tipis dan tebal. 9
2.7 Mekanisme Energetika Kontraksi Otot
Serat otot memiliki jalur alternatif untuk membentuk ATP. Karena ATP adalah satu-
satunya sumber energi yang dapat langsung digunakan untuk berbagai aktivitas ini, agar
aktivitas kontraktil dapat berlanjut, ATP harus terus-menerus tersedia. Di jaringan otot
persediaan ATP yang dapat segera digunakan berjumlah terbatas, tetapi terdapat tiga jalur
yang rnemberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot:
1. transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP,
2. fosforilasi oksidatif (sistem transpor elektron dan kemiosmosis), dan
3. glikalisis. KREATIN FOSFAT Kreatin fosfat adalah sumber energi pertama yang
digunakan pada awal aktivitas kontraktil Seperti ATP, kreatin fosfat mengandung satu
gugus fosfat berenergi tinggi, yang dapat diberikan langsung ke ADP untuk
membentuk ATP. Seperti pembebasan energi ketika ikatan fosfat terminal di ATP
terputus, pemutusan ikatan antara fosfat dan kreatin juga membebaskan energi.
Energi yang dibebaskan dari hidrolisis kreatin fosfat, bersama dengan fosfat, dapat
diberikan langsung ke ADP untuk membentuk ATP. Reaksi ini, yang dikatalisis oleh enzim
sel otot kreatin kinase, bersifat reversibel; energi dan fosfat dari ATP dapat dipindahkan ke
kreatin untuk membentuk kreatin fosfat:

kreatin kinase Kreatin fosfat + ADP 4 kreatin+ ATP

Sesuai dengan hukum aksi massa, sewaktu cadangan energi di otot yang beristirahat
bertambah, peningkatan konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi
tinggi dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat. Sebaliknya, pada permulaan kontraksi
ketika miosin ATPase menguraikan cadangan ATP yang sekedarnya, penurunan ATP yang
kemudian terjadi mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat
simpanan untuk membentuk lebih banyak ATP.
Otot yang beristirahat mengandung kreatin fosfat lima kali lebih banyak daripada
ATP. Karena itu, sebagian besar energi disimpan di otot dalam bentuk kreatin fosfat. Karena
hanya satu reaksi enzimatik yang berperan dalam pemindahan energi ini, ATP dapat dibentuk
dengan cepat (dalam sepersekian detik) dengan menggunakan kreatin fosfat. Karena itu,
kreatin fosfat adalah sumber pertama untuk memasok ATP tambahan ketika olahraga
dimulai. Kadar ATP otot sebenarnya relatif konstan pada awal kontraksi, tetapi simpanan
kreatin fosfat berkurang Pada kenyataannya, upaya lompat tinggi, lari jarak dekat, atau
mengangkat beban, terutama ditopang oleh ATP yang berasal dari kreatin fosfat. Simpanan
kreatin fosfat biasanya menjalankan menit pertama (atau kurang) olahraga.
Sebagian atlet berharap memperoleh keunggulan kompetitif dengan menelan
suplemen kreatin untuk mendorong kinerja mereka dalam aktivitas berintensitas tinggi jangka
pendek yang berlangsung kurang dari semenit. (Secara alami kita memperoleh kreatin dari
makanan, terutama daging). Pemberian kreatin tambahan bagi otot menyebabkan simpanan
Kreatin fosfat bertambah yaitu, peningkatan simpanan energi yang dapat diubah menjadi
peningkatan kinerja aktivitas yang memerlukan letupan energi singkat. Namun, suplemen
kreatin harus digunakan secara hati-hati karena efek jangka panjangnya pada kesehatan
belum diketahui. Simpanan kreatin tambahan tidak bermanfaat pada aktivitas yang
memerlukan waktu lama dan mengandalkan mekanisme-mekanisme pemasok energi jangka
panjang.

