Anda di halaman 1dari 74

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Karakteristik dan Struktur Fisika


Fisika berasal dari kata Yunani yang berarti “alam”. Karena itu “Fisika” adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari benda-benda di alam, gejala-gejala, kejadian-kejadian alam serta interaksi dari benda-benda di
alam tersebut. Gejala-gejala ini pada mulanya adalah apa yang dialami oleh indra kita, misalnya
penglihatan, menemukan optika atau cahaya, pendengaran menemukan pelajaran tentang bunyi, panas juga
dapat dirasakan. Maka dapat disimpulkan bahwa fisika adalah ilmu pengetahuan yang tujuannya
mempelajari bagian-bagian dari alam dan interaksi antara bagian-bagian tersebut. Benda-benda di alam
terbagi atas dua bagian; alam makro yaitu benda-benda yang ukurannya besar, termasuk benda-benda yang
sangat besar dengan jarak antara 2 benda juga besar sekali, misalnya bulan, matahari, bumi, dll. Alam
mikro adalah benda-benda kecil sekali dengan jarak natara benda tersebut sangat kecil, benda-benda mikro
ini tidak dapat dilihat dengan alat-alat biasa.
Fisika adalah ilmu yang mempelajari benda-benda serta fenomena dan keadaan yang terkait dengan
benda-benda tersebut. Untuk menggambarkan suatu fenomena yang terjadi atau dialami suatu benda, maka
didefinisikan berbagai besaran-besaran fisika. Besaran-besaran fisika ini misalnya panjang, jarak, massa,
waktu, gaya, kecepatan, temperatur, intensitas cahaya, dan sebagainya. Terkadang nama dari besaran-
besaran fisika tadi memiliki kesamaan dengan istilah yang dipakai dalam keseharian, tetapi perlu
diperhatikan bahwa besaran-besaran fisika tersebut tidak selalu memiliki pengertian yang sama dengan
istilah-istilah keseharian. Seperti misalnya istilah gaya, usaha, dan momentum, yang memiliki makna yang
berbeda dalam keseharian atau dalam bahasa-bahasa sastra. Misalnya, “Anak itu bergaya di depan kaca”,
“Ia berusaha keras menyelesaikan soal ujiannya”, “Momentum perubahan politik sangat tergantung pada
kondisi ekonomi negara”. Besaran-besaran fisika didefinisikan secara khas, sebagai suatu istilah fisika
yang memiliki makna tertentu. Terkadang besaran fisika tersebut hanya dapat dimengerti dengan
menggunakan bahasa matematik, terkadang dapat diuraikan dengan bahasa sederhana, tetapi selalu terkait
dengan pengukuran (baik langsung maupun tidak langsung). Semua besaran fisika harus dapat diukur, atau
dikuatifikasikan dalam angka-angka. Sesuatu yang tidak dapat dinyatakan dalam angka-angka bukanlah
besaran fisika, dan tidak akan dapat diukur.

1.2 Besaran dan Satuan


Besaran
Mengukur adalah membandingkan antara dua hal, biasanya salah satunya adalah suatu standar yang
menjadi alat ukur. Ketika kita mengukur jarak antara dua titik, kita membandingkan jarak dua titik tersebut
dengan jarak suatu standar panjang, misalnya panjang tongkat meteran. Ketika kita mengukur berat suatu
benda, kita membandingkan berat benda tadi dengan berat benda standar. Jadi dalam mengukur kita
membutuhkan standar sebagai pembanding besar sesuatu yang akan diukur. Standar tadi kemudian
biasanya dinyatakan memiliki nilai satu dan dijadian sebagai acuan satuan tertentu. Walau kita dapat
sekehendak kita menentukan standar ukur, tetapi tidak ada artinya bila tidak sama di seluruh dunia, karena
itu perlu diadakan suatu standar internasional. Selain itu standar tersebut haruslah praktis dan mudah
diproduksi ulang di manapun di dunia ini. sistem standar internasional ini sudah ada, dan sekarang dikenal
dengan Sistem Internasional (SI).
Besaran merupakan sesuatu yang dapat diukur dan dinyatakan dengan angka serta mempunyai satuan.
Satuan adalah suatu pembanding di dalam pengukuran. Ada beberapa jenis sistem satuan yang dipakai
hingga sekarang, di antaranya ; SI atau MKS ( meter, kilogram, sekon ), CGS ( sentimeter, gram, sekon ),
dan satuan alamiah. Ketentuan menulis satuan : bila satuan ditulis lengkap, maka selalu dimulai dengan
huruf kecil. Contoh : newton, liter, meter, joule dll. Singkatan untuk satuan yang berasal dari nama
seseorang dimulai dengan huruf besar. Contoh : N untuk newton, J untuk joule, dll.
Contoh : Massa gula 12 Kilogram
Massa adalah besaran
12 adalah nilai
Kilogram adalah satuan
Menurut cara menentukan satuannya, terdapat dua jenis besaran, yakni besaran pokok dan besaran
turunan.
1. Besaran Pokok
Besaran pokok adalah besaran yang satuannya telah ditetapkan terlebih dahulu. Di dalam fisika kita
mengenal 7 besaran pokok, yaitu panjang, massa, waktu, suhu, kuat arus listrik, intensitas cahaya, dan
jumlah zat. Sistem satuan secara internasional disebut System International d’ Unites, disingkat SI.
Tabel 1.1 Besaran pokok, satuan, simbol, dan dimensinya
No Besaran Satuan Simbol Dimensi
1 Panjang Meter M [L]
2 Massa Kilogram Kg [M]
3 Waktu Detik S [T]
4 Suhu Kelvin K [Ɵ]
5 Kuat arus listrik Ampere A [I]
6 Jumlah zat Mole Mol [N]
7 Intensitas cahaya kandela Cd [J]

2. Besaran turunan
Besaran turunan adalah besaran yang diturunkan dari satu atau lebih besaran pokok. Satuan besaran
turunan tergantung pada satuan besaran pokok. Misalnya :
L = p x l ( besaran luas diturunkan dari besaran pokok panjang )
m
v = s ( besaran kecepatan diturunkan dari besaran pokok panjang dan waktu )
W = mg ( besaran berat diturunkan dari besaran pokok panjang, massa, dan waktu )
Tabel 1.2 Besaran turunan dan satuannya
No Besaran Satuan Diturunkan dari besaran pokok
3
1 Volume m Panjang
2 Kecepatan m/s Panjang dan waktu
2
3 Percepatan m/s Panjang dan waktu
4 Massa jenis kgm3 Panjang dan massa
2 -2
Energi kgm s Panjang, massa, dan waktu
6 Luas m2 Panjang
Besaran-besaran fisika secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, besaran skalar, besaran
vektor dan besaran tensor. Untuk besaran tensor, tidak akan dipelajari dalam pelajaran fisika dasar. Besaran
skalar adalah besaran yang memiliki nilai saja, sedangkan besaran vektor adalah besaran yang selain
memiliki nilai juga memiliki arah. Karena konsep tentang vektor banyak digunakan dalam fisika, maka
akan dijelaskan lebih lanjut secara singkat mengenai besaran vektor ini.
Definisi satuan-satuan dasar menurut SI
Meter
Satu meter adalah panjang yang sama dengan 1.650.763,73 kali panjang gelombangdalam vakum sinar
merah spektrum atm Kr86 yang merupakan radiasi yang disebabkan oleh transisi antara tingkat energi 2p10
dan 5d5.
Kilogram
Satu kilogram adalah massa standar kilogram berbentuk silindris yang dibuat dari bahan platian iridium
yang dsimpan di Serves Prancis.
Detik
Satu detik adalah interval waktu dar 9.192.631,770 kali waktu getar radiasi yang disebabkan oleh trasisi
antara tingkat halus (fine structure energy level) dari gruns state atom Cs 133.
Ampere
Satu amper adalah arus tetap yang terjadi bila pada dua buah konduktor lurus sejajar panjangnya tak
berhingga dan diabaikan luas penampangnya berjarak 1 meter diletakkan di ruang vakum akan
menghasilkan gaya antara kedua konduktor sebesar 2𝑥10−7 newton per meter.
Kalori
1
Satu kalori adalah 273,16 bagian dari temperatur termodinamis dari titik tripel air
Candela
1
Satu kandela adalah kuat penerangan secara tegak lurus pada permukaan yang luasnya 600.000m2 dari
sebuah “benda hitam” pada titik beku platina. (2046.65 derajat kelvin) pada tekanan 101.325 N/m2.
Mole
Satu mole adalah banyaknya zat yang mengisi atm C12 sebanyak 0,012 kg
Dimensi
Definisi : Dimensi adalah cara penulisan dari besaran-besaran dengan menggunakan simbol-simbol
(lambang-lambang) besaran dasar.
Notasi (cara penulisan) dimensi adalah
Guna dimensi :
1. Untuk menurunkan satuan dari suatu besaran
2. Untuk meniti kebenaran suatu rumus atau persamaan

Satuan
Definisi : Satuan adalah ukuran atau pembanding dari suatu besaran
Semua besaran mempunyai satuan, tapi belum tentu mempunyai dimensi (besaran pelengkap), misal sudut,
getaran. Satuan dari besaran pokok adalah satuan dasar, dan besaran turunan mempunyai satuan turunan,
sedangkan besaran pelengkap mempunyai satuan pelengkap. Sebuah besaran tidak ada artinya jika tidak
disertai satuannya, misalnya tak dapat dikatakan bahwa panjang sebuah pensil adalah 20, ini mungkin 20
cm atau 20 inci. Jadi satuan menentukan ukuran suatu besaran.
Sistem Satuan
Ada dua macam bentuk satuan : metrik dan non metrik (British Unit = satuan Inggris). Sistem yang
dirasionalisasi ada 2 macam; sistem statis dan sistem dinamis, dengan masing-masing mempunyai bentuk
metrik dan non metrik.
Sistem dinamis
Sebagai besaran dasar adalah panjang, massa, waktu (sistem lmt). Sistem ini ada 2 macam : cgs dan mks.
Sistem mks ini sekarang dnamakan mksa atau mksc (a=ampere, c = coulomb) singkatan untuk sistem
Internasional (SI). Sistem non metrik yang disingkat fps, berarti panjang dalan feet, massa dalam pound,
dan waktu dalam second.
Sistem Statis
Sebagai besaran dasar adalah panjang, gaya, waktu (sistem Fmt). Sistem ini ada 2 macam, yaitu sistem
gravitasi dan sistem teknis (praktis) dan kedua sistem terakhir ini lagi terbagi atas statis besar dan kecil.

1.3 Pengukuran dan Ketidakpastian Pengukuran


1.3.1 Pengukuran
Pengukuran merupakan suatu proses membandingkan suatu besaran dengan satuan.
1. Pengukuran Panjang
Pengukuran besaran panjang dilakukan dengan alat ukur mistar ukur, jangka sorong, dan
mikrometer sekrup.
 Mistar ukur
Mistar pengukur panjang adalah berskala cm dan mm. Skala terkecil dari mistar adalah 1 mm yang
menyatakan tingkat ketelitian alat.
 Jangka sorong
Jangka sorong memiliki rahang tetap dan rahang geser. Skala utama pada rahang tetap diberi skala
dalam cm dan mm. Pada rahang geser terdapat 10 skala yang panjangnya 9 mm sebagai skala nonius.
Skala nonius berselisih 0,1 mm dengan skala mm pada skala utama yang menyatakan ketelitian
jangka sorong.
 Mikrometer sekrup
Jika selubung luar diputar lengkap satu kali, maka rahang geser dan selubung luar maju atau mundur
0,5 mm. Karena selubung luar memiliki 50 skala, maka satu skala pada selubung luar sama dengan
jarak maju atau mundurnya rahang geser sejauh 0,5 mm: 50 = 0,01 mm, yang manyatakan ketelitian
mikrometer sekrup.
2. Pengukuran Massa
Alat ukur massa atau berat antara lain: timbangan, neraca pegas, neraca duduk, dan neraca lengan.
3. Pengukuran Waktu
Waktu diukur dengan menggunakan stopwatch. stopwatch memiliki tiga tombol yaitu start, stop dan
reset. Tombol start berfungsi untuk menjalankan stopwatch sedanghan tombol stop untuk mengentikan
stopwatch. Tombol reset berfungsi untuk mengantur jarum penunjuk ke posisi nol.

1.3.2 Ketidakpastian Pengukuran


Hasil suatu pengukuran tidak selamanya 100% tepat sama dengan teori, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kesalahan dalam pengukuran, diantaranya :
1. Kesalahan pengukuran
Besaran fisika tidak dapat diukur secara pasti dengan setiap alat ukur. Hasil pengukuran selalu
mempunyai derajat ketidakpastian. Misalnya kita mengukur besaran panjang dengan penggaris, bacaan
akan diambil ke skala milimeter terdekat. Misal, hasil pengukuran dinyatakan dengan 212 ± 1 mm. Hal
ini mengimplikasikan bahwa kita mengambil bacaan dengan nilai terbaik 212 mm tetapi tidak akan
jatuh di luar rentang 211 mm dan 213 mm. Nilai ± 1 disebut ketidakpastian (uncertainly) bacaan.
Kesalahan ini disebut kesalahan sistematis, yaitu kesalahan yang sebab-sebabnya diidentifikasi dan
secara prinsip dapat dieliminasi. Sumber kesalahan sistematis antara lain:
 kesalahan alat, akibat kalibrasi yang kurang baik
 kesalahan pengamatan, akibat kesalahan paralaks (kesalahan sudut pandang terhadap suatu titik
ukur)
 kesalahan teoritis, akibat penyederhanaan sistem model atau aproksimasi dalam persamaan yang
menggambarkannya
 kesalahan lingkungan
2. Akurasi, Presisi, dan Sensitivitas
Kata akurasi (ketepatan) dan presisi (ketelitian) sering digunakan untuk maksud yang sama. Tetapi
memungkinkan suatu hasil pengukuran mempunyai presisi yang tinggi tetapi tidak akurat. Sensitivitas
(kepekaan) adalah kemampuan memberikan tanggapan terhadap perubahan nilai pengukuran yang
terjadi.
3. Cara Pengukuran
Cara pengukuran menentukan cara memperkirakan dan menyatakan kesalahan pengukuran. Ada
cara pengukuran berulang dan ada juga pengukuran tunggal. Hasil pengukuran dinyatakan sebagai x ±
Δx dengan x adalah hasil pengukuran tunggal dan Δx adalah setengah kali skala pengukuran terkecil
dari alat ukur.
4. Analisis Kesalahan
Jika dilakukan dua pengukuran individual x dan y dengan kesalahan Δx dan Δy dapat ditampilkan
operasi sistematis terhadap pengukuran dalam bentuk penjumlahan, pengurangan, perkalian,
pembagian, dan eksponensial. Jika z merupakan hasil operasi matematis dari x dan y maka berlaku
sifat-sifat:
 penjumlahan: z ± Δz = (x+y) ± Δx + Δy
 pengurangan: z ± Δz = (x-y) ± Δx + Δy
 perkalian: z ± Δz = (x.y) ± (y.Δx + x.Δy)
𝑥 ∆𝑥 ∆𝑦
 pembagian: z ± Δz = (𝑦) ± ( 𝑦 + )
𝑥

 eksponensial: z ± Δz = (xa ) ± (axa-1. Δx)


5. Reprentasi Grafik
Ketergantungan satu besaran terhadap besaran lain dapat terlihat jelas melalui suatu grafik. Grafik
sering digunakan untuk membangun pola variasi yaitu untuk membangun hukum yang dapat
digunakan untuk memprediksi apa yang akan terjadi pada waktu yang akan datang. Persamaan umum
grafik garis lurus adalah y = mx + c; dengan m adalah gradien grafik, dan c adalah titik potong
terhadap sumbu y.

1.4 Vektor
1.4.1 Definisi
Besaran vektor merupakan besaran yang baik memiliki besar maupun arah untuk suatu deskripsi
yang lengkap. Contoh besaran vektor adalah kecepatan, percepatan, gaya, momentum, impuls, kuat
medan listrik, dan kuat medan magnet.
Sebuah vektor digambarkan dengan sebuah anak panah dengan besar dan arah tertentu (Gambar 1).
Titik A menyatakan titik tangkap, kepala panah B menyatakan arah, panjang 4 satuan menyatakan
besar serta garis yang melalui AB menyatakan garis kerja vektor.

Gambar 1.1 Vektor AB


Simbol vektor dinyatakan huru cetak tebal atau dengan 𝐴̅, 𝑎̅, 𝐴𝐵
̅̅̅̅dan besarnya dengan A, a, AB atau
|𝐴|, |𝑎|, |𝐴𝐵|.
Vektor bebas adalah sebuah vektor yang dapat dipindahkan ke mana saja dalam ruang, asalkan
besar dan arahnya tetap.
Vektor satuan adalah sebuah vektor yang besatnya satu vektor. Vektor satuan pada sumbu X, Y,
dan Z dinyatakan dengan vektor satuan 𝑖̂, 𝑗̂, 𝑘̂

1.4.2 Komponen Vektor


Vektor dalam ruang
Vektor 𝐴̅ dalam ruang dinyatakan dengan 𝐴̅ = 𝐴̅𝑥 + 𝐴̅𝑦 + 𝐴̅𝑧 = 𝐴𝑥 𝑖̂ + 𝐴𝑦 𝑗̂ + 𝐴𝑧 𝑘̂
Dan besarnya
𝐴 = √𝐴𝑥 2 + 𝐴𝑦 2 + 𝐴𝑧 2
𝐴̅𝑥 , 𝐴̅𝑦 , 𝐴̅𝑧 dan 𝑖̂, 𝑗̂, 𝑘̂ masing-masing adalah komponen vektor dan vektor satuan pada sumbu x, y, dan z.
Disini
𝐴̅𝑥 = 𝐴𝑥 𝑖̂ besarnya 𝐴𝑥 = 𝐴 cos 𝛼
𝐴̅𝑦 = 𝐴𝑦 𝑗̂ 𝐴𝑦 = 𝐴 cos 𝛽
𝐴̅𝑧 = 𝐴𝑧 𝑘̂ 𝐴𝑧 = 𝐴 cos 𝛾

Arah vektor 𝐴̅ terhadap sumbu x,y dan z poositif adalah:


𝐴 𝐴𝑦 𝐴
cos 𝛼 = 𝐴𝑥 cos 𝛽 = 𝐴 cos 𝛾 = 𝐴𝑧
Vektor dalam Bidang
Dalam bidang sumbu Z tidak ada maka vektor 𝐴̅ adalah :
𝐴̅ = 𝐴̅𝑥 + 𝐴̅𝑦 = 𝐴𝑥 𝑖̂ + 𝐴𝑦 𝑗̂
Besarnya :
𝐴 = √𝐴𝑥 2 + 𝐴𝑦 2
Komponen vektornya :
𝐴̅𝑥 = 𝐴𝑥 𝑖̂ besarnya 𝐴𝑥 = 𝐴 cos 𝛼
𝐴̅𝑦 = 𝐴𝑦 𝑗̂ 𝐴𝑦 = 𝐴 cos 𝛽 = 𝐴 sin 𝛼
Arahnya terhadap sumbu x dan y :
𝐴 𝐴𝑦
cos 𝛼 = 𝐴𝑥 dan cos 𝛽 = 𝐴

Gambar 1.2 Vektor 𝐴̂ dalam ruang

Gambar 1.3 Vektor 𝐴̂ dalam bidang

1.4.3 Penjumlahan Vektor


a. Metoda Grafik
Untuk menjumlahkan vektor 𝐴̅ dengan vektor 𝐵̅, tariklah 𝐵̅ sedemikian rupa sehingga ekornya berada
pada kepala 𝐴̅. Jumlah vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅ adalah vektor 𝑅̅ yang menghubungkan ekor 𝐴̅ dan kepala 𝐵̅ dapat
diukur (Gambar 1.4).
Gambar 1.4 Penjumlahan 2 vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅
Dengan cara yang sama dilakukan bila lebih dari 2 vektor dijumlahkan. Vektor resultan R adalah vektor
yang ditarik dari ekor vektor pertama ke kepala vektor terakhir (Gambar 1.5).

Gambar 1.5 Penjumlahan vektor R=A+B+C+D


b. Metode Jajaran Genjang
Vektor resultan 𝑅̅ = 𝐴̅ + 𝐵̅ dapat dihitung dengan :
1) Membuat titik tangkap vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅ berimpit
2) Membuat jajaran genjang dengan vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅ sebagai sisi-sisinya
3) Menarik diagoonal dari titik tangkap vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅
Vektor 𝑅̅ = 𝐴̅ + 𝐵̅ adalah vaktor diagonal jajaran genjang tersebut (Gambar 1.6).

Gambar 1.6 Vektor 𝑅̅ = 𝐴̅ + 𝐵̅ dengan metoda jajaran genjang

Bila 𝜃 = (𝐴̅, 𝐵̅ ) = sudut antara vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅ maka:


𝑅 = |𝐴̅ + 𝐵̅ | = √𝐴2 + 𝐵 2 − 2𝐴𝐵 cos 180 − 𝜃
Arah vektor 𝑅̅ terhadap vektor 𝐵̅ adalah (𝑅̅ , 𝐵̅ ) disini:
𝑅̅ 𝐴̅
=
sin(180 − 𝜃) sin(𝑅̅ , 𝐵̅ )
c. Metoda Komponen
Menjumlahkan dua atau labih vektor 𝐴̅, 𝐵̅ , 𝐶̅ , ….sekaligus dengan metoda komponen dilakukan sebagai
berikut :
1) Uraikan semua vektor ke dalam komponen dalam arah x, y, dan z
2) Jumlahkan kompoonen-komponen dalam arah x, y dan z bersama-sama yang memberikan
𝑅𝑥 , 𝑅𝑦 , 𝑅𝑧
Artinya, besarnya 𝑅𝑥 , 𝑅𝑦 , 𝑅𝑧 diberikan oleh :
𝑅𝑥 = 𝐴𝑥 + 𝐵𝑥 + 𝐶𝑥 + ⋯
𝑅𝑦 = 𝐴𝑦 + 𝐵𝑦 + 𝐶𝑦 + ⋯
𝑅𝑧 = 𝐴𝑧 + 𝐵𝑧 + 𝐶𝑧 + ⋯
3) Hitung besar dan arah resultan 𝑅̅ dari komponennya 𝑅̅𝑥 , 𝑅̅𝑦 , dan 𝑅̅𝑧 . Besarnya vektor resultan 𝑅̅
dinyatakan dengan :
𝑅 = √𝑅𝑥 2 + 𝑅𝑦 2 + 𝑅𝑧 2
Dan arahnya terhadap sumbu x, y, dan z adalah :
𝑅 𝑅𝑦 𝑅
cos 𝛼 = 𝑅𝑥 , cos 𝛽 = 𝑅 , cos 𝛾 = 𝑅𝑧

1.4.4 Perkalian Vektor


a. Perkalian vektor dengan skalar
Bila vektor 𝐴̅ = 𝐴𝑋 𝑖̂ + 𝐴𝑦 𝑗̂ + 𝐴𝑧 𝑘̂ dikalikan dengan suatu skalar λ diperoleh vektor
λ 𝐴̅ = λ𝐴𝑋 𝑖̂ + λ𝐴𝑦 𝑗̂ + λ𝐴𝑧 𝑘̂
Bila λ > 0, arak vektor λ 𝐴̅ searah dengan vektor 𝐴̅
Bila λ < 0, arak vektor λ 𝐴̅ berlawanan arah dengan vektor 𝐴̅
b. Perkalian titik (dot or scalar product)
Perkalian titik dua vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅ ditulis 𝐴̅ . 𝐵̅ adalah suatu besaran skalar yang didefinisikan sebagai
:
𝐴̅ . 𝐵̅ = 𝐴𝐵 cos 𝜃
Disini 𝜃 adalah sudut antara vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅.
Karena 𝑖̂, 𝑗̂ dan 𝑘̂ adalah orthogonal maka :
𝑖̂. 𝑖̂ = 𝑗̂. 𝑗̂ = 𝑘̂. 𝑘̂ = (1)(1) cos 0 = 1
𝑖̂. 𝑗̂ = 𝑖̂. 𝑘̂ = 𝑗̂. 𝑘̂ = (1)(1) cos 90° = 0
Sehingga :
𝐴̅. 𝐵̅ = 𝐴𝑥 𝐵𝑥 + 𝐴𝑦 𝐵𝑦 + 𝐴𝑧 𝐵𝑧 = 𝐴𝐵 cos 𝜃

c. Perkalian silang (Cross or vektor product)


Perkalian silang dua vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅ ditulis 𝐴̅𝑥𝐵̅ adalah vektor 𝑅̅ yang didefinisikan sebagai :
𝑅̅ = 𝐴̅𝑥𝐵̅ = (𝐴𝐵 sin 𝜃)𝑒𝑅 0 ≤ 𝜃 ≤ 180
Di sini vektor 𝑅̅ tegak lurus pada bidang yang melalui vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅, dan arahnya sesuai dengan
ptaran sekrup bila diputar dari 𝐴̅ ke 𝐵̅ melalui sudut 𝜃 yang lebih kecil. Dengan demikian 𝑒̂𝑅 adalah
vektor satuan yang memberikan arah dari vektor 𝑅̅ = 𝐴̅𝑥𝐵̅ . Karena 𝑖̂, 𝑗̂, dan 𝑘̂ adalah orthogonal maka
:
𝑖̂𝑥𝑖̂ = 𝑗̂𝑥𝑗̂ = 𝑘̂𝑥𝑘̂ = 0
𝑖̂𝑥𝑗̂ = 𝑘̂ 𝑗̂𝑥𝑘̂ = 𝑖̂ 𝑘̂𝑥𝑖̂ = 𝑗̂
Dan bila 𝐴 = 𝐴𝑋 𝑖̂ + 𝐴𝑦 𝑗̂ + 𝐴𝑧 𝑘 dan 𝐵̅ = 𝐵𝑋 𝑖̂ + 𝐵𝑦 𝑗̂ + 𝐵𝑧 𝑘̂ maka:
̅ ̂
𝐴̅𝑥 𝐵̅ = (𝐴𝑦 𝐵𝑧 − 𝐴𝑧 𝐵𝑦 )𝑖̂ + (𝐴𝑧 𝐵𝑥 − 𝐴𝑥 𝐵𝑦 )𝑗̂ + (𝐴𝑥 𝐵𝑦 − 𝐴𝑦 𝐵𝑥 )𝑘̂
𝑖̂ 𝑗̂ 𝑘̂
= |𝐴𝑥 𝐴𝑦 𝐴𝑧 |
𝐵𝑥 𝐵𝑦 𝐵𝑧
BAB 2
Gerak Dalam Satu Dimensi

2.1 Posisi, Kecepatan, Percepatan


Dalam bab ini kita akan meninjau gerak titik partikel secara geometris, yaitu meninjau gerak partikel
tanpa meninjau penyebab geraknya. Cabang ilmu mekanika yang meninjau gerak partikel tanpa meninjau
penyebab geraknya disebut sebagai kinematika. Walaupun kita hanya meninjau gerak titik partikel, tetapi
dapat dimanfaatkan juga untuk mempelajari gerak benda maupun sistem yang bukan titik. Karena selama
pengaruh penyebab gerak partikel hanya pengaruh eksternal, maka gerak keseluruhan benda dapat diwakili
oleh gerak titik pusat massanya. Pembuktian terhadap pernyataan ini akan diberikan belakangan.
Gerak lurus adalah gerak titik P sepanjang lintasan lurus, di sini lintasan diambil sepanjang sumbu
𝑥.
a. Posisi titik P pada setiap waktu t dinyatakan sebagai jarak x dari suatu titik asal yang tetap O pada
sumbu 𝑥. Jarak 𝑥 ini positif atau negatif sesuai dengan ketentuan tanda yang berlaku.
b. Kecepatan rata-rata 𝒗 ̅ dari titik P dalam selang waktu t dan 𝑡 + ∆𝑡 selama perpindahan posisi dari 𝑥
ke 𝑥 + ∆𝑥 adalah :
∆𝑥 𝑥𝑡 − 𝑥0
𝑣̅ = =
∆𝑡 𝑡 − 𝑡0
c. Kecepatan sesaat 𝒗 dari tiitk P adalah limit kecepatan rata-rata untuk pertambahan waktu mendekati
nol. Secara matematis ditulis :
∆𝑥 𝑑𝑥
𝑣 = lim =
∆𝑡→0 ∆𝑡 𝑑𝑡
d. Percepatan rata-rata 𝒂 ̅ dari titik P dalam selang waktu 𝑡 dan 𝑡 + ∆𝑡 selama perubahan kecepatan dari
𝑣 menjadi 𝑣 + 𝑣 adalah :
∆𝑣 𝑣𝑡 − 𝑣0
𝑎̅ = =
∆𝑡 𝑡 − 𝑡0
e. Percepatan sesaaat 𝒂 suatu titik P adalah limit percepatan rata-rata untuk pertambahan waktu
mendekati nol. Secara matematis ditulis :
∆𝑣 𝑑𝑣 𝑑 2 𝑥
𝑎 = lim = =
∆𝑡→0 ∆𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡 2
2.2 Gerak Lurus Beraturan
Gerak lurus beraturan adalah gerak titik P yang lintasannya berbentuk
garis lurus dengan sifat bahwa jarak yang ditempuh tiap satuan waktu tetap.
Perhatikan gambar 2.1, 𝑃𝑜 ,𝑃1 ,𝑃1 adalah posisi titik P pada saat 𝑡 = 𝑡0 , dan 𝑡2
dengan vektor posisi 𝑟̅0 , 𝑟̅1, 𝑟̅2 dan perpindahan ∆𝑟̅1dan ∆𝑟̅2.
∆𝑟1 ditempuh dalam ∆𝑡1 = 𝑡1 − 𝑡0 dan ∆𝑟2 dalam ∆𝑡2 = 𝑡2 − 𝑡1
Bila ∆𝑡1 = ∆𝑡2 = ∆𝑡 dan ∆𝜋̅1 = ∆𝜋̅2 = ∆𝑟̅ = 𝑟 adalah konstan maka gerak benda disebut gerak lurus
beraturan. Persamaan lintasan titik P adalah :
𝑟̅ = 𝑟̅0 + ∆𝑟̅ = 𝑟̅0 + ∆𝑟̅ 𝑒̂𝑟

Disini 𝑒̂𝑟 adalah vektor satuan perpindahan ∆𝑟̅ dan besar perpindahan ∆𝑟 adalah tetap dalam selang
ar 2.1 waktu ∆𝑡 yang sama.
Kecepatan gerak titik P dalam selang waktu ∆𝑡 adalah :
∆𝑟
𝑣= = 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝
∆𝑡
Atau
∆𝑟 = 𝑣∆𝑡
Persamaan lintasan dalam vektor posisi menjadi:
∆𝑟̅ = 𝑟̅0 + 𝑣. 𝑡𝑒̂𝑟
Lintasan ini berupa garis lurus dan bukan pada sumbu x atau y maka komponen-komponennya adalah :
𝑥̅ = 𝑥̅𝑜 + 𝑣𝑥 𝑡𝑖̂ atau 𝑥̅ 𝑖̂ = 𝑥̅𝑜 𝑖̂ + 𝑣𝑥 𝑡𝑖̂
𝑦̅ = 𝑦̅𝑜 + 𝑣𝑦 𝑡𝑖̂ atau 𝑦̅𝑖̂ = 𝑦̅𝑜 𝑖̂ + 𝑣𝑦 𝑡𝑖̂
Karena gerak ini dalam gerak satu dimensi dan pada umumnya titik 𝜃 diambil di titik 𝑃0 maka persamaan
lintasan menjadi :
𝑥 = 𝑣𝑥 𝑡 atau 𝑦 = 𝑣𝑦 𝑡
Disini 𝑣𝑥 dan 𝑣𝑦 adalah 𝑣𝑥 dan 𝑣𝑦 rata-rata dan besarnya tetap. Jadi dalam gerak lurus beraturan kecepatan
rata-rata sama dengan kecepatan sesaat, atau
𝑣𝑟 = 𝑣 = 𝑐 (konstan)
Maka percepatan sesaat dalam gerak lurus beraturan :
𝑑𝑣 𝑑
𝑎= = (𝑐) = 0
𝑑𝑡 𝑑𝑡
Grafik 𝑥 vs 𝑡, 𝑣 vs 𝑡 dan 𝑎 vs 𝑡 dapat dilihat dalam Gambar 2.2

Gambar 2.2 Grafik x, v, dan a fungsi t

2.3 Gerak Lurus Berubah Beraturan


Gerak lurus berubah beraturan ialah gerak sebuah benda yang lintasannya berbentuk garis lurus dengan
sifat bahwa jarak yang ditempuh tiap satuan waktu berubah lebih besar atau lebih kecil, artinya tidak tetap.
Di sini jarak yang ditempuh makin besar atau makin kecil artinya gerak dipercepat atau diperlambat.
Contoh gerak lurus berubah beraturan adalah gerak jatuh bebas. Gerak jatuh bebas adalah gerak lurus
dipercepat beraturan yang lintasannya vertikal ke bawah sejajar sumbu 𝑦 dan biasanya arah ke bawah
diambil sebagai arah positif. Gerak jatuh bebas adalah gerak benda yang dilepaskan dari suatu tempat di
atas permukaan bumi tanpa kecepatan awal.
Dari percobaan diperoleh bahwa jarak yang ditempuh berbanding lurus dengan kuadrat dari waktu, artinya
:
𝑦 = 𝑐. 𝑡 2
Disini 𝑐 adalah konstanta tak bergantungpada benda dan waktu. Gambar 2.3 menunjukkan lintasan gerak
jatuh bebas dari titik 𝑃0
Gambar 2.3 Lintasan Gerak Jatuh Bebas.
a) Titik tinjau 0 dari luar sumbu Y,
b) Titik tinjau 0 pada sumbu Y

