Adsorben Biji Alpukat
Adsorben Biji Alpukat
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Biji alpukat merupakan limbah hasil pertanian yang memiliki kandungan pati
sehingga berpotensi diolah menjadi arang aktif. Tujuan penelitian ini ialah
membuat arang aktif dari biji alpukat sebagai adsorben zat warna remazol pada
limbah batik. Kajian ini melibatkan 2 tipe aktivasi, yaitu aktivasi kimiawi dan
aktivasi fisis. Aktivasi kimiawi dilakukan dengan perendaman menggunakan KOH
30% dan H3PO4 30%, dan aktivasi fisis dengan kukus (steam) pada suhu 700 oC
selama 60 dan 90 menit. Adsorben yang digunakan untuk menyerap zat warna
dalam limbah batik adalah arang aktif yang memiliki total bilangan iodin tertinggi
(AB60). Hasil penelitian menunjukkan bahwa arang aktif biji alpukat mampu
mengadsorpsi zat warna yang relatif rendah, terlihat dari penurunan konsentrasi
warna remazol sebesar 42% dalam limbah cair batik.
Kata kunci: adsorpsi, arang aktif, biji alpukat, limbah cair batik, remazol
ABSTRACT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikankarya
ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei
2014 ini, dengan judul Pemanfaatan Biji Alpukat Untuk Pembuatan Arang Aktif
Sebagai Adsorben Alternatif Zat Warna Pada Limbah Cair Batik di Laboratorium
Kimia Terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Laboratorium
Kimia Fisik, dan Laboratorium Bersama Departemen Kimia, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Henny Purwaningsih, SSi, MSi
dan Prof (R) Dr Gustan Pari, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan
motivasi dan masukan kepada penulis selama penelitian dan penulisan karya ilmiah
ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Keluarga Besar Laboratorium
Kimia Fisik dan Balai Kehutanan dan seluruh dosen staf di lingkungan Departemen
Kimia IPB atas bantuannya selama penelitian berlangsung. Ucapan terima kasih
yang terdalam disampaikan kepada kedua orang tua atas segala doa, nasihat,
semangat, dan masukan kepada penulis.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi
pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai. Amin.
Bogor, Januari 2015
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir penelitian 18
2 Diagram alir preparasi adsorben dan pengujiannya 19
3 Diagram alir pengolahan limbah industri batik 20
4 Syarat mutu arang aktif (SNI 06-3730-95) 21
5 Rendemen Arang Aktif Biji Alpukat 22
6 Kadar Air Arang Aktif Biji Alpukat 23
7 Kadar Abu Arang Aktif Biji Alpukat 24
8 Kadar Zat Terbang Arang Aktif Biji Alpukat 25
9 Kadar Karbon Terikat Arang Aktif Biji Alpukat 26
10 Daya jerap Benzena Arang Aktif Biji Alpukat 27
11 Daya Jerap Iodin Arang Aktif Biji Alpukat 28
12 Spektra serapan remazol (λ = 598 nm) 29
13 Kurva standar zat warna remazol 30
14 Penentuan total bilangan iodin arang aktif biji alpukat 31
15 Kondisi optimum adsorpsi remazol oleh arang aktif jenis AB60 32
16 Isoterm adsorpsi remazol adsorben AB60 33
1
PENDAHULUAN
maka gejala yang paling mudah diamati adalah matinya organisme perairan (Al-
kdasi 2005). Oleh karena itu, limbah industri batik perlu diolah lebih lanjut agar
aman bagi lingkungan. Teknologi pengolahan limbah cair zat pewarna meliputi
netralisasi, koagulasi-flokulasi, dan adsorpsi (Babu 2007).
O
O O
O
S S OH
NaO OH NH
O O
N
N
O O
S S
NaO
ONa
O O
Gambar 1 Struktur zat warna remazol violet (Karmanto dan Sulistyo 2014)
Penelitian ini bertujuan memanfaatkan limbah biji alpukat sebagai bahan
baku pembuatan arang aktif untuk adsorben limbah batik, serta membandingkan
proses koagulasi-flokulasi dan adsorpsi untuk menurunkan konsentrasi zat warna
dalam limbah industri batik. Larutan asam dan basa akan digunakan untuk
mengaktivasi arang biji alpukat dengan harapan dapat meningkatkan mutu arang
aktif dan kapasitas adsorpsi terhadap limbah cair industri tekstil.
