afdhol?” Jawab beliau, “Shalat pada waktunya.” Lalu aku bertanya lagi,
“Terus apa?” “Berbakti pada orang tua“, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi
Allah“, jawab beliau. (HR. Bukhari no. 7534 dan Muslim no. 85)
seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari
lima kali, apakah akan tersisa kotorannya walau sedikit?” Para sahabat
Allah menghapuskan dosa.” (HR. Bukhari no. 528 dan Muslim no. 667)
“Permisalan shalat yang lima waktu itu seperti sebuah suangi yang
kalian. Ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali.” Al Hasan
berkata, “Tentu tidak tersisa kotoran sedikit pun (di badannya).” (HR.
“Di antara shalat yang lima waktu, di antara Jumat yang satu dan
“Siapa yang menjaga shalat lima waktu, baginya cahaya, bukti dan
wa sallam bersabda,
ٌ ُصالَة ُ ن
ور َوال ه
sallam bersabda,
sempurna pada hari kiamat.” (HR. Abu Daud no. 561 dan Tirmidzi no.
“Siapa yang menjaga shalat lima waktu, baginya cahaya, bukti dan keselamatan
pada hari kiamat. Siapa yang tidak menjaganya, maka ia tidak mendapatkan
cahaya, bukti, dan juga tidak mendapat keselamatan. Pada hari kiamat, ia akan
bersama Qorun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Kholaf.” (HR. Ahmad 2: 169)
“Di antara shalat yang lima waktu, di antara Jumat yang satu dan Jumat lainnya,
di antara Ramadhan yang satu dan Ramadhan lainnya, itu akan menghapuskan
dosa di antara keduanya selama seseorang menjauhi dosa-dosa besar.” (HR.
Muslim no. 233).
“Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di
antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan
tersisa kotorannya walau sedikit?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa
sedikit pun kotorannya.” Beliau berkata, “Maka begitulah perumpamaan shalat
lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa.” (HR. Bukhari no. 528 dan
Muslim no. 667)
“Permisalan shalat yang lima waktu itu seperti sebuah suangi yang mengalir
melimpah di dekat pintu rumah salah seorang di antara kalian. Ia mandi dari air
sungai itu setiap hari lima kali.” Al Hasan berkata, “Tentu tidak tersisa kotoran
sedikit pun (di badannya).” (HR. Muslim no. 668).
4. Shalat Merupakan Amalan yang Utama Setelah Amalan Mengucap Dua
Kalimat Syahadat
Poin ini diperkuat dengan adanya hadits muttafaqun ‘alaih, antara lain :
Penjelasan yang dijabarkan oleh ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Aku pernah
bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, amalan apakah yang
paling afdhol?” Jawab beliau, “Shalat pada waktunya.” Lalu aku bertanya lagi,
“Terus apa?” “Berbakti pada orang tua“, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Lalu apa lagi”, aku bertanya kembali. “Jihad di jalan Allah“, jawab beliau. (HR.
Bukhari no. 7534 dan Muslim no. 85)
“Barangsiapa berpagi-pagi atau ketika sore hari menuju masjid, maka Allah akan
menjadikan dia tempat sebagai tamu di surga ketika ia pergi di pagi atau sore
hari.” (Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari no. 662 dan Muslim no. 669).
8. Jalannya Orang yang Akan Menunaikan Shalat Lima Waktu Merupakan
Suatu Amal yang Baik
Semua itu diperkuat dengan adanya penjelasan dari seseorang yang bernama
Abu Hurairah, bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Barangsiapa bersuci di rumahnya lalu ia berjalan menuju salah satu rumah Allah
untuk menunaikan salah satu kewajiban yang Allah tetapkan, maka salah satu
langkah kakinya akan menghapuskan kesalahan dan langkah kaki yang lain
meninggikan derajat.” (HR. Muslim no. 666).
13. Orang yang Menjaga Shalat Lima Waktunya, Maka Para Malaikat Turut
Serta dan Andil dalam Menjaganya
Semua itu diperkuat dengan adanya penjelasan firman Allah Swt di dalam Al –
Quran Surat Al – Isra ayat 78, antara lain sebagai berikut :
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan
(dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya sahalat subuh itu disaksikan (oleh
malaikat).” (QS. Al – Isra : 78)
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim” (HR. Ibnu Majah no. 224, dari
sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan Al Albani
dalam Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir no. 3913)
Menuntut ilmu itu wajib bagi Muslim maupun Muslimah. Ketika sudah turun
perintah Allah yang mewajibkan suatu hal, sebagai muslim yang harus kita
lakukan adalah sami’na wa atha’na, kami dengar dan kami taat. Sesuai dengan
firman Allah Ta ‘ala:
Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa menelusuri jalan untuk mencari ilmu padanya, Allah akan
memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).