Fosforilasi Oksidatif
Jalur multitahap fosforilasi oksidatif menghasilkan ATP dengan laju yang relatif
lambat jika dibandingkan dengan transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP
atau proses glikolisis. Fosforilasi oksidatif berlangsung di dalam mitokondria otot jika
tersedia cukup O2.Oksigen dibutuhkan untuk menunjang sistem transpor elektron
mitokondria, yang, bersama dengan kemiosmosis oleh ATP sintase, secara efisien memanen
energi yang diambil dari penguraian molekul-molekul nutrien dan menggunakannya untuk
menghasilkan ATP. Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak, bergantung pada
intensitas dan durasi aktivitas.Meskipun menghasilkan banyak molekul ATP, yaitu 32 untuk
setiap molekul glukosa yang diproses, fosforilasi oksidatif relatif lambat karena banyaknya
tahap enzimatik yang terlibat.
Selama olahraga ringan (misalnya, jalan kaki) hingga sedang (misalnya, jogging atau
berenang), sel-sel otot dapat membentuk cukup ATP melalui fosforilasi oksidatif untuk
mengimbangi kebutuhan energi perangkat kontraktil dalam jumlah sedang untuk waktu yang
cukup lama. untuk mempertahankan kelanjutan fosforilasi oksidatif, otot memerlukan
penyaluran O2 dan nutrien yang adekuat. Aktivitas yang dapat ditunjang dengan cara ini
adalah olahraga aerobik (dengan O2) atau olahraga jenis daya tahan. O2 yang dibutuhkan
untuk fosforilasi oksidatif terutama disalurkan oleh darah. Peningkatan O2 yang disalurkan
ke otot sewaktu olahraga berlangsung melalui beberapa mekanisme: Pernapasan yang lebih
cepat dan dalam menyebabkan peningkatan O2 yang masuk; jantung berkontraksi lebih cepat
dan lebih kuat untuk memompa lebih banyak darah beroksigen ke jaringan; lebih banyak
darah yang dialihkan ke otot yang sedang beraktivitas melalui dilatasi pembuluh darah yang
mendarahinya; dan molekul hemoglobin yang membawa O2 dalam darah mengeluarkan lebih
banyak O2 di otot yang sedang beraktivitas. Selain itu, sebagian tipe serat otot memiliki
banyak mioglobin, yang serupa dengan hemoglobin. Mioglobin dapat menyimpan sejumlah
kecil O2, tetapi yang lebih penting, senyawa ini dapat mempercepat pemindahan O2 dari
darah ke dalam serat otot.

