Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Pola Asuh


Pola Asuh adalah pola asuh terjadi dari 2 kata yaitu, pola yang berarti sistem
atau cara kerja dan asuh yang berarti penjaga dan membimbing,jadi dapat
dijabarkan bahwa pengertian pola asuh adalah sistem, cara kerja atau bentuk alam
upaya menjaga, merawat, mendidik dan membimbing anak supaya dapat berdiri
sendiri (Tarsis Tarmuji, 2005) mengungkapkan bahwa pola asuh orang tua
merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan
pengasuhan.
Ada dua jenis pola asuh menurut pendapat ahli, yaitu :
a. Pola Asuh Demokratis
Pola Asuh Demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan
anak akan tetapi tidak ragu dalam mengendalikan mereka. Orang tua dalam
prilaku ini bersikap rasional selalu mendasari tindakannya pada rasio atau
pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini bersikap realistis terhadap
kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui
kemampuan anak. Orang tua juga memberikan kebebasan kepada anak untuk
memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya kepada anak
bersikap hangat (Ira Petranto, 2005)
b. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh ini cenderung menetapkan standar mutlak yang harus dituruti
biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman misalnya, kalau tidak mau
makan maka idak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini cenderung memaksa,
memerintah, dan menghukum. Apa bila anak tidak mau melakukan apa yang
dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini akan menghukum anaknya.
(Ira Petranto, 2005)
c. Pola Asuh Permisif
Pola asuh ini memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan
sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak
menegur/ memperingatkan anaknya apabila anak sedang dalam bahaya dan
sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka, sehingga sering kali
disukai oleh anak. (Ira Petranto, 2005)

B. Kesalahan Dalam Pola Asuh


Banyak sekali orang tua saat ini mengalami beberapa kesalahan dalam
melakukan pola asuh kepada anaknya, diantaranya yaitu :

a. Terlalu banyak memuji


Jika orang tua terlalu banyak memuji anaknya akan menyebabkan anak akan
tumbuh sebagai orang dewasa yang egois dan arogan.

b. Memanjakan
Terlalu memanjakan anak akan membuatnya malas berusaha, sehingga anak
akan bergantung pada orang tuanya dan selalu berusaha meminta kepentingan
dirinya dengan cara memaksa dan marah.

c. Membandingkan
Ketika orang tua memiliki lebih dari satu anak, maka secara tidak sadar
membandingkan anak yang satu dengan anak lainnya, sehingga hal ini akan
membuat anak tidak memiliki kepercayaan diri dan merasa tidak dianggap.

d. Memaksakan
Banyak orang tua saat ini masih bersikap otoriter sehingga mereka
memaksakan kehendak mereka untuk membentuk jati diri anaknya. Sehingga
anak justru merasa tertekan dan bersikap apatis dan mudah putus asa.
C. Permasalahan Yang Timbul Dari Hubungan Orang Tua Dan Anak

Apabila setiap keluarga disoroti kemungkinan akan ada atau tidaknya


persoalan dengan ankk, maka akan terlihat macam macam derajat kesulitan,
bahkan mungkin saja bahwa tidak semua keluarga menyadari adanya sesuatu
kesulitan. Setiap keluarga mengalami, dan harus memecahkan persoalannnya
sendiri-sendiri. Persoalan akan menjadi masalah setelah menimbulkan suatu
gangguan dalam arus kehidupan dan kecemasaan pada orang tua. Orang tua baru
merasakan adanya persoalan dan menyadari perhatian khusus yang dibutuhkan
oleh anak setelah terjadi persoalan pada anak.

Dalam percakapan sehari hari sering terdengar penggunaan istilah emosi. Ada
yang karena emosi tidak mudah bergaul, ada yang sering mengikut sertakan
emosinya sehingga tidak menentu sikapnya terhadap personalia di lingkungan.
Masih banyak pemakaian istilah emosi yang dapaat di kemukakan. Tetapi apa
yang ingin di kemukakan dalam istilah emosi sulit dirumuskan dengan beberapa
perkataan. Hanya dapat dikatakan bahwa emosi-emosionalitas merupakan daya
penggerak suatu tingkah laku, dengan demikian dalah usaha mencari sumber-
sumber persoalan dan sebab-sebab tingakh laku anak, ibalah saat nya untuk
melihat emosional anak.

