I. IDENTITAS
Mata kuliah : Fisika Umum
Program Studi : Fisika/Pendidikan Fisika
Jurusan : Fisika
Fakultas : MIPA
Dosen : Tim Fisika Umum
SKS :4
Kode : FMA 019
Minggu ke :1
III. MATERI
1. Pendahuluan
Ilmu fisika adalah ilmu yang mempelajari gejala alam yang tidak hidup serta
interaksi dalam lingkup ruang dan waktu. Fisika merupakan cabang ilmu yang
berhubungan dengan sifat materi dan energi serta hubungan antara materi dan energi. Ilmu
fisika dikembangkan berdasarkan penyelidikan terhadap gejala-gejala alam, melalui
pengukuran untuk memperoleh data dari gejala alam tersebut.
Dalam mempelajari fisika, kita selalu berhubungan dengan besaran yaitu sesuatu
yang dapat diukur dan dioperasikan. Setiap besar atau magnitudo dari besaran dalam fisika
terdiri dari suatu bilangan dan suatu satuan. Misalnya seseorang mengatakan bahwa ia
telah berlari dengan kecepatan 1 m/s ke Utara. Berarti magnitudo kecepatan orang tersebut
terdiri dari bilangan 1 dan satuan kecepatan m/s. Untuk keseragaman penggunaan satuan
disepakati suatu sistem satuan secara internasional yang disebut Système International
yang disingkat dengan SI. Dalam SI dikenal tujuh besaran pokok (dasar) berdimensi dan
dua besaran tambahan yang tidak berdimensi.
Selain besaran pokok, ada lagi besaran turunan, yaitu besaran-besaran yang
tersusun dari besaran-besaran pokok, di mana satuannya diperoleh dari satuan besaran
pokok sesuai dengan definisi operasional dari besaran turunan tersebut.
2. Materi
1
Ketidakpastian merupakan suatu tingkat perkiraan yang mana nilai dari pengukuran
menyimpang dari nilai sebenarnya. Ketidakpastian dari suatu pengukuran akan dijelaskan
lebih lanjut dalam Bab IV.
3. Satuan
Satuan merupakan ukuran standar untuk besaran fisika.
Ketiga komponen di atas harus ada dalam setiap lapoan hasil pengukuran. Cara penulisan
hasil pengukuran memenuhi kaidah :
Hasil Pengukuran = ( Nilai ketidakpastian ) satuan
Hasil pengukuran yang kita peroleh adalah berupa angka-angka. Angka-angka
tersebut menyatakan magnitudo dari suatu besaran yang di ukur. Agar hasil pengukuran
memiliki arti fisis, maka haruslah dinyatakan dalam satuan standar dari besaran fisis
tersebut. Misalnya, jika kita mengukur panjang meja dan diperolehpanjangnya 1 meter.
Hali ini berarti magnitudonya 1 dengan satuannya meter.
Bila seseorang menyatakan hasil pengukurannya terhadap suatu besaran fisika
adalah 10, apa yang anda pikirkan? Mungkin saja anda berpikir 10 meter, 10 gram, 10 volt
dan lain sebagainya. Lain halnya jika ia menyebutkan hasil pengukurannya beserta
satuannya, misalkan 10 meter. Jadi, ternyata satuan yang disertakan dalam hasil
pengukuran akan memberikan makna fisis yang sama antara orang yang melaporkan
dengan orang lainnya.
Kerumitan lain yang timbul adalah ketika satuan yang digunakan di setiap negara
atau daerah berbeda-beda. Misalnya hasta, gautang, buskel, slug, rod, dan lain-lain.
Tahukah anda dengan satuan-satuan di atas?
Untuk kepentingan komunikasi ilmiah di seluruh dunia, ditetapkanlah sebuah
sistem satuan yang dinamakan dengan sistem internasional atau SI.
Untuk menggambarkan suatu fenomena yang terjadi atau dialami suatu benda,
maka didefinisikan beberapa besaran-besaran fisika. Besaran dalam fisika dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu besaran pokok (Base Quantities) dan besaran turunan (Derived
Quantities). Besaran pokok adalah besaran yang satuannya didefinisikan terlebih dahulu
dan tidak dapat dijabarkan dari besaran lain.
