PENDAHULUAN
1
menurunkan besaran pokok. Jika dilihat dari nilai dan arahnya, besaran dibedaka
menjadi 2, yaitu besaran skalar dan besaran vektor. Besaran skalar adalah besaran
yang hanya memiliki nilai tanpa memiliki arah. Contoh dari besaran skalar adalah
massa, waktu, panjang dan masih banyak lagi. Sedangkan besaran vektor adalah
besaran yang memiliki nilai dan arah.
Untuk lebih menambah pemahaman kita tentang besaran pokok, besaran
turunan, satuan SI, dimensi, analisis dimensi maupun besaran vektor dan besaran
skalar, dalam makalah ini penulis akan menjelaskan berbagai kajian-kajian
tentang besaran pokok, besaran turunan, satuan SI, dimensi, analisis dimensi,
besaran vektor dan besaran skalar lebih lanjut. Kajian-kajian yang dijelaskan
diantaranya pengertian besaran pokok dan besaran turunan, menjelaskan
penerapan satuan besaran pokok dan besaran turunan dalam SI, cara menentukan
dimensi dan pengertian analisis dimensi, pengertian skalar dan vektor, operasi
vektor, resultan vektor dengan metode jajar genjang, resultan vektor dengan
metoda poligon, resultan vektor dengan metode analisis. Selain dari semua itu,
kami juga akan menjelaskan tentang perkalian titik (dot), perkalian silang (cross)
dan sifat-sifatnya, dan juga penerapan perkalian skalar dan silang dalam fisika.
2
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
titik tangkap di O, ujung vektor di A, dan arahnya dari O ke A. Titik tangkap anak
panah adalah titik tempat vektor tersebut bekerja. Untuk lebih jelasnya perhatikan
gambar sebuah vektor berikut ini
Besar vektor diwakili oleh panjang vektor. Misalnya sebuah vektor gaya
memiliki arah ke kiri dan panjangnya 1 cm, dapat dilukiskan dengan diagram
vektor pada gambar berikut:
Secara aljabar, vektor dalam dimensi dua (R2) adalah pasangan terurut
dari bilangan real [x, y], dengan x dan y adalah komponen-komponen vektor
tersebut dan dalam dimensi tiga (R3) vektor adalah pasangan terurut dari bilangan
real [x, y, z], dengan x, y dan z adalah komponen-komponen vektor tersebut.
Sehingga didalam bidang kartesius suatu vektor dapat dinyatakan dengan
pasangan bilangan berurutan, misalnya diberikan sebuah titik A(x1,y1) didapatkan
ruas garis berarah dari titik pusat sumbu O(0,0) ke titik A yaitu OA . Bentuk ruas
garis berarah OA disebut sebagai vektor posisi dari titik A, sehingga didapatkan
demikian suatu vektor yang bertitik pangkal O dengan titik ujung suatu titik yang
diketahui disebut vektor posisi. Koordinat titik yang diketahui itu merupakan
komponen-komponen vektor posisinya.
Perhatikan gambar berikut :
5
Sehingga vektor u pada gambar 2 diatas dapat dinyatakan:
𝑥𝐵 − 𝑥𝐴 6 − 1 5
𝑢 = 𝐴𝐵 = (𝑦 − 𝑦𝐴 ) = ( ) = ( )
𝐵 5 − 2 3
Sedangkan 𝑂𝐴 = (12) disebut vektor posisi titik A dan 𝑂𝐵 = (65) disebut
vektor pisis titik B. Panjang vektor u adalah |𝑢| = √52 + 33 = √25 + 9 = √34
6
7
1.2 Pengertian Besaran Pokok dan Besaran Turunan
Besaran fisis yaitu segala sesuatu yang dapat diukur dan dinyatakan
dengan angka. Besaran fisis digunakan untuk menyatakan hukum-hukum fisika,
misalnya: panjang, massa, waktu, gaya, kecepatan, temperatur, intensitas cahaya,
dan banyak lagi yang lain. Ada banyak besaran fisis, kadang-kadang saling
bergantung satu dengan lainnya, sehingga pengaturannya menjadi sulit, misalnya
saja laju (speed) adalah perbandingan antara panjang dan waktu. Yang harus kita
lakukan adalah memilih sejumlah kecil besaran fisis sebagai besaran pokok.
