Anda di halaman 1dari 109

BESARAN FISIKA, DIMENSI DAN SATUAN

A. PENDAHULUAN
Alasan mempelajari Fisika, yaitu :
1. Fisika adalah salah satu ilmu yang paling dasar dari ilmu pengetahuan. Segala
disiplin ilmu memanfaatkan ide-ide dari fisika, mulai dari ahli kimia yang
mempelajari struktur molekul sampai ahli paleontologi yang merekonstruksi
bagaimana binatang purba dinosaurus berjalan.
2. Fisika merupakan dasar dari semua ilmu rekayasa dan teknologi, misal untuk
merancang sebuah pesawat harus mengerti hukum-hukum dasar fisika.
3. Belajar fisika adalah suatu petualangan. Ilmu ini begitu menantang, kadang
membuat frustasi, sewaktu-waktu menyakitkan, seringkali bermanfaat dan
memberikan kepuasan batin. Pengertian tentang dunia fisika pada saat ini
dibangun di atas pondasi yang diletakkan oleh ilmuwan-ilmuwan besar seperti
Galileo, Newton, Maxwell dan Einstein dan lain-lain. Pengaruh mereka telah
berkembang jauh melewati batas ilmu fisika itu sendiri dan mempengaruhi
secara mendalam cara hidup dan berpikir manusia pada saat ini, sehingga
sekarang ini dapat merasakan kesenangan dengan temuan-temuan ilmuwan
tersebut dan dapat menggunakan fisika untuk menyelesaikan persoalan praktis
serta memperoleh wawasan tentang fenomena kehidupan sehari-hari.

B. HAKEKAT FISIKA
Fisika adalah ilmu eksperimental (percobaan).Fisikawan mengamati fenomena
alam dan berusaha menemukan pola dan prinsip yang menghubungkan fenomena-
fenomena tersebut.Pola ini disebut dengan Teori Fisika dan ketika benar-benar terbukti
dan digunakan secara luas disebut dengan Hukum (Prinsip) Fisika.
Perkembangan teori fisika merupakan proses dua arah yang dimulai dan diakhiri
dengan pengamatan atau percobaan. Fisika bukan sekedar kumpulan fakta dan prinsip,
tetapi fisika adalah proses yang membawa pada prinsip-prinsip umum yang
mendeskripsikan tentang perilaku dunia fisik. Jadi tidak ada teori akhir yang dianggap
benar untuk selamanya, akan selalu ada kemungkinan pengamatan baru yang
memberikan bukti baru sehingga sebuah teori harus diperbaharui atau dibuang bila
ditemukan gejala-gejala tidak konsisten, tidak akan pernah dapat membuktikan bahwa
suatu teori selalu benar. Teori Fisika memiliki suatu Rentang Keberlakuan (Range of
Validity) yaitu hanya berlaku pada obyek, situasi, kondisi dan lingkungan tertentu,
sehingga diluar rentang tersebut teori tidak dapat berlaku.Seringkali suatu
perkembangan baru dalam fisika memperluas rentang keberlakuan suatu prinsip atau
teori fisika.Sebagai contoh yaitu Teori Galileo Galilei (1564-1642) tentang percobaan
menjatuhkan obyek ringan (bulu) dan obyek berat (peluru meriam) dari menara miring
Pisa, langkah induktif untuk menyimpulkan suatu prinsip atau teori bahwa percepatan
dari sebuah obyek yang jatuh tidak tergantung pada beratnya. Kedua benda tentu saja
tidak jatuh dengan laju yang sama, ini tidak berarti bahwa teori Galileo Galilei salah,
hanya tidak lengkap, kalau bulu dan peluru meriam dijatuhkan dalam ruang hampa
untuk menghilangkan pengaruh udara keduanya akan jatuh dengan laju yang sama.
Analisis Galileo tentang benda yang jatuh telah jauh diperluas setengah abad kemudian
dengan Hukum Gerak dan Hukum Gravitasi Newton.

C. MODEL IDEAL
Model adalah versi sederhana dari sebuah sistem fisika yang terlalu rumit untuk
dianalisis keseluruhan detailnya (untuk menyatakan replika skala kecil). Contoh untuk
menganalisis sebuah bola yang dilempar ke udara; bola tidak benar-benar bulat dan
tidak benar-benar tegar, tetapi berlapis-lapis dan berotasi ketika bergerak melewati
udara, angin dan udara mempengaruhi gerak, bumi berotasi di bawahnya, berat sedikit
berubah seiring berubahnya jarak bola ke pusat bumi, dan lain-lain. Kalau akan
dianalisis terlalu rumit dan sulit dilakukan, maka perlu disederhanakan, misal dengan
mengabaikan ukuran dan bentuk bola dengan menganggap sebagai obyek (partikel),
dengan mengabaikan gesekan udara dengan membuat bola bergerak dalam ruang
hampa, melupakan rotasi bumi, menganggap beratnya konstan, sehingga masalahnya
jadi sederhana untuk dianalisis.
Untuk membuat model ideal harus diperhatikan aspek-aspek yang paling penting
(esensial) dari sistem tersebut dan mengabaikan yang lainnya tetapi tidak terlalu
banyak. Dari contoh di atas maka bila pengaruh gravitasi diabaikan, maka model akan
meramalkan sebuah bola yang dilempar ke atas, bola itu akan bergerak sepanjang garis
lurus dan menghilang ke ruang angkasa. Ramalan Galileo Galilei tentang benda jatuh
mengacu pada model ideal dengan mengabaikan pengaruh hambatan udara, model ini
bekerja dengan baik untuk peluru meriam tetapi tidak untuk sehelai bulu.

D. BESARAN, DIMENSI DAN SATUAN


Fisika adalah ilmu eksperimen (percobaan), sehingga diperlukan pengukuran dan
untuk menyatakan hasil pengukuran biasanya digunakan bilangan.Setiap bilangan yang
digunakan untuk mendeskripsikan suatu fenomena fisika secara kuantitatif disebut
Besaran Fisika (Physical Quantity). Contoh : dua besaran fisika yang
mendeskripsikan orang adalah berat dan tinggi. Banyak besaran fisika yang begitu
mendasar sehingga tidak bisa mendefinisikan hanya dengan mendeskripsikan
berdasarkan cara pengukurannya. Definisi yang berdasarkan cara pengukuran saja
disebut definisi operasional. Contoh : mengukur jarak dengan mistar, mengukur
selang waktu dengan stopwatch, laju rata-rata suatu benda yang bergerak sebagai
jarak yang ditempuh (diukur dengan mistar) dibagi dengan waktu perjalanan (diukur
dengan stopwatch).
Besaran Fisika dikelompokkan menjadi dua, yaitu besaran pokok dan besaran
turunan. Besaran pokok adalah besaran yang satuannya telah ditetapkan terlebih
dahulu dan tidak diturunkan dari besaran lain. Ada tujuh besaran pokok, yaitu :
panjang, massa, waktu, suhu, kuat arus listrik, intensitas cahaya dan jumlah zat.
Besaran turunan adalah besaran yang diturunkan dari satu atau lebih besaran
pokok.Misalnya, luas yang dirumuskan sebagai panjang x lebar termasuk besaran
turunan karena luas diturunkan dari dua besaran panjang. Demikian juga volume
dirumuskan sebagai panjang x lebar x tinggi termasuk besaran turunan karena volume
diturunkan dari tiga besaran panjang. Besaran skalar adalah besaran yang hanya
memiliki besar (nilai) saja, misal : panjang, massa, dan waktu. Besaran vektor adalah
besaran yang memiliki besar (nilai) dan juga arah, misal : gaya, kecepatan dan
percepatan.
Dimensi suatu besaran menunjukkan cara besaran itu tersusun dari besaran-
besaran pokok dan dinyatakan dengan lambang huruf tertentu serta ditulis dengan
huruf besar dan diberi kurung pesegi (dengan alasan praktis tanda kurung persegi
biasanya dihilangkan. Sedang dimensi suatu besaran turunan ditentukan oleh rumus
besaran turunan tersebut jika dinyatakan dalam besaran-besaran pokok. Dua besaran
atau lebih hanya dapat dijumlahkan atau dikurangkan jika besaran-besaran tersebut
mempunyai dimensi yang sama.

Contoh:
Lintasan suatu partikel dinyatakan dengan x = A + Bt + Ct2. Dalam persamaan ini x
menunjukkan perpindahan (jarak yang ditempuh) dan t adalah waktu. Tentukan
dimensi dan satuan SI dari A, B dan C. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut ada
caranya (strategi), dimensi ruas kanan persamaan harus sama dengan ruas kiri yakni
dimensi perpindahan ( L ), karena ruas kanan merupakan penjumlahan dari tiga
besaran maka ketiganya hanya dapat dijumlahkan jika memiliki dimensi yang sama
yaitu dimensi perpindahan ( L ), sehingga penyelesaiannya adalah sebagai berikut :

x = A + Bt + Ct2
Dimensi x = L dan dimensi t = T, sehingga :
L = ( A ) + ( B ) T + ( C ) T2
Sesuai dengan prinsip penjumlahan, maka dari persamaan di atas diperoleh :
(A)=L
(B)T=L ( B ) = L/T = L T -1
2
(C)T =L ( C ) = L/T2 = L T -2

Bila dimensi besaran sudah ditentukan, maka satuan SI dari besaran tersebut dengan
mudah dapat ditetapkan dengan memasukkan satuan-satuan SI untuk setiap dimensi
(meter untuk L, sekon untuk T).
Dimensi A = L, maka satuannya adalah m.
Dimensi B = L T -1, maka satuannya adalah m s-1.
Dimensi C = L T -2, maka satuannya adalah m s-2.
Analisis dimensi dalam fisika ada manfaatnya, yaitu :
1. Dapat digunakan untuk membuktikan dua besaran fisika setara atau tidak. Dua
besaran fisika hanya setara jika keduanya memiliki dimensi yang sama dan
keduanya termasuk besaran skalar atau keduanya termasuk besaran vektor.
2. Dapat digunakan untuk menentukan persamaan yang pasti salah atau mungkin
benar.
3. Dapat digunakan untuk menurunkan persamaan suatu besaran fisika jika
kesebandingan besaran fisika tersebut dengan besaran-besaran fisika lainnya
diketahui.
Tabel 1. Besaran pokok, satuan dan dimensinya
Besaran pokok Satuan Singkatan Dimensi
Panjang meter m L
Massa kilogram kg M
Waktu sekon s T
Kuat Arus listrik ampere A I
Suhu kelvin K 
Intensitas cahaya kandela cd N
Jumlah zat mol mol J

Tabel 2. Contoh besaran turunan, dimensi dan satuannya


Besaran turunan Rumus Dimensi Satuan dan
singkatannya
Luas panjang x lebar L2 m2
Volume panjang x lebar x L3 m3
tinggi
Massa jenis massa/volume M L-3 kg m-3
Kecepatan perpindahan/waktu L T -1 m s-1
Percepatan kecapatan/waktu L T -2 m s-2
Gaya massa x M L T -2 kg m s-2 = newton
percepatan (N)
Usaha dan energi gaya x M L2 T -2 2 -2
kg m s = joule
perpindahan (J)
Tekanan gaya/luas M L-1 T -2 -1 -2
kg m s = pascal
(Pa)
Daya usaha/waktu M L2 T -3
kg m2 s-3 = watt
(W)
-1
Impuls dan gaya x waktu MLT kg m s-1 = N s
momentum
Momen gaya x lengan M L2 T -2
kg m2 s-2

Jika mengukur suatu besaran, maka selalu membandingkan terhadap suatu


acuan standar. Bila sebuah balok kayu memiliki panjang 4,5 meter, artinya bahwa
panjang balok kayu tersebut adalah 4,5 kali panjang suatu batang meteran, yang
panjangnya didefinisikan sebagai 1 meter. Standar seperti disebut sebagai satuan
(unit) besaran. Meter adalah satuan jarak, sekon (detik) adalah satuan waktu dan
kilogram adalah standar satuan massa. Jadi kalau menggunakan suatu bilangan untuk
mendeskripsikan suatu besaran fisika harus selalu menuliskan satuan yang dipakai,
misal mendeskripsikan suatu jarak dengan hanya menulis “4,75” tidak memberikan arti
apa-apa.
Sistem satuan yang digunakan para ilmuwan dan insinyur di seluruh dunia
disebut “sistem metrik”, tetapi sejak tahun 1960 disebut sebagai Sistem
Internasional (International System) atau SI (singkatan dari bahasa Perancis,
Systeme International). Ada sistem satuan lain yaitu Sistem British hanya digunakan
di Ingris, Amerika dan beberapa negara lainnya. Satuan British secara legal
didefinisikan dalam satuan SI, seperti : panjang 1 inchi = 2,54 cm (tepat), gaya 1 pund
(lb) = 4,448221615260 N (Newton, tepat). Sistem British dalam fisika hanya dipakai
untuk mekanika dan termodinamika.

E. KONSISTENSI DAN KONVERSI SATUAN


Persamaan untuk menggambarkan hubungan antara besaran-besaran fisika
direpresentasikan dengan simbul-simbul matematik yang menyatakan sebuah bilangan
dan sebuah satuan. Contoh : d menyatakan suatu jarak sejauh 15 meter (m), t
menyatakan selang waktu sepanjang 5 sekon (s, detik) dan v menyatakan laju sebesar
3 m/s.
Persamaan harus selalu konsisten dalam dimensi (dimensionally consistent), dua
besaran bisa dijumlahkan atau disamakan jika besaran-besaran tersebut mempunyai
satuan yang sama. Contoh : jika sebuah benda bergerak dengan laju konstan v sejauh
d dalam waktu t, maka besaran-besaran tersebut dihubungkan dengan persamaan :

d = v.t

Jika d diukur dalam meter, maka hasil perkalian vt juga harus dinyatakan dalam meter.
Dengan mernggunakan contoh bilangan-bilangan di atas, maka dapat dituliskan :

10 m = ( 2 m/s )( 5 s )

F. KETIDAKPASTIAN
Dalam pengukuran suatu besaran selalu memiliki ketidakpastian. Dengan
memilih instrumen yang tepat dan melakukan pengukuran secara cermat serta
membaca hasil pengukuran dengan cara yang benar, tetapi sebagai manusia dan alat
ukur sebagai buatan manusia tidak mungkin sempurna, sehingga selalu ada kesalahan
(galat, error) dalam pengukuran, baik yang dilakukan oleh manusia maupun alat ukur.
Sebagai contoh bila mengukur ketebalan sampul subuah buku dengan
mengunakan mistar biasa (penggaris), hasil pengukuran hanya dapat diandalkan
kebenarannya sampai pada milimeter terdekat, misal 3 mm. Pernyataan hasil
pengukuran ini sebagai 3,00 mm adalah suatu kesalahan, karena keterbatasan alat ukur
yang digunakan. Jadi tidak dapat mengatakan bahwa ketebalan sampul buku 3,00 mm,
2, 75 mm, atau 3,13 mm. Jika mengunakan alat ukur jangka sorong dapat mengukur
sampai dua digit dibelakang koma (satuan mm) atau yang lebih teliti lagi mikrometer
sekrup dapat mengukur tiga digit dibelakang koma (satuan mm), maka hasil
pengukuran akan lebih teliti. Perbedaan antara dua hail pengkuran (misal mistar
dengan mikrometer sekrup) ini adalah pada kesalahan yang disebabkan adanya
ketidakpastian dalam pengukuran tersebut. Pengukuruan dengan mikrometer sekrup
mempunyai ketidakpastian yang lebih kecil.
Ketidakpastian disebabkan oleh adanya kesalahan dalam pengukuran.
Kesalahan (galat, error) adalah penyimpangan nilai yang diukur dari nilai benar (x 0).
Ada tiga macam kesalahan, yaitu : (1) kesalahan umum (keteledoran), (2) kesalahan
acak, dan (3) kesalahan sistematis.
Kesalahan umum (keteledoran) umumnya disebabkan oleh keterbatasan
pengamat, diantaranya kekurangterampilan memakai alat ukur, terutama untuk alat
ukur canggih yang melibatkan banyak komponen yang harus diukur, atau kekeliruan
dalam melakukan pembacaan skala kecil.
Kesalahan acak (random error) disebabkan adanya fluktuasi-fluktuasi yang
halus pada kondisi-kondisi pengukuran. Contoh fluktuasi-fluktuasi halus yang
disebabkan oleh gerak Brown molekul udara, fluktuasi tegangan listrik PLN atau baterai,
landasan yang bergetar dan bising. Kesalahan acak menghasilkan simpangan yang
tidak dapat diprediksi terhadap nilai benar (x 0), sehingga tiap bacaan mempunyai
peluang untuk berada di atas atau di bawah nilai benar. Kesalahan acak tidak dapat
dihilangkan tetapi dapat dikurangi dengan cara mengambil rata-rata dari semua bacaan
hasil pengukuran. Pada saat sekumpulan bacaan mempunyai kesalahan acak kecil, yaitu
bacaan-bacaan ini dipencar dekat dengan nilai rata-rata, maka pengukuran adalah
presisi (tepat). Sebaliknya jika bacaan mempunyai kesalahan acak besar, yaitu
bacaan-bacaan dipencar jauh dari nilai rata-rata, maka pengukuran adalah tidak
presisi (tidak tepat). Contoh : suatu arloji digital murah yang menunjukkan waktu
10:35:47 AM sangat presisi (bahwa waktu dinyatakan sampai satuan sekon), tetapi jika
arloji bekerja beberapa menit terlambat maka waktu yang ditunjukkan sangat tidak
akurat.
Kesalahan sistematis menyebabkan kumpulan acak bacaan hasil pengukuran
didistribusi secara konsisten di sekitar rata-rata yang cukup berbeda dengan nilai
benar.Kesalahan sistematis dapat diprediksi dan dihilangkan. Dalam pengukuran
kesalahan sistematis dapat disebabkan oleh :
1. Kesalahan kalibrasi, yaitu kesalahan pembubuhan nilai pada garis skala pada
saat pembuatannya. Hal ini dapat mengakibatkan pembacaan terlalu besar atau
terlalu kecil sepanjang seluruh skala. Kesalahan ini diatasi dengan mengkalibrasi
ulang instrumen terhadap instrumen standar.
2. Kesalahan titik nol, seperti titik nol skala tidak berimpit dengan titik nol jarum
penunjuk atau kegagalan mengembalikan jarum penunjuk ke nol sebelum
melakukan pengukuran. Kesalahan ini diatasi dengan melakukan koreksi pada
penulisan hasil pengukuran.
3. Kasalahan komponen lain, seperti melemahnya pegas yang digunakan atau
terjadi gesekan antara jarum dengan bidang skala.
4. Kesalahan arah pandang membaca nilai skala bila ada jarak antara jarum dan
garis-garis skala.
Penentuan nilai rata-rata tidak mengurangi kesalahan sistematis, karena itu penyebab
kesalahan ini harus dapat diketahui dan kemudian dihilangkan. Pada saat sekumpulan
bacaan hasil pengukuran mempunyai kesalahan sistematis kecil, maka pengukuran
adalah akurat. Jika kesalahan sistematis besar, maka pengukuran adalah tidak
akurat. Jadi akurasi dari nilai terukur yaitu seberapa dekat nilai terukur itu terhadap
nilai sebenarnya, biasanya dengan menuliskan bilangan diikuti simbol , dan bilangan
kedua yang menyatakan ketidakpastian pengukuran. Contoh diameter sebuah batang
baja dituliskan sebagai 56,47 0,02 mm, ini artinya nilai sebenarnya tidak mungkin
kurang dari 56,45 mm atau lebih dari 56,49 mm.
TUGAS PEKERJAAN RUMAH

1. Dengan analisis dimensi, buktikan bahwa usaha dan energi adalah dua
besaran skalar yang setara !

2. Dengan analisis dimensi, selidikilah, apakah persamaan–persamaan


berikut ini salah atau mungkin benar ?

(a) v2 = v02 + 2 a s (b)  = v / T

Keterangan :
v = kecepatan akhir
v0 = kecepatan awal
a = percepatan
s = perpindahan (jarak yang ditempuh)
 = panjang gelombang
T = periode (waktu)

3. Jika gaya gesekan yang dialami oleh sebuah bola dengan jari-jari r
yang bergerak dengan kelajuan (kecepatan) v di dalam sejenis zat cair
kental dirumuskan sebagai F = k r v, dengan k adalah suatu
konstanta. Dengan analisis dimensi, tentukan dimensi dan satuan k !
VEKTOR DAN SKALAR
Vektor adalah besaran yang memiliki arah dan besar (nilai). Secara grafis suatu vektor
dinyatakan dengan sebuah anak panah yang panjangnya anak panah tertentu dengan
arah panah tertentu pula. Secara analitis suatu vektor dinyatakan dengan sebuah huruf
besar dalam abjad dengan diberi anak panah kecil di atas huruf itu, atau dengan huruf
besar yang tebal, misalnya A dan besarnya vektor A dinyatakan dengan A.

P A

A
l

Karakteristik besaran vektor :


1. Mempunyai titik tangkap/titik awal (misal : P)

2. Mempunyai garis kerja (misal : l)

3. Mempunyai arah (misal : A)

4. Mempunyai besar/nilai (misal : A)

5. Mempunyai satuan (misal : untuk gaya yaitu Newton = N).

Skalar adalah besaran yang yang hanya memiliki besar (nilai) saja. Skalar dinyatakan
dengan huruf kecil dalam abjad. Operasi hitung skalar mengikuti aturan-aturan yang
berlaku dalam operasi hitung aljabar, sedangkan operasi hitung vektor dengan aturan-
aturan tersendiri yang meliputi penjumlahan vektor, pengurangan vektor dan perkalian
vektor.
Vektor satuan adalah vektor yang mempunyai besar (nilai) satuan. Jika A adalah vektor
dengan besar yang tidak sama dengan nol, maka :

A
---------- = vektor satuan dari vektor A
A
Suatu vektor dapat diuraikan menurut sistem sumbu bidang atau sistem sumbu ruang.
Bila diuraikan menurut sistem sumbu ruang, maka sistem sumbu ruang itu bisanya
sumbu yang saling tegak lurus terhadap sumbu sesamanya.Komponen dari vektor
satuan yang berada di sumbu X diberi notasi i, yang berada di sumbu Y diberi notasi j
dan yang berada di sumbu Z diberi notasi k. Ketiga satuan vektor tersebut (yaitu i, j, k)
dinamakan vektor satuan rektanguler, sehingga digunakan sistem koordinat
rektanguler.

Komponen dari suatu vektor A menurut sistem sumbu ruang yang berkaitan dengan
sistem rektanguler itu biasanya berawal dari titik O yang merupakan titik pertemuan
ketiga sumbu rektanguler. Jika (A1, A2, A3) merupakan koordinat rektanguler dari titik O,
maka vektor A1i, A2j dan A3k masing-masing dinamakan komponen rektanguler dari
vektor A dalam arah sumbu X, Y dan Z.

Resultante (R) dari komponen rektanguler vektor A merupakan vektor A sedemikian


rupa sehingga memenuhi persamaan :

A = A1i + A2j + A3k

Dan besarnya vektor dalam pernyataan komponen rektanguler, yaitu :

A = √ A12 + A22 + A32

Operasi hitung vektor dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Operasi hitung penjumlahan vektor


Bila diketahui vektor A dan vektor B yang sebidang dengan arah yang berlainan.
Resultante vektor A dan vektor B sebagai jumlah vektor A dan vektor B yaitu vektor
C yang dibentuk dengan menempatkan titik asal vektor B pada titik terminal vektor
A, kemudian menghubungkan titik asal vektor A dengan titik terminal vektor B.
Resultante ini dinyatakan sebagai vektor C = A + B.

B
C=A+B

Setiap vektor dapat dipindah-pindahkan (digeser) pada garis sepanjang garis kerja
vektor tersebut.
Macam-macam hukum yang berlaku dalam operasi hitung penjumlahan
vektor
Jika diketahui vektor A, vektor B, vektor C, skalar m dan skalar n, maka berlaku
hukum, yaitu :
a. A + B = B + A hukum komutatif

b. A + ( B + C ) = ( A + B ) + C hukum asosiatif untuk penjumlahan

c. m A = A m  hukum asosiatif untuk perkalian

d. m ( n A ) = ( n m ) A hukum asosiatif untuk perkalian

e. ( m + n ) A = m A + n A hukum distributif

f. m ( A + B ) = m A + m B hukum distributif

2. Operasi hitung pengurangan vektor


Dalam hal ini dinyatakan sebagai vektor C = A – B yaitu C = A + ( −B )

3. Operasi hitung perkalian vektor


Dalam hal ini ada tiga macam operasi hitung perkalian vektor, yaitu :
a) Perkalian skalar atau perkalian dot atau perkalian titik

Hasil perkalian skalar antara vektor A dan vektor B dinyatakan dengan :

A . B = | A | | B | cos φ ( 0<φ <π )

Hasil perkalian dot ini berupa skalar.

Keterangan : φ = sudut apit antara vektor A dan vektor B

b) Perkalian silang atau perkalian kros

Perkalian silang antara vektor A dan vektor B dinyatakan dengan :

A Х B = A B sin φ .u ( 0 <φ<π )

Keterangan :u adalah vektor satuan yang menunjukkan arah dari perkalian vektor
A dan vektor B.

c) Perkalian tripel

c.1. Perkalian tripel yang hasilnya skalar

Jika diketahui tiga buah vektor, yaitu vektor A, vektor B dan vektor C, maka
hasil perkalian tripel ini dapat dinyatakan dengan :
A1 A 2 A 3

A .( BХC ) = B1 B 2 B 3

C1 C 2 C 3

Hasil perkalian ini merupakan sisi dari suatu parallepipedum dengan vektor A,
vektor B dan vektor C sebagai sisi parallepipedum tersebut. Dalam hal ini
berlaku :

A.(BХC) = B.(CХA) = C.(AХB)

c.2. Perkalian tripel yang hasilnya vektor

Jika diketahui vektor A, vektor B dan vektor C, maka hasil perkalian tripel
dari ketiga vektor tersebut dapat dinyatakan dengan :

A Х (B Х C) = (A.C)B = (A.B)C

Bermacam rumus yang berlaku dalam operasi hitung perkalian vektor adalah
sebagai berikut :

1. Perkalian titik atau perkalian dot

a) Berlaku bahwa i .i = j .j = k .k = 1

i .j = j . k = k .i = 0

b) Jika vektor A = A1i + A2j + A3k

Vector B = B1i + B2j + b3k

maka : A . B = A1 B1 + A2 B2 + A3 B3

A . A = A2 = A12 + A22 + A32

c) Bila A . B = 0, maka vektor A atau vektor B masing-masing tidak berarti


vektor nol, tetapi dalam hal ini bahwa vektor A dan vektor B itu saling tegak
lurus satu sama lain.

2. Perkalian silang atau perkalian kros

a) Berlaku bahwa i Х i = j Х j = k Х k = 0

i Х j = k , j Х k = i , k Х i = j
b) Jika vektor A = A1i + A2j + A3k

Vector B = B1i + B2j + B3k

maka berlaku bahwa :

i j k

AХB = A1 A2 A3

B1 B2 B3

yaitu merupakan luas suatu parallelogram dengan sisi vektor A dan vektor B.

c) Bila berlaku A Х B = 0, sedangkan vektor A dan vektor B masing-masing


bukan vektor nol, maka vektor A dan vektor B itu adalah saling sejajar.
DINAMIKA

A. HUKUM NEWTON
Hukum Newton menyatakan bahwa :

I. Setiap benda akan tetap dalam keadaan diam atau gerak lurus
beraturan,

kecuali bila pada benda itu bekerja suatu gaya.

II. Aksi yang ditimbulkan oleh gaya terhadap suatu benda yang mengakibatkan

benda memperoleh percepatan yang dinyatakan sebagai F = k m a.

III. Adanya aksi akan diimbangi oleh benda sehingga terjadi kesetimbangan.

Perlawanan benda terhadap aksi disebut reaksi yang dinyatakan dengan Faksi

= - Freaksi.

Hukum kedua Newton di atas, yaitu F = k m a, merupakan dasar pembahasan semua


persoalan dinamika. Dengan kata lain bahwa dinamika membahas tentang gaya dan
gerak partikel atau gerak benda. Dari F = k m a itu terkandung empat besaran, yaitu
gaya, massa, panjang dan waktu.