Satuan didefinisikan sebagai pembanding dalam suatu pengukuran besaran. Setiap
besaran mempunyai satuan masing-masing. Apa bila ada dua besaran berbeda dan
mempunyai satuan sama, maka besaran itu pada hakekatnya adalah sama. Sebagai contoh
Gaya (F) mempunyai satuan Newton dan Berat (w) mempunyai satuan Newton. Kedua
besaran ini sesungguhnya sama yaitu besaran turunan gaya. Berat adalah besaran gaya
gravitasi yang bekerja pada benda.
Dimensi suatu besaran dapat dinyatakan dengan suatu rumusan yang disesuaikan
dengan definisi operasional besaran tersebut. Maksudnya adalah bahwa rumusan dimensi
suatu besaran menyatakan bagaimana cara tersusunnya besaran itu dari besaran pokok.
Perhatikanlah dimensi dari besaran berikut.
perpindahan L
kecepatan = , maka dimensinya LT 1 .
waktu T
massa M
massa jenis = , maka dimensinya 3 ML3 .
volume L
Jadi untuk menentukan rumusan dimensi suatu besaran, kita harus memahami definisi
operasional dari besaran tersebut. Namun demikian, bila satuan suatu besaran diberikan,
maka kita dapat menentukan rumusan dimensinya.
Misalnya : besaran gaya ; F = 5 kg m S 2 , di mana
kg adalah satuan dari besaran massa, berdimensi M
2
m adalah satuan dari besaran panjang, berdimensi L
s adalah satuan dari besaran waktu, berdimensi T
maka dimensi gaya adalah MLT-2.
Contoh soal 1.1:
Tentukan dimensi untuk percepatan dan tekanan !
Penyelesaian:
besar kecepa tan
Percepatan =
besaran waktu
Dimensi percepatan [a] =
v LT 1 LT 2
t T
besaran gaya
Tekanan =
besaran Luas
Dimensi tekanan P
F MLT 2
A L2
Tabel 1.1 memuat semua besaran pokok dan besaran tambahan beserta satuan dan
rumusan dimensinya.
3
Tabel 1.2. Awalan-awalan Sistem Satuan Internasional. Awalan yang sering digunakan
ditandai dengan huruf cetak tebal (bold)
Dalam mekanika digunakan tiga besaran pokok saja, yaitu panjang (satuannya
meter), massa (satuannya kg), dan waktu (satuannya sekon atau detik) sehingga sering juga
dikenal dengan sistem satuan MKS (meter-kilogram-sekon). Tabel 1.3 memuat satuan
standar dari besaran pokok, panjang, massa, dan waktu pada masa lampau dan sekarang.
Ilustrasi grafik besaran dan satuan dari besaran pokok dan besaran turunannya,
diperlihatkan dalam Gambar 1.1.
4
Gambar 1.1. Ilustrasi besaran pokok dan besaran turunannya dalam SI dilengkapi dengan
nama dan satuannya. (Sumber: www. http://physics.nist.gov/cuu/Units/index.html)
40km
x vt 2 j 80km
j
Cara seperti di atas dengan mencoret satuan waktu, yaitu jam (j), memudahkan untuk
melakukan konversi dari satu satuan ke satuan lainnya. Perhatikan contoh di bawah ini.
Penyelesaian:
Pertama dilakukan pengubahan kilometer menjadi meter dan jam menjadi sekon, sebagai
berikut:
1 km = 1000 m
1 jam = 60 menit dan 1 menit = 60 s
sehingga akan diperoleh beberapa faktor konversi yang bernilai 1.
Selanjutnya kalikan 80 km/jam dengan sekumpulan faktor konversi yang masing-masing
bernilai 1, sebagai berikut:
5
80km 1000m 1 jam 1menit
22,22m / s
jam km 60menit 60s
Di antara besaran-besaran di atas ada yang hanya dinyatakan dengan nilai atau harga
dan satuan saja, tidak perlu penjelasan lain. Besaraan-besaran demikian disebut skalar.