Besaran-besaran fisis lainnya dapat diturunkan dari besaran pokok.
Besaran fisis dikelompokkan menjadi dua, yaitu besaran pokok dan
besaran turunan. Besaran pokok adalah besaran yang satuannya telah
didefinisikan terlebih dahulu dan tidak dapat dijabarkan dari besaran yang lain.
Ada tujuh besaran pokok dalam fisika, seperti ditunjukkan pada Tabel 1.1.
panjang Meter m
massa Kilogram kg
waktu Sekon s
suhu Kelvin K
8
diturunkan dari besaran-besaran pokok. Berikut contoh beberapa besaran turunan
dalam fisika dapat ditunjukkan pada Tabel 1.2.
massa
massa jenis kg m-3
volume
pepindahan
kecepatan m s-1
waktu
kecepatan
percepatan m s-2
waktu
gaya
tekanan kg m-1s-2 = pascal (Pa)
luas
energi
daya kg m2 s-3 = watt (W)
waktu
impuls dan
gaya ∙ waktu kg m s-1 = N s
momentum
9
macam alat ukur yang sesuai dengan satuan yang digunakan. Kesukaran kedua
adalah kerumitan konversi dari satuan ke satuan lainnya, misalnya dari jengkal ke
kaki. Ini disebabkan tidak adanya keteraturan yang mengatur konversi satuan-
satuan tersebut.
Konferensi Umum mengenai Berat dan Ukuran ke-14 (1971), berdasarkan
hasil-hasil pertemuan sebelumnya dan hasil-hasil panitia internasional,
menetapkan tujuh besaran sebagai dasar. Ketujuh besaran ini merupakan dasar
bagi Sistem Satuan Internasional, biasanya disingkat SI, dari bahasa Prancis “Le
Systeme International d’Unites.”
Banyak contoh-contoh satuan turunan SI, seperti kecepatan, gaya,
hambatan listrik, dan sebagainya. Sebagai contoh, satuan SI untuk gaya disebut
newton (disingkat N), yang dalam satuan dasar SI didefinisikan sebagai
1 N = 1 m ∙ kg/s2
10
Sebagai contoh, dimensi dari besaran percepatan yang didefinisikan sebagai hasil
bagi dari kecepatan dan waktu adalah sebagai berikut :
m [M ]
Massa jenis (ρ) Massa per volume ( ) [M][L]-3
V [ L]3
s [ L]
Kecepatan (v) Perpindahan per waktu [L][T]-1
t [T ]
v [ L]
Percepatan (a) Kecepatan per waktu [L][T]-2
t [T ]2
Tabel 1.4. Menentukan dimensi besaran turunan dari dimensi besaran pokok
Analisis dimensi dalam fisika adalah alat konseptual yang sering diterapkan
dalam fisika, dan teknik untuk memahami keadaan fisis yang melibatkan besaran
fisis yang berbeda-beda. Adapun tiga manfaat dimensi dalam fisika, sebagai
berikut.
1. Dapat digunakan untuk membuktikan dua besaran fisis setara atau tidak. Dua
besaran fisis yang hanya setara jika keduanya memiliki dimensi yang sama
dan keduanya termasuk besaran skalar atau keduanya termasuk besaran
vektor.
2. Dapat digunakan untuk menetukan persamaan yang pasti atau mungkin benar.
3. Dapat digunakan untuk menurunkan persamaan suatu besaran fisis jika
kesebandingan besaran fisis tersebut dengan besaran fisis lainnya diketahui.
11
Selain besaran pokok dan turunan, besaran fisika masih dapat dibagi atas
dua kelompok lain yaitu besaran skalar dan besaran vektor. Besaran‐besaran
seperti massa, jarak, waktu dan volume, termasuk besaran skalar, yakni besaran
yang hanya memiliki besar atau nilai saja tetapi tidak memiliki arah. Sedangkan
besaran seperti perpindahan, kecepatan, percepatan dan gaya termasuk besaran
vektor, yaitu besaran yang memiliki besar (atau nilai) dan juga memiliki arah.
Dalam besaran vektor kita hanya mementingkan atau memfokuskan hanya pada
nilai suatu besarannya tetapi kita juga akan memperhatikan arah dari besaran
vektor tersebut. Beberapa contoh besaran vektor misalnya perpindahan, gaya dan
lain-lain. Jika kita menyatakan perpindahan selalu disertai arah, cara menyatakan
atau menggambarkan vektor ada 3 cara, yaitu dengan diagram vektor, notasi
huruf dan notasi analitis.