METODE
Pembuatan arang aktif diawali dengan preparasi biji alpukat. Biji alpukat
dikupas, kemudian dipotong-potong dan dicuci bersih dengan aliran air keran
sebelum dikeringudarakan di bawah sinar matahari selama 3െ4 hari. Limbah biji
alpukat dimasukkan ke dalam kiln drum yang terbuat dari drum bekas pakai. Api
dinyalakan dengan cara membakar kayu bakar melalui bagian lubang udara selama
5 jam pada suhu 400 °C. selanjutnya arang direndam dalam larutan KOH dan
3
H3PO4 30% selama 24 jam, kemudian dibilas dengan air sampai bersih dan
dikeringkan. Arang hasil perendaman di dalam KOH diaktivasi menghasilkan arang
aktif basa (AAB), dan H3PO4 menghasilkan arang aktif asam (AAA). Aktivasi
dilakukan selama 60 dan 90 menit dengan pemanasan dalam retort pada suhu 700
°C yang dialiri uap air. Setelah proses aktivasi selesai, alat dibiarkan sampai dingin
(24 jam) kemudian arang aktif dikeluarkan dari dalam tungku. Enam macam arang
aktif dihasilkan, yaitu arang aktif asam dengan dialiri uap air selama 60 menit (AA60),
dan selama 90 menit (AA90), arang aktif basa dengan dialiri steam selama 60 menit
(AB60), arang aktif basa dengan dialiri uap air selama 90 menit (AB90), serta arang
aktif dengan dialiri uap air selama 60 menit (AS60) dan selama 90 menit (AS90)
sebagai pembanding. Pemanasan dan pemberian steam dilakukan untuk mengaktivasi
arang secara fisis, sedangkan perendaman dalam KOH 30% dan H3PO4 30%
mengaktivasi arang secara kimiawi.
Arang aktif yang telah dikeluarkan dari dalam tungku. Kemudian arang aktif
yang telah berbentuk serbuk diayak dengan ayakan berukuran 100 mesh. Enam
macam arang aktif lalu diuji mutunya mencakup parameter rendemen, kadar air,
kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat, daya jerap benzena, dan daya
jerap iodin.
ܾ
ൌ ൈ ͳͲͲΨ
ܽ
Keterangan:
a: bobot arang aktif (g)
b: bobot arang (g)
ܾ
ൌ ൈ ͳͲͲΨ
ܽ
Keterangan:
a: bobot contoh awal (g)
b: bobot contoh akhir (g)
Keterangan:
b: kadar zat terbang (%)
c: kadar abu (%)
ܿെܾ
Daya jerap benzena (%) = ܽ x 100%
Keterangan:
a = bobot sampel sebelum adsorpsi (g)
c-b = bobot sampel setelah adsorpsi (g)
Keterangan:
A : volume filtrat (mL)
B : volume Na2S2O3 terpakai (mL)
fp : faktor pengenceran
a : bobot aranng aktif (g)
12.693 : jumlah iod sesuai dengan 1 ml larutan Na2S2O3 0,1N
Tahap adsorpsi zat warna remazol meliputi pembuatan larutan induk remazol,
penentuan panjang gelombang maksimum dan penentuan kurva standar remazol,
penentuan kondisi adsorpsi optimum arang aktif yang memiliki total bilangan iodin
tertinggi, serta penentuan isoterm adsorpsi. Larutan induk remazol dibuat dengan
konsentrasi stok 1000 ppm. Panjang gelombang (λ) maksimum ditentukan dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan mengukur besar absorbans larutan
pada berbagai λ dari 400 hingga 700 nm. Puncak kurva menunjukkan λmaks. Larutan
induk kemudian diencerkan ke konsentrasi 10, 20, 30, 40, 50, dan 60 ppm dan setiap
larutan standar tersebut diukur pada λmaks.