B. BERAT DAN MASSA

Berat benda yaitu besarnya gaya yang bekerja pada benda karena adanya tarikan
gravitasi bumi. Berat benda tergantung lokasi benda itu berada, sebuah gaya gravitasi
bumi itu berbeda-beda besarnya di tiap-tiap lokasi.

Massa benda itu merupakan berat benda yang tidak terpengaruh oleh gaya gravitasi
bumi, artinya massa suatu benda itu selalu tetap disembarang lokasi (dimana pun)
benda itu berada di muka bumi.

Gaya suatu benda dinyatakan dengan w = m g, dimana m adalah massa benda dan g
adalah gaya gravitasi bumi.

C. G A Y A

Gaya adalah sesuatu yang menarik atau mendorong sebuah benda. Gaya merupakan
vektor. Bila sebuah gaya itu tidak setimbang bekerja pada sebuah benda, maka benda
itu memperoleh percepatan sesuai dengan arah gaya itu bekerja. Gaya yang tidak
setimbang yang bekerja pada suatu benda itu sebanding dengan massa dan percepatan
yang disebabkan gaya yang berubah-ubah itu.

Bila gaya yang bekerja pada sebuah benda yang bergerak arahnya sama dengan arah
gerak benda dikatakan dikatakan bahwa gaya itu memberi percepatan. Sebaliknya bila
arah gaya itu berlawanan dengan arah gerak benda dikatakan bahwa gaya itu memberi
perlambatan.

D. KOPPEL GAYA

Dua buah gaya yang besarnya sama tetapi arahnya saling berlawanan dan kedua gaya
itu tidak bekerja pada suatu garis gaya akan membentuk sebuah koppel gaya. Sebuah
Koppel gaya menimbulkan gerak rotasi. Koppel gaya diberi tanda positif kalau arah
rotasinya sesuai sesuai arah perputaran jarum jam, dan diberi tanda negatif kalau
rotasinya berlawanan dengan arah perputaran jarum jam.

Moment sebuah koppel gaya yaitu hasil kali antara salah satu besar gaya dengan jarak
tegak lurus (lengan gaya) antara kedua gaya yang membentuk koppel gaya tersebut.

Rotasi

F F1

koppel koppel koppel

A B A B

a b F2 c

l koppel

Moment = +( F x lengan gaya a )

Moment = −( F x lengan gaya b ) Moment koppel = +(F 1 x c) = +(F2 x c)


E. GAYA GESEKAN

Sebuah benda yang bergerak pada suatu permukaan datar biasanya akan mendapat
gaya perlawanan terhadap gaya gerak benda itu. Gaya perlawanan ini ditimbulkan oleh
permukaan datar dan dinamakan gaya gesekan. Ada dua macam gaya gesekan (F g),
yaitu :

1. Gaya gesekan kinetik (Fgk)

Koefisien gesekan kinetik k merupakan perbandingan antara gaya yang diperlukan


untuk kesetimbangan kinetik dengan gaya normal (N) yang menekan dua permukaan
bersama-sama.
Gaya normal (N) yaitu gaya tekan yang timbul antara dua permukaan singgung dari
benda-benda yang bergesekan.
Hubungan antara gaya gesekan statik (F gk), koefisien gesekan kinetik (k) dan gaya
normalnya (N) dapat dinyatakan sebagai Fgk = k N.

F
Fgk

w=mg

2. Gaya gesekan statik (Fgs)


Koefisien gesekan statik s merupakan perbandingan antara gaya gesekan statik
maksimum dengan gaya normalnya (N).
Gaya gesekan statik umumnya lebih besar dari gaya gesekan kinetik, sehingga
koefisien gesekan statik lebih besar dari koefisien gesekan kinetik. Hubungan antara
gaya gesekan statik (Fgs), koefisien gesekan statik (s) dan gaya normalnya (N) dapat
dinyatakan sebagai Fgs<s N.

Pada umumnya gaya antara dua benda yang bergesekan itu adalah :
a. Sebanding dengan gaya normal

b. Tidak tergantung luas permukaan persinggungan

c. Tidak tergantung kecepatan relatif.


F.GAYA GRAVITASI

Hukum gravitasi menyatakan bahwa gaya antara dua benda yang bermassa m 1 dan m2
dengan jarak r adalah gaya tarik menarik sepanjang garis penghubung kedua benda itu
dan besarnya adalah :

m 1 m2

F = G ------------- ..…………………………………………………………. (1)

r2

dimana G adalah tetapan gravitasi. Pada umumnya orang beranggapan bahwa


percepatan gravitasi g adalah suatu tetapan. Jika dalam persamaan (1) dimisalkan
bahwa m1 = mB yaitu massa bumi, dan m2 adalah massa benda, maka gaya tarik oleh
bumi terhadap benda adalah :

m B m2

F = G ------------- …………………………………………………………….. (2)

r2

Gaya tarik ini merupakan berat benda. Sebagai reaksi terhadap berat benda, maka
bumi ditarik benda dengan gaya yang sama (Hukum Newton ketiga, aksi = reaksi).
Oleh karena massa itu terlalu besar, maka percepatan yang dialami tidak besar.
Menurut Hukum Newton kedua bahwa gaya tarik bumi akan menyebabkan percepatan
g menurut hubungan F = m g, sehingga percepatan gravitasi g dapat dinyatakan yaitu
F = m g atau :

F G m B m1 G mB

g = ---------- = --------------- = ------------ ……………………. (3)

m r2m r2

pada persamaan (3) karena m1 = m sehingga m1 dan m dapat dihapuskan.

Perubahan g dapat ditentukan sebagai berikut :


Misalkan perubahan ketinggian dinyatakan dengan dr, yaitu perubahan kecil pada jarak
ke pusat bumi. Bila jarak r berubah dengan dr, maka perubahan yang terjadi pada g
dihitung dengan persamaan (3), yaitu :

2 G mB g

dg = ̶ --------------- dr = ̶ 2 ----- dr atau

r3 r

dg dr

-------- = − 2 ------

g r
GERAK PADA GARIS LURUS
A. PENDAHULUAN

PELAJARAN FISIKA

MEKANIKA
Yaitu pelajaran yang berhubungan dengan gaya, bahan dan gerak.
Tujuan akhir adalah mengembangkan metode umum untuk menerangkan gerak.

KINEMATIKA
Yaitu bagian dari mekanika yang menerangkan tentang gerak.

DINAMIKA
Yaitu mempelajari hubungan antara gerak dan penyebabnya.

B. PERPINDAHAN, WAKTU DAN KECEPATAN RATA-RATA


Kecepatan dan percepatan adalah besaran vektor, yang mempunyai besar (nilai) dan
arah. Untuk mempelajari gerak diperlukan sistem koordinat untuk menerangkan posisi
suatu benda, misalkan dipilih sumbu x sebagai koordinat dari sistem untuk meletakkan
posisi benda sepanjang garis lurus dengan titik asal O adalah sebagai garis awal. Jadi
dengan cara ini benda dianggap sebagai sebuah partikel.
Sebagai contoh diambil seseorang yang mengendarai sebuah mobil (dianggap sebagai
sebuah partikel) sepanjang lintasan lurus, misal ujung depan mobil sebagai posisinya.

P1 x P2
0 x
x1 x2 ̶ x1 = ∆x
x2
START FINISH

Gambar 1. Posisi-posisi mobil sedan pada dua saat selama perjalanannya


Posisi bagian ujung muka benda (misal : mobil sedan) artinya posisi dari partikel
diberikan oleh koordinat x yang berubah terhadap waktu selama benda itu bergerak.
Cara yang digunakan untuk menerangkan gerak benda adalah dengan mengamati
perubahan nilai x dalam selang waktu, misal : 1,0 sekon (s) setelah start ujung depan
mobil sedan berada pada titik P1, yakni 19 m dari titik awal, dan 4,0 sekon (s) setelah
start mobil sedan berada pada titik P2, yakni 277 m dari titik awal. Jadi jarak yang
ditempuh mobil sedan adalah 277 m ̶ 19 m = 258 m selama selang waktu (4,0 s ̶ 1,0
s) = 3,0 s. Definisi kecepatan rata-rata (average velocity) mobil sedan selama selang
waktu tersebut sebagai besaran vektor yang komponen x-nya adalah perubahan x
dibagi dengan selang waktu = (258 m)/(3,0 s) = 86 m/s. Secara umum kecepatan rata-
rata tergantung pada selang waktu yang dipilih. Untuk selang waktu 3,0 s sebelum
mobil sedan dijalankan, kecepatan rata-rata akan sama dengan nol, karena mobil sedan
akan diam di garis start, dan akan mempunyai perpindahan nol.
Konsep umum kecepatan rata-rata, pada saat t 1 mobil pada titik P1 dengan koordinat x1,
dan pada saat t2 pada titik P2 dengan koordinat x2. Perpindahan mobil sedan selama
selang waktu dari t1 ke t2 adalah vektor dari P1 ke P2 dengan komponen x adalah (x2 ̶
x1) dan komponen y dan z sama dengan nol. Komponen x dari perpindahan mobil
sedan tidak lain adalah perubahan dalam koordinat x, dan secara singkat ditulis :

∆x = x2 ̶ x1 …………………………………………………………………………… (1)

Huruf Yunani ∆ (delta) menunjukkan perubahan besaran, dihitung dengan


mengurangkan nilai awal dan nilai akhir ( ∆x bukan hasil kali dari ∆ dan x, ∆ adalah
simbol yang berarti “perubahan besaran x”). Kemudian selang waktu dari t 1 ke t2
sebagai ∆t = t2 ̶ t1. Jadi ∆x dan ∆t selalu berarti nilai akhir dikurangi nilai awal, tidak
pernah kebalikannya.

Definisi komponen x dari kecepatan rata-rata dengan lebih persis lagi yaitu komponen x
dari perpindahan ∆x dibagi selang waktu ∆t selama perpindahan terjadi. Besaran ini
dilambangkan dengan huruf v dengan subskrip “rt” untuk menandakan nilai rata-rata :

x2 ̶ x1 ∆x
vrt = -------------- = ------ ………………………………………………. (2)
t 2 ̶ t1 ∆t

Persamaan (2) adalah persamaan kecepatan rata-rata untuk gerak sepanjang garis
lurus.
Jadi untuk contoh di atas, x1 = 19 m, x2 = 277 m, t1 = 1,0 s dan t2 = 4,0 s, sehingga
dari persamaan (2) dihasilkan :

x2 ̶ x 1 277 m ̶ 19 m 258 m
vrt = ------------- = -------------------- = ----------- = 86 m/s
t 2 ̶ t1 4,0 s ̶ 1,0 s 3,0 s
Kecepatan rata-rata mobil sedan adalah positif, artinya selama selang waktu, koordinat
x bertambah dan mobil sedan bergerak pada arah x positif (ke arah kanan, seperti pada
contoh gambar 1 di atas).
Jika partikel bergerak ke arah x negatif selama suatu selang waktu, kecepatan rata-rata
untuk selang waktu tersebut akan negatif. Contoh : misal sebuah truk bergerak ke kiri
sepanjang lintasan, truk berada di x1 = 277 m pada saat t1 = 16,0 s dan berada di x2 =
19 m pada saat t2 = 25,0 s, sehingga ∆x = (19 m ̶ 277 m) = ̶ 258 m dan ∆t = (25,0 s
̶ 16,0 s ) = 9,0 s, dan komponen dari kecepatan rata-rata adalah v rt = ∆x/∆t = ( ̶
258 m)/(9,0 s) = ̶ 29 m/s.

P2 ∆x P1
0 x

x2 x2 ̶ x1 = ∆x
x1
FINISH START

Gambar 2. Posisi truk pada dua waktu selang pergerakannya titik P 1 dan P2 mengacu
pada gerak mobil.

Kapan saja x positif dan bertambah atau x negatif dan semakin tidak negatif (menuju
ke kanan), partikel bergerak ke arah x positif dan v rt positif (gambar 1). Jika x positif
dan berkurang atau x negatif dan menjadi semakin negatif, partikel bergerak ke arah x
negatif dan vrt negatif (gambar 2).

ATENSI : Jangan sampai tergoda mengambil kesimpulan bahwa kecepatan rata-rata


positif pasti menyatakan gerak ke kanan seperti pada gambar 1, dan kecepatan rata-
rata negatif pasti menyatakan gerak ke kiri seperti pada gambar 2 ! Kesimpulan
tersebut memang benar hanya jika arah x positif ke kanan, seperti gambar 1 dan
gambar 2. Tentu saja dapat dipilih arah x positif ke kiri, dengan menentukan titik asal
pada titik akhir (finish), dengan demikian mobil sedan akan mempunyai kecepatan rata-
rata negatif, dan truk akan mempunyai kecepatan rata-rata positif.

C. KECEPATAN SESAAT (INSTANTANEOUS VELOCITY)


Perlu diketahui bahwa kata sesaat mempunyai definisi yang berbeda secara fisika dan
bahasa sehari-hari. Dalam bahasa sehari-hari sesaat bisa berarti selang waktu yang
sangat pendek, tetapi dalam fisika tidak ada durasi sama sekali, ini mengacu pada satu
nilai tunggal dari waktu.
Untuk mencari kecepatan sesaat pada mobil sedan (gambar 1) pada titik P 1, dengan
membayangkan titik P2 digeser semakin lama semakin mendekati titik P 1, kemudian
dihitung kecepatan rata-rata vrt = ∆x/∆t terhadap perpindahan dan selang waktu yang
semakin pendek tersebut. ∆x dan ∆t kedua-duanya menjadi sangat kecil, tetapi rasio
antara keduanya tidak selalu menjadi kecil. Dalam bahasa kalkulus limit dari ∆x/∆t
untuk ∆t mendekati nol disebut sebagai turunan (derivative) dari x terhadap t dan
ditulis sebagai dx/dt. Kecepatan sesaat adalah limit dari kecepatan rata-rata
untuk selang waktu mendekati nol; kecepatan sesaat sama dengan besarnya
perubahan sesaat dari posisi terhadap waktu. Untuk kecepatan sesaat, gerak
pada garis lurus digunakan vector v tanpa subskrip :

∆x dx
v = lim ------- = -------- …………………………………………………. (3)
∆t 0 ∆t dt

Selang waktu ∆t selalu diasumsikan positif, sehingga v mempunyai tanda aljabar yang
sama dengan ∆x. Jika sumbu x positif mengarah ke kanan (gambar 1), nilai positif v
menandakan bahwa x bertambah tinggi dan gerakan mengarah ke kanan; nilai negatif
dari v menandakan x berkurang dan gerakan mengarah ke kiri. Benda dapat
mempunyai x positif dan v negatif atau sebaliknya, x menyatakan dimana benda
tersebut, sedang v menyatakan bagaimana benda bergerak.

Kecepatan sesaat sama seperti kecepatan rata-rata adalah besaran vector. Persamaan
(3) mendefinisikan komponen x kecepatan sesaat yang dapat positif dan negatif. Dalam
gerak pada garis lurus, semua komponen lain kecepatan sesaat adalah nol, dan v cukup
disebut sebagai kecepatan sesaat saja. Ketika digunakan kata “kecepatan” (velocity),
selalu diartikan sebagai kecepatan sesaat, bukan kecepatan rata-rata.

Kecepatan dan laju dapat digunakan bergantian dalam bahasa sehari-hari, tetapi
keduanya mempunyai definisi sendiri-sendiri dalam fisika. Istilah laju (speed) untuk
menunjukkan jarak yang ditempuh dibagi waktu, apakah itu laju rata-rata ataupun laju
sesaat. Laju sesaat mengukur berapa cepat sebuah partikel bergerak , sedangkan
kecepatan sesaat mengukur seberapa cepat dan ke arah mana partikel bergerak.
Contoh : sebuah partikel mempunyai kecepatan sesaat v = 25 m/s dan partikel kedua
dengan v = ̶ 25 m/s bergerak pada arah yang berlawanan pada laju sesaat yang sama
25 m/s. Laju sesaat adalah besar dari kecepatan sesaat, sehingga laju sesaat tidak
pernah negatif. Laju rata-rata bukan besar dari kecepatan rata-rata . Contoh : pada
tahun 1994 Alexander Popov menciptakan rekor renang jarak 100,0 m dalam waktu
48,21 s, laju rata-ratanya adalah (100,0 m)/(48,21 s) = 2,074 m/s, tetapi karena
berenang dua kali panjang kolam 50 m, start dan finish pada titik yang sama,
menghasilkan total perpindahan nol dan kecepatan rata-rata nol untuk usahanya. Laju
rata-rata dan laju sesaat adalah besaran skalar, karena keduanya tidak mengandung
informasi tentang arah.

Contoh Soal :
Seekor harimau siap melompat dalam suatu penyergapan 20 m sebelah timur
persembunyian pengamat. Pada saat t = 0 harimau menyerang seekor kijang tepat
pada 50 m sebelah timur pengamat. Harimau berlari disepanjang garis lurus. Hasil
analisis dari rekaman kamera video sesudahnya memperlihatkan bahwa pada 2,0 s
pertama dari penyerangan, koordinat harimau x berubah terhadap waktu mengikuti
persamaan x = 20 m + (5,0 m/s2)t2. (Ingat bahwa satuan untuk 20 dan 5,0 harus
seperti yang terlihat agar dimensi persamaan konsisten). Pertanyaan : (a) Hitung
perpindahan harimau dalam selang waktu antara t 1 = 1,0 s dan t2 = 2,0 s. (b) Hitung
kecepatan rata-rata selama selang waktu yang sama. (c) Hitung kecepatan sesaat pada
saat t1 = 1,0 s dengan mengambil ∆t = 0,1 s, ∆t = 0,01 s dan ∆t = 0,001 s. (d)
Turunkan persamaan umum untuk kecepatan sesaat sebagai fungsi dari waktu dan dari
persamaan tersebut hitung v pada t1 = 1,0 s dan t2 = 2,0 s.

Penyelesaian :
Pengamat Harimau kijang

t0 = 0 t1 = 1,0 s t2 = 2,0 s

0 x0 x1 x2 x
20 m

50 m

Gambar 3. Posisi harimau dalam menyergap kijang

(a) Pada waktu t1 = 1,0 s posisi harimau di x1 adalah x1 = 20 m + (5,0 m/s2)t2 =

20 m + (5,0 m/s2)(1,0 s)2 = 25 m

Pada waktu t2 = 2,0 s posisi x2 yaitu x2 = 20 m + (5,0 m/s2)t2 = 20 m + (5,0 m/s2)


(2,0 s)2 = 40 m

Perpindahan selama selang waktu tersebut adalah :

∆x = x2 ̶ x1 = 40 m ̶ 25 m = 15 m

(b) Kecepatan rata-rata selama selang waktu tersebut adalah :

x2 ̶ x1 40 m ̶ 25 m 15 m
vrt = ------------- = ------------------ = --------- = 15 m/s
t 2 ̶ t1 2,0 s ̶ 1,0 s 1,0 s

© Dengan ∆t = 0,1 s selang waktu antara t 1 = 1,0 s dan t2 = 1,1 s


Pada saat t2, posisinya adalah :
x2 = 20 m + (5,0 m/s2)(1,1 s)2 = 20 m + 6,05 m = 26,05 m

Kecepatan rata-rata selama selang waktu tersebut adalah :


x2 ̶ x1 26,05 m ̶ 25 m
vrt = ------------- = ---------------------- = 10,5 m/s
t 2 ̶ t1 1,1 s ̶ 1,0 s
Dengan pola yang sama (analog) dalam mencari kecepatan rata-rata (v rt) untuk
selang waktu (∆t) = 0,01 s dan selang waktu (∆t) = 0,001 s, maka hasilnya adalah
10,05 m/s dan 10,005 m/s. Bila diambil ∆t makin kecil, maka kecepatan rata-rata
(vrt) makin mendekati 10,0 m/s, sehingga dapat disimpulkan bahwa kecepatan
sesaat pada t = 1,0 s adalah 10,0 m/s.

(d) Kecepatan sesaat sebagai fungsi waktu dengan cara mengambil turunan dari
persamaan tersebut untuk x terhadap t. Untuk setiap n turunan dari t n adalah ntn-1,
sehingga turunan dari t2 adalah 2t, sehingga :
dx
v = ------- = (5,0 m/s2)(2t) = (10,0 m/s2)t
dt

Pada saat t = 1,0 s, maka v = (10,0 m/s 2)(1,0 s) = 10,0 m/s seperti hasil yang
diperoleh pada soal (c). Pada saat t = 2,0 s, maka v = (10,0 m/s 2)(2,0 s) = 20
m/s.

D. PERCEPATAN RATA-RATA DAN PERCEPATAN SESAAT


Ketika kecepatan dari benda yang bergerak berubah terhadap waktu, maka dikatakan
bahwa benda tersebut mempunyai percepatan. Sama halnya seperti pada kecepatan
yang menggambarkan laju perubahan posisi terhadap waktu, maka percepatan
menggambarkan laju perubahan kecepatan terhadap waktu. Kecepatan dan percepatan
adalah besaran vektor. Pada gerak garis lurus satu-satunya komponen bukan nolnya
terletak di sepanjang sumbu dimana gerak tersebut terjadi.

Pada saat t1 partikel berada pada titik P1 dan mempunyai komponen x dari kecepatan
(sesaat) v1, dan pada waktu berikutnya t2 partikel tersebut berada pada titik P2 dan
mempunyai komponen x dari kecepatan (sesaat) v 2, maka komponen x dari perubahan
kecepatan ditunjukkan oleh nilai ∆v = v 2 ̶ v1 selama selang waktu ∆t = t 2 ̶ t1. Definisi
percepatan rata-rata (average acceleration) art dari partikel saat partikel tersebut
bergerak dari titik P1 ke titik P2 sebagai besaran vector yang komponen x-nya adalah
∆v, perubahan komponen x dari kecepatan dibagi selang waktu ∆t :

v 2 ̶ v1 ∆v
art = ------------ = ------- ………………………………………………. (4)
t 2 ̶ t1 ∆t

Jika kecepatan dalam meter per sekon dan waktu dalam sekon, maka percepatan rata-
rata adalah dalam meter per sekon per sekon atau (m/s)/s dan biasa ditulis dalam m/s 2.
Perlu diingat bahwa kecepatan menggambarkan laju dan arah gerak benda pada setiap
saat, sedang percepatan menggambarkan bagaimana laju dan arah gerak tersebut
berubah terhadap waktu.
Definisi percepatan sesaat (instantaneous acceleration) mengikuti prosedur yang sama
dengan yang digunakan untuk mendefinisikan kecepatan sesaat. Misal mobil balap
memasuki lintasan garis lurus, mencapai titik P 1 pada saat t1 bergerak dengan
kecepatan v1, kemudian melewati titik P2 dekat garis finish pada saat t2 dengan
kecepatan v2.

v1 v2

0 P1 P2 x

Gambar 4. Posisi mobil balap pada dua titik di lintasan lurus

Untuk mendefinisikan percepatan sesaat pada titik P 1, maka diambil titik kedua P 2 pada
gambar 4 bergerak mendekat dan makin dekat dengan titik pertama P 1, sehingga
percepatan rata-rata dihitung pada selang waktu yang makin lama makin kecil.
Percepatan sesaat adalah limit dari percepatan rata-rata pada saat selang waktu
mendekati nol. Dalam bahasa kalkulus, percepatan sesaat sama dengan laju perubahan
sesaat dari kecepatan terhadap waktu.

∆v dv
a = lim ------ = ------ ………………………………………………… (5)
∆t 0 ∆t dt

Persamaan (5) sesungguhnya adalah definisi dari komponen x vector percepatan, pada
gerak di garis lurus, semua komponen lain dari vector ini adalah nol. Percepatan sesaat
memainkan peranan yang sangat penting dalam hukum mekanika. Untuk seterusnya
kata “percepatan” akan selalu mengartikannya sebagai percepatan sesaat, bukan
percepatan rata-rata.

Contoh Soal :
Misal kecepatan v dari mobil pada gambar 4 pada setiap saat diberikan oleh persamaan
v = 60 m/s + (0,50 m/s 3)t2(Ingat untuk angka 60 dan 0,50 harus seperti terlihat agar
dimensi persamaan konsisten).

Pertanyaan :
(a) Hitung perubahan kecepatan mobil pada selang waktu antara t 1 = 1,0 s dan t2 =
3,0 s.

(b) Hitung percepatan rata-rata pada selang waktu tersebut.

(c) Hitung percepatan sesaat pada waktu t1 = 1,0 s dengan mengambil ∆t pertama
0,1 s, lalu 0,01 s dan kemudian 0,001 s.
(d) Turunkan persamaan untuk percepatan sesaat pada setiap saat dan gunakanlah
untuk menghitung percepatan pada t = 1,0 s dan t = 3,0 s.

Penyelesaian :
(a) Pertama dihitung kecepatan di setiap saat dengan mensubstitusikan nilai t ke
dalam persamaan.

Pada t1 = 1,0 s, maka v1 = 60,0 m/s + (0,50 m/s3)(1,0 s)2 = 60,5 m/s

Pada t2 = 3,0 s, maka v2 = 60,0 m/s + (0,50 m/s3)(3,0 s)2 = 64,5 m/s

Perubahan kecepatan ∆v = v2 ̶ v1 = 64,5 m/s ̶ 60,5 m/s = 4,0 m/s

Selang waktunya adalah ∆t = 3,0 s ̶ 1,0 s = 2,0 s

(b) Percepatan rata-rata selama selang waktu tersebut adalah :

∆v v 2 ̶ v1 4,0 m/s
art = ----- = ----------- = ----------- = 2,0 m/s 2
∆t t 2 ̶ t1 2,0 s

Selama selang waktu dari t1 = 1,0 s dan t2 = 3,0 s, kecepatan dan percepatan
rata-rata mempunyai tanda aljabar yang sama (pada kasus ini positif) dan laju
mobil naik.

(c) Jika ∆t = 0,1 s, maka t2 = 1,1 s dan v2 = 60 m/s + (0,50 m/s3)(1,1 s)2 = 60,605
m/s

∆v = v2 ̶ v1 = 60,605 m/s ̶ 60,5 m/s = 0,105 m/s

∆v 0,105 m/s

art = ----- = --------------- = 1,05 m/s2

∆t 0,1 s

Dengan cara yang sama (analog) untuk ∆t = 0,01 s dan ∆t = 0,001 s, maka
hasilnya adalah art = 1,005 m/s2 dan art = 1,0005 m/s2. Jika ∆t diambil makin
kecil, maka percepatan rata-rata mendekati 1,0 m/s 2, sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa percepatan sesaat pada t = 1,0 s adalah 1,0 m/s2.
(d) Percepatan rata-rata adalah a = dv/dt, turunan dari sebuah konstanta adalah
nol, dan turunan dari t2 adalah 2t, sehingga dengan menggunakan ini dipeoleh :

dv d

a = ------ = ----- 60,0 m/s + (0,5 m/s3)(t2) = (0,50 m/s3)(2t) = (1,0 m/s3)t

dt dt

Ketika t = 1,0 s, maka a = (1,0 m/s3)(1,0 s) = 1,0 m/s2

Ketika t = 3,0 s, maka a = (1,0 m/s3)(3,0 s) = 3,0 m/s2

Jadi tidak ada satupun dari nilai-nilai ini yang sama dengan percepatan rata-rata
yang diperoleh pada soal bagian (b). Percepatan sesaat dari mobil ini berubah
dari waktu ke waktu, dan para insinyur otomotif sering menyebut laju perubahan
percepatan terhadap waktu ini sebagai sebagai ”sentakan”.

Istilah perlambatan kadangkala digunakan untuk pengurangan laju, karena hal ini dapat
berarti a yang positif atau negatif, tergantung pada tanda dari v. Percepatan benda
dapat dilihat dari grafik posisi benda (x) terhadap waktu a = dv/dt dan v = dx/dt, maka
a dapat ditulis :

dv d dx d2x
a = ------- = ------ ----- = -------- ………………………. (6)
dt dt dt dt2

E. GERAK DENGAN PERCEPATAN KONSTAN


Kecepatan berubah dengan laju yang sama selama gerak pada garis lurus, ini adalah
hal yang khusus tapi sering terjadi di alam. Contoh : benda jatuh mempunyai
percepatan konstan jika efek dari udara dianggap tidak penting, juga dapat terjadi pada
benda yang meluncur pada tempat yang miring atau di sepanjang permukaan
horizontal yang kasar, juga terjadi dalam teknologi yakni ketika jet tempur yang
dilontarkan dari kapal induk, dan lain-lain.
a

0 t t

Gambar 5. Grafik hubungan percepatan-waktu (a – t) untuk gerak pada garis lurus


dengan percepatan konstan positif a.

at

v
v0
v0

0 t t

Gambar 6. Grafik hubungan kecepatan – waktu (v-t) untuk gerak pada garis lurus
dengan percepatan konstan positif a. Kecepatan awal v 0 juga positif.