Persamaan lintasan untuk Gambar 2.3 a)


𝑟̅ = 𝑟̅0 + ∆𝑟̅ = 𝑟̅0 + 𝑐𝑡 2 𝑗̂
Persamaan lintasan untuk Gambar 2.3 b)
𝑦̅ = 𝑦̅0 + ∆𝑦̅ atau 𝑦𝑗̂ = (𝑦0 + ∆𝑦)𝑗̂ = (𝑦0 + 𝑐𝑡 2 )𝑗̂
Karena lintasannya garis lurus maka persamaan 𝑦𝑗̂ = (𝑦0 + ∆𝑦)𝑗̂ = (𝑦0 + 𝑐𝑡 2 )𝑗̂ pada umumnya ditulis
dengan tanpa tanda vektor.
𝑦 = 𝑦0 + 𝑐𝑡 2
Persamaan kecepatan benda:
𝑑𝑦
𝑣𝑦 = = 2𝐶𝑡
𝑑𝑡
Persamaan percepatan benda:
𝑑𝑣𝑦
𝑎𝑦 = = 2𝐶
𝑑𝑡
𝑑𝑦
Dari persamaan 𝑣𝑦 = 𝑑 = 2𝐶𝑡 dapat disimpukan bahwa kecepatan rata-rata gerak lurus berubah beraturan
𝑡
sangat bergantung pada interval waktu, jadi besarnya tidak sama dengan kecepatan sesaat.
Sebagaimana diketahui bahwa setiap benda yang jatuh bebas di dekat permukaan bumi mempunyai
percepatan ke bawah yang disebut percepatan gaya tarik bumi atau percepatan gravitasi bumi 𝑔.
𝑑𝑣𝑦
Percepatan gravitasi bumi ini besarnya rata-rata : 𝑔 = 9,8 𝑚/𝑠 2 . Dari persamaan 𝑎𝑦 = 𝑑 = 2𝐶 dan 𝑔 =
𝑡
9,8 𝑚/𝑠 2 diperoleh:
1
𝑎𝑦 = 2𝑐 = 𝑔 atau 𝑐 = 2 𝑔
Persamaan lintasan gerak benda jatuh bebas menjadi :
1
𝑦 = 𝑦0 + 𝑔𝑡 2
2
𝑣𝑦 = 𝑔𝑡
𝑎𝑦 = 𝑔 = 9,8 𝑚/𝑠 2
Bila titik tinjau 𝜃 berimpit dengan 𝑃0 persamaan lintasan atuh bebas menjadi :
1
𝑦 = 2 𝑔𝑡 2 dan 𝑣𝑦 = 𝑔𝑡
Bila persamaan 𝑣𝑦 = 𝑔𝑡 ditulis:
𝑣𝑦 1
𝑡= dan disubsitusikan ke persamaan 𝑦 = 2 𝑔𝑡 2 diperoleh 𝑣𝑦 2 = 2𝑔𝑦
𝑔
Atau
𝑣𝑦 = √2𝑔𝑦
Benda jatuh bebas adalah gerak lurus berubah beraturan, maka persamaan gerak lurus berubah beraturan
tanpa kecepatan awal (𝑣0 = 0) secara umum dapat ditulis :
1 1
𝑥 = 𝑥𝑜 + 2 𝑎𝑡 2 atau 𝑠 = 𝑠0 + 2 𝑎𝑡 2
𝑣𝑥 = 𝑎𝑡 𝑣 = 𝑎𝑡
2 ) 2
𝑣𝑥 = 2𝑎(𝑥 − 𝑥0 𝑣 = 2𝑎(𝑠 − 𝑠0 )
Bilamana benda bergerak dengan kecepatan awal 𝑣0 , persamaan lintsan menjadi:
1 1
𝑥 = 𝑥0 + 𝑣0 𝑡 + 2 𝑎𝑡 2 atau 𝑠 = 𝑠0 + 𝑣0 𝑡 + 2 𝑎𝑡 2
𝑣𝑥 = 𝑣0 + 𝑎𝑡 𝑣 = 𝑣0 + 𝑎𝑡
𝑣𝑥2 = 𝑣0 2 + 2𝑎(𝑥 − 𝑥0 ) 𝑣 2 = 𝑣02 + 2𝑎(𝑠 − 𝑠0 )
𝑣 +𝑣 𝑣 +𝑣
𝑣𝑟 = 0 2 𝑥 𝑣𝑡 = 02
Grafik 𝑥 vs 𝑡, 𝑣 vs 𝑡, dan 𝑎 vs 𝑡 dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut
Gambar 2.4 Grafik gerak berubah beraturan

Dalam Gambar 2.4 dapat dapat dilihat bahwa bila percepatan 𝑎 > 0, keceptana 𝑣 naik dan jarak 𝑥
mempunyai titik maksimum dengan bertambahnya waktu. Sebaliknya bila 𝑎 < 0, kecepatan 𝑣 turun dan
jarak 𝑥 mempunyai tinggi maksimum.

BAB 3
Gerak Dalam Dua Dimensi
3.1 Gerak Melingkar Beraturan
Sebuah benda yang bergerak melingkar dengan laju 𝑣 yang tetap dikatakan benda melakukan gerak
melingkar beraturan. Gerak bulan dalam mengitari bumi begitu pula bumi dalam mengitari matahari adalah
contoh dari gerak melingkar beraturan. Walaupun besar kecepatan (laju) tetap, tetapi arahnya selalu
berubah. Gambar 3.1. Karena percepatan didefinisikan sebagai harga perubahan kecepatan, maka
perubahan dalam arah kecepatan menunjukkan suatu percepatan pula. Dengan demikian, suatu benda yang
melakukan gerak melingkar beraturan adalah sepercepatan.

Gambar 3.1
Percepatan didefinisikan sebagai :
∆𝑣 𝑑𝑣
𝑎̅ = lim =
∆𝑡→0 ∆𝑡 𝑑𝑡
Disini 𝑎̅ adalah perubahan kecepatan dalam interval waktu singkat ∆𝑡. Dalam waktu ∆𝑡 partikel
dalam Gambar 3.2a bergerak dari titik A ke B, menempuh jarak ∆𝑙 melewati sudut kecil ∆𝜃. Perubahan
vektor kecepatannya adalah 𝑣̅ − 𝑣̅𝑜 = ∆𝑣̅ . Bila 𝑣̅𝑜 dipindahkan ke ruas kanan, persamaan menjadi adalah
∆𝑣̅ = 𝑣̅𝑜 + ∆𝑣. Disini ∆𝑣̅ adalah suatu vektor seperti ditunjukkan Gambar 3.2b. Dalam diagram ini dapat
diartikan bahwa bilamaan 𝑡 sangat kecil (mendekati nol), maka ∆𝑙 dan ∆𝜃 juga sangat kecil, 𝑣̅ dan ∆𝑣̅ akan
menjadi tegak lurus pada keduanya. Dengan demikian ∆𝑣̅ menuju ke arah pusat lingkaran. Sesuai dengan
definisi percepatan di atas, percepatan 𝑎̅ mempunyai arah yang sama dengan arah 𝑣̅ , yaitu menuju ke pusat
lingkaran. Oleh karena itu percepatan 𝑎̅ disebut percepatan sentripetal dan diberi tanda 𝑎̅𝑐 (pada sumber
lain diberi tanda 𝑎̅𝑠 ).

Gambar 3.2
Arah percepatan telah diperoleh yaitu menuju ke pusat lingkaran, sekarang kita hitung berapa besar
percepatan sentripetal tersebut.
Lihat segitiga ABC dan segitiga yang dibentuk oleh vektor 𝑣̅𝑜 , 𝑣̅ , dan ∆𝑣̅ dalam Gambar 3.2.
kedua segitiga tersebut sebangun, maka :
∆𝑣 ∆𝑙 𝑣
= 𝑟 atau ∆𝑣 = 𝑟 ∆𝑙
𝑣
Untuk ∆𝑡 → 0, tali busur AB sama panjang dengan busur ∆𝑙. Besar percepatan 𝑎𝑠 didefinisikan
sebagai :
∆𝑣 ∆𝑙
𝑎𝑠 = lim = lim
∆𝑡→𝑜 ∆𝑡 ∆𝑡→𝑜 ∆𝑡
Dan kerana
∆𝑙 𝑣2
𝑣 = lim maka 𝑎𝑠 =
∆𝑡→𝑜 ∆𝑡 𝑟
Suatu benda yang bergerak melingkar beraturan dengan jari-jari 𝑟 dan laju 𝑣 mempunyai
𝑣2
percepatan sentriptal 𝑎𝑠 = 𝑟 . Besar percepatan ini tergantung pada jari-jari 𝑟. Untuk gerakan satelit yang
mengitari bumi percepatan sentripetalnya adalah percepatan gravitasi bumi 𝑔̅ .

3.2 Gerak Melingkar Berubah Beraturan


Bilamana laju dari benda yang bergerak melingkar berubah, berarti ada percepatan tangensial 𝑎̅ 𝑇 ,
seperti hanya percepatan sentripetal 𝑎̅𝑠 . Percepatan tangensial menimbulkan perubahan besar kecepatan :
𝑑𝑣
𝑎̅ 𝑇 =
𝑑𝑡
Sedangkan percepatan sentripetal menimbulkan perubahan arah kecepatan dan besarnya :
𝑣2
𝑎𝑠 =
𝑟
Percepatan tangensial selalu menyinggung lingkaran dan arahnya sejajar dengan kecepatan bilamana
lajunya bertambah (Gambar 3.3). Sebaliknya arah 𝑎̅ 𝑇 akan berlawanan dengan 𝑣̅ bilamana lajunya
berkurang. Dengan demikian 𝑎̅ 𝑇 dan 𝑎𝑠 selalu saling tegak lurus dan arahnya berubah terus menerus
sepanjang benda bergerak melingkar.
Percepatan total benda :
𝑎 = 𝑎̅ 𝑇 + 𝑎𝑠
Dan besarnya :
𝑎 = √𝑎̅𝑠 2 + 𝑎̅ 𝑇 2
Gambar 3.3 Gerak Melingkar Berubah Beraturan

3.3 Gerak Peluru


Gerak peluru adalah gerak sebuah peluru yang dilemparkan dengan arah yang tidak vertikal sehingga
geraknya hanya dipengaruhi oleh percepatan gravitasi bumi dan lintasannya berupa parabola.

Gambar 3.1

Misalkan sebuah peluru dilemparkan dari titik O dengan kecepatan 𝑣0 dengan arah terhadap
horizontal, maka lintasan peluru akan berada dalam satu bidang datar dan berbentuk lengkung (bukan
garis lurus) berarti akan mencapai titik tertinggi (A) dan titik terjauh (B) terhadap titik pelemparan O.
Karena gerak ini berada pada bidang datarberarti merupakan resultan dari dua gerak yaitu pada arah
vertikal dan horizontal. Jika bidang datar ini adalah bidang XOY, maka arah horizontal = arah 𝑥 dan arah
vertikal = arah 𝑦. Dalam perjalanannya peluru tersebut hanya dipengaruhi oleh percepatan gravitasi bumi
yang arah vertikal ke bawah, berarti // sumbu 𝑦, sedangkan pada arah horizontal tidak ada percepatan, jadi
pada permulaan geraknya pada arah vertikal peluru mendapat perlambatan, karena percepatan dan
kecepatan arahnya berlawanan. Pada suatu titik jika 𝑣𝑦 = 0, peluru akan berhent dan kemudian jatuh
kembali dengan dipercepat. Komponen gerak pada arah 𝑦 adalah gerak lurus dipercepat beraturan dengan
kecepatan awal, sedangkan pada arah 𝑥 terhadap gerak lurus beraturan. Disini pengaruh udara diabaikan.
Gerak dalam arah sumbu 𝑥 adalah gerak lurus berubah beraturan karena percepatan 𝑎𝑥 = 0 disini :
𝑣𝑥 = 𝑣0 cos 𝜃 = 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝
Dan
𝑥 = 𝑣0𝑥 . 𝑡 = 𝑣0 cos 𝜃𝑡
Gerak dalam arah sumbu Y adalah gerak lurus lurus berubahnberaturan dengan percepatan 𝑎𝑦 = −𝑔
disini:
𝑣𝑜𝑦 = 𝑣𝑜 sin 𝜃
1 1
𝑦 = 𝑣𝑜𝑦 𝑡 − 𝑔𝑡 2 = 𝑣𝑜 sin 𝜃𝑡 − 𝑔𝑡 2
2 2
𝑣𝑦 = 𝑣𝑜𝑦 − 𝑔𝑡 = 𝑣𝑜 sin 𝜃 − 𝑔𝑡
Kecepatan peluru pada saat t adalah :
𝑣 = √𝑣𝑥2 − 𝑣𝑦2
Arah kecepatan peluru menyinggung lintasannya dinyatakan dengan :
𝑣𝑦
tan 𝜃 =
𝑣𝑥
Disini 𝜃 adalah sudut antara kecepatan 𝑣 dengan sumbu x positif.
Peluru akan mencapai tinggi maksimum bila :
𝑣𝑦 = 0 = 𝑣0 sin 𝜃 − 𝑔𝑡
Atau
𝑣0 sin 𝜃
𝑡𝑦 (𝑚𝑎𝑘𝑠) =
𝑔
1 1
Sehingga dari persamaan 𝑦 = 𝑣𝑜𝑦 𝑡 − 2 𝑔𝑡 = 𝑣𝑜 sin 𝜃𝑡 − 2 𝑔𝑡 2 diperoleh Y tinggi maksimum
2

𝑣02 𝑠𝑖𝑛2 𝜃
𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠 =
2𝑔
Dan
𝑣 = 𝑣𝑥 = 𝑣0 cos 𝜃
Pada saat peluru mencapai jarak mendatar terjauh (B) bila :
1
𝑦 = 0 = 𝑣0 sin 𝜃𝑡 − 𝑔𝑡 2
2
Atau
2𝑣0 sin 𝜃
𝑡𝑥 (𝑚𝑎𝑘𝑠) =
𝑔
Dari persamaan 𝑥 = 𝑣0𝑥 . 𝑡 = 𝑣0 cos 𝜃𝑡 diperoleh jarak terjauh:
𝑣𝑜2 sin 2𝜃
𝑥𝑚𝑎𝑘𝑠 =
𝑔
Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa jarak mendatar terjauh diperoleh bila sin 2𝜃 = 1 sudut
lemparan (elevasi) =45o. Syarat-syarat yang harus dipenuhi pada gerak peluru adalah :
1. Jarak cukup kecil sehingga kelengkungan bumi dapat diabaikan
2. Ketinggian cukup kecil sehingga perubahan percepatan gravitasi terhadap ketinggian dapat diabaikan.
Untuk jarak jauh, keadaan lintasan dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.2
Arah semua 𝑔 ke pusat bumi. Lintasan ini tidak lagi parabola, tetapi elips. Jika gerak peluru
dipengaruhi gesekan udara lintasannya berubah.

Gambar 3.3
Lintasan (1) : lintasan sebenarnya di udara
Lintasan (2) : lintasan di vakum

3.4 Besaran Angular


Perpindahan angular (perpindahan sudut) biasanya dinyatakan dalan radian, derajat atau putaran.
1 putaran = 360o = 2𝜋 rad atau 1 rad = 57,3o
Satu radian adalah sudut datar pada pusat lingkaran di antara dua buah jari-jari 𝑟 yang mencakup
busur 𝑠 sepanjang jari-jari pada keliling lingkaran. Maka :
𝑠 = 𝑟𝜃
Satu rad sebagai ukuran sudut merupakan suatu bilangan dan sebenarnya tidak memiliki satuan.
Kecepatan sudut (𝜔) sebuah benda adalah perubahan koordinat sudut, yakni perpindahan sudut 𝜃,
per satuan waktu. Jika 𝜃 berubah dari 𝜃𝑜 menjadi 𝜃𝑡 dalam waktu 𝑡 maka kecepatan sudut rata-rata adalah :
𝜃𝑡 − 𝜃𝑜
𝜔
̅=
𝑡
Satuan 𝜔 ̅ adalah rad/s,o/s, atau putaran per menit (rpm) yakni satuan sudut dibagi satuan waktu, dapat
juga :
𝜔(dalam rad/s) = 2 f
Di sini f adalah frekuensi putaran dinyatakan dalam putaran/detik.
Percepatan sudut (𝛼) benda adalah perubahan sudut benda per satuan waktu. Jika kecepatan sudut
benda berubah beraturan dari harga 𝜔𝑜 menjadi 𝜔𝑡 dalam waktu 𝑡, maka :
𝜔𝑡 = 𝜔𝑜 𝑑𝜔
𝛼= =
𝑡 𝑑𝑡
Satuan 𝛼 adalah rad/s2 atau putaran/s2 dan seterusnya.
Gaya sentripetal adalah gaya (yang tidak mempunyai gaya reaksi) yang harus bekerja pada massa 𝑚
𝑣2
yang bergerak meingkar, agar massa itu mengalami percepatan sentripetal𝑎𝑠 = 𝑟 . Dari hubungan 𝐹 = 𝑚𝑎
diperoleh:
𝑣2
𝐹𝑠 = 𝑚
𝑟
3.5 Hubungan Antara Besaran Angular dan Besaran Tangensial
Persamaan gerak melingkar berubah beraturan adalah analog dengan persamaan gerak lurus berubah
beraturan yakni :

Gerak Lurus Gerak Melingkar


𝑣𝑜 + 𝑣𝑡 𝜔𝑜 + 𝜔𝑡
𝑣̅ = 𝜔̅=
2 2
𝑠 = 𝑣̅ 𝑡 𝜃=𝜔 ̅𝑡
𝑣𝑡 = 𝑣𝑜 + 𝑎𝑡 𝜔𝑡 = 𝜔𝑜 + 𝛼𝑡
𝑣𝑡 2 = 𝑣𝑜 2 + 2𝑎𝑠 𝜔𝑡 2 = 𝜔𝑜 2 + 2𝛼𝑡
1 1
𝑠 = 𝑣𝑜 𝑡 + 𝑎𝑡 2 𝜃 = 𝜔𝑜 𝑡 + 𝛼𝑡 2
2 2

Apabila roda dengan jari-jari 𝑟 berputar pada porosnya, maka suatu titik pada tepi roda digambarkan
dengan menyatakan panjang busur 𝑠 yang ditempuhnya, kecepatan tangensial 𝑣 dan percepatan tangensial
𝑎 𝑇 . Besaran-besaran ini berhubungan dengan besaran-besaran 𝜃, 𝜔, dan 𝛼 yang menggambarkan
perputaran roda itu melalui hubungan-hubungan berikut :
𝑠 = 𝑟𝜃 𝑣 = 𝜔𝑟 𝑎 𝑇 = 𝑟𝛼
Asal 𝜃, 𝜔, dan 𝛼 dinyatakan dalam rad, rad/s, dan rad/s2 dengan mudah dapat dilihat bahwa
sebenarnya adalah panjang tali yang melilit pada tepi roda atau jarak tempuh rda seandainya roda itu dapat
menggelinding tanpa slip. Dalam hal ini 𝑣 dan 𝑎 𝑇 adalah kecepatan dan percepatan pusat perputaran roda.

BAB 4
DINAMIKA

4.1 Hukum-Hukum Newton


Hukum Newton menyatakan hubungan antara gaya, massa, dan gerak benda. Hukum ini berdasarkan
prinsip Galileo yaitu : untuk merubah kecepatan, diperlukan pengaruh luar, yaitu gaya luar, tetapi untuk
mempertahankan kecepatan tak perlu gaya luar seperti yang dinyatakan dalam hukum I Newton.
HUKUM I NEWTON
Sebuah benda akan berada terus dalam keadaan diam atau bergerak lurus beraturan, kecuali apabila
dan hanya bila ada gaya atau kekuatan dari luar yang bekerja pada benda tersebut. Hukum ini merupakan
penyataan kesetimbangan (statis dan dinamis). Secara matematis hukum I Newton ditulis :
𝐹 = 0
HUKUM II NEWTON
Percepatan yang diperoleh benda bila dikerjakan gaya padanya akan berbanding lurus dengan
resultan gaya-gaya yang bekerja pada benda tersebut, dengan suatu konstanta pembanding yang merupakan
ciri khas benda.
𝑎̅ = 𝑘̅𝐹
1
𝑘 = konstanta pembanding = 𝑚, merupakan ciri khas dari benda jika 𝑚 = massa benda
𝐹
Jadi 𝑎̅ = atau 𝐹 = 𝑚𝑎̅, massa adalah skalar, arah 𝑎
𝑚
𝑑𝑣̅ 𝑑𝑣̅ 𝑑(𝑚𝑣̅) 𝑑𝑝̅
𝑎̅ = 𝑑𝑡 ; 𝐹 = 𝑚 𝑑𝑡 = 𝑑𝑡 = 𝑑𝑡
Jadi gaya adalah perubahan momentum per satuan waktu. Massa adalah ukuran dari inersia, ini
berarti bila 2 benda dengan 𝑚1 > 𝑚2 diberi gaya 𝐹 yang sama, maka 𝑎1 > 𝑎2 . Dengan kata lain massa
(inersia) yang lebih besar mendapat percepatan lebih kecil untuk gaya yang sama. Hukum ini merupakan
hukum yang berlaku pada gerak pusat massa.

HUKUM III NEWTON (berlaku untuk sistem 2 benda)


Dua benda yang berinteraksi akan menyebabkan gaya pada satu benda karena benda kedua (aksi)
yang sama dan berlawanan arah dengan gaya pada benda kedua – karena benda pertama. Singkatnya ditulis
:
Gaya aksi = - gaya reaksi
𝐹𝑎𝑘𝑠𝑖 = −𝐹𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖

4.2 Gaya
Gaya adalah besaran vektor dan satuannya adalah Newton, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Nama
Sistem Satuan Definisi
Khusus
SI Kg-m-det2 Newton (N) 1 N = gaya yang bekerja pada benda dengan
massa 1 kg, menyebabkan percepatan 1 m/det2
c.g.s gr-cm-det2 dyne (dn) 1 dn = gaya yang bekerja pada benda dengan
massa 1 gram menyebabkan percepatan 1
cm/sec2
British Pound-ft-1 lb Poundal 1 pdl = gaya yang bekerja pada benda dengan
(f.p.s) sec 2 (pdl) massa (pound) menyebabkan percepatan 1
ft/sec2
Praktis Kgf, lbf 1 kgf adalah gaya yang sama dengan berat
benda dengan massa 1 kg. Adanya kgf dan lbf
menyebabkan adanya satuan baru untuk massa,
jika gaya dinyatakan dalam persamaan 𝐹 =
𝑚. 𝑎
Dalam 1 lb = 0,0311 Slug 1 slug adalah massa suatu benda yang
satuan slug mendapatkan percepatan sebesar 1 ft sec-2 bila
Inggris dikerjakan gaya 1 lbf.
satuan (1 lbf = 1 slug.ft.sec-2
massa
adalah
4.3.1 Macam-Macam Gaya
Untuk sistem 2 benda titik terdapat gaya-gaya:
1. Gaya interaksi
2. Gaya kontak
GAYA INTERAKSI
Gaya interaksi ialah gaya yang ditumbulkan oleh suatu benda pada benda lain walaupun letaknya
berjauhan.
Misalnya : Gaya gravitasi
Gaya listrik
Gaya magnet
Medan adalah ruang yang merupakan daerah pengaruh gaya. Akibatnya benda-benda yang berada dalam
suatu medan (medan gravitasi, medan listrik, medan magnet) akan menderita gaya (gaya gravitasi, gaya
listrik, gaya magnet).

GAYA KONTAK
Gaya kontak adalah gaya yang terjadi hanya pada benda-benda yang bersentuhan. Macam-macam
gaya kontak : a. Gaya normal
b. Gaya gesekan
c. Gaya tegang tali
Gaya Normal ialah gaya reaksi dari gaya berat yang dikerjakan benda terhadap bidang tempat benda
terletak (benda melakukan aksi, bidang melakukan reaksi). Arah gaya normal N selalu tegak lurus pada
bidang.

Gambar 4.1
Gaya gesekan ialah gaya yang melawan gerak relatif sebuah benda. Macam-macam gaya gesekan :
I. Gaya gesekan antara zat padat dan zat padat
II. Gaya gesekan antara zat padat dan zat cair (fluida).
Arah gaya gesekan selalu sejajar dengan bidang tempat benda berada dan berlawanan arah dengan
arah gerak benda, jadi gaya gesekan melawan gerak (menghambat).

Gaya Gesekan Antar Zat Padat


Sebuah benda di atas meja didorong, artinya diberi kecepatan, maka benda akan bergerak di atas
meja, jika dorongan dihentikan, gerak benda akan lambat dan akhirnya berhenti, karena geraknya ada yang
menghambat atau melawan yaitu gaya gesekan luncur sebagai akibat kehilangan momentum. Gaya
gesekan adalah gaya yang disebabkan karena adanya interaksi antara molekul-molekul benda-benda yang
saling bergerak (relatif) berupa gaya-gaya adhesi dan kohesi. Gejala ini sukar dan bergantung pada banyak
faktor misalnya : keadaan permukaan, kecepatan relatif dan lain-lain. Besar gaya gesekan 𝑓 berbanding
lurus dengan gaya normal N dengan suatu konstanta pembanding 𝜇 yang dinamakan koefisien gesekan.
Gaya gesekan pada gerak relatif antara dua benda yang bersinggungan adalah gaya gesekan luncur
(kinetik):
𝑓 = 𝜇𝑘 𝑁
Gaya gesekan luncur selalu melawan gerak benda, jadi berlawanan arah dengan arah kecepatan. Pada
umumnya ada dua macam koefisien gesekan. Koefisien gesekan statik yang berlaku pada saat benda masih
diam, maka 𝑓𝑠 = 𝜇𝑠 𝑁, adalah gaya gesekan statik merupakan gaya terkecil yang diperlukan agar benda
dapat bergerak. Koefisien gesekan luncur 𝑓𝑘 yang berlaku pada saat benda sedang bergerak maka 𝑓𝑘 =
𝜇𝑘 𝑁, adalah gaya gesekan untuk mempertahankan gerak relatif kedua benda. Gaya gesekan adalah suatu
konsep statik karena gaya gesekan merupakan resultan (jumlah) dari banyak sekali interaksi antar molekul-
molekul dua benda yang bersinggungan.
𝜇𝑠 > 𝜇𝑘 → 𝑓𝑠 > 𝑓𝑘
Sebuah benda dalam keadaan diam, karena adanya kontak antara benda
dan bidang tempat dimana benda berada, maka akan ada hambatan untuk
melawan gerak relatif benda dan bidang.

Gambar 4.2
Misal pada gambar 4.3, sebuah benda ditarik oleh gaya P, tapi benda belum bergerak, karena
melawan P yaitu 𝑓𝑠 . Jika P diperbesar terus hingga akhirnya benda bergerak,maka gaya
gesekan pada saat benda mulai bergerak = 𝑓𝑘 < 𝑓𝑠 . Jadi memang dalam keadaan diam
gaya gesekan lebih besar daripada dalam keadaan bergerak.

Gambar 4.3
𝛴𝐹 = 𝑚. 𝑎
𝑃 − 𝑓𝑘 = 𝑚𝑎
Benda pada bidang miring : 𝑚. 𝑔 sin 𝜃 − 𝑓𝑘 = 𝑚. 𝑎

Gambar 4.4

Jika benda bergerak lurus berubah beraturan (a=0) maka :


𝑓𝑘 = 𝑚𝑔 sin 𝜃
Sifat-sifat gesekan (friksi) secara empiris:
I. Gaya maksimum dari friksi statik dan friksi kinetik antara 2 permukaan kering yang bersinggungan.
1. Secara pendekatan tak tergantung pada luas bidang yang bersinggungan, sebab semua benda tak
dapat dianggap bendaab moleku rigid (tak dapat berubah jika ada gaya yang bekerja pada benda).
II. Gaya friksi kinetik antara 2 permukaan sering dapat bergantung pada kecepatan relatif antara kedua
benda yang bersinggungan. Sebab molekul pada permukaan yang bersinggungan bergetar lebih hebat
bila kecepatan lebih besar.

Kesimpulan :
Untuk benda-benda yang tidak rigid (yang dapat berubah bentuk = berdeformasi) gaya friksi
tergantung pada :
1. Luas bidang yang bersinggungan
2. Kecepatan relatif antara benda-benda yang bersinggungan. Lihat Gambar 4.5, perhatikan tabel
berikut :
P F Keadaan
0 0 Diam
𝜇𝑠 𝑁 P Diam, tidak bergerak
𝜇𝑠 𝑁 P Diam, mulai akan bergerak
𝜇𝑘 𝑁 P Gerak lurus beraturan
𝜇𝑘 𝑁 = 𝜇𝑘 𝑁 Gerak lurus dipercepat

Jika gaya friksi pada saat benda mulai akan bergerak : 𝑓 = 𝑓𝑠 = 𝜇𝑠 𝑁, selanjutnya setelah benda
bergerak 𝑓 = 𝑓𝑠 = 𝜇𝑘 𝑁. Keterangan tadi dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 4.5
Gaya gesekan antara zat padat dan zat cair (fluida) (fluida friction).
Benda bergerak dalam cairan dengan kecepatan 𝑣, mengalami gaya gesekan 𝑓 yang tergantung pada :
1. Macam cairan (fluida)
2. Bentuk atau ukuran dari benda yang bergerak dalam cairan tersebut.
Koefisien gesekan fluida disebut koefisien viskositas (η). Untuk benda padat berbentuk bola dalam
cairan (fluida) berlaku hukum Stokes yang berbunyi:
Jika sebuah benda bergerak dalam fluida dengan kecepatan tetap, maka gaya gesekannya 𝑓 = 6𝜋𝜂𝑟𝑣,
dengan 𝑟 = jari-jari bola dan 𝑣 = kecepatan bola (tetap).

Gaya tegangan tali


Gaya tegang tali adalah gaya reaksi pada tali, pegas, batang yang terjadi karena ujung-ujungnya
dihubungkan dengan benda lain.
Gaya tegang tali adalah gaya yang bekerja pada penampang tali yang dapat diambil pada setiap
tempat pada tali, artinya satu bagian tali dianggap tak bermassa, sehingga gaya tegang tali pada setiap
tempat sama besarnya.
Gaya tegang tali pada batang dinamakan gaya penopang, selalu bekerja pada arah batang, dan ini
merupakan komponen gaya engsel (gaya pada batang karena engsel).

Gambar 4.6
BAB 5
USAHA DAN ENERGI

5.1 Pengertian Energi


Energi sering diebut juga tenaga. Dalam keadaan sehari-hari pengertian energi dihubungkan dengan
gerak, misal : anak yang energik artinya anak yang penuh energi selalu bergerak tak pernah diam. Energi
dihubungkan pula dengan kerja, misal : orang yang energik artinya orang yang mampu bekerja. Jadi energi
adalah kemampuan untuk melakukan kerja. Dalam fisika, energi dihubungkan dengan gerak, yaitu
kemampuan untuk melakukan kerja mekanik. Energi di dalam alam adalah besaran yang kebal.
Sifat-sifat energi :
1. Transformasi energi
Energi dapat diubah menjadi energi bentuk lain, tak dapat hilang, misal: energi gerak menjadi energi
listrik.
2. Trensfer energi
Energi dapat dipindahkan dari satu benda ke benda lain atau dari satu sistem ke sistem lain, misal: jika
memasak air, energi dari api dipindahkan ke air yang menjadi panas, menjadi energi panas
dipindahkan lagi ke dalam uap air, menjadi energi uap.
3. Kerja
Energi dapat pindah ke sistem lain melalui gaya yang menyebabkan pergeseran, adalah kerja mekanik
4. Energi tak dapat dibentuk dari nol dan tak dapat dimusnahkan.

5.2 Usaha
Pengertian usaha dalan fisika didefinisikan sebagai perkalian antara besar gaya yang menyebabkan
benda berpindah dengan besar perpindahan benda yang searah dengan arah gaya tersebut. Usaha yang
dilakukan gaya 𝐹̅ pada benda yang bergerak dari A ke B sepanjang lintasan tertentu adalah :
𝐵 𝐵
𝑊𝐴𝐵 = ∫ 𝐹̅ . 𝑑𝑆̅ = ∫ 𝐹𝑠 . 𝑑𝑆
𝐴 𝐴
Disini 𝐹𝑥 = 𝐹 cos 𝜃 adalah komponen gaya 𝐹̅ dalam arah lintasannya.
Karena 𝑑𝐹̅ = 𝑑𝑥. 𝑖̂ + 𝑑𝑦. 𝑗̂ + 𝑑𝑧. 𝑘̂ maka secara umum persamaan di atas dapat ditulis:
𝑑𝑊 = 𝐹̅ . 𝑑𝑆̅ = 𝐹𝑥 𝑑𝑥 + 𝐹𝑦 𝑑𝑦 + 𝐹𝑧 𝑑𝑧

Gambar 5.1
Satuan Usaha
Jika gaya 𝐹̅ dalam Newton (N) dan jarak s dalam meter (m) maka kerja W dalam Joule (J).
1 N.m = 1 kgm2.s-2 = 1 J
Jika gaya 𝐹̅ dalam dyne dan jarak s dalam cm maka kerja W dalam erg.
1 dyne.cm = 1 g.cm2.s-2 = 1 erg
Sehingga
1 J = 107 erg
5.2.1 Usaha yang Dilakukan Gaya Membentuk Sudut Sembarang
Perhatikan Gambar 5.2.