Suatu tingkah laku yang tidak menyenangkan orang tua itu dikarenakan
sesuatu haldimana tingkah laku tersebut digunakan anak sebagai suatu pencapaian
tujuan. Apabila anak menganggap bahwa tingkah laku, perbuatan tersebut,
berhasil melunakan hati orang tua, Maka anak akan melakukan hal tersebut untuk
mencapai tujuannya. Keadaan tertentu anak akan berada dalam situasi dimana
ternyata keinginan-keinginannya, terhalang dan tidak terpenuhi. Keadaan
terhalangnya suatu keinginan sering pula disebut prustasi. Anak sering
memperlihatkan prustasinya melalui kemarahan . Emosi kemarahan dapat
menyebabkan anak melakukan macam-macam tingkah laku.
D. Faktor-Faktor predisposional psikotis anak

Faktor sosial yang paling utama memberikan pengaruh predisposional psikotis


kepada anak adalah keluarga, yaitu bentuk keluarga itu sendiri.

a. Keluarga dengan ayah bunda yang tidak mampu berfungsi sebagai pendidik,
yang defisien sebagai pendidik, gangguan psikis yang erat kaitannya dengan
keseulitan yang dialami oleh orang tua, sehingga anak tidak bisa menjadi
dewasa sebagai psikis dan tidak bisa mandiri dalam kedewasaannya.

b. Tidak berfungsinya lembaga sebagai lembaga psikososial, orang tua tidak


mampu menyalurkan impuls-impuls anak melalui kanal penyalur yang wajar,
sesuai dengan norma-norma susila. Ketidaksanggupan keluarga memberikan
keterangan sosial dan status sosial kepada anak nya itu justru memusnahkan
harga diri anak, dan anak merasa sangat kecewa serta putus asa yaitu berupa
gangguan tidak tercapainya integrasi fungsi-fungsi psikis pada diri anak atau
munculnya disintegrasi pada ego-fungsi si anak.

c. Di tuntut kepatuhan total anak. Keluarga mau menerima, dan mengakui anak
hanya atas dasarsyarat-syarat normatif tertentu, yaitu asal anak mau mematuhi
pertintah dan menjauhi larangan tertentu juga bersedia mengingkari impuls
dorongan tertentu. Oleh tekanan dan larangan yang ketat itu anak kemudian
mengembangkan mekanisme pangkal, mekanisme penolakan, dan mekanisme
pelarian diri. Munculah kemudian banyak konflik intra psikis pada diri anak.
Pencerminan dari konflik tersebut yaitu gangguan relasional dan emosional
dari orang tua itu sendiri.

d. Dominasi dan kekuasaan mutlak atau sikap otoriter orang tua. Anak tidak
mampu menemukan jalan hidupnya sendiri karena harus patuh secara total
pada pembatasan-pembatasan yang dilakukan oleh orang tuanya. Terjadilah
konflik intra psikis antara kepatuha total kepada orang tua untuk merebut
perhatian dan kasih sayang orang tua, melawan keinginan kemauan bebas
sendiri (dorongan mandiri) yang muncul jadi agrisivitas, dan kemudian
berkembang menjadi gejala neurotis. Jelaslah bahwa konflik-konflik anak itu
merupakan pencerminan dari konflik intra psikis orang tuanya yang tidak
pernah terselesaikan oleh orang tua itu sendiri. Maka gangguan ganguan
psikis pada diri anank itu sebenarnya merupakan perpancangan dari gangguan
psikis ilusi-ilusi, delusi-delusi dan harapan orang tuanya, setiap usaha anak
untuk berinisiatif di tolak keras oleh orang tua, bahkan sering ditolak dengan
cara yang agresif sekali, segala kemauan anak selalu di rintangin, sihingga
anak lama-kelamaan menjadi apatis dan putus asa. Semua ini merupakan
pengaruh orang tua yang psikotis sifatnya, atau pengaruh yang bisa “membuat
gangguan jiwa” pada anak.

e. Dependensi dan identifikasi secara total (absolut) kepada salah satu atau
kedua orang tuanya, yang kemudian berbenturan dengan keinginan anak
menjadi mandiri dan melawan berkemauan sendiri. Sehubungan dengan ini
kebutuhan-kebutuhan, kecemasan-kecemasan, kekecewaan dan segenap
kekacauan batin orang tua itu, kemudian ditransfer kepada kehidupan batin
anaknya.

Anda mungkin juga menyukai