Gambar 5 dan gambar 6 memperlihatkan gerak pada garis lurus dengan percepatan
konstan positif a dalam bentuk grafik. Oleh karena percepatan a konstan, grafik
hubungan a-t (grafik percepatan terhadap waktu) pada gambar 5 berupa garis lurus
horizontal, sedang pada gambar 6 grafik kecepatan terhadap waktu mempunyai
kemiringan yang konstan karena percepatan konstan sehingga grafik hubungan v-t juga
berupa garis lurus.

Pada waktu percepatan konstan, persamaan untuk posisi x dan kecepatan v sebagai
fungsi dari waktu dengan mudah dapat diturunkan. Dalam persamaan (4) untuk
percepatan rata-rata dapat diganti dengan percepatan (sesaat) konstan a, sehingga
diperoleh :

v 2 ̶ v1
a = ------------ …………………………………………………………………… (7)
t 2 ̶ t1
Kemudian diambil t1 = 0 dan t2 pada setiap sebarang waktu berikutnya t, digunakan
simbol v0 untuk kecepatan awal pada t = 0, kecepatan pada waktu berikutnya t adalah
v, maka persamaan (7) menjadi :

v ̶ v0
a = ---------- atau v = v0 + at ……………………………. ( 8)
t ̶ 0

Persamaan (8) di atas dapat diinterpretasikan sebagai :

a. Percepatan a adalah laju perubahan kecepatan yang konstan, artinya perubahan


kecepatan per satuan waktu. Suku at adalah hasil kali antara perubahan
kecepatan per satuan waktu yaitu a dan selang waktu t, sehingga suku ini sama
dengan perubahan total kecepatan dari waktu awal t = 0 ke waktu berikutnya t.
Kecepatan v pada setiap waktu t sama dengan kecepatan awal v 0 (pada t = 0)
ditambah perubahan kecepatan at (seperti pada gambar 6).

b. Perubahan kecepatan partikel v ̶ v0 antara t = 0 dengan waktu berikutnya t


sama dengan luas daerah di bawah grafik a-t antara kedua waktu tersebut. Pada
gambar 5, daerah di bawah grafik percepatan terhadap waktu diperlihatkan
sebagai persegi panjang dengan sisi vertikal a dan sisi horizontal t, luas dari
persegi panjang ini sama dengan at dan dalam persamaan (8) sama dengan
perubahan kecepatan v ̶ v0.

Persamaan untuk posisi x dari partikel yang bergerak dengan percepatan konstan dapat
diturunkan dari dua rumus yang berbeda untuk kecepatan rata-rata v rt selama selang
waktu dari t = 0 ke setiap waktu berikutnya t. Rumus pertama diambil dari definisi v rt
persamaan (2) yang tetap berlaku terlepas percepatan konstan maupun tidak. Posisi
pada saat t = 0 sebagai posisi awal dituliskan sebagai x 0, posisi pada saat berikutnya t
ditulis x. Untuk selang waktu ∆t = t – 0 dan perpindahan untuk selang waktu tersebut
∆x = x ̶ x0, sehingga persamaan (2) memberikan :

x ̶ x0
vrt = ----------- …………………………………………………………………. (9)
t

Dapat juga diperoleh rumus kedua untuk v rt yang berlaku hanya ketika percepatan
konstan, sehingga grafik v-t adalah sebuah garis lurus (seperti gambar 6) dan
perubahan kecepatannya konstan. Kecepatan rata-rata selama setiap selang waktu
tidak lain merupakan rata-rata aritmatika dari kecepatan-kecepatan pada saat awal dan
akhir selang. Untuk selang waktu 0 sampai t, maka :
v0 + v
vrt = ---------------- …………………………………………………………. (10)
2

Dengan percepatan konstan, kecepatan v pada setiap saat t juga diberikan oleh
persamaan (8). Dengan memasukkan persamaan untuk v tersebut ke persamaan (10)
diperoleh vrt untuk percepatan konstan :

vrt = ½ (v0 + v0 + at) = v0 + ½ at …………………………………. (11)

Persamaan (9) dan persamaan (11) disamakan, hasilnya disederhanakan yaitu :

x ̶ x0
v0 + ½ at = ------------- atau
t

x = x0 + v0t + ½ at2 ………………………………………………………… (12)

Persamaan (8) dan persamaan (12) apakah konsistensi dengan asumsi percepatan
konstan dapat diperiksa dengan cara menurunkan persamaan (12), diperoleh :

dx
v = ------- = v0 + at ini adalah persamaan (8)
dt

Kemudian persamaan (8) didiferensiasikan lagi, sehingga diperoleh :

dv d
------- = ------ v0 + at = a
dt dt

Jadi persamaan (8) dan persamaan (12) konsistensi dengan asumsi percepatan konstan

Hubungan antara posisi, kecepatan dan percepatan yang tidak melibatkan waktu akan
sangat berguna pada banyak persoalan. Pertama-tama diselesaikan dulu persamaan (8)
untuk t, kemudian hasilnya disubstitusikan ke persamaan (12) dan disederhanakan :

v ̶ v0
t = -----------,
a
2
v ̶ v0 v ̶ v0
x = x0 + v 0 ---------- + ½a ---------
a a
Suku x0 dipindahkan ke sisi kiri dan seluruhnya dikalikan dengan 2a, sehingga didapat :

2a ( x ̶ x0) = ( 2v0v ̶ 2v02 ) + ( v2 ̶ 2v0v + v02)

Kemudian disederhanakan diperoleh v2 untuk percepatan konstan :

v2 = v02 + 2a ( x ̶ x0 ) ………………………………………………… (13)

Ada satu lagi hubungan yang sangat bermanfaat dengan menyamakan dua persamaan
untuk vrt, yaitu persamaan (9) dan persamaan (10) :

x ̶ x0 v0 + v
-------------- = -------------
t 2

Kemudian mengalikan seluruhnya dengan t, sehingga diperoleh :

v0 + v
x ̶ x0 = --------------- t ……………………………………………….. (14)
2

Persaman (14) tidak mengandung percepatan a, tetapi persamaan ini seringkali


berguna ketika a konstan tetapi nilainya tidak diketahui.
Persamaan (8), (12), (13) dan (14) adalah persamaan gerak dengan percepatan
konstan. Dengan menggunakan persamaan-persamaan tersebut, setiap permasalahan
kinematika yang melibatkan gerak garis lurus dari sebuah partikel dengan percepatan
konstan dapat diselesaikan.

Contoh Soal :
Seorang pemuda mengendari sepeda motor menuju ke arah timur melalui kota Klaten
dan mempercepat laju motornya setelah melewati sebuah rambu penunjuk jalan yang
menandai batas kota tersebut. Percepatannya konstan sebesar 4,0 m/s 2. Pada saat t =
0, ia berada 5,0 m sebelah timur rambu penunjuk jalan, bergerak ke timur pada 15
m/s.

Pertanyaan :
(a) Carilah posisi dan kecepatannya pada saat t = 2,0 s.

(b) Dimanakah pengendara motor ketika kecepatannya 25 m/s.

Penyelesaian :
Rambu penunjuk jalan diambil sebagai titik asal koordinat (x = 0), dan memilih sumbu
x positif kearah timur. Pada waktu awal t = 0 posisi adalah x 0 = 5,0 m, dan kecepatan
awal adalah v0 = 15 m/s. Percepatan konstannya adalah a = 4,0 m/s 2.

a = 4,0 m/s2
v0 = 15 m/s v

0 x0, t0 x x (timur)

(a) Nilai-nilai yang tidak diketahui adalah posisi x dan kecepatan v pada waktu
berikutnya t = 2,0 s. Posisi ditentukan dengan menggunakan persamaan (12)
yang akan menghasilkan posisi x sebagai fungsi waktu :

x = x0 + v0t + ½ at2

= 5,0 m + (15 m/s)(2,0 s) + ½ (4,0 m/s 2)(2,0 s)2 = 43 m

Persamaan (8) juga dapat digunakan yang memberikan kecepatan v sebagai


fungsi waktu :

v = v0 + at

= 15 m/s + (4,0 m/s2)(2,0 s) = 23 m/s

Apakah hasil-hasil tersebut masuk akal ? Sepeda motor dipercepat dari 15 m/s
(sekitar 34 mil/jam atau 54 km/jam) menjadi 23 m/s (sekitar 51 mil/jam atau 83
km/jam) dalam 2,0 sekon sewaktu menempuh jarak (43,0 m – 5,0 m) = 38 m
(sekitar 125 ft). Hal ini adalah percepatan yang sangat tinggi, hanya dapat
dilakukan oleh sepeda motor yang mempunyai kinerja tinggi.

(b) Ingin diketahui nilai x ketika v = 25 m/s. Dari jawaban (a) dapat dilihat bahwa
hal ini terjadi ketika pada waktu yang lebih besar dari 2,0 s dan pada titik yang
lebih jauh dari 43 m dari rambu penunjuk jalan. Dari persaman (13) :

v2 = v02 + 2a ( x – x0)

v2 ̶ v02

x = x0 + --------------

2a

Dengan menyelesaikan untuk nilai x dan memasukkan nilai yang diketahui,


sehingga diperoleh :
(25 m/s)2 ̶ (15 m/s)2

x = 5,0 m + ------------------------------ = 55 m

2 (4,0 m/s2)

Alternatif lain persamaan (8) juga dapat digunakan untuk mencari waktu ketika v
= 25 m/s :

v = v0 + at, maka :

v ̶ v0 25 m/s ̶ 15 m/s

t = ------------- = ------------------------- = 2,5 s

a 4,0 m/s

Kemudian dari persamaan (12) diperoleh :

x = x0 + v0t + ½ at2

= 5,0 m + (15 m/s)(2,5 s) + ½ (4,0 m/s 2)(2,5 s)2

= 55 m

Hasil ini juga masuk akal.

F. MENENTUKAN KECEPATAN DAN POSISI DENGAN INTEGRAL

art

0 t1 ∆t t2 t

Gambar 7. Daerah di bawah grafik a-t antara waktu t1 dan t2 sama dengan perubahan
kecepatan v2 – v1, yang terjadi antara kedua waktu tersebut.
Gambar 7 adalah grafik dari percepatan terhadap waktu untuk benda yang
percepatannya tidak konstan tetapi bertambah terhadap waktu. Dari persamaan (4)
perubahan kecepatan ∆v selama ∆t adalah :

∆v = art ∆t

Perubahan kecepatan total selama setiap selang (dari t 1 ke t2) adalah jumlah dari
perubahan-perubahan kecepatan ∆v dalam selang waktu kecil. Perubahan kecepatan
total dinyatakan secara grafis oleh total luas daerah dibawah kurva a-t antara garis
vertikal t1 dan t2.

Dalam limit, semua ∆t menjadi sangat kecil dan jumlahnya menjadi sangat banyak, nilai
dari art untuk selang dari setiap waktu t ke t + ∆t mendekati percepatan sesaat a pada
waktu t. Dalam limit ini luas daerah di bawah kurva a-t adalah integral dari a (yang
secara umum adalah fungsi t) dari t 1 ke t2. Jika v1 adalah kecepatan dari benda pada
waktu t1 dan v2 adalah kecepatan pada waktu t2, maka :

v2 t2

v2 ̶ v1 = ∫ dv = ∫ a dt …………………………………………………. (15)

v1 t1

Perubahan kecepatan v adalah integral dari percepatan a terhadap waktu.

Dengan cara yang sama dengan kurva dari kecepatan terhadap waktu, v secara umum
adalah fungsi t. Jika x1 adalah posisi benda pada waktu t1 dan x2 adalah posisi benda
pada waktu t2, berdasarkan persamaan (2) perpindahan ∆x selama selang waktu yang
kecil ∆t sama dengan vrt∆t, vrt adalah kecepatan rata-rata selama ∆t. Perpindahan total
x2 – x1 selama selang waktu t2 – t1 yaitu :

x2 t2

x2 ̶ x1 = ∫ dx = ∫ v dt …………………………………………………… (16)

x1 t1

Perubahan posisi x atau perpindahan adalah integral waktu dari kecepatan v. Secara
grafis perpindahan antara t1 dan t2 adalah luas daerah di bawah kurva a-t antara kedua
waktu tersebut (sama dengan v yang didapat dari persamaan (8)).

Jika t1 = 0 dan t2 adalah setiap waktu sesudahnya t, dan jika x 0 dan v0 berturut-turut
adalah posisi dan kecepatan pada waktu t = 0, maka persamaan (15) dan (16) dapat
ditulis kembali sebagai berikut :
t

v = v0 + ∫ a dt ……………………………………………………………. (17)

x = x0 + ∫ v dt ……………………………………………………………. (18)

Disini x dan v adalah posisi dan kecepatan pada waktu t. Jika percepatan a diketahui
sebagai fungsi waktu dan kecepatan v0 diketahui, maka persamaan (17) dapat
digunakan untuk mencari kecepatan v pada setiap waktu, dengan kata lain mencari v
sebagai fungsi waktu. Bila fungsi ini sudah diketahui dan mendapatkan posisi awal x 0,
maka persamaan (18) dapat digunakan untuk mencari posisi x pada setiap waktu.

Contoh soal :

Gunakanlah persamaan (17) dan (18) untuk mencari v dan x sebagai fungsi waktu
dalam kasus dengan percepatan konstan. Bandingkan hasilnya persamaan kecepatan
konstan v = v0 + at dari persamaan (8) dan x = x 0 + v0t + ½ at2 dari persamaan (12)
tanpa menggunakan integral !

Penyelesaian :

Dari persamaan (17) kecepatan diperoleh dengan :

t t

v = v0 + ∫ a dt = v0 + a ∫ dt = v0 + at

0 0
Sebelumnya dapat mengeluarkan a dari persamaan integral karena a bernilai konstan,
sehingga hasil yang diperoleh identik dengan persamaan (8) seperti yang seharusnya
terjadi. Substitusikan persamaan untuk v ke dalam persamaan (18) diperoleh :

t t

x = x0 + ∫ v dt = x0 + ∫ (v0 + at) dt

0 0

Oleh karena v0 dan a adalah konstanta, sehingga keduanya dapat dikeluarkan dari
integral :

t t

x = x0 + v0 ∫ dt + a ∫ t dt = x0 + v0t + ½ at2

0 0

Hasil tersebut sama dengan persamaan (12). Persamaan untuk v dan x, persamaan
(17) dan (18) yang dikembangkan untuk menghadapi kasus dengan percepatan
tergantung pada waktu (percepatan tidak konstan), dapat digunakan sama baiknya
ketika percepatan konstan.
PENGGUNAAN HUKUM-HUKUM NEWTON

A. HUKUM PERTAMA NEWTON : PARTIKEL-PARTIKEL DALAM


KESETIMBANGAN

Prinsip fisika yang penting dari hukum pertama Newton adalah bila sebuah benda tetap
dalam keadaan diam atau bergerak dengan kecepatan konstan dalam suatu kerangka
acuan inersia, maka jumlah vektor dari gaya-gaya yang bekerja padanya (resultante
gaya) haruslah nol.

 F = 0 (partikel dalam kesetimbangan) ………………………………………… (1)

Biasa digunakan dalam bentuk komponennya, yaitu :

 Fx = 0,  Fy = 0 (partikel dalam kesetimbangan) …..………….………. (2)

Strategi penyelesaian soal kesetimbangan sebuah partikel :


1. Buatlah sketsa sederhana dari situasi fisisnya, menunjukkan dimensi dan sudut-
sudutnya.
2. Pilih benda tertentu yang berada dalam kesetimbangan dan gambar diagram
benda bebasnya. Untuk hal ini akan ditinjau benda tersebut sebagai sebuah
partikel yang dinyatakan dengan sebuah titik besar. Pada diagram benda bebas
tersebut, benda-benda lain yang berinteraksi dengannya jangan dilibatkan,
seperti permukaan tempat benda itu tergantung, atau tarikan tali pada benda
tersebut.
3. Rasakan/pikirkan apa yang berinteraksi dengan benda tersebut dengan cara
menyentuhnya atau dengan cara lainnya. Gambarlah vektor gaya untuk masing-
masing interaksi tersebut pada diagram benda bebasnya. Jika sudut dari gaya
yang diberikan diketahui, gambarlah sudutnya dengan tepat dan berilah
lambang. Permukaan yang bersentuhan dengan benda memberikan sebuah gaya
normal yang tegak lurus dengan permukaan dan gaya gesekan yang searah
dengan permukaan. Perlu diingat bahwa seutas tambang atau rantai tidaklah
mampu mendorong benda, tetapi hanya mampu menarik dalam arah
panjangnya. Jangan lupa menyertakan berat benda, kecuali dalam kasus dimana
benda mempunyai massa yang dapat diabaikan sehingga berat benda juga
diabaikan. Jika massa diberikan, gunakan persamaan w = mg untuk
menentukan beratnya. Tandailah masing-masing gaya dengan sebuah simbul
yang menyatakan besar gaya tersebut berikut nilai numeriknya jika diberikan.
Pikirkan, “benda lain apa saja yang menyebabkan gaya tersebut ?” untuk
masing-masing gaya.
4. Jangan tunjukkan dalam diagram benda-benda tersebut semua gaya yang
diberikan oleh benda tersebut pada benda lainnya. Persamaan (!) dan (2)
hanyalah melibatkan gaya-gaya yang bekerja pada benda tersebut.
5. Pilih sumbu-sumbu koordinat dan nyatakan masing-masing gaya yang bekerja
pada benda dalam komponen-komponennyasepanjang sumbu-sumbu ini.
Buatlah garis yang bergelombang melalui setiap vektor gaya yang telah diuraikan
menjadi komponen-komponennya agar tidak menghitung dua kali.
6. Tentukan jumlah aljabar dari seluruh komponen-komponen gaya dalam arah x
sama dengan nol. Dalam suatu persamaan yang terpisah tentukan jumlah aljabar
dari seluruh komponen-komponen gaya dalam arah y sama dengan nol. (Jangan
pernah menjumlahkan komponen-komponen x dan y dalam suatu persamaan
tunggal). Selesaikan persamaan-persamaan tersebut untuk mencari besaran-
besaran yang tidak diketahui, yang mungkin berupa gaya, komponen-komponen,
atau sudut-sudut.
7. Jika terdapat dua atau lebih benda, ulangi langkah 2 sampai dengan 6 untuk
setiap benda. Jika benda-benda berinteraksi satu sama lain, gunakan hukum
ketiga Newton untuk menghubungkan gaya-gaya yang dikerahkan benda-benda
ini terhadap satu sama lain. Perlu dicari persamaan sebanyak nilai-nilai yang
tidak diketahui, selesaikan persamaan-persamaan ini untuk menentukan nilai-
nilai yang tidak diketahui tersebut. (Bagian ini adalah pelajaran aljabar, bukan
fisika, tetapi itu merupakan langkah yang penting).

Contoh 1. Kesetimbangan satu dimensi.


Sebuah benda tergantung di langit-langit sebuah ruangan pada ujung bawah tali
tambang (Gambar (a)). Berat benda itu 500 N dan berat tali tambang 100 N. Analisislah
gaya-gaya pada benda dan pada tali tambang.

Penyelesaian : y y y

TC pada R

WR = 100 N TR pada G

aksi
x reaksi x x
Wg WR
WG = 500 N
WG TR pada G FR pada C

(a) (b) (c) (d)


Gambar (b) merupakan diagaram benda bebas dari benda tersebut. Gaya-gaya yang
bekerja padanya adalah gaya berat (W G = 500 N) dan gaya tegangan ke atas yang
diberikan oleh tali tambang pada benda tersebut sebesar T R pada G (gaya yang dikerahkan
oleh tali tambang pada benda). Disini tidak menyertakan gaya ke bawah yang
dikerahkan benda pada tali tambang karena gaya tersebut bukan merupakan gaya yang
bekerja pada benda itu. Ambil sumbu y dalam arah tegak lurus ke atas dan sumbu x
dalam arah mendatar, tidak terdapat komponen-komponen gaya dalam arah x. Tali
menarik ke atas (dalam arah y positif), dan komponen y gayanya hanyalah besaran T R
pada G, suatu besaran yang positif (skalar), tetapi beratnya bekerja dalam arah y negatif,
dan komponen y-nya adalah negatif dari besarnya (-W G = - 500 N). Jumlah aljabar dari
komponen-komponen y adalah TR pada G + (-WG), dan dari kondisi kesetimbangan
persamaan (2) dapat diperoleh :

 Fy = TR pada G + (-WG) = 0

TR pada G = WG = 500 N

Tegangan pada ujung bawah tali tambang sama dengan berat benda tersebut.
Kedua gaya yang bekerja pada benda mempunyai besar yang sama 500 N dengan arah
yang berlawanan, tetapi kedua gaya itu bukan pasangan aksi reaksi, alasannya adalah
bahwa berat dan gaya tegangan tali tambang, gambar (b), keduanya bekerja pada
benda, padahal gaya-gaya aksi dan reaksi selalu bekerja pada benda-benda yang
berlainan. Kedua gaya ini sama besar tetapi arahnya berlawanan karena hukum
pertama Newton ( Fy = 0), bukan karena hukum ketiga Newton. Berat benda
merupakan gaya tarik (ke bawah) oleh bumi pada benda. Gaya reaksinya adalah gaya
tarik pada bumi oleh benda yang besarnya sama namun arahnya berlawanan (ke atas).
Gaya ini bekerja pada bumi bukan pada benda, oleh karena itu tidak tampak pada
diagram benda bebas untuk benda.

Gambar (c) menunjukkan diagram benda bebas untuk tali. Reaksi terhadap gaya ke
atas sebesar 500 N yang diberikan oleh tali tambang pada benda adalah gaya ke bawah
yang diberikan benda pada tali tambang. Sesuai dengan hukum ketiga Newton,
besarnya TG pada R dari gaya ke bawah ini juga sebesar 500 N. Gaya-gaya lain yang
bekerja pada tali adalah beratnya sendiri (100N) dan gaya ke atas (T C pada R) yang
diberikan oleh langit-langit pada ujung atas tali tambang. Komponen y dari gaya yang
bekerja pada ujung atas tali tambang adalah + T C pada R, komponen gaya dalam arah y
yang bekerja pada ujung bawah tali – T G pada R = - 500 N, dan komponen berat dalam
arah y adalah – WR = - 100 N. Untuk tali persamaan kondisi kesetimbangan  Fy = 0
memberikan :

 Fy = TC pada R + (-TR pada G) + (-WR) = 0


TC pada R = TG pada R + WR = 500 N + 100 N = 600 N
Contoh 2. Kesetimbangan dua dimensi.
Sebuah benda mesin mobil dengan berat w tergantung pada sebuah rantai yang
terhubung dengan dua rantai lain di titik O, satu dari kedua rantai itu dipasang di langit-
langit dan rantai lainnya dipasang di dinding. Carilah tegangan-tegangan pada ketiga
rantai itu dengan asumsi bahwa berat w diketahui, dan berat masing-masing rantai
diabaikan (sangat kecil bila dibanding dengan berat mesin mobil).

Penyelesaian :

y y
60

T3 T1 T3 sin 60 T3

T2 O
60
T1 x T2 x
O T3 cos 60

w T1
w

(a) (b) (c)

Gambar (b) adalah diagram benda bebas dari mesin. Dua buah gaya yang bekerja pada
mesin adalah beratnya dan gaya ke atas yang diberikan oleh rantai vertikal, dapat
disimpulkan bahwa T1 = w. Rantai-rantai horizontal dan miring tidak memberikan gaya
pada mesin, karena tidak menyentuh mesin, tetapi memberikan gaya pada ring dimana
ketiga rantai tersambung. Oleh karena itu ring ditinjau sebagai sebuah partikel yang
berada dalam kesetimbangan, yang beratnya sendiri dapat diabaikan.

Gambar (c) adalah diagram benda bebas untuk ring. T 1, T2 dan T3 merupakan besar
dari gaya-gaya tersebut, arahnya ditentukan oleh vektor pada diagram itu. Suatu sistem
sumbu koordinat x-y juga ditunjukkan, dan gaya yang besarnya T 3 telah diuraikan
menjadi komponen-komponen x dan y-nya. Rantai vertikal memberikan gaya-gaya
dengan besar yang sama T1 pada kedua ujung-ujungnya, ke atas pada mesin di gambar
(b) dan ke bawah pada ring dalam gambar (c), hal ini disebabkan berat dari rantai
dapat diabaikan.
Dengan menggunakan kondisi-kondisi kesetimbangan untuk ring, maka persamaan
untuk komponen x dan y ditulis secara terpisah. (komponen-komponen x dan y tidak
pernah dijumlahkan bersama-sama dalam sebuah persamaan).

 Fx = 0; T3 cos 60 + (-T2) = 0


 Fy = 0; T3 sin 60 + (-T1) = 0

karena T1 = w, persamaan kedua dapat ditulis ulang sebagai :

T1 w
T3 = ------------- = ----------- = 1,155 w
sin 60 sin 60

Hasil T3 dapat digunakan pada persamaan pertama :

cos 60
T2 = T3 cos 60 = w ------------- = 0,577 w
Sin 60

Dengan demikian ketiga tegangan tersebut dapat dinyatakan sebagai kelipatan dari
berat mesin w, yang diasumsikan diketahui, sehingga :

T1 = w
T2 = 0,577 w
T3 = 1,155 w

Jika berat mesin adalah w = 2200 N, maka ;

T1 = 2200 N
T2 = (0,577)(2200 N) = 1270 N
T3 = (1,155)(2200 N) = 2540 N

Rantai yang dipasangkan ke langit-langit memberikan sebuah gaya pada ring yang
besarnya T3, yang lebih besar dari pada berat mesin. Komponen vertikal dari gaya ini
sama dengan T1 sehingga sama dengan w, tetapi jika gaya ini juga mempunyai sebuah
komponen horizontal, maka besar T3 haruslah lebih besar daripada w, karena rantai
menyentuh langit-langit akan mengalami tegangan terbesar dan menjadi rantai yang
paling rentan putus.
B. HUKUM KEDUA NEWTON : DINAMIKA PARTIKEL

Prinsip fisika yang penting dalam hukum kedua Newton adalah pada benda-benda yang
sedang melakukan percepatan sehingga tidak berada dalam keadaan kesetimbangan.
Dalam kasus ini gaya total yang bekerja pada benda tersebut tidaklah nol, tetapi sama
dengan massa benda dikali dengan percepatannya :

 F = ma (hukum kedua Newton) ………………………………………………. (3)

Biasanya menggunakan hubungan ini dalam bentuk komponen :

 Fx = max,  Fy = may (hukum kedua Newton) …………………………… (4)

Perlu ditekankan bahwa besaran ma bukanlah sebuah gaya, besaran ini bukan
merupakan suatu tarikan atau dorongan yang diberikan oleh apapun di dalam
lingkungan benda tersebut. Semua yang dikatakan dalam persamaan (3) dan (4) adalah
bahwa percepatan a sebanding dengan gaya total F. Ketika menggambar diagram
benda bebas untuk sebuah benda yang tidak berada dalam keadaan setimbang, harus
dipastikan bahwa tidak pernah menyertakan “gaya ma” karena gaya semacam itu
tidak ada (besaran ma bukanlah sebuah gaya dan tidak boleh dimasukkan ke dalam
diagram benda bebas). Kadang-kadang vektor percepatan a akan digambar bersama-
sama disamping diagram benda bebasnya, percepatan tidak pernah akan digambar
dengan ekornya menyentuh benda itu (suatu posisi yang sengaja dicadangkan untuk
gaya-gaya yang bekerja pada benda tersebut).