Gambar 5.2 Usaha yang dilakukan oleh gaya 𝐹 menyebabkan perpindahan sejauh 𝑠

Bara menarik balok dengan suatu gaya konstan 𝐹 dan menyebabkan balok berpindah sejauh 𝑠 dan
tidak searah dengan arah gaya 𝐹. Komponen gaya 𝐹 yang segaris dengan perpindahan adalah 𝐹𝑥 = 𝐹 cos 𝛼
dengan 𝛼 merupakan sudut apit antara arah gaya dan bidang horizontal. Berdasarkan definisi usaha
tersebut diperoleh persamaan sebagai berikut.
𝑊 = 𝐹𝑥 . 𝑠
= 𝐹 cos 𝛼
= 𝐹. 𝑠 cos 𝛼
5.2.2 Usaha yang Bernilai Negatif
Usaha boleh bernilai negatif. Berdasarkan persamaan 𝑊 = 𝐹. 𝑠 cos 𝛼, ketika 𝛼 berada pada rentang
90° < 𝛼 < 270°, usaha bernilai negatif. Hal ini disebabkan cos 𝛼 bernilai negatif. Misalnya, pada kasus
benda yang dilempar ke atas. Selama benda bergerak ke atas benda berpindah setinggi ℎ meter, pada benda
bekerja gaya berat 𝑊 yang arahnya ke bawah. Pada kasus ini arah gaya berat ke bawah berlawanan dengan
arah perpindahan mendbenda. Ketika benda dilemparkan, benda medapat sejumlah energi untuk melawan
gaya berat benda. Jadi, usaha yang dilakukan oleh gaya berat adalah negatif. Kasus lain yang bernilai
negatif adalah usaha yang dilakukan oleh gaya gesekan.

5.2.3 Usaha yang Dilakukan Gaya Membentuk Sudut 90o


Berdasarkan persamaan 𝑊 = 𝐹𝑠 cos 𝛼, jika 𝛼 = 90°, maka perpindahan benda tegak lurus terhadap
gaya yang beraksi pada benda. Karena cos 90° = 0, maka diperoleh 𝑊 = 0, dikatakan gaya tersebut tidak
melakukan usaha. Pda kasus ini dapat diartikan bahwa perpindahan benda bukan disebabkan oleh gaya
tersebut.

5.3 Macam-Macam Energi


1. Energi kinetik (Ek)
Energi kinetik adalah energi yang dimiliki oleh benda karena geraknya. Secara umum energi kinetik
suatu benda yang mempunyai massa 𝑚 dan bergerak dengan kecepatan 𝑣, maka energi kinetik 𝐸𝑘 =
1
𝑚𝑣 2 adalah kemampuan suatu benda untuk bergerak melakukan kerja
2
2. Energi Potensial Gravitasi
Energi potensial gravitasi adalah energi yang dimiliki benda karena keadaan atau kedudukan dari
benda lain. secara matematis ditulis:
𝐸𝑝 = 𝑚𝑔ℎ
Keterangan : Ep = energi potensial gravitasi (N)
m = massa benda (kg)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
h = ketinggian terhadap acuan (m)
3. Energi Potensial Elastis
Energi potensial elastis merupakan energi potensial karena adanya tarikan atau penekanan pegas.
Energi potensial elastis pegas adalah kemampuan suatu benda ayng dihubungkan dengan pegas untuk
berada pada posisi panjang pegas. Jika suatu pegas dengan konstanta pegas 𝑘 ditarik atau ditekan
sejauh 𝑥, maka energi potensial elastis pegas adalah :
1
𝐸𝑝 = 𝑘𝑥 2
2

5.4 Hukum Kekekalan Energi Mekanik


Energi mekanik didefinisikan sebagai penjumlahan antara energi kinetik dan energi potensial.
Misalkan terdapat suatu benda yang dijatuhkan dari ketinggian ℎ𝐴 di atas tanah. Pada ketinggian tersebut
benda memiliki 𝐸𝑃𝐴 = 𝑚𝑔ℎ𝐴 terhadap tanah dan 𝐸𝐾𝐴 = 0. Kemudian dalam selang waktu 𝑡 benda jatuh
sejauh ℎ𝐵 (jarak benda dari tanah ℎ𝐴 − 𝑗𝑎𝑑𝑖 ℎ𝐵 ). Persamaan energi mekaniknya menjadi seperti berikut :
𝐸𝑀𝐴 = 𝐸𝑀𝐵
𝐸𝑃𝐴 + 𝐸𝐾𝐴 = 𝐸𝑃𝐵 + 𝐸𝐾𝐵
1
𝑚𝑔ℎ𝐴 + 0 = 𝑚𝑔(ℎ𝐴 − ℎ𝐵 ) + 𝑚𝑣 2
2
1
𝑚𝑔ℎ𝐴 = (𝑚𝑔ℎ𝐴 − 𝑚𝑔ℎ𝐵 ) + 𝑚𝑣 2
2
Berdasarkan rumus jatuh bebas, benda yang jatuh sejauh ℎ𝐵 memiliki kecepatan sebesar 𝑣𝐴 =
√2𝑔ℎ𝐵
1
𝑚𝑔ℎ𝐴 = (𝑚𝑔ℎ𝐴 − 𝑚𝑔ℎ𝐵 ) + 𝑚(√2𝑔ℎ𝐵 )2
2
1
𝑚𝑔ℎ𝐴 = 𝑚𝑔ℎ𝐴 − 𝑚𝑔ℎ𝐵 + 𝑚2𝑔ℎ𝐵
2
1
𝑚𝑔ℎ𝐴 = 𝑚𝑔ℎ𝐴 − 𝑚𝑔ℎ𝐵 + 𝑚2𝑔ℎ𝐵
2
𝑚𝑔ℎ𝐴 = 𝑚𝑔ℎ𝐴
Persamaan di atas membuktikan bahwa energi mekanik yang dimiliki oleh suatu benda adalah kekal
(tetap). Pernyataan ini disebut kekekalan energi mekanik. Hukum kekekalan energi mekanik dapat
dirumuskan sebagai berikut.
𝐸𝑀𝐴 = 𝐸𝑀𝐵
𝐸𝑃𝐴 + 𝐸𝐾𝐴 = 𝐸𝑃𝐵 + 𝐸𝐾𝐵
1 1
𝑚𝑔ℎ𝐴 + 𝑚𝑣𝐴2 = 𝑚𝑔ℎ𝐵 + 𝑚𝑣𝐵 2
2 2
Hukum kekekalan energi mekanik berlaku hanya jika tidak ada energi yang hilang akibat adanya gaya
konservatif. Misalnya akibatnya gesekan udara maupun gesekan antara dua bidang yang bersentuhan. Gaya
konservatif adalah gaya yang tidak bergantung pada lintasan, tetapi hanya ditentukan oleh keadaan awal
dan akhir.

5.5 Gaya Konservatif


Usaha yang dilakukan oleh gaya konservatif untuk berpindah antara dua posisi tertentu hanya
bergantung pada kedua posisi tersebut, dan tidak bergantung pada jalan yang ditempuh. Contoh gaya
konservatif adalah gaya gravitasi dan gaya pegas.
Perhatikan Gambar 5.3 ! Berapakah usaha yang dilakukan oleh gaya gravitasi konstan untuk benda
yang berpindah dari posisi 1 ke posisi 2 pada gambar tersebut ?
Sesuai definisi usaha, usaha yang dilakukan oleh gaya gravitasi kosntan 𝑊 = 𝑚𝑔. Untuk benda yang
berpindah dari posisi 1 ke posisi 2, maka usaha sebesar selisih dari energi potensial gravitasinya.

Gambar 5.3 Usaha yang dilakukan benda untuk pindah posisi ditentukan
dari posisi awal dan akhirnya

𝑊1−2 = 𝑊𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑥 ∆𝑥 = ∆𝐸𝑝


= 𝑊 sin 𝛼 (−∆𝑥)
= 𝑚𝑔(−∆𝑥 𝑥 sin 𝛼)
Karena ∆𝑥, maka:
𝑊1−2 = −𝑚𝑔∆ℎ = −𝑚𝑔(ℎ2 − ℎ1 )
Pada persamaan di atas tampak bahwa usaha yang dilakukan oleh gaya gravitasi konstan dan tidak
bergantung pada jalan yang ditempuh. Gaya ini hanya bergantung pada ketinggian vertikal kedua posisi
tersebut dari bidang acuan yang dipilih (tergantung dari posisi akhir dan posisi awal benda).

5.6 Daya
Daya adalah laju benda melakukan kerja.
𝑑𝑊 𝑑𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑧
𝑃= = 𝐹̅ . 𝑣̅ = 𝐹𝑣 cos 𝜃 = 𝐹𝑥 + 𝐹𝑦 + 𝐹𝑧
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡
Disini 𝐹̅ dan 𝑣̅ masing-masing menyatakan gaya dan kecepatan sesaat sedangkan 𝜃 adalah sudut
antara gaya 𝐹̅ dan kecepatan 𝑣̅ .
Jika daya tidak berubah-ubah terhadap waktu maka :
𝑊
𝑃=
𝑡
Satuan Daya
Jika kerja 𝑊 dinyatakan dalam joule (J) dan waktu 𝑡 dalam sekon (𝑠) maka daya 𝑃 dalam Watt (𝑊).
Sehingga :
1 Watt = 1 J.s-1 = 1 kg.m2.s-3 = 1 N.m.s-1
Satuan daya yang juga sering dipakai adalah daya kuda (horse power = hp) dan ld.ft/s
1 daya kuda = 1 hp = 746 W = 550 lb.ft/s
Jika gaya melakukan usaha 1000 J dalam waktu satu detik akan menghasilkan daya sebesar 1
kilowatt (1 KW) dan dalam satu jam gaya itu melakukan usaha sebanyak 1 kWh
1 kWh = 3,6 x 106 J
BAB 6
MOMENTUM LINEAR DAN TUMBUKAN

6.1 Momentum Linier


Momentum 𝑃̅ dari suatu partikel didefinisikan sebagai hasil kali massa 𝑚 dan kecepatannya 𝑣̅ .
𝑃̅ = 𝑚𝑣̅
Momentum adalah besaran vektor dan arahnya sama dengan arah kecepatan 𝑣̅ . Satuan momentum
adalah satuan massa x kecepatan dalam SI dinyatakan dengan kg.ms-1. Istilah momentum selalu diartikan
dengan momentum linier 𝑃̅, hal ini dimaksudkan untuk membedakan dengan momentum angular dari
benda yang bergerak melingkar.
Sebuah gaya diperlukan untuk mengubah momentum suatu benda, baik untuk menambah,
mengurangi atau mengubah arahnya. Newton orang pertama kali yang menyatakan istilah momentum
dalam hukumnya yang kedua, walaupun ia menyebut hasil kali 𝑚𝑣 sebagai besaran gerak.
Hukum kedua Newton dapat juga diartika sebagai perubahan momentum rata-rata suatu partikel
sama dengan gaya resultan yang bekerja padanya.
𝑑𝑃̅
𝐹̅ =
𝑑𝑡
Persamaan di atas berlaku untuk satu partikel. Untuk sistem yang terdiri dari 𝑛 partikel dengan massa
total 𝑀 = 𝑚1 + 𝑚2 + 𝑚2 + ⋯ + 𝑚𝑛 dan momentum 𝑃̅1 = 𝑚1 𝑣̅1 , 𝑃̅2 = 𝑚2 𝑣̅2 ,....., 𝑃̅𝑛 = 𝑚𝑛 𝑣̅𝑛 , maka
momentum total sistem P didefinisikan sebagai:
𝑃̅ = 𝑚1 𝑣̅1 + 𝑚2 𝑣̅2 + ⋯ 𝑚𝑛 𝑣̅𝑛 = 𝛴𝑃̅𝑖
Karena 𝑀𝑣̅𝑝𝑚 = 𝛴𝑚𝑖 𝑣̅𝑖 maka persamaan di atas menjadi:
𝑃̅ = 𝑀𝑣̅𝑝𝑚
Dengan demikian, “momentum linier total dari sistem pertikel-partikel sama dengan hasil kali massa
total M dengan kecepatan pusat massa dari sistem”. Atau, momentum linier dari suatu benda secara
keseluruhan sama dengan hasil kali massa benda itu dengan kecepatan pusat massanya.
Jika persamaan 𝑃̅ = 𝑀𝑣̅𝑝𝑚 didiferensial terhadap waktu dan massa M dianggap tetap, diperoleh :
𝑑𝑃̅ 𝑑𝑣̅𝑝𝑚
=𝑀 = 𝑀𝑎̅𝑝𝑚 = 𝐹̅𝑒𝑥𝑡
𝑑𝑡 𝑑𝑡
Disini 𝐹̅𝑒𝑥𝑡 menyatakan resultan gaya luar sistem dan persamaan di atas disebut hukum kedua
Newton untuk sistem partikel-partikel.

6.2 Hukum Kekekalan Momentum Linier


𝑑𝑃̅ 𝑑𝑣̅𝑝𝑚
Jika resultan gaya luar pada suatu sistem nol [𝐹̅𝑒𝑥𝑡 = 0], maka persamaan =𝑀 = 𝑀𝑎̅𝑝𝑚 =
𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝐹̅𝑒𝑥𝑡 menjadi:
𝑑𝑃̅
= 0 atau 𝑃̅ = konstan
𝑑𝑡
Dengan demikian :
“jika resultan gaya luar pada suatu sistem nol, momentum totalnya menjadi konstan”
Ini disebut hukum kekekalan momentum. Hukum ini dapat pula diartikan sebagai momentum total
dari sistem benda yang terisolasi selalu konstan. Dalam sistem terisolasi disini diartikan bahwa tidak ada
satupun gaya luar yang bekerja pada sistem, hanya gaya-gaya aksi antar partikel yang ada.
Sebagai contoh dari hukum kekekalan momentum adalah tumbukan dari bola biliard seperti terlihat
dalam Gambar 6.1

Gambar 6.1

Jika 𝑚1 𝑢̅1 dan 𝑚2 𝑢̅2 masing-masing menyatakan momentum bola pertama dan bola kedua, sebelum
tumbukan, sedangkan 𝑚1 𝑣̅1 dan 𝑚2 𝑣̅2 menyatakan momentum bola pertama dan bola kedua sesudah
𝑑𝑃̅
tumbukan maka dari persamaan = 0 atau 𝑃̅ = konstan diperoleh
𝑑𝑡
𝑃̅ = konstan
Atau
𝑚1 𝑢̅1 + 𝑚2 𝑢̅2 = 𝑚1 𝑣̅1 + 𝑚2 𝑣̅2
Disini 𝑢̅ dan 𝑣̅ menyatakan bola biliard sebelum dan sesudah tumbukan. Dengan demikian, momentum
dari kedua bola adalah kekal. Dapat pula ditulis dalam bentuk lain sebagai:
𝑚1 𝑣̅1 − 𝑚1 𝑢̅1 = −(𝑚2 𝑣̅2 − 𝑚2 𝑢̅2 )
Disini terlihat bahwa setiap kehilangan momentum bola yang satu (tanda - ), akan mengakibatkan
bertambahnya momentum dari bola yang lain (tanda +).

6.3 Tumbukan Dan Impuls


Hukum kekekalan momentum merupakan suatu alat yang sangat penting dalam menjelaskan proses
tumbukan. Tumbukan yang telah biasan kita lihat sehari-hari misalnya : sebuah raket yang sedang
memukul suatu bla tennis, sebuah bat bola kasti atau golf yang sedang bertumbukan, sebuah palu yang
sedang menghantam paku, tumbukan antara atom-atom dan inti, dll.
Tumbukan dalam fisika secara tepatnya diartikan sebagai : interaksi antara dua benda dalam intreval
waktu yang singkat dan demikian kuatnya sehingga gaya-gaya lain yang bekerja tidak mempunyai arti
dibandingkan dengan gaya-gaya dari masing-masing benda yang dipergunakan satu sama lainnya selama
tumbukan.
Proses tumbukan secara rinci dapat dilihat pada Gambar 6.2. Massa dari benda yang bertumbukan
dianggap tetap dan kecepatannya jauh lebih kecil daripada kecepatan cahaya. Pada saat tumbukan, dlam
waktu kontak yang sangat singkat gaya melonjak dari nol ke tingkat kerja yang sangat tinggi dan kemudian
secara tajam turun kembali ke nol lagi.
Gambar 6.2 ini menunjukkan besar yang dipergunakan oleh benda yang satu terhadap lainnya selama
tumbukan, sebagai fungsi waktu.
Interval waktu ∆𝑡 = 𝑡𝑓 − 𝑡𝑖 , disini 𝑡𝑖 adalah waktu awal (saat gaya bekerja) dan 𝑡𝑓 adalah waktu
akhir (saat gaya berhenti bekerja) pada umumnya sangat jelas dan singkat.

Gambar 6.2
𝑑𝑃 ̅
Dari hukum Newton kedua seperti yang dinyatakan pada persamaan 𝐹̅ = 𝑑𝑡 dapat dijelaskan bahwa
selama interval waktu yang sangat singkat 𝑑𝑡, perubahan momentum yang terjadi adalah:
𝑑𝑃̅ = 𝐹̅ 𝑑𝑡
Jika diintergrasikan dalam interval waktu tumbukan, diperoleh:
𝑃𝑓 𝑡𝑓
𝑃̅𝑓 − 𝑃̅𝑖 = ∫ 𝑑𝑃̅ = ∫ 𝐹̅ 𝑑𝑡
𝑃𝑖 𝑡𝑖
Disini 𝑃̅𝑖 dan 𝑃̅𝑓 adalah momentum benda tepat saat sebelum dan sesudah tumbukan. Integral gaya
pada interval waktu kontak 𝑑𝑡 disebut impuls 𝐽.
𝑡𝑓
𝐽 ̅ = ∫ 𝐹̅ 𝑑𝑡
𝑡𝑖
Dengan demikian, perubahan momentum dari suatu benda :
𝑡
∆𝑃̅ = 𝑃̅𝑓 − 𝑃̅𝑖 = adalah sama dengan impuls yang bekerja padanya, ∆𝑃̅ = 𝑃̅𝑓 − 𝑃̅𝑖 = ∫𝑡 𝑓 𝐹̅ 𝑑𝑡 = 𝐽 ̅
𝑖
Jika gaya 𝐹̅ adalah konstan maka persamaan menjadi :
𝑡𝑓
∆𝑃̅ = 𝑃̅𝑓 − 𝑃̅𝑖 = 𝐹̅ ∫ 𝑑𝑡 = 𝐹̅ (𝑡𝑓 − 𝑡𝑖 ) = 𝐽 ̅
𝑡𝑖
Atau
𝑚(𝑣̅𝑓 − 𝑣̅𝑖 ) = 𝐹̅ (𝑡𝑓 − 𝑡𝑖 ) = 𝐹̅ 𝑡

6.4 Hukum Kekekalan Momentum dan Energi Dalam Tumbukan


Pada proses tumbukan, kita biasanya tidak tahu bagaiman gaya tumbukan itu berubah sebagai fungsi
waktu. Namun demikian kita masih dapat menentukan rincian gerak sebelum dan sesudah tumbukan
dengan menggunakan hukum kekekalan momentum dan energi.
Kita tinjau dua buah benda yang massanya 𝑚1 dan 𝑚2 , kecepatan benda sebelum dan sesudah
𝑑𝑃̅
tumbukan adalah 𝑈1 , 𝑈2 , dan 𝑉1, 𝑉2. Menurut persamaan = 0 atau 𝑃̅ = konstan, momentum sistem
𝑑𝑡
adalah konstan.
𝑃̅ = konstan
Atau
𝑚1 𝑢̅1 + 𝑚2 𝑢̅2 = 𝑚1 𝑣̅1 + 𝑚2 𝑣̅2
Energi kinetik benda sebelum tumbukan adalah:
1 1
𝐸𝑘1 + 𝐸𝑘2 = 𝑚1 𝑢12 + 𝑚2 𝑢22
2 2
Energi kinetik benda setelah tumbukan adalah :
1 1
𝐸𝑘1 ′ + 𝐸𝑘2 ′ = 𝑚1 𝑣12 + 𝑚2 𝑣22
2 2
Tumbukan dikatakan elastik jika energi sistem sebelum dan sesudah tumbukan besarnya sama:
1 1 1 1
𝑚1 𝑢12 + 𝑚2 𝑢22 = 𝑚1 𝑣12 + 𝑚2 𝑣22
2 2 2 2
Tumbukan dikatakan tidak elastik jika nergi kinetik sistem sebelum dan tumbukan tidak sama,
artinya ada sebagian energi kinetik yang hilang berubah bentuk menjadi energi lain misalnya energi panas.
Jadi energi kinetik sebelum tumbukan lebih besar energi kinetik sesudah tumbukan
1 1 1 1
𝑚1 𝑢12 + 𝑚2 𝑢22 > 𝑚1 𝑣12 + 𝑚2 𝑣22
2 2 2 2
Untuk menentukan elastisitas suatu tumbukan dapat diketahiu dari suatu konstanta yang disebut
koefisien restitusi 𝑒 yaitu:
𝑣2 − 𝑣1
𝑒=−
𝑢2 − 𝑢1
Besar harga 𝑒 ini adalah:
0≤𝑒≤1
Jika
𝑒=1 tumbukan bersifat elastik
0 ≤ 𝑒 ≤ 1 tumbukan bersifat tidak elastik
𝑒=0 tumbukan bersifat sama sekali tidak elastik

6.5 Tumbukan Dalam Satu, Dua, Dan Tiga Dimensi


1) Jika garis kerja vektor momentum dar benda yang bertumbukan terletak dala satu garis lurus sehingga
semua gerak benda berada dalam satu garis, maka sistem tumbukan demikian disebut tumbukan-
tumbukakn dalam satu dimensi. Disini hanya ada satu komponen momentum yaitu kompnen arah
sumbu 𝑥, 𝑦, dan 𝑧 saja (Gambar 6.3)

Gambar 6.3 Dua partikel 𝑚1 dan 𝑚1 (a) sebelum tumbukan


(b) sesudah tumbukan
𝑑𝑃̅
Sehingga persamaan = 0 atau 𝑃̅ = konstan dapat ditulis :
𝑑𝑡
𝑚1 𝑢̅1𝑥 + 𝑚2 𝑢̅2𝑥 = 𝑚1 𝑣̅1𝑥 + 𝑚2 𝑣̅2𝑥
Atau
𝑚1 𝑢̅1 + 𝑚2 𝑢̅2 = 𝑚1 𝑣̅1 + 𝑚2 𝑣̅2
2) Jika garis kerja vektor momentum dari benda-benda yang bertumbukan tidak terletak dalam satu garis
lurus (mungkin sejajar atau mungkin berpotongan), tetapi masih terletak dalam satu bidang datar,
tumbukan demikian disebut tumbukan dalan dua dimensi, yaitu mempunyai dua komponen vektor
momentum artinya arah gerak dari benda yang bertumbukan tidak lagi terletak dalam satu bidang.
Gambar 6.4 menunjukkan tumbukan dalam dua dimensi dari partikel 𝑚1 dan 𝑚2 dengan sudut
hamburan 1 dan 2 terhadap arah semula.
Gambar 6.4 Tumbukan dalam dua dimensi partikel 𝑚1 dan 𝑚2

Komponen vektor momentum dalam arah sumbu 𝑥 sebelum dan sesudah tumbukan adalah :
𝑚1 𝑢̅1𝑥 + 𝑚2 𝑢̅2𝑥 = 𝑚1 𝑣̅1𝑥 + 𝑚2 𝑣̅2𝑥
Atau
𝑚1 𝑢̅1 + 𝑚2 𝑢̅2 = 𝑚1 𝑣̅1 cos 𝜃1 + 𝑚2 𝑣̅2 cos 𝜃2
Komponen vektor momentum dalam arah sumbu 𝑦 sebelum dan sesudah tumbukan adalah :
𝑚1 𝑢̅1𝑦 + 𝑚2 𝑢̅2𝑦 = 𝑚1 𝑣̅1𝑦 + 𝑚2 𝑣̅2𝑦
Atau
0 = 𝑚1 𝑣̅1 sin 𝜃1 + 𝑚2 𝑣̅2 sin 𝜃2
3) Jika jenis kerja vektor momentum dari benda-benda yang bertumbukan tidak terletak dalam satu garis
lurus dan satu bidang (bersilangan), maka sistem tumbukan ini disebut tumbukan dalam tiga dimensi.
Hukum kekekalan momentumnya dalam arah sumbu 𝑥, 𝑦, dan 𝑧 adalah:
𝑚1 𝑢̅1𝑥 + 𝑚2 𝑢̅2𝑥 = 𝑚1 𝑣̅1𝑥 + 𝑚2 𝑣̅2𝑥
𝑚1 𝑢̅1𝑦 + 𝑚2 𝑢̅2𝑦 = 𝑚1 𝑣̅1𝑦 + 𝑚2 𝑣̅2𝑦
𝑚1 𝑢̅1𝑧 + 𝑚2 𝑢̅2𝑧 = 𝑚1 𝑣̅1𝑧 + 𝑚2𝑧

6.6 Sistem Dengan Massa yang Berubah


Sekarang bila massa tidak tetap melainkan berubah dengan waktu, jadi 𝑑𝑚/𝑑𝑡 ≠ 0 tetapi jumlah
massa sistem selalu tetap (hukum kekekalan massa). Sistem demikian dapat dianggap suatu jenis tumbukan
tidak elastis, dan masalah ini akan menjadi lebih sederhana jika kita kembali ke persamaan :
𝑑𝑃̅
= 𝐹̅𝑒𝑥𝑡
𝑑𝑡
Di sini 𝑃̅ adalah momentum total sistem dan 𝐹̅𝑒𝑥𝑡 adalah resultan gaya luar yang bekerja dalam
sistem. Suatu contoh pemakaian dari sistem massa yang berubah ini adalah sebuah roket yang terdorong ke
depan oleh karena semburan gas yang terbakar. Dalam hal ini massa 𝑀 roket berkurang selama proses
berjalan, maka 𝑑𝑚/𝑑𝑡 < 0. Contoh pemakaian yang lain adalah jatuhnya bahan-bahan seperti batu kerikil,
barang-barang paket di atas pita ban berjalan. Dalam keadaan ini massa 𝑚 dari pita ban berjalan yang
termuati bertambah, maka 𝑑𝑚/𝑑𝑡 > 0.
Untuk menjelaskan secara umum sistem massa yang berubah ini dapat dilihat dalam Gambar 6.5.
Pada saat 𝑡, sistem terdiri dari massa 𝑚 dengan momentum 𝑚𝑣 dan massa 𝑑𝑚 yang sangat kecil yang
bergerak dengan kecepatan 𝑢. Pada saat 𝑑𝑡 kemudian, massa 𝑑𝑚 menjadi satu dengan massa 𝑚 dan massa
gabungan 𝑚 + 𝑑𝑚 ini bergerak dengan kecepatan 𝑣 + 𝑑𝑣. Secara mudahnya hal ini dapat dianggap
sebagai proses tumbukan. Momentum total pada saat 𝑡 (sebelum tumbukan) adalah:
𝑚𝑣̅ + 𝑢̅𝑑𝑚
Momentum total pada saat 𝑡 + 𝑑𝑡 (sesudah tumbukan) adalah:
(𝑚 + 𝑑𝑚)(𝑣̅ + 𝑑𝑣̅ )
̅
Maka perubahan momentum 𝑑𝑃 adalah:
𝑑𝑃̅ = (𝑚 + 𝑑𝑚)(𝑣̅ + 𝑑𝑣̅ ) − (𝑚𝑣̅ + 𝑢̅𝑑𝑚)
= 𝑚𝑑𝑣̅ + 𝑣̅ 𝑑𝑚 + 𝑑𝑚𝑑𝑣̅ − 𝑢̅𝑑𝑚
Karena 𝑑𝑚 dan 𝑑𝑣̅ dianggap sangat kecil maka:
𝑑𝑃̅ = 𝑚𝑑𝑣̅ + 𝑣̅ 𝑑𝑚 − 𝑢̅𝑑𝑚
𝑑𝑃̅
Sehingga persamaan = 𝐹̅𝑒𝑥𝑡 menjadi :
𝑑𝑡
𝑑𝑣̅ 𝑑𝑚
𝐹̅𝑒𝑥𝑡 = 𝑚 − (𝑢̅ − 𝑣̅ )
𝑑𝑡 𝑑𝑡
Di sini besaran (𝑢̅ − 𝑣̅ ) disebut kecepatan relatif 𝑑𝑚 terhadap 𝑚, sehingga:
𝑣𝑟𝑒𝑙 = 𝑢 − 𝑣
Adalah kecepatan masuknya massa 𝑑𝑚 dilihat oleh pengamata di M
a) 𝑃̅ = 𝑚𝑣̅ + 𝑢̅𝑑𝑚 pada saat 𝑡

b) 𝑃̅ = (𝑀 + 𝑑𝑀)(𝑣̅ + 𝑑𝑣̅ )pada saat 𝑡 + 𝑑𝑡

𝑑𝑣̅ 𝑑𝑚
Persamaan 𝐹̅𝑒𝑥𝑡 = 𝑚 𝑑𝑡 − (𝑢̅ − 𝑣̅ ) 𝑑𝑡 dapat pula ditulis demikian:
𝑑𝑣̅ 𝑑𝑚
𝑚 = 𝐹̅𝑒𝑥𝑡 + 𝑣𝑟𝑒𝑙
𝑑𝑡 𝑑𝑡
Suku pertama dalam ruas kanan 𝐹̅𝑒𝑥𝑡 , menunjukkan gaya resultan yang bekerja pada sistem (untuk
roket, gaya resultan ini termasuk gaya gravitasi dan gaya gesekan udara) dan tidak termasuk gaya yang
dilakukan 𝑑𝑚 terhadap 𝑀 sebagai akibat tumbukan, karena gaya ini merupakan gaya internal dalam sistem
total.
𝑑𝑚
Suku kedua dalam ruas kanan 𝑣𝑟𝑒𝑙 𝑑𝑡 menyatakan momentum rata-rata yang ditransfer ke dalam atau
ke luar sistem akibat dari massa yang meninggalkan atau massa yang masuk ke dalam sistem. Untuk suatu
roket, istilah ini disebut gaya dorong sebab gaya ini diakibatkan oleh gas yang disembunyikan.

6.7 Satuan Impuls dan Momentum


Dalam SI impuls mempunyai satuan 𝑁𝑠 dan momentum dalam 𝑘𝑔𝑚/𝑠. Dalam sistem Imperial
(British Unit) impuls mempunyai satuan lb.s dan momentum dalam slug ft/s.
BAB 7
GERAK ROTASI

7.1 Benda Tegar


Definisi : benda tegar adalah adalah sistem benda yang terdiri dari sistem-sistem benda titik yang tak
hingga banyaknya dan jika ada gaya yang bekerja padanya, jarak antara titik-titik anggota sistem selalu
tetap.
Jadi perbedaan antara sistem benda titik dan benda tegar terletak pada adanya perubahan jarak pada
sistem benda titik yang mengalami gaya :
Pada gambar 7.1 a), adalah sistem benda titik, karena 2 titik
dihubungkan dengan pegas yang jaraj 2 titik tersebut dapat berubah- ubah jika
padanya bekerja gaya. Gambar 7.1 b) adalah benda tegar karena keduanya
dihubungkan dengan tongkat yang tak dapat berubah panjang jika gaya
bekerja padanya. Gerak sistem benda titik terdiri atas 2 macam :
a. Gerak pusat massa
b. Gerak relatif
Gambar 7.1
Gerak relatif yang sederhana adalah memilih pusat massa sebagai
pusat sistem koordinat, sedangkan gerak relatif yang mungkin terjadi dalam gerak benda tegar dalam
sistem koordinat pusat massa adalah rotasi terhadap pusat massa dalam
keadaan diam.
Gambar 7.2 menunjukkan bahwa untuk pusat massa yang diam
gerak relaif (1) terhadap benda (2) yang mungkin terjadi hanyalah
gerak rotasi.
Gambar 7.2
Jadi gerak benda tegar terdiri dari :
a. Gerak pusat massa, yaitu bila lintasan semua titik tersebut sejajar, disebut translasi. Hal ini
mengingatkan kita pada gerak satu benda titik.
b. Rotasi terhadap pusat massa, yaitu bila lintasan semua titik darii benda tersebut berbentuk
lingkaran yang sepusat pada sumbu putar yang melalui pusat massanya.

