Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Upaya pemeliharaan kesehatan anak ditujukan untuk mempersiapkan generasi
yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan
angka kematian anak. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak
janin masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai
berusia 18 (delapan belas) tahun. Upaya kesehatan anak antara lain diharapkan
mampu menurunkan angka kematian anak. Indikator angka kematian yang
berhubungan dengan anak yakni Angka Kematian Neonatal (AKN), Angka
Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA) (Kementrian
Kesehatan RI, 2016).

Jumlah kematian anak balita di dunia masih tinggi. Berdasarkan data dari
UNICEF tahun 2014 angka kematian balita mencapai 6,6 juta balita per
tahunnya. Angka Kematian Balita (AKABA) di indonesia juga masih
tergolong tinggi dan belum mencapai target. Hasil Survei Penduduk Antar
Sensus (SUPAS) 2015 menunjukkan AKBA sebesar 26,29 per 1.000 kelahiran
hidup dengan target Sustainable Development Goals (SDG’s) sebesar 25 per
1000 kelahiran hidup (Kementrian Kesehatan RI, 2016). Salah satu penyebab
kematian pada anak disebabkan oleh komplikasi dari hipertermi. Hipertermi
merupakan peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan
tubuh untuk meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi
panas. Perubahan suhu tubuh di luar rentang normal mempengaruhi set point
hipothalamus. Perubahan ini dengan produksi panas yang berlebihan,
pengeluaran yang berlebihan, produksi panas minimal (Ernawati, 2013).

World Health Organitation (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam di


seluruh Dunia mencapai 16 – 33 juta dengan 500 – 600 ribu kematian tiap
2

tahunnya. Data kunjungan ke fasilitas kesehatan pediatrik terdapat sekitar 19%


sampai 30% anak diperiksa karena menderita demam (Setiawan, 2016).

Data di Indonesia menunjukan bahwa data anak penderita demam sebanyak


23,1%. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Lampung menyebutkan
bahwa demam pada anak usia 1- 14 tahun mencapai 4.074 anak dengan
klasifikasi 1.837 anak pada usia 1-4 tahun, 1.192 anak pada usia 5-9 tahun dan
1.045 anak pada usia 10-14 tahun (Setiawan, 2016). Berdasarkan data Dinas
Kesehatan Mesuji, jumlah kasus kematian akibat kejang demam pada anak
yang tidak tertangani memperlihatkan adanya peningkatan dari tahun 2016
sebanyak 24 kasus menjadi 31 kasus pada tahun 2017 (Dinas Kesehatan
Mesuji, 2017).

Demam pada anak dibutuhkan perlakuan dan penanganan tersendiri yang


berbeda bila dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini dikarenakan, apabila
tindakan dalam mengatasi demam tidak tepat dan lambat maka akan
mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu. Demam
dapat membahayakan keselamatan anak jika tidak ditangani dengan cepat dan
tepat akan menimbulkan komplikasi lain seperti, hipertermi, kejang dan
penurunan kesadaran. Bahkan demam yang mencapai suhu 41°C angka
kematiannya mencapai 17%, dan pada suhu 43°C akan koma dengan kematian
70%, dan pada suhu 45°C akan meninggal dalam beberapa jam (Setiawan,
2016).

Penatalaksanaan hipertermi untuk menghindari komplikasi harus dilakukan


dengan cepat dan tepat. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
(2014), penurunan suhu tubuh dapat dibantu dengan penggunaan obat penurun
panas (antipiretik), terapi fisik (nonfarmakologi) seperti istirahat baring,
kompres hangat, dan banyak minum.

Terapi nonfarmakologi yang sering dilakukan adalah dengan melakukan


kompres hangat pada dahi. Tepid merupakan suatu kompres/sponging dengan
air hangat. Penggunaan kompres air hangat akan membantu menurunkan suhu
pada anak. Kompres dingin tidak direkomendasikan untuk mengatasi demam
3

karena dapat meningkatkan pusat pengatur suhu (set point) hipotalamus,


mengakibatkan badan menggigil sehingga terjadi kenaikan suhu tubuh.
Kompres dingin mengakibatkan pembuluh darah mengecil (vasokonstriksi),
yang meningkatkan suhu tubuh. Selain itu, kompres dingin mengakibatkan
anak merasa tidak nyaman (IDAI, 2014).

