Di susun oleh :
a. Hukum Sholat
ْ ض ْيتُ ُم الص َّٰلوةَ فَ ْاذ ُكرُوا هّٰللا َ قِيَا ًما َّوقُعُوْ دًا َّوع َٰلى ُجنُوْ بِ ُك ْم ۚ فَاِ َذا
اط َمْأنَ ْنتُ ْم فَاَقِ ْي ُموا الص َّٰلوةَ ۚ اِ َّن َ َفَاِ َذا ق
١٠٣ - َت َعلَى ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ ِك ٰتبًا َّموْ قُوْ تًا ْ الص َّٰلوةَ َكان
Artinya : “Selanjutnya, apabila kamu telah menyelesaikan salat(mu), ingatlah Allah
ketika kamu berdiri, pada waktu duduk dan ketika berbaring. Kemudian, apabila kamu telah
merasa aman, maka laksanakanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sungguh, salat itu adalah
kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
b. Hikmah Sholat
c. Keutamaan Sholat
1. Shalat itu bisa mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar.
2. Shalat merupakan amalan terbaik setelah dua kalimat syahadat.
3. Shalat bisa membersihkan dosa-dosa
Dari Jâbir Radhiyallahu anhu , dia mengatakan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
Artinya : “Barangsiapa yang menjaga shalat lima waktu, maka shalat itu akan menjadi
cahaya, bukti dan keselamatan baginya pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang tidak
menjaganya, maka ia tidak mendapatkan cahaya, bukti, dan juga tidak mendapat
keselamatan. Dan pada hari kiamat, orang yang tidak menjaga shalatnya itu akan bersama
Qarun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.”
6. Allâh mengangkat derajat dan menghapuskan dosa (kesalahan) dengan sebab shalat.
Ini berdasarkan hadits Tsauban Radhiyallahu anhu , bekas budak Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda kepada Tsaubân Radhiyallahu anhu :
ًك بِك َْث َر ِة ال ُّسجُو ِد فَِإنَّكَ الَ تَ ْس ُج ُد هَّلِل ِ َسجْ َدةً ِإالَّ َرفَعَكَ هَّللا ُ بِهَا د ََر َجةً َو َحطَّ َع ْنكَ بِهَا َخ ِطيَئة
َ َعلَ ْي
Artinya : “Tidaklah seorang Muslim yang ketika memasuki waktu shalat wajib lalu ia
memperbagus wudhu’ untuk shalat tersebut, juga memperbagus kekhusyu’annya dan
ruku’nya melainkan itu sebagai penghapus dosa sebelumnya selama seseorang itu tidak
melakukan dosa besar dan ini berlaku sepanjang waktu.”
12. Para Malaikat mendo’akan orang yang melakukan shalat selama dia berada ditempat
shalatnya dan dia akan tetap terhitung sebagai orang yang shalat selama (keinginan
untuk) shalat masih menahannya
B. NIKAH
a. Pengertian Nikah
Kata nikah berasal dari bahasa Arab yang berarti (al-jam’u) atau ”bertemu,
berkumpul”. Menurut istilah, nikah ialah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan
perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga melalui akad yang dilakukan
menurut hukum syariat Islam.
b. Hukum Nikah
1. Jaiz atau mubah, artinya dibolehkan dan inilah yang menjadi dasar hukum nikah.
2. Wajib, yaitu orang yang telah mampu/sanggup menikah. Bila tidak menikah,
khawatir ia akan terjerumus ke dalam perzinaan.
3. Sunat, yaitu orang yang sudah mampu menikah, tetapi masih sanggup
mengendalikan dirinya dari godaan yang menjurus kepada perzinaan.
4. Makruh, yaitu orang yang akan melakukan pernikahan dan telah memiliki
keinginan atau hasrat, tetapi ia belum mempunyai bekal untuk memberikan nafkah
tanggungannya.