Macam-macam Gerak Benda Tegar yang Sederhana


1. Gerak rotasi murni (gambar 7.3 a)
Pusat massa diam dan benda-benda bergerak mengelilingi pusat massa
2. Gambar 7.3 b
Gerak translasi murni, pusat massa bergerak, sedangkan benda-benda tidak
berubah terhadap pusat massa atau diam
3. Gambar 7.3 c
Gerak rotasi dan translasi bersama-sama, pusat massa bergerak, benda-benda
juga bergerak berotasi terhadap pusat massa. Selanjutnya pembicaraan gerak
benda tegar dibahas tentang kinematika rotasi.

G
ambar 7.3

7.2 Kinematika Rotasi


Benda-benda yang berotasi terhadap sebuah titik yang tetap (sumbu putar) berarti setiap titik pada
benda tersebut akan melakukan gerak melingkar dengan pusat lingkarannya berada pada sumbu putar.
Disini terdapat analog antara besaran-besaran dan translasi yaitu :
1. Besaran sudut putar yang dibuat oleh benda, 𝜃 analog dengan pergeseran 𝑥
2. Kecepatan putar (sudut) 𝜔, analog dengan kecepatan 𝑣
3. Percepatan putar (sudut) 𝛼 analog dengan percepatan 𝑎
Hubungan antara besaran-besaran translasi dan rotasi adalah :
𝑠 = 𝜃𝑟 𝑣𝑇 = 𝜔𝑟 𝑎 𝑇 = 𝛼𝑟
Dengan 𝑟 adalah jarak ttik ke sumbu putar.

7.2.1 Besaran-Besaran Kinematik Rotasi


Besaran kinematis untuk rotasi terdiri dari :
𝜃 = sudut putar, 𝜔 = kecepatan putar, dan 𝛼 = percepatan putar. Rumus-rumus kinematika translasi yaitu:
1
𝜃 = 𝜃𝑜 + 𝜃𝑡 𝑡 + 𝛼𝑡 2
2
𝜔 = 𝜔𝑜 + 𝛼𝑡
Dengan definisi:
∆𝜃 𝑑𝜃 rad
𝜔 = lim = → dengan satuan
∆𝑡→0 ∆𝑡 𝑑𝑡 s
∆𝜔 𝑑𝜔
𝛼 = lim = → dengan satuan rad/s 2
∆𝑡→0 ∆𝑡 𝑑𝑡

7.2.2 Macam-macam Gerak Rotasi


1. Gerak melingkar beraturan
𝜔 = konstan atau 𝛼 = 0
2. Gerak melingkar berubah beraturan
𝛼 ≠ 0, 𝛼 > 0 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝛼 < 0, berarti gerak melingkar dipercepatn atau diperlambat

7.2.3 Kecepatan dan Percepatan Sebagai Vektor


Kecepatan pada suatu gerak melingkar selalu tegak lurus pada jari-jari lingkaran. Kalau gerak
melingkar beraturan dengan |𝑣̅ | = |𝑣̅ |, maka arah ∆𝑣 ke pusat.
bila kecepatan sudut gerak melingkar adalah 𝜔, maka :
𝑣 = 𝜔𝑟
Yang hubungannya secara vektoris dinyatakan:
𝑣̅ = 𝜔̅𝑥 𝑟̅ = 𝜔𝑟𝑢̂𝜗
Dengan 𝑢̂ ialah vektor satuan di arah tegak lurus jari-jari lingkaran (tangensial).
Gambar 7.4
∆𝑣̅
lim ∆𝑡 ialah 𝑎̅, dengan arah ke pusat juga dan disebut percepatan sentripetal.
∆𝑡→0
𝑣2
𝑎𝑅 atau 𝑎𝑠𝑝 = 𝜔2 𝑟 = 𝑟 yang mempunyai hubungan secara vektoris ialah 𝜔 ̅𝑥𝑟̅ )
̅𝑥(𝜔
Untuk kecepatan yang tidak tetap, pada arah lintasanya akan terdapat percepatan tangesial (𝑎 𝑇 )
dengan :
𝑑𝑣 𝑑𝜔
𝑎 𝑇 = 𝑑𝑡𝑇 = 𝑟 𝑑𝑡 = 𝑟𝛼, maka percepatan totalnya :
𝑎 = √𝑎 𝑇 2 + 𝑎𝑠𝑝 2 atau dapat juga dinyatakan :
𝑎 = −𝜔2 𝑟𝑢̂𝑟 + 𝑎𝑟𝑢̂𝜃
Jika 𝑢̂𝑟 adalah vektor satuan pada arah ke pusat lingkaran. 𝑢̂𝜃 = vektor satuan [ada arah tegak lurus
jari-jari

7.3 Momen Inersia (Kelembaban Rotasi)


Definisi : Untuk 1 benda titik : 𝐼 = 𝑚𝑟 2
Untuk sistem benda titik : 𝐼 = 𝛴𝑚𝑖 𝑟𝑖 2
Untuk benda tegar : 𝐼 = ∫ 𝑟 2 𝑑𝑚
Momen inersia, tergantung pada bentuk benda, artunya pada ukuran-ukurannya, juga massanya, dan
bergantung pada letaknya sumbu putar (𝑟). Apabila bentuk benda tidak beraturan, maka digunakan besaran
lain untuk jarak ke sumbu putar yaitu jari-jari girasi.
Jari-jari girasi
Bila 𝑘 adalah jarak radial dari tiap sumbu putar, 𝑚 adalah massa benda
yang dikonsentrasikan, maka akan terdapat hubungan :
𝐼𝑝𝑚
𝐼𝑝𝑚 = 𝑚𝑘 2 𝑘=√𝑚
Jadi jari-jari girasi adalah jarak radial dari sumbu putar ke suatu titik tempat
massa benda dikonsentrasikan, sehingga momen inersia pada benda tersebut
𝐼𝑝𝑚 = 𝑚𝑘 2 .

Gambar 7.5

7.3.1 Perhitungan momen inersia untuk benda tegar yang koontinu dan teratur
1. Batang
Batang dengan panjang 𝑙, dan massa 𝑚, berputar terhadap sumbu melalui pusat massa. Ambil 𝑑𝑚
dengan panjang 𝑑𝑥, yang terletak sejauh 𝑥 dari sumbu. Bila 𝜆 adalah rapat massa persatuan panjang,
maka:
𝑚 = 𝜆𝑙 𝑑𝑚 = 𝜆𝑑𝑥
𝐼 = ∫ 𝑟 2 𝑑𝑚 = ∫ 𝑥 2 𝑑𝑚
1 1
𝑙 𝑙
= ∫ 𝜆𝑥 2 𝑑𝑥 = 2 ∫02 𝜆𝑥 2 𝑑𝑥 = 2
1
2

2
𝑙
1
1 3 2𝑙 1 1 3
= 2𝜆. 𝑥 | = 2𝜆. ( 𝑙)
3 0 3 2
1 3 1
= 𝜆𝑙 = 𝑚𝑙 2
12 12
Gambar 7.6
2. Cincin tebal
Misalnya : 𝑅1 menyatakan jari-jari dalam cincin, 𝑅2 menyatakan jari-jari dalam luarnya, 𝑓 menyatakan
rapat jenis dari massa cincin maka :
𝑑𝑚 = ∫ 𝑑𝑣 = ∫ 2𝜋 𝑟 𝑑𝑟𝑡
𝑡 = tebal dari cincin
𝑅 𝑅
𝐼 = ∫𝑅 2 𝑟 2 𝑑𝑚 = 2𝜋 ∫ 𝑡 ∫𝑅 2 𝑟 3 𝑑𝑟
1 1
1
= 𝜋 ∫ 𝑡(𝑅24 − 𝑅14 )
2
1
= 𝜋 ∫ 𝑡(𝑅2 2 − 𝑅11 ) (𝑅2 2 − 𝑅1 2 )
2
Karena 𝑚 = 𝜋 ∫ 𝑡(𝑅2 2 − 𝑅1 2 ) maka
1
𝐼 = 2 𝑚(𝑅2 2 − 𝑅1 2 )
Gambar 7.7

3. Silinder berdinding tebal


Silinder berdinding tebal adalah cincin tebal yang ditumpuk-tumpuk dengan jari-jari luar 𝑅2 dan jari-jari
𝑅1 , maka cara mencari momen inersia sama dan hasilnya adalah:
1
𝐼 = 𝑚(𝑅2 2 − 𝑅1 2 )
2

Gambar 7.8
4. Cincin tipis
Untuk cincin tipis 𝑅1 ≈ 𝑅2
𝐼 = ∫ 𝑟 2 𝑑𝑚
Dengan cara yang sama seperti cara di atas kita dapatkan:
1
𝐼 = 𝑚(𝑅2 2 − 𝑅1 2 )
2
Karena 𝑅1 = 𝑅2 = 𝑅, maka momen inersia untuk cincin tipis:
1
𝐼 = 𝑚(𝑅2 2 − 𝑅1 2 ) = 𝑚𝑅 2
2
Gambar 7.9
5. Silinder kosong
Silinder kosong terdiri dari cincin-cincin berdinding tipis yang bertumpuk-tumpuk (jari-jari luar = jari-
jari dalam).
Jadi 𝐼𝑠𝑖𝑙𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔 = 𝐼 𝑐𝑖𝑛𝑐𝑖𝑛 𝑡𝑖𝑝𝑖𝑠 = 𝑚𝑅 2, dengan 𝑅 = jari-jari

6. Silinder Pejal
1 1
𝑅1 = 0, 𝑅2 = 𝑅, maka 𝐼 = 2 𝑚(0 + 𝑅 2 ) = 2 𝑚𝑅 2
Silinder pejal terdiri dari piring-piring yng ditumpuk-tumpuk, berarti 1 piringan = 𝐼𝑠𝑖𝑙𝑖𝑛𝑑𝑒𝑟 𝑝𝑒𝑗𝑎𝑙 =
1
𝑚𝑅 2
2
7. Piringan
Buatlah cincin-cincin pada piringan yang massanya dm, jari-jari cincin 𝑟 tebalnya 𝑑𝑟. Massa piringan
berbentuk luas, karena tebal diabaikan.
𝑑𝑚 = 𝜎𝑑𝐴 = 𝜎2𝜋𝑟𝑑𝑟
𝑅

= ∫ 𝑟 2 𝑑𝑚 = 𝜎2𝜋 ∫ 𝑟 3 𝑑𝑟

2𝜋𝜎1 4
= 𝑅
2
𝑚 1 1
= 2𝜋 2 𝑅 4 = 𝑚𝑅 2
𝜋𝑅 4 2
Kalau piringan ini ditumpuk-tumpuk maka akan merupakan silinder pejal.

Gambar 7.10

8. Bola tipis berongga (kosong)


Massa bola ada di kulit dan tipis. Buatlah dm berbentuk cincin-cincin berjari-jari 𝑅 sin 𝜋 tebalnya 𝑅 𝑑𝜋.
𝑑𝐴 = 𝑅 𝑑𝜋 2𝜋𝑅 sin 𝜋
= 2𝜋 𝑅 2 sin 𝜋𝑑𝜋
𝑑𝑚 = 𝜎𝑑𝐴 = 2𝜋𝑟𝑅 2 sin 𝜋𝑑𝜋
𝐼𝑏𝑜𝑙𝑎 = ∫ 𝑑𝐼𝑐𝑖𝑛𝑐𝑖𝑛 𝑡𝑖𝑝𝑖𝑠

= ∫ 𝑑𝑚 (𝑅𝑠𝑖𝑛 𝜋)2 = 2𝜋𝜎𝑅 2 sin 𝜋𝑅 2 𝑠𝑖𝑛2 𝜋𝑑𝜋


𝜋
= 2𝜋𝜎𝑅 4 ∫ 𝑠𝑖𝑛3 𝜋𝑑𝜋
0
𝑟 1
cos 𝜋 = → sin 𝜋𝑑𝜋 = 𝑑𝑟 → 𝜋 = 0, 𝑟 = 𝑅
𝑅 𝑅
π = 𝜋, 𝑟 = −𝑅
𝑟 2 𝑅2 − 𝑟 2
𝑠𝑖𝑛2 𝜋 = 1 − 2 =
2 −𝑟 2 1
𝑅 𝑅2
−𝑅 𝑅
Jadi 𝐼𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑜𝑛𝑔 = −2𝜋𝑅 4 ∫+𝑅 𝑅2 𝑅 𝑑𝑟
−𝑅
2𝜋𝜎𝑅 4
= ∫ (𝑅 2 − 𝑟 2 ) 𝑑𝑟
𝑅3
+𝑅
= 2.2. 𝜋𝜎𝑅 2/3 𝑅 3 = 2.4/3𝜋𝜎𝑅 2 𝑅 2
4𝜋𝑅 2 𝑚
= 2. 𝑅 2 = 2/3𝑚𝑅 2
3 4𝜋𝑅 2
9. Bola Pejal
Bola pejal terdiri dari banyak sekalo bola-bola kosong, berarti 𝑑𝑚 merupakan bola kosong, berjari-jari
𝑟, 𝑑𝑚 = ∫ 𝑑𝑣 = ∫ 4𝜋𝑟 2 𝑑𝑟.
𝐼𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑗𝑎𝑙 = ∫ 𝑑𝐼𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔

𝐼𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑗𝑎𝑙 = ∫ 2/3 𝑑𝑚 𝑟 2 = ∫ 2 /3 ∫ 4𝜋1/5𝑅 5


𝑚 4𝜋 5
= 2/3 𝑅 = 2/5𝑚𝑅 2
4 5
3𝜋𝑅 3
10. Untuk bola berkulit tebal
Jari-jari dalam 𝑅1 , jari-jari luar 𝑅2 , tebal = 𝑅2 − 𝑅1. Bola berongga berdinding tebal ini
merupakan bola-bola berongga berdinding tipis dengan massa 𝑑𝑚 dan jari-jari 𝑟.
𝐼𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑜𝑛𝑔𝑔𝑎 = ∫ 𝑑𝐼𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑡𝑖𝑝𝑖𝑠

Gambar 7.11
𝑅2 𝑅2
= ∫ 2/3𝑑𝑚𝑟 2 = 2/3 ∫ 4𝜋 ∫ 𝑟 2 𝑑𝑟𝑟 2
𝑅1 𝑅1
𝑅2
= 2/3 ∫ 4𝜋 ∫ 𝑟 4 𝑑𝑟
𝑅1
𝑚
𝐼𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑜𝑛𝑔𝑔𝑎 = 2/3 ∫ 4𝜋 1/5(𝑅2 5 − 𝑅1 5 ) → ∫ =
4/3𝜋(𝑅2 3 − 𝑅1 3 )
2 1 𝑚 2 𝑅2 5 −𝑅1 5
di 𝐼 = 3 . 4𝜋. 5 (𝑅2 5 − 𝑅1 5 ) = 5 𝑚
4/3𝜋(𝑅2 3 −𝑅1 3 ) 𝑅2 3 −𝑅1 3

7.3.2 Dalil Sumbu Sejajar


Jika sumbu putar tidak terletak pada pusat massa, tapi sejajar dengan sumbu melalui pusat massa,
maka momen inersia terhadap sumbu tersebut dapat dihitung.
Titik O adalah pusat massa, p adalah titik yang berjarak a dari pusat massa.
Sumbu putar melalui p dan sejajar dengan sumbu putar melalui O. Pilih dm yang
berjarak R dari pusat massa (O) dan r dari p, maka:
𝑟 2 = 𝑅 2 + 𝑎2 − 2𝑅 𝑎 cos 𝜃
𝐼 = ∫ 𝑟 2 𝑑𝑚 = ∫ 𝑑𝑚(𝑅 2 + 𝑎2 − 2𝑅 𝑎 cos 𝜃)

𝐼 = ∫ 𝑑𝑚𝑅 2 + ∫ 𝑑𝑚𝑎2 − ∫ 2𝑎𝑅 cos 𝜃 𝑑𝑚


Gambar 7.12
Jika O mempunyai koordinat (0,0,0) maka: 𝑅 = cos 𝜃 adalah absis dari 𝑑𝑚.
2𝑎𝑅 cos 𝜃 𝑑𝑚 = 2 𝑎𝑅 ∫ 𝑥 𝑑𝑚
∫ 𝑥 𝑑𝑚
𝑥𝑝.𝑚 = 𝑂 =
→ ∫ 𝑥 𝑑𝑚 = 0
∫ 𝑑𝑚
Jadi 2 𝑎 𝑅 cos 𝜃 𝑑𝑚 = 0 atau 𝐼𝑝 = 𝐼𝑝.𝑚 + 𝑚𝑎2

7.3.3 Dalil Sumbu tegak lurus


Sumbu tegak lurus artinya sumbu putar yang tegak lurus sumbu melalui pusat massa, yang tegak
lurus penampang.

Misal sumbu yang saling tegak lurus x, y, z.


𝐼𝑧 = ∫ 𝑑𝑚𝑟 2

= ∫ 𝑑𝑚 (𝑥 2 + 𝑦 2 )

= ∫ 𝑑𝑚 𝑥 2 + ∫ 𝑑𝑚 𝑦 2
Gambar 7.13 𝐼𝑧 = 𝐼𝑥 + 𝐼𝑦

7.3.4 Perluasan
1. Momen inersia sebuah segi empat:
a. Sumbu melalui pusat massa// salah satu sisi.
𝑑𝑚 = 𝜎𝑑𝐴 = 𝜎𝑏𝑑𝑥
1/2𝑎 1/2𝑎
2 2
𝐼 = ∫ 𝑑𝑚 𝑥 = ∫ 𝜎𝑏 𝑥 𝑑𝑥 = 2𝜎𝑏 ∫ 𝑥 2 𝑑𝑥
−1/2𝑎 0
1
= 2𝜎𝑏 3 𝑥 3 |1/2𝑎
0
2𝑚
𝑏(1/2𝑎)3
=
3 𝑎𝑏
2 1𝑚 𝑚𝑎3 𝑏 1
Gambar 7.14 = 3 . 8 . 𝑎 𝑏 = 12 𝑚𝑎2
Jika b <<, maka egi empat tersebut merupakan sebuah batang yang panjangnya a.

b. Sumbu melalui pusat massa tegak lurus pada bidang.


𝐼𝑧 = 𝐼𝑥 + 𝐼𝑦
1 1
= 𝑚𝑎2 + 𝑚𝑏 2
12 12
1
= 𝑚(𝑎2 + 𝑏 2 )
12

Rumus ini berlaku apabila tebal keping ini tipis atau tidak
Gambar 7.15
1
𝐼𝑧 = 12 𝑚(𝑎2 + 𝑏 2 )
1
𝐼𝑥 = 𝑚(𝑎2 + 𝑐 2 )
12
1
𝐼𝑦 = 𝑚(𝑏 2 + 𝑏 2 )
12

Gambar 7.16
2. Momen inersia sebuah keping segitiga tipis terhadap sumbu melalui salah satu sisi.
ℎ =tinggi segitiga
𝐵𝐶 = alas = 𝑎
Buat elemen 𝑑𝑚 yang sejajar dengan 𝐵𝐶 pada jarak 𝑥 dari sumbu putar dan
tebalnya 𝑑𝑥.

Gambar 7.17
𝑑𝑚 = 𝜎 𝑑𝐴 = 𝜎𝑝 𝑑𝑥
𝑎(ℎ − 𝑥)
𝑝: 𝑎 = (ℎ − 𝑥): ℎ → 𝑝 =

𝐼 = ∫ 𝑑𝑚 𝑚2
(ℎ − 𝑥) 2
∫ 𝜎𝑎 = 𝑥 𝑑𝑥

𝜎𝑎 ℎ
= ∫ (ℎ − 𝑥) 𝑥 2
ℎ 0
𝜎𝑎 ℎ 2 ℎ
𝜎𝑎
= ∫ ℎ 𝑥 𝑑𝑥 − ∫ 𝑥 3 𝑑𝑥 = (1/3ℎ4 − 1/2ℎ4 )
ℎ 0 0 ℎ
𝑎ℎ4 𝑚2
= 1/12
ℎ 𝑎ℎ
= 1/6𝑚ℎ2
3. Momen inersia sebuah roda berporos
poros dan roda mempunyai satu sumbu putar, jadi 𝐼𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 =
𝐼𝑟𝑜𝑑𝑎 + 𝐼𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠 . Poros berbentuk silinder pejal berjari-jari 𝑅1
mmisalnya, sedangkan roda berbentuk silinder berdinding tebal
𝑅1 dan 𝑅2 .
𝐼𝑠𝑖𝑙𝑖𝑛𝑑𝑒𝑟 = 1/2𝑚𝑓 (𝑅1 2 − 𝑅2 2 ) + 1/2𝑚𝑝 𝑅1 2

Gambar 7.18
4. Momen inersia benda berongga
Untuk menentukan momen inersia benda berongga, dihitung dulu momen inersia benda yang penuh,
kemudian dikurangi dengan momen inersia rongganya.
𝐼𝑏𝑒𝑟𝑜𝑛𝑔𝑔𝑎 = 𝐼𝑝𝑒𝑛𝑢ℎ − 𝐼 𝑟𝑜𝑛𝑔𝑔𝑎
7.4 Hukum-Hukum Rotasi
Hukum-hukum rotasi kita kenal 2 macam hukum kekekalan dan hukum Newton untuk gerak rotasi.
Hukum-hukum kekekalan adalah :
1. Hukum kekekalan momentum putar
2. Hukum kekekalan energi putar

7.4.1 Momentum Putar


Pada gerak translasi momentum sebuah benda adalah perkalian massa dan kecepatan linear
(translasi) 𝑝̅ = 𝑚𝑣̅ . Pada gerak rotasi dikenal momentum putar dengan notasi 𝐿 analog dengan 𝑝 adalah
perkalian momen inersia dan kecepatan putar. 𝐿̅ = 𝐼𝜔̅ = 𝑟̅ 𝑥𝑝̅ (sumbu putar melalui 0).
𝑝̅ = 𝑚𝑣̅
𝑟̅ = vektor posisi dari benda bermassa 𝑚. Momentum putar dinamakan juga momen dari
momentum :

𝐿=𝑚𝑣𝑟
= 𝑚𝑟 2 𝜔
= 𝐼𝜔
Untuk sistem benda titik : 𝐿 = ∑ 𝑚𝑖 𝑣𝑖 𝑟𝑖
= ∑ 𝑚𝑖 𝑟𝑖 2 𝜔
Gambar 7.19 = 𝐼𝜔
Jadi momentum putar adalah jumlah momen dari momentum linear. Dari persamaan gerak rotasi
𝜏 = 1𝛼 atau :
𝐼 𝑑𝜔 𝑑(𝐼𝜔) 𝑑𝐿 𝑑𝐿
𝜏 = 𝑑𝑡 = 𝑑𝑡 = 𝑑𝑡 , dengan 𝜏 adalah momen gaya luar yang bekerja pada sumbu yang tetap, 𝑑𝑡
menyatakn perubahan momentum per satuan waktu.
Jika sumbu putar pada pusat massa maka:
𝑑𝐿𝑝.𝑚
𝜏𝑝.𝑚 =
𝑑𝑡
𝑑𝐿𝑝.𝑚
Pada umumnya : 𝜏𝑝.𝑚 = 𝑑𝑡

𝜏 𝑑𝑡 = 𝑑𝐿 atau ∫ 𝜏𝑑𝑡 = ∫ 𝑑𝐿
𝑡 𝐼2 𝜔2
= ∫ 𝜏 𝑑𝑡 = ∫ 𝑑(𝐼𝜔)
0 𝐼1 𝜔2

= 𝐼2 𝜔2 − 𝐼1 𝜔1
Ruas kiri = impuls putar
Ruas kanan = perubahan momentum putar

7.4.2 Energi kinetik putar (rotasi)


Pada sistem benda berlaku :
𝐸𝑘𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 = 𝐸𝑘𝑝.𝑚 + 𝐸𝑘𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 relatif terhadap pusat massa. Faktor kedua dari ruas kanan adalah
𝐸𝑘𝑟𝑜𝑡𝑎𝑠𝑖 , karena gerak relatif disini adalah gerak rotasi.
𝐸𝑘 rotasi pada sistem benda titik adalah:
𝐸𝑘 = ∑ 1/2𝑚𝑖 𝑣𝑖 2 = ∑ 1/2𝑚𝑖 𝜔2 𝑟𝑖 2

= ∑ 1/2𝑚𝑖 𝑟𝑖2 𝜔2 = 1/2𝐼𝜔2


(analog dengan 𝐸𝑘𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑖𝑠𝑖 = 1/2𝑚𝑣 2 )
𝜔 untuk semua anggota sistem sama. Momen inersia dinamakan inersia rotasi (massa adalah inersia
translasi). Massa tak tergantung pada letak sumbu putar, tapi momen inersia justru sangat tergantung pada
letak sumbu putar. 𝐸𝑘𝑝.𝑚 adalah energi kinetik translasi. Jadi jika sebuah benda melakukan gerak translasi
dan rotasi bersama-sama maka 𝐸𝑘 = 𝐸𝑘𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠 + 𝐸𝑘𝑟𝑜𝑡𝑎𝑠𝑖 . Energi kinetik dapat diperbesar dengan cara
memperbesar 𝐼 atau 𝜔. Memperbesar momen inersia berarti memperbesar massa benda atau jarak ke
sumbu putarnya. Sebuah roda berjari-jari 𝑅, massa 𝑀 mempunyai momen inersia 1/2𝑀𝑅 2 (dianggap
silinder). Roda dengan momen inersia besar dapat digunakan untuk memperbesar 𝐸𝑘 rotasi. Roda seperti
ini dinamakan roda gila.
Contoh : sebuah mobil-mobilan (mainan) yang mempunyai rida gila dapat berjalan lebih lama dari
mobil-mobilan tanpa roda gila. Roda gila ini terdapat juga pada poros-poros mesin bakar (misalnya pada
scooter dinamakan kopling).

7.4.3 Hukum kekekalan momentum putar


𝑑𝐿
Hukum ini merupakan analog dengan hukum kekekalan momentum linear. Dari definiisi : 𝜏̅ = 𝑑𝑡 ,
jika tak ada momen gaya luar (𝜏 = 0) berarti 𝑑𝐿̅ = 0 atau 𝐿̅ tetap. 𝐼𝑜 𝜔𝑜 = 𝐼𝜔, adalah hukum kekekalan
momentum putar.
Misalnya : kita berdiri di atas meja putar tepat di atas sumbunya dengan memegang beban dengan massa
sama pada kedua tangan dan tangan direntangkan,meja berputar dengan kecepatan putar 𝜔𝑜 , sedangkan 𝐼
sistem pada saat ini 𝐼𝑜 . Kemudian kedua tangan diturunkan ke sisi badan, hingga beban-beban menjadi
lebih dekat dengan poros putar maka 𝐼𝑜 menjadi lebih kecil yaitu 𝐼 sedangkan 𝜔𝑜 akan menjadi lebih besar
yaitu 𝜔, maka :
𝐼𝑜 𝜔𝑜 = 𝐼𝜔 = konstan → hukum kekekalan momentum putar.
𝐼 > 𝐼𝑜 → 𝜔 < 𝜔𝑜
Contoh lain adalah pada olahraga loncat indah, jika badan dilipat serapat mungkin maka putaran salto akan
menjadi lebih cepat. Dalam hal ini pelooncat sebenarnya tidak melakukan momen gaya untuk memutar
badannya, melainkan hanya berusaha mengecilkan momen inersia, tapi sebelum jatuh di air ia
memperlambat gerakannya dengan merentangkan tangannya lagi, berarti menambah momen inersia.
7.4.4 Hukum kekekalan energi mekanik
Syarat berlakunya tetap seperti bab III bahwa tak ada gaya luar maka ∆𝐸𝑘 = −∆𝐸𝑝. Untuk gerak
rotasi momen gaya luar harus tidak ada merupakan syarat untuk berlakunya hukum kekekalan energi.
∆𝐸𝑘 = ∆𝐸𝑘𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠 + ∆𝐸𝑘𝑟𝑜𝑡𝑎𝑠𝑖
𝐸𝑝 tidak ada yang khusus untuk rotasi. Jadi 𝐸𝑝𝑟𝑜𝑡𝑎𝑠𝑖 = 𝐼𝑔ℎ tidak ada.

7.4.5 Daya
𝑝 = 𝐹̅ . 𝑣̅ (linear), maka analognya : 𝑝 = 𝜏𝜔 (rotasi)
𝜔𝑟𝑜𝑡𝑎𝑠𝑖 = ∫ 𝜏 𝑑𝜃 (kerja)

7.5 Gerak benda tegar (rigid)


Benda tegar melakukan juga G.H.S yaitu G.H.S angular (putar) yaitu G.H.S yang disebabkan adanya
momen (gaya) balik. Gerak-gerak lain adalah :
1. Translasi murni
2. Rotasi murni
3. Translasi dan rotasi

7.5.1 G.H.S Angular (ayunan fisis)


Ayunan fisis adalah benda tegar yang diayun (ayunan matematis adalah penyederhanaan ayunan
fisis), berarti gerakannya adalah G.H.S angular. Poros putar berada pada jarak a dari pusat massa. Jika
benda ini diberi simpangan 𝜃 dan dilepaskan maka karena adanya 𝜏 = 𝑚𝑔 sin 𝜃,
maka terjadi G.H.S ini.
𝜏 = 𝐼 𝑎 𝛼 = −𝑚 𝑔 sin 𝜃
𝑑2𝜃
=𝐼 2
𝑑𝑡
Untuk 𝜃 ≪ → 𝑚𝑔 𝑎𝜃
𝑑2𝜃
=𝐼 2
𝑑𝑡
𝑑2 𝜃 𝑚𝑔 𝑎 𝜃
Gambar 7.20 Atau 𝑑𝑡 2 + 𝐼 = 0
𝑚𝑔𝑎 𝐼𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠
Atau 𝜔2 = → 𝑝 = 2𝜋√ 𝑚 𝑔 𝑎
𝐼

7.5.2 Ayunan Torsi


Piringan pejal yang tipis dengan massa m digantungkan pada kawat. Kalau piringan diberi
simpangan, berarti kawat penggantung akan terpeluntir dan jika dilepaskan, maka momen gaya yang
menyebabkan puntiran, 𝜏 akan berbanding lurus dengan sudut puntiran 𝜃.
Hukum Hooke untuk rotasi : 𝜏 = −𝑘𝑜 𝜃
𝑑2 𝜃
𝜏 = 𝐼𝛼 = 𝐼 = −𝑘𝜃 𝜃 (𝑘𝜃 = konstanta puntiran)
𝑑𝑡 2
𝑑2 𝜃 𝑘𝜃 𝑘𝜃 𝑘 𝐼
+ = 0 → 𝜔2 = 𝜔 = √ 𝐼𝜃 → 𝑝 = 2𝜋√𝑘
𝑑𝑡 2 𝐼 𝐼 𝜃

Gambar 7.21

7.6 Macam-Macam Gaya Yang Menyebabkan Gerak Benda Tegar


a. Gaya berat → ayunan fisis
b. Gaya kontak (gaya gesekan, gaya tegang tali, dan gaya normal).

7.6.1 Rotasi dan translasi oleh gaya tegang tali


a. Sumbu putar diam
Silinder dapat berputar dengan sumbu melalui pusat massa silinder. Tali dililitkan pada silinder dan
ujungnya ditarik dengan gaya 𝐹.

