Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

BATU GINJAL

I. KONSEP DASAR MEDIS


A. DEFENISI
Batu saluran kemih (urolitiasis) adalah adanya batu pada saluran kemih yang
bersifat idiopatik, dapat menimbulkan statis dan infeksi.Mengacu pada adanya batu
(kalkuli) pada traktus urinarius.
Batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya batu (kalkuli)
di ginjal. Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal.
Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran
menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batustaghorn. Kelainan atau obstruksi pada
sistem pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis ureteropelvik)
mempermudah timbulnya batu saluran kemih. Jika disertai dengan infeksi sekunder
dapat menimbulkan poinefrosis, urosepsis, abses ginjal ataupun pielonefritis (Muttaqin
dan Sari: 108, 2011)
Batu ginjal adalah batu di kalik atau pyelum ginjal. Batu perkemihan
(urolithiosis) dapat timbul pada berbagai tingkat dari sistem perkemihan yaitu ginjal,
ureter, kandung kemih. Batu ginjal merupakan batu saluran kemih bagian atas
(urolithiasis). Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada
di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh
kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo,
2010).
B. ETIOLOGI
1. Idiopatik (tidak diketahui)
2. Infeksi saluran kemih (ISK)
Infeksi oleh bakteri yang memecah ureum dan membentuk amonium akan
mengubah pH urine menjadi alkali dan mengendapkan garam – garam fosfat. Batu
struvite secara khas mengendap karena infeksi, khususnya oleh spesies
Pseudomonas atau Proteus mikroorganisme pemecah ureum ini lebih di jumpai
pada wanita.

1
3. Imobilisasi
Imobilisasi menyebabkan kalsium terlepas kedalam darah dan tersaring oleh
ginjal.
4. Penyakit Gout
Produksi asam urat meningkat dalam urine yang merubah pH urine menjadi asam
sehingga kristal - kristal asam urat mengendap.
5. Kurangnya asupan air putih
Dapat menurunkan konsentrasi substansi dalam urine dan mengendapkan kristal
yang dapat membentuk batu.
6. Obstruksi
Obstruksi pada aliran urin yang menimbulkan statis di dalam traktus urinarius
7. Faktor eksogen
Lingkungan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral
8. Faktor endogen
Genetik misal, hiperkalsiuria, hipersistinuria
Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain:
1. PH urine yang abnormal
2. Konsentrasi zat terlarut urine
3. Stasis urine
4. Beberapa infeksi (misal: infeksi oleh bakteri yang menghasilkan urease)
5. Diet tinggi kalsium
6. Demineralisasi tulang
Kebanyakan batu mengandung kalsium, sementara sisanya mengandung
amoniomagnesium fosfat atau stuvit, asam urat atau sistin (Mansjoer, 2000)
C. KLASIFIKASI
Batu saluran kemih dapat dibagi berdasarkan lokasi terbentuknya, menurut
lokasi beradanya, menurut keadaan klinik, dan menurut susunan kimianya.
1) Menurut tempat terbentuknya
a) Batu ginjal
b) Batu kandung kemih
2) Menurut lokasi keberadaannya :
a) Batu urin bagian atas (mulai ginjal sampai ureter distal)

2
b) Batu urin bagian bawah (Mulai kandung kemih sampai uretra)
3) Menurut keadaan klinik :
a) Batu urin metabolic aktif : bila timbul dalam satu tahun trakhir, batu
bertambah besar atau kencing batu.
b) Batu urin metabolic inaktif : bila tidak ada gejala seperti yang aktif
c) Batu urin yang aktifitasnya diketahui (asimtomatik)
d) Batu urin yang perlu tindakan bedah (surgically active) bila menyebabkan
obstruksi, infeksi, kolik, hematuria.
4) Menurut susunan kimiawi
Berdasarkan susunan kimianya batu urin ada beberapa jenis yaitu : batu kalsium
okalat, batu kalsium fosfat, batu asam urat, batu struvit (magnesiumammonium
fosfat) dan batu sistin
a) Batu Kalsium Oksalat :
Merupakan jenis batu paling sering dijumpai; yaitu lebih kurang 75 – 85%
dari seluruh batu urin. Batu ini lebih umum pada wanita, dan rata-rata terjadi
pada usia decade ketiga. Kadang-kadang batu ini dijumpai dalam bentuk
murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium
fosfat.
Batu kalsium ini terdiri dari 2 tipe yaitu monohidrat dan dihidrat. Batu
kalsium dihidrat biasanya pecah dengan mudah dengan lithotripsy (suatu
teknik non invasive dengan menggunakan gelombang kejut yang difokuskan
pada batu untuk menghancurkan batu menjadi fragmen-fragmen.) sedangkan
batu monohidrat adalah salah satu diantara jenis batu yang sukar dijadikan
fragmen-fragmen.
b) Batu Struvit :
Sekitar 10-15% dari total, terdiri dari magnesium ammonium fosfat
(batu struvit) dan kalsium fosfat. Batu ini terjadi sekunder terhadap infeksi
saluran kemih yang disebabkan bakteri pemecah urea. Batu dapat tumbuh
menjadi lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis
dan kaliks ginjal (6,46) Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk
batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal.(6’46) Batu ini