5. Haram, yaitu orang yang akan melakukan pernikahan, tetapi ia mempunyai niat
yang buruk, seperti niat menyakiti perempuan atau niat buruk lainnya.
c. Tujuan Nikah
Secara umum tujuan pernikahan dalam Islam dapat diuraikan sebagai berikut:
b. Untuk membina rasa cinta dan kasih sayang. Nikah merupakan salah satu cara
untuk membina kasih sayang antara suami, istri, dan anak. ( lihat Q.S. ar- Rum/
30: 21)
c. Untuk memenuhi kebutuhan seksual yang sah dan diridhai Allah Swt.
d. Untuk melaksanakan Perintah Allah Swt. menikah merupakan pelaksanan
perintah Allah Swt. Oleh karena itu menikah akan dicatat sebagai ibadah. Allah
Swt., berfirman :
Artinya : ” Maka nikahilah perempuan-perempuan yang kamu sukai”. (Q.S.
an-Nisa’/4: 3)
e. Mengikuti Sunah Rasulullah Saw. Rasulullah Saw. mencela orang yang
hidup membujang dan beliau menganjurkan umatnya untuk menikah.
Sebagaimana sabda beliau dalam haditsnya:
C. KURBAN
a. Pengertian Kurban
Kata qurban yang kita pahami, berasal dari bahasa Arab, artinya pendekatan diri,
sedangkan maksudnya adalah menyembelih binatang ternak sebagai sarana pendekatan diri
kepada Allah. Arti ini dikenal dalam istilah Islam sebagai udhiyah. Udhiyah secara bahasa
mengandung dua pengertian, yaitu kambing yang disembelih waktu Dhuha dan seterusnya,
dan kambing yang disembelih di hari ‘Idul Adha. Adapun makna secara istilah, yaitu
binatang ternak yang disembelih di hari-hari Nahr dengan niat mendekatkan diri (taqarruban)
kepada Allah dengan syarat-syarat tertentu (Syarh Minhaj).
Qurban merupakan bagian dari Syariat Islam yang sudah ada semenjak manusia ada.
Ketika putra-putra Nabi Adam Alaihissalam diperintahkan berqurban. Maka Allah Ta’ala
menerima qurban yang baik dan diiringi ketakwaan dan menolak qurban yang buruk. Allah
Ta’ala berfirman:
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang
dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil):
“Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban)
dari orang-orang yang bertaqwa” (QS Al-Maaidah 27).
b. Hukum Kurban
Hukum qurban menurut jumhur ulama adalah sunnah muaqqadah sedang menurut
mazhab Abu Hanifah adalah wajib. Allah Ta’ala berfirman:
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah” (QS Al-Kautsaar: 2).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Siapa yang memiliki kelapangan dan tidak berqurban, maka jangan dekati tempat shalat
kami” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
Dalam hadits lain: “Jika kalian melihat awal bulan Zulhijah, dan seseorang di antara kalian
hendak berqurban, maka tahanlah rambut dan kukunya (jangan digunting)” (HR Muslim).
Bagi seorang muslim atau keluarga muslim yang mampu dan memiliki kemudahan, dia
sangat dianjurkan untuk berqurban. Jika tidak melakukannya, menurut pendapat Abu
Hanifah, ia berdosa. Dan menurut pendapat jumhur ulama dia tidak mendapatkan keutamaan
pahala sunnah.
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka
menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka”
(QS Al-Hajj 34).
Kambing untuk satu orang, boleh juga untuk satu keluarga. Karena Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menyembelih dua kambing, satu untuk beliau dan keluarganya dan satu lagi
untuk beliau dan umatnya. Sedangkan unta dan sapi dapat digunakan untuk tujuh orang, baik
dalam satu keluarga atau tidak, sesuai dengan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Binatang yang akan diqurbankan hendaknya yang paling baik, cukup umur dan tidak
boleh cacat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Empat macam binatang yang tidak sah dijadikan qurban: 1. Cacat matanya, 2. sakit, 3.
pincang dan 4. kurus yang tidak berlemak lagi.“ (HR Bukhari dan Muslim).
Hadits lain:
“Janganlah kamu menyembelih binatang ternak untuk qurban kecuali musinnah (telah ganti
gigi, kupak). Jika sukar didapati, maka boleh jadz’ah (berumur 1 tahun lebih) dari
domba.” (HR Muslim).
Musinnah adalah jika pada unta sudah berumur 5 tahun, sapi umur dua tahun dan
kambing umur 1 tahun, domba dari 6 bulan sampai 1 tahun. Dibolehkan berqurban dengan
hewan kurban yang mandul, bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban
dengan dua domba yang mandul. Dan biasanya dagingnya lebih enak dan lebih gemuk.
“Hadirlah ketika kalian menyembelih qurban, karena Allah akan mengampuni kalian dari
mulai awal darah keluar”.
D. AQIQAH
a. Pengertian Aqiqah
Aqiqah berasal dari bahasa Arab yang artinya “mengaqiqahkan anak atau menyembelih
kambing aqiqah”. Secara istilah, makna aqiqah ada beberapa pendapat ulama, diantaranya:
1. Menurut Sayyid Sabiq, Aqiqah adalah sembelihan yang disembelih untuk anak yang
baru lahir.
2. Menurut Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini, Aqiqah adalah
nama sesuatu yang disembelihkan pada hari ketujuh, yakni hari mencukur rambut
kepalanya yang disebut Aqiqah dengan menyebut sesuatu yang ada hubunganya
dengan nama tersebut.
3. Menurut jumhur ulama mengartikan bahwa aqiqah yaitu menyembelih hewan pada
hari ketujuh dari hari lahirnya seorang anak baik laki-laki maupun perempuan.
4. Menurut Abdullah Nashih Ulwan, aqiqah berarti menyembelih kambing untuk anak
pada hari ketujuh kelahirannya.
5. Menurut Drs. R. Abdul Aziz dalam bukunya Rumah Tangga Bahagia Sejahtera,
mengatakan bahwa aqiqah adalah menyembelih kambing untuk menyelamati bayi
yang baru lahir dan sekaligus memberikannya sebagai sedekah kepada fakir miskin.
ُ َ ُكلُّ ُغالَ ٍم َر ِه ْينَةٌ بِ َعقِ ْيقَتِ ِه تُ ْذبَ ُح َع ْنهُ يَوْ َم َسابِ ِع ِه َو يُحْ ل:ب اَ َّن َرسُوْ َل هللاِ ص قَا َل
ق َو يُ َس َّمى ٍ ع َْن َس ُم َرةَ ْب ِن ُج ْن َد
“Dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah bersabda : Setiap bayi tergadai dengan
aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ke tujuh, dicukur dan diberi nama.”
(HR. Abu Dawud 2838, Tirmidzi 1552, Nasa’I 7/166, Ibnu Majah 3165, Ahmad 5/7-8, 17-18,
22, Ad Darimi 2/81, dan lain-lainnya).
b. Hukum Aqiqah
Perbedaan itu terjadi karena berbeda dalam menginterpretasikan makna dan maksud
hadist Nabi Muhammad Shallallahu`alaihi Wa Sallam yang diriwayatkan dari Samurah
tersebut.
c. Dalil Aqiqah
Beberapa hadits yang menjadi dasar disyariatkannya aqiqah antara lain:
ُ َ ُكلُّ ُغالَ ٍم َر ِه ْينَةٌ بِ َعقِ ْيقَتِ ِه تُ ْذبَ ُح َع ْنهُ يَوْ َم َسابِ ِع ِه َو يُحْ ل:ب اَ َّن َرسُوْ َل هللاِ ص قَا َل
ق َو يُ َس َّمى ٍ ع َْن َس ُم َرةَ ْب ِن ُج ْن َد
“Dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah bersabda : Setiap bayi tergadai dengan
aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ke tujuh, dicukur dan diberi nama.”
[Shahih, Hadits Riwayat Abu Dawud 2838, Tirmidzi 1552, Nasa’I 7/166, Ibnu Majah 3165,
Ahmad 5/7-8, 17-18, 22, Ad Darimi 2/81, dan lain-lainnya]
Dari Aisyah dia berkata : Rasulullah bersabda : “Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua
kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing.”
[Shahih, Hadits Riwayat Ahmad (2/31, 158, 251), Tirmidzi (1513), Ibnu Majah (3163),
dengan sanad hasan]