Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan berubahnya tingkat kesejahteraan di Indonesia, pola


penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan
beralihnya penyebab kematian yang semula didominasi oleh penyakit menular
bergeser ke penyakit tidak menular (non-communicable disease) (Kemenkes,
2008).
Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara
global. Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di
dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan
oleh Penyakit Tidak Menular. PTM juga membunuh penduduk dengan usia yang
lebih muda. Di negara-negara dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah, dari
seluruh kematian yang terjadi pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun,
29% disebabkan oleh PTM, sedangkan di negara-negara maju, menyebabkan 13%
kematian. Proporsi penyebab kematian PTM pada orang-orang berusia kurang
dari 70 tahun, penyakit cardiovaskular merupakan penyebab terbesar (39%),
diikuti kanker (27%), sedangkan penyakit pernafasan kronis, penyakit pencernaan
dan PTM yang lain bersama-sama menyebabkan sekitar 30% kematian, serta 4%
kematian disebabkan diabetes (Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehaatan,
2012).
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan salah satu dari
kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan
hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang
diduga berhubungan dengan kejadian PPOK, semakin banyak jumlah perokok
khususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan
maupun di luar ruangan dan di tempat kerja (Kemenkes, 2008).

1
2

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyakit kronis saluran


napas yang ditandai dengan hambatan aliran udara khususnya udara ekspirasi dan
bersifat progresif lambat (semakin lama semakin memburuk), disebabkan oleh
pajanan faktor risiko seperti merokok, polusi udara di dalam maupun di luar
ruangan. Onset (awal terjadinya penyakit) biasanya pada usia pertengahan dan
tidak hilang dengan pengobatan. Didefinisikan sebagai PPOK jika pernah
mengalami sesak napas yang bertambah ketika beraktifitas dan/atau bertambah
dengan meningkatnya usia disertai batuk berdahak atau pernah mengalami sesak
napas disertai batuk berdahak dan nilai Indeks Brinkman ≥200 (Riskesdas, 2013).
Menurut World Health Organization (WHO) (2008) PPOK merupakan
salah satu penyebab utama kematian di dunia dan akan menempati urutan ke-tiga
setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Pada tahun 2002, 2004 dan 2005
Proportional Mortality Ratio (PMR) akibat PPOK di beberapa negara maju
masing-masing sebesar 3,9%, 3,5% dan 3,9%. Di negara berkembang
masingmasing sebesar 7,6%, 7,45% dan 8,1% serta di negara miskin masing-
masing sebasar 3,1%, 3,6% dan 3,4%. Angka-angka tersebut menunjukkan
semakin meningkatnya kematian akibat PPOK di dunia. Laporan terbaru WHO
menyatakan bahwa sebanyak 201 juta manusia mengalami PPOK dan hampir 3
juta manusia meninggal akibat PPOK pada tahun 2005. Diperkirakan pada tahun
2030, PPOK akan menjadi penyebab ke-tiga kematian di seluruh dunia (WHO,
2008).
Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 prevalensi PPOK di Indonesia sebesar
3,7%. Tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK di Indonesia. Pada
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari
10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka
kematian karena asma, bronchitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke-6
dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Hasil survei penyakit tidak
menular oleh Direktorat Jenderal PPM & PL di 5 rumah sakit propinsi di
Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera
Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


3

penyumbang angka kesakaitan (35%), diikuti asma bronkial bronkial (33%),


kanker paru (30%) dan lainnya (2%) (PDPI, 2011).
Menurut Riskesdas Lampung tahun 2013 prevalensi PPOK tertinggi di
Kabupaten Mesuji sebesar 2,9% dan terendah di Kabupaten Tulang Bawang Barat
sebesar (0,1%). Berdasarkan karakteristik penyakit PPOK tertinggi adalah manula
(55 +), laki-laki, pendidikan rendah, tidak bekerja atau kelompok pekerja kasar,
tinggal di perdesaan, dan kuintil terbawah.
Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit PPOK, yaitu kebiasaan
merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70, pertambahan
penduduk, meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-
an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an, industrialisasi, polusi udara terutama di
kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan. Berdasarkan hasil SUSENAS
(Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001, sebanyak 54,5 % penduduk laki-
laki dan 1,2% perempuan merupakan perokok, 92,0% dari perokok menyatakan
kebiasaannya merokok di dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga
lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan
perokok pasif (BPS, 2001). Jumlah perokok yang berisiko menderita PPOK atau
kanker paru berkisar antara 20-25%. Hubungan antara rokok dengan PPOK
merupakan hubungan dose response, lebih banyak batang rokok yang dihisap
setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang
ditimbulkan akan lebih besar (PDPI, 2011).
PPOK lebih tinggi di perdesaan dibanding perkotaan. Prevalensi PPOK
cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah dan kuintil
indeks kepemilikan terbawah. Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari pada
umur 30-34 tahun sebesar 33,4 persen, umur 35-39 tahun 32,2 persen, sedangkan
proporsi perokok setiap hari pada laki-laki lebih banyak di bandingkan perokok
perempuan (47,5% banding 1,1%). Berdasarkan jenis pekerjaan,
petani/nelayan/buruh adalah proporsi perokok aktif setiap hari yang terbesar
(44,5%) dibandingkan kelompok pekerjaan lainnya. Rerata jumlah batang rokok
yang dihisap per hari per orang di Indonesia adalah 12,3 batang (setara satu
bungkus) (Riskesdas, 2013).

