Tugas 2
Diskusi Kelompok
High Quality Bottle Design and Manufacture Process
2. Product Spesification
Spesifikasi dari produk botol plastik yang akan dibuat ditentukan dari hasil akhir yang
ingin dicapai, hasil akhir ini dapat ditentukan oleh produsen ataupun hasil diskusi antara
costumer dan produsen. Bagaimanapun, dalam membuat desain produk ini, sudah ada standar
yang mengatur yaitu standar ASTM D2911-94 (2005) yang berisi standar spesifikasi untuk
dimensi dan toleransi dari botol plastik dengan standar dimensi akhir screw closure neck,
threads, toleransi, dan dimensi botol. Selain itu juga spesifikasi botol yang diperlukan
haruslah sesuai dengan aplikasi botol yang akan digunakan sehingga botol plastik dapat
menjalankan fungsinya tanpa mengalami failure.
Salah satu spesifikasi dimensi dari botol yang dibutuhkan ada pada gambar 3 dan
pada tabel 1 dibawah ini.
● Thermal Degradation
Dari data diatas dapat dilihat bahwa thermal degradation pada ketiga material
diurutkan dari yang paling baik adalah PE,PP, dan PET. Dimana temperatur degradasi
diatas dihitung pada titik degradasi 5% dan 10%. Dapat dilihat juga bahwa PE dan PP
memiliki residue hasil proses yang lebih sedikit dibandingkan dengan PET.
Sifat ini sangat penting dikarenakan terkadang container digunakan untuk
menampung air pada suhu tinggi. Dengan thermal degradation yang tinggi, ini dapat
mencegah degradasi dari material botol yang dapat mengkontaminasi air didalamnya.
● Chemical Resistance
Dari data diatas dapat dilihat bahwa PP dan HDPE memiliki sifat chemical
resistance yang lebih baik dibandingkan PET dan LDPE. Sifat ini akan sangat penting
karna ditujukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada air didalam wadah yang
dapat berakibat buruk jika dikonsumsi.
Dari ketiga sifat diatas, dapat disimpulkan material yang paling cocok
digunakan adalah PP.
Selain dari sifat diatas, beberapa sifat unggul PP ialah barier properties yang
baik, surface finish yang baik dan biaya yang rendah.
C. Additive Selection
Setelah persyaratan khusus untuk botol ditentukan, buat sketsa dan model
berbagai desain botol yang memenuhi kriteria tersebut dapat diproduksi. Sebagai
proses berlanjut, desain botol perlu menjadi lebih detail yaitu salah satunya,
penambahan aditif untuk lebih memperkaya keuntungan dari penggunaan desain botol
kami sehingga kedepannya desain botol yang kami gunakan bisa digunakan secara
optimal dengan menerapkan prinsip desain botol plastik yang baik.
Polimer yang disebut juga sebagai makromolekul, adalah molekul besar yang
dibangun oleh pengulangan kesatuan kimia yang kecil dan sederhana. Kesatuan-
kesatuan berulang itu setara dengan monomer, yaitu bahan dasar pembuat polimer.
Sehingga molekul-molekul polimer umumnya memunyai massa molekul yang sangat
besar sedangkan Aditif adalah senyawa kimia yang bila ditambahkan akan menaikkan
unjuk kerja (sifat kimia dan fisik berubah) seperti yang diharapkan.
Berdasarkan fungsinya, bahan tambahan atau zat aditif polimer dapat
dikelompokkan menjadi :
a. Dyes, bahan ini larut dalam bahan plastik sehingga menjadi satu sistem
dan terdispersi secara merata setelah melalui proses pencampuran.
Dyes mempunyai light fastness dan ketahanan panas kurang baik dan
dapat mengalami migrasi (bergerak ke permukaan) sehingga
mengurangi daya tarik dan kadang-kadang dapat meracuni kulit.
Penggunaan dyes dalam plastik jumlahnya terbatas.
b. Pigment, bahan ini tidak larut dalam bahan plastik tetapi hanya
terdispersi diantara rantai molekul bahan plastik tersebut. Pencampuran
bahan tersebut dengan bahan plastik kadang-kadang memerlukan
teknologi dan peralatan khusus. Derajat dispersi pigmen dalam bahan
plastik tergantung pada suhu, waktu pencampuran dan alat pencampur
serta ukuran partikel pigmen dan berat molekul bahan plastik.
Tabel 1.
Aditif Polimer
dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa material PP dalam hal ini sebagai material
pilihan untuk produk desain kami, memang memiliki sifat khusus yang kemudian dari
berbagai macam aditif yang ditemukan pada 2005 memiliki kecocokan untuk
digunakan sebagai zat tambahan untuk material PP.
guna menambahkan sifat fleksibilitas, ekstensibilitas dan kemudahan dalam
proses. dengan memperhatikan persyaratan dari penggunaan plasticizers, yaitu:
a. kompatibilitas
b. permanence
c. Efficiency
penambahan zat aditif selanjutnya adalah karena menjadi sesuatu fitur yang
sangat menarik untuk marketability dan identification. yaitu dengan colorants,
didefinisikan sebagai material yang memodifikasi light incident di permukaan
sehingga cahaya di gelombang lain, merefleksikan..
pada tahun 1958, bentuk amandemen dari undang-undang sebelumnya yang
dikenal sebagai amandemen aditif makanan disahkan oleh kongres. undang-undang
ini mencakup bahan-bahan yang kemungkinan besar akan menjadi bagian dari
makanan akibat pengolahan atau pengemasan pakan. administrasi makanan dan obat
secara teratur menerbitkan daftar pigmen yang dapat digunakan untuk aplikasi ini.
Titanium dioksida, iron oxides, dan ultramarine blue yang disiapkan dengan tepat
dapat digunakan dalam aplikasi ini, serta dalam makanan, tanpa memperhatikan
sertifikasi. pigmen lain dapat digunakan asalkan tidak menjadi bagian dari makanan.
serangkaian pelarut uji dan prosedur uji telah disiapkan yang mensimulasikan paparan
berbagai jenis makanan. selain itu penggunaan colorants juga penting untuk
meningkatkan durabilitas ketika digunakan di luar ruangan. carbon black pigments
akan meningkatkan durabilitas dari plastik apapun karena dapat menyerap cahaya
ultraviolet. warna pastel dan putih bisa di formulasikan dengan nonchalking grades
untuk menambahkan umur hidup dari material.
D. Process Selection
Ada beberapa metode forming yang dapat digunakan untuk membentuk botol,
yaitu bentuk dengan detail cukup tinggi dan memiliki hollow. Beberapa metode yang
tersedia diantaranya adalah, extrusion blow molding, strech blow molding, dan
injection blow molding. Namun disini dipilih injection blow molding karena
keunggulannya yang cocok dengan desain dari botol dan juga material yang
digunakan.
Dengan injection blow molding, keuntungan utamanya adalah tidak ada flash
atau scrapyang terjadi selama pemrosesan. Ini memberikan yang terbaik dari semua
ketebalan dinding dan kontrol distribusi plastik dan penyelesaian kemacetan kritis
dengan mudah dibentuk ke akurasi yang lebih tinggi. Rongga awal injection blow
molding yang dibentuk dirancang untuk memiliki dimensi yang tepat yang diperlukan
setelah meniup lelehan plastik serta memperhitungkan setiap penyusutan, yang
mungkin terjadi. Selesai leher, secara internal dan eksternal, dapat dicetak dengan
akurasi minimal +0,10 mm. Ini juga menawarkan kontrol berat yang tepat dalam
produk jadi yang akurat hingga setidaknya + 0.1 g. Kemudian kontainer yang sudah
jadi tidak memiliki area “pinchoff” di bagian ekor (garis di mana parison yang
diekstrusi benar-benar terputus dari kontainer selama proses pembuatan) yang dapat
memberikan titik lemah untuk uji jatuh atau kegagalan retak akibat tekanan sehingga
memberikan mechanical properties dibandingkan dari proses extrusi.
