Anda di halaman 1dari 1

Sejak dahulu kalau saya mengimami shalat pasti saya tutup dengan doa bersama.

Saya memang belum tahu hadits berkenaan dengan doa bersama


setelah shalat. Tetapi karena sedari dulu amaliyah orang NU ya seperti itu, maka saya ikuti saja dan saya yakin itu benar. Belakangan amaliyah saya ini
dipermasalahkan. Kata mereka Nabi SAW tak pernah melakukan doa bersama setiap selesai shalat fardlu. Mohon penjelasannya.
Jawaban

Penanya yang budiman, semoga dirahmati Allah swt. Sebelum masuk pada pembasan doa bersama, maka kami akan mengetengahkan secara singkat 
mengenai dzikir bersama, dimana sebenarnya masalah ini sudah dibahas para ulama terdahulu. Sebagaimana yang kita ketuahi bahwa bahwa berdzikir
bisa dilakukan dengan sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Dalam shalat berjamaah sebaiknya dilakukan bersama-sama. Imam membaca dzikir
dengan keras dan makmum mengikutinya. Hal ini didasarkan keumuman hadits:

‫ اَل َي ْق ُع ُد َق ْو ٌم َي ْذ ُك ُرونَ هللاَ َع َّز‬:َ‫سلَّ َم أَ َّن ُه َقال‬


َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫ش ِه َدا َعلَى ال َّنبِ ِّي‬ َ ‫ي أَ َّن ُه َما‬
ِّ ‫سعِي ٍد ا ْل ُخدْ ِر‬ َ ‫َعنْ أَبِي ه َُر ْي َر َة َوأَبِي‬
‫ َو َذ َك َر ُه ُم هللاُ فِي َمنْ عِ ْن َدهُ (رواه مسلم‬،‫سكِي َنة‬ ُ ُ ُ
َّ ‫ َو َغشِ َي ْت ُه ُم‬،‫َو َجل َّ إِاَّل َح َّف ْت ُه ُم ا ْل َماَل ئِ َكة‬
َّ ‫ َو َن َزلَتْ َعلَ ْي ِه ِم ال‬،‫الر ْح َمة‬
 “Dari Abi Hurairah ra dan Abi Said al-Khudri ra bahwa keduanya telah menyaksikan Nabi saw beliau bersabda: ‘Tidaklah berkumpul suatu kaum sambil
berdzikir kepada Allah ‘azza wa jalla kecuali para malaikat mengelilingi mereka, rahmat menyelimuti mereka, dan ketenangan hati turun kepada mereka,
dan Allah menyebut (memuji) mereka di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya” (H.R. Muslim)

Di sisi lain memang beberapa hadits shahih yang tampak memiliki maksud berbeda. Di satu sisi terdapat hadits yang menunjukkan bahwa membaca dzikir
dengan suara keras setelah sahalat fardlu sudah dilakukan para sahabat pada masa Nabi saw. Hal ini sebagaiman dikemukakan oleh Ibnu Abbas ra:

ِّ ‫ت ِب‬
‫ َكانَ عَ لَى عَ ْه ِد ال َّن ِبيِّ صَ لَّى هللاُ عَ لَ ْي ِه َوسَ لَّ َم (رواه البخاري ومسلم‬،ِ‫الذ ْك ِر حِينَ َي ْنصَ ِرفُ ال َّناسُ مِنَ ْالم َْك ُتو َبة‬ ِ ‫ أَنَّ رَ ْفعَ الص َّْو‬: ‫َّاس َقا َل‬ ِ ‫عَ نْ اب‬
ٍ ‫ْن عَ ب‬

“Dari Ibnu Abbas ra ia berkata: ‘Bahwa mengerasakan suara dalam berdzikir ketika orang-orang selesai shalat maktubah itu sudah ada pada masa Nabi
saw” (H.R. Bukhari-Muslim)
 
Namun terdapat juga hadits lain yang berkebalikan, yang menunjukkan adanya anjuran untuk memelankan suara ketika berdzikir, sebagaimana hadits yang
diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari:

ً ِ‫سمِي ًعا َبص‬


‫يرا (رواه البخاري‬ َ َ‫ َفإِ َّن ُك ْم الَ َتدْ ُعونَ أ‬،‫ْار َب ُعوا َعلَى أَ ْنفُسِ ُك ْم‬
َ َ‫ َو َلكِنْ َتدْ ُعون‬،‫ص َّم َوالَ َغائِ ًبا‬
“Ringankanlan atas diri kalian (jangan mengerasakan suara secara berlebihan) karena susunggunya kalian tidak berdoa kepada Dzat yang tidak mendengar
dan tidak kepada yang ghaib, akan tetapi kalian berdoa kepada Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat” (H.R. Bukhari)

Dari kedua hadits tersebut dapat dipahami bahwa mengeraskan suara dalam berdzikir dan memelannkannya sama-sama memiliki landasan yang shahih.
Maka dalam konteks ini Imam an-Nawawi berusaha untuk menjembatani keduanya dengan cara memberikan anjuran kepada orang yang berdzikir untuk
menyesuakan dengan situasi dan kondisi. Berikut ini adalah penjelasan Imam an-Nawawi yang dikemukan oleh penulis kitab Ruh al-Bayan.