Kondisi optimum adsorben ditentukan menurut metode modifikasi
Raghuvansi (2004). Adsorben dengan varian bobot 0.1, 0.2, dan 0.3 g dimasukkan
ke dalam 50 mL larutan remazol dengan konsentrasi 10, 20, dan 30 ppm, kemudian
larutan dikocok dengan varian waktu 15, 30, dan 45 menit. Campuran selanjutnya
disaring dan diukur absorbansnya. Kondisi yang digunakan sebagai faktor adalah
waktu adsorpsi, bobot adsorben, dan konsentrasi zat warna sedangkan responsnya
ialah kapasitas adsorpsi (Q) dan efisiensi adsorpsi (E). Kapasitas dan efisiensi
adsorpsi dapat dihitung dengan persamaan
6
ሺେ୭ିେୟሻ ሺିሻ
ሺȀሻ ൌ E (%) = x 100 %
୫
Keterangan:
Q : kapasitas adsorpsi per bobot adsorben (mg/g adsorben)
E : efisiensi adsorpsi (%)
V : volume larutan (mL)
Co : konsentrasi awal larutan (ppm)
Ca : konsentrasi akhir larutan (ppm)
m : bobot adsorben (g)
Aktivasi Arang
Arang aktif adalah arang yang konfigurasi atom karbonnya telah dibebaskan
dari ikatan dengan unsur lain, porinya telah dibersihkan dari senyawa atau kotoran
lain, sehingga permukaan dan pusat aktif menjadi luas, serta kemampuan
adsorpsinya terhadap cairan dan gas meningkat (Sudrajat dan Soleh 1994). Arang
aktif merupakan salah satu jenis adsorben yang efektif digunakan untuk proses
adsorpsi. Bahan baku arang aktif dalam penelitian ini adalah limbah biji alpukat.
Sebelum digunakan biji alpukat dijemur di bawah sinar matahari selama 3-4 hari
untuk mengurangi kandungan air.
Pembuatan arang aktif diawali dengan proses pengarangan atau karbonisasi,
pada suhu 400 oC selama 4 jam. Drum tempat pengarangan dijaga dalam keadaan
tertutup agar tidak ada oksigen yang masuk sehingga mencegah terbentuknya abu.
Pada proses karbonisasi, selulosa organik diharapkan terurai menjadi unsur karbon
dan unsur-unsur nonkarbon dibebaskan. Proses karbonisasi terjadi melalui 4
tahapan. Tahap pertama adalah penguapan air pada suhu 100-120 oC, dan sampai
suhu 270 oC selulosa mulai terurai. Tahap kedua merupakan peruraian selulosa pada
suhu 270-310 oC menjadi asam cuka dan metanol, gas kayu (CO dan CO2), serta
sedikit tar. Tahap ketiga berlangsung pada suhu 310-500 oC, yaitu penguraian lignin,
ditandai dengan dihasilkan banyak tar, gas CO2 menurun, sedangkan gas CH4 dan
H2 meningkat. Tahap keempat terjadi pada suhu 500 oC yang merupakan tahap
pemurnian arang. sebanyak 2091 g arang dihasilkan dari 4978 g biji alpukat kering
dengan kadar air sebesar 16.07%, sehingga diperoleh rendemen 42%. Rendemen
arang dipengaruhi oleh tingkat kekerasan bahan baku yang digunakan. Semakin
besar bobot jenis bahan baku, strukturnya akan semakin keras dan tahan terhadap
proses penguraian oleh panas sehingga menghasilkan rendemen yang lebih tinggi
(Komarayati et al. 2011).
Arang hasil karbonisasi kemudian diaktivasi, dengan menggunakan alat
retort (tungku aktivasi) kedap udara yang terbuat dari baja tahan karat, dan
dilengkapi dengan alat pemanas listrik dan pengatur suhu. Aktivasi secara fisis,
dilakukan dengan mengalirkan uap panas pada suhu 700 oC selama 60 dan 90 menit,
dan aktivasi secara kimiawi dilakukan dengan merendam arang dalam KOH 30%
dan H3PO4 30% selama 24 jam. Perendaman bertujuan agar bahan aktivator
terserap secara optimum oleh arang sehingga dapat memperluas permukaannya.
Rendemen arang aktif menunjukkan jumlah arang aktif yang dihasilkan dari
proses karbonasi dan aktivasi. Rendemen dihitung berdasarkan bobot kering oven
bahan baku. Biji alpukat menghasilkan rendemen arang sebesar 42%. Proses
aktivasi yang digunakan berpengaruh pada rendemen arang aktif yang diperoleh
(lampiran 5), berkisar antara 29.33െ65.33%. Rendemen tertinggi dimiliki oleh
arang yang diaktivasi pada suhu 700 ºC selama 60 menit dilarutkan dengan
perendaman dalam H3PO4 30% (AA60), sedangkan rendemen terendah terdapat
8
pada arang yang diaktivasi pada suhu 700 ºC selama 90 menit lalu direndam dalam
kombinasi KOH 30% (AB90). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis larutan
pengaktif lamanya waktu pemberian steam berpengaruh pada rendemen arang aktif.