∑ 𝜏 = 𝐼𝛼 → 𝐹𝑟 = 𝐼𝛼
𝐼𝛼
𝐹=
𝑟2
Gambar 7.22
F diganti dengan gaya tegang tali karena beban m. Jika beban dilepaskan maka silinder akan berotasi dan
beban akan bertranslasi, silinder berputar karena
𝑎
𝑇 → 𝜏 = 𝑇𝑟 = 𝐼𝛼 = 𝐼
𝑟
𝐼𝑎
𝑇= 2
𝑟
𝑎 adalah percepatan beban = percepatan tangensial pada tepi silinder. Gambar 7.23
adalah gaya-gaya pada silinder dan beban. Pada beban : 𝑚𝑔 − 𝑇 = 𝑚𝑎

𝑚𝑔 𝑚 𝑔 𝑟2
𝑎= =
𝐼 𝐼 + 𝑚𝑟 2
2
𝑟 +𝑚
𝐼𝑎 𝐼 𝑚 𝑔 𝑟2 𝐼𝑚𝑔
𝑇= 2 = 2 2
=
𝑟 (𝐼 + 𝑚𝑟 )𝑟 (𝐼 + 𝑚𝑟)𝑟

Jika beban turun sejauh ℎ, kecepatan beban dapat ditentukan. Jika kita memandang
sistem seperti ini secara keseluruhan (beban + silinder) maka hukum kekekalan energi
mekanik dapat dipakai sebab gaya luar tidak ada. 𝑇 yang ada merupakan gaya dalam.
Gambar 7.23 ∆𝐸𝑘 = −∆𝐸𝑝𝑔𝑟𝑎𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠𝑖
∆𝐸𝑘𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠 + ∆𝐸𝑘𝑟𝑜𝑡 = −(∆𝐸𝑝𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 + ∆𝐸𝑝𝑠𝑖𝑙𝑖𝑛𝑑𝑒𝑟 )
1/2𝑚𝑣 2 + 1/2𝑚𝜔2 = −(0 − 𝑚𝑔ℎ) + 0
1 2
1 𝐼𝑣 2
𝑚𝑣 + = 𝑚𝑔ℎ
2 2 𝑟2
2 𝑚𝑔ℎ 2 𝑚𝑔ℎ
𝑣2 = = =2𝑎ℎ
𝑚 + 𝐼/𝑟 2 𝑚𝑔/𝑎
𝑣 = √2 𝑎ℎ
Jika dipandang beban dan silinder secara terpisah maka tak berlaku lagi hukum kekekalan energi
mekanik sebab gaya 𝑇 sekarang merupakan gaya luar. Harus digunakan prinsip kerja energi:
𝑊𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ∆𝐸𝑘
Beban (translasi): 𝑊𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑊𝑔𝑟𝑎𝑣 + 𝑊𝑇 = ∆𝐸𝑘
−∆𝐸𝑝. −𝑇. ℎ = ∆𝐸𝑘
(0 − 𝑚𝑔ℎ) − 𝑇. ℎ = 1/2𝑚𝑣 2
1
𝑚𝑣 2 = 𝑚𝑔ℎ − 𝑇. ℎ
2
= (𝑚𝑔 − 𝑇)ℎ
=𝑚𝑎ℎ
2
𝑣 = 2 𝑎 ℎ → 𝑣 = √2 𝑎 ℎ
Silinder (rotasi): 𝑊𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ∆𝐸𝑘
𝑊𝑟𝑜𝑡 = ∆𝐸𝑘𝑟𝑜𝑡
1
𝜏𝜃 = 𝐼𝜔2
2
𝑇 ℎ 𝑟 1 𝑣2
= 𝐼 2
𝑟 2 𝑟
2
2 𝑇 ℎ𝑟 𝐼𝑎
𝑣2 = =2 2 = 2𝑎ℎ
𝐼 𝑟
𝑣 2 = 2 𝑎 ℎ → 𝑣 = √2 𝑎 ℎ
Jadi 𝑣 = √2 𝑎 ℎ berlaku dalam persoalan baik untuk sistem yang dipandang secara keseluruhan
maupun silinder dan beban dipandang sendiri-sendiri.
b. Sumbu putar bergerak
Tali dililitkan pada suatu silinder dan ujung tali dibuat tetap silinder akan jatuh jika dilepaskan. Gerak
silinder ini karena gaya berat, tapi rotasinya karena 𝑇. Persamaan gerak translasi :
∑ 𝐹𝑦 = 𝑚𝑎𝑦
𝑚𝑔 − 𝑇
𝑚𝑔 − 𝑇 = 𝑚𝑎𝑝𝑚 > 𝑎𝑝𝑚 =
𝑚
Persamaan gerak rotasi : 𝜏 = 𝐼𝛼
𝑇. 𝑟 = 𝐼𝑝𝑚 𝛼
𝑇. 𝑟
𝛼=
𝐼𝑝𝑚
𝑎𝑝𝑚 = 𝛼𝑟, sebab percepatan translasi di semua titik termasuk titik singgung dengan tali adalah sama
dengan 𝑎𝑝𝑚 .
𝑇.𝑟.𝑟 𝑇𝑟 2
Jadi 𝑎𝑝𝑚 = =𝐼
𝐼𝑝𝑚 𝑝𝑚
𝑚𝑇𝑟 2
𝑚𝑔 − 𝑇 = 𝑚𝑎𝑝𝑚 =
𝐼𝑝𝑚
2 𝐼𝑝𝑚 . 𝑚𝑔
𝑚𝑟 𝑚𝑔
𝑇 (1 + ) = 𝑚𝑔 → 𝑇 = 2 =
𝐼𝑝𝑚 𝑚𝑟 𝐼𝑝𝑚 + 𝑚𝑟 2
1+ 𝐼
𝑝𝑚
Jika silinder jatuh sejauh ℎ, kecepatan di tempat ini dapat ditentukan sebagai berikut :
Hukum kekekalan energi mekanis dan silinder tidak berlaku sebab ada 𝑇, jadi :
𝑊𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ∆𝐸𝑘
𝑊𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑊𝑟𝑜𝑡 + 𝑊𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠 = 𝜏𝜃 + 𝑊𝑔𝑟𝑎𝑣 + 𝑊𝑇
= 𝐸𝑘𝑟𝑜𝑡 + 𝐸𝑘𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠
ℎ 1 1
𝑇. 𝑟 − ∆𝐸𝑝 + (−𝑇ℎ) = 𝑚𝑣 2 + 𝐼𝑝𝑚 𝜔2
𝑟 2 2
1 2
1 𝑣2
𝑇ℎ + 𝑚𝑔ℎ − 𝑇ℎ = 𝑚𝑣 + 𝐼𝑝𝑚 2
2 2 𝑟
1 2 𝐼𝑝𝑚 1 𝑣2
𝑚𝑔ℎ = 𝑣 (𝑚 + 2 ) = (𝑚𝑟 2 + 𝐼𝑝𝑚 )
2 𝑟 2 𝑟2
1 𝑣 2 𝐼𝑝𝑚 𝑚𝑔 1 𝑣 2 𝐼𝑝𝑚 𝑚𝑔
= =
2 𝑟2 𝑇 2 𝑟 𝑇𝑟
𝑇. 𝑟 1 𝑣2 𝐼
𝑎= → 𝑚𝑔ℎ = 𝑚𝑔
𝐼𝑝𝑚 2 𝑟 𝛼
1 𝑣2
ℎ= → 𝑣 2 = 2𝑎𝑝𝑚 ℎ
2 𝑎𝑝𝑚
jadi ternyata lagi bahwa di sini diperoleh 𝑣 = √2 𝑎ℎ
𝑎 = 𝑎𝑝𝑚

7.6.2 Translasi dan rotasi karena gaya gesekan


Sebuah silinder yang diletakkan pada bidang miring akan jatuh
sepanjang bidang miring. Jika bidang miring licin, silinder akan
meluncur (sliding) tapi jika bidang miring tidak licin maka silinder akan
berputar pada sumbu melalui pusat massa. Gerakan ini disebut
menggelinding (rolling=bergulir), yaitu kombinasi rotasi terhadap
sumbu putar yang tetap dan translasi pusat massa.
Gambar 7.24
Jika gerak meluncur tanpa putaran sedetikpun dinamakan gerak translasi murni. Jika gerak perputar
tanpa pusat massa berpindah tempat adalah gerak rotasi murni.
Macam-macam gerak menggelinding :
1. Menggelinding tanpa slip
2. Menggelinding dengan slip
Syarat menggeliding tanpa slip adalah jika berlaku hubungan :
𝑠 = 𝜃𝑟, 𝑣𝑡 = 𝜔𝑟 dan 𝑎𝑡 𝛼𝑟
Artinya jika benda berputar 1 kali, pusat massa berpindah 1 keliling = 2𝜋𝑟, 2𝜋 = sudut satu kali putaran.
Jika putaran hanya 𝜃, maka 𝑠 = 𝜃𝑟. Seterusnya ketiga hubungan besaran-besaran kinematis rotasi dan
translasi berlaku. Jika benda perputar dengan slip, 1 kali putaran = 2𝜋𝑟, mungkin > 2𝜋𝑟 atau < 2𝜋𝑟.
Peristiwa menggelinding ini disebabkan oleh gaya gesekan antara benda dan bidang tempat benda berada.
Kita kenal 2 macam gaya gesekan yaitu: gaya gesekan statis dan kinetik. Menggelinding tanpa slip
disebabkan oleh gaya gesekan statis, sedangkan menggelinding dengan slip disebabkan oleh gaya gesekan
kinetik.

7.6.3 Rotasi karena gaya normal


Pada Gambar 7.25 terdapat sebuah balok yang homogen, ditarik oleh gaya
luar 𝑓 pada tempat ℎ di atas lantai. Bila 𝐹 = 0 garis kerja gaya 𝑁 dan gaya berat
berimpit, akan bergeser ke kanan sejauh 𝑎 dari pusat massa.
Bila 𝐹 bertambah garis kerja gaya normal tidak lagi berimpit, akan bergeser ke kanan sejauh 𝑎 dari
pusat massa.
Gambar 7.25

1
Jumlah momen terhadap A : 𝐹ℎ + 𝑁 (2 𝑙 − 𝑎) − 𝑚𝑔1/2𝑙 = 0
𝑁 = 𝑚𝑔 → 𝐹ℎ = 𝑁𝑎 = 𝑚𝑔𝑎
𝐹ℎ
𝑎=
𝑚𝑔
Pada keadaan kritis :
1
1 1 𝑚𝑔𝑙 𝑚𝑔𝑙
𝑎= 𝑙 →𝐹= atau ℎ = 2
2 2 ℎ 𝐹

7.7 Pemakaian Momentum Putar


Setiap benda yang berotasi selalu mempunyai momentum putar, dan selalu berlaku hukum kekekalan
momentum putar. Rotasi dari benda ini dapat terhadap poros yang tetap ataupun tidak tetap.
7.7.1 Pusat Perkusi

Gambar 7.26
Sebuah tongkat bermassa 𝑚 dan panjang 𝑙 berada pada bidang horizontal licin. Pada suatu tempat
berjarak 𝑎 dari pusat massa diberi impuls 𝐽. Disini tidak ada poros yang tetap. Berarti karena adanya
pukulan (impuls) tongkat ini akan melakukan gerak translasi dan rotasi. Pusay massanya akan bergerak
dengan kecepatan 𝑦𝑝𝑚 . Semua titik akan mempunyai kecepatan translasi sama. Titik-titik lain akan
mempunyai kecepatan rotasi disamping kecepatan translasi 𝑣𝑝𝑚 . Untuk titik-titik di separuh bagian yang
terkena impuls mempunyai 𝑣𝑟𝑜𝑡 dan 𝑣𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠 yang searah. Di separuh bagian yang lain akan berlawanan
arah. Besar 𝑣𝑟𝑜𝑡 tidak sama di semua bagian tongkat tergantung pada letaknya (jarak terhadap sumbu
putar). Jadi di separuh bagian yang tidak mendapat impuls ada 𝑣𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠 dan 𝑣𝑟𝑜𝑡 yang sama besar dan
berlawanan arah sehingga di titik tersebut kecepatan = 0, berarti titik itu diam. Titik ini disebut pusat
perkusi, misal letaknya berjarak 𝑟 dari pusat massa. Titik yang diam pada saat tongkat dipukul ini dapat
merupakan sumbu putar.
𝑣𝑝𝑚 = 𝑣𝑟𝑜𝑡 = 𝜔𝑟
𝐽 = ∫ 𝐹 𝑑𝑡 = ∆(𝑚𝑣) = 𝑚𝑣𝑝𝑚
𝐽
𝑣𝑝𝑚 =
𝑚
𝐽 𝑎 = ∫ 𝐹 𝑎 𝑑𝑡 = 𝑖𝑚𝑝𝑢𝑙𝑠 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟
= ∆(𝐼𝑝𝑚 𝜔) = 𝐼𝑝𝑚 𝜔
𝐽𝑎
Jadi 𝜔 = 𝐼
𝑝𝑚
𝐽 𝐽𝑎𝑟 𝐼𝑝𝑚 𝑚
= 𝜔𝑟 = → 𝑟=
𝑚 𝐼𝑝𝑚 𝑚𝑎
7.7.2 Pusat Osilasi
Sebuah batang yang mempunyai sumbu putar tetap, bila diayun merupakan
ayunan fisis, maka ada satu titik pada batang tersebut, diseparuh bagian batang yang
tidak mempunyai poros yang merupakan letak massa yang
dikonsentrasikan sehingga terhadap poros, titik tersebut akan merupakan ayunan
sederhana dengan perioda yang sama dengan perioda yang sama dengan perioda ayunan
fisis.
Gambar 7.27
Titik ini dinamakan pusat osilasi, misalnya terletak pada jarak 𝑟 dari pusat massa
𝐼𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠
𝑃𝑓𝑖𝑠𝑖𝑠 = 2𝜋√
𝑚𝑔𝑎
(𝑟 + 𝑎)
𝑃𝑠𝑒𝑑𝑒𝑟ℎ𝑎𝑛𝑎 = 2𝜋√
𝑔
𝐼𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠 (𝑟 + 𝑎)
𝑃𝑓𝑖𝑠𝑖𝑠 = 𝑃𝑠𝑒𝑑𝑒𝑟ℎ𝑎𝑛𝑎 → =
𝑚𝑔𝑎 𝑔
(𝑟 + 𝑎)𝑚𝑎 = 𝐼𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠 → 𝑚 𝑎 𝑟 + 𝑚 𝑎2 = 𝐼𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠
𝐼𝑝𝑚
𝑚 𝑎 𝑟 = 𝐼𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠 − 𝑚 𝑎2 = 𝐼𝑝𝑚 → 𝐽𝑎𝑑𝑖 𝑟 =
𝑚𝑎
′ ′ 𝐼𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠
Jadi 𝑟 + 𝑎 = 𝑟 → 𝑟 = 𝑚 𝑎
Ternyata titik poros dan pusat osilasi adalah titik yang sekawan (conjugate). Titik poros di sini adalah
juga pusat perkusi. Jadi juga pusat perkusi dan pusat oosilasi adalah titik-titik yang sekawan.

7.7.3 Gerak presesi


Gerak presesi adalah suatu gerak rotasi dari sumbu putar. Misalkan
sebuah piringan berputar dengan kecepatan putar 𝜔 yang berlawanan dengan
perputaran jarum jam, dan sumbu putar = sumbu y.
Arah 𝐿𝑜 = 𝐼𝜔 pada 𝑦(+). Bila pada sumbu 𝑦 diberi kopel 𝐹 dan 𝐹′
maka arah momen kopel ini ke 𝑥(−) berarti ada∆𝐿 pada arah 𝑥(−).
𝐿𝑜 + ∆𝐿 = 𝐿 merupakan arah sumbu putar yang baru, berarti Gambar 7.28 sumbu
perputar 𝜃 dalam waktu ∆𝑡.
Jika ∆𝑡 ≪ → ∆𝐿 = ∆𝜃𝐿𝑜
∆𝜃 𝜏 𝜏
𝜏 ∆𝑡 = ∆𝐿𝑜 → = =
∆𝑡 𝐿𝑜 𝐼𝜔𝑜
∆𝜃
lim = 𝛺 = kecepatan sudut presesi
𝑡→0 ∆𝑡
𝜏
Jadi 𝛺 = 𝐼𝜔 → 𝜏 = 𝐼𝜔𝛺
Definisi : kecepatan sudut presesi adalah kecepatan berputar dari poros terhadap pusat massa yang
diakibatkan oleh poros yang diberi momen kopel. Sebaliknya bila pada poros dari piringan yang sedang
berputar dipaksakan suatu gerak presesi, maka akan timbul momen kopel pada poros tersebut. Sifat ini
merupakan dasar untuk gyrostabilisator yang dipakai untuk mengurangi keolengan kapal laut, 𝛺
berbanding terbalik dengan 𝜏 dan 𝐼, jadi 𝜔 dan 𝐼 besar berarti 𝛺 kecil (presesi kecil).

7.7.4 Giroskop
Giroskop merupakan sebuah contoh dari gerak resesi. Giroskop terdiri dari sebuah piringan dengan
sumbu putar yang dapat berputar terhadap sumbu x, y, z.
Sumbu piringan ini diberi lingkaran penyangga dan sistem ini semuanya diber penyangga setengah
lingkaran. Pusat massa sistem piringan, sumbu dan piringan penyangga adalah
di titik O, maka momen gaya terhadap O akan sama dengan nol. Jika
piringan berputar dengan cepat pada sumbunya (AB), momen gaya yang
disebabkan oleh gaya berat sistem = 0. Misalkan mula-mula sumbu A-B
horizontal, piringan diputar dengan cepat, kemudian giroskop dibuat bebas
berputar pada 3 arah sumbu koordinat (x,y,z) jika letak giroskop diubah, maka
sumbu AB akan tetap pada arah semula : Hal ini dapat diterangkan sebagai
berikut :
Gambar
7.29
𝑑𝐿̅
𝐿̅ = 𝐼𝜔
̅ akan tetap karena = 𝜏̅ = 0, maka 𝜔 ̅ juga tetap berarti arah putar atau sumbu putar akan
𝑑𝑡
tetap, begitu pula laju putarannya. Giroskop banyak dipakai di kapal sebagai giro kompas, sebab letak AB
menunjuk tempat semula.
Jika momen gaya 𝜏 ≠ 0:
1. Gambar 7.30 adalah giroskop sederhana. Rotor 𝑡 berputar karena berat giroskop. G akan menghasilkan
reaksi P yang sama besar dan berlawanan arah hingga menimbulkan momen kopel dan giroskop tidak
jatuh, melainkan akan melakukan gerak presesi dengan:
𝜏 𝐺. 𝐼 𝐺. 𝐼
𝛺= = = , 𝑘 = jari − jari girasi
𝐼𝜔 𝐼𝜔 𝑚 𝑘 2 𝜔
𝜏 = perioda dari gerak presesi
2𝜋 2𝜋𝑚𝑘 2 𝜔 2𝜋𝑚𝑘 2 2𝜋𝑘 2
𝑡= − = =
𝛺 𝐺𝐼 𝑚𝑔𝑙 𝑔𝑙
Gerak presesi ini sekali dimulai akan tetap bergerak, karena momen gaya beratnya. Pada 𝛺 yang
diperbesar, maka sumbu putar akan naik, jika 𝛺 diperkecil maka sumbu akan turun. Naik turunnya
sumbu putar atau osilasinya naik turun terhadap posisi setimbang disebut nutasi.
2. Gasing (top)
𝜏 ≠ 0 diperoleh bila lingkaran penyangga giroskop dihilangkan. Piringan diputar cepat, maka sumbu
putar akan dipresesi.
𝑑𝐿̅
𝜏 ≠ 0 → 𝜏̅ =
𝑑𝑡
𝑑𝐿̅ = 𝜏̅ 𝑑𝑡, arah putar akan bertambah terus dan gasing berputar terhadap sumbu z.

𝜏̅ = 𝑟̅ 𝑥 𝑔̅
Sumbu putar pada arah 𝑟̅
∆𝜃
𝛺 = ∆𝑡
𝐿 𝜏 ∆𝑡
∆𝐿 ≪ 𝐿 → ∆𝜃 = =
𝐿 sin 𝜃 𝐿 sin 𝜃
∆𝜃 𝜏
=
∆𝑡 𝐿 sin 𝜃
𝑟 𝑚𝑔 sin(180 − 𝜃)
=
𝐿 sin 𝜃
𝑟 𝑚𝑔 sin 𝜃
=
𝐿 sin 𝜃
𝑟𝑚𝑔
𝛺=
𝐿
𝑟 = jarak dari O p.m. gasing
𝜃 = sudut antara sumbu gasing dan sumbu presesi

Gambar 7.30

7.8 Hukum Newton Untuk Rotasi


Selain untuk gerak translasi, hukum Newton untuk rotasi akan berbunyi sebagai berikut:
Hukum I: jika tak ada momen gaya luar yang bekerja pada sebuah benda rigid, maka tidak ada
perubahan rotasi terhadap sumbu putar yang tetap.
Hukum II : perubahan rotasi terhadap sumbu putar yang tetap berbanding lurus dengan momen gaya luar
yang bekerja padanya dan arah perubahan ini sama dengan arah momen gaya.
Hukum III : jika sebuah momen gaya dikerjakan oleh sebuah benda pada benda lain, maka sebuah momen
gaya yang berlawanan arah dikerjakan pada benda kedua karena benda pertama terhadap sumbu
𝐼 𝑑𝜔
putar yang sama. Dengan perkataan lain : perubahan momentum putar pada sebuah (𝑑𝜏 = 𝑑𝑡 )
mengakibatkan perubahan momentum putar yang sama tapi berlawanan arah pada benda yang
lain.
BAB 8
KESEIMBANGAN

8.1 Pendahuluan
Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu
yaitu :
a. KINEMATIKA = Ilmu gerak
Ilmu yang mempelajari gerak tanpa mengindahkan penyebabnya.
b. DINAMIKA = Ilmu gaya
Ilmu yang mempelajari gerak dan gaya-gaya penyebabnya.
c. STATIKA = Ilmu keseimbangan
Ilmu yang mempelajari tentang keseimbangan benda.

Definisi-definisi yang harus dipahami pada statika.


a. Keseimbangan / benda seimbang artinya benda dalam keadaan diam atau pusat massanya bergerak
dengan kecepatan tetap.
b. Benda tegar adalah suatu benda yang tidak berubah bentuk bila diberi gaya luar.
c. Partikel adalah benda dengan ukuran yang dapat diabaikan, sehingga benda dapat digambarkan
sebagai titik dan gerak yang dialami hanyalah gerak translasi.

8.2 Momen Gaya


Momen gaya : adalah kemampuan suatu gaya untuk dapat menyebabkan gerakan rotasi. Besarnya
momen gaya terhadap suatu titik sama dengan perkalian gaya dengan lengan momen.
𝜆 = 𝑑. 𝐹
λ = momen gaya
𝑑 = lengan momen
𝐹 = gaya
Lengan momen : adalah panjang garis yang ditarik dari titik poros sampai memotong tegak lurus
garis kerja gaya.

Gambar 8.1
𝜆 = 𝑑. 𝐹
= 𝐹. 𝑙 sin 𝛼
Perjanjian untuk momen gaya :
 Momen gaya yang searah jarum jam bertanda positif (+)
 Momen gaya yang berlawanan arah jarum jam bertanda negatif (-)

Kopel, adalah dua gaya yang sama besar tetapi berlawanan arah dan memiliki garis-gariskerja yang
berbeda. Momen koppel terhadap semua titik sama besar, yaitu : 𝐹 . 𝑑.

Gambar 8.2

8.3 Macam-Macam Keseimbangan


Ada 3 macam keseimbangan:
a. Keseimbangan translasi apabila benda tak mempunyai percepatan linier (𝑎 = 0)
∑𝐹 = 0
dapat diurai ke sumbu x dan y
∑ 𝐹𝑥 = 0 dan ∑ 𝐹𝑦 = 0

∑ 𝐹𝑥 = Resultan gaya pada komponen sumbu x.


∑ 𝐹𝑦 = Resultan gaya pada komponen sumbu y.
Benda yang mempunyai persyaratan tersebut :
- Diam
- Bergerak lurus beraturan
b. Keseimbangan rotasi, apabila benda tidak memiliki percepatan anguler atau benda tidak berputar.
∑𝜆 = 0
Benda yang mempunyai persyaratan tersebut :
- Diam
- Bergerak melingkar beraturan
c. Keseimbangan translasi dan rotasi, apabila benda mempunyai kedua syarat keseimbangan yaitu :
∑𝐹 = 0

∑𝜆 = 0
8.4 Syarat Keseimbangan
1. Jika pada sebuah benda bekerja satu gaya 𝐹

Syarat setimbang :
Pada garis kerja gaya F itu harus diberi gaya F’ yang besarnya sama dengan gaya F
itu tetapi arahnya berlawanan.
2. Jika pada benda bekerja gaya-gaya yang terletak pada satu bidang datar dan garis kerjanya melalui satu
titik.

Syarat setimbang :
a. Gaya resultanya harus sama dengan nol.
b. Kalau dengan pertolongan sumbu-sumbu x dan y, haruslah :
∑ 𝐹𝑥 = 0 ; ∑ 𝐹𝑦 = 0
3. Jika pada sebuah benda bekerja gaya-gaya yang tidak terletak pada satu bidang datar tetapi garis-garis
kerjanya melalui satu titik.
Syarat setimbang:
Dengan pertolongan sumbu-sumbu x, y, dan z, haruslah:
∑ 𝐹𝑥 = 0 ; ∑ 𝐹𝑦 = 0; ∑ 𝐹𝑧 = 0

4. Jika pada sebuah benda bekerja gaya-gaya yang tidak terletak pada satu bidang datar tetapi garis-garis
kerjanya tidak melalui satu titik.

Syarat setimbang :
Dengan pertolongan sumbu-sumbu x, dan y haruslah:
∑ 𝐹𝑥 = 0 ; ∑ 𝐹𝑦 = 0; ∑ 𝜆 = 0
Momen gaya-gaya boleh diambil terhadap sebarang titik pada bidang gaya-gaya itu.

8.5 Keseimbangan Stabil, Labil, dan Indiferen (Netral)


Pada benda yang diam (statis) kita mengenal 3 macam keseimbangan benda statis, yaitu:
a. Stabil (mantap/tetap)
b. Labil (goyah/tidak tetap)
c. Indiferen (sebarang/netral)

Contoh-contoh:
1. Untuk benda yang digantung
Keseimbangan stabil : apabila gaya yang diberikan padanya dihilangkan. Maka ia akan kedudukan
semula. Sebuah papan empat persegi panjang digantungkan pada sebuah sumbu mendatar di P (sumbu
tegak lurus papan). Titik berat Z dari papan terletak vertikal di bawah titik gantung P, sehingga papan
dalam keadaan ini setimbang stabil. Jika ujung A papan diputar sedikit sehingga titik beratnya semula
(Z), maka kalau papan dilepaskan ia akan berputar kembali kekeseimbangannya semula.

Hal ini disebabkan karena adanya suatu koppel dengan gaya berat G dan gaya tegangan tali T yang
berputar kekanan. (G=N), sehingga papan tersebut kembali kekeseimbangannya semula yaitu
seimbang stabil.

Keseimbangan labil : Apabila gaya yang diberikan padanya dihilangkan, maka ia tidak akan dapat
kembali ke kedudukan semula.

Kalau titik gantung P tadi sekarang berada vertikal di bawah titik berat Z maka papan dalam keadaan
seimbang labil Kalau ujung A papan diputar sedikit naik ke kiri sehingga titik beratnya sekarang (Z’)
di bawah titik beratnya semula (Z), maka kalau papan dilepaskan ia akan berputar turun ke bawah,
sehingga akhirnya titik beratnya akan berada vertikal di bawah titik gantung P. Hal ini disebabkan
karena adanya suatu koppel dengan gaya berat G dan gaya tekanan (tegangan tali) T yang berputar
kekiri (G = T), sehingga papan turun ke bawah dan tidak kembali lagi ke keseimbangannya semula.

Keseimbangan indiferen : Apabila gaya yang diberikan padanya dihilangkan, maka ia


akan berada dalam keadaan keseimbangan, tetapi di tempat yang berlainan.
Kalau titik gantung P tadi sekarang berimpit dengan titik berat Z, maka papan dalam keadaan ini
setimbang indiferen. Kalau ujung A papan di putar naik, maka gaya berat G dan gaya tekanan T akan
tetap pada satu garis lurus seperti semula (tidak terjadi koppel) sehingga papan diputar bagaimanapun
juga ia akan tetap seimbang pada kedudukannya yang baru.

2. Untuk benda yang berada di atas bidang datar


Keseimbangan stabil:

Sebuah pararel epipedum siku-siku ( balok ) diletakkan di atas bidang datar, maka ia dalam keadaan
ini seimbang stabil, gaya berat G dan gaya tekanan N yang masing-masing bertitik tangkap di Z (titik
berat balok) dan di A terletak pada satu garis lurus. Kalau balok tersebut diputar naik sedikit dengan
rusuk B sebagai sumbu perputarannya, maka gaya tekanan N akan pindah ke B, dan dalam keadaan ini
akan pindah ke B, dan dalam keadan ini akan timbul suatu koppel dengan gaya-gaya G dan N yang
berputar ke kanan (G=N) sehingga balok tersebut kembali keseimbangannya semula yaitu seimbang
stabil.

Keseimbangan labil : Sebuah pararel epipedum miring (balok miring) yang bidang diagonalnya AB
tegak lurus pada bidang alasnya diletakkan diatas bidang datar, maka ia dalam keadaan ini setimbang
labil, gaya berat G dan gaya tekanan N yang masing-masing melalui rusuk B dari balok tersebut
terletak pada satu garis lurus.

Titik tangkap gaya tekanan N ada pada rusuk N. Kalau balok tersebut diputar naik sedikit dengan
rusuk B sebagai sumbu putarnya, maka gaya tekanan N yang berputar kekiri (G=N), sehingga balok
tersebut akan turun kebawah dan tidak kembali lagi kekeseimbangannya semula.

Keseimbangan indiferen : Sebuah bola diletakkan diatas bidang datar ia dalam


keadaan ini seimbang indiferen.

Kalau bola dipindah / diputar, maka gaya berat G dan gaya tekanan N akan tetap pada satu garis lurus
seperti semula (tidak terjadi koppel), sehingga bola berpindah/berputar bagaimanapun juga ia akan
tetap seimbang pada kedudukan yang baru.
BAB 9
GRAVITASI

Hukum gravitasi universal yang dirumuskan oleh Newton, diawali dengan beberapa pemahaman dan
pengamatan empiris yang telah dilakukan oleh ilmuwan-ilmuwan sebelumnya. Mula-mula Copernicus
memberikan landasan pola berfikir yang tepat tentang pergerakan planet-planet, yang semula dikira planet-
planet tersebut bergerak mengelilingi bumi, seperti pada konsep Ptolemeus. Copernicus meletakkan
matahari sebagai pusat pergerakan planet-planet, termasuk bumi, dalam gerak melingkarnya. Kemudian
dari data hasil pengamatan yang teliti tentang pergerakan planet, yang telah dilakukan Tycho Brahe, Kepler
merumuskan tiga hukum empiris yang dikenal sebagai hukum Kepler mengenai gerak planet:
1. Semua planet bergerak dalam lintasan berbentuk elips dengan matahari pada salah satu titik fokusnya.
2. Garis yang menghubungkan planet dengan matahari akan menyapu daerah luasan yang sama dalam
waktu yang sama.
3. Kuadrat perioda planet mengelilingi matahari sebanding dengan pangkat tiga jarak rerata planet ke
matahari.
Hukum-hukum Kepler ini adalah hukum empiris. Keplet tidak mempunyai penjelasan tentang apa
yang mendasari hukum-hukumnya ini. Kelebihan Newton, adalah dia tidak hanya dapat menjelaskan apa
yang mendasari hukum-hukum Kepler ini, tetapi juga menunjukkan bahwa hukum yang sama juga berlaku
secara universal untuk semua benda-benda bermassa.

9.1 Hukum Gravitasi Universal


Kita dapat menjabarkan, dengan cara yang sederhana, hukum gravitasi universal dengan memulainya
dari fakta-fakta empiris yang telah ditemuka Kepler. Untuk memudahkan analisa kita anggap bahwa
planet-planet bergerak dalam lintasan yang berbentuk lingkaran dengan jejari 𝑟, dengan kelajuan konstan
𝑣.
Karena planet bergerak dalam lintasan lingkaran maka planet mengalami percepatan sentripetal yang
besarnya diberikan oleh :
v 2 (2πr)2
a= =
r rT 2
dengan 𝑇 adalah periode planet mengelilingi matahari. Percepatan ini tentunya disebabkan oleh suatu
gaya yang mengarah ke pusat lingkaran (ke matahari). Besar gaya ini tentunya sama dengan massa planet
m dikali percepatan sentripetalnya, sehingga besar gaya tadi dapat dirumuskan sebagai:
4𝜋 2 𝑟
𝐹=𝑚 2
𝑇
Hukum Kepler ketiga dapat kita tuliskan sebagai
𝑇 2 = 𝑘𝑟 3
dengan k adalah suatu konstanta kesebandingan. Dengan persamaan hukum Kepler ketiga ini, besar
4𝜋 2 𝑟
gaya pada pers. 𝐹 = 𝑚 dapat ditulis sebagai
𝑇2
4𝜋 2 𝑟 𝑚
𝐹=𝑚 2
= 𝑘, 2
𝑇 𝑟
dengan 𝑘 , adalah suatu konstanta. Karena gaya ini mengarah ke pusat lingkaran, yaitu ke matahari,
tentunya logis bila dianggap bahwa gaya tersebut disebabkan oleh matahari.
Berdasarkan hukum ketiga Newton, tentunya akan ada gaya juga yang bekerja pada matahari oleh
4𝜋 2 𝑟 𝑚
planet, yang besarnya sama dengan gaya di pers.𝐹 = 𝑚 𝑇 2 = 𝑘 , 𝑟 2. Tetapi karena sekarang bekerja pada
matahari, tentunya konstanta 𝑘 , di persamaan tersebut mengandung massa matahari sehingga logis bila
diasumsikan bahwa terdapat gaya yang saling tarik menarik antara planet dan matahari yang besarnya
diberikan oleh:
𝑀𝑚
𝐹=𝐺 2
𝑟
Newton, setelah mengamati hal yang sama pada bulan dan pada benda-benda yang jatuh bebas di
permukaan bumi, menyimpulkan bahwa gaya tarik menarik tadi berlaku secara universal untuk sembarang
benda. Gaya tadi kemudian dinamai sebagai gaya gravitasi. Jadi antara dua benda bermassa 𝑚1 dan 𝑚2
yang terpisah sejauh 𝑟 terdapat gaya gravitasi yang perumusannya diberikan oleh
𝑚1 𝑚2
𝐹⃗12 = 𝐺 𝑟̂
𝑟 2 12
dengan r̂12 adalah vektor satuan yang berarah dari benda pertama ke benda kedua. (Notasi 12, berarti
pada benda pertama oleh benda kedua).
Konstanta 𝐺 dalam persamaan gravitasi universal, dapat ditentukan melalui eksperimen. Pengukuran
yang teliti untuk nilai 𝐺 dilakukan oleh Cavendish. Sekarang nilai konstanta gravitasi universal diberikan
oleh:
𝐺 = 6,6720 𝑥 10−11 𝑚2 /𝑘𝑔2
Dalam penjabaran di atas, diasumsikan bahwa benda pertama dan kedua adalah suatu titik massa.
Untuk benda yang besar, yang tidak dapat dianggap sebagai titik massa maka sumbangan dari masing-
masing elemen massa harus diperhitungkan. Untuk itu diperlukan perhitungan-perhitungan kalkulus
integral. Salah satu hasil capaian Newton, dia berhasil menunjukkan, dengan bantuan kalkulus integral,
bahwa sebuah benda berbentuk bola (juga kulit bola) dengan distribusii massa yang homogen, akan
memberikan gaya gravitasi ada sebuah titik massa di luar bola tadii dengan massa bola seolah-olah
terkonsentrasi pada titik pusat bola. Dengan ini kita dapat misalnya menganggap gaya gravitasi bumi
seolah-olah disebabkan oleh sebuah titik massa yang berada pada pusat bumi.
Hukum Kepler kedua, untuk kasus lintasan planet yang berbentuk lingkaran, hanya menunjukkan
bahwa kelajuan planet mengelilingi matahari konstan. Tetapi untuk kasus lintasan yang sesungguhnya,
yaitu yang berbentuk elips, hukum kedua Kepler menunjukkan tentang kekekalan momentum sudut. Lihat
gambar

Gambar 9.1 Daerah yang disapu oleh garis yang menghubungkan planet dengan matahari

Daerah yang disapu oleh garis yang menghubungkan planet dengan matahari dalam suatu selang
waktu ∆𝑡 diberikan oleh
1
∆𝐴 = 𝑟 2 𝜔∆𝑡
2
sehingga pernyataan bahwa untuk selang waktu yang sama daerah yang disapu sama, sama dengan
menyatakan bahwa besaran berikut ini konstan
𝜔2
𝑟
Tetapi bila ini kita kalikan dengan massa planet, akan kita dapatkan bahwa besaran mωr 2 yang tidak
lain sama dengan besar total momentum sudut sistem (dengan matahari sebagai titik referensi). Jadi dalam
sistem planet matahari, gaya gravitasi tidak menimbulkan perubahan momentum sudut.