Pengoperasian besaran skalar sama dengan pengoperasian bilangan secara aljabar biasa.
Ada besaran di samping nilai dan satuannya juga perlu dinyatakan arahnya. Besaran
semacam ini disebut vektor. Aturan pengoperasian vektor tidak sama dengan bilangan
biasa yang terpakai sehari-hari. Operasi matematika vektor mempunyai aturan tersendiri
yang akan kita bahas dalam bagian berikutnya.
Jadi,
L
Ruas kiri memiliki dimensi:
T
L L L
Ruas kanan memiliki dimensi: 2 T 2 L
T T T
Terlihat bahwa dimensi ruas kiri tidak sama dengan dimensi ruas kanan, berarti persamaan
v = v0 + ½ at2 tidak benar. Silahkan Anda cari persamaan yang benarnya.
Selain contoh di atas, analisis dimensi dapat pula digunakan untuk memprediksi
persamaan matematis dari suatu besaran fisika. Perhatikan contoh soal di bawah ini.
6
Penyelesaian:
Kita anggap bahwa periode getaran ayunan dipengaruhi oleh; panjang tali l, massa benda
m, dan percepatan gravitasi g. Selanjutnya susun sebuah persamaan yang menyatakan
hubungan masing-masing variabel-variabel di atas dalam bentuk perkalian dengan bentuk
sebagai berikut:
T kma l b g c (1.1)
Dengan k adalah konstanta tanpa dimensi, a,b,c adalah eksponen yang tidak diketahui dan
akan segera kita ketahui setelah menerapkan analisis dimensi sebagai berikut:
T adalah periode dengan dimensi sama dengan dimensi waktu, T
m adalah massa dengan dimensi M
l adalah panjang dengan dimensi L
L
g adalah percepatan gravitasi dengan dimensi 2
T
Dimensi ruas kiri: T
c
L
Dimensi ruas kanan: M a Lb 2
T
Kedua ruas persamaan harus memiiki dimensi yang sama, akan diperoleh:
0=a
0=b+c
1 = -2c
Ketiga persamaan di atas memiliki solusi:
a=0
b=½
c=-½
Subsitusikan nilai a,b,c tersebut ke dalam persamaan (1.1), akan diperoleh:
T km0 l 1 / 2 g 1 / 2
Atau,
L
T k
g
Perlu diingat, analisis dimensi hanya dapat memprediksi persamaan besaran fisika yang
dicari, tetapi tidak dapat menyatakan bentuk sempurna dari persamaan tersebut. Seperti
dalam contoh ini, analisis dimensi tidak dapat menentukan nilai konstanta k. Pendekatan
teoritis akan memberitahukan pada kita bahwa nilai konstanta dalam persamaan di atas
adalah, k = 2π.
2.4. Vektor
Besaran vektor biasanya dituliskan dengan huruf tebal, misalnya vektor A atau
huruf biasa yang diberi tanda panah diatasnya A . Besar atau nilai dari suatu vektor
dinyatakan dengan A atau A saja. Vektor digambarkan berupa garis yang diujungnya
diberi tanda panah. Anak panah menyatakan arah vektor, dan panjang anak panah
sebanding dengan nilai vektornya. Titik pangkal vektor (P) disebut titik tangkap vektor,
sedangkan garis yang berimpit dengan vektor disebut garis kerja vektor.
7
P
600
Gambar 1.3. Vektor gaya F yang membentuk sudut 600 terhadap garis horizontal.
Gambar 1.4. Komponen vektor A dalam dua dimensi, yaitu Ax dan Ay.
Besar atau magnitudo vektor A dinyatakan dengan:
A Ax2 Ay2
dan sudut θ adalah: Ay (1.3)
tan 1
x
A
Vektor dalam 3 dimensi, misalnya vektor A pada sistem koordinat ruang seperti pada
Gambar 1.5, di bawah ini.
8
z A bertitik tangkap di O (0,0,0)
Az
Proyeksi A pada sumbu x adalah Ax
Atau dinyatakan arahnya dengan vektor satuan pada sumbu x, y, dan z, yaitu secara
berurutan : i , j, dan k ; di mana A A x i A y j A z k .