3
bersifat radioopak dan mempunyai densitas yang berbeda. Diurin kristal batu
struit berbentuk prisma empat persegi panjang.
c) Batu asam urat :
Lebih kurang 5-10% dari seluruh batu saluran kemih dan batu ini tidak
mengandung kalsium dalam bentuk mu rni sehingga tak terlihat dengan sinar
X (Radiolusen) tapi mungkin bisa dilihat dengan USG atau dengan Intra
Venous Pyelografy (IVP). Batu asam urat ini biasanya berukuran kecil, tapi
kadang-kadang dapat cukup besar untuk membentuk batu staghorn, dan
biasanya relatif lebih mudah keluar karena rapuh dan sukar larut dalam urin
yang asam. Batu asam urat ini terjadi terutama pada wanita. Separoh dari
penderita batu asam urat menderita gout; dan batu ini biasanya bersifat
famili apakah dengan atau tanpa gout. Dalam urin kristal asam urat berwarna
merah orange. Asam urat anhirat menghasilkan kristal-kristal kecil yang
terlihat amorphous dengan mikroskop cahaya. Dan kristal ini tak bisa
dibedakan dengan kristal apatit. Batu jenis dihidrat cenderung membentuk
kristal seperti tetesan air mata.
d) Batu Sistin :
Lebih kurang 1-2% dari seluruh BSDK, Batu ini jarang dijumpai (tidak
umum), berwarana kuning jeruk dan berkilau. Sedang kristal sistin diurin
tampak seperti plat segi enam, sangat sukar larut dalam air.(6) Bersifat
Radioopak karena mengandung sulfur.
e) Batu Xantin :
Amat jarang, bersifat herediter karena defisiensi xaintin oksidase. Namun bisa
bersifat sekunder karena pemberian alupurinol yang berlebihan.
D. MANIFESTASI KLINIS
a. Kolik renal atau ureter, tergantung dimana letak adanya batu. Apabila batu ada
didalam pelvis ginjal, penyebab nyerinya adalah hidronefrosis dan nyeri ini tidak
tajam, tetap dirasakan di area sudut kostovertebra. Apabila batu turun kedalam
ureter, pasien akan mengalami nyeri yang hebat, kolik, dan rasa seperti ditikam.
Nyeri ini bersifat intermitten dan disebabkan oleh spasme (kejang) ureter dan
anoksia dinding ureter yang ditekan batu. Nyeri ini menyebar ke area
suprapubik, genitalia eksterna dan femur.

4
b. Nausea(Mual) dan vomitus(Muntah) akibat adanya distesnsi abdomen karena
penekanan ginjal.
c. Demam dan menggigil karena infeksi.
d. Hematuria, karena adanya abrasi pada ureter karena batu.
e. Oliguria(Kencing sedikit-sedikit) dan anuria(Produksi urine tidak ada), akibat
adanya stasis urine(Urine <100cc). (Kowalak, 2002)
E. PATOFISIOLOGI
Urolitiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu

terbentuk ketika konsentrasi supstansi seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat dan

asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika difisiensi supstrats tertentu.

Seperti sitrat yang secaa normal mencegah kristalisasi dalam urine, serta status

cairan pasien.

Infeksi, stasis urine, serta drainase renal yang lambat dan perubahan

metabolic kalsium, hiperparatiroid, malignansi, penyakit granulo matosa

(sarkoldosis, tuberculosis), masukan vitamin D berlebih merupakan penyebab dari

hiperkalsemia dan mendasari pembentukan batu kalsium. Batu asam urat dapat

dijumpai pada penyakit Gout. Batu struvit mengacu pada batu infeksi, terbentuk

dalam urine kaya ammonia – alkalin persisten akibat uti kronik. Batu urinarius dapat

terjadi pada inflamasi usus atau ileostomi. Batu sistin terjadi pada pasien yang

mengalami penurunan efek absorbsi sistin (asam ammonia) turunan.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Laboratorium

 Urine analisis, volume urine, berat jenis urine, protein, reduksi, dan

sediment.

 Urine kultur meliputi: mikroorganisme, sensitivity test.

5
 arah yang meliputi: leuco, diff, LED, kadar ureum dan kreatinin, kadar

urine acid, kadar cholesterol, GTT, UCT.

b. Rontgen foto

BNO/buik neir overzicht = CVB (ginjal, ureter, buli-buli) = plain foto abdomen.