9.2 Medan Gravitasi


Konsep gaya gravitasi, dimana dua benda yang terpisah dan tidak saling sentuh dapat memberikan
pengaruh satu sama lain, merupakan konsep yang sulit dipahami bagi ilmuwan fisika klasik dahulu. Bagi
mereka semua gaya harus melalui persentuhan, minimal harus ada perataranya. Karena itu terkait dengan
gaya gravitasi, mereka memperkenalkan konsep medan gravitasi. Jadi pada ruang di sekitar sebuah benda
yang bermassa 𝑚 akan timbul medan gravitasi. Apabila pada medan gravitasi tadi terdapat sebuah benda
yang bermassa, maka benda tadi akan mengalami gaya gravitasi. Kuat medan gravitasi pada suatu titik
dalam ruang diukur dengan menggunakan suatu massa uji yang kecil. Kuat medan gravitas diberikan oleh
perumusan
𝐹⃗
𝑔⃗ =
𝑚
sehingga medan gravitasi di sekitar sebuah benda bermassa m diberikan oleh
𝑚
𝑔⃗ = 𝐺 2 𝑟̂
𝑟

9.3 Energi Potensial Gravitasi


Usaha yang dilakukan oleh gaya gravitasi sebuah benda bermassa 𝑀 (yang diasumsikan berada di
titik pusat koordinat) pada benda lain yang bermassa 𝑚, yang menyebabkan perpindahan benda kedua dari
jarak 𝑟𝑎 ke 𝑟𝑏 diberikan oleh
𝑏 𝑏
𝑚𝑀 𝑀𝑚 1 1
𝑊 = ∫ −𝐺 2 𝑟̂ . 𝑑𝑠⃗ = − ∫ 𝐺 2 𝑑𝑟 = 𝐺𝑀𝑚 ( − )
𝑎 𝑟 𝑎 𝑟 𝑟𝑏 𝑟𝑎
Tanda minus dalam gaya di atas karena arah gayanya adalah ke pusat koordinat. Jelas dari hasil di
atas bahwa gaya gravitasi adalah gaya konservatif. Karena itu kita dapat mendefinisikan konsep energi
potensial gravitasi melalui
1 1
∆𝑈 = −𝑊 = −𝐺𝑀𝑚 ( − )
𝑟𝑏 𝑟𝑎
Bila kita asumsikan 𝑟𝑎 berada pada jauh tak hingga, dan 𝑟𝑏 = 𝑟, dan diasumsikan
pada titik jauh tak hingga potensial gravitasinya lenyap (= nol), maka kita dapatkan
𝐺𝑀𝑚
𝑈(𝑟) = −
𝑟
Untuk suatu tempat dekat permukaan bumi, maka digunakan persamaan :
1 1
∆𝑈 = −𝑊 = −𝐺𝑀𝑚 ( − )
𝑟𝑏 𝑟𝑎
Dengan 𝑟𝑎 = 𝑅, jari-jari bumi (jarak permukaan bumi dari pusatnya), dan Dengan 𝑟𝑏 = 𝑅 + ℎ. Kemudia
diasumsikan bahwa 𝑈(𝑅 𝑝) = 0, maka kita diperoleh energi potensial gravitasinya.
1 1 𝑅 − (𝑅 + ℎ) 𝐺𝑀
𝑈(𝑟) = −𝐺𝑀𝑚 ( − ) = −𝐺𝑀𝑚 ( ) ≈ 2 𝑚ℎ
𝑅+ℎ 𝑅 (𝑅 + ℎ)𝑅 𝑅
2
Tetapi besaran 𝐺𝑀/𝑅 merupakan percepatan gravitasi bumi 𝑔, sehingga untuk ketinggian dekat
permukaan bumi
𝑈(ℎ) = 𝑚𝑔ℎ
BAB 10
MEKANIKA FLUIDA

Dalam bagian ini kita mengkhususkan diri pada materi yang memiliki keadaan khusus. Bila
sebelumnya kita pernah membahas materi atau benda tegar, di mana jarak relatif antara bagian-bagian atau
partikel-partikel penyusun materi tetap, maka sekarang kita meninjau kasus kebalikannya, yaitu kasus di
mana jarak relatif antara bagian-bagian materi atau partikel-partikel penyusun materi dapat berubah-ubah.
Materi yang berada dalam keadaan ini disebut sebagai fluida, dapat berupa cairan maupun gas, dan dinamai
fluida karena memiliki sifat dapat mengalir. Karena partikel-partikel dalam fluida dapat mudah bergerak,
maka secara umum rapat massanya tidak konstan. Walaupun begitu dalam buku ini, dalam kebanyakan
kasus kita hanya akan meninjau keadaan dengan kerapatan konstan. Kita akan mempelajari fenomena-
fenomena fisis dari fluida, khususnya terkait dengan sifatnya yang dapat mengalir.

10.1 Tekanan
Sebuah gaya yang bekerja pada sebuah permukaan fluida akan selalu tegak lurus pada permukaan
tersebut. Karena fluida yang diam tidak dapat menahan komponen gaya yang sejajar dengan
permukaannya. Komponen gaya yang sejajar dengan permukaan fluida akan menyebabkan fluida tadi
bergerak mengalir. Karena itu kita dapat mendefinisikan suatu besaran yang terkait dengan gaya normal
permukaan dan elemen luasan permukaan suatu fluida.
Kita tinjau suatu fluida, dan kita ambil suatu bagian volume dari fluida itu dengan bentuk sembarang,
dan kita beri nama 𝑆. Secara umum akan terdapat gaya dari luar S pada permukaannya oleh materi di luar
𝑆. Sesuai prinsip hukum Newton ketiga, mestinya akan ada gaya dari 𝑆 yang, sesuai pembahasan di atas,
mengarah tegak lurus pada permukaan S. Gaya tadi diasumsikan sebanding dengan elemen luas permukaan
𝑑𝑠⃗, dan konstanta kesebandingannya didefinisikan sebagai tekanan
𝐹⃗ = 𝑝 𝑑𝑠⃗
Jadi arah 𝐹⃗ adalah tegak lurus permukaan, searah dengan arah 𝑑𝑠⃗, dan tekanan 𝑝 adalah besraan
skalar. Satuan SI dari tekanan adalah pascal (Pa), dan 1 Pa = 1 N/m2.

10.2 Tekanan Hidrostatik


Dalam suatu fluida yang diam, setiap bagian dari fluida
itu berada dalam keadaan kesetimbangan mekanis. Kita
tinjau sebuah elemen berbentuk cakram pada suatu fluida
yang berjarak 𝑦 dari dasar fluida, dengan ketebalan
cakram 𝑑𝑦 dan luasnya 𝐴 (lihat gambar).

Total gaya pada elemen cakram tadi harus sama


dengan nol. Untuk arah horizontal gaya yang bekerja
hanyalah gaya tekanan dari luar elemen cakram, yang
karena simetri haruslah sama. Untuk arah vertikal, selain
gaya tekanan yang bekerja pada permukaan bagian atas
dan bagian bawah, juga terdapat gaya berat, sehingga
𝑝𝐴 − (𝑝 + 𝑑𝑝)𝐴 − 𝑑𝑤 = 0
Dengan 𝑑𝑤 = 𝜌𝑔𝐴 𝑑𝑦 adalah elemen gaya berat. Kita dapatkan :
𝑑𝑝
= −𝜌𝑔
𝑑𝑦
Persamaan ini memberikan informasi bagaimana tekanan dalam fluida berubah
dengan ketinggian sebagai akibat adanya gravitasi.
Tinjau kasus khusus bila fluidanya adalah cairan. Untuk cairan, pada rentang suhu dan tekanan yang
cukup besar, massa jenis cairan 𝜌 dapat dianggap tetap. Untuk kedalaman cairan yang tidak terlalu besar
kita dapat asumsikan bahwa percepatan gravitasi g konstan. Maka untuk sembarang dua posisi ketinggian
𝑦1 dan 𝑦2 , kita dapat mengintegrasikan persamaan di atas
𝑝2 𝑦2
∫ 𝑑𝑝 = −𝜌𝑔 ∫ 𝑑𝑦
𝑝1 𝑦1
atau
𝑝2 − 𝑝1 = −𝜌𝑔(𝑦2 − 𝑦1 )
Bila kita pilih titik 𝑦2 adalah permukaan atas cairan, maka tekanan yang beraksi di permukaan itu
adalah tekanan udara atmosfer, sehingga
𝑝 = 𝑝𝑜 + 𝜌𝑔ℎ
(𝑦 )
Dengan ℎ = 2 − 𝑦1 adalah kedalaman cairan diukur dari permukaan atas. Untuk kedalaman yang
sama tekanannya sama.
Kasus lain adalah bila fluidanya adalah gas, atau lebih khusus lagi bila fluidanya adalah udara
atmosfer bumi. Sebagai titik referensi adalah permukaan laut (ketinggian nol), dengan tekanan 𝑝𝑜 dan
massa jenis 𝜌𝑜 . Kita asumsikan gasnya adalah gas ideal yang mana massa jenisnya sebanding dengan
tekanan, sehingga
𝜌 𝑝
=
𝜌𝑜 𝑝𝑜
𝑑𝑝
Dengan memakai persamaan 𝑑𝑦 = −𝜌𝑔
𝑑𝑝 𝑝
= −𝑔𝜌𝑜
𝑑𝑦 𝑝𝑜
atau
𝑑𝑝 𝑔𝜌𝑜
=− 𝑑𝑦
𝑝 𝑝𝑜
Bila diintegralkan akan menghasilkan
𝑝 = 𝑝𝑜 𝑒 −𝑔(𝜌𝑜 /𝑝𝑜 )𝑦

10.3 Prinsip Pascal dan Archimedes


Untuk suatu cairan dalam wadah tertutup, tetap berlaku persamaan p2 − p1 = −ρg(y2 − y1 ). Karena
itu bila terjadi perubahan tekanan pada titik 1 sebesar ∆p1 , maka
∆𝑝2 = ∆𝑝1 − 𝑔(𝑦2 − 𝑦1 )∆𝜌
Tetapi untuk cairan perubahan rapat massanya dapat diabaikan ∆𝜌 ≈ 0, sehingga ∆𝑝1 = ∆𝑝2. Ini
berarti tekanan yang diberikan pada titik 1 akan diteruskan tanpa pengurangan ke sembarang titik dalam
cairan tersebut. Inilah yang dikenal sebagai prinsip Pascal. Prinsip ini hanya konsekuensi dari persamaan
tekanan hidrostatika.
Kita tinjau sebuah benda yang tercelup kedalam suatu fluida. Fluida tadi akan memberikan faya
tekanan kepada setiap bagian permukaan benda. Gaya tekan pada bagian yang lebih dalam tentunya lebih
besar (karena tekanannya lebih besar). Karena itu total gaya tekan yang bekerja pada seluruh permukaan
benda tadi akan menimbulkan total gaya ke atas. Besar gaya ke atas tadi bisa diperoleh sebagai berikut.
Seandainya pada tempat benda tadi digantikan dengan fluida yang sama dengan lingkungannya, maka
tentunya akan berada dalam keadaan kesetimbangan. Sehingga total gaya ke atas tadi tentunya sama
dengan berat fluida yang menggantikan benda tadi. Prinsip ini terkenal sebagai prinsip Archimedes. Jadi
pada sebuah benda yang tercelup ke dalam suatu fluida akan terdapat total gaya ke atas (gaya apung) yang
besarnya sama dengan berat fluida yang ditempati benda tadi.

10.4 Pengukuran Tekanan


Tekanan udara diukur dengan menggunakan alat yang diberinama barometer. Barometer yang
pertama kali dibuat adalah barometer air raksa, buatan Torriclelli. Dari gambar jelas bahwa tekanan udara
akan sama dengan tekanan titik P pada air raksa. Bagian atas dari kolom air raksa terdapat uap air raksa
yang tekanannya dapat diabaikan. Sehingga tekanan udara diberikan oleh
𝑝 = 𝜌𝑚 𝑔ℎ
Dengan 𝜌𝑚 adalah rapat massa air raksa.

Gambar 10.1 Barometer dan Manometer

10.5 Jenis-Jenis Aliran Fluida


Pada bagian ini kita akan meninjau kasus fluida bergerak/mengalir. Normalnya, ketika kita meninjau
keadaan gerak dari suatu sistem partikel, kita akan berusaha memberikan informasi mengenai posisi dari
setiap partikel sebagai fungsi waktu. Tetapi untuk kasus fluida ada metode yang lebih mudah yang
dikembangkan mula-mula oleh Euler. Dalam metode ini kita tidak mengikuti pergerakan masing-masing
partikel, tetapi kita memberi informasi mengenai keadaan fluida pada setiap titik ruang dan waktu.
Keadaan fluida pada setiap titik ruang dan untuk seluruh waktu diberikan oleh informasi mengenai massa
jenis 𝜌(𝑟⃗, 𝑡) dan kecepatan fluida 𝑣⃗(𝑟⃗, 𝑡).
Aliran fluida dapat dikategorikan menurut beberapa kondisi
1. Bila vektor kecepatan fluida di semua titik 𝑣⃗ = (𝑟⃗) bukan merupakan fungsi waktu maka alirannya
disebut aliran tetap (steady), sebaliknya bila tidak maka disebut aliran tak tetap (non steady).
2. Bila di dalam fluida tidak ada elemen fluida yang berotasi relatif terhadap suatu titik maka aliran
fluidanya disebut alira irrotasional, sedangkan sebaliknya disebut aliran rotasional.
3. Bila massa jenis 𝜌 adalah konstan, bukan merupakan fungsi ruang dan waktu, maka alirannya disebut
aliran tak termampatkan, sebaliknya akan disebut termampatkan.
4. Bila terdapat gaya gesek dalam fluida maka alirannya disebut aliran kental, sedangkan sebaliknya akan
disebut aliran tak kental. Gaya gesek ini merupakan gaya-gaya tangensial terhadap lapisan-lapisan
fluida, dan menimbulkan disipasi energi mekanik

10.6 Persamaan Kontinuitas


Tinjau suatu bagian berbentuk sembarang 𝑂 dari suatu fluida yang mengalir. Misalkan dalam bagian
tersebut terdapat suatu sumber (bila bernilai positif) atau bocoran (bila bernilai negatif), kita lambangkan
dengan S yang memberi (kelajuan) jumlah massa yang terbentuk atau hilang di 𝑂 per satuan waktu.
Seandainya tidak ada perubahan massa menjadi energi (total massa kekal/konstan), maka total massa fluida
per satuan waktu yang masuk ke 𝑂 dikurangi massa yang keluar dari 𝑂 harus sama dengan 𝑆. Total massa
yang masuk maupun keluar dapat dicari dengan menghitung fluks aliran yang menembus permukaan 𝑂.
Sebelumnya kita definisikan dulu rapat arus fluida sebagai perkalian antara rapat massa dan kecepatan
fluida di suatu titik ruang waktu,
𝑗⃗ = 𝜌𝑣⃗
Bila rapat arus fluida dikalikan skalar dengan elemen luas permukaan 𝑑𝐴⃗ maka akan didapatkan
⃗𝑗.⃗ 𝑑𝐴⃗ = 𝜌𝑣⃗. 𝑑𝐴⃗
Untuk setiap satuan waktu 𝑑𝑡 maka:
𝑑𝑠⃗ 𝑑𝑉 𝑑𝑚
⃗⃗ 𝑑𝐴⃗ = 𝜌𝑣⃗. 𝑑𝐴⃗ = 𝜌 . 𝑑𝐴⃗ = 𝜌
𝑗. =
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡
suku terakhir adalah laju perubahan massa yang memasuki 𝑂. Bila dalam 𝑂 tidak terdapat sumber
maka jumlah massa yang sama harus keluar dari 𝑂, tetapi bila ada sumber berarti selisih laju perubahan
massa yang masuk dan keluar sama dengan 𝑆:
𝑑𝑚
−𝑗⃗. 𝑑𝐴⃗ + 𝑆 =
𝑑𝑡
Kita tinjau kasus khusus dengan kecepatan fluida tidak bergantung waktu dan dapat dianggap sama
untuk titik-titik permukaan yang tidak terlalu besar. Kita ambil 𝑂 berbentuk tabung aliran dengan dua buah
𝑑𝑠⃗ 𝑑𝑉 𝑑𝑚
permukaan sisi tutupnya 𝐴1 dan 𝐴2 . Dari pers. 𝑗. ⃗⃗ 𝑑𝐴⃗ = 𝜌𝑣⃗. 𝑑𝐴⃗ = 𝜌 . 𝑑𝐴⃗ = 𝜌 = , dapat diperoleh
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡
bahwa total massa yang masuk pada permukaan 𝐴1 dan yang keluar pada 𝐴2 dapat dituliskan sebagai
𝑑𝑚1 𝑑𝑚2
= 𝜌1 𝑣⃗1 . 𝐴⃗1 dan = 𝜌2 𝑣⃗2 . 𝐴⃗2
𝑑𝑡 𝑑𝑡
Bila tidak ada sumber maka kedua nilai tadi harus sama, jadi:
𝜌1 𝑣⃗1 . 𝐴⃗1 = 𝜌2 𝑣⃗2 . 𝐴⃗2
Persamaan ini juga sering disebut sebagai persamaan kontinuitas, walau sebenarnya hanya
merupakan kasus khusus saja.

10.7 Persamaan Bernoulli


Persamaan Bernoulli sebenarnya hanya bentuk lain dari persamaan kekekalan energi mekanik yang
diterapkan pada fluida. Tentunya fluida yang ditinjau harus tak kental agar tidak terdapat disipasi energi
sebagai panas. Sesuai dengan teorema usaha-energi kita ketahui bahwa usaha oleh gaya non konservatif
sama dengan perubahan energi mekanik.
𝑊𝑛𝑘 = ∆𝐸𝑚
Dalam usaha di atas, usaha non konservatifnya dilakukan oleh gaya tekanan. Usaha totalnya adalah
𝑊𝑛𝑘 = (𝜌1 𝑣⃗1 . 𝐴⃗1 = 𝜌2 𝑣⃗2 . 𝐴⃗2 )∆𝑡
Sedangkan perubahan energi mekaniknya adalah
1 1
(𝜌2 𝑣⃗2 . 𝐴⃗2 ∆𝑡)𝑣22 + 𝑔(𝜌2 𝑣⃗2 . 𝐴⃗2 ∆𝑡)𝑦2 − (𝜌1 𝑣⃗1 . 𝐴⃗1 ∆𝑡)𝑣12 − 𝑔(𝜌1 𝑣⃗1 . 𝐴⃗1 ∆𝑡)𝑦1
2 2
Sehingga
1 1
𝜌1 𝑣⃗1 . 𝐴⃗1 ∆𝑡 + (𝜌1 𝑣⃗1 . 𝐴⃗1 ∆𝑡)𝑣12 + 𝑔(𝜌1 𝑣⃗1 . 𝐴⃗1 ∆𝑡)𝑦1 = 𝜌2 𝑣⃗2 . 𝐴⃗2 ∆𝑡 + (𝜌2 𝑣⃗2 . 𝐴⃗1 ∆𝑡)𝑣22 + 𝑔(𝜌2 𝑣⃗2 . 𝐴⃗2 ∆𝑡)𝑦2
2 2
Tetapi dari persamaan kontinuitas diketahui 𝜌1 𝑣⃗1 . 𝐴1 = 𝜌2 𝑣⃗2 . 𝐴⃗2 , dan bila diasumsikan bahwa 𝜌1 =

𝜌2 = 𝜌 maka
1 1
𝑝1 + 𝜌𝑣12 + 𝜌𝑔𝑦1 = 𝑝2 + 𝜌𝑣22 + 𝜌𝑔𝑦2
2 2
atau
1
𝑝 + 𝜌𝑣 2 + 𝜌𝑔𝑦 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
2
BAB 11
GETARAN DAN GELOMBANG

11.1 Getaran
Getaran adalah salah satu bentuk gerak yang khusus. Kita hanya akan meninjau getaran atau osilasi
yang sederhana. Untuk itu kita akan meninjau energi potensial yang dimiliki sebuah partikel bermassa m
yang berada dalam keadaan kesetimbangan stabil di sekitar titik 0. Secara umum bentuk energi
potensialnya adalah
𝑈 = 𝑈𝑜 − 𝑎𝑥 2 + 𝑂(𝑥 3 )
3)
Dengan 𝑂(𝑥 adaah suku-suku energi potensial dengan variabel-variabel 𝑥 berpangkat tiga atau
lebih, yang tentunya harus sangat kecil dibandingkan suku pangkat duanya (bila tidak maka buka
kesetimbangan stabil). Gaya yang terkait dari energi potensial ini dapat dicari dari
𝐹𝑥 𝑑𝑥 = −𝑑𝑈
atau
𝑑𝑈
𝐹𝑥 = − = −2𝑎𝑥 + 𝑂(𝑥 2 )
𝑑𝑥
bila suku gaya pangkat dua atau lebih sangat kecil atau dapat diabaikan, maka ini tidak lain dari gaya
pegas, dan dengan 2𝑎 = 𝑘 maka persamaan di atas dapat dituliskan sebagai
𝑑2𝑥
𝐹𝑥 = 𝑚 2 = −𝑘𝑥
𝑑𝑡
atau
𝑑2 𝑥
𝑚 2 + 𝑘𝑥 = 0
𝑑𝑡
Persamaan ini memiliki bentuk penyelesaian umum
𝑥(𝑡) = 𝐴 sin(𝜔𝑡) + 𝐵 cos(𝜔𝑡)
dengan
𝑘
𝜔=√
𝑚
Adalah frekuensi sudut dari getaran. Persamaan 𝑥(𝑡) = 𝐴 sin(𝜔𝑡) + 𝐵 cos(𝜔𝑡) dapat juga ditulis
sebagai :
𝑥(𝑡) = 𝐴0 sin(𝜔𝑡 + ∅) = 𝐴0 (sin 𝜔𝑡 cos ∅ + cos 𝜔𝑡 𝑠𝑖𝑛 ∅)
Dengan 𝐴 = 𝐴𝑜 cos ∅ dan 𝐵 = 𝐴𝑜 sin ∅, 9(sehingga ∅ = arc sin B/A yang disebut fase getaran), dan
𝑑2 𝑥
𝐴𝑜 disebut sebagai amplitudo getaran. Getaran yang memenuhi persamaan 𝑚 𝑑𝑡 2 + 𝑘𝑥 = 0 disebut sebagai
getaran selaras sederhana.

Berikut ini beberapa contoh getaran selaras sederhana


11.1.1 Bandul
Sebuah bandul yang berada dalam medan potensial gravitasi, bila disimpangkan tidak jauh dari titik
keseimbangannya akan mengalami gerak getaran. Komponen gaya yang ialami bandul bermassa m yang
sejajar dengan arah geraknya adalah
𝑑2𝑥
𝐹 = 𝑚 2 − 𝑚𝑔 sin 𝜃
𝑑𝑡
Tanda negatif karena arah gaya berlawanan dengan arah simpangan positif 𝑥. Untuk simpangan yang
tidak terlalu besar, sin 𝜃 dapat kita dekati sebagai sin 𝜃 ≈ 𝜃 (dalam radian) dan 𝑥 ≈ 𝐿𝜃 sehingga
𝑑2𝜃 𝑔
+ 𝜃=0
𝑑𝑡 2 𝐿

Gambar 11. 1 Bandul


Yang merupakan persamaan getaran selaras sederhana dengan frekuesi
𝑔
𝜔=√
𝐿
11.1.2 Bandul Mekanis
Sebuah benda digantung pada titik P dan memiliki momen inersia terhadap sumbu 𝑃 ebesar 𝐼𝑃 .
Benda ini disimpangkan dari titik seimbangnya dan kemudian bergetar. Torka yang dialami benda
tadi, akibat gaya gravitasi yang bekerja pada titik pusatnya dapat dituliskan sebagai
𝑑2𝜃
𝜏 = 𝐼𝑃𝛼 = 𝐼𝑃 2 = −𝑀𝑔𝐿 sin 𝜃
𝑑𝑡

Gambar 11.2 Bandul Mekanik


Untuk sudut yang cukup kecil sin 𝜃 ≈ 𝜃 sehingga
𝑑 2 𝜃 𝑀𝑔𝐿
+ 𝜃=0
𝑑𝑡 2 𝐼𝑃
Penyelesaian persamaan ini adalah suatu getaran selaras sederhana dengan frekuensi sudut
𝑀𝑔𝐿
𝜔=√
𝐼𝑃
11.2 Getaran Teredam dan Resonansi
Dalam kenyataan di alam, selain gaya yang menimbulkan getaran juga terdapat gaya yang
menghambat gerak getaran. Sehingga semua gerak getaran akhirnya berkurang energinya dan berhenti
bergetar. Sebagai model sederhana kita asumsikan getaran teredam dengan gaya redaman yang sebanding
dengan kecepatan benda, sehingga persamaan gerak benda dapat ditulis sebagai
𝐹 = −𝑘𝑥 − 𝑏𝑣
atau
𝑑 2 𝑥 𝑏 𝑑𝑥 𝑘
+ + 𝑥=0
𝑑𝑡 2 𝑚 𝑑𝑡 𝑚
Penyelesaian persamaan di atas ini dapat dituliskan sebagai berikut
𝑥 = 𝐴𝑒 −𝑏𝑡/2𝑚 cos(𝜔′ 𝑡 + ∅)
Dengan
𝑘 𝑏 2

𝜔 = √ −( )
𝑚 2𝑚
Bentuk grafik getarannya sebagai berikut:

Gambar 11.3 Getaran teredam


11.2.1 Resonansi
Terkadang suatu sistem yang dapat bergetar mendapat gaya yang juga periodik. Dalam kasus ini
benda akan bergetar dengan amplitudo yang besar ketika frekuensi alaminya sama dengan frekuensi gaya
eksternal periodiknya. Sebagai model misalkan gaya eksternal periodiknya diberikan oleh 𝐹 = 𝐹𝑟 cos 𝜔′′ t,
sehingga persamaan geraknya (dengan mengikutsertakan faktor redaman)
𝐹 = −𝑘𝑥 − 𝑏𝑣 + 𝐹𝑟 cos 𝜔′′ t
atau
𝑑2 𝑥 𝑏 𝑑𝑥 𝑘
+ + 𝑥 = 𝐹𝑟 cos 𝜔′′
𝑑𝑡 2 𝑚 𝑑𝑡 𝑚
Dari persamaan di atas, tentunya logis bila getarannya harus memiliki frekuensi yang sama dengan
frekuensi getaran gaya eksternal periodik 𝜔′′ , tetapi mungkin terdapat beda fase. Dapat ditunjukkan bahwa
penyelesaian persamaan di atas adalah
𝐹𝑟
𝑥 = 𝑠𝑖𝑛(𝜔′′ 𝑡 + ∅)
𝐺
Dengan
𝐺 = √𝑚2 (𝜔 ′′2 − 𝜔 2 )2 + 𝑏 2 𝜔 ′′2
dan
𝑏𝜔′′2
∅ = 𝑎𝑟𝑐 cos
𝐺
Tampak bahwa nilai 𝐺 akan minimum dan amplitudo akan maksimum ketika 𝜔 = 𝜔′′ . Peristiwa
inilah yang biasa disebut resonansi.

11.3 Energi Getaran


Energi potensial sebuah sistem pegas diberikan oleh
1
𝑈 = 𝑘𝑥 2
2
Sedangkan energi kinetiknya diberikan oleh
1
𝐸𝑘 = 𝑚𝑣 2
2
Maka dengan
𝑥 = 𝐴 sin(𝜔𝑡 + ∅)
Dan
𝑑𝑥
𝑣= = 𝐴𝜔 cos(𝜔𝑡 + ∅)
𝑑𝑡
Maka energi total mekanik sistem pegas yang bergetar diberikan oleh
1 1 1
𝐸 = 𝐸𝑘 + 𝑈 = 𝑘𝐴2 𝑠𝑖𝑛2 (𝜔𝑡 + ∅) + 𝑚𝜔2 𝐴2 𝑐𝑜𝑠 2 (𝜔𝑡 + ∅) = 𝑘𝐴2
2 2 2

11.4 Gelombang
Gelombang adalah getaran yang merambat. Jadi di setiap titik yang dilalui gelombang terjadi
getaran, dan getaran tersebut berubah fasenya sehingga tampak sebagai getaran yang merambat. Terkait
dengan arah getar dan arah rambatnya, gelombang dibagi menjadi dua kelompok, geklombang transversal
dan gelombang longitudinal. Gelombang transversal arah rambatnya tegak lurus dengan arah getarannya,
sedangkan gelombang longitudinal arah rambatnya searah dengan arah getarannya.
Persamaan gelombang memenuhi bentuk
𝑑2𝑥 1 𝑑2𝑥
=
𝑑𝑧 2 𝑣 2 𝑑𝑡 2
Bentuk umum penyelesaian persamaan di atas adalah semua fungsi yang berbentuk 𝑥(𝑧, 𝑡) =
𝑥(𝑧 ± 𝑣𝑡). Hal ini dapat ditunjukkan dengan mudah. Bentuk yang cukup sederhana yang
menggambarkan gelombang sinusoidal adalah penyelesaian yang berbentuk
𝑥(𝑧, 𝑡) = 𝐴 sin(𝑘𝑧 ± 𝜔𝑡 + ∅)
Untuk suatu waktu 𝑡 tertentu (misalkann 𝑡 = 0 dan pilih ∅ = 0 maka
𝑥(𝑧, 𝑡) = 𝐴 sin(𝑘𝑧)
Ini adalah persamaan sunisoidal dengan jarak dari satu fase ke fase berikunya diberikan oleh
2𝜋
𝑧=𝜆=
𝑘
Atau berarti
𝑘 = 2𝜋/𝜆
Bilangan 𝑘 ini menunjukkan jumlah gelombang atau bilangan gelombang per 2𝜋 satuan panjang.
Untuk suatu posisi tertentu (misalkan 𝑧 = 0 dan pilih ∅ = 0) maka
𝑥(𝑧, 𝑡) = −𝐴 sin(𝜔𝑡)
Inia adalah persamaan getaran sunisoidal di suatu titik. Periode getarnya diberikan oleh:
2𝜋
𝑡=𝑇=
𝜔
Atau berarti
2𝜋
𝜔= = 2𝜋𝑓
𝑇
dengan 𝑓 adalah frekuensi gelombang. Untuk suatu fase tertentu dari gelombang, pola gelombang
tersebut akan tetap selama nilai 𝑘𝑥 − 𝜔𝑡 tetap. Sehingga dengan berjalannya waktu, nilai 𝑘𝑧 juga harus
bertambah. Ini berarti pola gelombang akan merambat ke kanan dengan kecepatan yang diberikan oleh
𝑘𝑑𝑧
=𝜔
𝑑𝑡
atau
𝑑𝑧 𝜔
𝑣= =
𝑑𝑡 𝑘

11.5 Superposisi Gelombang


Dua buah gelombang dapat dijumlahkan atau disuperposisikan. Ada beberapa kasus yang akan kita
tinjau. Kasus dua gelombang dengan 𝜔, 𝑘 sama tetapi berbeda fasenya. Kasus dua gelombang dengan 𝜔, 𝑘
sama tetapi arah geraknya berlawanan. Kasus dua gelombang dengan 𝜔dan 𝑘-nya berbeda sedikit.

11.5.1 Beda Fase


Misalkan kita punya
𝑥1 = 𝐴 sin(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡 + ∅1 )
𝑥2 = 𝐴 sin(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡 + ∅2 )
Penjumlahan kedua gelombang ini menghasilkan
𝑥𝑡𝑜𝑡 = 𝑥1 + 𝑥2 = 2 𝐴 𝑠𝑖𝑛(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡 + ∅) cos(𝛿∅)
̅
Dengan ∅ = (∅1 + ∅2 )/2 dan 𝛿∅ = (∅1 − ∅2 )/2

11.5.2 Beda Arah Kecepatan


Misalkan kita punya
𝑥1 = 𝐴 sin(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡)
𝑥2 = 𝐴 sin(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡)
Penjumlahan kedua gelombang ini menghasilkan
𝑥𝑡𝑜𝑡 = 𝑥1 + 𝑥2 = 2 𝐴 𝑠𝑖𝑛(𝑘𝑧) cos(𝜔𝑡)
Fenomena ini sering disebut sebagai gelombang tegak.

11.5.3 Beda Frekuensi dan Panjang Gelombang


Misalkan kita punya
𝑥1 = 𝐴 sin(𝑘1 𝑧 − 𝜔1 𝑡)
𝑥2 = 𝐴 sin(𝑘2 𝑧 − 𝜔2 𝑡)
Penjumlahan kedua gelombang ini menghasilkan
𝑥𝑡𝑜𝑡 = 𝑥1 + 𝑥2 = 2 𝐴 𝑠𝑖𝑛(𝑘̅𝑧 − 𝜔 ̅ ) cos(𝛿𝑘𝑧 − 𝛿𝜔𝑡)
̅𝑡 + ∅
Dengan 𝑘̅ = (𝑘1 + 𝑘2 )/2, 𝜔
̅ = (𝜔1 + 𝜔2 )/2, dan 𝛿𝑘 = (𝑘1 + 𝑘2 )/2, 𝛿𝜔 = (∅1 + ∅2 )/2
Ketika bedanya sangat kecil maka muncul fenmena yang disebut sebagai layangan.
BAB 12
BUNYI

12.1 Definisi Bunyi


Setiap hari kita tidak pernah terlepas dari apa yang dinamakan suara atau bunyi. Bunyi gesekan daun
yang tertiup angin, kucing yang mengeong, suara-suara orang yang sedang berbincang-bincang, kendaraan
yang lalu-lalang, suara alunan musik, benda yang jatuh ke tanah, burung berkicau, gong yang dipukul, gitar
yang dipetik, ataupun suara-suara lain yang saling ‘bersahutan’ satu sama lain. Suara atau bunyi diterima
oleh salah satu panacindera kita yakni telinga. Pertanyaan yang timbul kemudian adalah, bagaimana suara
atau bunyi itu dihasilkan, dan bagaimana kita dapat mendengar suara atau bunyi ? Bunyi atau suara dapat
didengar karena adanya tiga hal. Pertama, adanya sumber bunyi. sumber bunyi dihasilkan oleh suatu benda
yang bergetar. Contoh paling sederhana untuk mengobservasi bunyi adalah bunyi yang ditimbulkan dari
karet gelang yang dipetik. Ketika sebuah karet gelang (yang telah dipotong) kita regangakan dan kita petik,
maka karet gelang tersebut akan bergetar dan menghasilkan bunyi. Semakin kuat regangannya, suara
lengkingannya akan semakin tinggi. Seseorang yang sedang memukul gendang menyebabkan selaput
gendang itu bergetar dan menghasilkan bunyi.
Kedua, adanya penerima bunyi. Penerima bunyi yang dimaksud disini adalah telinga kita. Telinga
manusia mampu mendengarkan bunyi pada rentang 16 Hz hingga 20.000 Hz. Prosesnya secara singkat
adalah sebagai berikut. Gelombang bunyi yang merambat kemudian menekan (menggetarkan) udara di
sekitarnya, sehingga tekanan udara tersebut ada yang masuk ke dalam telinga kita sehingga gendang
telinga kita ikut bergetar. Getaran yang timbul pada gendang telinga ini diubah menjadi sinyal listrik untuk
diteruskan ke otak kita, untuk kemudian diproses di dalam otak sehingga kita bisa merasakan adanya
bunyi.
Ketiga, adanya medium perantara. Bunyi, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, merupakan
salah satu contoh gelombang mekanik. Oleh karena itu, gelombang bunyi akan merambat, hanya bila ada
medium perambatannya. Tanpa adanya medium perambatan, bunyi tidak dapat merambat. Medium
perambatan yang paling umum adalah udara. Kita dapat berbincang-bincang dengan siapapun karena bunyi
atau suara kita merambat melalui udara di sekitar kita hingga sampai di telinga lawan bicara kita. Kita tahu
bahwa di luar angkasa (misalnya di bulan) tidak ada udara. Apakah orang yang sedang berada di bulan
dapat bercakap-cakap?

12.2 Sumber Bunyi


Bunyi dihasilkan oleh sebuah sumber bunyi, yaitu benda yang bergetar. Untuk memahami fenonema
bahwa bunyi ditimbulkan dari sebuah benda yang bergetar, Anda dapat menggunakan sebuah mistar yang
ditekan salah satu ujungnya pada sebuah meja, kemudian ujung mistar yang lain diberi simpangan
secukupnya/digetarkan. Anda dapat mencobanya dengan mengubah bagian mistar yang bebas. Atau bila
Anda memiliki alat musik petik, seperti gitar atau kecapi, Anda dapat memahami bahwa bunyi ditimbulkan
oleh senar yang bergetar.

Gambar 12. 1 Getaran


Bagaimana untuk jenis alat musik lainnya, misalnya alat musik pukul atau alat musik
tiup? Pada jenis alat musik pukul, seperti drum, gong, tambur, atau gendang, permukaan drum, gong,
tambur, atau selaput gendang akan bergetar ketika dipukul, sehingga menghasilkan bunyi atau suara.
Demikian pula untuk jenis alat musik tiup, seperti suling, terompet, atau recorder soprano, udara yang
ditiupkan akan bergetar di dalam kolom udara sehingga menghasilkan bunyi. Berdasarkan jenisnya, bunyi
merupakan gelombang mekanik longitudinal. Oleh karena merupakan gelombang mekanik, bunyi
memerlukan medium sebagai media perambatannya. Medium perambatan bunyi dapat berupa zat padat
atau zat cair, tetapi yang paling umum adalah gas atau udara. Bunyi merambat melalui medium
perambatannya dalam bentuk gelombang-gelombang. Untuk mengamati bahwa bunyi merupakan
gelombang longitudinal, dapat dilakukan percobaan sederhana dengan menggunakan garpu tala (Gambar
12.1). Garpu tala merupakan suatu alat yang disusun dari dua daun logam yang dapat bergetar apabila
dipukulkan. Getaran dari daun logam ini mempengaruhi udara di sekitarnya, sehingga akan terbentuk pola
rapatan dan renggangan pada molekul udara di sekitar daun logam garpu tala. Selama garpu tala ini
bergetar, terbentuk pola rapatan dan regangan yang terus menerus, sehingga membentuk gelombang
longitudinal.

Gambar 12.2 Garpu Tala


12.3 Frekuensi Bunyi
Sebagai bentuk gelombang, bunyi memiliki frekuensi. Berdasarkan frekuensinya, gelombang bunyi
dibagi menjadi tiga jenis, yaitu audiosonik, ultrasonik, dan infrasonik.
a. Gelombang audiosonik (auIdible wave). Gelombang audiosonik merupakan gelombang bunyi yang
berada pada rentang frekuensi pendengaran kita, yakni berada pada kisaran frekuensi antara 16 Hz
hingga 20.000 Hz.
b. Gelombang infrasonik (infrasonic wave). Gelombang infrasonik merupakan gelombang bunyi yang
frekuensinya berada di bawah frekuensi gelombang audiosonik, yaitu frekuensinya lebih kecil dari 16
Hz.
c. Gelombang ultrasonik (ultrasonic wave). Gelombang ultrasonik merupakan gelombang bunyi yang
frekuensinya berada di atas frekuensi gelombang audiosonik, yaitu frekuensinya lebih besar dari
20.000 Hz.

12.4 Perambatan Bunyi


Ketika kita mendengarkan suatu bunyi, sesungguhnya bunyi itu merambat dari sumber bunyi hingga
ke telinga kita melalui udara. Proses yang terjadi mirip dengan getaran yang terjadi pada pegas ketika
diberikan gangguan yang linier dengan arah rambatnya. Bunyi yang dihasilkan oleh sumber bunyi
menimbulkan terbentuknya rapatan dan renggangan partikel di udara.
Apa yang terjadi bila tidak ada udara? Kita tahu bahwa di permukaan bulan tidak ada atmosfer,
sehingga tidak ada medium untuk perambatan bunyi. Oleh karena itu, ketika ada seseorang di permukaan
bulan yang berbicara, orang lain yang ada di tempat yang sama tidak dapat mendengarkan suara orang
yang berbicara itu, karena bunyi tidak dapat merambat di ruang angkasa. Ingat bahwa bunyi hanya dapat
merambat bila ada medium untuk perambatannya.
Apakah bunyi hanya dapat merambat di udara? Mungkin Anda peranah melihat ada seseorang yang
sedang menempelkan telinganya pada rel kereta api. Orang tersebut ternyata bisa mendengarkan bunyi
kereta api yang akan lewat dengan menempelkan telinganya pada rel kereta api, bahkan ketika suara kereta
api masih belum terdengar. Bunyi juga ternyata dapat merambat pada zat cair. Ketika ada seseorang yang
memukul-mukulkan dua buah batu pada sebuah sisi kolam renang, orang yang lain dapat mendengarkan
bunyi benturan batu tersebut pada sisi kolam renang yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa bunyi dapat
merambat melalui zat cair, yakni air kolam renang. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa bunyi
dapat merambat melalui udara, zat cair atau zat padat. Pada umumnya bunyi merambat lebih cepat pada zat
cair dibandingkan dengan pada udara, dan bunyi merambat lebih cepat pada zat padat dibandingkan dengan
pada zat cair. Oleh karenanya, suara kereta api yang akan lewat tadi dapat didengar melalui rel kereta api,
walaupun suaranya sendiri belum terdengar, karena suara merambat lebih cepat pada logam rel kereta
dibandingkan melalui udara. Pada akhirnya kita dapat menarik kesimpulan bahwa cepat rambat bunyi
bergantung pada medium terjadinya perambatan bunyi. Tabel 12.1 berikut menggambarkan beberapa
medium perambatan bunyi serta cepat rambat bunyi pada medium tersebut.

Tabel 12.1 Cepat rambat bunyi pada medium tertentu


Medium Perambatan Bunyi Cepat Rambat Bunyi (m/s)
Udara (0oC) 331
Udara (100oC) 386
Air (25oC) 1490
Air Laut (25oC) 1530
Aluminium 5100
Tembaga 3560
Besi 5130
Timah 1320
Berdasarkan tabel 12.1 dapat diamati bahwa cepat rambat bunyi sangat bergantung pada medium
perambatannya. Disamping itu, suhu juga cukup berpengaruh, suhu yang lebih tinggi pada suatu medium
membuat cepat rambat bunyi juga semakin lebih besar.

12.5 Bunyi Menurut Frekuensinya


Proses mendengar: sumber bunyi menghasilkan bunyi, merambat di udara dalam bentuk gelombang
longitudinal, di tangkap daun telinga, menggetarkan selaput pendengar, di terima oleh saraf pendengar
diteruskan ke otak dan otak mendengar bunyinya.
Syarat agar bunyi terdengar:
a. Ada sumber bunyi yang menghasilkan bunyi dengan frekuensi 20 sampai 20000Hz (20 Hz – 20000
KHz)
b. Ada zat antara/medium
c. Telinga yang normal

Bunyi menurut frekuensinya terdiri dari:


a. Audiosonik
Audiosonik adalah bunyi yang dapat terdenagr oleh telinga manusia denagn frekuensi 20 Hz asmpai
20000 Hz.
b. Infrasonic
Infrasonic adalah bunyi yang frekuensinya kurang dari 20 Hz. Bunyi ini tidak dapat di dengar manusia,
karena frekuensinya kurang dari 20 Hz. Yang dapat mendengar infrasonic di antaranya anjing dan
jangkrik.
c. Ultrasonic
Ultrasonik adalah bunyi yang frekuensinya lebih tinggi dari 20000 Hz bunyi ini tidak dapat didengar
oleh manusia. Kelelawar dan lumba – lumba dapat menimbulkan atau mendengar ultrasonic. Cara
kelelawar terhindar dari tabrakan pada waktu gelap: kelelawar mengeluarkan ultrasonic
Proses mendengar: sumber bunyi menghasilkan bunyi, merambat di udara dalam bentuk gelombang
longitudinal, di tangkap daun telinga, menggetarkan selaput pendengar, di terima oleh saraf pendengar
diteruskan ke otak dan otak mendengar bunyinya.
Dalam industri modern ultrasonik dimanfaatkan misalnya di pabrik susu untuk mengaduk campuran
susu agar menjadi homogen , memusnahkan bakteri pembusuk pada makanan yang diawetkan, meratakan
campuran besi dan timah yang dilebur dan sebagainya.

12.6 Pemantulan Bunyi


Pada saat kita mengikuti sebuah acara pidato di dalam ruangan dengan menggunakan pengeras suara,
terdengan bunyi pantul dari suara aslinya, dimana bunyi pantul ini mengganggu bunyi aslinya sehingga
bunyi aslinya nampak agak kabur. Atau ketika kita memasuki kamar mandi, suara kita ketika berbicara
akan terpantul-pantul oleh dinding kamar mandi. Pemantulan semacam ini dinamakan gaung. Secara
definisi, gaung merupakan perulangan bunyi yang terdengar hampir bersamaan dengan bunyi dari sumber
bunyi, akibat bunyi dari sumber bunyi ini terpantul berulang-ulang pada suatu ruangan. Gaung terjadi
karena gelombang bunyi dipantulkan oleh permukaan yang keras. Oleh karena itu, dinding-dinding bagian
dalam suatu gedung pertunjukkan, konser, atau teater dilapisi dengan bahan-bahan lunak untuk menyerap
bunyi sehingga mengurangi atau menghilangkan gaung.
Hal berbeda terjadi manakala kita berteriak di tempat tinggi atau luas, misalnya di sebuah tebing atau
di depan sebuah gua. Setelah kita berteriak, sesaat kemudian ada yang membalas teriakan kita. Hal ini
terjadi juga karena bunyi yang dihasilkan oleh sumber bunyi (yaitu teriakan kita) dipantulkan kembali.
Pemantulan semacam ini dinamakan gema. Secara definisi, gema merupakan perulangan bunyi yang
terdengar setelah bunyi ditimbulkan. Gema terjadi karena bunyi dipantulkan oleh suatu permukaan. Cepat
atau lamanya kita mendengar gema bergantung pada seberapa jaur jarak kita dengan permukaan pemantul
bunyi itu.
Peristiwa pemantulan bunyi tidak selalu merugikan, tetapi ada juga yang menguntungkan, misalnya
ketika akan mengukur kedalaman laut dengan menggunakan sonar. Sonar atau sound navigation and
ranging merupakan suatu metode untuk menaksir ukuran, bentuk, dan kedalaman benda-benda di bawah
air (termasuk kedalaman laut) dengan menggunakan gelombang ultrasonik. Sonar bekerja berdasarkan
prinsip pemantulan bunyi.

12.7 Efek Doppler


Ada satu fenomena menarik apabila sumber bunyi bergerak menjauhi atau mendekati pendengar
yang sedang diam, atau pengengar bergerak mendekati atau menjauhi sumber bunyi yang sedang diam,
ataupun kedua-duanya bergerak saling mendekati atau menjauhi, yaitu terjadinya perubahan frekuensi
bunyi yang sampai kepada pendengar. Fenomena semacam ini dinamakan efek Doppler. Misalnya, pada
saat kita menonton siaran langsung balapan motoGP atau Formula 1, deru suara mesin dan knalpot mobil
atau motor balap akan nampak ‘berubah’ ketika melewati kamera. Hal ini akan lebih dapat dirasakan
manakala kita menonton balapan tersebut secara langsung dari sirkuit. Contoh lain, misalnya ada sebuah
ambulans yang bergerak melewati kita yang sedang diam di pinggir jalan. Bunyi raungan sirine ambulance
ketika mendekati kita nampak berbeda dengan ketika telah menjauhi kita.

Gambar 12.3 Efek Doppler


Efek Doppler adalah efek berubahnya frekuensi bunyi yang didengar oleh pendengar karena sumber
bunyi atau pendengar yang bergerak. Bila sumber bunyi mendekati pendengar atau pendengar mendekati
sumber bunyi, maka pendengar akan menerima frekuensi bunyi yang lebih tinggi daripada frekuensi bunyi
aslinya. Sebaliknya, bila sumber bunyi menjauhi pendengar atau pendengar menjauhi sumber bunyi, maka
pendengar akan menerima frekuensi bunyi yang lebih rendah daripada frekuensi bunyi aslinya. Secara
matematis, hubungan antara frekuensi sumber bunyi, frekuensi bunyi yang didengar oleh pendengar, serta
kecepatan sumber bunyi dan pendengar dinyatakan oleh persamaan berikut.
𝑣 ± 𝑣𝑝
𝑓𝑝 = ( )𝑓
𝑣 ± 𝑣𝑠 𝑠
Dengan :
𝑓𝑝 = frekuensi yang diterima oleh pendengar
𝑓𝑠 = frekuensi sumber bunyi
𝑣𝑝 = kecepatan pendengar
𝑣𝑠 = kecepatan sumber bunyi
𝑣 = cepat rambat bunyi di udara
BAB 13
OPTIKA

13.1 Definisi Cahaya


Setiap hari kita tidak pernah terlepas dari apa yang dinamakan suara atau bunyi. Bunyi gesekan daun
yang tertiup angin, kucing yang mengeong, suara-suara orang yang sedang berbincang-bincang, kendaraan
yang lalu-lalang, suara alunan musik, benda yang jatuh ke tanah, burung berkicau, gong yang dipukul, gitar
yang dipetik, ataupun suara-suara lain yang

Cahaya merupakan salah satu contoh gelombang elektromagnetik, yang gelombang yang tidak
memerlukan medium sebagai media perambatannya. Misalnya, pada siang hari tampak terang karena
cahaya matahari menerangi bumi. Walaupun matahari berada jauh dari bumi dan dipisahkan oleh ruang
hampa di ruang angkasa, namun cahaya matahari mampu sampai di bumi.
Di sekitar kita, ada banyak sekali benda yang memancarkan cahaya. Benda yang dapat memancarkan
cahaya dinamakan sumber cahaya. Ada dua macam sumber cahaya, yaitu sumber cahaya alami dan sumber
cahaya buatan. Sumber cahaya alami merupakan sumber cahaya yang menghasilkan cahaya secara alamiah
dan setiap saat, contohnya matahari dan bintang (Gambar 13.1) Sumber cahaya buatan merupakan sumber
cahaya yang memancarkan cahaya karena dibuat oleh manusia, dan tidak tersedia setiap saat, contohnya
lampu senter, lampu neon, dan lilin.
Sebagaimana salah satu bentuk gelombang, cahaya memiliki sifat-sifat gelombang, diantaranya
cahaya merambat lurus, cahaya dapat dipantulkan dan dapat dibiaskan. Untuk membuktikan bahwa cahaya
merambat lurus dapat dilakukan eksperimen sederhana sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 13.2.

Gambar 13.1 Matahari

Gambar 13.2 Cahaya Merambat Lurus


Pada saat kita berada di suatu ruangan, cahaya dari lampu akan menerangi ruangan tersebut dan
merambat lurus dari sumbernya. Ketika ada sebuah penghalang yang menghalangi cahaya yang datang,
maka akan terbentuk daerah gelap di tempat dimana cahaya terhalang. Daerah itu dinamakan daerah
bayangan. Apabilla sumber cahaya cukup besar, terkadang terbentuk dua bagian bayangan (Gambar 13.3).
daerah dimana sumber cahaya terhalang seluruhnya dinamakan umbra dan daerah dimana cahaya
terhalang sebagian dinamakan penumbra. Benda-benda gelap yang menghalangi cahaya dinamakan
opaque atau benda tidak tembus cahaya.

Gambar 13.3 Bayangan Umbra dan Penumbra


Tidak semua benda dapat menghalangi cahaya. Benda-benda bening bahkan dapat ditembus cahaya.
Misalnya, kaca jendela rumah kita. Pantulan sinar matahari dapat masuk ke ruang tamu rumah kita
sehingga ruang tamu tersebut menjadi terang, walaupun ketika itu lampu tidak dinyalakan. Benda-benda
bening ini biasanya dinamakan benda transparans. Ada benda lain yang dapat meneruskan sebagian
cahaya yang datang dan menyebarkan sebagian cahaya yang lainnya. Benda seperti ini dinamakan benda
transluens atau benda tembus cahaya. Contohnya kain gorden tipis, dan beberapa jenis plastik.
Sifat cahaya lainnya yaitu cahaya dapat dipantulkan. Ketika cahaya mengenai permukaan yang datar
dan licin, cahaya akan dipantulkan secara teratur, atau dinamakan pemantulan teratur (Gambar 13.4).
Misalnya, ketika cahaya mengenai sebuah cermin. Seseorang dapat melihat bayangannya melalui sebuah
cermin karena cahaya dipantulkan oleh cermin tersebut.

Gambar 13.4 Pemantulan Teratur


Pemantulan oleh sebuah cermin datar memiliki sifat bayangan yang berukuran sama besar dengan
ukuran bendanya. Pemantulan oleh cermin cekung memiliki sifat bayangan yang ukurannya lebih besar
daripada ukuran bendanya, sedangkan pemantulan oleh cermin cembung memiliki sifat bayangan yang
ukurannya lebih kecil daripada ukuran bendanya.
Pemantulan juga tidak selalu mengenai permukaan yang licin dan datar. Adakalanya cahaya
dipantulkan oleh permukaan yang kasar, atau biasanya dinamakan pemantulan baur (Gambar 13.5).
Walaupun pemantulan baur tidak dikehendaki ketika kita berniat untuk melihat bayangan diri kita, akan
tetapi pemantulan baur juga sangat berguna dalam kehidupan. Anda perhatikan bahwa pada sebuah
ruangan, meskipun lampu pada ruangan tersebut tidak dinyalakan, tetapi ruang tersebut cukup terang pada
siang hari. Ini disebabkan cahaya matahari dipantulkan oleh benda-benda di sekitar ruangan tersebut.

Gambar 13.5 Pemantulan Baur


Selain dipantulkan, cahaya dapat pula mengalami pembiasan. Pembiasan cahaya merupakan
peristiwa pembelokan cahaya ketika merambat dari suatu medium ke medium lain yang memiliki indeks
bias yang berbeda. Pembiasan cahaya terjadi karena adanya perubahan kelajuan gelombang cahaya ketika
gelombang cahaya tersebut merambat diantara dua medium berbeda. Gambar 13.6 menunjukkan salah satu
contoh pembiasan cahaya.

Gambar 13.6 Pembiasan Cahaya


13.2 Gelombang Cahaya
Disadari atau tidak, cahaya memegang peranan penting dalam proses penerimaan informasi melalui
organ mata, yakni melihat. Setiap benda yang ada di sekeliling kita dapat dilihat oleh matakarena adanya
cahaya. Cahaya itu sendiri dihasilkan dari suatu sumber cahaya. Setidaknya terdapat dua jenis sumber
cahaya yang kita kenal: sumber cahaya alami, seperti matahari dan bintangbuntang; dan sumber cahaya
buatan, seperti lampu senter, lilin, dan sejenisnya.
Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik transversal dengan panjang gelombang antara 400
nm hingga 600 nm. Karena merupakan gelombang elektromagnetik, cahaya tidak memerlukan medium
sebagai media perambatannya. Artinya, walaupun tidak ada medium, gelombang cahaya dapat merambat
dari suatu sumber cahaya ke penerima gelombang cahaya. Misalnya, meskipun kita ketahui bahwa di ruang
angkasa itu tidak ada udara (hampa udara), cahaya atau gelombang cahaya, yakni cahaya matahari dapat
sampai hingga ke bumi.
Sifat-sifat dari cahaya diantaranya:
a. Cahaya merambat lurus;
b. Cahaya dapat menembus benda bening (benda transparan);
c. Cahaya dapat dipantulkan;
d. Cahaya dapat dibiaskan (bila melalui dua medium dengan indeks bias yang berbeda;
e. Cahaya monokromatis (cahaya putih) dapat diuraikan menjadi beberapa cahaya berwarna;
f. Cahaya memiliki energi;
g. Cahaya dapat berbentuk gelombang maupun berbentuk partikel;
h. Cahaya dapat merambat tanpa medium perantara;
i. Cahaya dipancarkan dalam bentuk radiasi.

13.3 Pemantulan Cahaya


Salah satu sifat dari gelombang adalah apabila melewati suatu penghalang, maka gelombang akan
dipantulkan. Demikian pula halnya untuk gelombang cahaya, apabila melewati suatu permukaan maka
akan dipantulkan. Misalnya, ketika cahaya matahari mengenai permukaan air, permukaan benda-benda di
sekitar kita, atau yang paling umum yaitu pemantulan pada cermin. Berdasarkan jenis pemantulnya,
pemantulan cahaya terbagi menjadi pemantulan teratur dan pemantulan baur. Pemantulan teratur terjadi
manakala berkas cahaya mengenai permukaan atau bidang pantul yang rata (misalnya permukaan cermin
datar), sehingga arah sinar pantulnya sejajar. Pemantulan baur terjadi manakala berkas cahaya mengenai
permukaan atau bidang pantul yang tidak rata (misalnya permukaan logam kasar atau permukaan tembok),
sehingga arah sinar pantulnya menjadi tersebar ke segala arah.

13.3.1 Hukum Pematulan Cahaya


Cahaya yang mengenai suatu permukaan atau bidang pantul akan dipantulkan. Mekanisme
pemantulan yang terjadi dapat diselidiki dengan menggunakan sebuah alat yang dinamakan cakra optik,
dan berdasarkan hasil pengukuran diperoleh hukum pemantulan cahaya sebagai berikut:
 Berkas sinar datang, sinar pantul, dan garis normal berada pada bidang datar dan berpotongan di
satu titik.
 Sudut sinar datang sama dengan sudut sinar pantul.
dimana:
 garis normal merupakan garis yang tegak lurus bidang pantul;
 sudut datang merupakan sudut antara sinar datang dan garis normal; dan
 sudut pantul merupakan sudut antara sinar pantul dan garis normal.

Gambar 13.7 Pematulan Cahaya

13.3.2 Pematulan Cahaya Pada Cermin


Cermin merupakan suatu bidang licin yang dapat memantulkan seluruh cahaya yang jatuh padanya.
Secara garis besar cermin dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu cermin datar, cermin cekung dan cermin
cembung. Karakteristik pemantulan oleh masing-masing cermin ini berbeda-beda, sehingga pembentukan
bayangannya pun akan berbeda-beda pula. Ada dua jenis bayangan yang dibentuk dari pemantulan, yaitu
bayangan nyata dan bayangan maya. Bayangan nyata merupakan bayangan yang terbentuk dari
perpotongan garis cahaya-cahaya pantul. Bayangan nyata dapat ditangkap oleh layar. Bayangan maya
merupakan bayangan yang terbentuk dari perpotongan perpanjangan garis cahaya-cahaya pantul. Bayangan
maya tidak dapat ditangkap oleh layar, tetapi bayangan dapat dilihat di cermin yang dibentuk dari
perpanjangan cahaya pantul di belakang cermin.
a. Pemantulan cahaya pada cermin datar
Cermin datar merupakan cermin yang permukaan pantulnya berupa bidang datar. Cahaya yang
jatuh atau mengenai cermin datar akan dipantulkan kembali dan memenuhi hukum pemantulan. Bila
sebuah benda diletakkan di depat cermin datar, maka adanya pemantulan cahaya menyebabkan
bayangan pada cermin datar, dan bayangan benda terletak pada perpotongan perpanjangan sinar-sinar
pantulnya. Sifat bayangan yang dibentuk oleh cermin datar adalah maya, tegak, dan sama besar.

Gambar 13.8 Pemantulan pada cermin datar


Pada kasus khusus, bila ada dua buah cermin disusun sedemikian rupa sehingga membentuk sudut
tertentu, maka bayangan yang berbentuk adalah:
306°
𝑛= −1
𝜃
Dengan 𝑛 = banyaknya bayangan yang terbentuk dan 𝜃 = sudut apit antara dua cermin.
b. Pemantulan pada cermin cekung
Cermin cekung merupakan cermin yang permukaannya melengkung ke arah dalam. Anda dapat
menemukan contoh yang hampir mirip dengan cermin cekung, yaitu pada permukaan sendok bagian
dalam atau bagian reflektor sebuah senter.
Pada cermin cekung terdapat beberapa titik penting, yaitu titik fokus (F), titik pusat kelengkungan
(C), dan titik pusat optik (A). Pada cermin cekung, jarak antara titik pusat optik terhadap titik pusat
kelengkungan dinamakan jari-jari kelengkungan (R), dan nilainya positif. Panjang jari-jari
kelengkungan cermin cekung adalah 2 kali panjang jarak fokus. (Gambar 13.10).

Gambar 13.10 Cermin cekung


Pembentukan bayangan pada cermin cekung dapat digambarkan oleh tiga sinar istimewa.
1. Sinar 1: Sinar yang datang sejajar dengan sumbu utama cermin dipantulkan melalui titik fokus.
2. Sinar 2: Sinar yang datang melalui titik titik fokus dipantulkan sejajar dengan sumbu cermin.
3. Sinar 3: Sinar yang datang melalui tiitk pusat kelengkungan cermin dipantulkan kembali
sepanjang jalan yang sama pada saat datang.
c. Pemantulan pada cermin cembung
Cerming cembung merupakan cermin yang permukaannya melengkung ke arah luar. Bila Anda
mengamati bayangan diri sendiri menggunakan cermin cembung, tentu Anda akan melihat bahwa
bayangannya akan berukuran lebih kecil daripada diri Anda sendiri. Ya, cermin cembung
menghasilkan bayangan yang lebih kecil dari bendanya.
Pada cermin cembung terdapat beberapa titik penting yang mirip dengan pada cermin cekung,
yakni titik fokus (F), titik pusat kelengkungan (C), dan titik pusat optik (A). Pada cermin cembung,
jarak antara titik pusat optik terhadap titik pusat kelengkungan dinamakan jari-jari kelengkungan (R)
dan nilainya negatif. Panjang jari-jari kelengkungan cermin cekung adalah 2 kali panjang jarak fokus.
Perhatikan Gambar 13.11.
Gambar 13.11 Cermin cembung
Sebagaimana halnya pada cermin cekung, pembentukan bayangan pada cermin cembung juga
dapat digambarkan oleh tiga sinar istimewa. Ketiga sinar istimewa tersebut antara lain:
1. Sinar 1: Sinar yang sejajar sumbu utama cermin dipantulkan seolah-olah keluar dari titik fokus
internal.
2. Sinar 2: Sinar yang datang menuju titik fokus internal akan dipantulkan sejajar sumbu utama.
3. Sinar 3: Sinar yang datang menuju titik pusat kelengkungan internal cermin dipantulkan seolah-olah
keluar dari titik pusat kelengkungan internal cermin.

Persamaan pada cermin cekung dan cermin cembung:


Baik pada persamaan cekung maupun pada cembung, hubungan jarak benda (s), dan jarak
bayangan (s’), jari-jari kelengkungan cermin (R) dan jarak fokus (f) dinyatakan oleh persamaan:
1 1 1
+ =
𝑠 𝑠′ 𝑓
Dengan : s = jarak benda ke cermin (m)
s’ = jarak bayangan ke cermin (m)
f = fokus cermin (m)
1
panjang jari-jari kelengkungan cermin adalah dua kali jarak fokusnya, 𝑅 = 2𝑓 atau 𝑓 = 2 𝑅 sehingga
persamaan di atas dapat dituliskan:
1 1 2
+ =
𝑠 𝑠′ 𝑅
Dengan : s = jarak benda ke cermin (m)
s’ = jarak bayangan ke cermin (m)
R = jari-jari kelengkungan cermin (m)
Dalam menggunakan persamaan pada cermin cekung maupun cermin cembung, ada sejumlah aturan-
aturan tanda berikut.
1. Untuk cermin cekung, f dan R bertanda positif (+)
2. Untuk cermin cembung, f dan R bertanda negatif (-)
3. Jarak benda (s) bertanda positif untuk benda nyata ( di depan cermin) dan bertanda negatif untuk
benda maya (di belakang cermin)
4. Jarak bayangan (s’) bertanda positif untuk bayangan nyata ( di depan cermin) dan bertanda negatif
untuk bayangan maya (di belakang cermin).
Perbesaran bayangan pada cerming dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan:
ℎ′ 𝑠
𝑀=| |=| |
ℎ 𝑠
tanda harga mutlak (| |) menyatakan harga 𝑀 selalu positif.