Strategi penyelesaian soal dinamika partikel :


1. Buat sketsa situasi fisisnya, kemudian identifikasi satu dari beberapa benda
bergerak dimana pada benda-benda tersebut akan diterapkan hukum kedua
Newton.
2. Gambar diagram benda bebas untuk masing-masing benda yang dipilih, jangan
lupa sertakan semua gaya yang bekerja pada benda tersebut, tetapi harus
berhati-hati untuk tidak menyertakan satu gayapun yang diberikan oleh benda
tersebut pada benda lainnya. Jangan pernah menyertakan besaran ma di dalam
diagram benda bebas, besaran tersebut bukan gaya ! Tandai besar setiap gaya
dengan suatu simbol aljabar berikut harga-harga numeriknya jika diberikan,
biasanya salah satu dari gaya-gaya tersebut adalah berat benda, yang terbaik
adalah menandainya sebagai w = mg, jika nilai numerik dari massa diberikan
maka beratnya dapat dihitung.
3. Tunjukkan secara eksplisit sumbu-sumbu koordinat dalam diagram benda bebas
itu, dan kemudian tentukan komponen-komponen gayanya dengan acuan
sumbu-sumbu tersebut. Jika arah percepatannya diketahui, maka tindakan
terbaik adalah mengambil arah itu sebagai sebagai satu dari sumbu-sumbu
koordinatnya. Ketika menyatakan suatu gaya dalam komponen-komponennya,
buatlah sebuah garis bergelombang melalui vektor gaya asal komponennya agar
tidak menghitung dua kali. Bila terdapat dua atau lebih benda, gunakan sistem
sumbu koordinat secara terpisah untuk semua benda, tidak harus menggunakan
sistem koordinat yang sama untuk seluruh benda tersebut. Dalam persamaan-
persamaan untuk setiap benda, tanda-tanda dari setiap komponen-komponen
tersebut harus konsisten dengan sumbu-sumbu yang telah dipilih untuk benda
tersebut.
4. Tulis persamaan-persamaan untuk hukum kedua Newton (persamaan 4),
menggunakan persamaan yang terpisah untuk setiap komponen.
5. Jika yang terlibat lebih dari satu benda, maka ulangi langkah 2 sampai dengan 4
untuk setiap benda, mungkin saja terdapat hubungan antara gerakan dari
benda-benda tersebut, sebagai contoh : benda-benda itu mungkin saja
dihubungkan oleh sebuah tali. Nyatakan semua hubungan tersebut dalam bentuk
aljabar sebagai hubungan-hubungan antara percepatan-percepatan dari benda-
benda yang berbeda tersebut, kemudian selesaikan persamaan-persamaan
tersebut untuk mencari besaran-besaran yang ingin diketahui.
6. Kemuadian cek nilai-nilai khusus atau kasus-kasus kuantitas yang ekstrim, dan
bandingkan hasil-hasilnya dengan perkiraan, apakah hasilnya masuk akal ?

Contoh 1. Percepatan satu dimensi. Sebuah perahu es berada dalam keadaan diam
pada suatu permukaan datar yang licin. Berapakah gaya horizontal F yang harus
diberikan (disepanjang arah runnernya) agar perahu es tersebut pada akhir 4,0 s
mempunyai kecepatan 6,0 m/s (22km/jam, atau 13 mil/jam) ? Bila diketahui massa
perahu es dan pengemudinya adalah 200 kg.

Penyelesaian :
Gaya-gaya yang bekerja pada perahu es dan pengemudinya adalah gaya berat, gaya
normal yang diberikan oleh permukaan dan gaya horizontal F.

F x

w = mg

Gambar sebelah kanan menunjukkan sebuah diagram benda bebas dan sebuah sistem
koordinat. Gaya yang tidak diketahui tersebut dapat dicari dengan menggunakan
persamaan 4, dimulai dengan mencari percepatannya. Komponen y dari percepatan
sama dengan nol, kemudian dapat diperoleh komponen x percepatan dari data-data
kecepatannya. Gaya-gaya tersebut seluruhnya konstan sehingga a x juga tetap, sehingga
dapat digunakan salah satu dari persamaan gerak dengan percepatan tetap, yaitu v =
v0 + at, karena perahu es bergerak mulai dari keadaan diam, maka :

v – v0 6,0 m/s – 0 m/s


ax = --------------- = -------------------------- = 1,5 m/s 2
t 4,0 s

Jumlah dari komponen-komponen x dari gaya tersebut adalah  Fx = F, dan hukum


kedua Newton memberikan  Fx = F = max, sehingga :

F = (200 kg) (1,5 m/s2) = 300 kg.m/s2 = 300 N (sekitar 75 lb dalam sistem British).

Untuk mendapatkan F tidak memerlukan komponen-komponen y, tetapi komponen-


komponen y digunakan untuk mendapatkan gaya normal  :

ay = 0
 Fy =  + (- mg) = may = 0,
 = w = mg = (200 kg) (9,8 m/s2) = 1960 kg.m/s2 = 1960 N (sekitar 440 lb).

Besarnya gaya normal  dalam situasi ini sama dengan berat perahu es dan
pengemudinya karena percepatan vertikalnya nol, permukaannya horizontal dan gaya-
gaya ini saja yang merupakan gaya-gaya vertikal yang bekerja.

Contoh 2. Andaikan dalam situasi contoh 1 gerakan perahu es dilawan oleh suatu gaya
gesekan horizontal yang konstan dengan besar 100 N. Sekarang berapakah gaya F
yang harus diberikan pada perahu es agar dalam waktu 4,0 s perahu ini mempunyai
kecepatan 6,0 m/s.
y

f F x

w = mg
Penyelesaian :
Percepatannya sama seperti sebelumnya, ax = 1,5 m/s2. Diagram benda bebas
ditunjukkan dalam gambar di atas, bedanya dengan diagram benda bebas pada contoh
1 adalah dengan adanya penambahan gaya gesekan f (ingat besar gaya ini f = 100 N,
merupakan suatu besaran yang positif, tetapi komponennya dalam arah x adalah
negatif, sama dengan – f atau -100 N. Sekarang hukum kedua Newton memberikan :
 Fx = F + (- f) = max,
F = max +f = (200 kg) (1,5 m/s2) + (100 N) = (300 kg.m/s2) + (100 N)
= (300 N) + (100 N) = 400 N
Jadi diperlukan 100 N untuk mengatasi gesekan dan 300 N lagi untuk memberikan
percepatan yang dibutuhkan kepada perahu es tersebut.

Contoh 3.Tegangan pada sebuah kabel elevator (Lif). Massa total sebuah elevator
berikut bebannya adalah 800 kg. Elevator ini awalnya bergerak ke bawah dengan
kecepatan 10,0 m/s, kemudian elevator diberi percepatan yang tetap sehingga berhenti
setelah menempuh jarak 25,0 m. Carilah tegangan T pada kabel penahannya pada
waktu elevator itu sedang menuju ke keadaan diam.

Penyelesaian :
y

ay

w = mg

Gaya-gaya yang bekerja pada elevator (Lif) hanyalah berat levator dan gaya tegangan
dari kabel. Vektor percepatannya seperti pada gambar sebelah kanan di atas, digambar
di luar karena vektor ini bukan merupakan gaya. Digunakan persamaan 4 untuk
mencari T, dengan pertama-tama dicari percepatannya. Cara yang paling mudah untuk
mencarinya adalah dengan menggunakan rumus percepatan tetap v 2 = v02 + 2ay (y –
y0). Dengan mengambil sumbu y ke atas berharga positif, maka v 0 = - 10,0 m/s, v = 0,
dan y – y0 = 25,0 m. Dengan demikian :

v2 – v02 (0)2 – (- 10,0 m/s)2


ay = ---------------- = ------------------------------ = + 2,00 m/s 2
2(y – y0) 2 (25,0 m)
Perlu diingat bahwa arah kecepatannya ke bawah dan percepatannya ke atas,
bersesuaian dengan gerakan ke bawah dengan kecepatan yang berkurang.
Dengan menggunakan hukum kedua Newton, maka ;

 Fy = T + (- w) = may,
T = w + may = mg + may = m (g + ay)
= (800 kg) (9,80 m/s2 + 2,00 m/s2) = 9440 kg.m/s2 = 9440 N

Tegangan tersebut harus 1600 N lebih besar (= 9440 N – 7840 N) dari pada beratnya
(w = mg = 800 kg x 9,80 m/s 2 = 7840 N) agar elevator berhenti pada jarak yang
diinginkan.

Contoh 4. Percepatan menuruni bukit. Sebuah toboggan (sejenis kereta luncur salju)
yang ditumpangi para pelajar yang sedang berlibur (berat total w ) meluncur menuruni
suatu lereng yang tertutup salju. Sudut kemiringan () lereng tersebut tetap dan
toboggan memiliki permukaan yang begitu licin sehingga dapat meluncur praktis tanpa
gesekan. Berapakah percepatan dari toboggan tersebut ?

Penyelesaian :
y

w sin 


 w cos  x
w = mg

Gaya-gaya yang bekerja pada toboggan tersebut hanya berat w dan gaya normal 
yang diberikan oleh bukit tersebut. Diambil sumbu-sumbu yang paralel dan tegak lurus
dengan permukaan bukit tersebut dan diuraikan menjadi komponen-komponen x dan y,
wx = w sin  dan wy = w cos . Komponen x dari berat adalah w sin .
Hukum kedua Newton dalam arah x dengan demikian memberikan :

 Fx = w sin  = max, dan karena w = mg, maka ax = g sin 

Dalam hasil akhirnya massa tidak muncul, ini berarti semua toboggan, tidak peduli
berapapun massa atau jumlah penumpangnya, akan meluncur menuruni suatu bukit
tanpa gesekan dengan percepatan sebesar g sin . Jika bidangnya horizontal, maka 
= 0 dan ax = 0 (toboggan tidak bertambah cepat), sehingga jika bidangnya vertikal, 
= 90 dan ax = g (toboggan jatuh bebas). Untuk mencari percepatan tidak memerlukan
komponen y. Komponen-komponen ini akan digunakan untuk mencari gaya normal 
yang diberikan oleh permukaan pada toboggan, diketahui bahwa a y = 0, sehingga  Fy
= 0 dan  = mg cos .
Gaya normal tersebut tidak sama dengan berat toboggan (Yang perlu diingat yaitu
jangan pernah mengasumsikan secara otomatis bahwa gaya normal sama dengan
berat).

C. PENGGUNAAN HUKUM KETIGA NEWTON : GERAK


Gaya yang bekerja pada benda selalu merupakan hasil interaksi dengan benda
lain, sehingga gaya selalu berpasangan. Sebagai contoh : ketika menendang bola gaya
dari kaki meluncurkan bola dalam lintasan peluru tetapi pada kaki juga terasa ada gaya
yang menekan, jika menendang batu besar, sakit yang dirasakan adalah pengaruh gaya
yang diberikan batu besar tersebut pada kaki.
Pada masing-masing kasus gaya yang diberikan pada benda berlawanan arah
dengan gaya yang diberikan benda tersebut Ketika dua benda bersentuhan, maka dua
buah gaya yang diberikan satu sama lain selalu memiliki besar yang sama dan arah
yang berlawanan.
A

B
FB pada A FA pada B

Pada gambar di atas, FA pada B adalah gaya yang diberikan tongkat (stik) A pada bola B,
dan FB pada A adalah gaya yang diberikan oleh bola B pada tongkat (stik) A. Pernyataan
matematis untuk hukum ketiga Newton adalah

FA pada B = - FB pada A ..…………………………………………………………………….. (5)

Dapat diungkapkan dalam kalimat :


Jika benda A memberikan gaya pada benda B (aksi), maka benda B akan
memberikan gaya pada benda A (reaksi). Kedua gaya ini memiliki besar yang
sama tetapi arah yang berlawanan. Kedua gaya ini bekerja pada benda yang
berbeda.
Pernyataan aksi dan reaksi merupakan dua gaya yang berlawanan, kadang-kadang
dihubungkan sebagai pasangan aksi reaksi (action-reaction pair). Ini bukan berarti
menerapkan semua hubungan sebab akibat, dapat dianggap bahwa sebuah gaya
sebagai “aksi” dan gaya yang lain sebagai “reaksi”. Dalam istilah sederhana gaya-gaya
tersebut dapat dikatakan “sama dan berlawanan”, yang berarti bahwa gaya-gaya
tersebut memiliki besar yang sama dengan arah yang berlawanan.

Contoh 1. Bila mobil saudara mengalami kerusakan mesin. Saudara mulai mendorong
mobil ke bengkel terdekat, ketika mobil itu mulai bergerak, bagaimana gaya yang
saudara berikan ke mobil dibandingkan dengan gaya yang diberikan mobil kepada
saudara ? Bagaimana perbandingan gaya itu ketika saudara mendorong dengan laju
konstan ?

Penyelesaian :
Pada masing-masing kasus, gaya yang saudara berikan ke mobil sama besar dengan
gaya yang diberikan mobil ke saudara, tetapi berlawanan arah. Saudara memang harus
mendorong mobil kuat-kuat untuk membuat mobil bergerak.
BERAT DAN MASSA

Berat dari sebuah benda lebih dikenal sebagai gaya. Berat adalah besarnya gaya yang
bekerja pada benda karena adanya tarikan gravitasi bumi (gaya tarik gravitasi bumi
pada benda). Berat benda tergantung pada lokasi benda itu berada, sebab gaya
gravitasi bumi itu berbeda-beda besarnya di tiap-tiap lokasi.

Massa menunjukkan sifat inersia dari benda. Massa benda merupakan berat benda
yang tidak dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi, artinya massa suatu benda itu selalu
tetap di semua tempat benda itu berada di muka bumi. Lebih besar massa, lebih besar
gaya yang dibutuhkan untuk menimbulkan percepatan yang diinginkan, hal ini
ditunjukkan dalam hukum kedua Newton  F = ma.

Contoh dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan bahwa benda-benda yang memiliki


massa yang besar juga memiliki berat yang besar. Sebuah batu yang besar sangat
susah untuk dilemparkan karena massanya yang besar, dan susah untuk diangkat dari
tanah karena beratnya yang besar. Di permukaan bulan batu akan susah untuk
dilempar ke arah mendatar, tetapi akan mudah untuk diangkat. Apakah yang secara
tepat dapat menghubungkan antara massa dan berat ? Jawabannya ya kembali ke
hukum kedua Newton, benda yang jatuh bebas memiliki sebuah percepatan g, dan
karena hukum kedua Newton, sebuah gaya harus bekerja untuk menghasilkan
percepatan. Jika sebuah benda 1 kg jatuh dengan percepatan 9,8 m/s 2, gaya yang
dibutuhkan besarnya adalah :

F = ma = (1 kg) (9,8 m/s2) = 9,8 kg.m/s2 = 9,8 N

Tetapi gaya yang menyebabkan benda mendapatkan percepatan ke bawah adalah


tarikan gravitasi dari bumi, yaitu berat benda. Setiap orang yang dekat dengan
permukaan bumi yang memiliki massa 1 kg pasti memiliki 9,8 N untuk mendapatkan
percepatan seperti pada benda jatuh bebas. Secara umum sebuah benda dengan
massa m pasti memiliki berat yang besarnya w, yaitu :

w = m g (berat untuk sebuah benda dengan massa m) ……..……………. (1)

Berat sebuah benda adalah sebuah gaya, sebuah besaran vektor, dan persamaan (1)
dapat ditulis sebagai persamaan vektor :

w = m g ……………………………………………………………………………………… (2)

Perlu diingat bahwa g adalah besar dari g, percepatan dari gravitasi, jadi g selalu
bernilai positif, sesuai definisinya. Dengan demikian w, seperti pada persamaan (1)
adalah besar dari berat dan selalu positif.
Sangat penting untuk dipahami bahwa berat sebuah benda berlaku pada benda
sepanjang waktu, meskipun sedang jatuh bebas atau tidak. Sebagai contoh ketika
pot bunga 10 kg tergantung pada seutas rantai, pot dalam keadaan kesetimbangan dan
percepatannya adalah nol, tetapi beratnya seperti pada persamaan (2), tetap
menariknya ke bawah. Pada kasus ini tali menarik pot ke atas, menghasilkan sebuah
gaya ke atas. Jumlah vektor gaya-gaya adalah nol, dan pot dalam kesetimbangan.

Catatan : Konsep massa memainkan dua aturan yang berbeda dalam mekanika. Berat
benda (gaya gravitasi yang bekerja pada benda) sebanding dengan massa, dapat
disebut dengan sifat yang berhubungan dengan gravitasi sebagai massa gravitasi.
Pada bagian lain dapat disebut sifat inersia yang ada pada hukum kedua Newton
sebagai massa inersia. Walaupun dari percobaan-percobaan yang telah dilakukan
dengan ketelitian yang lebih baik dari seper 10 12 yang membuktikan bahwa kedua
besaran tersebut memang sama.

Contoh 1. Sebuah mobil bermassa 1,96 x 10 4 N yang sedang berjalan dalam arah x
positif, berhenti tiba-tiba, komponen x gaya total yang bekerja pada mobil itu adalah –
1,5 x 104 N, percapatan gravitasi 9,80 m/s2. Berapa percepatannya ?

Penyelesaian :
Oleh karena Newton adalah satuan gaya, maka 1,96 x 10 4 N merupakan berat, bukan
massa mobil, sehingga massa mobil m adalah :

w 1,96 x 104 N 1,96 x 104 kg.m/s2


m = ----- = ---------------------- = -------------------------- = 2.000 kg
g 9,80 m/s2 9,80 m/s2

Kemudian  Fx = m ax, memberikan :

 Fx - 1,50 x 104 N - 1,50 x 104 kg.m/s2


ax = --------- = ----------------------- = ---------------------------- = - 7,5 m/s 2
m 2.000 kg 2.000 kg

Percepatan ax dapat ditulis sebagai – 0,77 g (= - 0,77 x 9,80 m/s 2 = - 0,75 m/s2).
Perhatikan juga bahwa – 0,77 juga merupakan rasio (hasil bagi) dari – 1,5 x 10 4 N
(komponen x dari gaya total) dengan 1,96 x 104 N.
GAYA DAN INTERAKSINYA

Dalam bahasa sehari-hari gaya (force) berarti tarikan atau dorongan. Jadi gaya adalah
sesuatu yang menarik atau mendorong sebuah benda. Konsep gaya memberikan
gambaran kuantitatif tentang interaksi antara dua benda atau antara benda dengan
lingkungannya. Bila sebuah mobil yang mengalami kerusakan mesin (macet) didorong,
maka mobil tersebut mendapat gaya dorong. Sebuah lokomotif memberikan gaya tarik
atau dorong pada gerbong kereta api dan lain-lain.

Bila sebuah gaya melibatkan kontak langsung antara dua buah benda disebut dengan
gaya kontak (contact force). Yang termasuk gaya kontak adalah dorongan atau
tarikan yang dilakukan oleh tangan manusia, gaya pada sebuah tali yang menarik
sebuah balok yang terikat pada balok tersebut, dan gaya gesekan yang dikerahkan oleh
tanah kepada seorang pemain baseball yang meluncur ke posisinya. Juga terdapat
gaya-gaya yang dinamakan gaya jarak jauh (long range contact), yang tetap
bekerja meskipun benda-benda tersebut terpisah oleh ruang yang kosong. Gaya jarak
jauh yang sering dijumpai adalah ketika bermain dengan sepasang magnet, gravitasi
bumi, gravitasi matahari yang memberikan gaya tarik terhadap bumi meskipun
keduanya terpisah sejauh 150 juta kilometer sehingga bumi tetap pada orbitnya. Gaya
tarik gravitasi oleh bumi terhadap sebuah benda dinamakan berat (weight) dari
benda tersebut.

Gaya adalah besaran vektor, maka untuk menggambarkan sebuah gaya perlu
menggambarkan arah gaya yang bekerja dan menentukan besarnya, yaitu besaran
yang menggambarkan “seberapa banyak” atau “seberapa kuat” gaya tersebut
mendorong atau menarik. Satuan Internasional (SI) untuk besar dari gaya adalah
Newton, disingkat N.

Instrumen yang biasa digunakan untuk mengukur gaya-gaya adalah neraca pegas.
Neraca pegas ini terdiri dari sebuah kumparan pegas, yang terdapat dalam bejana yang
terlindung, dengan sebuah penunjuk skala yang terhubung ke ujung lainnya. Ketika
gaya-gaya diberikan pada ujung pegas, pegas tersebut akan meregang, besarnya
regangan tergantung pada gaya. Penunjuk skala dapat dibuat dan mengkalibrasinya
dengan menggunakan sejumlah benda-benda yang serupa dengan berat masing-
masing tepat 1 N. Bila sebanyak dua, tiga, atau lebih dari benda ini diberikan secara
bersamaan dari keadaan setimbang, gaya total regangan pegas adalah 2 N, 3 N, dan
seterusnya, kemudian diberikan tanda yang sesuai dengan posisi penunjuk skala 2 N, 3
N, dan seterusnya, dan kemudian instrumen dapat digunakan untuk mengukur sebuah
gaya yang tidak diketahui. Dapat juga dibuat instrumen serupa yang mengukur
dorongan selain tarikan.

Contoh 1. Meluncurkan sebuah kotak di sepanjang lantai dengan menerapkan sebuah


gaya dari tarikan sebuah tali atau dorongan sebuah tongkat.
10 N

30 30 5

(a)

10 N

30 5 30

(b)

Pada setiap kasus digambarkan sebuah vektor untuk mewakili gaya yang diterapkan.
Angka yang tercantum menunjukkan besar dan arah gaya, dan panjang panah
(digambar dengan skala tertentu, misal : 1 cm = 10 N) juga memperlihatkan besar
vektornya.

Contoh 2. Ketika dua gaya F1 dan F2 pada saat yang sama di titik A suatu benda,
memperlihatkan bahwa pengaruh dari gerak benda adalah sama dengan pengaruh dari
gaya tunggal R sama dengan penjumlahan vektor dari gaya-gaya asal : R = F1 + F2.
Lebih umumnya bila beberapa gaya diterapkan pada satu titik di permukaan sebuah
benda, pengaruhnya akan sama dengan sebuah gaya yang merupakan penjumlahan
dari vektor gaya-gayanya. Prinsip penting ini kemudian dinamakan sebagai superposisi
gaya-gaya (superposition of force).

F2
R

A
F1

Contoh 3. Sebuah balok batu ditarik dengan tali pada bidang miring.
y

F
x
Fy
Fx

Fx dan Fy adalah komponen-komponen F yang sejajar dan tegak lurus terhadap


kemiringan permukaan bidang miring. Perlu mencari jumlah vektor (resultan) dari
semua gaya-gaya yang beraksi pada sebuah benda (balok batu) dan menamakannya
gaya total (net force) yang beraksi pada benda. Jika gaya-gaya diberi label F1, F2,
F3, dan seterusnya, penjumlahan tersebut disingkat menjadi :

R = F1 + F2 + F3 + … =  F ………………………………………………………. (1)

 F dibaca sebagai jumlah “vektor gaya-gaya” atau “gaya total”. Komponen dari
persamaan (1) di atas merupakan pasangan dari persamaan komponen :

Rx =  Fx , Ry =  Fy ……………………………………………………………………. (2)

 Fx adalah jumlah komponen x dan seterusnya. Masing-masing komponen dapat


bernilai positif atau negatif, maka harus diperhatikan tandanya ketika melakukan
penjumlahan dari persamaan (2).

Bila memiliki Rx dan Ry, maka dapat dicari besar dan arah dari gaya total R =  F yang
bekerja pada benda. Besarnya adalah :

R =  Rx2 + Ry2

Dan besarnya sudut  antara R dan sumbu x positif dapat dicari dengan hubungan tan
 = Ry/Rx. Komponen-komponen Rx dan Ry mungkin bernilai positif, negatif, atau nol,
dan sudut  berada disekitar empat kuadran tersebut.
Pada soal-soal tiga dimensi, gaya-gaya yang mengandung komponen z, maka
ditambahkan persamaan Rz =  Fz kedalam persamaan (2). Besarnya gaya total
adalah :

R =  Rx2 + Ry2 + Rz2

Contoh soal 1. Superposisi gaya-gaya. Tiga orang pelanggan sebuah toko sedang
bertengkar memperebutkan sebuah mantel yang sedang diobral. Ketiganya masing-
masing memberikan gaya horizontal pada mantel seperti diperlihatkan pada gambar,
mantel terletak di titik asal. Tentukan komponen x dan y dari gaya total pada mantel,
dan tentukan besar dan arah dari gaya total.

y
300 N

200 N
45 30
x
53

155 N

Penyelesaian :
Ini adalah soal penjumlahan vektor, dan diselesaikan dengan metode komponen. Sudut
antara gaya-gaya F1, F2, dan F3 terhadap aksis sumbu x positif adalah 1 = 30, 2 =
180 - 45 = 135, dan 3 = 180 + 53 = 233. Komponen x dan y dari ketiga gaya
tersebut adalah ;

F1x = (200 N) cos 30 = 173 N


F1y = (200 N) sin 30 =100 N
F2x = (300 N) cos 135 = - 212 N
F2y = (300 N) sin 135 = 212 N
F3x = (155 N) cos 233 = - 93 N
F3y = (155 N) sin 233 = - 124 N

Dari persamaan (2) gaya total R =  F memiliki komponen-komponen :

Rx =  Fx = F1x + F2x + F3x = 173 N + (- 212 N) + (-93 N) = - 132 N


Ry =  Fy = F1y + F2y + F3y = 100 N + 212 N +(- 124 N) = 188 N

Gaya total memiliki komponen x negatif dan sebuah komponen y positif, jadi gaya akan
mengarah ke kiri dan ke atas (pada kuadran kedua dari gambar).
Besar gaya total R =  F adalah :

R =  Rx2 + Ry2 =  (- 132 N)2 + (188 N)2 = 230 N

Untuk mencari sudut antara gaya total dengan sumbu x positif, digunakan hubungan
tan  = Ry/Rx atau :
Ry (188 N)
 = arc tan -------- = arc tan ------------- = arc tan (- 1,42)
Rx (- 132 N)

Dua jawaban yang mungkin adalah  = - 55 atau  = - 55 + 180 = 125. Oleh
karena gaya total berada pada kuadran kedua, seperti telah dikatakan di atas, maka
jawaban yang benar adalah  = 125

KOPPEL GAYA

Dua buah gaya yang besarnya sama tetapi arahnya saling berlawanan dan kedua gaya
itu tidak bekerja pada suatu garis gaya akan membentuk sebuah koppel gaya.

Momen sebuah koppel gaya yaitu hasil kali antara salah satu besar gaya dengan jarak
tegak lurus antara kedua gaya yang membentuk koppel gaya tersebut. Koppel gaya
diberi tanda positif kalau arah rotasinya sesuai arah perputaran jarum jam, dan diberi
tanda negatif kalau rotasunya berlawanan dengan arah perputaran jarum jam. Sebuah
gaya akan menimbulkan gerak rotasi.

M+ M-

A B

d1 d2

Momen sebuah koppel gaya F terhadap titik A (MA) = + (gaya x lengan gaya)
= + (F x d1)
Momen sebuah koppel gaya F terhadap titik B (MB) = - (gaya x lengan gaya)
= - (F x d2)
GAYA-GAYA GESEKAN

Setiap kali dua benda berinteraksi akibat kontak langsung (sentuhan) dari permukaan-
permukaannya, maka gaya-gaya interaksinya disebut sebagai gaya-gaya kontak. Gaya
normal dan gaya kontak gesek merupakan gaya kontak.

Pokok pembicaraan dalam bagian ini adalah gesekan, yang merupakan salah satu gaya
penting dalam banyak aspek kehidupan sehari-hari. Oli pada mesin mobil mengurangi
gesekan antara komponen-komponen yang bergerak, tetapi tanpa adanya gesekan
antara ban dengan jalan maka mobil sulit dikemudikan atau sulit untuk membelok.
Hambatan udara, gaya gesekan yang diberikan udara pada benda yang sedang
bergerak melaluinya dapat mengakibatkan penggunaan bahan bakar yang lebih boros
dari mobil tersebut, tetapi membuat parasut berfungsi, dan lain-lain.