Dari pemeriksaan ini dapat diketahui: batu dalam saluran kemih, tulang-tulang,

ileo spoas lining, dan contour ginjal.

c. Urografi ekskretori untuk membantu memastikan diagnosis dan menentukan


ukuran dan lokasi batu.
d. USG ginjal untuk mendeteksi perubahan obstruksi seperti : hidronefrosis
unilateral atau bilateral dan melihat batu radiolusen yang tidak tampak pada foto
BNO.
e. Kultur urine yang memperlihatkan piuria, yaitu tanda infeksi saluran kemih.
f. Koleksi urine 24 jam untuk menentukan tingkat ekskresi kalsium oksalat, fosfor,
dan asam dalam urine.
g. Analisis batu untuk mengetahui kandungan mineral – mineralnya
h. Pemeriksaan serial kadar kalsium dan fosfor untuk mendiagnosis
hiperparatiroidisme dan peningkatan kalsium terhadap protein serum normal.
i. Pemeriksaan kadar protein darah untuk menentukan kadar kalsium bebas yang
tidak terikat dengan protein.
J. PENATALAKSANAAN
a. Farmako terapi.

o Natrium Bikarbonat.

o Asam Aksorbal.

o Diuretik Thiasid.

o Alloporinol.

b. Pengangkatan batu melalui Pembedahan.

o Pielolitotomi.

6
o Uretolitotomi.

o Sistolitotomi.

o Lithotripsi ultrasonic perkutan / PUL

K. KOMPLIKASI
Hidronefrosis, pionefrosis uremia, gagal ginjal.

1. Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian,


kehilangan fungsi ginjal, kebutuhan transfusi dantambahan intervensi sekunder
yang tidak direncanakan. Data kematian, kehilangan fungsi ginjaldan kebutuhan
transfusi pada tindakan batu ureter memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut
dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk
komplikasi signifikanadalah avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis,
trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak,emboli paru dan urinoma. Sedang yang
termasuk kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein
strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent
2. Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya
disebabkan oleh intervensi,tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu,
terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari
yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita
tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi.

II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN

1. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Keterbatasan aktivitas / imobilisasi berhubungan dengan kondisi
sebelumnya (contoh: penyakit tidak sembuh, cedera medulla spinalis).
2. Sirkulasi
Gejala :
- Peningkatan tekanan darah / nadi
- Kulit hangat dan kemerahan, pucat.

7
3. Eliminasi

Gejala :
- Riwayat adanya ISK kronik, obstruksi sebelumnya (kalkulus).
- Penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh.
- Rasa terbakar, dorong berkemih.
- Diare.

Tanda :
- Oliguria
- Hematuria
- Piuria
- Perubahan pola berkemih.

4. Makanan / cairan
Gejala :
- Mual / muntah, nyeri tekan abdomen.
- Diet tinggi purin, kalsium oksalat dan / atau fosfat.
- Ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air dengan cukup.

Tanda :
- Distensi abdomen
- Penurunan / tidak adanya bising usus.
- Muntah.

5. Nyeri/Kenyamanan

Gejala :

- Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada lokasi bat,
contoh pada panggul, abdomen, dan turun ke lipat paha / genetalia. Nyeri
dangkal konstan menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal.
- Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi
atau tindakan lain.

8
Tanda:
- Melindungi, perilaku distraksi.
- nyeri tekan pada area ginjal pada saat palpasi.

6. Keamanan
Gejala :
- Penggunaan alcohol.
- Demam, menggigil.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan


kontraksi ureteral dan trauma jaringan, pembentukan edema, ischemia seluler.
2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh
batu, iritasi ginjal atau ureteral.
3. Gangguan thermoregulasi berhubungan dengan proses infeksi.
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
mual / muntah (nausea) dan diuresis obstruksi.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan pembentukan batu pada traktus urinarius.

C. INTERVENSI DAN RASIONAL


1. Gangguan nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan
kontraksi ureteral dan trauma jaringan, pembentukan edema, ischemia seluler.

Tujuan:

o Nyeri hilang dengan spasme terkontrol.

Kriteria evaluasi:

o Tampak rileks, mampu beristirahat dengan tepat.

Intervensi keperawatan:

o Kaji skala nyeri dan lokasi

Rasional : membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan


kalkulus.
9
o Beri tindakan nyemen seperti pijatan pinggang (relaksasi dan distraksi).
Rasional : meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.

o Bantu ambulasi sering dan tingkatkan pemasukan cairan.

Rasional : hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu dan membantu


mencegah pembentukan batu selanjutnya.

o Beri kompres hangat pada punggung.