Penggunaan KOH pada AB60 dan AB90 didapati menurunkan rendemen. KOH
merupakan basa kuat yang dapat mempercepat reaksi oksidasi. Meningkatnya
jumlah zat yang teroksidasi akan menyebabkan rendemen berkurang. Rendemen
dipertama AA60, AA90, AB60, dan AB90 menurun ketika pemberian uap air
sedangkan pada AS60 dan AS90 rendemen meningkat.
Karakteristik arang aktif yang diperoleh pada penelitian ini meliputi nilai kadar
air, kadar abu, kadar zat terbang, karbon terikat, uji daya jerap benzena, dan uji daya
jerap iodin, yang dibandingkan dengan SNI 06-3730-95. Hasil analisis dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik arang aktif
Kadar Kadar Daya Daya
Kadar
Kadar Zat Karbon Jerap Jerap
Sampel Abu
Air (%) Terbang Terikat Benzena Iodin
(%)
(%) (%) (%) (mg/g)
AA60 6.17 10.62 8.12 81.26 11.52 260.60
AB60 7.86 7.27 16.17 76.56 15.65 446.84
AS60 9.36 9.17 12.74 78.09 12.55 546.31
AA90 5.18 11.38 10.20 78.42 10.47 442.80
AB90 7.87 7.76 17.83 74.42 17.80 500.90
AS90 10.16 9.70 15.38 74.93 11.40 415.44
SNI ≤15 ≤ 10 ≤25 ≥65 - ≥ 750
Kadar Air
Kadar air ditentukan untuk mengetahui sifat higroskopis arang aktif. Kadar
air yang tinggi dalam arang aktif dapat mengurangi kemampuannya sebagai
adsorben akibat pori arang aktif yang terisi air (Chahyani 2012). Kadar air arang
aktif masih memenuhi SNI (1995) yang berkisar antara 5.18-10.16%. Data
menunjukkan, penambahan KOH pada AB60 dan AB90 menyebabkan kadar airnya
lebih rendah daripada AS60 dan AS90 (Lampiran 6). Penurunan kadar air ini
disebabkan oleh peningkatan sifat higroskopis karbon aktif terhadap uap air. Sifat
higroskopis KOH membuat air yang terdapat dalam bahan bereaksi dengan KOH.
Pari (2004) menyatakan bahwa bahan pengaktif yang bersifat higroskopis dapat
menurunkan kadar air dari arang aktif.
Kadar air tertinggi dimiliki oleh arang aktif AS90, yaitu 10.16%, sedangkan
kadar air terendah dimiliki oleh AA90, yaitu 5.18%. Kadar air tertinggi diperoleh
pada hasil aktivasi menggunakan steam (AS). Meningkatnya kadar air disebabkan
oleh terserapnya uap air di udara pada saat proses pendinginan dan adanya butir–
butir dari uap air panas yang terperangkap di dalam struktur arang aktif yang
berbentuk heksagonal pada saat aktivasi (Pari, dkk 2008). Kadar air semua jenis
arang aktif tersebut sudah memenuhi kriteria SNI (1995) untuk karbon aktif
berbentuk serbuk, yaitu kurang dari 15.00%.
9
Kadar Abu
Kadar abu ditentukan untuk mengetahui kandungan komponen mineral yang
terdapat di dalam karbon aktif, seperti Ca, K, Na, Mg, dan komponen lain. Kadar
abu yang diperoleh berkisar 7-11% (Lampiran 7). Kadar abu pada semua jenis arang
aktif menunjukkan peningkatan dengan meningkatnya waktu steam (lampiran 7).