Ketika suatu benda diam atau meluncur pada suatu permukaan selalu dapat
menyatakan gaya kontak yang diberikan oleh permukaan pada benda tersebut dalam
komponen-komponen gaya yang tegak lurus dan sejajar dengan permukaan tersebut.
Komponen vektor yang tegak lurus disebut dengan gaya normal, dilambangkan oleh .
Komponen vektor yang sejajar dengan permukaan adalah gaya gesekan (friction
force), dilambangkan oleh f. Berdasarkan definisi  dan f selalu saling tegak lurus.
Digunakannya simbul-simbul untuk besaran-besaran ini untuk menekankan peran
khusus dari besaran-besaran ini dalam mempresentasikan gaya kontak. Jika
permukaanny tanpa friksi, maka gaya kontaknya memiliki hanya sebuah gaya normal, f
adalah nol. (Permukaan tanpa gesekan merupakan suatu bentuk idealisasi yang tak
mungkin tercapai, tetapi dapat menganggap suatu permukaan sebagai tanpa gesekan
jika efek gesekannya sangat kecil). Arah dari gaya gesekan selalu berlawanan dengan
arah gerakan relatif dari kedua permukaan.

Jenis gesekan yang bekerja ketika sebuah benda meluncur di atas suatu permukaan
disebut gaya gesekan kinetik (kinetic friction force) fk. Sifat “kinetik” dan subskrip “k”
mengingatkan bahwa kedua permukaan sedang bergerak relatif terhadap satu sama
lain. Besarnya gaya gesekan kinetik biasanya meningkat ketika gaya normalnya
meningkat. Gaya yang diperlukan untuk mendorong sebuah kotak yang penuh dengan
buku-buku lebih besar dari pada gaya untuk mendorong kotak yang sama tetapi
kosong. Prinsip ini juga digunakan pada sistem rem mobil, bila pedal rem ditekan
semakin keras, akan dihasilkan efek pengereman yang semakin besar pada cakram rem
yang sedang berputar. Dalam banyak kasus, biasanya gaya gesekan kinetik fk diperoleh
secara eksperimental sebagai kurang lebih sebanding besarnya  dari gaya normalnya.

Dalam kasus-kasus seperti ini dapat ditulis :

fk = k  (besar gaya gesekan kinetik) ………………………………………..…. (1)


k (diucapkan “mu sun k”) adalah suatu konstanta yang disebut koefisien gesekan
kinetik (coefficient of kinetic friction). Permukaan yang lebih licin akan mempunyai
koefisien gesekan kinetik yang lebih kecil. k karena merupakan hasil bagi kedua besar
gaya, maka merupakan sebuah bilangan murni tanpa satuan.

Perlu diingat, bahwa gaya gesekan dan gaya normal selalu tegak lurus. Persamaan (1)
di atas bukan suatu persamaan vektor , tetapi suatu relasi skalar antara besar dari
kedua gaya yang saling tegak lurus tersebut.

Gaya-gaya gesekan dapat juga bekerja ketika tidak terdapat gerak relatif. Jika
meluncurkan sebuah kotak yang berisi buku-buku di atas lantai, kotak itu mungkin saja
tidak bergerak sama sekali karena lantai memberikan suatu gaya gesekan yang
besarnya sama dengan arah yang berlawanan pada kotak. Gaya ini disebut gaya
gesekan statik (static friction force) fs. Dalam gambar (a) kotak yang diam dalam
keadaan setimbang akibat dari beratnya sendiri w, dan gaya normal  ke atas yang
diberikan lantai pada kotak besarnya sama dengan berat kotak tersebut. Pada gambar
(b), misal pada kotak tersebut diikatkan seutas tali, dan tegangan T pada tali
berangsur-angsur diperbesar. Pada awalnya kotak tetap diam karena ketika tegangan T
bertambah, gaya gesekan statik juga bertambah (masih sama dengan besarnya T).
Pada suatu ketika T menjadi lebih besar dibandingkan dengan gaya gesekan statik
maksimum fs yang diberikan permukaan. Kemudian kotak tersebut “hilang
kesetimbangan” (tegangan T mampu memutuskan ikatan-ikatan antar molekul di
permukaan kotak dan lantai) dan mulai meluncur.

(tidak meluncur)
 

T
fs

w w
f s<s

(a) (b)
Pada gambar (c) adalah diagram gaya ketika T berada pada nilai kritisnya. Jika T
melampaui nilai ini, kotak tidak lagi berada dalam keadaan setimbang. Untuk sepasang
permukaan-permukaan tertentu yang diberikan, niali maksimum dari f s bergantung
pada gaya normalnya. Dalam banyak kasus nilai maksimum (f s) maks, mendekati
sebanding dengan , disebut faktor s (dibaca “mu sub s”) sebagai koefisien
gesekan statik (coefficient of static friction). Dalai situasi tertentu gaya gesekan statik
aktual dapat mempunyai besar berapapun antara nol (bila tidak terdapat gaya lain yang
sejajar dengan permukaan) dan nilai maksimumnya yang diberikan oleh s. Dalam
lambang :

fs s (besar gaya gesekan statik) ……………………………………………… (2)

Seperti persamaan (1), pertidaksamaan ini merupakan hubungan antara magnitudo ,


bukan hubungan vektor. Tanda “sama dengan” hanya berlaku ketika gaya yang
diterapkan T sejajar dengan permukaannya, telah mencapai nilai kritisnya di mana pada
nilai ini gerakan akan dimulai. Ketika T lebih kecil dari nilai ini (gambar b) maka tanda
“tidak sama dengan” berlaku. Jika demikian harus menggunakan kondisi-kondisi
kesetimbangan ( F = 0) untuk mencari f s. Jika tidak terdapat gaya terapan (T = 0)
seperti gambar (a), maka tidak terdapat gaya gesekan statik (f s = 0).

(baru akan meluncur) (sedang meluncur)


  v

T T
fs fk

w w
fs = s fk = k

(c) (d)

Pada gambar (d), segera setelah kotak mulai meluncur gaya gesekan biasanya mulai
berkurang, , lebih mudah untuk mempertahankan kotak tersebut agar tetap bergerak
daripada membuat agar kotak tersebut mulai bergerak. Oleh karena itu koefisien
gesekan kinetik biasanya lebih kecil dari pada koefisien gesekan statik untuk semua
jenis pasangan permukaan (seperti tabel 1).

Tabel 1. Koefisien Gesekan

Bahan Statik s Kinetik k


Baja pada baja 0,74 0,57
Alumunium pada baja 0,61 0,47
Tembaga pada baja 0,53 0,36
Kuningan pada baja 0,51 0,44
Seng pada besi cor 0,85 0,21
Tembaga pada besi cor 1,05 0,29
Kaca pada kaca 0,94 0,40
Tembaga pada kaca 0,68 0,53
Teflon pada teflon 0,04 0,04
Teflon pada baja 0,04 0,04
Karet pada beton (kering) 1,00 0,80
Karet pada beton (basah) 0,30 0,25

Contoh Soal 1. Gesekan dalam gerak horizontal. Sebuah perusahaan pengiriman baru
saja menurunkan sebuah peti kayu 500 N yang penuh berisi peralatan olah raga di
trotoar jalan menuju rumah Agung. Kemudian Agung berusaha dengan sekuat tenaga
agar peti tersebut mulai dapat bergerak menuju pintu depan rumah dengan sebuah
gaya horizontal yang besarnya 230 N. Begitu peti tersebut “hilang kesetimbangan” dan
mulai bergerak, Agung dapat membuatnya tetap bergerak pada kecepatan tetap cukup
dengan gaya sebesar 200 N. Berapakah koefisien gesekan statik dan koefisien gesekan
kinetiknya ?

Penyelesaian :
y y

 

(fs)maks T= 230 N fk T = 200 N


x x

w = 500 N w = 500 N
(a) (b) (c)

Keterangan gambar :
(a) menarik sebuah peti dengan gaya horizontal
(b) diagram benda bebas untuk peti pada saat peti mulai bergerak
(c) diagram benda bebas untuk peti yang bergerak dengan kecepatan konstan

Keadaan diam atau keadaan bergerak dengan kecepatan tetap kedua-duanya


merupakan kondisi kesetimbangan, sehingga akan digunakan persamaan partikel dalam
kesetimbangan (hukum pertama Newton), yaitu  Fx = 0,  Fy = 0. Sesaat sebelum
peti kayu mulai bergerak, gaya gesekan statik mempunyai nilai gaya gesekannya
maksimum (fs)maks = s. Diagram gayanya ditunjukkan dalam gambar (b), maka akan
diperoleh :

 Fx = T + (- (fs)maks) = 230 N – (fs)maks = 0 (fs)maks = 230 N

 Fy =  + (- w) =  - 500 N = 0  = 500 N

(fs)maks = s (gerakan akan dimulai)

(fs)maks 230 N
s = -------------- = ------------ = 0,46
 500 N

Setelah peti kayu mulai bergerak, gaya-gaya yang bekerja padanya adalah seperti yang
ditunjukkan dalam gambar (c), sehingga diperoleh :

 Fx = T + (- fk) = 200 N – fk = 0 fk = 200 N

 Fy =  + (- w) =  - 500 N = 0  = 500 N

(fk) 200 N
k = --------- = ---------- = 0,40
 500 N

Contoh Soal 2. Berapakah gaya gesekan jika peti kayu yang diam pada permukaan
trotoar jalan dalam contoh soal 1. diberi sebuah gaya horizontal sebesar 50 N ?

Penyelesaian :
Dari kondisi kesetimbangan diperoleh :

 Fx = T + (- fs) = 50 N – fs = 0 fs = 50 N
Contoh Soal 3. Andaikan peti kayu dalam contoh soal 1. gambar (a) tersebut diikat
dengan seutas tali dan ditarik dengan sudut kemiringan 30 di atas permukaan
horizontal. Berapakah gaya yang harus diberikan agar peti kayu tetap bergerak dengan
kecepatan konstan ? Bandingkan dengan menarik peti kayu tersebut dalam arah
mendatar, apakah lebih ringan atau lebih berat. Asumsikan bahwa w = 500 N dan k =
0,40.


T
T sin 30
30
fk 30 x
T cos 30 

w = 500 N
(a) (b)

Keterangan gambar :
(a) menarik sebuah peti dengan sebuah gaya yang diterapkan dengan suatu sudut
yang mengarah ke atas.
(b) Diagram benda bebas untuk peti yang bergerak dengan kecepatan konstan

Penyelesaian :
Gambar (b) adalah diagram benda bebas menunjukkan gaya-gaya yang bekerja pada
peti kayu. Gaya gesekan kinetiknya masih sama dengan k, tetapi sekarang besar
gaya normal  tidak sama dengan besarnya berat peti kayu. Gaya yang diberikan tali
mempunyai satu komponen vertikal tambahan yang cenderung untuk mengangkat peti
tersebut lepas dari permukaan trotoar jalan. Oleh karena kecepatannya konstan, peti
kayu berada dalam keadaan setimbang, sehingga :

 Fx = T cos 30 + (- fk) = T cos 30 - 0,40  = 0

 Fy = T sin 30 +  + (-500 N) = 0

Ini adalah dua persamaan simultan dengan dua besaran yang tidak diketahui T dan .
Penyelesaiannya dapat dilakukan dengan menghilangkan salah satu besaran yang tidak
diketahui tersebut mencari nilai satu besaran lainnya. Terdapat banyak cara untuk
melakukan ini, salah satunya dengan cara menyusun kembali persamaan yang kedua ke
dalam bentuk :
 = 500 N - T sin 30

Kemudian substitusikan kembali persamaan untuk mencari nilai  ini ke dalam


persamaan pertama :

T cos 30 - 0,40 (500 N – T sin 30) = 0

Akhirnya selesaikan persamaan ini untuk memperoleh T, kemudian substitusikan


hasilnya kembali ke dalam salah satu dari persamaan-persamaan asalnya untuk mencari
. Hasil-hasilnya adalah :

T (0,8660) – 0,40 (500 N – T (0,5000) = 0

0,8660 T - 200 N + 0,20 T = 0

1,0660 T = 200 N T = 187,6 N = 188 N

 = 500 N – 188 N (0,5000) = 500 N – 94 N = 406 N

Gesekan Gelinding :
Jauh lebih mudah menggerakkan sebuah lemari dokumen yang berisi penuh melintasi
lantai datar dengan menggunakan kereta roda dibandingkan dengan mendorongnya
sendiri. Seberapa lebih mudahkah itu ? Dapat didefinisikan suatu koefisien gesekan
gelinding (coefficient of rolling friction) r, yang merupakan gaya horizontal
yang diperlukan untuk memperoleh laju tetap pada suatu permukaan datar
dibagi dengan gaya normal ke atas yang diberikan oleh permukaan tersebut.
Para insinyur di bidang transportasi menyebut r sebagai hambatan bidang (tractive
resistance). Harga-harga tipikal dari r untuk roda-roda besi pada rel besi adalah
0,002 – 0,003 dan untuk ban-ban karet pada beton adalah 0,01 – 0,02. Hal ini
menunjukkan salah satu alasan mengapa kereta api pada rel besi secara umum bahan
bakarnya lebih efisien dibandingkan truk-truk jalan raya.

Contoh Soal 1. Gerak dengan gesekan gelinding. Sebuah mobil memiliki berat sekitar
12.000 N (Satuan British sekitar 2700 lb). Jika koefisien gesekan gelinding r = 0,01,
berapakah gaya horizontal yang harus diberikan untuk meluncurkan mobil tersebut
dengan laju konstan pada suatu jalan yang rata ? Hambatan udara diabaikan.

Penyelesaian :
Gaya normal  sama dengan berat w, karena permukaan jalannya horizontal dan tidak
terdapat gaya-gaya vertikal lainnya. Dari definisi r, gaya gesekan gelinding fr adalah :

fr = r = = (0,010)(12.000 N) = 120 N (sekitar 27 lb)


Dari hukum pertama Newton, sebuah gaya ke depan dengan besar 120 N diperlukan
untuk menjaga agar mobil bergerak dengan laju yang tetap.

Pada contoh soal 1. Gerakan dalam gerak horizontal pada peti kayu. Jika perusahaan
pengantar membawa peti kayu 500 N dengan sebuah lori beroda karet dengan r =
0,02, maka gaya yang diperlukan agar peti kayu terus bergerak pada laju konstan
hanya sebesar fr = r = 0,02 (500 N) = 10 N.

GAYA GRAVITASI

Gravitasi adalah salah satu dari empat kelas interaksi yang terjadi di alam (1).
interaksi gravitasi berat, gerak planet-planet mengelilingi matahari, gerak jatuh
bebas; (2). interaksi elektromagnetik gaya listrik, gaya magnet; (3). interaksi
kuat (gaya nuklir) menjaga inti-inti sebuah atom tetap berkumpul bersama,
neutron bermuatan netral, proton bermuatan positif; (4). interaksi lemah sangat
penting dalam interaksi-interaksi antar partikel-partikel dasar, keberadaan suatu bentuk
radioaktif umum yang disebut peluruhan , sebuah neutron dalam inti radioaktif diubah
menjadi proton yang mengusir sebuah elektron dan sebuah partikel tidak bermassa
yang disebut antineutrino).

Selama penelitian tentang gerak dari planet dan bulan, Newton menemukan karakter
dasar dari gaya tarik gravitasi antara dua benda. Bersamaan dengan ketiga hukumnya
tentang gerak, Newton mempublikasikan hukum gravitasi (law of gravitation) pada
tahun 1687. Hukum gravitasi berbunyi sebagai berikut :

“Setiap partikel dari bahan di alam semesta menarik setiap partikel


lain dengan gaya yang berbanding lurus dengan hasil kali massa-
massa partikel dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak di antara
partikel-partikel tersebut”

Hukum di atas kalau diterjemahkan ke dalam sebuah persamaan, diperoleh :

G m 1 m2
Fg = -------------- (hukum gravitasi) ……………………………………………... (1)
r2

Keterangan :
Fg adalah besar gaya gravitasi pada salah satu partikel
m1 dan m2 adalah massa masing-masing partikel
r adalah jarak antara kedua partikel
G adalah konstanta fisika dasar yang disebut konstanta gravitasi (gravitational
constant). Nilai numerik untuk G tergantung pada sistem satuan yang digunakan.
m1
Fg
Fg

r m2

Perhatian : Simbul g dan G hampir sama, sering kali arti kedua besaran gravitasi yang
menggunakan kedua simbul tersebut jadi membingungkan. Huruf kecil g adalah
percepatan yang tergantung pada gravitasi, yang berhubungan dengan berat w dari
sebuah benda dengan massanya m, yaitu w = m g. Nilai g berbeda untuk tempat yang
berbeda di permukaan bumi dan pada permukaan planet yang berbeda. Sebaliknya
huruf G berhubungan dengan gaya gravitasi antara dua benda akibat massa dan jarak
di antara keduanya. G disebut konstanta universal sebab mempunyai nilai yang sama
untuk setiap dua benda, tidak peduli letaknya dalam ruang angkasa.

Gaya gravitasi selalu bekerja sepanjang garis yang menghubungkan dua buah partikel
dan membentuk pasangan aksi-reaksi. Walaupun massa kedua partikel berbeda, kedua
gaya interaksinya mempunyai besar yang sama.

Gaya tarik yang dikeluarkan badan manusia yang bekerja pada bumi akan mempunyai
besar yang sama seperti gaya bumi yang bekerja pada badan manusia. Ketika
seseorang jatuh dari papan luncur ke dalam kolam renang, bumi akan naik
menyongsong orang tersebut (Apakah pernah saudara memperhatikan atau mengamati
ini ? Massa bumi jauh lebih besar dari massa tubuh manusia dengan faktor sekitar 10 23,
sehingga percepatannya hanya 10-23 dari percepatan tubuh manusia).

Hukum gravitasi telah menyatakan bentuk interaksi antara dua partikel. Hal ini
menjadikan interaksi gravitasi dari setiap dua benda yang mempunyai distribusi massa
bola simetris (bola pejal atau kulit bola) adalah sama jika dikumpulkan semua massa
pada pusatnya, seperti pada gambar sebagai berikut :

R1

m1 m1

Fg Fg

r r
Fg Fg

m2 m2

R2
(a) (b)
Jadi bila bumi dianggap sebagai bola simetris dengan massa m B, maka gaya yang
dikeluarkannya pada sebuah partikel atau benda bola simetris dengan massa m,
dengan jarak r di antara kedua pusatnya adalah :

G mB m
Fg = -------------- …………………………………………………………………………. (2)
r2

yang memberikan informasi bahwa benda terletak di luar bumi.

Pada titik di dalam bumi keadaannya berbeda. Jika dapat mengebor sebuah lubang ke
pusat bumi dan mengukur gaya gravitasi pada benda dengan kedalaman berbeda-beda,
akan mendapatkan bahwa makin mendekati pusat bumi gaya makin berkurang, dan
bukan bertambah dengan faktor sebesar 1/r 2. Ketika benda memasuki bagian dalam
bumi (atau benda bola lainnya), sebagian dari massa bumi berada pada sisi benda yang
berlawanan dari pusat dan memberikan tarikan pada arah yang berlawanan. Tepat di
pusat bumi, gaya gravitasi bumi pada benda adalah nol.

Benda simetris berbentuk bola adalah kasus penting, karena bulan, planet-planet, dan
bintang cenderung untuk berbentuk bola. Oleh karena semua partikel dalam benda
secara gravitasi saling tarik menarik satu sama lain, partikel cenderung bergerak untuk
meminimumkan jarak antar partikel. Sebagai hasilnya, benda secara alamiah cenderung
diasumsikan berbentuk bola, seperti tanah liat yang dibentuk menjadi sebuah bola jika
ditekan dengan gaya yang sama pada semua sisinya. Efek ini sangat berkurang pada
benda-benda angkasa yang bermassa kecil karena gaya tarik gravitasinya kecil, dan
benda-benda tersebut cenderung tidak berbentuk bola (contoh : asteroid).

MENENTUKAN NILAI G DENGAN NERACA TORSI CAVENDISH

cermin
laser

m1
Fg
m2 skala

m2

Fg
m1

Untuk menentukan nilai konstanta gravitasi G, harus mengukur gaya gravitasi antara
dua benda yang diketahui massanya m 1 dan m2 dengan jarak r yang diketahui. Gaya ini
sangat kecil untuk benda-benda yang terlalu kecil untuk dapat dibawa ke dalam
laboratorium, tetapi gaya gravitasi dapat diukur dengan alat yang disebut neraca
torsi, yang digunakan oleh Sir Henry Cavendish pada tahun 1798 untuk menentukan G.

Versi modern dari neraca torsi Cavendish seperti pada gambar, batang pejal kecil yang
berbentuk kebalikan huruf T ditunjang oleh serat kuarsa vertikal yang sangat tipis, dua
bola kecil masing-masing bermassa m1 menempel pada ujung jarum horizontal dari T.
Jika membawa dua bola besar masing-masing bermassa m2 ke posisi seperti pada
gambar, gaya gravitasi akan memutar T melalui sudut yang kecil. Untuk mengukur
sudut ini diberi seberkas sinar pada cermin yang terikat pada T, pantulan berkas cahaya
mengenai sebuah skala, dan ketika T berputar, berkas pantulan bergerak sepanjang
skala.

Sesudah mengkalibrasi neraca Cavendish, dapat mengukur gaya gravitasi dan


menentukan G. Nilai yang diperoleh (dalam satuan SI) adalah :

G = 6,67259(85) x 10-11 N.m2/kg2

Dengan tiga angka signifikan, maka G = 6,67 x 10 -11 N.m2/kg2, karena 1 N = 1


kg.m/s2 satuan G dapat juga dinyatakan (dalam satuan dasar SI) sebagai m 3/(kg.s2).
Gaya gravitasi digabungkan secara vektor. Jika satu dari dua massa memberikan gaya
gravitasi kepada yang ketiga, gaya total pada massa ketiga adalah jumlah vektor dari
masing-masing gaya dari kedua massa awal, menggambar seperti ini biasa disebut
dengan superposisi gaya-gaya.

Contoh Soal 1. Menghitung gaya gravitasi. Massa m1 dari sebuah bola kecil pada
neraca Cavendish adalah 0,0100 kg, massa m 2 dari sebuah bola besar adalah 0,500 kg,
dan jarak pusat ke pusat antara setiap bola besar dan bola kecil terdekat adalah 0,0500
m. Carilah gaya gravitasi Fg pada setiap bola dengan bola lain yang paling dekat
darinya.

Penyelesaian :
G mB m
Dengan menggunakan persamaan Fg = --------------, maka :
r2
(6,67 x 10-11 N.m2/kg2)(0,0100 kg)(0,500 kg)
Fg = ------------------------------------------------------------- = 1,33 x 10 -10 N
(0,0500 m)2

Ini adalah gaya yang sangat kecil. Ingat : dua benda mengalami gaya dengan besar
yang sama walaupun massa keduanya sangat jauh berbeda !

Contoh Soal 2. Superposisi dari gaya-gaya gravitasi. Tiga bola diatur pada ujung-
ujung segitiga dengan sudut 45 (seperti pada gambar). Carilah besar dan arah dari
gaya gravitasi total yang bekerja pada bola kecil oleh kedua bola besar.

y
0,500 kg

0,200 m

F1 F

0,0100 kg  F2 x
O
0,200 m 0,500 kg

Penyelesaian :

(6,67 x 10-11 N.m2/kg2)(0,500 kg)(0,0100 kg)


F1 = ------------------------------------------------------------ = 4,17 x 10 -12 N
(0,200 m)2 + (0,200 m)2

Besar gaya F2 akibat massa bola besar yang di bawah adalah :

(6,67 x 10-11 N.m2/kg2)(0,500 kg)(0,0100 kg)


F2 = ----------------------------------------------------------- = 8,34 x 10 -12 N
(0,200 m)2
Komponen x dan y dari gaya-gaya tersebut adalah :

F1x = (4,17 x 10-12 N)(cos 45) = 2,95 x 10-12 N

F1y = (4,17 x 10-12 N)(sin 45) = 2,95 x 10-12 N


F2x = 8,34 x 10-12 N

F2y = 0

Komponen-komponen dari gaya total pada massa bola kecil adalah :

Fx = F1x + F2x = (2,95 x 10-12 N) + (8,34 x 10-12 N) = 11,3 x 10-12 N

Fy = F1y + F2y = (2,95 x 10-12 N) + 0 = 2,95 x 10-12 N

Besar dari gaya-gaya tersebut adalah :

F =  Fx2 + Fy2 =  (11,3 x 10-12 N)2 + (2,95 x 10-12 N)2 = 1,17 x 10-11 N

Dan arahnya relatif terhadap sumbu x adalah :

Fy 2,95 x 10-12 N
 = arc tan -------- = arc tan -------------------- = 14,6
Fx 11,3 x 10-12 N

BERAT
Definisi berat dari sebuah benda (seperti materi kuliah terdahulu) sebagai gaya tarik
gravitasi yang diberikan oleh bumi pada benda. Definisi tersebut sekarang dapat
diperluas, yakni berat dari sebuah benda adalah gaya gravitasi total yang
bekerja pada sebuah benda yang disebabkan oleh semua benda lain di alam
semesta.

Jika benda dekat dengan permukaan bumi, maka seluruh gaya gravitasi yang lain dapat
diabaikan dan mengasumsikan berat sebagai akibat gaya tarik gravitasi semata. Pada
permukaan bulan dapat diasumsikan bahwa berat sebuah benda adalah akibat gaya
tarik gravitasi bulan, dan seterusnya.

Jika bumi dianggap sebagai benda berbentuk bola simetris dengan jari-jari R B dan
massa mB, maka berat w dari benda kecil bermassa m pada permukaan bumi (berjarak
RB dari pusatnya) adalah :
G mB m
w= Fg = -------------- ………………………….……………………………………….. (3)
RB2

Telah diketahui bahwa berat w dari sebuah benda adalah gaya yang menyebabkan
percepatan g dari benda jatuh bebas, jadi dengan hukum kedua Newton w = m g,
menyamakan ini dengan persamaan (3) di atas dan membaginya dengan m sehingga
diperoleh :

G mB m
w = m g = -------------
RB2

G mB
g = ------------ (percepatan akibat gravitasi pada permukaan bumi) ….. (4)
RB2

Percepatan akibat gravitasi g tidak tergantung pada massa m dari benda, karena m
tidak digunakan dalam persamaan (4).

Semua besaran dalam persamaan (4) dapat diukur kecuali m B, jadi hubungan ini
memungkinkan untuk menghitung massa dari bumi. Untuk menghitung m B dalam
persamaan (4) digunakan R = 6380 km = 6,38 x 10 6 m dan g = 9,80 m/s 2 sehingga
diperoleh :

g RB2 (9,80 m/s2)(6,38 x 106 m)2


mB = ----------- = ------------------------------------- = 5,98 x 10 24 kg
G 6,67 x 10-11 N.m2/kg2

Nilai mB tersebut sangat dekat dengan nilai yang didapat saat ini yakni 5,974 x 10 24 kg.
Ketika Cavendish mengukur G, menghitung massa bumi dengan cara ini.

Pada sebuah titik di atas permukaan bumi dengan jarak r dari pusat bumi (pada jarak r
– RB di atas permukaan bumi), berat dari sebuah benda didapatkan dari persamaan (3)
di atas dengan RB digantikan oleh r, sehingga :

G mB m
w = Fg = -------------- ……………………………………………………………….… (5)
r2
Jadi berat sebuah benda berkurang secara berkebalikan dengan kuadrat jaraknya dari
pusat bumi.

Contoh Soal 1. Bila saudara terlibat dalam perancangan misi penerbangan manusia ke
permukaan planet Mars, yang mempunyai jari jari R M = 3,40 x 106 m dan massa mM =
6,42 x 1023 kg. Berat di bumi dari alat pendarat Mars adalah 39.200 N. Hitung beratnya
Fg dan percepatannya gM sebagai akibat gravitasi Mars : a) 6,0 x 10 6 m di atas
permukaan Mars (pada jarak dimana terletak orbit bulan Mars (Phobos), b) pada
permukaan Mars. Efek gravitasi akibat bulan dari planet Mars yang sangat kecil
diabaikan.

Penyelesaian :

a) Dalam persamaan (5) mB diganti dengan mM. Nilai G adalah sama di setiap tempat di
alam semesta, ini adalah sebuah konstanta fisika dasar. Jarak r dari pusat Mars adalah :

r = (6,0 x 106 m) + RM = (6,0 x 106 m) + (3,40 x 106 m) = 9,40 x 106 m

Massa m dari pendarat adalah w di bumi dibagi dengan percepatan gravitasi g di bumi :

w 39.200 N
m = ------- = ---------------- = 4.000 kg
g 9,8 m/s2

Massa sama dimanapun pendarat itu berada, baik pendarat itu di bumi, di Mars, atau
diantaranya. Dari persamaan (5) :

G mM m
Fg = ----------------
r2

(6,67 x 10-11 N.m2/kg2)(6,42 x 1023 kg)(4.000 kg)


= -----------------------------------------------------------------
(9,40 x 106 m)2

= 1.940 N

Persamaan yang diakibatkan oleh gravitasi Mars pada titik ini adalah :

Fg 1.940 N
gM = ---------- = ------------- = 0,48 m/s2
m 4.000 kg
Hal ini juga merupakan percepatan yang dialami Phobos dalam orbitnya, 6,0 x 10 6 m di
atas permukaan Mars.
b) Untuk mencari Fg dan gM pada permukaan planet Mars, maka perhitungan di atas
diulangi, mengganti r = 9,4 x 106 m dengan RM = 3,40 x 106 m.

