BATU GINJAL
1
3. Imobilisasi
Imobilisasi menyebabkan kalsium terlepas kedalam darah dan tersaring oleh
ginjal.
4. Penyakit Gout
Produksi asam urat meningkat dalam urine yang merubah pH urine menjadi asam
sehingga kristal - kristal asam urat mengendap.
5. Kurangnya asupan air putih
Dapat menurunkan konsentrasi substansi dalam urine dan mengendapkan kristal
yang dapat membentuk batu.
6. Obstruksi
Obstruksi pada aliran urin yang menimbulkan statis di dalam traktus urinarius
7. Faktor eksogen
Lingkungan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral
8. Faktor endogen
Genetik misal, hiperkalsiuria, hipersistinuria
Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain:
1. PH urine yang abnormal
2. Konsentrasi zat terlarut urine
3. Stasis urine
4. Beberapa infeksi (misal: infeksi oleh bakteri yang menghasilkan urease)
5. Diet tinggi kalsium
6. Demineralisasi tulang
Kebanyakan batu mengandung kalsium, sementara sisanya mengandung
amoniomagnesium fosfat atau stuvit, asam urat atau sistin (Mansjoer, 2000)
C. KLASIFIKASI
Batu saluran kemih dapat dibagi berdasarkan lokasi terbentuknya, menurut
lokasi beradanya, menurut keadaan klinik, dan menurut susunan kimianya.
1) Menurut tempat terbentuknya
a) Batu ginjal
b) Batu kandung kemih
2) Menurut lokasi keberadaannya :
a) Batu urin bagian atas (mulai ginjal sampai ureter distal)
2
b) Batu urin bagian bawah (Mulai kandung kemih sampai uretra)
3) Menurut keadaan klinik :
a) Batu urin metabolic aktif : bila timbul dalam satu tahun trakhir, batu
bertambah besar atau kencing batu.
b) Batu urin metabolic inaktif : bila tidak ada gejala seperti yang aktif
c) Batu urin yang aktifitasnya diketahui (asimtomatik)
d) Batu urin yang perlu tindakan bedah (surgically active) bila menyebabkan
obstruksi, infeksi, kolik, hematuria.
4) Menurut susunan kimiawi
Berdasarkan susunan kimianya batu urin ada beberapa jenis yaitu : batu kalsium
okalat, batu kalsium fosfat, batu asam urat, batu struvit (magnesiumammonium
fosfat) dan batu sistin
a) Batu Kalsium Oksalat :
Merupakan jenis batu paling sering dijumpai; yaitu lebih kurang 75 – 85%
dari seluruh batu urin. Batu ini lebih umum pada wanita, dan rata-rata terjadi
pada usia decade ketiga. Kadang-kadang batu ini dijumpai dalam bentuk
murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium
fosfat.
Batu kalsium ini terdiri dari 2 tipe yaitu monohidrat dan dihidrat. Batu
kalsium dihidrat biasanya pecah dengan mudah dengan lithotripsy (suatu
teknik non invasive dengan menggunakan gelombang kejut yang difokuskan
pada batu untuk menghancurkan batu menjadi fragmen-fragmen.) sedangkan
batu monohidrat adalah salah satu diantara jenis batu yang sukar dijadikan
fragmen-fragmen.
b) Batu Struvit :
Sekitar 10-15% dari total, terdiri dari magnesium ammonium fosfat
(batu struvit) dan kalsium fosfat. Batu ini terjadi sekunder terhadap infeksi
saluran kemih yang disebabkan bakteri pemecah urea. Batu dapat tumbuh
menjadi lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis
dan kaliks ginjal (6,46) Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk
batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal.(6’46) Batu ini
3
bersifat radioopak dan mempunyai densitas yang berbeda. Diurin kristal batu
struit berbentuk prisma empat persegi panjang.
c) Batu asam urat :
Lebih kurang 5-10% dari seluruh batu saluran kemih dan batu ini tidak
mengandung kalsium dalam bentuk mu rni sehingga tak terlihat dengan sinar
X (Radiolusen) tapi mungkin bisa dilihat dengan USG atau dengan Intra
Venous Pyelografy (IVP). Batu asam urat ini biasanya berukuran kecil, tapi
kadang-kadang dapat cukup besar untuk membentuk batu staghorn, dan
biasanya relatif lebih mudah keluar karena rapuh dan sukar larut dalam urin
yang asam. Batu asam urat ini terjadi terutama pada wanita. Separoh dari
penderita batu asam urat menderita gout; dan batu ini biasanya bersifat
famili apakah dengan atau tanpa gout. Dalam urin kristal asam urat berwarna
merah orange. Asam urat anhirat menghasilkan kristal-kristal kecil yang
terlihat amorphous dengan mikroskop cahaya. Dan kristal ini tak bisa
dibedakan dengan kristal apatit. Batu jenis dihidrat cenderung membentuk
kristal seperti tetesan air mata.
d) Batu Sistin :
Lebih kurang 1-2% dari seluruh BSDK, Batu ini jarang dijumpai (tidak
umum), berwarana kuning jeruk dan berkilau. Sedang kristal sistin diurin
tampak seperti plat segi enam, sangat sukar larut dalam air.(6) Bersifat
Radioopak karena mengandung sulfur.
e) Batu Xantin :
Amat jarang, bersifat herediter karena defisiensi xaintin oksidase. Namun bisa
bersifat sekunder karena pemberian alupurinol yang berlebihan.