Besar vector
A A A2x A2y A2z . (1.5)
Arahnya diwakili oleh sudut yang dibentuk oleh vektor A dengan masing-masing sumbu
koordinat, yaitu ;
A Ay A
cos x ; cos ; cos z . (1.6)
A A A
a. Kesamaan Vektor
Sesuai dengan definisi, bahwa vektor adalah besaran yang mempunyai besar dan
arah, maka dua vektor dikatakan sama bila besar dan arahnya sama. Namun titik tangkap
dan garis kerjanya tidak harus sama.
Misalnya vektor A dan B seperti Gambar 1.6 di bawah ini.
a = b
9
Bila vektor A = B , maka secara analitik masing-masing komponen vektor pada sumbu x,
y, dan z, juga haruslah sama. Misalnya:
A = B maka Ax = Bx
Ay = By
Az = Bz
c. Penjumlahan Vektor
Dua atau lebih vektor yang bekerja serentak pada suatu benda dapat diganti dengan
sebuah vektor yang pengaruhnya sama. Vektor pengganti itu disebut resultan vektor. Cara
memperoleh resultan vektor itu disebut penjumlahan vektor. Resultan dari dua vektor
dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu dengan aturan jajaran genjang dan aturan segitiga.
10
di mana A dan B adalah besar atau nilai dari vektor A dan B , sedangkan adalah sudut
yang dibentuk oleh kedua vektor tersebut.
Bila kita ingin menyatakan selisih dari kedua vektor itu, misalnya : A - B = C . Dalam
hal ini kita harus menggambarkan vektor - B yang berlawanan dengan vektor B , sehingga
diagonal jajaran genjang ( C ) adalah merupakan resultan dari A - B atau:
A - B = C.
Besarnya vektor C dinyatakan dengan B
C A 2 B2 2AB cos . -B A
C
Aturan Segitiga
Menentukan resultan dari dua vektor menurut aturan segitiga adalah sebagai berikut.
Misalkan A dan B adalah dua vektor seperti pada Gambar 1.9 di bawah ini.
11
Aturan Poligon
Bila pada suatu benda bekerja banyak gaya (lebih dari 2) baik besar maupun arah
masing-masing gaya berbeda seperti Gambar 1.10(a), maka untuk menentukan gaya
resultannya dapat digunakan sistem poligon sebagai berikut.
Pindahkan ke ujung .
Pindahkan ke ujung .
vektor resultan ( ).
Hasil yang diperoleh akan sama bila vektor
awal dan vektor-vektor yang dipindahkan
serta urutan pemindahan berbeda, asal
(b) syarat pemindahan vektor dipatuhi, yaitu
“baik besar maupun arah vektor yang
Gambar 1.10. Aturan poligon. dipindahkan tidak berubah.
Penyelesaian:
R= A 2 B2 2 AB cos
= 32 4 2 2 (3)(4) cos 60 0
= 25 24(0,5) 600
= 37 satuan
12
1
4x 3
sin 2
= 0,57 = 34,70.
37
d. Perkalian Vektor
Ada dua jenis perkalian vektor, yaitu perkalian titik dan perkalian silang.
Masing-masing perkalian vektor tersebut mempunyai arti dan sifat yang berbeda. Oleh
sebab itu kita harus hati-hati dan jang sampai dikacaukan antara yang satu dengan lainnya.
Ingat bahwa penerapan dan sifat fisisnya sangat berbeda.
13
Jadi : A . B = A x B x A y B y A z Bz (1.15)
Perkalian
titik (skalar) dapat digunakan untuk menentukan sudut antara dua
vektor A dan vektor B bila komponen-koponennya diketahui.
AB A x B x A y B y A z Bz (1.16)
cos
AB A 2x A 2y A 2z B2x B2y B2z
Dalam fisika, perkalian titik kita jumpai pada konsep usaha yang akan kita bahas pada Bab
berikutnya.