G mM m (6,67 x 10-11 N.m2/kg2)(6,42 x 1023 kg)(4.000 kg)


Fg = -------------- = ----------------------------------------------------------------
R M2 (3,40 x 106 m)2

= 14.817 N

Fg 14.817 N
gM = ---------- = -------------- = 3,70 m/s2
m 4.000 kg

Alternatif lainnya, karena Fg dan gM berbanding terbalik dengan 1/r2 (pada setiap titik di
luar planet), sehingga dapat mengalikan hasil dari a) dengan faktor :

2
9,4 x 106 m
------------------
3,40 x 106 m

Catatan :
Untuk berat telah menggunakan kenyataan bahwa bumi ini homogen. Untuk
memperlihatkan bahwa bumi tidak homogen dengan menghitung densitas rata-rata per
satuan volume dari bumi. Jika diasumsikan bahwa bumi benar-benar bulat, maka
volumenya adalah :

VB = 4/3  RB3 = 4/3  (6,38 x 106 m)3 = 1,09 x 1021 m3

Densitas rata-rata  (huruf Yunani “rho”) dari bumi adalah massa total dibagi dengan
volume total :

mB 5,97 x 1024 kg
 = ------- = --------------------- = 5.500 kg/m3 = 5,5 g/cm3
VB 1,09 x 1021 m3

Untuk perbandingan, densitas air adalah 1.000 kg/m 3 = 1,00 g/cm3. Jika homogen,
maka boleh mengharapkan bahwa densitas dari batuan dekat permukaan bumi
mempunyai nilai sama, tetapi pada kenyataannya densitas dari permukaan batu bekuan
gunung api (granit atau gneiss) adalah sekitar 3.000 kg/m 3 = 3,00 g/cm3, densitas
batuan basaltik sekitar 5.000 kg/m 3 = 5,00 g/cm3. Jadi bumi adalah tidak homogen,
sehingga densitas rata-rata sebesar 5.500 kg/m 3 = 5,5 g/cm3. Berdasarkan model
geofisika dari bagian dalam bumi, maka densitas maksimum pada pusat bumi adalah
sekitar 13.000 kg/m3 = 13,00 g/cm3.

KERJA DAN ENERGI KINETIK

Konsep energi berakar pada prinsip kekekalan energi. Energi adalah besaran yang
dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau
dimusnahkan. Sebagai contoh dalam mesin mobil, energi kimia yang disimpan dalam
bahan bakar yang sebagian diubah menjadi energi gerak mobil dan sebagian lagi
menjadi energi termal; dalam oven microwave, energi elektromagnetik yang diperoleh
dari PLN diubah menjadi energi termal dari makanan yang dimasak. Dalam proses ini
dan proses-proses lainnya, energi total (jumlah semua energi) yang hadir dalam semua
bentuk tetap sama. Tidak pernah ditemukan adanya pengecualian.

Konsep energi ini untuk mempelajari tentang fenomena fisik yang sangat luas. Dengan
konsep ini akan memahami mengapa baju tebal dapat menjaga tubuh tetap hangat,
mengapa bagian lampu kilat dari sebuah kamera dapat menghasilkan kilatan cahaya,
dan arti dari persamaan Einstein yang terkenal E = m c2.

KERJA (USAHA)
Benda yang bergerak dengan perpindahan sebesar s disepanjang garis lurus (untuk
saat ini diasumsikan bahwa semua benda dianggap sebagai sebuah partikel sehingga
dapat mengabaikan setiap gerak rotasi atau perubahan dalam bentuk benda), gaya
konstan sebesar F bekerja pada benda tersebut dalam arah yang sama dengan arah
perpindahan (seperti pada gambar). Definisi kerja (work) W yang dilakukan oleh gaya
konstan F yang bekerja pada kondisi tersebut adalah :

x
s

W = F s (gaya konstan dalam arah perpindahan gasris lurus) …………. (1)


Kerja yang dikenakan pada benda akan lebih besar jika salah satu dari antara gaya atau
perpindahan s lebih besar.

Perhatian : Jangan salah membedakan antara W (kerja) dengan w (berat), meskipun


simbulnya hampir sama, kerja dan berat adalah besaran yang berbeda.
Satuan kerja dalam SI adalah Joule (disingkat J, dilafalkan “juwl” dan dinamakan
demikian untuk menghormati ahli fisika Inggris abad 19 James Prescott Joule). Dari
persamaan (1) dapat dilihat bahwa dalam sistem satuan apapun, satuan kerja adalah
satuan gaya dikalikan dengan satuan jarak. Dalam satuan SI, satuan gaya adalah
Newton (N) dan satuan jarak adalah meter (m), sehingga satu Joule sama dengan satu
Newton meter (N.m). Dalam sistem British (Inggris) satuan gaya adalah pound (lb),
satuan jarak adalah foot, dan satuan kerja adalah foot pound (ft.lb). Konversinya 1 J =
0,7376 ft.lb atau 1 ft.lb = 1,356 J.

Contoh Soal 1. Kerja yang dilakukan sebuah gaya dalam arah gerak. Anton mencoba
membuat Vivi terkesan dengan mobil barunya, akan tetapi mesinnya mati di tengah
persimpangan. Sementara Vivi menyetir, Anton mendorong mobilnya 19 m untuk keluar
dari persimpangan. Jika dia mendorong searah dengan arah gerak mobil dengan gaya
konstan 210 N (sekitar 47 lb), berapa kerja yang dilakukannya pada mobil tersebut ?

Penyelesaian :
Dari persamaan (1) :

W = F s = (210 N)(19 m) = 4,0 x 103 N.m = 4,0 x 103 J

Dalam contoh soal di atas Anton mendorong mobil searah dengan tujuan kepergiannya.
Bagaimana jika dia mendorong dengan sudut  terhadap perpindahan mobilnya
(ilustrasi gambar).

F cos 
s

Hanya komponen gaya yang searah dengan arah gerak mobil, 210 cos  saja yang
berpengaruh terhadap mobil. Gaya ini harus bekerja pada mobil sehingga mobil
tersebut bergerak sepanjang s, tidak dalam arah F. Yang diperhatikan hanya pada kerja
yang dilakukan Anton, jadi hanya meninjau gaya yang dilakukan. Ketika gayaF dan
perpindahan s mempunyai arah yang berbeda, diambil komponen F dalam arah
perpindahan s, dan didefinisikan kerja sebagai hasil dari komponen ini dan besar
perpindahan.Komponen F dalam arah s adalah F cos , sehingga :

W = F s cos  (gaya konstan, perpindahan garis lurus) …………………… (2)

Diasumsikan bahwa F dan  konstan selama perpindahan. Jika  = 0, maka F dan s


dalam arah yang sama, maka cos  = 1 dan kembali ke persamaan (1).
Persamaan (2) mempunyai bentuk hasil kali skalar dari dua vektor (Ingat : A . B = AB
cos ), sehingga dapat ditinjau kembali definisi di atas dan persamaan (2) dapat
ditulis :

W = F . s (gaya konstan, perpindahan garis lurus) ….…………………….. (3)

Penting untuk dipahami bahwa kerja adalah besaran skalar, meskipun dihitung dengan
menggunakan dua besaran vektor (gaya dan perpindahan). Suatu gaya 5 N ke arah
timur yang bekerja pada sebuah benda yang bergerak 6 m ke arah timur melakukan
kerja yang tepat sama dengan kerja yang dilakukan oleh gaya 5 N ke arah utara yang
bekerja pada sebuah benda yang bergerak 6 m ke arah utara.

Penting untuk disadari juga bahwa kerja dapat bernilai positif, negatif, atau nol. Hal ini
merupakan cara yang sangat mendasar bahwa kerja dalam fisika didefinisikan berbeda
dengan definisi kerja sehari-hari. Pada saat kerja mempunyai sebuah komponen dalam
arah yang sama dengan perpindahan ( antara 0 dan 90, cos  dalam persamaan (2)
adalah positif dan kerja W adalah positif, seperti pada gambar (a).

F F
F F

 

 F cos s F s
s F cos 

(a) (b) (c)

Pada saat gaya mempunyai sebuah komponen yang berlawanan dengan perpindahan
( antara 90 dan 180), cos  adalah negatif dan kerja W adalah negatif, seperti pada
gambar (b). Pada saat gaya tegak lurus terhadap perpindahan,  = 90 dan kerja yang
dilakukan oleh gaya adalah nol, seperti pada gambar (c).
Kerja negatif secara umum terjadi ketika suatu benda mengerjakan kerja negatif pada
benda kedua, benda kedua mengerjakan sejumlah kerja positif yang sama pada benda
pertama (Ingat : hukum ketiga Newton tentang gerak, aksi = reaksi).

Perhatian : Kerja yang dilakukan pada benda tertentu oleh sebuah gaya tertentu,
maka jangan pernah lupa menentukan dengan tepat gaya apa yang memberikan kerja.
Saat seseorang mengangkat buku, maka orang tersebut melakukan gaya ke atas pada
buku tersebut dan perpindahan buku adalah ke atas, sehingga kerja yang dilakukan
oleh gaya angkat pada buku adalah positif. Akan tetapi kerja yang dilakukan oleh gaya
gravitasi (berat) pada buku yang diangkat adalah negatif, karena gaya gravitasi berarah
ke bawah berlawanan dengan perpindahan ke atas.

Bagaimana menghitung kerja ketika lebih dari satu buah gaya yang bekerja pada
sebuah benda ? Salah satu cara adalah menggunakan persamaan (2) atau (3) untuk
menghitung kerja yang dilakukan oleh masing-masing gaya secara terpisah. Kerja
adalah besaran skalar, maka kerja total W tot yang dilakukan pada benda tersebut oleh
semua gaya adalah jumlah aljabar dari semua besaran kerja yang dilakukan oleh
masing-masing gaya. Cara lain untuk menemukan kerja total W tot adalah menghitung
jumlah vektor-vektor gaya (yaitu gaya total) dan kemudian menggunakan penjumlahan
vektor ini sebagai F dalam persamaan (2) atau (3).

Contoh Soal 2. Kerja yang dilakukan oleh lebih satu buah gaya. Sutrisno memasang
traktornya dengan kereta (bak) luncur yang dimuati dengan kayu bakar dan
menariknya sejauh 20 m sepanjang tanah padat. Berat total dari kereta luncur dan
beban adalah 14.700 N. Traktor tersebut memberikan gaya konstan 5.000 N pada
sudut 36,9 di atas horizontal. Terdapat gaya gesekan 3.500 N yang berlawanan
dengan arah gerak. Carilah kerja yang dilakukan oleh masing-masing gaya yang bekerja
pada kereta (bak) luncur dan kerja total yang dilakukan oleh semua gaya.

Penyelesaian :
y

F T = 5.000 N
= 3.500 N 36,9 x

w = 14.700 N

Kerjakan bagian yang paling mudah terdahulu. Kerja W w yang dilakukan oleh berat
adalah nol karena arahnya tegak lurus terhadap perpindahan. (Sudut antara gaya
gravitasi dan perpindahan 90, dan harga cosinus sudut adalah nol). Untuk alasan yang
sama kerja W yang dilakukan oleh gaya normal juga nol, sehingga W w = W = 0.
(Untuk berbagai kasus, gaya normal tidak sama besar dengan berat).

Yang tersisa adalah gaya FT yang dilakukan oleh traktor dan gaya gesek f. Dari
persamaan (2) kerja WT yang dilakukan oleh traktor adalah

WT = FT cos  . s = (5.000 N)(0,800) . (20 m) = 80.000 N.m = 80 kJ

Gaya gesek  berlawanan dengan perpindahan, sehingga untuk gaya ini  = 180 dan
cos  = - 1. Kerja Wf yang dilakukan oleh gaya gesek adalah :

W =  cos 180 . s = (3.500 N)(- 1) . (20 m) = - 70.000 N.m = - 70 kJ

Kerja total Wtot yang dilakukan pada kereta (bak) luncur oleh semua gaya merupakan
penjumlahan aljabar dari kerja yang dilakukan oleh masing-masing gaya, yaitu :

Wtot = Ww + W + WT + W = 0 + 0 + 80 kJ + (- 70 kJ) = 10 kJ

Dalam pendekatan dengan cara lain, terlebih dahulu menentukan jumlah vektor semua
gaya (total gaya) dan kemudian menggunakannya untuk menghitung kerja total.
Penjumlahan vektor paling mudah dicari dengan menggunakan komponen-
komponennya, yaitu :

 Fx = FT cos  + (- ) = (5.000 N) cos 36,9 - 3.500 N


= (5.000 N)(0,800) – 3.500 N = 4.000 N – 3.500 N = 500 N

 Fy = FT sin  +  + (- w) = (5.000 N) sin 36,9 +  - 14.700 N

Persamaan  Fy sebenarnya tidak diperlukan, karena komponen gaya y tegak lurus


terhadap perpindahan, sehingga tidak terdapat kerja. Disamping itu tidak terdapat
komponen y dari percepatan, sehingga bagaimanapun  Fy harus nol. Kerja total
dengan demikian adalah kerja yang dilakukan oleh komponen x total, yaitu :
Wtot = (F) . s = ( Fx) . s = (500 N)(20 m) = 10.000 N.m = 10 kJ

Jadi hasilnya sama yang ditemukan dengan cara menghitung kerja yang dilakukan oleh
masing-masing gaya secara terpisah.

KERJA DAN ENERGI KINETIK


Kerja total yang dilakukan pada sebuah benda oleh gaya-gaya luar berkaitan dengan
perpindahan benda atau dengan kata lain berkaitan dengan perubahan-perubahan
posisinya. Akan tetapi kerja total juga berkaitan dengan perubahan laju benda.
Gambar-gambar di bawah ini menunjukkan bermacam contoh tentang sebuah balok
yang meluncur pada sebuah meja licin. Gaya yang bekerja pada balok adalah berat w,
gaya normal , dan gaya F yang diberikan pada benda.

v v v v

 

 

F F

F F
w w w w
(a) (b) (c) (d)
Pada gambar (a) gaya total pada balok berada dalam arah geraknya. Dari hukum kedua
Newton ini berarti laju balok meningkat. Dari persamaan (1) ini juga berarti kerja total
Wtot yang dilakukan pada balok adalah positif. Kerja total juga positif dalam gambar (b),
tetapi hanya komponen F cos  saja yang mempunyai andil terhadap W tot. Balok
kembali bertambah cepat, dan komponen gaya yang sama F cos  ini yang
menyebabkan percepatan. Pada gambar (c) kerja total adalah negatif, karena gaya
total berlawanan dengan perpindahan, dalam kasus ini balok makin lambat. Dalam
gambar (d) gaya total adalah nol, sehingga laju balok tetap sama dan kerja total yang
dilakukan pada balok adalah nol. Dapat diambil kesimpulan bahwa saat sebuah partikel
mengalami perpindahan, partikel tersebut bertambah cepat jika W tot> 0, makin lambat
jika Wtot< 0, dan lajunya tetap sama jika Wtot = 0.
Jika sebuah partikel dengan massa m yang bergerak disepanjang sumbu x di bawah
kerja gaya total konstan dengan besar F yang arahnya terletak disepanjang sumbu x
positif (seperti pada gambar di bawah ini).

F
x
s

Percepatan partikel tersebut konstan dan didapatkan dari hukum kedua Newton, F = m
a. Misalkan laju berubah dari v 1 ke v2 ketika partikel melakukan perpindahan s = x 2 – x1
dari titik x1 ke titik x2. Dengan menggunakan persamaan percepatan konstan, v 2 = v02 +
2 a (x – x0) dan mengganti v0 dengan v1, v dengan v2 dan (x – x0) dengan s, maka
diperoleh :

v22 = v12 + 2 a s

v22 – v12
a = ----------------
2s

Jika persamaan di atas dikalikan dengan m dan mengganti m.a dengan gaya total F,
maka diperoleh :

v22 – v12
F = m a = m ----------------
2s

Kemudian dikalikan s, sehingga :

F s = ½ m v22 – ½ m v12 …………………………………………………………….. (4)

Hasil kali F s adalah kerja yang dilakukan oleh gaya total F dan akibatnya sama dengan
kerja total Wtot yang dilakukan oleh semua gaya yang bekerja pada partikel. Besaran
½ mv2 dinamakan energi kinetik (kinetic energy) K dari partikel :

K = ½ m v2 (definisi energi kinetik) ……………………………………………. (5)

Seperti halnya kerja, energi kinetik partikel adalah besaran skalar, energi itu
bergantung hanya pada massa dan laju partikel, tidak pada arah. Sebuah mobil (dilihat
sebagai sebuah partikel) mempunyai energi kinetik yang sama ketika melaju ke utara
pada 10 m/s dengan ketika melaju ke timur pada 10 m/s. Energi kinetik tidak pernah
negatif, dan akan nol hanya jika partikel berhenti.
Persamaan (4) diinterpretasikan dalam kerja dan energi kinetik. Suku pertama pada sisi
kanan persamaan (4) adalah K2 = ½ m v22, energi kinetik akhir partikel (yaitu setelah
perpindahan), suku kedua pada sisi kanan persamaan (4) adalah energi kinetik awal K 1
= ½ m v12, dan selisih antara keduanya adalah perubahan energi kinetik, sehingga
persamaan (4) menyatakan bahwa kerja dilakukan oleh gaya total pada partikel
sama dengan perubahan energi kinetik partikel. Hasilnya adalah teorema
kerja-energi (work-energy theorem).

Wtot = K2 – K1 = ∆ K (teorema kerja–energi) …………………………………. (6)

Teorema kerja-energi sesuai dengan contoh pada gambar balok meluncur pada sebuah
meja licin di atas. Saat W tot positif, K2 lebih besar dari K1, energi kinetik meningkat, dan
partikel melaju semakin cepat pada akhir perpindahan dibanding pada permulaan. Saat
Wtot negatif, energi kinetik menurun, dan lajunya lebih lambat setelah perpindahan.
Saat Wtot = 0, energi kinetik awal dan akhir K 1 dan K2 adalah sama dan lajunya tidak
berubah. Jadi teorema kerja-energi dengan sendirinya memberitahu hanya tentang
perubahan laju, bukan kecepatan, karena energi kinetik tidak membawa informasi
tentang arah gerakan.

Dari persamaan (4) atau (6), energi kinetik dan kerja harus mempunyai satuan yang
sama. Oleh karena itu Joule adalah satuan SI untuk keduanya (dan untuk semua
bentuk energi). Untuk pembuktian, satuan SI besaran K = ½ m v 2 mempunyai satuan
kg.(m/s)2 atau kg.m2/s2, ingat bahwa 1 N = 1 kg.m/s2, sehingga :

1 J = 1 N . m = 1 (kg .m/s2) . m = 1 kg . m2/s2.

Dalam satuan Inggris (British) energi kinetik dan kerja dinyatakan dalam :

1 ft . lb = 1 ft . slug . ft/s2 = 1 slug . ft2/s2.

Catatan : Dalam menurunkan teorema kerja-energi berdasar pada hukum Newton,


sehingga penggunaannya dalam semua kerangka inersia. Laju untuk menghitung energi
kinetik dan jarak untuk menghitung kerja dalam kerangka inersia. Teorema kerja-energi
berlaku umum.

Strategi Penyelesaian Soal :

1. Pilih posisi awal dan akhir benda, dan gambarkan diagram benda bebas yang
menunjukkan semua gaya yang bekerja pada benda. Tuliskan gaya-gaya, dan
hitung kerja yang dilakukan oleh masing-masing gaya. Dalam berbagai kasus,
satu atau lebih gaya yang mungkin diketahui, tuliskan gaya yang tidak dikenal
dengan simbul aljabar, pastikan untuk memeriksa tanda-tanda. Saat sebuah
gaya mempunyai komponen dalam arah yang sama dengan perpindahan maka
kerja adalah positif, saat komponen berlawanan dengan perpindahan maka kerja
menjadi negatif, saat gaya dan perpindahan tegak lurus maka kerja adalah nol.
2. Tambahkan sejumlah kerja yang dilakukan oleh gaya-gaya yang terpisah untuk
mendapatkan kerja total. Sekali lagi hati-hati dengan tanda-tanda. Kadang-
kadang lebih mudah untuk menghitung jumlah vektor gaya-gaya (gaya total)
terlebih dahulu dan kemudian mencari kerja yang dilakukan oleh gaya total.
3. Tulis simbul untuk energi kinetik awal dan akhir dengan K1 dan K2. Jika besaran
seperti v1 dan v2 tidak diketahui, nyatakan dalam hubungan yang sesuai dengan
simbul aljabar. Ketika menghitung energi-energi kinetik, pastikan menggunakan
massa benda, bukan berat.
4. Gunakan hubungan Wtot = K2 – K1 = ∆ K, masukkan hasil dari langkah-langkah
di atas, selesaikan untuk memperolehsemua variabel yang dibutuhkan. Ingat
bahwa energi kinetik tidak pernah negatif, jika menemukan K negatif berarti
terjadi kesalahan, mungkin menuar subskrip 1 dengan 2 atau membuat
kesalahan tanda dalam salah satu perhitungan.

Contoh Soal 1. Pada penggerak sebuah tiang pancang kepala palu baja dengan massa
200 kg di angkat 3,00 m di atas puncak vertikal balok yang akan digerakkan
(dimasukkan) ke dalam tanah. Palu tersebut dijatuhkan mengenai balok 7,4 cm masuk
lebih jauh ke dalam tanah. Rantai vertikal yang menyertai kepala palu melakukan gaya
gesekan konstan 60 N pada kepala palu. Gunakan teorema kerja-energi untuk mencari :
a) laju kepala palu tersebut sesaat setelah menghantam balok, dan b) gaya rata-rata
kepala palu yang bekerja pada balok. Pengaruh udara diabaikan.

Penyelesaian :
y

y 

ƒ = 60 N ƒ = 60 N
v x x
3,00 m

7,4 cm
w=mg w=mg
(a) (b) (c)

Gambar (b) adalah diagram benda bebas yang menunjukkan gaya vertikal pada kepala
palu yang jatuh. Oleh karena perpindahan vertikal, semua jenis gaya horizontal yang
ada tidak akan melakukan kerja (ingat gaya tegak lurus perpindahan,  = 90, kerja
nol).
a) Titik 1 sebagai posisi awal kepala palu, titik 2 sebagai tempat kepala palu
menghantam balok. Gaya-gaya vertikal adalah gaya berat ke bawah w = m g = (200
kg)(9,80 m/s2) = 1.960 N dan gaya gesek ke atas ƒ = 60 N, sehingga gaya total ke
arah bawah adalah w – ƒ = 1.960 N – 60 N = 1.900 N. Perpindahan kepala palu dari
dari titik 1 ke titik 2 adalah ke bawah dan sama dengan s 12 = 3,00 m. Kerja total yang
dilakukan pada kepala palu tersebut bergerak dari titik 1 ke titik 2 adalah :

Wtot = (w –ƒ) s12 = (1.900 N)(3,00 m) = 5.700 N.m = 5.700 J


Pada titik 1 kepala palu diam, sehingga energi kinetik awal K 1 adalah nol. Persamaan
(6) memberikan :

Wtot = K2 – K1 = ½ m v22 – 0

2 Wtot 2 (5.700 J)
v2 =  ------------- =  ------------------ = 7,55 m/s
m 200 kg

Ini adalah laju kepala palu pada titik 2 sesaat menghantam balok.

b) Pada titik 3 kepala palu akhirnya berhenti, maka K 3 = 0. Seperti pada gambar (c)
sekarang terdapat penambahan gaya, gaya normal ke atas  yang dilakukan balok pada
kepala palu selama penambahan perpindahan ke bawah s 23 = 7,4 cm = 0,074 m. Gaya
ini sebenarnya berubah-ubah sampai kepala palu akhirnya berhenti, tetapi demi
kemudahan  diperlakukan sebagai sebuah konstanta, hasil untuk  tersebut kemudian
akan menjadi nilai rata-rata dari gaya ke atas selama gerak. Kerja total yang dilakukan
pada kepala palu selama perpindahan 7,4 cm = 0,074 m adalah :

Wtot = (w – ƒ - ) s23

Ini sama dengan perubahan energi kinetik K 3 – K2, yang negatif karena energi kinetik
kepala menurun, sehingga :

(w – ƒ - ) s23 = K3 – K2

(K3 – K2) (0 J – 5.700 J)


 = w – ƒ ---------------- = 1960 N – 60 N - --------------------- = 79.000 N
s23 0,074 m
Gaya yang dikeluarkan kepala palu pada balok selama bagian dari pergerakan ini, gaya
reaksi yang sama dan berlawanan arah sebesar 79.000 N (sekitar 9 ton) ke bawah lebih
dari 40 kali berat kepala palu.

Perubahan total energi kinetik kepala palu selama seluruh proses adalah nol, gaya total
yang relatif kecil melakukan kerja positif untuk jarak yang jauh, dan kemudian gaya
total yang jauh lebih besar melakukan kerja negatif untuk jarak yang lebih pendek.
Hal yang sama terjadi jika menjalankan mobil dengan laju yang semakin meningkat
dan kemudian mengemudikannya ke arah tembok batu. Gaya yang sangat besar
diperlukan untuk mengurangi energi kinetik menjadi nol pada jarak yang pendek adalah
yang menyebabkan kerusakan pada mobil termasuk pada pengemudinya.

ARTI ENERGI KINETIK


Pada contoh soal 1. memberi wawasan tentang arti fisika dari energi kinetik. Kepala
palu dijatuhkan dari keadaan diam, dan energi kinetiknya saat menghantam balok sama
dengan kerja total yang dilakukan padanya sampai pada titik tersebut oleh gaya total.
Hasil ini benar secara umum : untuk mempercepat partikel dengan massa m dari
keadaan diam (energi kinetik nol) hingga mencapai laju v, kerja total yang dilakukan
padanya harus sama dengan perubahan energi kinetik dari nol ke K = ½ mv 2, yaitu :

Wtot = K – 0 = K

Jadi, energi kinetik partikel sama dengan kerja total yang dilakukan untuk
mempercepat partikel tersebut dari keadaan diam ke laju tertentu . Definisi K
= ½ mv2 dari persamaan (5) tidak terpilih secara acak, persamaan ini adalah satu-
satunya definisi yang sesuai dengan pengertian energi kinetik.
Dalam bagian kedua contoh soal 1. energi kinetik kepala palu digunakan untuk
melakukan kerja pada balok dan memukulnya ke dalam tanah. Ini memberikan
penafsiran lain tentang energi kinetik : energi kinetik partikel sama dengan kerja
total yang dapat dilakukan partikel dalam prosesnya sampai berhenti . Oleh
karena sebab inilah mengapa pemain baseball (kasti dan sejenisnya) menarik
tangannya dan lengannya saat menangkap bola yang melayang. Saat bola berhenti,
bola tersebut melakukan sejumlah kerja (gaya kali jarak) pada tangan pemain baseball
yang sama dengan energi kinetiknya awal bola. Dengan menarik kembali tangannya,
pemain baseball tersebut memperbesar jarak dimana gaya bekerja dan meminimumkan
gaya yang bekerja pada tangannya.