فَ َم ْن أ َ َخذَهُ أ َ َخذَ بِ َحظٍ َوافِ ٍر، َولَ ِك ْن َو هرث ُ ْوا ْال ِع ْل َم،َارا َو َال د ِْرهَا ًم ا ِ َا َ ْلعُلَ َما ُء َو َرثَةُ ْاْل َ ْنبِي
ً اء َوإِ هن ْاْل َ ْنبِيَا َء لَ ْم ي َُو ِر ث ُ ْوا ِد ْين
“Para ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak
mewariskan dinar ataupun dirham, tetapi mewariskan ilmu. Maka dari itu,
barang siapa mengambilnya, ia telah mengambil bagian yang cukup.” (HR.
Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah; dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh
al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6297).
“Jika seorang manusia meninggal, terputuslah amalnya, kecuali dari tiga hal:
sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang berdoa
untuknya” (HR. Muslim).
Allah berfirman:
ب ِز ْدنِي ِع ْل ًم ا
ِ َوقُ ْل َر
َم ْن ي ُِر ِد ه
ِ َّللا ُ بِ ِه َخي ًْرا يُفَ ِق ْههُ فِى ال ِد
ين
Yang dimaksud faqih dalam hadits bukanlah hanya mengetahui hukum syar’i,
tetapi lebih dari itu. Dikatakan faqih jika seseorang memahami tauhid dan
pokok Islam, serta yang berkaitan dengan syari’at Allah. Demikian dikatakan
oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam Kitabul ‘Ilmi (hal. 21).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sesungguhnya yang paling takut pada Allah
dengan takut yang sebenarnya adalah para ulama (orang yang berilmu).
Karena semakin seseorang mengenal Allah Yang Maha Agung, Maha Mampu,
Maha Mengetahui dan Dia disifati dengan sifat dan nama yang sempurna dan
baik, lalu ia mengenal Allah lebih sempurna, maka ia akan lebih memiliki sifat
takut dan akan terus bertambah sifat takutnya.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6:
308).
“Siapa yang paling mengenal Allah, dialah yang paling takut pada Allah”.
ير
ِ س ِع
ب ال ه ْ َ َوقَالُوا لَ ْو ُكنها نَ ْس َم ُع أ َ ْو نَ ْع ِق ُل َما كُنها فِي أ
ِ ص َح ا
TENTANG ADAB
Imam Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang
pemuda Quraisy,
Dalam Siyar A’lamin Nubala’ karya Adz Dzahabi disebutkan bahwa ‘Abdullah
bin Wahab berkata,
“Yang kami nukil dari (Imam) Malik lebih banyak dalam hal adab dibanding
ilmunya.” –
Imam Malik juga pernah berkata, “Dulu ibuku menyuruhku untuk duduk
bermajelis dengan Robi’ah Ibnu Abi ‘Abdirrahman -seorang fakih di kota
Madinah di masanya-. Ibuku berkata,
“Kisah-kisah para ulama dan duduk bersama mereka lebih aku sukai daripada
menguasai beberapa bab fiqih. Karena dalam kisah mereka diajarkan
berbagai adab dan akhlaq luhur mereka.” (Al Madkhol, 1: 164)
Di antara yang mesti kita perhatikan adalah dalam hal pembicaraan, yaitu
menjaga lisan. Luruskanlah lisan kita untuk berkata yang baik, santun dan
bermanfaat. ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata,
Yang kita saksikan di tengah-tengah kita, “Talk more, do less (banyak bicara,
sedikit amalan)”.
“Wahai Abu Musa, bukankah kita tetap bersaudara (bersahabat) meskipun kita
tidak bersepakat dalam suatu masalah?” (Siyar A’lamin Nubala’, 10: 16).
Dari Ziyad bin ‘Ilaqoh dari pamannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
membaca do’a,
“Allahumma inni a’udzu bika min munkarotil akhlaaqi wal a’maali wal ahwaa’
[artinya: Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari akhlaq, amal dan hawa
nafsu yang mungkar].” (HR. Tirmidzi no. 3591, shahih)
َس ي ِئ َ َه ا إِالَّ أ َ ْن ت
َ ع ن ِى
َ ف ْ َسي ِئ َ َه ا الَ ي
ُ ص ِر َ ع نِى
َ ف ْ س نِ َه ا إِالَّ أ َ ْنتَ َوا
ْ ص ِر َ ق الَ يَ ْه دِى أل َ ْح َ اللَّ ُه َّم ا ْه ِد نِى أل َ ْح
ِ َس ِن األ َ ْخ ال