1. Cara pertama yaitu dengan diagram vektor, vektor dapat digambarkan dengan
anak panah.
A B
1. Besar dan arah vektor dapat kita lihat atau dapat digambarkan melalui diagram
vektor. Misalkan diagram vektor di atas, kita dapat melihat besar dan arah
vektor A dan B, panjang dari anak panah dapat kita lihat sebagai besar atau
nilai vektornya misalnya panjang anak panahnya 1 meter, sedangkan arah dari
vektor tersebut dapat kita lihat dari arah kepala anak panah pada diagram
vektor.
2. Cara yang kedua adalah dengan notasi huruf. Ada beberapa aturan dalam
penulisan vektor menggunakan huruf. Vektor dapat ditulis dengan huruf kapital
yang dicetak tebal, huruf kecil yang dicetak tebal, dan dalam penulisan sehari-
hari biasanya ditulis dengan menambahkan anak panah di atas huruf yang
menyatakan vektor. Sebagai contohnya vektor AB, dapat ditulis AB, ab,
12
⃑⃑⃑⃑⃑ dan ab . Vector AB memiliki arti atau dapat diartikan bahwa arah
ataupun 𝐴𝐵
vektornya dari vektor A ke vektor B.
3. Cara yang ketiga adalah dengan notasi analitis. Notasi ini digunakan untuk
menganalisa vektor tanpa menggunakan gambar atau diagram. Contoh : vektor
a dapat dinyatakan dalam komponen – komponen sebagai berikut :
y
y
ay
ay
ax x
a
az
z
x
ax
Gambar 1.2 Menggambarkan vektor dengan cara notasi analitis
A B
13
b. Dua vektor yang besarnya tidak sama tetapi memiliki arah yang sama
14
Dalam penjumlahan vektor tanda “+” dalam penjumlahan vektor memilki
arti dilanjutkan, jadi jika A + B berarti vektor A dilanjutkan oleh vektor B
seperti pada gambar dibawah kita dapat lihat bahwa vector A diteruskan oleh
vector B sehingga hasilnya adalah garis panjang yang berwarna merah.
15
Kedua hukum ini menyatakan bahwa bagaimanapun urutan atau
pengelompokan vektor dalam penjumlahan, hasilnya akan sama.
(A+B)+C=A+(B+C) (1.2)
AC 2 ( AB) 2 ( BC ) 2 2( AB)( BC ) cos
A
B
G
a
m
Dalam menentukan bresultan vector AB diatas dapat dilakukan dengan beberapa
cara yaitu: a
r
1. Titik pangkal vektor B diletakkan berhimpit dengan vektor A
1
.
7
V 16
e
2. Gambar jajar genjang dengan P dan Q sebagai sisinya, lalu tarik garis
diagonalnya
A A
− +
B B
A A
B
B -
Gambar 1.8 VektorBA + B
G
a G
Besar R dapat ditentukan dengan caram: a
b m
𝐴𝐶 2 = (𝐴𝐵)2 + (𝐵𝐶)2 − 2(𝐴𝐵)(𝐵𝐶) cos (180 a b − 𝛼) (1.3)
𝐴𝐶 2 = (𝐴𝐵)2 + (𝐵𝐶)2 − 2(𝐴𝐵)(𝐵𝐶) − (cos r
a 𝛼) (1.4)
1
Dimana diketahui : . r
9 1
AB = P V .
BC = AD = AC = R e 1
k 0
Sehingga persamaan (1.5) dapat ditulist menjadi
o
R 2 P 2 Q 2 2( P )(Q ) cos r
A
Catatan : -
B 0
1. Jika vektor P dan Q searah, maka α = 0 dan R = √𝑃2 + 𝑄 2 + 2(𝑃)(𝑄)
(1.8)
2. Jika vektor P dan Q berlawanan arah, maka α = 1800 dan
𝑅 = √𝑃2 + 𝑄 2 − 2(𝑃)(𝑄) (1.9)
3. Jika vektor P dan Q saling tegak lurus, maka α = 900 dan R = √𝑃2 + 𝑄 2
(1.10)
b. Metode Segi Banyak (Poligon)
Menghitung nilai resultan juga dapat dilakukan dengan metode polygon
(segi banyak). Metode poligon adalah cara meresultankan vektor dengan cara
menggambar. Salah satu vektor sebagai acuan dan vektor lain disambungkan
dengan pangkal tepat pada ujung vektor sebelumnya. Resultan vektornya dapat
17
dibentuk dengan menggambar anak panah dari pangkal awal hingga ujung akhir.