13.4 Pembiasan Cahaya


Pembiasan cahaya merupakan pembelokkan gelombang cahaya yang disebabkan adanya perubahan
kelajuan gelombang cahaya ketika cahaya merambat melalui dua zat yang indeks biasnya berbeda (Gambar
13.12). Dengan demikian, pembiasan cahaya ini sangat ditentukan oleh indeks bias bahannya.
13.4.1 Indeks Bias Medium
Indeks bias suatu zat merupakan perbandingan cepat rambat cahaya pada udara dengan cepat
rambat cahaya pada medium atau zat lain. Semakin besar indeks bias suatu benda, semakin besar cahaya
dibelokkan oleh zat tersebut. Besarnya pembiasan juga bergantung pada panjang gelombang cahaya.
Dalam spektrum cahaya tampak, panjang gelombang cahaya beragam dari gelombang merah dengan
panjang gelombang merah yang terpanjang sampai panjang gelombang ungu yang paling pendek.
Gambar 13.12 Pembiasan cahaya pada udara-air

Tabel 13.2 Indeks Bias Beberapa Zat


Nama Zat N Nama Zat n
Udara (0oC, 76 cmHg) 1,00029 Gliserin 1,48
Hidrogen (0oC, 76 cmHg) 1,00013 Balsem kanada 1,53
Karbondioksida (0oC,76 1,00045 Karbon disulfida 1,62
cmHg) 1,33 Kaca kuarsa 1,45
Air 1,31 Intan 2,42
Es 1,36 Kaca korona 1,53
Etanol 1,50 Kaca flinta 1,58
Benzena

13.4.2 Hukum Pembiasan


Pada penjelasan sebelumnya dikatakan bahwa ketika cahaya melewati bidang batas dua bahan yang
memiliki perbedaan indeks bias, maka cahaya akan dibiaskan. Misalnya, ketika ada seberkas sinar laser
yang diarahkan pada sebuah permukaan kaca planparalel, maka berkas sinar laser akan dibelokkan tepat di
perbatasan antara udara-kaca. Sinar datang dari udara dibiaskan dalam kaca mendekati garis normal.
Demikian pula ketika sinar keluar dari kaca menuju udara, sinar dibiaskan kembali.
Bila besar sudut datangnya sinar diubah-ubah, maka besar sudut sinar bias pun akan berubah
(Gambar 13.13). “Perbandingan proyeksi sinar datang dan sinar bias ternyata merupakan bilangan yang
tetap”. Orang pertama yang menemukan bahwa terdapat perbandingan yang tetap antara proyeksi sinar
datang dengan proyeksi sinar bias adalah seorang ilmuwan Belanda yang bernama Willebrord Snell. Oleh
karena itu, pernyataan tersebut dinamakan hukum Snell, atau lebih dikenal dengan hukum Snellius.

Gambar 13.13 Pembiasan sinar laser pada kaca planparalel

Gambar 13.14 Lintasan sinar dari udara-kaca dengan sudut yang berbeda
Hukum Snellius menyatakan bahwa :
 Sinar datang, sinar bias, dan garis normal terletak pada satu bidang datar dan ketiganya berpotongan
di satu titik.
 Apabila sinar melalui dua medium yang berbeda, maka hubungan sinar datang, sinar bias, dan
indeks bias medium dinyatakan oleh persamaan :
sin 𝑖 𝑛1
=
sin 𝑟 𝑛2
13.4.3 Pembiasan pada lensa
Pada dasarnya pembiasan dapat terjadi pada beberapa benda bening, seperti air, kaca, lensa, prisma,
dan sejenisnya. Akan tetapi yang akan dibicarakan disini adalah pembiasan pada lensa, baik lensa cembung
(konveks) maupun lensa cekung (konkaf). Lensa cembung merupakan lensa yang bagian tengahnya lebih
tebal dibandingkan bagian tepinya. Ada tiga jenis lensa cembung, yaitu lensa cembung ganda (bikonveks),
lensa cembung-datar (plankonveks), dan lensa cembung-cekung (konveks-konkaf). Lensa cekung
merupakan lensa yang bagian tengahnya lebih tipis dibandingkan bagian tepinya. Ada tiga jenis lensa
cekung, yaitu lensa cekung ganda (bikonkaf), lensa cekung datar (plankonkaf), dan lensa cekung-cembung
(konkaf-konveks).

Gambar 13.15 Lensa cembung dan cekung

1. Pembiasan pada lensa cembung


Lensa cembung dinamakan pula lensa konvergen karena lensa cembung memfokuskan
(mengumpulkan) berkas sinar sejajar yang diterimanya. Disini kita hanya akan membahas lensa yang
kedua permukaannya cembung (bikonveks). Karena lensa cembung seperti ini memiliki dua buah
permukaan lengkung, maka lensa cembung memiliki dua jari-jari kelengkungan dan dua titik fokus. Seperti
halnya pada cermin, jari-jari kelengkungan lensa adalah dua kali jarak fokusnya (𝑅 = 2𝐹)). Untuk lensa
cembung, jari-jari kelengkungan (R) dan titik fokus (𝑓) bertanda positif (+), sehingga lensa cembung
sering dinamakan lensa positif.

Gambar 13.16 Lensa cembung

Dari Gambar 13.16 terlihat bahwa panjang fokus lensa cembung bergantung pada ketebalan lensa
itu sendiri. Jika lensanya lebih tebal, maka panjang fokusnya menjadi lebih pendek. Pada pembiasan
cahaya oleh lensa cembung dikenal tiga sinar istimewa (Gambar 13.17), yaitu:
 Berkas sinar yang sejajar sumbu utama dibiaskan melalui titik fokus utama (F).
 Berkas sinar yang datang/melalui titik fokus dibiaskan sejajar sumbu utama.
 Berkas sinar yang melalui titik pusat optik (O) diteruskan tanpa dibiaskan.

Gambar 13.17 Sinar istimewa pada lensa cembung

Untuk menentukan bayangan oleh lensa cembung diperlukan sekurang-kurangnya dua berkas sinar
utama. Bayangan yang dibentuk oleh lensa cembung merupakan perpotongan dari sinar-sinar bias atau
perpanjangan dari sinar-sinar bias. Apabila bayangannya merupakan perpotongan dari sinar-sinar bias
maka bayangannya bersifat nyata, sedangkan apabila bayangannya merupakan perpotongan dari
perpanjangan sinar-sinar bias, maka bayangannya bersifat maya.
Sifat bayangan yang dibentuk oleh pembiasan lensa cembung mempunyai beberapa kemungkinan,
yaitu:
 Benda terletak di ruang I, yaitu antara O dan F, maka bayangan bersifat maya, tegak, diperbesar.
 Benda terletak di ruang II, yaitu antara F dan 2F, maka bayangan bersifat nyata, terbalik, diperbesar.
 Benda terletak di ruang III, yaitu di sebelah kiri 2F, maka bayangan bersifat nyata, terbalik diperkecil.
 Benda terletak di titik fokus utama (F), maka tidak terbentuk bayangan karena sinar-sinar bias dan
perpanjangannya tidak berpotongan (sejajar).
 Benda terletak di pusat kelengkungan lensa (di R; dimana R = 2F), maka bayangan bersifat nyata,
terbalik, sama besar.
Perbedaan antara bayangan nyata dan bayangan maya pada lensa dapat dilihat pada tabel 13.3
berikut.

Tabel 13.3 Perbedaaan Bayangan Nyata dan Bayangan Maya Pada Lensa
Bayangan Nyata Bayangan Maya
 Tidak dapat dilihat langsung  Dapat dilihat langsung
 Dapat ditangkap oleh layar  Tidak dapat ditangkap oleh layar
 Tidak seletak dengan bendanya (misal  Seletak dengan bendanya (misal benda
benda di sebelah kiri, maka di sebelah kiri, maka bayangannya
bayangannya di sebelah kanan lensa juga di sebelah kiri)

2. Pembiasan pada Lensa Cekung


Lensa cekung dinamakan pula lensa divergen karena lensa cekung menyebarkan berkas sinar
sejajar yang diterimanya. Disini pun kita hanya akan membahas lensa yang kedua permukaannya cekung
(bikonkaf). Lensa cekung seperti ini memiliki dua buah permukaan lengkung, sehingga lensa cekung
memiliki dua jari-jari kelengkungan dan dua titik fokus. Pada lensa cekung, jari-jari kelengkungan (R) dan
titik fokus (F) bertanda negatif (-), sehingga lensa cekung sering dinamakan lensa negatif.

Gambar 13. 18 Lensa Cekung

Pada pembiasan cahaya oleh lensa cekung juga dikenal tiga sinar istimewa, yaitu
 Berkas sinar yang sejajar sumbu uatama dibiaskan seolah-olah berasal dari titik fokus lensa (Gambar
13.19)
 Berkas sinar yang melalui titik fokus lensa dibiaskan sejajar sumbu utama
 Berkas sinar yang melalui titik pusat optik lensa tidak dibiaskan.

Gambar 13.19 Sinar istimewa pada lensa cekung

Untuk menentukan bayangan oleh lensa cekung diperlukan sekurang-kurangnya dua berkas sinar
utama. Bayangan yang dibentuk leh lensa lembung merupakan perpotoongan perpanjangan sinar-sinar bias,
sehingga bayangan yang dibentuk oleh lensa cekung selalu bersifat maya.

Persamaan pada lensa cekung dan lensa cembung


Seperti halnya pada cermin cekung dan cermin cembung, hubungan antara jarak benda (s), jarak
bayangan (s’), jari-jari kelengkungan lensa (R), dan jarak fokus (f) pada lensa cembung dan lensa cekung
dinyatakan oleh persamaan:
1 1 1
+ =
𝑠 𝑠′ 𝑓
1
Jari-jari kelengkungan lensa adalah dua kali jarak fokusnya, 𝑅 = 2𝑓 atau 𝑓 = 2 𝑅 sehingga
persamaan di atas dapat dituliskan:
1 1 2
+ =
𝑠 𝑠′ 𝑅
Dalam menggunakan persamaan pada lensa cembung maupun lensa cekung, ada sejumlah aturan
tanda berikut:
a. Untuk lensa cembung (+), baik f maupun R berharga positif
b. Untuk lensa cekung (-), baik f maupun R berharga negatif
c. S’ berharga positif apabila di belakang lensa (untuk bayangan nyata) dan negatif apabila di depan
lensa (untuk bayangan maya)
d. Karena benda selalu dianggap di depan lensa maka s selalu berharga positif.

Pembesaran bayangan pada lensa dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan:


ℎ′ 𝑠
𝑀=| |=| |
ℎ 𝑠
Tanda harga mutlak (| |) menyatakan harga M selalu positif.

13.5 Alat-Alat Optik


13.5.1 Mata
Kemampuan kita dalam melihat suatu benda atau lingkungan sekitar kita tidak terlepas dari peran
salah satu alat optik yang kita miliki, yaitu mata. Konstruksi mata berbentuk menyerupai bola dengan
permukaan luar melengkung. Pada bagian depan mata terdapat kornea (cornea) yang berfungsi untuk
melindungi mata bagian dalam. Di belakang kornea terdapat cairan mata (aqueous humor) yang berfungsi
untuk membiaskan cahaya. Pantulan cahaya dari benda yang masuk ke mata dibiaskan oleh cairan mata
dan masuk melalui celah lingkaran yang disebut pupil, dan pupil ini dibentuk oleh iris yang dapat
berkontaksi sesuai dengan intensitas cahaya yang masuk ke mata. Pada daerah yang terang, pupil akan
mengecil, dan sebaliknya, pada daerah yang gelap, pupil akan membesar.
Pembiasan cahaya yang masuk ke mata diatur oleh lensa mata yang dapat berakomodasi. Daya
akomodasi merupakan kemampuan lensa untuk dapat memipih atau menebal sesuai dengan jarak benda
yang dilihat. Lensa mata akan berakomodasi bila melihat benda-benda yang dekat (dalam hal ini keadaan
lensa mata menjadi cembung) dan lensa mata tidak berakomodasi ketika melihat benda-benda yang jauh
(dalam hal ini keadaan lensa mata menjadi pipih). Kemampuan lensa mata untuk menebal dan memipih ini
diatur oleh otot siliar (ciliary body).
Pada prinsipnya lensa mata berfungsi untuk memfokuskan cahaya menuju ke retina yang terhubung
ke syaraf-syaraf optik (optic nerve) yang kemudian diubah menjadi sinyal-sinyal yang diteruskan ke otak,
sehingga kita memperoleh kesan melihat benda. Bayangan benda yang jatuh di retina bersifat nyata,
terbalik, dan diperkecil. Bagian-bagian atas diperlihatkan pada Gambar 13.20. Jangkauan penglihatan mata
pada saat tidak berakomodasi dinamakan titik jauh (punctum remotum), sedangkan jangkauan penglihatan
mata pada saat berakomodasi maksimum dinamakan titik dekat (punctum proxium). Untuk mata normal
(emetropi), titik jauhnya berada di jarak tak hingga (~) dan titik dekatnya berada di sekitar 25 cm.

Gambar 13.20 Bagian-bagian mata

Cacat Mata dan Memperbaiki Penglihatan


Jika kita memiliki penglihatan yang baik, maka semestinya kita dapat melihat benda secara jelas
pada jarak 25 cm atau lebih. Namun pada kenyataannya banyak orang yang merasa memerlukan koreksi
pada penglihatan. Ketidaknormalan penglihatan dinamakan cacat mata (aberasi). Terdapat beberapa cacat
mata yang akan kita bicarakan disini, antara lain rabun jauh (miopi), rabun dekat (hipermetropi), mata tua
(presbiopi), dan asigmatisma (silindris). Untuk memperoleh penglihatan normal, bayangan suatu benda
harus difokuskan tepat pada retina.
1. Rabun jauh (miopi)
Rabun jauh merupakan salah satu cacat mata dimana mata tidak dapat melihat benda-benda yang jauh.
Hal ini terjadi karena lensa mata tidak dapat memipih sebagaimana mestinya, sehingga bayangan yang
terbentuk jatuh di depan retina (tidak jatuh tepat pada retina). Mata rabun jauh mempunyai titik jauh pada
jarak tertentu dan titik dekatnya lebih kecil daripada titik dekat mata normal.
Cacat mata rabun jauh dapat diperbaiki dengan menggunakan kacamata berlensa cekung (negatif),
sehingga benda-benda yang letaknya jauh itu dibentuk bayangan maya yang lebih dekat dengan mata dan
oleh lensa mata bayangan itu kembali dibuat bayangan nyata tepat pada retina.

Gambar 13.21 Rabun jauh dan koreksinya


2. Rabun dekat (hipermetropi)
Rabun dekat merupakan salah satu cacat mata dimana mata tidak dapat melihat benda-benda yang
dekat. Rabun dekat disebabkan oleh ketidakmampuan lensa mata untuk menebal (mencembung)
sebagaimana mestinya ketika digunakan untuk melihat benda pada jarak yang dekat. Lensa mata terlalu
pipih sehingga menyebabkan titik dekat mata tidak lagi sekitar 25 cm tetapi bergeser ke titik yang lebih
besar dari itu.
Cacat mata rabun dekat dapat diperbaiki dengan menggunakan kacamata berlensa cembung (positif),
sehingga dari benda-benda yang dekat dibentuk bayangan maya yang tegak dan diperbesar, dan oleh lensa
mata bayangan tersebut menjadi objek yang dapat menghasilkan bayangan baru yang nyata, terbalik,
diperkecil, dan jatuh tepat pada retina

Gambar 13.22 Mata rabun dekat dan koreksinya


3. Mata tua (presbiopi)
Mata tua atau presbiopi merupakan cacat mata yang berupa pengurangan daya akomodasi mata dan
umumnya terjadi pada usia lanjut. Pada mata tua, baik titik dekat maupun titik jauh mata sudah bergeser
dari keadaan normalnya. Hal ini disebabkan otot-otot mata sudah tidak lagi mampu berakomodasi secara
sempurna. Cacat mata tua dapat diatasi dengan menggunakan kacamata berlensa ganda (kacamata bifocal),
yaitu kacamata yang pada bagian bawahnya merupakan lensa positif (untuk melihat benda-benda dekat),
dan pada bagian atasnya merupakan lensa negatif (untuk melihat benda-benda jauh).
4. Asigmatisma (silindris)
Asigmatisma atau silindris merupakan cacat mata dimana mata tidak dapat membedakan garis-garis
horisontal dan vertikal secara bersamaan. Hal ini karena kornea mata tidak mempunyai jari-jari
kelengkungan yang tetap atau tidak berbentuk sferis. Cacat mata asigmatisma dapat diatasi dengan
menggunakan kacamata berlensa silindris.

13.5.2 Kamera
Kita telah membahas mengenai mata, bagian-bagiannya serta beberapa gangguan pada mata. Ada satu
jenis alat optik yang memiliki cara kerja mirip dengan cara kerja mata, yaitu kamera. Kamera merupakan
alat optik yang berfungsi untuk mengambil gambar suatu objek atau benda. Jenis-jenis kamera yang
dikenal diantaranya kamera autofokus, kamera single-lens reflex (SLR), dan kamera digital (Gambar
13.23).
Gambar 13.23. Jenis-jenis kamera
Pada dasarnya kamera terdiri dari beberapa bagian, diantaranya:
 Lensa cembung (+), yang berfungsi untuk membiaskan cahaya sehingga terbentuk bayangan benda di
film.
 Film, yang berfungsi untuk menangkap bayangan.
 Diafragma, yaitu alat pengatur banyak sedikitnya cahaya yang boleh masuk.
 Penutup lensa.
Ketika kita mengambil gembar sebuah benda dengan menggunakan kamera, cahaya yang dipantulkan
oleh benda tersebut masuk ke lensa kamera. Banyaknya cahaya yang masuk ke dalam kamera diatur oleh
diafragma (mirip dengan pupil pada mata), dan pengatur cahaya (shutter). Untuk menghasilkan kualitas
gambar yang baik dan tajam, maka perlu diatur fokus lensanya, yaitu dengan memajukan atau
memundurkan lensa tersebut. Dengan pengaturan yang tepat, maka pantulan bayangan benda tersebut akan
tepat jatuh pada film foto (film foto mirip dengan retina pada mata). Bayangan gambar yang dihasilkan
pada kamera bersifat nyata, terbalik, dan diperkecil. Untuk melihat persamaan pembentukan bayangan
pada kamera dan pada mata, Anda dapat melihatnya pada Gambar 13.24.

Gambar 13.24. Persamaan pembentukan bayangan pada kamera dan mata

13.5.3 Lup
Lup atau kaca pembesar merupakan sebuah alat optik yang terdiri dari sebuah lensa cembung rangkap
(bikonveks). Lup berfungsi untuk melihat benda-benda kecil agar tampak lebih besar. Bayangan yang
dibentuk oleh lup bersifat maya, tegak, dan diperbesar. Pembentukan bayangan dengan dan tanpa
menggunakan lup atau kaca pembesar dapat Anda lihat pada Gambar 13.25

Gambar 13.25 Pembentukan bayangan dengan menggunakan


lup (atas) dan tanpa lup (bawah)
Pembesaran bayangan yang dihasilkan oleh lup bergantung pada keadaan akomodasi mata. Dengan
menggunakan persamaan lensa, dapat kita peroleh bahwa besar pembesaran
bayangan oleh lup adalah sebagai berikut:
 Untuk keadaan mata berakomodasi maksimum, pembesaran bayangan dinyatakan oleh persamaan:
25
𝑀= +1
𝑓
 Untuk keadaan mata tidak berakomodasi, pembesaran bayangan dinyatakan oleh persamaan:
25
𝑀=
𝑓
dengan f merupakan jarak fokus lensa (lup).

13.5.4 Mikroskop
Mikroskop merupakan alat optik yang berfungsi untuk melihat benda-benda kecil (mikro) seperti
bakteri, penampang sel, dan sejenisnya. Pertama kali mikroskop dibuat oleh seorang ilmuwan Belanda,
Antoni van Leeuwenhoek (1632 – 1723), yang terdiri dari gabungan dua buah lensa cembung. Dengan
menggunakan mikroskop sederhana bisa dihasilkan pembesaran bayangan hingga kira-kira 300 kali lebih
besar dari bendanya. Gambar penampang sebuah mikroskop diperlihatkan pada Gambar 13.26.

Gambar 13. 26 Penampang sebuah mikroskop

Pada dasarnya sebuah mikroskop terdiri dari dua buah lensa lembung (bikonvek). Lensa cembung
pertama terletak di dekat mata, dinamakan lensa okuler, dan lensa cembung kedua terletak di dekat benda,
dinamakan lensa objektif. Ketika kita mengamati sebuah benda dengan menggunakan sebuah mikroskop,
maka bayangan benda dihasilkan oleh lensa objektif di belakang lensa objektif. Kemudian bagi lensa
okuler, bayangan ini menjadi benda,sehingga dihasilkan bayangan akhir oleh lensa okuler yang berukuran
beberapa kali lebih besar. Proses perjalanan sinar pada mikroskop dapat dilihat pada Gambar 13,27.

Gambar 13.27 Perjalanan sinar pada mikroskop


13.5.5 Teleskop
Teleskop atau teropong merupakan sebuah alat optik yang digunakan untuk melihat benda-benda yang
letaknya jauh agar tampak lebih dekat dan jelas. Teleskop pertama kali ditemukan oleh Galileo Galilei
(1564 – 1642) pada tahun 1609. Gambar 13.28 memperlihatkan teleskop pertama yang dibuat oleh Galileo.

Gambar 13. 28 Teleskop Galileo

Pada dasarnya ada dua jenis teleskop yaitu teleskop bias dan teleskop pantul. Hal ini didasarkan pada
cara kerjanya yang berdasarkan prinsip pembiasan dan prinsip pemantulan. Teleskop bias ini bekerja
berdasarkan prinsip pembiasan, sehingga teleskop jenis ini menggunakan sejumlah lensa. Seperti halnya
mikroskop, teleskop bias menggunakan lensa objektif dan lensa okuler. Beberapa contoh teleskop bias
diantaranya teleskop bintang atau teleskop astronomi, teleskop bumi, teleskop panggung, dan teleskop
prisma atau teleskop binokuler. Struktur teleskop bias diperlihatkan pada Gambar 13.29
Gambar 13.28 Teleskop bias
Disamping teleskop bias, ada yang dinamakan teleskop pantul, atau disebut juga teleskop Newtonian.
Teleskop pantul ini bekerja berdasarkan prinsip pembiasan dan pemantulan, sehingga teleskop jenis ini
menggunakan sejumlah lensa dan cermin. Teleskop pantul menggunakan cermin cekung sebagai objektif
dan lensa cembung sebagai okuler. Struktur teleskop pantul diperlihatkan pada Gambar 13.30

Gambar 13.30 Teleskop pantul


BAB 14
PANAS

14.1 Definisi Suhu


Suhu merupakan ukuran atau derajat panas atau dinginnya suatu benda atau sistem. Suhu
didefinisikan sebagai suatu besaran fisika yang dimiliki bersama antara dua benda atau lebih yang berada
dalam kesetimbangan termal. Suatu benda yang dalam keadaan panas dikatakan memiliki suhu yang tinggi,
dan sebaliknya, suatu benda yang dalam keadaan dingin dikatakan memiliki suhu yang rendah. Perubahan
suhu benda, baik menjadi lebih panas atau menjadi lebih dingin biasanya diikuti dengan perubahan bentuk
atau wujudnya. Misalnya, perubahan wujud air menjadi es batu atau uap air karena pengaruh panas atau
dingin. Perubahan wujud pada air dapat dicermati pada bagan pada Gambar 14.1.
Sejumlah es batu yang dipanaskan akan berubah wujud menjadi air (1). Bila terus-menerus
dipanaskan, maka pada suatu ketika (ketika telah mencapai titik didih) air akan mendidih dan berubah
wujud menjadi uap air atau gas (2). Proses sebaliknya terjadi manakala air yang berada dalam bentuk gas
atau uap air didinginkan, maka akan kembali ke bentuk cair (3), dan ketika terus didinginkan, maka pada
saat tertentu (ketika telah mencapai titik beku) air akan membeku dan kembali berwujud padat yaitu es
batu (4).

Gambar 14.1 Perubahan wujud pada air


Selain perubahan wujud yang dialami benda, perubahan panas juga dapat menyebabkan pemuaian.
Pemuaian merupakan peristiwa perubahan ukuran (penambahan panjang, luas, atau volume) suatu benda
karena pengaruh suhu. Pemuaian pada zat padat bisa berupa pemuaian panjang, pemuaian luas, maupun
pemuaian volume. Pemuaian pada zat cair dan pemuaian pada gas hanya terjadi pemuaian volume.
Untuk mengkuantitatifkan besaran suhu dan menyatakan seberapa tinggi atau rendahnya nilai suhu
suatu benda diperlukan pengukuran yang dinamakan termometer. Secara umum, dilihat dari hasil
tampilannya, ada dua jenis termometer yang biasa kita kenal yaitu termometer analog dan termometer
digital. Termometer analog yang banyak kita jumpai umumnya merupakan termometer zat cair
(termometer raksa atau termometer alkohol), sedangkan untuk termometer digital umumnya menggunakan
sensor elektronik.

14.2 Termometer dan Jenis-jenis Termometer


Ketika suatu benda atau zat dipanaskan atau didinginkan hingga mencapai suhu tertentu, maka
beberapa sifat fisis benda tersebut akan mengalami perubahan. Sifat fisika yang mengalami perubahan
karena suhu benda berubah dinamakan sifat termometrik (thermometric property). Beberapa contoh sifat
termometrik benda diantaranya volume (dalam hal ini kaitannya dengan pemuaian zat, baik itu zat padat,
zat cair, atau gas), tekanan (zat cair dan gas), hambatan listrik, gaya gerak listrik, dan intensitas cahaya.
Sifat-sifat termometrik inilah yang dijadikan prinsip kerja sebuah termometer. Termometer bekerja
dengan memanfaatkan perubahan sifat termometrik suatu benda ketika benda tersebut mengalami
perubahan suhu. Perubahan sifat termometrik suatu benda menunjukkan adanya perubahan suhu benda,
dan dengan melakukan kalibrasi atau peneraan tertentu terhadap sifat termometrik yang teramati dan
terukur, maka nilai suhu benda dapat dinyatakan secara kuantitatif.
Tidak semua sifat termometrik benda yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan termometer. Sifat
termometrik yang dapat digunakan dalam pembuatan termometer harus merupakan sifat termometrik yang
teratur. Artinya, perubahan sifat termometrik terhadap perubahan suhu harus bersifat tetap atau linier,
sehingga peneraan skala termometer dapat dibuat lebih mudah dan termometer tersebut nantinya dapat
digunakan untuk mengukur suhu secara teliti.
Berdasarkan sifat termometrik yang dimiliki suatu benda, jenis-jenis termometer diantaranya
termometer zat cair, termometer gas, termometer hambatan, termokopel, pirometer, termometer bimetal,
dan sebagainya. Sedangkan berdasarkan hasil tampilan pengukurannya, termometer dibagi menjadi
termometer analog dan termometer digital. Beberapa sifat termometrik yang dimanfaatkan dalam
pembuatan termometer diperlihatkan pada Tabel 14.1.
Dari beberapa jenis termometer tersebut, yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah
termometer zat cair dan termometer digital sederhana. Kedua jenis termometer inii biasanya ada yang
digunakan untuk mengukur suhu badan kita dan ada pula yang digunakan untuk mengukur suhu ruang
(Gambar 14.2).
Tabel 14.1.Jenis-jenis Termometer
Jenis Termometer Sifat Termometrik Jangkauan Ukur (oC)
Air raksa dalam pipa Volume zat atau panjang kolom -39 s/d 500
Gas volume konstan Tekanan gas -270 s/d 1500
Hambatan platina Hambatan listrik -200 s/d 1200
Termokopel Gaya gerak listrik -250 s/d 1500
Pirometer Intensitas cahaya > 1000

Termometer zat cair yang sering kita jumpai umumnya menggunakan raksa atau alkohol. Pada
dasarnya raksa dan alkohol digunakan sebagai zat pengisi termometer karena keduanya memiliki sejumlah
kelebihan dibandingkan dengan zat cair lainnya. Beberapa kelebihan raksa diantaranya:
a. Raksa tidak membasahi dinding kaca tabung termometer, sehingga pengukuran suhu dapat dilakukan
secara lebih akurat.
b. Raksa cepat mengambil panas dari benda yang akan diukur suhunya, sehingga mudah dicapai keadaan
kesetimbangan termal.
c. Pemuaian raksa terjadi secara teratur.
d. Raksa mempunyai warna yang mengkilat, sehingga menjadi mudah diamati.
e. Termometer raksa mempunyai jangkauan ukur yang lebar, yaitu sekitar 356,9 °C.
Namun demikian, raksa juga memiliki kelemahan, diantaranya tidak dapat mengukur suhu yang
rendah. Disamping itu raksa merupakan zat yang sangat beracun, sehingga apabila tabung termometer yang
berisi cairan raksa pecah, hal ini akan menjadi sangat berbahaya. Oleh karena itu, biasanya digunakan
cairan alternatif lain, yakni alkohol sebagai pengganti raksa untuk mengisi tabung termometer. Alkohol
memiliki beberapa kelebihan, diantaranya alkohol tidak beracun dan termometer alkohol dapat digunakan
untuk mengukur suhu yang rendah. Akan tetapi, alkohol sebagai zat pengisi tabung termometer memiliki
beberapa kelamahan, diantaranya:
a. Alkohol tidak berwarna sehingga untuk penggunaan dalam tabung termometer harus diberi warna agar
mudah dilihat.
b. Alkohol membasahi dinding tabung termometer, sehingga tidak dapat menunjukkan hasil pengukuran
yang teliti.
c. Pemuaian alkohol kurang teratur.
d. Titik didih alkohol rendah (sekitar 78 °C), sehingga tidak dapat digunakan untuk mengukur suhu yang
tinggi.
Uraian diatas menggambarkan kepada kita sejumlah kelebihan dan kekurangan raksa dan alkohol
sebagai zat pengisi tabung termometer.

Penetapan Skala Suhu pada Termometer


Untuk dapat mengkuantitatifkan hasil pengukuran suhu dengan menggunakan termometer maka
diperlukan angka-angka dan skala-skala tertentu. Penetapan skala yang terpenting adalah penetapan titik
tetap bawah dan titik tetap atas sebagai titik acuan pembuatan skala-skala dalam termometer. Untuk
penetapan titik tetap bawah sebuah termometer pada umumnya dipilih titik beku air murni pada tekanan
normal, yaitu suhu campuran antara es dan air murni pada tekanan normal. Sedangkan penetapan titik tetap
atas sebuah termometer umumnya dipilih titik didih air murni, yaitu suhu ketika air murni mendidih pada
tekanan normal.
Setidaknya terdapat empat macam skala termometer yang biasa digunakan, yaitu Celcius, Reamur,
Fahrenheit, dan Kelvin. Titik tetap bawah untuk skala Celcius dan Reamur ditetapkan pada skala 0°C dan
0°R, sedangkan untuk Fahrenheit ditetapkan pada skala 32°F. Ketiga skala titik tetap bawah untuk masing-
masing skala termometer ini diambil dari titik beku air murni (titik lebur es murni) pada tekanan normal.
Adapun titik tetap atas ketiga skala ini berbeda-beda, dimana untuk Celcius ditetapkan pada 100°C, untuk
Reamur ditetapkan pada 80°R, dan untuk Fahrenheit ditetapkan pada 212°F. Ketiga skala titik tetap atas
untuk masing-masing skala termometer ini diambil dari titik didih air murni pada tekanan normal. Pada
skala Kelvin, titik tetap bawah ketiga skala termometer ini bersesuaian dengan skala 273 K dan titik tetap
atasnya bersesuaian dengan 373 K.
Khusus untuk skala Kelvin, titik tetap bawah tidak didasarkan pada titik beku air, namun didasarkan
pada ukuran energi kinetik rata-rata molekul suatu benda. Dalam hal ini, nol Kelvin (tanpa derajat)
dinamakan nol mutlak (nol absolut), artinya tidak ada suhu-suhu di bawah suhu nol mutlak, atau ketika
nilai suhu mendekati nilai nol mutlak, maka energi kinetik rata-rata partikel mempunyai suatu nilai yang
minimum. Oleh karena itu, berdasarkan fakta-tersebut, maka skala Kelvin dinamakan skala suhu mutlak
atau skala suhu absolut, atau disebut juga skala termodinamik. Kelvin menjadi satuan standar SI untuk
besaran pokok suhu.
Untuk menyatakan satu nilai suhu pada skala termometer tertentu ke skala termometer yang lain
dapat dilakukan konversi skala suhu. Beberapa hubungan antar skala termometer adalah sebagai berikut.
a. Skala Celcius dengan skala Reamur
__ =__
__ ↔ __ =__
__ ; dimana TC = suhu skala Celcius; TR = suhu skala Reamur
b. Skala Celsius dengan skala Fahrenheit
__ =_
__ − __ ↔ __ = _
__ + _ ; dimana TC = suhu skala Celcius;
TF = skala suhu Fahrenheit.
15
c. Skala Celcius dengan skala Kelvin
__ = __ − __ ↔ __ _ __ _ __ ; dimana TC = suhu skala Celcius;
TK = suhu skala Kelvin
Ilustrasi yang menggambarkan perbandingan masing-masing skala termometer diperlihatkan
pada Gambar 6.3 berikut.
Gambar 6.3. Perbandingan skala suhu termometer

Anda mungkin juga menyukai