Sifat-sifat
perkalian
titik-titik:
a. A B B A
b. A (B C) A B A C
c. m(A B) (mA) B A (mB) (A B)m
(b)
(a)
Gambar 1.12(a) Vektor AxB , (b) Vektor B x A = - A x B
14
Arah dari perkalian silang AxB sebagai hasil perkalian silang vektor A dan B
didefeniskan tegak lurus
terhadap bidang yang dibentuk oleh A dan B . Untuk
menentukan arah AxB , kita bayangkan kita bayangkan sebuah sekerup kanan yang
sumbunya tegak lurus terhadap bidang yang dibentuk oleh A dan B seperti pada Gambar
1.12(a). Bila sekerup diputar dari A dan B melalui sudut yangdiapitnya
maka arah
majunya sekerup didefenisikan
sebagai arah dari perkalian vektor AxB . Cara lain untuk
memperoleh arah vektor AxB adalah sebagai berikut. Bayangkan sebuah sumbu tegak
lurus pada bidang A dan B melalui titik asal. Sekarang kepalkan jari-jari tangan kanan
melingkupi sumbu sambil mendorong vektor A ke arah vektor B , sementara itu ibu jari
tetap tegak berdiri; maka arah dari perkalian vektor AxB ditunjukkan oleh arah ibu-jari
yang tegak tersebut. Perhatikanlah bahwa B x A tidak sama dengan A x B karena itu
urutan faktor-faktor dalam perkalian silang sangatlah penting. Sesungguhnya A x B = - B x
A , dimana ABsin sama besar dengan BAsin, tetapi arah A x B berlawanan dengan arah
B x A . Bila sebuah sekerup kanan diputar dari A ke B melalui bergerak maju ke satu
arah, maka jika diputar dari B ke A melalui akan bergerak ke arah yang berlawan.
Kesimpulan yang sama juga diperoleh dari aturan tangan kanan. Bila C = A x B , maka C
searah dengan majunya sekerup kanan atau ibu jari pada aturan kanan seperti yang
dilukiskan pada Gambar 1.12(b). Dapat disimpulkan bahwa perkalian silang dari dua
vektor adalah sebuah vektor, sehingga hasilnya mempunyai besar dan arah.
Nilai berada dalam rentangan 0 sampai 180o. Bila A dan B adalah sejajar dan
anti sejajar, = 0 atau = 180o. Hal ini berarti perkalian silang dari dua vektor yang
sejajar atau anti sejajar selalu nol. Dalam cara yang sama, perkalian vektor dari suatu
vektor dengan dirinya sendiri adalah nol.
Bila kita mengetahui komponen-komponen dari A dan B , kita dapat menghitung
perkalian vektor dari masing-masing komponen menggunakan prosedur yang sama dengan
perkalian skalar. Dengan menggunakan persamaan (1.17), aturan sekerup dan kaedah
tangan kanan, kita mendapatkan perkalian vektor dari beberapa vektor satuan î , ˆj dan k̂
adalah:
î x î ĵ x ĵ k̂ x k̂ 0
î x ĵ ĵxî k̂ (1.18)
ˆˆ ˆ
j x k̂ k̂xˆj î
k̂ x î î x k̂ ĵ
Selanjutnya kita akan mengungkapkan perkalian silang A x B dalam bentuk komponen-
komponennya, yaitu
AxB (A x î A y ĵ Az k̂)x(Bx î By ĵ Bz ĵ)
15
AxB A x Bx î xî A x By î xĵ A x Bz î xk̂
A y BX ĵxî A y By ĵxĵ A y Bz ĵxk̂
A z BX k̂xî A z By k̂xĵ A z Bz k̂xk̂
Dengan merujuk sifat perkalian vektor satuan pada pers. (1.18), kita dapat menuliskan
perkalian silang dari dua vektor A dan B
(1.19)
A x B = (Ay Bz – Az By) î + (Ax Bz – Az Bx) ˆj + (Ax By – Ay Bx) k̂
yang hasilnya sama dengan pers.(3). Bila Anda tidak biasa dengan determinan-determinan,
tidak apa-apa, gunakan saja bentuk dalam persamaan (1.19).
Adapun sifat-sifat perkalian silang
a. A x B = - B x A
b. C x ( A + B ) = C x A + C x A
d. ( A x B ) x C =( A . C ) B - ( A . B ) C
c. m( A x B )= (m A )x B = A x(m B ) = ( A x B )m
Penyelesaian :
a) perkalian titik.