KERJA DAN ENERGI KINETIK DENGAN GAYA YANG BERUBAH-UBAH


Gerak pada garis lurus dengan suatu gaya yang diarahkan sepanjang garis, tetapi
dengan komponen x dari F yang mungkin berubah seiring benda bergerak. Sebagai
contoh sebuah kereta api yang bergerak pada rel lurus dimana masinis terus menerus
mengubah tata letak klep penutupnya atau secara konstan melakukan pengereman.
Andaikan sebuah partikel bergerak sepanjang sumbu x dari titik x 1 ke x2. Penentuan
kerja yang dilakukan oleh gaya ini yaitu dengan membagi perpindahan total ke dalam
segmen-segmen kecil Δxa, Δxb dan seterusnya. Kerja yang dilakukan gaya selama
segmen Δxa sebagai gaya rata-rata Fa dalam segmen itu dikalikan dengan perpindahan
Δxa. Hal ini juga dilakukan untuk segmen-segmen yang lain dan kemudian
menambahkan hasilnya untuk semua segmen. Kerja yang dilakukan oleh gaya untuk
perpindahan total dari x1 ke x2 kurang lebih adalah :
W = Fa Δxa + Fb Δxb + …..
Pada saat jumlah segmen-segmen menjadi sangat besar dan lebar masing-masing
segmen menjadi sangat kecil, jumlah ini menjadi (dalam limit) integral F dari x 1 ke x2 :

x2
W = ∫ F dx (komponen x gaya yang berubah-ubah, pada perpindahan garis lurus) ………. (7)
x1

Fx

0 x1 x2 x
x 2 – x1

(a)
y
Ff
Fe
Fd
Fc
Fb
Fa

0 Δxa Δxc Δxe x


Δxb Δxd Δxf
x2 – x1

(b)
Catatan : bahwa Fa Δxa mewakili luas bidang vertikal pertama dalam (b) dan integral
dalam persamaan (7) mewakili luas di bawah kurva dalam gambar (a) antara x 1 dan x2.
Pada grafik gaya sebagai fungsi posisi, kerja total yang dilakukan oleh gaya diwakili
oleh luas di bawah kurva antara posisi awal dan posisi akhir . Pengertian lain dari
persamaan (7) adalah bahwa kerja W sama dengan gaya rata-rata yang bekerja
sepanjang keseluruhan perpindahan dikalikan dengan perpindahan.

Persamaan (7) juga dapat digunakan jika F, komponen x dari gaya, konstan. Dalam
kasus itu F dapat dikeluarkan dari integral :

X2 x2
W = ∫ F dx = F ∫ dx = F (x2 – x1)
x1 x1

(x2 – x1) = s adalah perpindahan total partikel. Dalam kasus gaya konstan F, persamaan
(7) mengatakan bahwa W = F s, sesuai dengan persamaan (1). Pengertian kerja
sebagai luas di bawah kurva F sebagai fungsi x juga berlaku bagi gaya konstan, W = F
s adalah luas segiempat dengan tinggi F dan lebar s, seperti gambar berikut ini :

Fx

x
0 x1 x2

x 2 – x1

Pada pegas yang teregang, agar pegas tetap meregang melampaui panjang awalnya
sejarak x, maka harus menerapkan gaya dengan besar F pada masing-masing
ujungnya, seperti gambar berikut ini :

x
F F

Jika pemanjangan x tidak terlalu besar, maka ditemukan bahwa F berbanding lurus
dengan x, sehingga :

F = k x (gaya yang dibutuhkan untuk meregangkan pegas) ….……….. (8)

k adalah konstanta yang disebut dengan konstanta gaya (force constant atau konstanta
pegas) dari pegas. Persamaan (8) menunjukkan bahwa satuan k adalah gaya dibagi
dengan jarak, N/m dalam satuan SI, lb/ft dalam satuan Inggris. Sebagai contoh sebuah
mainan pegas (seperti Slinky) mempunyai konstanta gaya (k) adalah 1 N/m, untuk
pegas yang jauh lebih kaku seperti pada suspensi mobil, k adalah 10 5 N/m. Hasil
pengamatan dengan pemanjangan berbanding lurus dengan gaya untuk pemanjangan
yang tidak terlalu besar dilakukan oleh Robert Hooke pada tahun 1678 dan dikenal
sebagai hukum Hooke (sebenarnya tidak seharusnya disebut sebagai “hukum”, hanya
pernyataan tentang suatu piranti yang khusus, bukan hukum alam yang mendasar).
Pegas asli tidak selalu mengikuti persamaan (8) secara persis, tetapi persamaan ini
tetap merupakan model ideal yang berguna.

Untuk meregangkan sebuah pegas harus melakukan kerja, dengan menerapkan gaya
yang sama dan berlawanan pada ujung-ujung pegas dan meningkatkan gaya-gaya
tersebut secara bertahap. Ujung sebelah kiri ditahan agar tidak bergerak, jadi gaya
yang diterapkan pada ujung ini tidak melakukan kerja, sedang gaya pada ujung yang
bergerak memang melakukan kerja.

F = kx

kX

x
0 X

Gambar di atas adalah grafik F sebagai fungsi x, pemanjangan pegas. Kerja yang
dilakukan oleh F saat pemanjangan berlangsung dari nol ke nilai maksimum X adalah :

X X
W = ∫ F dx = ∫ kx dx = ½ kX2 …………………………………………………….. (9)
0 0

Hasil ini juga dapat diperoleh dengan secara grafis. Luas segitiga dari gambar yang
diarsir mewakili kerja total yang dilakukan oleh gaya, sama dengan setengah hasil kali
alas dan tinggi, atau :

W = ½ (X)(k X) = ½ kX2

Persamaan ini juga menyatakan bahwa kerja adalah gaya rata-rata kX/2 dikalikan
dengan perpindahan total X. Juga dapat dilihat bahwa kerja total sebanding dengan
kuadrat perpanjangan akhir X. Untuk meregangkan pegas ideal sebesar 2 cm, harus
melakukan empat kali kerja yang dibutuhkan untuk meregangkan pegas 1 cm.

Persamaan (9) mengasumsikan bahwa pegas pada awalnya tidak teregang. Jika pada
awalnya pegas telah teregang sepanjang jarak x1, maka kerja yang harus dilakukan
untuk meregangkan pegas ke pemanjangan x2 yang lebih besar adalah :

x2 x2
W = ∫ F dx = ∫ kx dx = ½ kx22 – ½ kx12 .……………………………………. (10)
x1 x1

Jika tersebut mempunyai jarak antar gulungannya ketika pegas tersebut tidak teregang,
maka pegas itu juga dapat ditekan, dan hukum Hooke juga berlaku pada penekanan
seperti halnya pada peregangan. Dalam kasus ini gaya F dan perpindahan x memiliki
arah seperti dalam gambar di bawah, sehingga F dan x dalam persamaan (8) kedua-
duanya akan negatif, karena F dan x dibalik maka gaya tersebut kembali memiliki arah
yang sama dengan perpindahan dan kerja yang dilakukan oleh F kembali positif. Jadi
kerja totalnya tetap seperti diberikan persamaan (9) atau (10), bahkan saat X negatif
atau salah satu dari x1 dan x2 atau kedua-duanya negatif.

F F
Contoh Soal. Seorang wanita dengan berat 600 N naik ke atas sebuah timbangan
yang berisi pegas kaku. Dalam kesetimbangan pegas tertekan 1,0 cm akibat berat
wanita tersebut. Tentukan konstanta gaya pegas dan kerja total yang dilakukan pada
pegas tersebut selama penekanan.

Penyelesaian :

 1,0 cm

+x

Dalam kesetimbangan gaya total pada wanita tersebut adalah nol, jadi berat wanita itu
dan gaya pegas yang bekerja padanya mempunyai besar yang sama 600 N, tetapi pada
arah yang berlawanan. Diambil nilai positif x yang sesuai dengan arah pemanjangan
(peregangan), sehingga pada penimbangan yang terjadi adalah pegas ditekan sehingga
x =  1,0 cm = - 0, 010 m, dan gaya yang diterapkan wanita tersebut pada pegas
adalah F = - 600 N. Dari persamaan (8) konstanta gaya k adalah :

F - 600 N
k = -------- = ---------------- = 60.000 N/m
x - 0,010 m

Maka dari persamaan (9) :

W = ½ kx2 = ½ (60.000 N/m)(- 0,010 m)2 = 3,0 N.m = 3,0 J

TEOREMA KERJA-ENERGI UNTUK GERAK GARIS LURUS DENGAN GAYA


BERUBAH

Teorema kerja-energi, Wtot = K2 – K1, untuk kasus khusus gerak garis lurus dengan
gaya total konstan. Sekarang dapat dibuktikan bahwa teorema kerja-energi ini benar
bahkan saat gaya berubah terhadap posisi. Sebuah partikel yang mengalami
perpindahan x saat dikenai gaya total dengan komponen x dari F, yang sekarang
dibiarkan berubah. Seperti pada gambar (a) perpindahan total x dibagi ke dalam
segmen-segmen kecil Δx, dengan menerapkan teorema kerja-energi. Dari persamaan
(6) pada tiap segmen karena nilai F dalam tiap segmen kecil mendekati konstan.
Perubahan energi kinetik dalam segmen Δx a sama dengan kerja Fa Δxa, demikian
seterusnya. Perubahan total energi kinetik adalah jumlah dari perubahan-perubahan
dalam masing-masing segmen, sehingga sama dengan kerja total yang dilakukan pada
partikel selama seluruh perpindahan. Jadi W tot = ΔK berlaku untuk gaya-gaya yang
berubah-ubah seperti halnya untuk gaya-gaya konstan.

Berikut ini adalah penurunan lain dari teorema kerja-energi untuk gaya yang mungkin
berubah terhadap posisi. Penurunan tersebut melibatkan perubahan variabel dari x ke v
dalam integral kerja. Sebagai permulaan dicatat bahwa percepatan a dari partikel dapat
dinyatakan dalam berbagai cara, menggunakan a = dv/dt, v = dx/dt, dan aturan rantai
untuk memperoleh turunan ;

dv dv dx dv
a = ------- = ------- ------- = v ------ …..……………………………………….. (11)
dt dx dt dx

Dengan menggunakan hasil di atas, maka persamaan (7) memberitahu bahwa kerja
total yang dilakukan oleh gaya total F adalah :

x2 x2 x2 dv
Wtot = ∫ F dx = ∫ ma dx = ∫ mv ------ dx …………………………………..… (12)
x1 x1 x1 dx

Sekarang (dv/dx)dx adalah perubahan kecepatan dv selama perpindahan dx, maka


dalam persamaan (12) dv dapat diganti dengan (dv/dx)dx. Ini mengubah variabel
integrasi dari x menjadi v, sehingga batas dari x 1 dan x2 diubah menjadi kecepatan v1
dan v2 pada titik-titik tersebut, sehingga menghasilkan :

v2
Wtot = ∫ mv dv
v1

Integaral v dv tidak lain adalah v 2/2, dengan mengganti batas atas dan batas bawah,
maka akhirnya didapatkan :

Wtot = ½ mv22 – ½ mv12 = K2 – K1 = ΔK ………………………….…….…… (13)

Ini adalah hasil yang sama seperti pada persamaan (6), tetapi tanpa asumsi bahwa
gaya total F konstan. Teorema kerja-energi berlaku bahkan saat F berubah selama
perpindahan.

Contoh Soal. Sebuah glider rel udara dengan massa 0,100 kg terikat pada ujung rel
udara horizontal oleh sebuah pegas dengan konstanta gaya 20,0 N/m. Pada mulanya
pegas tidak teregang dan glider bergerak pada 1,50 m/s ke kanan. Tentukan
perpindahan maksimum d dimana glider bergerak ke kanan, a) jika rel udara disetel
sehingga tidak ada gesekan, dan b) jika rel udara dimatikan sehingga terdapat gesekan
kinetik dengan koefisien k = 0,47.
Penyelesaian :

y y
 
k m
v1
Fpegas x Fpegas fk x

w = mg w = mg

(a) (b) (c)

Gambar (b) dan (c) berturut-turut menunjukkan diagram benda bebas untuk glider
tanpa dan dengan gesekan. Gaya yang diberikan oleh pegas tidak konstan, sehingga
tidak dapat menggunakan persamaan untuk percepatan konstan, tetapi dengan
menggunakan teorema kerja-energi.

a) Glider bergerak hanya secara horizontal, sehingga hanya gaya pegas horizontal
saja yang melakukan kerja. Ketika glider bergerak sejauh d ke kanan, glider
meregangkan pegas sejauh d dan melakukan sejumlah kerja pada pegas
sebesar ½ kd2. Pegas melakukan sejumlah kerja pada glider sebesar negatif nilai
ini, atau – 1/2kd2. Pegas meregang sampai glider sesaat berhenti, jadi energi
kinetik akhir glider adalah nol. Energi kinetik awal glider adalah ½ mv 12. Dengan
menggunakan teorema kerja-energi, diperoleh :

 ½ kd2 = 0 – ½ mv12

jadi jarak perpindahan glider adalah :

m 0,100 kg
d = v1 ----- = (1,50 m/s)  ---------------- = 0,106 m = 10,6 cm
k 20,0 N/m

Pegas yang teregang menarik glider kembali ke kiri, jadi glider berhenti sesaat.

b) Jika rel udara dimatikan, maka harus memasukkan kerja yang dilakukan oleh
gaya konstan dari gesekan kinetik. Gaya normal  memiliki besar yang sama
dengan berat glider, karena rel horizontal dan tidak ada gaya vertikal lain. Besar
gaya gesek kinetiknya adalah fk = k = k w = k mg. Gaya gesek diarahkan
berlawanan dengan perpindahan, jadi kerja yang dilakukan oleh gesekan
adalah :

Wgesek = fk d cos 180 = - fk d = - k mgd

Kerja total adalah jumlah dari Wtot dan kerja yang dilakukan oleh pegas, - ½ kd 2,
maka :

k mgd – ½ kd2 = 0 – ½ mv12 = - ½ (0,0100 kg)(1,50 m/s)2,

(10,0 N/m) d2 + (0,46 N) d – (0,113 N.m) = 0

Ini adalah persamaan kuadrat untuk d, maka penyelesaiannya adalah :

- (0,416 N)   (0,461 N)2 – 4 (10,0 N/m)(- 0,113 N.m)


d = ------------------------------------------------------------------------
2 (10,0 N/m)

= 0,086 m atau – 0,132 m

Telah digunakan d sebagai simbul untuk perpindahan positif, jadi hanya nilai positif d
yang masuk akal, sehingga dengan adanya gesekan glider bergerak sejauh d = 0,086
m = 8,6 cm.

Dengan adanya gesekan, glider menempuh jarak yang lebih pendek dan pegas kurang
meregang. Sekali lagi glider berhenti sesaat, dan sekali lagi gaya pegas menarik glider
ke kiri, bergerak atau tidaknya glider bergantung pada seberapa besar gaya gesek
statisnya.
TEOREMA KERJA-ENERGI UNTUK GERAK SEPANJANG KURVA

Definisi kerja dapat digeneralisasi lebih lanjut untuk memasukkan gaya yang berubah
dalam arah seperti juga besarnya, dan perpindahan yang terletak disepanjang lintasan
melengkung. Jika sebuah partikel bergerak dari titik P1 ke P2 sepanjang lengkungan,
seperti gambar (a) sebagai berikut :

P2

P1

dl

(a) P2

FI F

P1

dl FII = F cos 

(b)

Bagian kurva antara kedua titik ini dibagi menjadi sejumlah perpindahan vektor yang
sangat kecil, dan disebut salah salah satunya dengan dl. Masing-masing dl adalah garis
singgung dari lintasan pada posisinya. Ambil F sebagai gaya pada titik tertentu
sepanjang lintasan dan ambil  sebagai sudut antara F dan dl pada titik ini, maka
elemen kecil dari dW yang dilakukan pada partikel selama perpindahan dl dapat
dituliskan sebagai :
dW = F cos  dl = FII dl = F . dl

FII = F cos  adalah komponen F yang arahnya paralel terhadap dl pada gambar (b).
Kerja total yang dilakukan oleh F pada partikel ketika bergerak dari P 1 ke P2 adalah :

P2 P2 P2
W = ∫ F cos  dl = ∫ FII dl =∫ F . dl (kerja pada lintasan lengkung)…. (14)
P1 P1 P1

Persamaan (6) adalah benar bahkan dengan gaya yang berubah-ubah dan perpindahan
sepanjang lintasan lengkung. Gaya F pada dasarnya konstan pada semua segmen dl
yang sangat kecil dari lintasan, sehingga teorema kerja-energi dapat diterapkan untuk
gerak garis lurus terhadap segmen itu. Dengan demikian perubahan energi
kinetikpartikel K pada segmen tersebut sama dengan kerja dW = F II dl = F . dl yang
dilakukan pada partikel. Penambahan semua besaran kerja yang sangat kecil ini dari
semua segmen sepanjang keseluruhan lintasan menghasilkan kerja total yang
dilakukan. Persamaan (14) dan ini sama dengan perubahan total energi kinetik pada
keseluruhan lintasan, jadi Wtot = ∆ K = K2 – K1 benar secara umum, seperti apapun
lintasannya dan apapun karakter dari gaya. (Ini dapat dibuktikan dengan menggunakan
langkah-langkah seperti persamaan (11) sampai dengan (13)).

Catatan : bahwa hanya komponen gaya total yang sejajar dengan lintasan F II yang
bekerja pada partikel, sehingga hanya komponen ini yang dapat mengubah laju dan
energi kinetik partikel. Komponen yang tegak lurus terhadap lintasan FI = F sin , tidak
memiliki efek terhadap laju partikel, namun hanya mengubah arah partikel.

Integral dalam persamaan (14) disebut integral garis. Untuik menghitung integral ini
dalam masalah yang khusus dibutuhkan berbagai jenis deskripsi yang lebih rinci dari
lintasandan bagaimana F berubah sepanjang lintasan.

Contoh Soal. Pada sebuah acara piknik keluarga di kawasan Kaliurang, saudara
ditunjuk untuk mendorong Coki sepupu saudara yang rewel dan menjengkelkan di
sebuah ayunan. Berat sepupu saudara adalah w, panjang rantai R dan saudara
mendorong Coki sampai rantai membuat sudut  terhadap garis vertikal. Untuk
melakukan ini saudara mengerahkan berbagai gaya horizontal F yang dimulai dari nol
dan bertambah sedikit demi sedikit sampai cukup besar sehingga Coki dan ayunan
bergerak sangat pelan dan hampir mendekati keadaan setimbang. Berapa total kerja
yang dilakukan pada Coki oleh semua gaya ? Berapa kerja yang dilakukan oleh
tegangan T dalam rantai ? Berapa kerja yang saudara lakukan dengan memberikan
gaya F ? Berat tali dan tempat duduk ayunan diabaikan !

Penyelesaian :

 y

R T T cos 


dl
F 
x
s T sin  F

(a) (b)

Diagram benda bebas diperlihatkan pada gambar (b). Tegangan pada kedua rantai
telah diganti dengan sebuah tegangan tunggal T. Coki berada dalam keadaan
setimbang di setiap titik, maka gaya total yang bekerja padanya adalah nol dan total
kerja yang dilakukan padanya oleh semua gaya adalah nol. Pada setiap titik selama
gerakan tersebut gaya rantai pada Coki tegak lurus terhadap tiap dl, sehingga sudut
antara gaya rantai dan perpindahan selalu 90, karena itu kerja yang dilakukan
tegangan rantai adalah nol.

Untuk menghitung kerja yang dilakukan oleh F, maka harus tahu perubahannya
terhadap sudut . Coki berada dalam keadaan setimbang pada setiap titiknya, sehingga
dari  Fx = 0 diperoleh :

 Fx = F + ( T sin ) = 0,

dan dari  Fy = 0 diperoleh :

 Fy = T cos  + ( w) = 0
Dengan menghilangkan T dari dua persamaan di atas, maka diperoleh :

F = w tan 

Titik dimana F diterapkan berayun melalui lengkungan s. Panjang lengkungan s sama


dengan jari-jari R lintasan lingkaran dikalikan dengan panjang  (dalam radius),
sehingga s = R, karena itu perpindahan (pergeseran ) dl yang berkaitan dengan
perpindahan kecil dari sudut d memiliki besar dl = ds = R d. Kerja yang dilakukan
oleh F adalah :

W = ∫ F.dl = ∫ F cos  ds

Sekarang semuanya dinyatakan dalam perubahan sudut  :

 
W = ∫ (w tan ) cos  (R d) = wR∫ sin  d = wR (1 – cos )
0 0

Jika  = 0, tidak ada perpindahan, dalam hal ini cos  = 1 dan W = 0, seperti yang
diperkirakan. Jika  = 90, maka cos  = 0 dan W = wR. Jika demikian kerja yang
saudara lakukan sama dengan seolah-olah saudara mengangkat Coki langsung ke atas
dengan jarak R dengan sebuah gaya yang sama dengan beratnya w. Sebenarnya
besaran R(1  cos ) adalah kenaikan ketinggiannya dari atas tanah selama
perpindahan, jadi untuk setiap nilai dari  kerja yang dilakukan oleh gaya F adalah
perubahan ketinggian dikalikan dengan berat. (Ini merupakan contoh umum).

DAYA
Definisi dari kerja tidak mengambil acuan terhadap jalannya waktu. Jika mengangkat
barbel seberat 400 N melalui jarak vertikal 0,5 m dengan kecepatan konstan, maka
kerja yang dilakukan adalah (400 N)(0,5 m) = 200 N.m = 200 J, tidak peduli akan
menghabiskan waktu 1 detik, 1 jam, atau 1 tahun untuk melakukan hal itu. Ingin tahu
seberapa cepat kerja dilakukan, hal ini digambarkan dalam bentuk daya. Dalam
percakapan sehari-hari kata “daya” sering diartikan sebagai “energi” atau “gaya”.
Dalam fisika digunakan definisi yang lebih presisi, daya (power) adalah laju waktu
dimana kerja dilakukan. Seperti kerja dan energi, daya adalah besaran skalar.

Ketika jumlah kerja ΔW dilakukan selama selang waktu Δt, kerja rata-rata yang
dilakukan per satuan waktu atau daya rata-rata (average power) Prt didefinisikan
sebagai :

ΔW
Prt = --------- (daya rata-rata) …..………………………………………………… (15)
Δt
Laju kerja yang dilakukan mungkin saja tidak konstan. Bahkan ketika laju tersebut
berubah-ubah, dapat didefinisikan daya sesaat (instantaneous power) P sebagai limit
dari hasil bagi dalam persamaan (15) pada saat Δt mendekati nol :

ΔW dW
P = lim ------- = -------- (daya sesaat) ………………………………….. (16)
Δt  0 Δt dt

Satuan SI dari daya adalah watt (W), diambil dari nama penemu Inggris, James Watt.
Satu Watt sama dengan satu Joule/sekon ( 1 W = 1 J/s), satu kilowatt (1 kW = 10 3 W),
satu megawatt (1 MW = 106 W). Dalam sistem Inggris kerja dinyatakan dalam foot-
pound (ft-lb), dan satuan daya adalah foot.pound/sekon (ft.lb/s). Satuan yang lebih
besar disebut horsepower/tenaga kuda (hp) juga digunakan. (1 hp = 550 ft.lb/s =
33.000 ft.lb/min). Konversinya 1 hp = 746 W = 0,746 kW atau 1 hp sama dengan kira-
kira ¾ kilowatt.
Watt adalah satuan yang biasa digunakan untuk daya listrik; bola lampu 100 W
mengkonversi 100 J energi listrik ke dalam bentuk cahaya dan panas tiap detik, tetapi
tidak ada sifat listrik tertentu tentang watt atau kilowatt.

Satuan daya dapat digunakan untuk mendefinisikan satuan baru dari kerja atau energi.
Kilowatt-hour (kWh) adalah satuan komersial yang umum pada energi listrik. Satu
kilowatt-hour adalah kerja total yang dilakukan dalam satu jam (3.600 sekon) ketika
dayanya sebesar 1 kilowatt (10 3 J/s), sehingga 1 kWh = (10 3 J/s)( 3.600 s) = 3,6 x 10 6
J = 3,6 mJ. Jadi kilowatt-hour adalah satuan kerja atau energi, bukan daya.

Dalam mekanika juga dapat dinyatakan daya dalam bentuk gaya dan kecepatan.
Seandainya sebuah gaya F dikenakan pada sebuah benda pada waktu benda tersebut
mengalami perpindahan vektor Δs. Jika Fs adalah komponen dari F yang menyinggung
lintasan (partikel terhadap Δs), maka kerja yang dilakukan oleh gaya adalah ΔW = F s
Δs dan daya rata-rata adalah :

FII Δs Δs
Prt = ------------ = FII -------- = FII vrt …………………………………………… (17)
Δt Δt

Daya sesaat P adalah limit dari persamaan (17) pada saat Δt  0 :

P = FII v …………………………………………………………………………………… (18)

v adalah besar dari kecepatan sesaat. Persamaan (18) juga dapat dinyatakan dalam
bentuk perkalian skalar :

P = F . v(laju sesaat ketika F melakukan kerja pada sebuah partikel) ……...........(19)


Contoh Soal. Tiap mesin dari kedua mesin jet pesawat Boeing 767 menghasilkan
sebuah daya dorong (sebuah gaya ke depan pada pesawat) sebesar 197.000 N (sekitar
44.300 lb). Ketika pesawat itu terbang pada laju 250 m/s (900 km/jam atau kira-kira
560 mph), berapa tenaga kuda yang dihasilkan tiap mesin ?

Penyelesaian :
Gaya berada dalam arah yang sama dengan kecepatan, sehingga F = F II. Dari
persaman (18) :

P = FII v = F v = ( 1,97 x 105 N) (250 m/s) = 4,93 x 107 W

1 hp
7
= (4,93 x 10 W) ------------- = 66.000 hp
746 W

DAYA OTOMOTIF (KASUS MENGENAI HUBUNGAN ENERGI)


Daya yang dibutuhkan oleh sebuah mobil bensin adalah contoh penting dan praktis dari
konsep-konsep di atas. Seandainya jalan datar dan licin serta hambatan udara tidak
ada, maka tidak akan dibutuhkan mesin bagi sebuah mobil. Namun mengemudi di jalan
tanpa gesekan bisa jadi merupakan sebuah masalah. Dalam dunia nyata sebuah mobil
yang bergerak tanpa mesin akan melambat karena gaya-gaya yang menghambat
gerakannya. Fungsi mesin adalah menyediakan daya secara terus menerus untuk
mengatasi hambatan, sehingga untuk mengetahui berapa banyak daya yang
dibutuhkan mesin mobil harus menganalisis gaya yang bekerja pada mobil.

Ada dua gaya yang melawan gerak mobil, yaitu gesekan gelinding (rolling) dan
hambatan udara. Gesekan gelinding berdasarkan r. Sebuah nilai umum r untuk ban
yang penuh berisi angin pada aspal kasar adalah 0,015. Sebagai contoh sebuah mobil
Porsche 911 Carrera memiliki massa (m) = 1.251 kg dan berat (w) = 1.251 kg x 9,80
m/s2 = 12.260 kg.m/s2 = 12.260 N, sehingga gaya hambat dari gesekan gelinding pada
sebuah jalan datar (dimana gaya normal  = w = mg) adalah :

Fgelinding = r = (0,015) (12.260 N) = 180 N

Gaya ini hampir tak bergantung pada laju mobil.

Gaya oleh hambatan udara Fudara kira-kira sebanding dengan kuadrat lajunya dan dapat
dinyatakan dengan persamaan :

Fudara = ½ CApv2 ………………………………………………………………………. (20)


A adalah daerah bayang-bayang mobil (di lihat dari depan), p adalah densitas udara
(kira-kira 1,2 kg/m3 pada permukaan laut pada suhu standar), v adalah laju mobil, dan
C adalah kostanta tak berdimensi yang disebut dengan koefisien hambatan udara yang
bergantung pada bentuk benda yang bergerak. Nilai khas dari C untuk mobil berkisar
dari 0,35 sampai 0,50. Untuk mobil Porsche 911 Carrera, C = 0,38 dan A = 1,77 m 2,
sehingga gaya hambat udara adalah :

Fudara = ½ CApv2 = ½ (0,38) (1,77 m2) (1,2 kg/m3) v2


= (0,40 N . s2/m2) v2

Untuk laju di daerah pemukiman , dimana v = 10 m/s (36 km/jam, atau kira-kira 22
mph), gaya hambatan udara kira-kira :

Fudara = (0,40 N . s2/m2) (10 m/s)2 = 40 N

Pada laju sedang 15 m/s (54 km/jam atau 34 mph), F udara adalah 60 N dan laju di jalan
raya 30 m/s (110 km/jam atau 67 mph) adalah 360 N. Jadi pada laju rendah, hambatan
udara kurang penting dibanding gesekan gelinding, pada laju sedang keduanya
sebanding, dan pada laju di jalan raya hambatan udara mendominasi.