Glukosa dan asam lemak, yang berasal dari makanan yang masuk,juga disalurkan ke
sel-sel otot oleh darah. Selain itu, sel otot mampu menyimpan glukosa dalam jumlah terbatas
dalam bentuk glikogen (rantai glukosa). Hingga tahap tertentu hati dapat menyimpan
kelebihan karbohidrat yang masuk sebagai glikogen, yang dapat diuraikan untuk
membebaskan glukosa ke dalam darah untuk digunakan pada waktu di antara makan.
Pengisian karbohidrat peningkatan asupan karbohidrat sebelum suatu pertandingan adalah
taktik yang digunakan oleh sebagian atlet dengan harapan untuk meningkatkan prestasi dalam
pertandingan yang memerlukan daya tahan misalnya maraton. Namun, setelah simpanan
glikogen di otot dan hati penuh, kelebihan karbohidrat (atau nutrien kaya-energi lain) yang
masuk diubah menjadi lemak tubuh.
Produksi Laktat
Meskipun glikolisis anaerobik menyediakan cara untuk melakukan olahraga berat
ketika penyaluran O2 atau kapasitas fosforilasi oksidatif terlampaui, pemakaian jalur ini
memiliki dua konsekuensi. Pertama, sejumlah besar nutrien harus diproses karena glikolisis
jauh kurang efisien dibandingkan dengan fosforilasi oksidatif dalam mengubah energi nutrien
menjadi energi ATP. (Glikolisis menghasilkan 2 molekul ATP untuk setiap molekul glukosa
yang diuraikan, sementara fosforilasi oksidatif dapat mengekstraksi 32 molekul ATP dari
setiap molekul glukosa.) Sel otot dapat menyimpan glukosa dalam jumlah terbatas dalam
bentuk glikogen, tetapi glikolisis anaerob cepat menguras simpanan glikogen otot ini. Kedua,
ketika produk akhir glikolisis anaerob.
Glikolisis
Terdapat pembatasan respiratorik dan kardio-vaskular mengenai berapa banyak O2
yang dapat disalurkan ke otot (yaitu, paru dan jantung dapat menyerap dan
menyalurkan sejumlah tertentu O2 ke otot yang sedang bekerja). Selain itu, pada kontraksi
hampir maksimal, kontraksi yang kuat menekan pembuluh darah yang berjalan
melintasi otot hingga hampir tertutup sehingga ketersediaan O2 di serat otot menjadi
sangat terbatas. Bahkan jika O2 tersedia, sistem fosforilasi oksidatif yang relatif lambat
mungkin tidak mampu menghasilkan ATP dengan cukup cepat untuk memenuhi
kebutuhan otot sewaktu aktivitas berat. Konsumsi energi otot rangka dapat meningkat hingga
100 kali lipat ketika beralih dari keadaan istirahat ke olahraga dengan intensitas tinggi.
Jika penyaluran O2 atau fosforilasi oksidatif tidak dapat mengimbangi kebutuhan akan
pembentukan ATP seiring dengan meningkatnya intensitas olahraga, serat-serat otot
akan semakin mengandalkan glikolisis untuk menghasilkan ATP . Reaksi-reaksi kimiawi
pada glikolisis menghasilkan produk-produk yang akhirnya masuk ke jalur fosforilasi
oksidatif, tetapi glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk-produknya diproses lebih
lanjut oleh fosforilasi oksidatif. Selama glikolisis, satu molekul glukosa diuraikan menjadi
dua molekul piruvat, menghasilkan dua molekul ATP dalam prosesnya. Piruvat dapat
diuraikan lebih lanjut oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi.
Namun, glikolisis saja memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi oksidatif: (1)
glikolisis dapat membentuk ATP tanpa keberadaan O2 (bekerja secara anaerob, yaitu "tanpa
O2"), dan (2) jalur ini dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif. Meksipun
glikolisis mengekstraksi lebih sedikit molekul ATP dari setiap molekul yang diproses, reaksi
ini (karena kecepatannya) dapat menghasilkan ATP dengan laju yang lebih besar piruvat,
tidak dapat diproses lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif, molekul ini diubah menjadi
laktat. Akumulasi laktat diperkirakan berperan menimbulkan nyeri otot yang dirasakan ketika
seseorang melakukan olahraga berat. (Namun, nyeri dan kekakuan yang terjadi sehari setelah
seseorang melakukan latihan yang tidak biasa mungkin disebabkan oleh kerusakan struktural
reversibel.) Selain itu, laktat (asam laktat) yang diserap oleh darah menimbulkan asidosis
metabolik yang menyertai olahraga berat. Karena itu, olahraga anaerob intensitas berat dapat
dipertahankan hanya dalam waktu singkat, berbeda dari kemampuan tubuh melakukan
aktivitas aerobik tipe-daya tahan yang dapat berlangsung lama.daripada fosforilasi oksidatif
selama ada glukosa. Aktivitas yang dapat ditunjang dengan cara ini adalah olahraga intensitas
tinggi atau anaerobik.7

2.8 . Komponen Neurotransmitter.


Neurotransmitter adalah senyawa kimia utusan dari otak (The brain’s chemical
messengers). Neurotransmitters dilepas pada ujung sel neuron yang terdapat di sinaps, dan
berikatan dengan reseptor pada permukaan sel neuron target, dan juga bisa sel-sel otot atau
sel kelenjar. Reseptor-reseptor ini bertindak sebagai saklar (on and off switches) untuk neuron
berikutnya (penerima). Tiap reseptor mempunyai area tertentu yang secara selektif mengenali
messenger kimia tertentu.