 ‫اء‬َ ‫ب اإلِ ْس َر ِار ِب ِه ِبأَنَّ اإْل ِ ْخ َف‬ ِ ‫است َِح َبا‬


ْ ‫الو ِار َد ِة فِى‬ َ ‫الج ْه ِر ِبال ِّذ ْك ِر َو‬
َ ‫ب‬ ِ ‫است َِح َبا‬
ْ ‫الو ِار َد ِة فِى‬ َ ‫ث‬ ِ ‫ي َب ْينَ اأْل َ َحادِي‬
ُّ ‫َو َقدْ َج َم َع ال َّن َو ِو‬
ُ‫ضل ُ فِى َغ ْي ِر َذلِ َك أِل َنَّ ا ْل َع َمل َ فِي ِه أَ ْك َث ُر َوأِل َنَ َفائِ َد َته‬ ْ َ ْ َّ
َ ‫صلونَ أ ْو النائِ ُمونَ َوال َج ْه ُر أف‬ َ ُّ َّ َ َ َ
َ ‫اء أ ْو تأذى ال ُم‬ َ ‫الر َي‬
ِّ ‫اف‬ َ ‫ث َخ‬ َ ‫أَ ْف‬
ُ ‫ضل ُ َح ْي‬
ْ
َ ‫س ْم َع ُه إِلَ ْي ِه َو َيط ِر ُد ال َّن ْو َم َو َي ِزيدَ فِى ال َّن‬
ِ‫شاط‬ َ ‫ف‬ َّ َ ُ َ
ْ ‫سا ِمعِينَ َوأِل َّن ُه ُيوقِظ ق ْل َب الذاك ِِر َو َي ْج َم ُع َه َّم ُه إِلَى الفِ ْك ِر َو َي‬
ُ ‫ص ِر‬ َّ ‫َت َت َعدَّى إِلَى ال‬
306 .‫ ص‬،3 ،‫ ج‬،‫دار الفكر‬-‫ بيروت‬،‫ روح البيان‬،‫(أبو الفداء إسماعيل حقي‬
“Imam an-Nawawi memadukan antara hadits-hadits yang menganjurkan (mustahab) mengeraskan suara dalam berdzikir dan hadits-hadits yang
menganjurkan memelankan suara dalam berdzikir; bahwa memelankan suara dalam berdzikir itu lebih utama sekiranya dapat menutupi riya dan
mengganggu orang yang shalat atau orang yang sedang tidur. Sedangkan mengeraskan suara dalam berdzikir itu lebih utama pada selain dua kondisi
tersebut karena: pebuatan yang dilakukan lebih banyak, faidah dari berdzikir dengan suara keras itu bisa memberikan pengaruh yang mendalam kepada
pendengarnya, bisa mengingatkan hati orang yang berdzikir, memusatkan perhatiannya untuk melakukan perenungan terhadap dzikir tersebut,
mengarahkan pendenganrannya kepada dzikir terebut, menghilankan kantuk dan menambah semangatnya”. (Abu al-Fida` Ismail Haqqi, Ruh al-Bayan,
Bairut-Dar al-Fikr, juz, 3, h. 306)

Sedang mengenai doa bersama, yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah setelah imam selesai shalat bersama-sama dengan makmum melakukan
dzikir kemudian imam melakukan doa yang diamini oleh makmunya. Hal ini jelas diperbolehkan, dan di antara dalil yang memperbolehkannya adalah hadits
berikut ini:

َ‫ ال‬:ُ‫سلَّم َيقُ ْول‬


َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ :َ‫اب ال َّد ْع َو ِة َرضِ َي هللاُ َع ْن ُه َقال‬
ُ ‫سم ِْعتُ َر‬
َ ِ‫س ْول َ هللا‬ َ ‫ي َو َكانَ ُم َج‬ ِّ ‫ب ْب ِن َم ْسلَ َم َة ا ْلفِ ْه ِر‬
ِ ‫َعنْ َح ِب ْي‬
‫ رواه الطبراني‬.‫اء ُه ْم‬ َ ‫اب هللاُ ُد َع‬ َ
َ ‫است َج‬ َّ ُ ‫َي ْج َت ِم ُع َق ْو ٌم ُم ْسلِ ُم ْونَ ف َيدْ ُع ْو َب ْع‬
ُ ‫ض ُه ْم َو ُي َؤ ِّمنُ َب ْع‬
ْ ‫ض ُه ْم إِال‬ َ

“Dari Habib bin Maslamah al-Fihri ra –ia adalah seorang yang dikabulkan doanya-, berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: Tidaklah berkumpul
suatu kaum muslim yang sebagian mereka berdoa, dan sebagian lainnya mengamininya, kecuali Allah mengabulkan doa mereka.” (HR. al-Thabarani)

Mahbub Ma’afi Ramdlan

Anda mungkin juga menyukai