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


4

Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Niagara (2013)


menunjukkan bahwa usia, jenis kelamin, pekerjaan, kebiasaan merokok, dan
riwayat penyakit pernafasan yang diderita berhubungan dengan PPOK. Pada
penelitian tersebut mayoritas responden berusia 30-60 tahun yaitu 56,9%. Ratarata
responden penderita PPOK berjenis kelamin laki-laki yaitu 90%, pekerjaan
berisiko (buruh pabrik, penambang batu bara, dll) yaitu 56,8%, responden yang
merokok yaitu 68%, dan mayoritas responden memiliki riwayat penyakit
pernafasan yaitu lebih dari 50%.
Penelitian yang dilakukan Rahmatika (2007) proporsi penderita PPOK
berdasarkan sosiodemografi diperoleh pada kelompok umur >60 tahun 57,6%
dengan proporsi laki-laki 43,2% dan perempuan 14,4%. Penderita PPOK
berdasarkan keadaan medis tertinggi jenis penyakit sebelumnya bronkhitis kronis
42,4%, jenis komplikasi gagal nafas, dan kor pulmonal masing-masing 43,2%,
keparahan tingkat II 64,1 %, keluhan batuk berdahak dan sesak nafas dengan
sensitifitas masing-masing 100%. Proporsi penderita PPOK berumur ≤50 tahun
yang jenis penyakit sebelumnya Bronkhitis Kronik (39%) secara signifikan lebih
tinggi dibandingkan Asma Bronkhial (28,8%), Emfisema (13,6%), dan TBC Paru
(18,6%).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prabaningtyas (2010)
dengan judul hubungan antara derajat merokok dengan kejadian PPOK. Hasil
penelitian menunjukkan perokok berat mempunyai resiko terkena PPOK 3 kali
lebih besar daripada perokok ringan dan sedang (OR = 2,89; p = 0,008).
Kecenderungan penderita PPOK mempunyai riwayat merokok sebesar (73,10%)
lebih besar dibanding non PPOK (26,90%) Maka penelitian ini dapat disimpulkan
ada hubungan yang signifikan antara derajat merokok dengan kejadian PPOK.
Menurut hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di
Rumah Sakit Abdul Moeloek Provinsi Lampung, didapatkan hasil bahwa kasus
PPOK rawat inap dan rawat jalan periode Januari–November 2017 masing-
masing sebanyak 361 dan 143 kasus.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


5

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui


hubungan antara jenis kelamin, kebiasaan merokok, dan status pekerjaan dengan
derajat berat PPOK di RSUD Abdul Moeloek Tahun 2018.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, terdapat masalah


atau pertanyaan yaitu faktor-faktor risiko apa saja yang berhubungan dengan
derajat berat PPOK di RSUD Abdul Moeloek ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor risiko apa saja yang berhubungan dengan derajat
berat Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di RSUD Abdul Moeloek
Provinsi Lampung.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik responden PPOK (umur,


jenis kelamin, status pekerjaan) di RSUD Abdul Moeloek Provinsi
Lampung.
b. Untuk mengetahui gambaran kebiasaan merokok responden di RSUD
Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
c. Untuk mengetahui gambaran derajat berat PPOK responden di RSUD
Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
d. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara jenis kelamin
dengan derajat berat Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di RSUD
Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
e. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kebiasaan merokok
dengan derajat berat Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di RSUD
Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


6

f. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara status pekerjaan


dengan derajat berat Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di RSUD
Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

D. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini mengenai faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan
derajat berat Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di RSUD Abdul Moeloek
Provinsi Lampung tahun 2018. Populasi penelitian ini adalah pasien PPOK
rawat inap dan rawat jalan dengan sampel penelitian yang berjumlah 46
orang.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan


Dapat meningkatkan pelayanan kesehatan bagi penderita PPOK sesuai
dengan derajat berat penyakit.
2. Bagi Institusi
Sebagai referensi dan sebagai bahan bacaan mahasiswa/i di perpustakaan
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung dan sebagai bahan
perbandingan dengan peneliti lainnya.
3. Bagi Peneliti
Sebagai tambahan ilmu pengetahuan sehingga dapat menambah wawasan
dan dapat dijadikan sebagai perbandingan agar dapat meneliti dengan
variabel yang berbeda selanjutnya.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung

Anda mungkin juga menyukai