Gambar 7.1 : Skema


kerja sinaps.10
Suatu neurotransmitter harus cocok atau sesuai, seperti halnya kunci dan gembok (
key fits into lock ). Jika transmitter berada atau bereaksi dengan reseptor, maka interaksi ini
akan mengubah potential membrane sel target dan memicu (Trigger) suatu respons dari sel
target, sehingga menghasilkan potensi aksi, kontraksi otot, stimulasi aktivitas enzim atau
penghambatan pelepasan neurotransmitter. Penelitian terus dilakukan untuk memahami peran
neurotransmitter di otak dan pengetahuan tentang efek obat pada senyawa kimia ini. Para ahli
berharap bahwa suatu saat dapat membantu untuk lebih memahami aliran yang bertanggung
jawab atas timbulnya berbagai gangguan, missal penyakit Alzheimer dan Parkinson.
Pemahaman juga diharapkan dapat diperoleh terkait dengan fungsi otak, missal memori,
motivasi seks, dan gangguan mental.
Pada beberapa kasus, sinyal listrik dapat secara instan menjembatani celah
antarneuron sehingga informasi berlanjut terus. Dalam beberapa kasus yang lain, diperlukan
neurotransmitter untuk mengirim informasi lewat celah sinaps. Neurotransmitter adalah
senyawa kimia yang dilepaskan oleh ujung akson melewati celah sinaps dan mencapai
reseptor dari neuron yang dituju. Dalam proses ini juga terjadi penyerapan kembali.
Neurotransmitter yang melekat di reseptor dapat diserap kembali oleh neuron dan digunakan
kembali. Neurotransmitter sangat penting dalam kehidupan kita. Tidak diketahui dengan pasti
berapa jenis neurotransmitter yang terdapat dalam tubuh kita, akan tetapi diperkirakan
terdapat lebih dari 100 jenis senyawa kimia. Beberapa contoh neurotransmitter tersebut di
antaranya :
a. Asetilkolin, terkait dengan memori, kontraksi otot, dan proses pembelajaran
(kognitif). Kurangnya asetilkolin di otak dapat menimbulkan penyakit Alzheimer.
b. Endorphin, terkait dengan pembentukan emosi dan persepsi nyeri. Tubuh
menghasilkan endorphin sebagai respons terhadapat ketakutan atau trauma. Senyawa
messenger ini menyerupai opium seperti morfin, bahkan lebih kuat efeknya.
Endorphin adalah pereda nyeri (pain killers) alami pada tubuh.
c. Dopamine, terkait dengan pola piker (thought), “energizer” alami otak (brain natural
energizer) dan rasa senang. Defisit dopamine terkait dengan munculnya penyakit
Parkison, sedangkan skizofrenia terkait dengan kelebihan dopamine.
d. Norepineprin, merupakan neurotransmitter yang menstimulasi penyediaan energy
mental dan fisik dan dapat juga menciptakan kecemasan (anxiety).
e. Epinerpin, merupakan suatu neurotransmitter eksitasi yang berperan dalam kesiagaan
(alertness) dan kemampuan berkonsentrasi (mental focus).
f. Serotonin, membuat pikiran relaks, dan menjaga emosi agar terkendali, dan juga
untuk mengatasi migraine, kecemasan, dan insomnia.
g. Gamma Amina Butyric Acid (GABA), merupakan neurotransmitter penghambat
(inhibitory) utama. Kekurangan GABA dapat menyebabkan kecemasan tremor.
h. Glutamat, merupakan neurotransmitter eksitasi terbanyak dalam otak. Salah fungsi
glutamate terkait dengan penyakit Parkinson dan Alzheimer.
i. Feniletilamina (PEA), merupakan neurotransmitter yang terkait dengan naik
turunnyaenergi dan suasana hati (mood). Dalam kadar rendah terkait ADD dan
ADHD, sedangkan pada kadar tinggi terkait dengan skizofrenia.

Neurotransmitter dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :


1. Neurotransmitter eksitasi, antara lain epineprin, norepinephrin, dopaminm glutamate,
feniletilamina (phenylethylamine, PEA), dan asam aspartat.
2. Neurotransmitter penghambat, antara lain GABA dan serotonin.
Keseimbangan semua neurotransmitter, termasuk neurotransmitter eksitasi dan penghambat,
sangat terkait dengan kondisi kesehatan.

Gambar 7.2 :Skema interaksi tiga neurotransmitter : noradrenaline, serotonin, dan dopamine.10

Neurotransmitter bukan satu-satunya senyawa yang mempengaruhi dan berperan


terhadap transmitter. Sejumlah obat atau senyawa kimia dapat berperan menyerupai atau
mempengaruhi neurotransmitter. Senyawa tersebut dinamakan antagonis. Praktis semua obat
yang mempunyai efek psikologis berinteraksi dengan system neurotransmitter di otak, dan
banyak yang menyerupai atau memblokir efek neurotransmitter.

Efek neurotransmitter asetilkolin dapat ditingkatkan oleh nikotin dan muscarine. Obat
opium seperti heroin dan morfin bersifat sebagai agonist, menstimulasi reseptor opiate-like
receptors dalam tubuh. Naloxone bertindak sebagai antagonist opium, menempati reseptor
tanpa mengaktivasinya, akibatnya naloxone dapat digunakan untuk mengatasi masalah
overdosis.

Gambar 7.3: Diagram interaksi enam neurotransmitter dalam otak.10

Keterangan :

Garis panah menunjukkan aktivasi. Garis panah menunjukkan aktivasi. Garis dengan
ujung kotak (bar headed) menunjukkan inhibisi. Arti singkatan : dopamine (DA), asetilkolin
(Ach), serotonin (5-HT), glutamate (Glu), noradrenalin (NA), dan gamma aminobutyric
(GABA). Toksin curare yang berasal dari tanaman dapat memblokir reseptor asetilkolin
sehingga dapat mengakibatkan kelumpuhan (paralisis). Senyawa sintesis dari curare adalaghh
d-tubocurarine yang digunakan sebagai muscle relaxant selama operasi sebelum obat lain
yang lebih aman dan efektif digunakan.

1. Asetilkolin disekresikan oleh sistem saraf pusat dan saraf tepi, yaitu persambungan
pada neuromuskuler vertebrata.
2. Norepinefrin disekresi oleh sistem saraf pusat dan saraf tepi.
3. Dopamin disekresi oleh sistem saraf pusat dan system saraf tepi.
4. Serotonin disekresi oleh sistem saraf pusat. 10