Penggunaan kompres hangat pada dahi merupakan lokasi kompres yang


paling sering dilakukan. Padahal kenyataannya menurut IDAI (2014),
penggunaan kompres air hangat di lipat ketiak (axila) dan lipat selangkangan
(inguinal) selama 10-15 menit akan membantu menurunkan panas dengan
cara panas keluar lewat pori-pori kulit melalui proses penguapan (IDAI,
2014).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayu (2015), tentang


kompres air hangat pada daerah aksila dan dahi terhadap penurunan suhu
tubuh pada pasien demam di PKU Muhammadiyah Kutoarjo, diperoleh hasil
bahwa teknik pemberian kompres hangat pada daerah aksila lebih efektif
terhadap penurunan suhu tubuh dibandingkan dengan teknik pemberian
kompres hangat pada dahi (t hitung=5,879, dan p-value=0,000).

Puskesmas Simpang Pematang merupakan salah satu puskesmas di Kabupaten


Mesuji yang merupakan penyumbang angka kematian tertinggi pada anak
dengan hipertermi. Data menunjukan bahwa pada tahun 2016 jumlah anak
yang menderita hipertermi sebanyak 214 anak. Jumlah ini meningkat pada
tahun 2017 menjadi 233 dengan rincian penyakit penyebab yaitu, ISPA
mencapai 86, demam typhoid mencapai 51 anak, Diare mencapai 32 anak,
DHF mencapai 28 anak, malaria 22 anak, Campak mencapai 14 anak. Jumlah
kematian anak akibat demam tak tertangani tahun 2017 mencapai 11 kasus,
antara lain disebabkan kejang demam sebanyak 6 anak dan sisanya akibat
infeksi (meningitis 2 anak, sepsis 2 anak, dan dangue shock syndrom (DSS)
sebanyak 1 anak). Selain itu, data dari Januari s.d Maret terdapat 98 anak yang
mengalami demam, dengan rata-rata 33 anak setiap bulannya.
4

Berdasarkan hasil presurvey dengan melakukan wawancara terhadap 20 orang


tua anak yang pernah menderita hipertermi, sebanyak 6 orang (30%)
melakukan penanganan pertama dengan langsung memberi obat penurun
panas, sedangkan 14 orang (70%) melakukan penanganan pertama dengan
melakukan kompres. Selanjutnya dari 14 orang yang melakukan penanganan
pertama dengan melakukan kompres, sebanyak 4 orang (28,5%) melakukan
dengan kompres dingin sedangkan 10 orang (71,5%) melakukan dengan
kompres hangat. Kemudian dari 10 orang yang melakukan dengan kompres
hangat, secara keseluruhan (100%) dilakukan pada bagian dahi anak, karena
mereka mengatakan tidak mengetahui kompres hangat dapat dilakukan pada
bagian lain termasuk axila. Mereka biasanya melakukan kompres selama 10-
20 menit secara berulang sampai panas anak turun, setelah itu anak kembali
diukur suhunya. Penurun suhunya bervariasi sekitar (0,5-1°C) karena air
hangat yang digunakan berbeda-beda bahkan tidak diukur menggunakan
thermometer.

Bedasarkan dari latar belakang yang telah di kemukakan diatas, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitan tentang “Perbandingan efektivitas
pemberian kompres hangat antara daerah dahi dengan axila terhadap
penurunan suhu tubuh pada anak yang mengalami hipertermi di wilayah kerja
Puskesmas Simpang Pematang Kabupaten Mesuji Tahun 2018”.

1.2 Identifikasi Masalah


a. Angka kematian balita mencapai 6,6 juta balita per tahunnya. WHO
memperkirakan jumlah kasus demam di seluruh Dunia mencapai 16 – 33
juta dengan 500 – 600 ribu kematian tiap tahunnya. Data kunjungan ke
fasilitas kesehatan pediatrik terdapat sekitar 19% sampai 30% anak
diperiksa karena menderita demam.
b. Data di Indonesia menunjukan bahwa data anak penderita demam
sebanyak 23,1%. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Lampung
menyebutkan bahwa demam pada anak usia 1- 14 tahun mencapai 4.074
anak dengan klasifikasi 1.837 anak pada usia 1-4 tahun, 1.192 anak pada
usia 5-9 tahun dan 1.045 anak pada usia 10-14 tahun.
5

c. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Mesuji, jumlah kasus kematian akibat