Injection blow molding adalah salah satu metode yang banyak digunakan
dalam pemrosesan polipropilen isotaktik (iPP), di mana sekrup dalam barrel yang
dipanaskan berputar untuk mengangkut, melelehkan dan memberi tekanan polimer
dalam berrel, dan kemudian sekrup menyuntikkan lelehan ke dalam cetakan dan
terakhir diberi tiupan untuk menciptakan hollow dalam produk. Parameter
pemrosesan memiliki pengaruh yang sangat kuat pada morfologi dan sifat fisik
produk cetakan.
● Temperatur Cetakan
Temperatur cetakan optimal untuk memproses iPP adalah 60 ° C. Penggunaan
suhu cetakan yang lebih rendah dari ini menghasilkan kulit tebal yang
menunjukkan lapisan sferulit prematur. Istilah 'kulit' mendefinisikan daerah
yang menunjukkan sferulit prematur termasuk lapisan sangat tipis yang
menunjukkan morfologi berorientasi yang dihasilkan dari aliran perluasan
yang dijelaskan dalam model.
● Temperatur Leleh
Suhu leleh biasanya diatur dalam kisaran 190°C dan 250°C. Dalam cetakan
injeksi konvensional, suhu leleh yang rendah dapat menyebabkan modulus
Young yang rendah karena terjadinya β spherulites. Namun, dalam cetakan
bagian tipis, efek ini mungkin didominasi oleh orientasi molekul tinggi yang
dikaitkan dengan pendinginan cepat. Oleh karena itu, suhu leleh yang rendah
mungkin lebih disukai untuk mencapai kekakuan tinggi pada cetakan bagian
tipis. Suhu leleh yang rendah juga dapat menyebabkan ketahanan benturan
tinggi pada cetakan bagian tebal yang diproduksi pada suhu cetakan tinggi
yang cenderung menunjukkan kandungan fasa β yang tinggi.
● Kecepatan Injeksi
Pada cetakan injeksi konvensional, kecepatan injeksi yang sangat tinggi
mengakibatkan penurunan modulus Young (E) akibat pemanasan geser yang
tinggi. Kecepatan injeksi yang sangat rendah dapat menghasilkan tingkat
orientasi molekul yang rendah yang terkait dengan modulus Young yang
rendah. Oleh karena itu kecepatan injeksi yang optimal harus ditetapkan untuk
mencapai kekakuan tinggi.
● Tekanan Holding
Pada cetakan injeksi konvensional, tekanan holding yang tinggi menghasilkan
kekakuan yang tinggi. Kekakuan yang tinggi adalah hasil dari peningkatan
tingkat orientasi molekul yang dapat diukur dengan studi difraksi sinar-X.
Tekanan tinggi dapat mengakibatkan pembentukan fase 'Y dalam sampel
cetakan injeksi. Perlu ditekankan bahwa pandangan umum bahwa
polipropilena yang diproses hanya menunjukkan fase dengan fase sporadis
dicurigai karena iPP yang dicetak dengan injeksi mungkin mengandung
sejumlah besar fase 'Y.
● Waktu Injeksi
Waktu injeksi harus mengambil peran dari keseluruhan siklus. Waktu injeksi
memainkan peran yang relatif kecil dalam mengendalikan lengkungan
dibandingkan dengan peran utamanya dalam pengendalian penyusutan. Selain
itu juga akan mempengaruhi cycle time dari proses.
Proses Injection Blow Molding
Injection blow molding terdiri dari dua jenis, yaitu single stagedan two stage.