(Sri Handayani : 42)
Pada suatu keadaan tertentu metode polygon dapat mempermudah
penyelesaian perhitungan resultan vektor.
Gambar :
A B
C B
F
G
Gambar 1.17
Ada beberapa hal
G yang perlu diperhatikan dalam perkalian titik,
antara lain : a
m
Dalam perkalian btitik berlaku hukum komutatif
a
A•B = B•A r
(1.21) 1
.
(perklaian dot tidak
1 memperhatikan urutan)
5
Perkalian titik juga
M memenuhi hukum distributif
A•(B+C) = A•B +e A•C
t
(1.22) o
d
Jika vektor A dane B saling tegak lurus (θ = 900) maka
P
o
l
i
g
o 19
n
A•B = 0
(1.23)
Jika kedua vektor memiliki arah yang sama (searah) θ = 0, maka
A•B = AB
(1.24)
Jika A=B akan diperoleh
A•A = A2 atau B•B = B2
(1.25)
Jika θ = 1800 maka vektor A dan B akan berlawanan arah
A•B = −AB
(1.26)
b. Perkalian silang/cross (×)
Dengan notasi A×B (dibaca A cross B), perkalian silang 2 vektor ini
menghasilkan sebuah vektor baru. Vektor hasil perkalian ini dapat
digambarkan sebagai sebuah vektor yang tegak lurus terhadap masing-masing
vektor tersebut.
Hal – hal penting yang harus diingat dalam perkalian silang, antara lain :
Perkalain silang bersifat anti komutatif
A × B = −B × A
(1.27)
Sudut yang dibentuk vektor A dan B 900 (tegak lurus) maka
│A × B│= AB
(1.28)
Jika vektor A dan B segaris dengan θ = 00 ataupun θ = 1800 (searah
ataupun berlawanan) maka
│A × B│= 0
(1.29)
2.6 Penerapan Perkalian Vektor
Setelah mengetahui teori tentang perkalian vektor, sekarang kita akan
menerapkan operasi perkalian tersebut dalam perumusan – perumusan fisika.
1. Penerapan Perkalian Titik (Dot)
20
Beberapa contoh penerapan perkalian titik dalam fisika antara lain dalam
mencari besarnya usaha. Seperti yang telah diketahui bersama rumus untuk
menentukan besarnya usaha yang dilakukan saat sebuah benda dikenai gaya dan
benda tersebut mengalami perubahan posisi adalah W = F • s = F (cos θ) • s.
Dimana W adalah usaha, F adalah gaya yang bekerja pada benda dan s adalah
jarak yang ditempuh benda setelah/selama dikenai gaya.
R
Gambar 1.19
Hasil dari perkalian ini (usaha) merupakan bilangan skalar (bilangan biasa)
tanpa arah. Contoh lain dari penerapan perkalian titik ini adalah saat menghitung
fluks listrik.
G
2. Penerapan
a Perkalian Silang (Cross)
m
Masih ingatkah
b dengan momen gaya ? momen gaya dirumuskan τ = F × r.
dimana τ adalah amomen gaya, F adalah vektor gaya dan r adalah vektor posisi.
r
Momen gaya ini 1merupakan besaran vektor karena setelah dioperasikan, momen
.
gaya selain memiliki nilai juga memiliki arah.
1
6
⃑⃑⃑⃑⃑⃑ M
𝐹1𝑦
e ⃑⃑⃑
𝐹1
t
o
d ⃑⃑⃑⃑
𝐹2
e
A Gambar 1.20
n
a
Titik O merupakan
li poros, jika batang tersebut ditarik dengan gaya F, maka
ti
batang akan bergerak
k searah jarum jam. Sehingga momen gaya termasuk salah
satu contoh penerapan perkalian silang (cross). Adapun contoh lain yaitu Gaya
Lorentz.
21
22
DAFTAR PUSTAKA
23