D. MANIFESTASI KLINIS
a. Kolik renal atau ureter, tergantung dimana letak adanya batu. Apabila batu ada
didalam pelvis ginjal, penyebab nyerinya adalah hidronefrosis dan nyeri ini tidak
tajam, tetap dirasakan di area sudut kostovertebra. Apabila batu turun kedalam
ureter, pasien akan mengalami nyeri yang hebat, kolik, dan rasa seperti ditikam.
Nyeri ini bersifat intermitten dan disebabkan oleh spasme (kejang) ureter dan
anoksia dinding ureter yang ditekan batu. Nyeri ini menyebar ke area
suprapubik, genitalia eksterna dan femur.
4
b. Nausea(Mual) dan vomitus(Muntah) akibat adanya distesnsi abdomen karena
penekanan ginjal.
c. Demam dan menggigil karena infeksi.
d. Hematuria, karena adanya abrasi pada ureter karena batu.
e. Oliguria(Kencing sedikit-sedikit) dan anuria(Produksi urine tidak ada), akibat
adanya stasis urine(Urine <100cc). (Kowalak, 2002)
E. PATOFISIOLOGI
Urolitiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu
terbentuk ketika konsentrasi supstansi seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat dan
asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika difisiensi supstrats tertentu.
Seperti sitrat yang secaa normal mencegah kristalisasi dalam urine, serta status
cairan pasien.
Infeksi, stasis urine, serta drainase renal yang lambat dan perubahan
hiperkalsemia dan mendasari pembentukan batu kalsium. Batu asam urat dapat
dijumpai pada penyakit Gout. Batu struvit mengacu pada batu infeksi, terbentuk
dalam urine kaya ammonia – alkalin persisten akibat uti kronik. Batu urinarius dapat
terjadi pada inflamasi usus atau ileostomi. Batu sistin terjadi pada pasien yang
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Laboratorium
Urine analisis, volume urine, berat jenis urine, protein, reduksi, dan
sediment.
5
arah yang meliputi: leuco, diff, LED, kadar ureum dan kreatinin, kadar
b. Rontgen foto
BNO/buik neir overzicht = CVB (ginjal, ureter, buli-buli) = plain foto abdomen.
Dari pemeriksaan ini dapat diketahui: batu dalam saluran kemih, tulang-tulang,
o Natrium Bikarbonat.
o Asam Aksorbal.
o Diuretik Thiasid.
o Alloporinol.
o Pielolitotomi.
6
o Uretolitotomi.
o Sistolitotomi.
K. KOMPLIKASI
Hidronefrosis, pionefrosis uremia, gagal ginjal.
1. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Keterbatasan aktivitas / imobilisasi berhubungan dengan kondisi
sebelumnya (contoh: penyakit tidak sembuh, cedera medulla spinalis).
2. Sirkulasi
Gejala :
- Peningkatan tekanan darah / nadi
- Kulit hangat dan kemerahan, pucat.
7
3. Eliminasi
Gejala :
- Riwayat adanya ISK kronik, obstruksi sebelumnya (kalkulus).
- Penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh.
- Rasa terbakar, dorong berkemih.
- Diare.
Tanda :
- Oliguria
- Hematuria
- Piuria
- Perubahan pola berkemih.
4. Makanan / cairan
Gejala :
- Mual / muntah, nyeri tekan abdomen.
- Diet tinggi purin, kalsium oksalat dan / atau fosfat.
- Ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air dengan cukup.
Tanda :
- Distensi abdomen
- Penurunan / tidak adanya bising usus.
- Muntah.
5. Nyeri/Kenyamanan
Gejala :
- Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada lokasi bat,
contoh pada panggul, abdomen, dan turun ke lipat paha / genetalia. Nyeri
dangkal konstan menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal.
- Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi
atau tindakan lain.
8
Tanda:
- Melindungi, perilaku distraksi.
- nyeri tekan pada area ginjal pada saat palpasi.
6. Keamanan
Gejala :
- Penggunaan alcohol.
- Demam, menggigil.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Tujuan:
Kriteria evaluasi:
Intervensi keperawatan:
Tujuan:
o Berkemih dengan jumlah yang normal dan biasa.
Criteria evaluasi:
Intervensi keperawatan:
10
o Pertahankan patensi kateter tak menetap.
Criteria evaluasi:
Intervensi keperawatan:
o Observasi tanda-tanda vital.
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit sehubungan dengan mual
dan muntah dan diuresis pasca obstruksi.
Tujuan:
o Mempertahankan keseimbangan cairan adekuat.
Criteria evaluasi:
11
o TTV stabil, BB normal, nadi perifer normal.
Intervensi keperawatan:
Rasional : muntah dan diare berhubungan dengan kolik ginjal karena syaraf
ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambung.
Criteria evaluasi:
12
o Tanda-tanda infeksi berkurang.
Intervensi keperawatan:
D. EVALUASI
1. Nyeri berkurang/hilang
2. Berkemih dalam jumlah yang normal dan biasa
3. Suhu kembali dalam keadaan normal (36oc-37oc)
4. Mempertahankan keseimbangan cairan adekuat
Infeksi tidak berlanjut
13
DAFTAR PUSTAKA
Bruner and suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol. 2, Jakarta: EGC.
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Corwin. 2001 . Buku Saku Patofisiologi . Jakarta : EGC.
Doenges E.Marilyn. 2000. Rencana asuhan keperawatan , Jakarta: EGC
Kowalak. 2002. Buku ajar patofisiologi. Jakarta : EGC
Nursalam, 2006, Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem. Perkemihan,
Jakarta : Salemba Medika
Purnomo. 2000. Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI, Katalog Dalam Terbitan
(KTD): Jakarta.
14
PATHWAY BATU GINJAL
15