Yang membedakan proses ini adalah dimana pada single stage, proses injeksi
langsung dilakukan setelah preform dibentuk sehingga hanya membutuhkan satu alat
saja. Pada tipe two stestagep, terlebih dahulu dibuat preform yang nantinya akan
dipanaskan kembali untuk melakukan proses blowing pada alat terpisah, sehingga
dibutuhkan dua alat. Kedua tipe pembentukan ini masing-masing memiliki
keunggulan yang berbeda. Namun disini dipilih metode two stage karena berbagai
kelebihannya seperti Fleksibilitas waktu siklus dan pergantian cepat, lebih sedikit
batasan pada desain botol, prosesnya bisa dihentikan kapan saja, preform dapat dijual
sebelum ditiup, menangani volume tinggi 1000 hingga 72.000 botol / jam namun
keunggulan utama yang ditawarkan untuk membuat botol dengan kualitas yang baik
adalah menghasilkan distribusi dinding yang baik.
Injection blow molding adalah proses kombinasi. Pertama, preform harus
diinjeksi dan kemudian meniupnya ke dalam bentuk yang diinginkan, dengan
demikian dua cetakan diperlukan: satu untuk bentuk preform dan satu untuk bentuk
akhir. Metode berikut dapat digunakan untuk memproduksi cetakan yang ditiup dari
cetakan injeksi.
Proses Injection blow molding dengan metode two stage adalah sebagai
berikut:
1. Preform adalah injeksi yang dicetak sebagai tahap terpisah, dalam mesin
terpisah. Preform awal dirancang untuk memiliki ketebalan dinding variabel
dan profil untuk memberikan sifat mekanis dan penghalang yang benar pada
cetakan tiup akhir.
2. Setelah dicetak, preform dipanaskan kembali (zona yang berbeda dari bentuk
sebelumnya dipanaskan ke suhu yang berbeda untuk paling sesuai dengan
persyaratan bentuk ledakan terakhir) dan ditempatkan dalam cetakan tiup.
3. Udara dimasukkan melalui leher bentuk awal dan bentuk awal ditiup ke dalam
bentuk cetakan. Ventilasi diperlukan agar semua udara yang terperangkap
dikeluarkan dari antara cetakan dan cetakan.
4. Dilakukan proses pendinginan agar terjadi solidifikasi pada botol. Cetakan
memiliki saluran pendingin yang dimasukkan ke dalam desainnya. Pendingin
biasanya berupa air yang dijaga pada suhu konstan.
5. Setelah periode pendinginan cetakan terbuka dan batang inti diputar ke posisi
pengeluaran. Artikel yang sudah jadi dilepas dari cetakan dan diuji kebocoran
sebelum pengepakan.
E. Referensi
Mandel, A. S. (2002). Bottle design, plastic. Encyclopedia of Polymer Science and
Technology.
Riley, A. (2012). Plastics manufacturing processes for packaging materials. In
Packaging Technology (pp. 310-360). Woodhead Publishing.
Kalay, G., & Bevis, M. J. (1999). Injection molding of isotactic polypropylene. In
Polypropylene (pp. 329-334). Springer, Dordrecht.
Rosato, D. V., & Rosato, M. G. (2012). Injection molding handbook. Springer
Science & Business Media.
Eriksen, M.K.; Christiansen, J.D.; Daugaard, A.E.; Astrup, T.F. (2019). Closing the
loop for PET, PE and PP waste from households: Influence of material
properties and product design for plastic recycling. Waste Management, 96(),
75–85. doi:10.1016/j.wasman.2019.07.005
Maddah, Hisham A. (2016). Polypropylene as a Promising Plastic: A Review.
American Journal of Polymer Science. DOI: 10.5923/j.ajps.20160601.01
https://books.google.co.id/books?
id=OzVEX7XjOE4C&lpg=PP1&ots=7goTXdL4yf&dq=colorants
%20polymers%20additives&lr&pg=PA71#v=snippet&q=colorants&f=false
https://www.bpf.co.uk/plastipedia/processes/injection_blow_moulding.aspx#:~:text=I
njection%20blow%20moulding%20is%20used,compared%20to%20extrusion
%20blow%20moulding.