Abstrak
Injection molding merupakan proses pembentukan material plastik kedalam mold dengan tekanan
dan perlakuan panas. Pada injection molding terjadi processing shrinkage yang mengakibatkan
menurunnya kualitas produk plastik yang dihasilkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
meningkatkan kualitas produk dengan mengoptimalisasi parameter proses yang berpengaruh
terhadap shrinkage pada material plastik daur ulang acrylonitril butadiene styrene (ABS).
Penelitian ini mengunakan metode design of experiment (DOE) Taguchi, untuk mengkombinasikan
parameter proses, sehingga mendapatkan data parameter proses optimal terhadap shrinkage.Hasil
dari penelitian ini, shrinkage yang paling optimal pada arah longitudinal sebesar 0,28 %,
transversal 0,77 %, dengan variasi parameter proses holding pressure 90 bar, holding time 3,25
sekon, cooling time 20 sekon, back pressure 10 bar, dan temperatur leleh 205 ˚C.
Kata kunci: Shrinkage, injection molding, ABS, metode DOE Taguchi
yang terdiri dari tiga monomer pembentuk digunakan karena biaya yang dibutuhkan lebih
yaitu acrylonitril, butadiene, dan styrene. murah dan dapat memproduksi komponen
Ketiga monomer tersebut memberikan sifat yang kecil dan rumit (Ajis, 2010).
tahan terhadap bahan kimia , stabil terhadap
panas, sifat ketahanan pukul , sifat kuat Metode dasar pembentukan plastik molding
(toughness), sifat kaku (rigidity), dan mudah bertujuan untuk mendapatkan produk yang
diproses (Iman Mujiarto, 2005) . sesuai dengan sifat – sifat fisik yang
Budiyantoro, (2016) beberapa grade pada ABS diinginkan baik dari sisi luas penampang,
juga memiliki karakteristik yang berfariasi dari ketebalan, desain produk, insert yang panjang,
impact resistance rendah sampai yang tinggi dan toleransi dari sebuah produk yang harus
dan dari kilap rendah sampai tinggi, dan dipenuhi. Material plastik yang digunakan juga
beberapa sifat lanjutan jika material ABS ini di merupakan faktor yang sangat berpengaruh
berikan penambahan zat aditif seperti tahan dalam pembuatan sebuah produk plastik
bahan kimia, tahan korosi, tahan sinar UV, (Budiyantoro, 2010).
menghambat nyala api, transparan, dan tahan Mesin injeksi molding ada dua sumber energi
panas tinggi. Proses yang dapat dilakukan oleh yang menjadi penggerak untuk menjalankan
material acrylonitril butadiene styrene (ABS) sebuah mesin injection ini yaitu : sumber udara
ini dengan menggunakan teknik injeksi. bertekanan yang berfungsi untuk menekan
Sebelum dilakukan pemrosesan, material ABS piston atau plunyer, dan sumber listrik bolak-
perlu dikeringkan dengan temperatur tertentu. balik sebagai sumber tenaga untuk bagian
Proses pengeringan ini bertujuan untuk pemanas atau heating elements (Firdaus et al.,
mengurangi kandungan air yang terdapat pada 2003).
material ABS. Adapun sifat khusus yang
dimiliki material ABS resin typical toyolac 700 Mesin injection molding terdapat bagian-
314 adalah warna yang konsisten dan stabil, bagian yang berperan penting dalam proses
tahan terhadap pelapukan, dapat pembuatan produk plastik. Adapun bagian –
mempertahankan transparansi terhadap bagian mesin injeksi dibagi menjadi tiga
kelembapan dan suhu tinggi, keseimbangan bagian yaitu :
aliran yang baik, berkurangnya berat saat 1. Clamping Unit
pemanasan, impact strength yang baik, dan Ajis, (2010) clamping unit merupakan salah
baik pada kondisi cahaya tinggi (Toray plastics satu bagian dari mesin injeksi yang berfungsi
malaysia, 2012). untuk pencekam dua bagian mold, menjaga
Material ABS memiliki sifat higroskopis dan agar mold tetap dalam keadaan tertutup rapat
menyerap kelembapan dalam proporsi dengan bantuan tekanan calmping yang cukup
kelembapan lingkungan. Kadar air yang untuk menahan tekanan injeksi, serta dapat
terdapat pada resin ABS tergantung pada membuka dan menutup mold pada saat proses
ukuran pellet, bentuk dari resin, kelembapan injeksi berlangsung. Pada clamping unit
relatif diudara, dan berapa lama resin itu terdapat gaya yang dipergunakan untuk
terkena. Pada resin ABS toyolac dianjurkan menahan tekanan injeksi pda saat proses atau
0,05% - 0,1%, dan waktu pengeringan yang siklus injeksi berlangsung. Besarnya mesin
dianjurkan pada kondisi udara panas 80˚C; 3 – injeksi ditentukan oleh kekuatan clamping, dan
5 jam, 90˚C; 2 – 4 jam (Toray plastics malaysia, besarnya tekanan injeksi akan berbanding lurus
2012) . dengan kekuatan clamping.
Temperatur leleh resin ABS ini antara 230˚C -
250˚C, temperatur leleh ini harus sering Pada umumnya ada empat macam clamping
diperiksa dan dikontrol agar tidak melebihi unit yang sering digunakan yaitu:
suhu yang telah direkomendasikan. a. Mechanical (toggle clamp) yaitu clamping
Pengontrolan temperatur leleh bertujuan untuk unit yang menggunakan sistem kerja
mencegah terjadinya cacat penampilan dan mekanis dari linkage yang menghasilkan
sifat mekanik pada sebuah produk plastik yang gaya untuk menahan mold selama proses
dihasilkan. Berikut ini adalah karakteristik injeksi, dan hidrolik clamp.
resin ABS (Acrylonitril Butadiene Styrene) b. Hydraulical yaitu clamping unit yang
toyolac tipe 700 341(Toray plastics malaysia, menggunakan tenaga hidrolis untuk
2012). menghasilkan clamping force.
c. Hydro-mechanical yaitu clamping force
Injection Molding yang dihasilkan berasal dari toggle system
dan hydraulic system agar meningkatkan
Injection molding adalah salah satu metode kecepatan kerja.
pembentukan suatu benda atau produk dari d. Hydro-electrical yaitu clamping force
material plastik dengan ukuran dan bentuk yang dihasilkan dari kombinasi hydraulic
tertentu menggunakan alat bantu berupa dan electrical system.
cetakan atau molding yang diberikan tekanan Berikut ini adalah gambar clamping unit toggle
dan perlakuan panas. Injection molding clamp dan hidrolik clamp (Gb.1).
merupakan salah satu metode yang banyak
2
JMPM: Jurnal Material dan Proses Manufaktur - Vol.1, No.1, 1-10, Juni 2017
http://journal.umy.ac.id/index.php/jmpm
Berikut ini adalah prinsip kerja mesin injection antara produk yang dihasilkan dengan ukuran
molding : cetakan, dan post shrinkage adalah penyusutan
1. Start dengan posisi awal mold terbuka ukuran produk setelah di bentuk, dalam kurun
2. Proses close clamping mold dengan waktu penyimpanan, atau kurun waktu
bagian sisi core mendekati sisi cavity dari pemakaian (Budiyantoro, 2010).
keadaan terbukan.
3. Setelah posisi mold tertutup rapat dengan Nilai shrinkage biasanya ditunjukan dalam
tekanan tinggi maka unit injeksi bergerak satuan %, rumus yang dapat digunakan untuk
maju mendekati mold hingga nozzel mengukur nilai shrinkage adalah :
bersentuhan dengan sprue bursh. 𝐿𝑚−𝐿𝑝
4. Proses injeksi pengisian dengan 𝑆= 𝐿𝑚
×
menyuntikan plastik cair ke dalam mold.
Pada proses ini silinder injeksi bekerja 100(%)................................(pers.1)
hingga mendorong screw. S : Nilai Shrinkage
5. Proses holding injeksi untuk Lm : Panjang Ukuran Cetakan
menyempurnakan hasil produk dan Lp : Panjang Ukuran Produk
menahan tekanan balik.
6. Proses charging dilakukan untuk mengisi Oktaviani, (2013) pada saat proses
ulang material plastik untuk siklus injeksi pembentukan plastik dengan menggunakan
berikutnya sekaligus mendinginkan injection molding ada empat faktor yang harus
material yang telah diinjeksi. diperhatikan, yaitu temperatur mold,
7. Cetakan membuka, pada proses ini temperatur leleh, tekanan injeksi, dan tekanan
cetakan bergerak membuka dan holding (Gb.6).
mengembalikan ke tekanan normal pada
sistem hidrolik, kemudian dilanjutkan
dengan gerakan pin ejector untuk
mengeluarkan produk plastik.
Tidak
Produk
Jadi
Ya
Selesai
5
JMPM: Jurnal Material dan Proses Manufaktur - Vol.1, No.1, 1-10, Juni 2017
http://journal.umy.ac.id/index.php/jmpm
6
JMPM: Jurnal Material dan Proses Manufaktur - Vol.1, No.1, 1-10, Juni 2017
http://journal.umy.ac.id/index.php/jmpm
Berdasarkan trial produk dengan hoolding Tabel 3. Variabel parameter dan level
time parameter didapatkan sealing poin
holding time pada 3 sekon. Maka dari itu Fakt Variabel Satu Leve Leve Leve
pada penelitian yang dilakukan orial an l1 l2 l3
menggunakan holding time 3 sekon dan Holding
divariasi ketiga level. A Pressure Bar 87 90 93
6. Perhitungan Cooling Time Holding Deti
Untuk mengetahui lamanya cooling time B Time k 3 3,25 3,5
yang akan digunakan pada setting Cooling Deti
parameter dilakukan perhitungan parameter C Time k 16 18 20
cooling time secara teoritis dengan Back
menggunakan rumus seperti berikut D Pressure Bar 10 15 20
(Budiyantoro, 2016): Temperat
E ur Leleh ˚C 205 210 215
−𝑡 2 𝜋 (𝑇𝑟−𝑇𝑚)
𝑆= 𝐿𝑜𝑔𝑒 [ × ]..........(Per.3)
2×𝜋×𝛼 4 (𝑇𝑐−𝑇𝑚)
Tabel 4. Variasi Parameter
S : Cooling Time minimum (sekon)
t : Tebal Part (mm) A B C D E
α : Thermal Diffusity Bahan (mm2/s) No. Hold Hold Cool Back Tempe
Tr : Ejection Temperatur dari Part (oC) Perco ing ing ing Pres ratur
Tm : Suhu Mold ( C)o baan Pres Time Time sure Leleh
Tc : Suhu Silinder (oC) sure
1 1 1 1 1 1
Diketahui : 2 1 1 1 1 2
t : 4 mm ( tebal produk yang dihasilkan) 3 1 1 1 1 3
α : 0,1156 mm2/s (thermal diffusi pada 4 1 2 2 2 1
material ABS) 5 1 2 2 2 2
Tr : 88 oC (diperoleh dari data thermal 6 1 2 2 2 3
ejection molding materila ABS ) 7 1 3 3 3 1
Tm : 35 oC (diperoleh
o
dari pengukuran) 8 1 3 3 3 2
Tc : 215 C (suhu yang diatur pada 9 1 3 3 3 3
settingan parameter barrel) 10 2 1 2 3 1
− 4𝑚𝑚2 𝜋 (88 ℃−35℃)
11 2 1 2 3 2
𝑆= 𝐿𝑜𝑔𝑒 [ × (215℃−35℃)] 12 2 1 2 3 3
2×𝜋×𝛼 4
13 2 2 3 1 1
14 2 2 3 1 2
𝑆 = 31,43 𝑠𝑒𝑘𝑜𝑛 15 2 2 3 1 3
16 2 3 1 2 1
Cooling time minimum yang didapat dari 17 2 3 1 2 2
perhitungan teoritis adalah 31,43 sekon. 18 2 3 1 2 3
Pada saat waktu pendinginan 31,43 sekon 19 3 1 3 2 1
waktu yang dibutuhkan untuk 20 3 1 3 2 2
menghasilkan sebuah produk menjadi 21 3 1 3 2 3
semakin lama tetapi produk yang dihasilkan 22 3 2 1 3 1
sudah dalam kondisi dingin baik itu bagian 23 3 2 1 3 2
permukaan maupun bagian dalam produk. 24 3 2 1 3 3
Pada penelitian ini cooling time yang 25 3 3 2 1 1
digunakan adalah 16-20 sekon, ketika 26 3 3 2 1 2
waktu pendinginan 16-20 sekon bagian 27 3 3 2 1 3
permukaan produk yang dihasikan sudah
dalam kondisi suhu ruangan sekitar 30 oC,
akan tetapi bagian dalam produk yang Tahapan Pengukuran
dihasilkan masih dalam keadaan panas. Pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui
Pada saat mempercepat waktu pendinginan besarnya penyusutan pada bentuk dan ukuran
diharapkan dapat mempercepat waktu spesimen yang telah diproduksi. Berikut ini
pemrosesan sehingga biaya operasional adalah macam pengukuran yang dilakukan :
yang dikeluarkan akan semakin rendah.
1. Pengukuran longitudinal
Berikut ini besarnya nilai disetiap level Pengukuran longitudinal bertujuan untuk
yang digunakan pada penelitian. mengetahui besarnya nilai shrinkage pada
panjang spesimen.(Gb.10.)
7
JMPM: Jurnal Material dan Proses Manufaktur - Vol.1, No.1, 1-10, Juni 2017
http://journal.umy.ac.id/index.php/jmpm
PERCOBAAN 13
Longitudinal Shrinkage
No. (mm) Longitudinal
(%)
1 151,62 0,276243094
2 151,6 0,289397527
Gamabr 10. Pengukuran longitudinal 3 151,62 0,276243094
4 151,58 0,30255196
2. Pengukuran transversal
Pengukuran pada daerah transversal 5 151,62 0,276243094
dikakukan untuk memperoleh besarnya 6 151,6 0,289397527
nilai shrinkage terukur pada daerah
transversal. Gambar11. 7 151,6 0,289397527
8 151,62 0,276243094
9 151,62 0,276243094
10 151,6 0,289397527
Rata-Rata 151,608 0,284135754
Berdasarkan hasil yang didapat dari
perhitungan mean, nilai rata- rata shrinkage
terukur yang diperoleh pada percobaan ke 2
sebesar 0,64 mm dan pada percobaan ke 13
didapat nilai rata- rata shrinkage terukur
sebesar 0,44 mm. Dari data shrinkage terukur
dapat dihitung untuk mengetahui persentase
Gambar 11. Pengukuran transversal rata- rata shrinkage pada percobaan 2 dan 13,
dengan menggunakan rumus persamaan 1.
Pada percobaan ke 2 didapat nilai terukur
4. Hasil dan Pembahasan rata-rata produk sebesar 151,4 mm, maka
persentase shrinkagenya adalah
Hasil Pengukuran Longitudinal
Proses pengukuran longitudinal menggunakan 𝑆 = 0,42 %
jangka sorong dengan ketelitian 0,02 mm. Dari
pengukuran yang telah dilakukan didapat hasil Pada percobaan ke 13 didapat nilai terukur
pada percobaan 2 memiliki nilai shrinkage rata-rata produk sebesar 151,6 mm, maka
terbesar sedangkan pada percobaan ke 13 nilai persentase shrinkagenya adalah
shrinkage yang didapat paling kecil. Berikut
ini tabel hasil pengukuran: 𝑆 = 0,28 %
8
JMPM: Jurnal Material dan Proses Manufaktur - Vol.1, No.1, 1-10, Juni 2017
http://journal.umy.ac.id/index.php/jmpm
No. Shrinkage
Standart
Percob Longitud Transversa
Deviasi
aan inal (%) l (%)
2 0,42 2,43 0,039 0,43
13 0,28 0,77 0,009 0,32
3.5
3
Persentase Shrinkage %
2.43
2.5
2
Tabel 8. Hasil pengukuran transversal Percobaa
optimum 1.5
n2
1 0.77
Percobaa
0.42 0.28
0.5 n 13
0
Longitudinal (%) Transversal (%)
9
JMPM: Jurnal Material dan Proses Manufaktur - Vol.1, No.1, 1-10, Juni 2017
http://journal.umy.ac.id/index.php/jmpm
Daftar Pustaka
Anggono, A.D., 2005. Prediksi Shrinkage
Untuk Menghindarai Cacat Produk Pada
Plastic Injection. Media Mesin, 6(2): 70-77.
Akbarzadeh, A. dan Mohammad S., 2011.
Parameter Study in Plastic Injection Molding
Process using Statistical Methods and IWO
Algorithm. International Journal of Modeling
and Optimization, 1(2):141-145.
Firdaus dan Soejono T., 2002. Studi
Eksperimental Pengaruh Parameter Proses
Pencetakan Bahan Plastik Terhadap Cacat
Penyusutan (Shrinkage) Pada Benda Cetak
Pnuematics Holder. Jurnal Teknik Mesin, 4(2):
75-85.
Kavande, M. V dan S.D. Kadam. 2012.
Parameter Optimization of Injection Molding
of Polypropylene by using Taguchi
Methodology. IOSR Journal of Mechanical and
Civil Engineering. 4(4): 49-58.
Kale, H.P., dan Umesh V.H. 2015.
Optimization of Injection Moulding Process
Parameters for Reducing Shrinkage by Using
High Density Polyethylene (HDPE) Material.
Internatinal Jounal of Science and Research.
4(5): 722-725.
Kamaruddin, S., Zahid A.K., dan S.H. Foong.
2010. Application of Taguchi Method in the
Optimization of Injection Moulding
Parameters of Manufacturing Products from
Plastic Blend.IACSIT International Journal of
Engineering and Technology, 2(6):574-580.
Kristanto, Y., Bambang K., dan Ubaidillah.
2013.Pengaruh Suhu Pemanas Terhadap
Shrinkage Pada Proses Injeksi Polypropylene.
Jurnal Mekanika,12(1):7-10.
Lal, S.K. dan Hari V. 2013. Optimization of
Injection Moulding Process Parameters in the
Moulding of Low Density Polyethylene
(LDPE). Internatinal Jounal of Engineering
Research and Development, 7(5): 35-39.
10