kejang demam pada anak yang tidak tertangani memperlihatkan adanya
peningkatandari tahun 2016 sebanyak 24 kasus menjadi 31 kasus pada
tahun 2017.
d. Puskesmas Simpang Pematang menunjukan bahwa pada tahun 2016
jumlah anak yang menderita hipertermi sebanyak 214 anak. Jumlah ini
meningkat pada tahun 2017 menjadi 233. Berdasarkan hasil wawancara
terhadap 20 orang tua anak yang menderita hipertermi, sebanyak 10 orang
melakukan penanganan dengan kompres hangat dan dari 10 orang tersebut
secara keseluruhan (100%) dilakukan pada bagian dahi anak, karena
mereka mengatakan tidak mengetahui kompres hangat dapat dilakukan
pada bagian lain termasuk axila.

1.3 Rumusan Masalah


Bedasarkan dari latar belakang yang telah di kemukakan diatas, maka yang
menjadi pemasalahannya adalah “Bagaimana perbandingan efektivitas
pemberian kompres hangat antara daerah dahi dengan axila terhadap
penurunan suhu tubuh pada anak yang mengalami hipertermi di wilayah kerja
Puskesmas Simpang Pematang Kabupaten Mesuji Tahun 2018?”.

1.4 Tujuan penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbandingan efektivitas pemberian kompres hangat
antara daerah dahi dengan axila terhadap penurunan suhu tubuh pada
anak yang mengalami hipertermi di wilayah kerja Puskesmas Simpang
Pematang Tahun 2018.

1.4.2 Tujuan khusus


a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi suhu tubuh pada anak yang
mengalami hipertermi sebelum pemberian kompres hangat pada
daerah dahi di wilayah kerja Puskesmas Simpang Pematang Tahun
2018.
6

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi suhu tubuh pada anak yang


mengalami hipertermi setelah pemberian kompres hangat pada
daerah dahi di wilayah kerja Puskesmas Simpang Pematang Tahun
2018.
c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi suhu tubuh pada anak yang
mengalami hipertermi sebelum pemberian kompres hangat pada
daerah axila di wilayah kerja Puskesmas Simpang Pematang Tahun
2018.
d. Untuk mengetahui distribusi frekuensi suhu tubuh pada anak yang
mengalami hipertermi setelah pemberian kompres hangat pada
daerah axila di wilayah kerja Puskesmas Simpang Pematang Tahun
2018.
e. Untuk mengetahui perbedaan efektivitas pemberian kompres hangat
antara daerah dahi dengan axila terhadap penurunan suhu tubuh pada
anak yang mengalami hipertermi di wilayah kerja Puskesmas
Simpang Pematang Tahun 2018.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Teoritis
a. Sebagai bahan utama dalam pengembangan konsep tentang
perbandingan efektivitas pemberian kompres hangat antara daerah
dahi dengan axila terhadap penurunan suhu tubuh pada anak yang
mengalami hipertermi.
b. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi rujukan dan bahan
perbandingan bagi peneliti lain yang akan meneliti tentang
perbandingan efektivitas pemberian kompres hangat antara daerah
dahi dengan axila terhadap penurunan suhu tubuh pada anak yang
mengalami hipertermi.

1.5.2 Manfaat Aplikatif


a. Manfaat bagi tenaga kesehatan di Puskesmas Simpang Pematang
adala hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi tenaga kesehatan
untuk menyusun upaya-upaya yang sesuai dalam mengatasi
7

hipertermi dan menerapkan metode yang sesuai berdasarkan hasil


penelitian.
b. Meningkatkan pengetahuan orang tua dalam mengatasi masalah
hipertermi pada anak sehingga para orang tua mempunyai
pengetahuan bagaimana penanganan yang harus dilakukan jika terjadi
hipertermi pada anak.

1.6 Ruang Lingkup


Peneliti membatasi masalah penelitian dalam ruang lingkup yaitu,
menggunakan jenis penelitian experimental. Subjek penelitian adalah seluruh
pasien anak dengan hipertermi. Objek penelitian ini adalah perbandingan
efektivitas pemberian kompres hangat antara daerah dahi dengan axila
terhadap penurunan suhu tubuh pada anak yang mengalami hipertermi.
Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji-T. Tempat penelitian ini
adalah di Puskesmas Simpang Pematang, dan waktu penelitian akan
dilaksanakan bulan Mei tahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai