Anda di halaman 1dari 10

Rangkuman Agama

Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu : Abdul Hamid, Lc., Ma.

Di susun oleh :

Ristyara Monika Apitule – 2173201012

Program Studi Psikologi

Institut Kesehatan Indonesia


A. SHOLAT

a. Hukum Sholat
ْ ‫ض ْيتُ ُم الص َّٰلوةَ فَ ْاذ ُكرُوا هّٰللا َ قِيَا ًما َّوقُعُوْ دًا َّوع َٰلى ُجنُوْ بِ ُك ْم ۚ فَاِ َذا‬
‫اط َمْأنَ ْنتُ ْم فَاَقِ ْي ُموا الص َّٰلوةَ ۚ اِ َّن‬ َ َ‫فَاِ َذا ق‬
١٠٣ - ‫َت َعلَى ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ ِك ٰتبًا َّموْ قُوْ تًا‬ ْ ‫الص َّٰلوةَ َكان‬
Artinya : “Selanjutnya, apabila kamu telah menyelesaikan salat(mu), ingatlah Allah
ketika kamu berdiri, pada waktu duduk dan ketika berbaring. Kemudian, apabila kamu telah
merasa aman, maka laksanakanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sungguh, salat itu adalah
kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”

b. Hikmah Sholat

1. Dapat mencerahkan wajah.


2. Menerangi hati.
3. Menyehatkan badan.
4. Menjadi faktor keterangan dalam kubur.
5. Menjadi sebab turunnya rahmat.
6. Kunci membuka pintu langit.
7. Menjadi tabir siksa neraka.

c. Keutamaan Sholat

1. Shalat itu bisa mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar.
2. Shalat merupakan amalan terbaik setelah dua kalimat syahadat.
3. Shalat bisa membersihkan dosa-dosa
Dari Jâbir Radhiyallahu anhu , dia mengatakan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:

‫ت‬ َ ‫ب َأ َح ِد ُك ْم يَ ْغت َِس ُل ِم ْنهُ ُك َّل يَوْ ٍم خَ ْم‬


ٍ ‫س َمرَّا‬ ِ ‫ار َغ ْم ٍر َعلَى بَا‬ ِ ‫ت ْالخَ ْم‬
ٍ ‫س َك َمثَ ِل نَهَ ٍر َج‬ ِ ‫صلَ َوا‬
َّ ‫َمثَ ُل ال‬
Artinya : “Shalat (fardhu) yang lima waktu itu seperti sebuah sungai yang airnya
mengalir melimpah di depan pintu rumah salah seorang di antara kalian. Ia mandi dari air
sungai itu setiap hari lima kali”
4. Shalat bisa menggugurkan dosa
Disebutkan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫َب ْال َكبَاِئ َر‬
َ ‫ات َما بَ ْينَه َُّن ِإ َذا اجْ تَن‬ َ ‫ات ْالخَ ْمسُ َو ْال ُج ُم َعةُ ِإلَى ْال ُج ُم َع ِة َو َر َم‬
ٌ ‫ضانُ ِإلَى َر َمضَانَ ُم َكفِّ َر‬ ُ ‫صلَ َو‬
َّ ‫ال‬
Artinya : “Shalat yang lima waktu, Jumat yang satu ke Jumat lainnya, Ramadhan
yang satu ke Ramadhan lainnya, itu bisa menjadi penghapus dosa di antara keduanya selama
pelakunya menjauhi dosa-dosa besar.”
5. Shalat adalah cahaya di dunia dan akhirat bagi orang yang melakukannya
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma , diriwayatkan bahwa suatu hari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam membicarakan tentang shalat lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
‫َان َوالَ نَ َجاةٌ َو َكانَ يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة َم َع‬ ْ ِ‫َت لَهُ نُوراً َوبُرْ هَانا ً َون ََجاةً يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة َو َم ْن لَ ْم ي َُحاف‬
ٌ ‫ظ َعلَ ْيهَا لَ ْم يَ ُك ْن لَهُ نُو ٌر َوالَ بُرْ ه‬ ْ ‫َم ْن َحافَظَ َعلَ ْيهَا كَان‬
‫ف‬ٍ َ‫قَارُونَ َوفِرْ عَوْ نَ َوهَا َمانَ َوُأبَ ِّى ْب ِن َخل‬

Artinya : “Barangsiapa yang menjaga shalat lima waktu, maka shalat itu akan menjadi
cahaya, bukti dan keselamatan baginya pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang tidak
menjaganya, maka ia tidak mendapatkan cahaya, bukti, dan juga tidak mendapat
keselamatan. Dan pada hari kiamat, orang yang tidak menjaga shalatnya itu akan bersama
Qarun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.”
6. Allâh mengangkat derajat dan menghapuskan dosa (kesalahan) dengan sebab shalat.
Ini berdasarkan hadits Tsauban Radhiyallahu anhu , bekas budak Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam  dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda kepada Tsaubân Radhiyallahu anhu :
ً‫ك بِك َْث َر ِة ال ُّسجُو ِد فَِإنَّكَ الَ تَ ْس ُج ُد هَّلِل ِ َسجْ َدةً ِإالَّ َرفَعَكَ هَّللا ُ بِهَا د ََر َجةً َو َحطَّ َع ْنكَ بِهَا َخ ِطيَئة‬
َ ‫َعلَ ْي‬

Artinya : “Hendaklah engkau memperbanyak sujud! Karena engkau tidaklah sujud


kepada Allâh dengan sekali sujud melainkan Allâh akan meninggikan derajatmu dan akan
menghapuskan satu kesalahan dengan sebab sujud itu.”
7. Shalat termasuk faktor terbesar yang menyebabkan seseorang masuk surga dengan
menemani Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami Radhiyallahu anhu , ia berkata:
.َ‫ َأ َو َغ ْي َر َذلِك‬: ‫ال‬
َ َ‫ ق‬.‫ك فِى ْال َجنَّ ِة‬ َ ُ‫ت َأ ْسَأل‬
َ َ‫ك ُم َرافَقَت‬ ُ ‫ َسلْ ! فَقُ ْل‬: ‫ال لِى‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّم فََأتَ ْيتُهُ ِب َوضُوِئ ِه َو َح‬
َ َ‫اجتِ ِه فَق‬ َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ُ ِ‫ت َأب‬
ِ ‫يت َم َع َرس‬ ُ ‫ُك ْن‬
ْ
‫ك بِكَث َر ِة ال ُّسجُو ِد‬ ْ َ ِّ ‫َأ‬
َ ‫ فَ ِعنى َعلى نَف ِس‬: ‫ قَا َل‬.‫ك‬ َ
َ ‫ت هُ َو ذا‬ُ ‫قُ ْل‬

“Aku pernah bermalam bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku


mendatangi Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawakan air wudhu dan
keperluan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Mintalah!” Aku berkata, “Aku meminta kepadamu supaya dapat bersamamu di
surga.”  Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Atau ada permintaan selain itu?” Aku
menjawab, “Itu saja yang aku minta.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tolonglah aku untuk mewujudkan keinginanmu itu dengan engkau memperbanyak sujud.”
[HR. Muslim no. 489].”
8. Berjalan menuju shalat akan dicatat sebagai kebaikan, bisa meninggikan derajat dan
menghapuskan dosa.
9. Dianggap bertamu di surga
10. Dengan Shalat, Allah SWT menghapuskan dosa diantara shalat yang satu ke shalat
berikutnya.
Dijelaskan dalam sebuah hadits dari  ‘Utsmân Radhiyallahu anhu , dia Radhiyallahu
anhu mengatakan, “Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫صالَ ِة الَّتِى تَلِيهَا‬
َّ ‫صالَةً ِإالَّ َغفَ َر هَّللا ُ لَهُ َما بَ ْينَهُ َوبَ ْينَ ال‬ َ ‫ضُأ َر ُج ٌل ُم ْسلِ ٌم فَيُحْ ِسنُ ْال ُوضُو َء فَي‬
َ ‫ُصلِّى‬ َّ ‫الَ يَتَ َو‬

Artinya : “Tidaklah seorang Muslim berwudhu’, dia memperbagus wudhu’nya, lalu ia


mengerjakan shalat melainkan SWT mengampuni baginya dosa di antara shalat tersebut dan
shalat berikutnya.”
11. Shalat bisa menghapuskan dosa yang telah lalu
Dari ‘Utsman, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ً‫يرة‬ ِ ‫ب َما لَ ْم يُْؤ‬
َ ِ‫ت َكب‬ ُّ َ‫ارةً لِ َما قَ ْبلَهَا ِمن‬
ِ ‫الذنُو‬ َ َّ‫َت َكف‬
ْ ‫صالَةٌ َم ْكتُوبَةٌ فَيُحْ ِسنُ ُوضُو َءهَا َو ُخ ُشو َعهَا َو ُر ُكو َعهَا ِإالَّ كَان‬ ُ ْ‫َما ِم ِن ا ْم ِرٍئ ُم ْسلِ ٍم تَح‬
َ ُ‫ض ُره‬
ُ‫ك ال َّد ْه َر ُكلَّه‬
َ ِ‫َو َذل‬

Artinya : “Tidaklah seorang Muslim yang ketika memasuki waktu shalat wajib lalu ia
memperbagus wudhu’ untuk shalat tersebut, juga memperbagus kekhusyu’annya dan
ruku’nya melainkan itu sebagai penghapus dosa sebelumnya selama seseorang itu tidak
melakukan dosa besar dan ini berlaku sepanjang waktu.”
12. Para Malaikat mendo’akan orang yang melakukan shalat selama dia berada ditempat
shalatnya dan dia akan tetap terhitung sebagai orang yang shalat selama (keinginan
untuk) shalat masih menahannya

B. NIKAH

a. Pengertian Nikah

Kata nikah berasal dari bahasa Arab yang berarti (al-jam’u) atau ”bertemu,
berkumpul”. Menurut istilah, nikah ialah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan
perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga melalui akad yang dilakukan
menurut hukum syariat Islam.

Rasulullah Saw. bersabda :


Artinya : ”Dari Abdullah bin Mas’ud RA Rasulullah Saw berkata kepada kami. Hai para
pemuda, barangsiapa diantara kamu telah sanggup menikah, maka nikahlah. Karena nikah itu
dapat menundukkan mata dan memelihara faraj (kelamin) dan barang siapa tidak sanggup
maka hendaklah berpuasa karena puasa itu menjadi perisai (dapat melemahkan sahwat)”.
(HR. Bukhari Muslim).

b. Hukum Nikah

1. Jaiz atau mubah, artinya dibolehkan dan inilah yang menjadi dasar hukum nikah.
2. Wajib, yaitu orang yang telah mampu/sanggup menikah. Bila tidak menikah,
khawatir ia akan terjerumus ke dalam perzinaan.
3. Sunat, yaitu orang yang sudah mampu menikah, tetapi masih sanggup
mengendalikan dirinya dari godaan yang menjurus kepada perzinaan.
4. Makruh, yaitu orang yang akan melakukan pernikahan dan telah memiliki
keinginan atau hasrat, tetapi ia belum mempunyai bekal untuk memberikan nafkah
tanggungannya.
5. Haram, yaitu orang yang akan melakukan pernikahan, tetapi ia mempunyai niat
yang buruk, seperti niat menyakiti perempuan atau niat buruk lainnya.

c. Tujuan Nikah
Secara umum tujuan pernikahan dalam Islam dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Untuk memperoleh kebahagiaan dan ketenangan hidup (sakinah). Ketentraman


dan kebahagiaan adalah idaman setiap orang. Nikah merupakan salah satu cara
supaya hidup menjadi bahagia dan tentram. Allah Swt. berfirman :

Artinya : ”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu


isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya.
“.(Q.S. ar-Rum/ 30: 21)

b. Untuk membina rasa cinta dan kasih sayang. Nikah merupakan salah satu cara
untuk membina kasih sayang antara suami, istri, dan anak. ( lihat Q.S. ar- Rum/
30: 21)
c. Untuk memenuhi kebutuhan seksual yang sah dan diridhai Allah Swt.
d. Untuk melaksanakan Perintah Allah Swt. menikah merupakan pelaksanan
perintah Allah Swt. Oleh karena itu menikah akan dicatat sebagai ibadah. Allah
Swt., berfirman :
Artinya : ” Maka nikahilah perempuan-perempuan yang kamu sukai”. (Q.S.
an-Nisa’/4: 3)
e. Mengikuti Sunah Rasulullah Saw. Rasulullah Saw. mencela orang yang
hidup membujang dan beliau menganjurkan umatnya untuk menikah.
Sebagaimana sabda beliau dalam haditsnya:

Artinya : “Nikah itu adalah sunahku, barang siapa tidak senang


dengan sunahku, maka bukan golonganku”. (HR. Bukhori dan Muslim)
f. Untuk Memperoleh Keturunan yang Sah. Allah Swt. berfirman :

Artinya :” Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia “.


(Q.S. al-Kahfi/ 18: 46)

C. KURBAN

a. Pengertian Kurban
Kata qurban yang kita pahami, berasal dari bahasa Arab, artinya pendekatan diri,
sedangkan maksudnya adalah menyembelih binatang ternak sebagai sarana pendekatan diri
kepada Allah. Arti ini dikenal dalam istilah Islam sebagai udhiyah. Udhiyah secara bahasa
mengandung dua pengertian, yaitu kambing yang disembelih waktu Dhuha dan seterusnya,
dan kambing yang disembelih di hari ‘Idul Adha. Adapun makna secara istilah, yaitu
binatang ternak yang disembelih di hari-hari Nahr dengan niat mendekatkan diri (taqarruban)
kepada Allah dengan syarat-syarat tertentu (Syarh Minhaj).
Qurban merupakan bagian dari Syariat Islam yang sudah ada semenjak manusia ada.
Ketika putra-putra Nabi Adam Alaihissalam diperintahkan berqurban. Maka Allah Ta’ala
menerima qurban yang baik dan diiringi ketakwaan dan menolak qurban yang buruk. Allah
Ta’ala berfirman:

“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang
dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil):
“Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban)
dari orang-orang yang bertaqwa” (QS Al-Maaidah 27).

b. Hukum Kurban

Hukum qurban menurut jumhur ulama adalah sunnah muaqqadah sedang menurut
mazhab Abu Hanifah adalah wajib. Allah Ta’ala berfirman:

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah” (QS Al-Kautsaar: 2).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Siapa yang memiliki kelapangan dan tidak berqurban, maka jangan dekati tempat shalat
kami” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim).

Dalam hadits lain: “Jika kalian melihat awal bulan Zulhijah, dan seseorang di antara kalian
hendak berqurban, maka tahanlah rambut dan kukunya (jangan digunting)” (HR Muslim).
Bagi seorang muslim atau keluarga muslim yang mampu dan memiliki kemudahan, dia
sangat dianjurkan untuk berqurban. Jika tidak melakukannya, menurut pendapat Abu
Hanifah, ia berdosa. Dan menurut pendapat jumhur ulama dia tidak mendapatkan keutamaan
pahala sunnah.

c. Binatang yang Boleh Dikurbankan


Adapun binatang yang boleh digunakan untuk berqurban adalah binatang ternak (Al-
An’aam), unta, sapi dan kambing, jantan atau betina. Sedangkan binatang selain itu seperti
burung, ayam dll tidak boleh dijadikan binatang qurban. Allah Ta’ala berfirman:

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka
menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka”
(QS Al-Hajj 34).

Kambing untuk satu orang, boleh juga untuk satu keluarga. Karena Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menyembelih dua kambing, satu untuk beliau dan keluarganya dan satu lagi
untuk beliau dan umatnya. Sedangkan unta dan sapi dapat digunakan untuk tujuh orang, baik
dalam satu keluarga atau tidak, sesuai dengan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

Dari Jabir bin Abdullah, berkata “Kami berqurban bersama Rasulullah Shallallahu


‘alaihi wa sallam di tahun Hudaibiyah, unta untuk tujuh orang dan sapi untuk tujuh orang”
(HR Muslim).

Binatang yang akan diqurbankan hendaknya yang paling baik, cukup umur dan tidak
boleh cacat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Empat macam binatang yang tidak sah dijadikan qurban: 1. Cacat matanya, 2. sakit, 3.
pincang dan 4. kurus yang tidak berlemak lagi.“ (HR Bukhari dan Muslim).

Hadits lain:

“Janganlah kamu menyembelih binatang ternak untuk qurban kecuali musinnah (telah ganti
gigi, kupak). Jika sukar didapati, maka boleh jadz’ah (berumur 1 tahun lebih) dari
domba.” (HR Muslim).
Musinnah adalah jika pada unta sudah berumur 5 tahun, sapi umur dua tahun dan
kambing umur 1 tahun, domba dari 6 bulan sampai 1 tahun. Dibolehkan berqurban dengan
hewan kurban yang mandul, bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban
dengan dua domba yang mandul. Dan biasanya dagingnya lebih enak dan lebih gemuk.

d. Tata Cara Penyembelihan Kurban


Berqurban sebagaimana definisi di atas yaitu menyembelih hewan qurban, sehingga
menurut jumhur ulama tidak boleh atau tidak sah berqurban hanya dengan memberikan
uangnya saja kepada fakir miskin seharga hewan qurban tersebut, tanpa ada penyembelihan
hewan qurban. Karena maksud berqurban adalah adanya penyembelihan hewan qurban
kemudian dagingnya dibagikan kepada fakir miskin.
Menurut jumhur ulama yaitu mazhab Imam Malik, Ahmad dan lainnya, bahwa berqurban
dengan menyembelih kambing jauh lebih utama dari sedekah dengan nilainya. Dan jika
berqurban dibolehkan dengan membayar harganya akan berdampak pada hilangnya ibadah
qurban yang disyariatkan Islam tersebut.
Adapun jika seseorang berqurban, sedangkan hewan qurban dan penyembelihannya
dilakukan ditempat lain, maka itu adalah masalah teknis yang dibolehkan. Dan bagi yang
berqurban, jika tidak bisa menyembelih sendiri diutamakan untuk menyaksikan
penyembelihan tersebut, sebagaimana hadits riwayat Ibnu Abbas RA:

“Hadirlah ketika kalian menyembelih qurban, karena Allah akan mengampuni kalian dari
mulai awal darah keluar”.

Ketika seorang muslim hendak menyembelih hewan qurban, maka bacalah: “Bismillahi


Wallahu Akbar, ya Allah ini qurban si Fulan (sebut namanya), sebagaimana yang dilakukan
oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Bismillahi Wallahu Akbar, ya Allah ini
qurban dariku dan orang yang belum berqurban dari umatku” (HR Abu Dawud dan At-
Tirmidzi).

Bacaan boleh ditambah sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam


memerintahkan pada Fatimah ‘Alaihissalam:

“Wahai Fatimah, bangkit dan saksikanlah penyembelihan qurbanmu, karena sesungguhnya


Allah mengampunimu setiap dosa yang dilakukan dari awal tetesan darah qurban, dan
katakanlah:” Sesungguhnya shalatku, ibadah (qurban) ku, hidupku dan matiku lillahi rabbil
‘alamiin, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan oleh karena itu aku diperintahkan, dan aku
termasuk orang yang paling awal berserah diri” (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi)

D. AQIQAH

a. Pengertian Aqiqah
Aqiqah berasal dari bahasa Arab yang artinya “mengaqiqahkan anak atau menyembelih
kambing aqiqah”. Secara istilah, makna aqiqah ada beberapa pendapat ulama, diantaranya:

1. Menurut Sayyid Sabiq, Aqiqah adalah sembelihan yang disembelih untuk anak yang
baru lahir.
2. Menurut Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini, Aqiqah adalah
nama sesuatu yang disembelihkan pada hari ketujuh, yakni hari mencukur rambut
kepalanya yang disebut Aqiqah dengan menyebut sesuatu yang ada hubunganya
dengan nama tersebut.
3. Menurut jumhur ulama mengartikan bahwa aqiqah yaitu menyembelih hewan pada
hari ketujuh dari hari lahirnya seorang anak baik laki-laki maupun perempuan.
4. Menurut Abdullah Nashih Ulwan, aqiqah berarti menyembelih kambing untuk anak
pada hari ketujuh kelahirannya.
5. Menurut Drs. R. Abdul Aziz dalam bukunya Rumah Tangga Bahagia Sejahtera,
mengatakan bahwa aqiqah adalah menyembelih kambing untuk menyelamati bayi
yang baru lahir dan sekaligus memberikannya sebagai sedekah kepada fakir miskin.

Selain pendapat ulama di atas, Rasulullah Shallallahu`alaihi Wa Sallam juga


menjelaskan pengertian aqiqah dalam sabdanya :

ُ َ‫ ُكلُّ ُغالَ ٍم َر ِه ْينَةٌ بِ َعقِ ْيقَتِ ِه تُ ْذبَ ُح َع ْنهُ يَوْ َم َسابِ ِع ِه َو يُحْ ل‬:‫ب اَ َّن َرسُوْ َل هللاِ ص قَا َل‬
‫ق َو يُ َس َّمى‬ ٍ ‫ع َْن َس ُم َرةَ ْب ِن ُج ْن َد‬

“Dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah bersabda : Setiap bayi tergadai dengan
aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ke tujuh, dicukur dan diberi nama.”
(HR. Abu Dawud 2838, Tirmidzi 1552, Nasa’I 7/166, Ibnu Majah 3165, Ahmad 5/7-8, 17-18,
22, Ad Darimi 2/81, dan lain-lainnya).

b. Hukum Aqiqah

Ulama berbeda pendapat tentang status hukum aqiqah, yaitu antara lain :

 Menurut Daud Adz-Dzahiri dan pengikutnya aqiqah hukumnya wajib, sedangkan


menurut jumhur ulama hukum aqiqah adalah sunnah.
 Menurut Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam bukunya Minhajul Muslim, mengatakan
bahwa hukum aqiqah adalah sunnah muakkad bagi orang yang mampu
melaksanakannya, yaitu bagi orang tua anak yang dilahirkan
 Imam Abu Hanifah menetapkan bahwa hukum aqiqah adalah ibadah artinya tidak
wajib dan tidak sunnah.

Perbedaan itu terjadi karena berbeda dalam menginterpretasikan makna dan maksud
hadist Nabi Muhammad Shallallahu`alaihi Wa Sallam yang diriwayatkan dari Samurah
tersebut.

c. Dalil Aqiqah
Beberapa hadits yang menjadi dasar disyariatkannya aqiqah antara lain:

ُ َ‫ ُكلُّ ُغالَ ٍم َر ِه ْينَةٌ بِ َعقِ ْيقَتِ ِه تُ ْذبَ ُح َع ْنهُ يَوْ َم َسابِ ِع ِه َو يُحْ ل‬:‫ب اَ َّن َرسُوْ َل هللاِ ص قَا َل‬
‫ق َو يُ َس َّمى‬ ٍ ‫ع َْن َس ُم َرةَ ْب ِن ُج ْن َد‬

“Dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah bersabda : Setiap bayi tergadai dengan
aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ke tujuh, dicukur dan diberi nama.”
[Shahih, Hadits Riwayat Abu Dawud 2838, Tirmidzi 1552, Nasa’I 7/166, Ibnu Majah 3165,
Ahmad 5/7-8, 17-18, 22, Ad Darimi 2/81, dan lain-lainnya]

ِ ‫َان َوع َْن ْال َج‬


 ٌ‫اريَ ِة َشاة‬ ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأ َم َرهُ ْم ع َْن ْالغُاَل ِم َشاتَا ِن ُم َكافَِئت‬
َ ِ ‫َأ َّن عَاِئ َشةَ َأ ْخبَ َر ْتهَا َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬

Dari Aisyah dia berkata : Rasulullah bersabda : “Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua
kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing.”
[Shahih, Hadits Riwayat Ahmad (2/31, 158, 251), Tirmidzi (1513), Ibnu Majah (3163),
dengan sanad hasan]

Anda mungkin juga menyukai