2.9. Mekanisme terjadinya Kram Otot


Keluhan pada muskuloskeletal merupakan keluhan pada otot skeletal yang
dirasakan.kram adalah suatu kontraksi otot atau sekelompok otot yang terus menerus yang
berlangsung lama dan tidak dipengaruhi oleh kemauan dan mengakibatkan rasa nyeri.
Pembebanan yang maksimal dalam jangka waktu yang lama maka otot-otot tubuh pada titik
tertentu tidak bisa merespon atau otot tidak mampu berkontraksi otot mengalami kelelahan
saat program pelatihan. kelelahan atau lelah otot adalah lemahnya atau mengilangnya
kemampuan otot untuk mengadakan reaksi terhadap rangsangan.
Aktivitas olahraga yang bertipe anaerobi akan meningkatkan konsentrasi asam laktat
dalam sel otot. Peningkatan jumlah asam laktat menyebabkan menurunya pH dari sel,
penurunan pH menyebabkan penurunan kecepatan reaksi dan menyebabkan penurunan
kemampuan metabolisme dan produksi ATP begitupun Kelelahan otot membatasi kinerja
otot. Penyebab terjadinya kram antara lain karena otot terlalu lelah, kurang pemanasan serta
peregangan dan adanya gangguan sirkulasi darah yang menuju ke otot sehingga
menimbulkan kejang. kelelahan atau lelah otot adalah lemahnya atau mengilangnya
kemampuan otot untuk mengadakan reaksi terhadap rangsangan. Penyebabnya kelelahan otot
antara lain:
1. Adanya masalah dengan penyedian energy, ATP + PC, glikolisa anaerobic.
2. Akumulasi hasil produk seperti H +, asam laktat.
3. Kegagalan mekanik otot untuk melakukan konsentrasi.
4. Perubahan sistem saraf
Kelelahan juga bisa ditimbulkan akibat dari sistem metabolisme energi dalam tubuh
dengan terjadinya penumpukan, asam laktat di dalam otot akan mengganggu mekanisma sel
otot yaitu :
1. Menghambat enzim aerobik dan anaerobik, sehingga menurunkan kapasitas
ketahanan aerobik dan kapasitas ketahanan anaerobic.
2. Menghambat terbentuknya creatin phospat (CP) dan akan mengganggu koordinasi
gerak.
3. Menghambat enzim fosfofruktokinase.
4. Menghambat pelepasan ion Ca++ pada troponin C mengalami penurunan dan
mengakibatkan gangguan atau terhentinya kontraksi serabut otot.
5. Menghambat aktivitas ATP pada serabut otot cepat , karena ATP pada serabut otot
cepat peka terhadap asam.

Pembebanan otot statis dan berulang mengakibatkan aliran darah yang mengangkut
oksigen jadi terganggu, sehingga terjadi akumulasi kekurangan oksigen. Hal ini akan
mengakibatkan terjadinya metabolisme anaerobik yang akan terus menghasilkan asam laktat
dan panas tubuh yang mana akan menimbulkan kelelahan otot. Untuk mencegah terjadinya
kelelahan otot, menurut Satmoko ( 1993:192 ) kram dapat dicegah dengan:13

1. Latihan pemanasan yang benar termasuk latihan peregangan untuk menyiapkan organ
tubuh sehingga otot- otot siap melakukan latihan
2. Meningkatkan kebugaran fisik dan menguatkan otot yang bersangkutan
3. Menghindari gerakan-gerakan yang tidak perlu. Perawatan yang dapat dilakukan adalah
diistirahatkan, diberikan semprotan chlor ethil spray atau digosok dengan obat-obat
pemanas seperti balsem, dilanjutkan menahan kontraksi otot tersebut sampai kejangnya
hilang. Menahan otot waktu berkontraksi sama artinya menarik otot tesebut supaya
myosin filamen dan aktin filamen dapat menduduki posisi yang semestinya sehingga kram
berhenti.