A . B = Ax Bx + Ay By + Az Bz
= (2)(4) + (3)(2) + (1)(-2)
= 8 + 6 - 2 = 12.
b) perkalian silang.
A x B = (Ay Bz + Az By) i + (Az Bx + Ax Bz) j + (Ax By + Ay Bx) k
= {(3)(-2) – (1)(2)} i + {(1)(4) – (2)(-2)} j + {(2)(2) – (3)(4)} k
= - 8 i + 8 j - 8k.
16
1. Tentukan komponen-komponen dalam
arah sumbu x dan sumbu y dari vektor
E pada
Gambar . Diketahui panjang vektor E adalah E = 3 m dan sudut vektor E terhadap
sumbu x adalah = 45o.
x
α
Jawab :
Sudut antara vektor E terhadap sumbu x mesti dihitung negatif θ = - α = - 45o.
Ex= Ecosθ = (3 m) cos (-45o) = +2,1 m
Ey= Esinθ = (3 m) sin (-45o) = - 2,1 m
2. Diketahui dua buah vektor A 2î 3 ĵ k̂ dan B 4î 2 ĵ k̂ . Tentukan
a. Panjang
vektor A dan B
b. A x B
c. A B
d. Sudut apit antara vektor A dan B
Jawab
a. Panjang vektor A dan B diberikan berdasarkan pers. (1-3)
A | A | 22 32 12 14
B | B | (4)2 22 (1)2 21
b. Perkalian silang dua vektor A x B diberikan pada pers. (1-19)
A x B = (2 Bz – Az By) î + (Ax Bz – Az Bx) ˆj + (Ax By – Ay Bx) k̂
={(3)(-1) - (1)(2)} î + {(1)(2) - (-1)(2)} ˆj +{(2)(2) - (-4)(3)} k̂
= -5 î + 4 ˆj + 16 k̂
c. Perkalian titik dua vektor A x B diberikan pada pers. (1-15)
A B Ax Bx A y By Az Bz (2)(4) (3)(2) (1)(1) 3
e. Sudut antara vektor A dan vektor B diberikan pada pers. (1-16)
AB A x B x A y B y A z Bz 3
cos 0,175
AB A x A y A z B x B y Bz
2 2 2 2 2 2
14 21
θ =100o.
3. Ada empat buah gaya F1 , F2 F3 dan F4 setitik tangkap masing-masing besarnya adalah
4, 2, 3, dan 6 newton dan membentuk sudut 450, 300 , 1200 dan 2400 terhadap sumbu
horizontal. Bila ke empat gaya berada dalam keadaan setimbang, dan tentukan besar dan
arah keempat gaya tersebut.
17
Jawab :
Lukis keempat vektor kedalam koordinat Kartesian dan uraikan ke empat buah vektor
tersebut kedalam komponen-komponennya.
120o
x
240o
4. Sebuah beban yang bobotnya 100 N digantung pada dua utas kawat yang massanya
diabaikan seperti terilihat pada Gambar. Tentukanlah beberapa newton tegangan masing-
masing kawat (T1 dan T2).
= 37o = 53o
T2
T1
100 N
18
Jawab :
Uraikan tegangan kedua kawat terhadap sumbu x dan y
Tx = - T1 cos + T2 cos β = 0
T1 cos 37 = T2 cos 53
0,8 T1 = 0,6 T2
T1 = ¾ T2
REFERENSI
Sutrisno, 1996. Fisika Dasar Unit Mekanika, dan Thermodinamika. Penerbit ITB.
p. 1 – 14.
International System of Units, tersedia pada halaman web:
http://physics.nist.gov/cuu/Units/index.html, diunduh tanggal 2 Juli 2013.
P.A. Tipler. 1998. Fisika untuk sains dan teknik, Terjemahan, Erlangga. Jakarta. p. 1-17.
H.D. Young dan R.A. Freedman, 2008. University Physics. 12th Edition. Addison Wesley.
New York. p. 1-35.
19