Untuk mengemudi di jalan yang rata dengan laju konstan, jumlah F gelinding dan Fudara
harus tepat seimbang dengan gaya ke depan F ke depan yang diberikan oleh roda mobil.
(Roda mobil mendorong ke belakang pada aspal, dan aspal mendorong mobil ke
depan). Daya yang dipakai hanyalah gaya maju dikalikan dengan laju v. Untuk mobil
Porsche 911 Carrera daya yang dibutuhkan untuk laju konstan v adalah :

P = Fke depan v = (Fgelinding + Fudara) v = 180 N + (0,40 N . s2/m2) v2 v

Untuk tiga laju yang telah disebutkan di atas, maka dapat dilakukan perhitungan untuk
mencari hasil sebagai berikut :

v (m/s) Fgelinding (N) Fudara (N) Fke depan (N) P (kW) P (hp)
10 180 40 220 2,2 2,9
15 180 60 270 4,1 5,5
30 180 360 540 16 22

Berapa banyak bahan bakar yang dipakai mesin untuk menyediakan daya ini ?
Pembakaran 1 liter bensin melepaskan energi kira-kira 3,5 x 10 7 J, tetapi tidak
semuanya diubah menjadi kerja yang bermanfaat. Hukum termodinamika menentukan
batas dasar pada efisiensi pengubahan panas menjadi kerja. Dalam sebuah jenis mesin
mobil, kira-kira 65 % dari panas yang dilepaskan dari pembakaran bensin dibuang ke
dalam sistem pendingin dan pembuangan. Sekitar 20 % lainnya diubah menjadi kerja
yang bukan untuk menggerakkan mobil, termasuk kerja yang dilakukan untuk melawan
gesekan sepanjang perjalanan dan menjalankan peralatan tambahan seperti air-
conditioner (AC) dan power steering, sehingga yang tertinggal sekitar 15 % energi
untuk melakukan kerja melawan gesekan roda dan hambatan udara. Jadi energi
tersedia per liter bensin menjadi :

(0,15) (3,5 x 107 J/liter) = 5,3 x 106 J/liter …………………………………. (21)

Sebagai ilustrasi pada pemakaian bahan bakar untuk laju 15 m/s, daya yang
dibutuhkan 4,1 kW = 4.100 J/s, dalam satu jam (3.600 s) energi total yang dibutuhkan
adalah :

(4.100 J/s)(3.600s) = 1,5 x 107 J

dan selama waktu itu mobil bergerak sejauh :

(15 m/s)(3.600 s) = 5,4 x 104 m = 54 km

Dari persamaan (21) banyaknya bahan bakar yang digunakan dalam satu jam untuk
menempuh jarak 54 km dengan laju 15 m/s, adalah :

1,5 x 107 J
---------------------- = 2,6 liter
5,3 x 106 J/liter

Bensin sejumlah itu menjalankan mobil sejauh 54 km, sehingga jarak yang ditempuh
per liter bahan bakar adalah (54 km)/(2,6 liter) = 19 km/liter atau 45 mil/galon. (Jadi
pada pembuatan mobil perancangannya harus memperhatikan faktor aerodinamis
sehingga efisien dalam penggunaan bahan bakarnya).
Daya yang dibutuhkan untuk berjalan dengan laju konstan 15 m/s pada permukaan
yang rata adalah 4,1 kW, tetapi daya yang dibutuhkan untuk percepatan dan pendakian
bukit mungkin saja lebih besar. Mobil Porsche 911 Carrera dalam promosinya dikatakan
mampu bergerak dari 0 sampai 60 mph (27 m/s) dalam 6,1 s, maka energi akhirnya
menjadi :

K = ½ m v2 = ½ (1.251 kg)(27 m/s)2 = 4,6 x 105 J

Daya tambahan rata-rata yang dibutuhkan untuk percepatan tersebut adalah :

4,6 x 105 J
Prt = -------------------- = 7,5 x 104 W = 75 kW = 100 hp
6,1 s

Percepatan yang tinggi ini membutuhkan kira-kira 18 kali daya laju konstan 15 m/s
(tidak termasuk daya untuk mengatasi gesekan jalan). Sebagai contoh untuk mobil
Porsche 911 Carrera dipromosikan memiliki tenaga kuda maksimum 214 hp pada laju
mesin 5.900 rpm.

Bagaimana untuk mendaki bukit ? Sebuah tanjakan 5 %, kira-kira ditemukan hampir


semua jalan raya, meningkat 5 meter tiap 100 m jarak horizontal. Sebuah mobil
bergerak dengan laju 30 m/s ke atas sebuah tanjakan 5 % mendapatkan kenaikan
tinggi dengan perubahan laju (0,05)(30 m/s) = 1,5 m/s. Mobil Porsche 911 Carrera
beratnya (w) = 12.260 N, sehingga untuk mengangkatnya dengan perubahan ini
memerlukan daya :

P = F v = (12.260 N) (1,5 m/s) = 1,8 x 104 J/s = 18 kW = 24 hp

Daya total yang dibutuhkan adalah sebesar ini ditambah 16 kW yang dibutuhkan untuk
menjaga laju 30 m/s pada jalan rata, yaitu ;

Ptot = 18 kW + 16 kW = 34 kW = 46 hp

Sebagai perbandingan, seorang pria dengan berat (w) = 70 kg membutuhkan kira-kira


2,0 x 105 J energi (dilepaskan dari makanan) untuk berjalan 1 km dengan laju 5 km/jam
= 1,4 m/s. Jika 3,5 x 107 J energi yang di dapat dari 1 liter bensin, entah bagaimana
dapat tersedia juga untuk tubuh pria tersebut, maka pria tersebut dapat melakukan
perjalanan (3,5 x 107 J)/(2,0 x 105 J/km) = 170 km. Jumlah yang sama dari energi ini
dapat mendorong mobil hanya sejauh 19 km. Perjalanan dengan menggunakan mobil
10 kali lebih cepat dibandingkan dengan berjalan kaki (15 m/s banding 1,4 m/s). Jadi
laju dan kenyamanan perjalanan dengan menggunakan mobil hanya dapat tercapai
dengan biaya konsumsi penambahan pemakaian energi yang jauh lebih besar !
ENERGI POTENSIAL DAN KEKEKALAN ENERGI

PENDAHULUAN
Energi kinetik dalam konsepnya terkait dengan gerakan suatu benda pada suatu sistem,
meningkat dalam jumlah yang sama dengan kerja yang dilakukan. Sedangkan
pendekatan baru dalam konsep energi potensial yaitu bahwa energi terkait dengan
posisi (letak) suatu sistem dan bukan dengan gerak sistem tersebut. Dalam berbagai
kasus jumlah antara energi kinetik dan energi potensial suatu sistem (dinamakan sistem
energi mekanik total dari sistem tersebut) adalah konstan selama sistem tersebut
melakukan pergerakan. Hal ini yang akan menuntun pernyataan umum mengenai
kekekalan energi, yang merupakan salah satu prinsip yang paling fundamental dan
paling luas jangkauannya dalam semua bidang ilmu pengetahuan.

ENERGI POTENSIAL GRAVITASI


Sebagai gambaran : ketika melakukan sebuah ayunan yang memberikan energi kinetik
padanya, dan kemudian membiarkannya mengayun sendiri ke depan dan ke belakang.
Sesaat akan berhenti ketika mencapai titik tertinggi (akhir) ayunan ke depan atau ke
belakang, artinya ayunan tidak memiliki energi kinetik; tetapi akan mendapatkan
kembali energi kinetiknya pada saat melewati titik terendah dari ayunannya. Dari
contoh tersebut tampak bahwa pada titik tertinggi energi disimpan menjadi bentuk
energi yang lain, sebanding dengan ketinggiannya dari atas tanah, dan untuk
selanjutnya diubah kembali menjadi energi kinetik pada saat menuju titik terendah.
Gambaran tersebut menjelaskan energi yang berhubungan dengan posisi benda pada
suatu sistem, ketika naik sampai titik tertinggi terdapat potensi untuk kerja yang
dilakukan padanya oleh gaya gravitasi. Energi yang berhubungan dengan posisi
dinamakan energi potensial (potential energy). Energi potensial yang berhubungan
dengan berat dan ketinggian suatu benda relatif terhadap tanah disebut energi
potensial gravitasi.
Flain

Flain
w=mg
y1 y2

y2 y1
w=mg
0 0

1.(a) perpindahan vertikal ke bawah 1.(b) perpindahan vertikal ke atas


Pada gambar dimisalkan ada sebuah benda bermassa m bergerak sepanjang sumbu y
(vertikal), gaya yang bekerja pada benda tersebut adalah berat, sebesar w = m g, dan
gaya-gaya lainnya yang mungkin muncul (dinamakan jumlah vektor = resultante dari
gaya-gaya lain yang muncul) sebagai Flain. Diasumsikan bahwa benda cukup dekat
dengan permukaan bumi, sehingga berat benda akan konstan. Kemudian akan dicari
kerja yang dilakukan gaya berat ketika sebuah benda jatuh dari ketinggian y 1 di atas
titik asal ke ketinggian y2 yang lebih rendah, gambar 1.(a) Gaya berat dan perpindahan
benda pada arah yang sama, sehingga kerja W grav yang bekerja pada benda oleh gaya
berat merupakan kerja positif :

Wgrav = F s = w (y1 – y2) = mgy1 – mgy2 ..…………………………………….. (1)

Persamaan (1) juga memberikan hasil yang benar ketika benda bergerak naik dan y 2
lebih besar dari y1, gambar 1.(b) Dalam kasus tersebut y 1 – y2 negatif dan Wgrav negatif,
karena gaya berat dan perpindahan berlawanan arah. Persamaan (1) memperlihatkan
bahwa Wgrav dapat dinyatakan dalam besaran mgy pada awal dan akhir perpindahan.
Besaran ini merupakan perkalian gaya berat mg dengan ketinggian y di atas titik pusat
koordinat, ini dinamakan energi potensial gravitasi (gravitational potential
energy = U) :

U = mgy (energi potensial gravitasi) ……………………………………………… (2)

Nilai awalnya adalah U1 = mgy1 dan nilai akhirnya adalah U2 = mgy2. Perubahan U
adalah pengurangan nilai akhir dengan nilai awal atau ΔU = U 2 – U1. Kerja Wgrav yang
dikerjakan oleh gaya gravitasi selama perpindahan dari y 1 ke y2 dapat dinyatakan
sebagai berikut :

Wgrav = U1 – U2 = − (U2 – U1) = − ΔU …………………………………………… (3)

Tanda negatif di depan ΔU merupakan hal penting, ketika benda bergerak naik, y akan
semakin besar, kerja yang dilakukan gaya gravitasi akan negatif, maka energi potensial
gravitasi akan bertambah (ΔU > 0). Sebaliknya ketika benda bergerak turun, y akan
berkurang, gaya gravitasi akan melakukan kerja positif, maka energi potensial gravitasi
akan berkurang (ΔU < 0). Seperti ditunjukkan persamaan (3), maka satuan energi
potensial adalah Joule (J), satuan ini sama dengan satuan kerja.

Atensi : Energi potensial gravitasi merupakan sifat bersama antara benda dan bumi.
Energi potensial gravitasi akan bertambah jika bumi tetap dan ketinggian benda
semakin nyata, energi potensial juga dapat bertambah jika benda dalam keadaan diam
di luar angkasa dan bumi bergeser menjauh dari benda. Perhatikan bahwa persamaan
U = mgy, melibatkan karakteristik benda (dengan massa m) dan bumi (nilai g) !
KEKEKALAN ENERGI MEKANIK (GAYA GRAVITASI SAJA)

Diasumsikan hanya gaya berat yang bekerja pada suatu benda, sehingga Flain = 0.
Benda tersebut kemudian jatuh bebas tanpa hambatan udara, dan dapat bergerak ke
bawah atau ke atas. Dianggap laju benda pada titik y 1 adalah v1 dan pada y2 adalah v2.
Teorema kerja energi menyatakan bahwa kerja total yang dilakukan pada sebuah
benda sama dengan perubahan energi kinetik benda tersebut, W tot = ΔK = K2 – K1. Jika
hanya gaya gravitasi yang bekerja pada benda, maka dari persamaan (3), W tot = Wgrav
= − ΔU = U1 – U2. Dengan menyamakan kedua persamaan maka diperoleh :

ΔK = − ΔU atau K2 – K1 = U1 – U2

yang dapat dituliskan sebagai :

K1 + U1 = K2 +U2 (hanya gaya gravitasi yang bekerja) …………………. (4)

atau :

½ mv12 + mgy1 = ½ mv22 + mgy2 (hanya gaya gravitasi yang bekerja)......(5)

Penjumlahan K + U dari energi kinetik dan potensial didefinisikan sebagai E, energi


mekanik total (total mechanical energy) dari sistem. Yang dimaksud “sistem”
adalah benda bermassa m dan bumi dihitung mg jadi satu, karena energi potensial
gravitasi U adalah sifat bersama benda dan bumi. Dengan demikian E 1 = K1 + U1 adalah
energi mekanik total pada y1 dan E2 = K2 + U2 adalah energi mekanik total pada y2.
Persamaan (4) menyatakan bahwa jika berat benda adalah satu-satunya gaya yang
melakukan kerja padanya, maka E1 = E2. Oleh karena itu E bernilai konstan, yang
berarti bahwa nilai energi mekanik total pada y 1 dan y2 sama. Akan tetapi karena posisi
y1 dan y2 merupakan dua titik yang berbeda selama pergerakan benda, maka energi
mekanik total E akan bernilai sama untuk semua titik selama gerak :

E = K + U = konstan (hanya gaya gravitasi yang bekerja)

Besaran yang selalu memberikan nilai sama dinamakan besaran yang kekal. Ketika
hanya gaya gravitasi yang bekerja , maka energi mekanik total akan konstan, jadi energi
tersebut kekal. Hal tersebut di atas merupakan contoh kekekalan energi mekanik.

Ilustrasi : Pada waktu melempar bola ke udara, makanya semakin ke atas akan
semakin kecil karena energi kinetik yang dimiliki bola diubah menjadi energi potenasial,
ΔK < 0 dan ΔU > 0. Pada saat turun, energi potensial diubah kembali menjadi energi
kinetik dan laju bola akan kembali membesar, ΔK > 0 dan ΔU < 0). Energi mekanik
total (energi kinetik + energi potensial) tetap sama di setiap titik pada lintasan, hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada gaya lain yang mempengaruhi bola selain gaya gravitasi
(dengan asumsi bahwa hambatan udara diabaikan). Jadi memang benar bahwa gaya
gravitasi bekerja pada suatu benda yang bergerak naik ataupun turun, tetapi tidak
perlu menghitung kerja tersebut secara langsung, cukup menjaga perubahan dalam
nilai U.

Catatan : Satu hal yang penting tentang energi potensial gravitasi adalah tidak
pentingnya ketinggian yang digunakan sebagai koordinat asal (y = 0). Jika digeser titik
asal untuk y maka nilai y 1 dan y2 keduanya berubah, tetapi perbedaan y 2 – y1 tetap
sama. Dengan akibat meskipun nilai U 1 dan U2 bergantung pada letak titik asal,
perbedaan U2 – U1 = mg (y2 – y1) tetap sama. Besaran yang penting secara fisik
bukanlah nilai U pada suatu titik, akan tetapi perbedaan U di antara dua titik, sehingga
dapat didefinisikan U agar bernilai nol di sembarang titik yang dipilih tanpa
mempengaruhi situasi fisiknya.

Contoh Soal1. : Mencari ketinggian bola baseball dengan kekekalan energi. Jika bola
baseball 0,145 kg dilempar ke udara ke atas dengan kecepatan awal 20,0 m/s. Hitung
ketinggian bola tersebut dengan menggunakan persamaan kekekalan energi, jika
hambatan udara diabaikan dan gravitasi bumi 9,80 m/s 2.

Penyelesaian :

Nol
v2 = 0 y2
E K U

v1 = 20,0 m/s

Nol
m = 0,145 kg y1
E K U

Gambar di atas : Setelah bola baseball meninggalkan tangan, satu-satunya gaya yang
bekerja pada bola hanyalah beratnya (hambatan udara diabaikan), sehingga energi
mekanik E = K + U akan kekal. (Grafik batang energi menunjukkan nilai E, K dan U
saat y1 = 0 dan y2.
Digunakan persamaan (4) K1 + U1 = K2 + U2. Titik asal diambil saat bola meninggalkan
tangan (pada titik 1), y1 = 0 dan energi potensial U 1 = mgy1 = 0, pada titik y1 tersebut
diketahui v1 = 20,0 m/s. Akan dicari ketinggian y 2 (pada titik 2), saat bola akan berhenti
dan kembali jatuh ke tanah, pada titik y2 tersebut v2 = 0 dan energi kinetik K2 = ½ mv22
= 0. Oleh karena U1 = 0 dan K2 = 0, maka K1 = U2.

Dari grafik batang menunjukkan bahwa energi kinetik dari bola pada titik 1 diubah
seluruhnya menjadi energi potensial gravitasi pada titik 2. Energi kinetik K 1 pada titik 1
adalah :

K1 = ½ mv12 = ½ (0,145 kg)(20,0 m/s)2 = 29,0 Kg.m2/s2 = 29,0 J

Nilai K1 ini sama dengan energi potensial gravitasi U2 = mgy2 pada titik 2, maka :

U2 29,0 kg.m2/s2
y2 = -------- = ----------------------------- = 20,4 m
mg (0,145 kg)(9,80 m/s2)

Dapat juga menyelesaikan persamaan K1 = U2 secara aljabar untuk y2 :

½ mv12 = mgy2

v12 (20,0 m)2


y2 = ---------- = ----------------- = 20,4 m
2g 2(9,80 m/s2)

Dari perhitungan di atas terlihat bahwa massa bola akan saling menghilangkan, ini
sesuai dengan yang sudah dipelajari di depan, yaitu bahwa benda yang mengalami
jatuh bebas tidak tergantung pada massanya.

Dalam menyelesaikan perhitungan di atas titik asal yang diambil adalah titik 1, sehingga
y1 = 0 dan U1 = 0. Bagaimana kalau dipilh titik asal yang berbeda ? Misal : diambil titik
asal 5,0 m di atas titik 1, maka y 1 = 5,0 m. Dengan demikian energi mekanik total pada
titik 1 terdiri dari sebagian energi kinetik dan sebagian energi potensial, sedangkan di
titik 2 hanya terdiri dari energi potensial. Jika bekerja berdasarkan titik asal tersebut,
maka akan diperoleh y2 = 25,4 m, yang berada 20,4 m di atas titik 1. Jadi untuk setiap
persoalan, terserah dalam memilih tinggi acuan dengan U = 0.
EFEK DARI GAYA-GAYA LAIN

Pada gambar 1.(a) dan 1.(b) ketika gaya-gaya lain selain gaya berat bekerja pada suatu
benda, maka Flain tidak nol. Pada kasus mesin pemancang balok beton, gaya yang
bekerja pada kabel pengangkat palu dan gesekan dengan rel pemandu vertikal
merupakan contoh yang mungkin termasuk ke dalam Flain. Kerja gravitasi Wgrav masih
diberikan oleh persamaan (3), tetapi kerja total W tot merupakan penjumlahan dari Wgrav
dan kerja yang dilakukan oleh Flain. Kerja tambahan ini disebut sebagai W lain, sehingga
kerja total yang dilakukan oleh seluruh gaya dinyatakan dalam W tot = Wgrav + Wlain.
Dengan menyamakan persamaan ini dengan perubahan energi kinetik, maka akan
memperoleh :

Wtot = Wgrav + Wlain = K2 – K1 ………………………………………………………… (6)

Dari persamaan (3), Wgrav = U1 – U2, sehingga :

U1 – U2 + Wlain = K2 – K1

yang kemudian dapat disusun menjadi persamaan :

K1 + U1 + Wlain = K2 + U2 (ada gaya lain selain gaya gravitasi) ………… (7)

sehingga pada akhirnya dengan menggunakan persamaan yang tepat untuk berbagai
energi diperoleh :

½ mv12 + mgy1 + Wlain = ½ mv22 + mgy2 (ada gaya lain


selain gravitasi) …………………………………………………………………………… (8)

Jadi arti dari persamaan (7) dan (8) adalah kerja yang dilakukan oleh seluruh gaya,
selain gaya gravitasi, sama dengan perubahan energi mekanik total E = K + U suatu
sistem, dengan U merupakan energi potensial gravitasi. Ketika W lain positif maka E akan
meningkat dan K2 + U2 akan lebih besar dari K1 + U1, sedangkan jika Wlain negatif maka
E akan mengecil. Untuk kasus khusus dengan tidak ada gaya lain selain gaya berat
yang melakukan kerja, Wlain = 0, energi mekanik total akan konstan dan kembali ke
persamaan (4) atau (5).

STRATEGI PENYELESAIAN SOAL-SOAL ENERGI MEKANIK

1. Tentukan soalnya, apakah harus dipecahkan dengan metode energi, dengan


menggunakan ∑ F = ma secara langsung atau dengan kombinasinya.
Pendekatan energi berguna secara khusus ketika soal melibatkan gerak dengan
gaya yang berubah, gerakan sepanjang lintasan kurva atau keduanya. Jika
melibatkan soal waktu, pendekatan energi umumnya bukan merupakan pilihan
yang terbaik, karena pendekatan ini tidak melibatkan waktu secara langsung.
2. Ketika menggunakan pendekatan energi, tentukan keadaan awal dan akhir
(posisi dan kecepatan) dari sistem yang ditinjau. Gunakan subskrip 1 untuk
menyatakan keadaan awal dan subskrip 2 untuk menyatakan keadaan akhir. Hal
ini akan membantu dalam penggambaran sketsa yang menunjukkan keadaan
awal dan akhir sistem.
3. Definisikan koordinat sistem, khususnya ketinggian pada y = 0. Gunakan
koordinat ini untuk menghitung energi potensial gravitasi. Persamaan (2)
mengasumsikan arah positif untuk nilai y adalah ke atas, disarankan untuk tetap
konsisten menggunakan pilihan ini.
4. Tentukan energi kinetik dan energi potensial pada keadaan awal dan akhir, yang
diberi simbol K1, K2, U1 dan U2. Secara umum sebagian dari variabel-variabel
tersebut diketahui dan sebagian lagi tidak diketahui. Gunakan simbul aljabar
untuk koordinat atau kecepatan yang tidak diketahui.
5. Kenali semua gaya selain gaya gravitasi yang melakukan kerja. Penggunaan
diagram benda bebas akan sangat berguna. Carilah kerja W lain yang dilakukan
oleh gaya-gaya lain (selain gaya berat/gravitasi). Jika berbagai besaran tidak
diketahui, berikan simbol aljabar pada gaya tersebut.
6. Hubungkan energi kinetik, energi potensial, dan kerja W lain yang dilakukan oleh
gaya lain selain gaya berat (gravitasi) dengan menggunakan persamaan (7). Jika
tidak terdapat kerja selain gaya berat, persamaan (7) akan menjadi persamaan
(4). Penggambaran grafik batang akan sangat membantu untuk menunjukkan
nilai awal dan akhir dari K, U dan E = K + U, kemudian barulah cari berbagai
kuantitas yang diminta.
7. Perlu diingat, bahwa kerja yang dilakukan setiap gaya harus dinyatakan dalam U 1
– U2 = − ∆U, atau dalam Wlain, tetapi jangan pernah dinyatakan dalam keduanya.
Jika kerja gravitasi dimasukkan ke dalam ∆U, jangan dimasukkan lagi ke dalam
Wlain.

Contoh Soal 2. : Kerja dan energi saat melempar bola baseball. Dalam contoh soal 1.
dianggap tangan bergerak sampai ketinggian 0,50 m ketika melempar bola, yang
meninggalkan tangan dengan kecepatan 20,0 m/s. Hambatan udara diabaikan. (a)
Dengan mengasumsikan tangan memberikan gaya ke atas yang konstan pada bola,
carilah besar gaya tersebut, (b) Carilah laju bola pada titik 15,0 m di atas titik saat bola
meninggalkan tangan.

Penyelesaian :

v3 y3 = 15,0 m
E K

v2 = 20,0 m/s

y2 = 0 m
E K

0,50 m

Nol
v1 = 0 y1 =−0,50 m

E K
(a)
y

x
w

(b)
Gambar 2. (a) Bola yang dilempar vertikal ke atas, (b) Diagram benda bebas untuk saat
gaya F ditimbulkan oleh tangan yang melakukan kerja W lain pada bola. Gaya F dan gaya
gravitasi keduanya bekerja antara y1 dan y2. Dari y2 ke y3 hanya gaya gravitasi yang
bekerja pada bola.
a) Digunakan persamaan (8) untuk mencari W lain, kerja yang dilakukan oleh gaya ke
atas F yang ditimbulkan oleh tangan pada saat melempar bola, sehingga besar F dapat
ditentukan. Titik 1 merupakan titik saat tangan mulai bergerak dan titik 2 merupakan
titik saat bola meninggalkan tangan. Dengan koordinat sistem yang sama seperti pada
contoh soal 1, diperoleh y1 = − 0,50 m dan y2 = 0 m, maka :

K1 = 0

U1 = mgy1 = (0,145 kg)(9,80 m/s2)(− 0,50 m) = − 0,71 J

K2 = ½ mv22 = ½ (0,145 kg)(20,0 m/s)2 = 29,0 J

U2 = mgy2 = (0,145 kg)(9,80 m/s2)(0 m) = 0 J

Energi potensial awal U1 bernilai negatif karena kondisi awal bola berada di bawah titik
awal. Berdasarkan persamaan (7) :

K1 + U1 + Wlain = K2 + U2

maka :

Wlain = (K2 – K1) + (U2 – U1) = (29,0 J – 0 J) + (0 J – (− 0,71 J) = 29,71 J

Energi kinetik bola sebesar K2 – K1 = 29,0 J − 0 J = 29,0 J , demikian juga energi


potensial akan naik sebesar U2 – U1 = 0 J − (− 0,71 J) = 0,71 J, jumlahnya adalah E 2 −
E1 yang merupakan perubahan energi mekanik total, yang sama dengan W lain.

Diasumsikan gaya ke atas F yang diberikan tangan memiliki nilai yang konstan, kerja
Wlain yang dilakukan oleh gaya ini setara dengan besar gaya F dikalikan dengan jarak
(perpindahan) ke atas y2 – y1 posisi gaya itu bekerja :

Wlain = F(y2 − y1)

Wlain 29,71 J
F = --------------- = ----------- = 59 N
y 2 − y1 0,50 m

Nilai tersebut 40 kali lebih besar dari berat bola.

b) Jika titik 3 berada pada ketinggian 15,0 m, maka y 3 = 15,0 m dan akan dicari laju v3
di titik ini. Pada ketinggian antara titik 2 dan 3, energi mekanik total kekal, gaya yang
berasal dari tangan tidak lagi bekerja, jadi Wlain = 0. Energi kinetik pada titik 3 dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan (4) :

K2 + U2 = K 3 + U3

U3 = mgy3 = (0,145 kg)(9,80 m/s2)(15,0 m) = 21,3 J

K3 = (K2 + U2) – U3 = (29,0 J + 0 J) – 21,3 J = 7,7 J

Karena K3 = ½ mv32, dengan v3 adalah komponen y dari kecepatan bola pada titik 3,
maka diperoleh :

2K3 2(7,7 J)
v3 = ± √ ---------- = √ ------------- = ± 10,0 m/s
m 0,145 kg

Tanda negatif atau positif menandakan bahwa bola melewati titik 3 dua kali, pertama
pada saat naik dan terakhir pada saat turun. Energi mekanik total E konstan dan sama
dengan 29,0 J pada saat bola jatuh bebas, sedangkan energi potensial pada titik 3 yaitu
U3 = 21,3 J nilainya sama meskipun bola dalam keadaan naik ataupun turun. Dengan
demikian pada titik 3 energi kinetik bola K3 dan lajunya tidak bergantung pada arah
pergerakan bola. Kecepatan bola bernilai positif (+ 10,0 m/s) ketika bola bergerak naik,
sedangkan kecepatan bola bernilai negatif (− 10,0 m/s) ketika bola bergerak turun, laju
saat naik maupun turun tidak berbeda yaitu sebesar 10,0 m/s.

Kinetic, potensial dan hkm kkalan masa

Anda mungkin juga menyukai