2.10. Intesitas, Durasi serta komplikasi Kram Otot


Kram otot adalah kontraksi yang terus menerus yang di alami oleh otot atau
sekelompok otot dan mengakibatkan rasa nyeri. Penyebab kram adalah otot yang terlalu
lelah, kurangnya pemanasan serta peregangan, adanya gangguan sirkulasi darah yang menuju
ke otot sehingga menimbulkan kejang. Beberapa hal yang dapat menimbulkan kram antara
lain adalah :
1. Kelelahan otot saat nerolahraga sehingga terjadi akumulasi sisa metabolic yang
menumpuk berupa asam laktat kemudian merangsang otot/saraf hingga terjadi kram
2. Kurang memadainya pemanasan serta pendinginan sehingga tubuh kurang memiliki
kesempatan untuk melakukan adaptasi terhadap latihan
Intensitas, durasi dan komplikasi kram otot tergantung pada masing-masing orang.
Jika seseorang olahraga dengan baik dan benar meliputi intensitas latihan, frekuensi latihan,
durasi latihan dan tipe latihan yang tepat, maka kemungkinan kecil ia akan terkena kram
otot.1 Itulah sebebabnya dalam melakukan olahraga harus terprogram, terukur, terarah, dan
berkesinambungan dalam pencapaian prestasi maupun kesehatan. Olahraga yang tidak
terprogram dan terukur dapat menimbulkan gangguan cedera, seperti cedera tulang, sendi,
ligamen, dan otot.
Pada pendapat lain untuk cedera otot atau disebut strain banyak faktor yang
mempengaruhi tingkat cedera seperti gerakan secara tiba-tiba, salah gerak, dan otot terlalu
dipaksa untuk mengangkat beban yang berat. Kurangnya pemanasan dan asupan cairan
menyebabkan otot mengalami kram dan nyeri. Kram dan nyeri juga diakibatkan karena otot
dalam keadaan lelah dipaksa untuk melakukan aktivitas. Otot yang dipaksa lebih dari
kapasitas kekuatan otot berpeluang besar terjadi cedera. Salah satu contohnya cedera akibat
kram yang paling sering yaitu pada otot gastrocnemius. Cedera otot gastrocnemius
mempengaruhi pergerakan fleksibilitas persendian (rom) dan melemahnya kekuatan pada
sendi lutut dan sendi pergelangan kaki. Terutama pada saat gerakan fleksi (menekuk) dan
gerakan ekstensi (meluruskan) pada sendi lutut, sedangkan pada saat melakukan gerakan
plantarfleksi (diregangkan manjauhi tubuh) dan gerakan dorsofleksi (gerakan menekuk
mendekati tubuh) pada sendi pergelangan kaki. Cedera otot betis atau gastrocnemius sering
ditandai dengan adanya perubahan warna kulit pada betis, adanya rasa nyeri saat berjalan,
rasa kebas, kram, dan pembengkakan. sering juga kram otot ini salah satu dari gejala
beberapa penyakit pada otot, seperti berikut:
a. Myalgia
Mialgia atau disebut juga nyeri otot merupakan gejala dari banyak penyakit dan
gangguan pada tubuh.15 Penyebab umum myalgia adalah penggunaan otot yang salah atau
otot yang terlalu tegang. Pemakaian otot yang berlebihan dapat mengakibatkan otot-otot yang
digunakan mengalami kekurangan oksigen, sehingga terjadi suatu proses oksidasi anaerob
yang akan menghasilkan asam laktat. Asam laktat inilah yang akan menimbulkan rasa pegal
atau nyeri. Myalgia dapat dialami dalam waktu singkat, misalnya otot kram, atau berlanjut
sampai beberapa hari, bahkan beberapa bulan atau menahun dapat mengganggu penderita
karena intensitas yang berfluktuasi.
b. Spasme Otot
Selain itu ada juga yang dinamakan dengan spasme otot. Spasme otot sering kali
disebut sebagai kram otot atau bahkan nyeri otot adalah salah satu masalah pada alat gerak.
Pada dasarnya spasme otot merupakan tahap awal atau gejala awal dari berbagai penyakit
seperti adanya kram otot, nyeri otot, atau bahkan merupakan komplikasi pada cedera tulang
belakang. Keterkaitan yang sangat erat ini juga ditunjukan pada tanda dan gejala dari spasme
otot yakni adanya nyeri pada area yang mengalami spasme, ketegangan pada otot, kelemahan
serta perasaan tidak nyaman lainnya. Spasme otot disebabkan karena berbagai faktor,
menurut punnet l, pravalensi 37% nyeri punggung disebabkan oleh pekerjaan dari individu –
individu tersebut, dengan pembagian lebih banyak pada laki - laki berbanding wanita.
Sedangkan penelitian community oriented program for controle of rheumatic disease
(copord) indonesia menunjukan pravalensi nyeri punggung 18,2 % pada laki - laki dan 13,6
% pada wanita. National safety council melaporkan bahwa sakit akibat kerja yang frekuensi
kejadiannya paling tinggi adalah sakit/nyeri pada punggung yaitu 22% dari 1.700.000 kasus.
Menunjukkan pada posisi duduk baik 27/65 (41,5%) mengalami nyeri punggung, sedangkan
pada posisi tidak baik 11/12 (91,7%), dengan p=0,011 dan resiko 15,481 kali. Pada lama
duduk >4 jam didapatkan 37/63 (58,7%) nyeri punggung, sedangkan <4 jam 1/13 (7,13%),
dengan p=0,006 dan resiko 18,497 kali. Gabungan posisi dan lama duduk berpengaruh secara
bermakna terhadap nyeri Punggung (p=0,017 dan 0,010) dan memberikan resiko 21,400 dan
24.607 kali sehingga disimpulkan posisi dan lama duduk masing – masing berpengaruh dan
merupakan faktor resiko terhadap nyeri punggung. Sehingga gabungan posisi dan lama
duduk dapat meningkatkan pengaruh dan resiko.1
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sesuai skenario, laki- laki yang berumur 23 tahun pemain bulu tangkis mengalami
kram otot. Kram otot adalah kontraksi yang terus menerus yang di alami oleh otot atau
sekelompok otot dan mengakibatkan rasa nyeri. Penyebab kram adalah otot yang terlalu
lelah, kurangnya pemanasan serta peregangan, adanya gangguan sirkulasi darah yang menuju
ke otot sehingga menimbulkan kejang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Netter FH. Atlas of human anatomy. 6th Ed. Philadephia: Elsevier inc; 2014
2. Putz R, Pabst R. Atlas anatomi sobotta. 21st Ed. Jakarta:EGC;2003
3. Putz R, Pabst R. Atlas anatomi sobotta 23rd. Jakarta:EGC;2010
4. Sherwood L.Sherwood’s Introduction to Human Physiology. 8th. ed.Glubka A,
editor. China: Brooks/cole; 2013. 40-42 p.
5. Murray Rk. Bender DA. Botham KM. Kennelly PJ. Rodwell VW.Weil PA.
Biokimia harper.Ed 30. Jakarta : EGC;2015. P 691-6.
6. Guyton and Hall : Textbook of Medical Physiology, 12th edition, Saunder
Elsevier, 2011
7. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta Buku
Kedokteran EGC; 2014. 297 - 299p
8. Eroschenko VP. Atlas Histologi difiore dengan Korelasi Fungsional. 12 ed.
Jakarta: EGC; 2015
9. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Ed. 8. Pendit BU, penerjemah.
Jakarta: EGC, 2012. Hal. 278-84.
10. Timotius KH. Otak dan Perilaku. Christanti N, corrector. Yogyakarta: Penerbit
Andi; 2018. 37-42 p.
11. Susilowarno KG. Cara Mudah Menghadapi Ujian Nasional 2008. Jakarta:
Grasindo; 2008. 121 p.
12. Yugi Hari Chandra Purnama, PENGARUH BEKAM TERHADAP
PENURUNAN NYERI PADA KLIEN DENGAN TRAPEZIUS MYALGIA
PADA PEKERJA ANGKUT DI KECAMATAN JELBUK JEMBER, THE
INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE, September 2018
13. I Made Yoga Parwata, KELELAHAN DAN RECOVERY DALAM
OLAHRAGA. Jurnal Pendidikan Kesehatan Rekreasi. Juni 2015. Volume1
14. Setiawan T. keefektifan terapi terapi latihan fleksibilitas dan kekuatan terhadap
pasca cedera otot gastrocnemius [skripsi]. Yogyakarta: Fakultas ilmu
keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta; 2016
15. Nureka RP. perbedaan efektifitas thermotherapy dan coldtherapy terhadap
penurunan nyeri akibat spasme otot [srkripsi]. Malang: Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Malang. 2015
16. Sumardiyono, Lowa1 NW, Azzam AM, Huda KN, Nurfauziah N. Kejadian
myalgia pada lansia pasien rawat jalan. Myalgia disease on elderly in outpatients.
vol: 1 No. 2 September 2017
17. Norman W. Table of Lower Limb Muscles[Internet]. Available at:
http://www.wesnorman.com/tableofmuscles.htm

Anda mungkin juga menyukai