Rasional : menghilangkan tegangan otot dan menurunkan refleks spasme.

o Kolaborasi pemberian obat narkotik, reflek spasme dan edema jaringan.

Rasional : untuk membantu gerakan batu.

2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh


batu, iritasi ginjal atau ureteral.

Tujuan:
o Berkemih dengan jumlah yang normal dan biasa.

Criteria evaluasi:

o Tidak mengalami tanda-tanda obstruksi.

Intervensi keperawatan:

o Observasi intake dan output cairan serta karakteristik urine.

Rasional : mengetahui fungsi ginjal dan adanya komplikasi.

o Dorong meningkatkan pemasukan cairan.

Rasional : peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah, debris, dan


membantu lewatnya batu.

o Periksa urine dan catat adanya keluaran batu.

Rasional : penemuan batu menunjukkan identifikasi tipe batu dan pilihan


terapi.

10
o Pertahankan patensi kateter tak menetap.

Rasional : membantu aliran urine / mencegah retensi dan komplikasi.

o Kolaborasi pemberian obat Asetozolamide, Amonium Klorida, Asam ashorbat.

Rasional : meningkatkan pH urine untuk menurunkan pembentukan batu


asam, menurunkan pembentukan batu fosfat dan mencegah
berulangnya pembentukan batu alkalin.

3. Gangguan thermoregulasi berhubungan dengan proses infeksi.


Tujuan:

o Suhu kembali dalam keadaan normal.

Criteria evaluasi:

o Suhu tubuh 36oC – 37oC.

o Mukosa tidak kering.

Intervensi keperawatan:
o Observasi tanda-tanda vital.

Rasional : mengetahui perubahan suhu tubuh.

o Jauhkan dari baju tebal / selimut tebal.


Rasional : dapat meningkatkan suhu tubuh.

o Anjurkan minum sesuai dengan kebutuhan.


Rasional : memenuhi cairan tubuh.

4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit sehubungan dengan mual
dan muntah dan diuresis pasca obstruksi.

Tujuan:
o Mempertahankan keseimbangan cairan adekuat.

Criteria evaluasi:

11
o TTV stabil, BB normal, nadi perifer normal.

o Membrane mukosa lembab.

o Turgor kulit membaik.

Intervensi keperawatan:

o Obsevasi intake dan output cairan dan eletrolit.

Rasional : membandingkan keluaran actual dan diantisipasi membantu evaluasi


adanya kerusakan ginjal.

o Catat adanya muntah dan diare.

Rasional : muntah dan diare berhubungan dengan kolik ginjal karena syaraf
ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambung.

o Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3 – 4 liter/hari.

Rasional : mempertahankan keseimbangan cairan yang dapat membantu batu


keluar.

o Timbang berat badan setiap hari.

Rasional : peningkatan berat badan yang cepat mungkin berhubungan dengan


retensi.

o Kolaborasi pemberian cairan parenteral dan obat antiemetik.

Rasional : mempertahankan volume cairan dan menurunkan mual dan muntah.

o Kaji TTV, turgor kulit dan membrane mukosa.

Rasional : indicator hidrasi / volume cairan.

5. Infeksi berhubungan dengan pembentukan batu pada traktus urinarius.


Tujuan:

o Infeksi tidak berlanjut.

Criteria evaluasi:

12
o Tanda-tanda infeksi berkurang.

Intervensi keperawatan:

o Observasi tanda-tanda infeksi.

Rasional : mengetahui perkembangan pasien.

o Catat karakteristik urine.

Rasional : urine keruh dan bau menunjukkan adanya infeksi.

o Gunakan teknik aseptic bila merawat.


Rasional : membatasi introduksi bakteri ke dalam tubuh.
o Tingkatkan cuci tangan pada pasien dan staf yagn terlibat.
Rasional : menurunkan resiko kontaminasi silang.

D. EVALUASI
1. Nyeri berkurang/hilang
2. Berkemih dalam jumlah yang normal dan biasa
3. Suhu kembali dalam keadaan normal (36oc-37oc)
4. Mempertahankan keseimbangan cairan adekuat
Infeksi tidak berlanjut

13
DAFTAR PUSTAKA
Bruner and suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol. 2, Jakarta: EGC.
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Corwin. 2001 . Buku Saku Patofisiologi . Jakarta : EGC.
Doenges E.Marilyn. 2000. Rencana asuhan keperawatan , Jakarta: EGC
Kowalak. 2002. Buku ajar patofisiologi. Jakarta : EGC
Nursalam, 2006, Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem. Perkemihan,
Jakarta : Salemba Medika
Purnomo. 2000. Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI, Katalog Dalam Terbitan
(KTD): Jakarta.

14
PATHWAY BATU GINJAL

15

Anda mungkin juga menyukai