Nilai tertinggi diperoleh untuk arang aktif dengan steam selama 60 menit dengan
perendaman menggunakan H3PO4 30% yaitu, sebesar 10.62%. Hal yang sama juga
terjadi pada arang aktif dengan steam 90 menit, kadar abu tertinggi terjadi pada
aktivasi dengan penambahan H3PO 30% dengan nilai sebesar 11.38%. Namun, nilai
yang diperoleh keduanya tidak memenuhi SNI (1995) untuk arang aktif berbentuk
serbuk, yaitu kurang dari 10%. Kadar abu arang aktif diusahakan sekecil mungkin,
karena tingginya kadar abu menunjukkan banyaknya mineral-mineral logam yang
menutup pori-pori arang sehingga mengurangi daya jerap arang aktif.
kadar tersebut menunjukkan sedikitnya atom karbon yang bereaksi dengan uap air
menghasilkan gas CO sehingga atom karbon tertata kembali membentuk struktur
heksagonal yang banyak (Fauziah 2009). Sebaliknya, kadar karbon terikat terendah
diperoleh pada arang aktif jenis AB90 yang memiliki kadar abu rendah dan zat
terbang yang tinggi sehingga kadar karbon terikat yang diperoleh rendah.
Rendahnya nilai kadar karbon terikat menunjukkan bahwa perlakuan tersebut
memiliki kadar pengotor yang tinggi.
pengukuran absorbans hasil penjerapan remazol melalui proses adsorpsi oleh arang
aktif jenis AB60 yang memiliki total bilangan iodin paling tinggi (lampiran 14),
sehingga persentase hilangnya warna remazol dapat ditentukan. Adsorpsi zat warna
remazol dilakukan dengan membuat variasi bobot dan waktu kontak arang aktif
jenis AB60, yang bertujuan menentukan bobot dan waktu kontak optimum yang
akan digunakan pada proses adsorpsi. Variasi bobot yang dipilih adalah 0.1, 0.2,
dan 0.3 gram, sedangkan variasi waktu kontak pada 15, 30, dan 45 menit. Gambar
2, 3, dan 4 merupakan kurva hubungan variasi bobot dan waktu kontak adsorben
dengan kapasitas adsorpsi pada berbagai konsentrasi zat warna remazol. Gambar 3
menunjukkan kapasitas adsorpsi yang lebih besar pada adsorben AB60 terhadap
remazol 20 ppm, dengan bobot 0.1 g pada waktu kontak 45 menit. Kapasitas dan
efisiensi adsorpsi yang dihasilkan sebesar 5395.49 mg/g dan 58.27%. Data
perhitungan kondisi optimum AB60 dapat dilihat pada Lampiran 15.
2500,00
2000,00
Q (mg/g)
1500,00
1000,00
500,00
0,00
15 30 45
menit
0.1 g 0.2 g 0.3 g
6.000,00
5.000,00
4.000,00
Q (mg/g)
3.000,00
2.000,00
1.000,00
0,00
15 30 45
menit
0.1 g 0.2 g 0.3 g
Q (mg/g)
3.000,00
2.000,00
1.000,00
0,00
15 30 45
menit
0.1 g 0.2 g 0.3 g
Isoterm Adsorpsi
5,00
4,00
3,00
2,00
5 10 15 20 25
C
Gambar 5 Isoterm adsorpsi Langmuir adsorben AB60
13
0,60 y = 0,0765x + 0,1925
0,50 R² = 0,9538
Log (x/m)
0,40
0,30
0,20
0,10
0.6 0.8 1.0 1.2 1.4
Log C
Gambar 6 Isoterm adsorpsi Freundlich adsorben AB60
Limbah industri batik umumnya bersifat basa, keruh, dan berkadar organik
tinggi. Limbah batik yang berasal dari proses pewarnaan maupun pelepasan lilin
dikumpulkan di dalam bak penampung. Sampel yang diambil dari bak penampung
ini merupakan keadaan sebelum dilakukan proses pengolahan.
Tabel 2 Hasil pencirian, pengolahan dan aplikasi adsorben terhadap limbah
Konsentrasi
pH Penurunan
Proses warna (PtCo)
warna (%)
Awal Akhir Awal Akhir
Pencirian limbah 9.78 - 3040 - -
Pengolahan limbah
x Netralisasi 9.78 7.80 - - -
x Koagulasi-flokuasi
¾ Tawas 50 ppm 7.80 3.86 3040 850 72.04
¾ Tawas 100 ppm 7.80 3.71 3040 805 73.52
¾ Tawas 150 ppm 7.80 3.66 3040 780 74.34
Aplikasi adsorben pada limbah
x Adsorpsi 7.80 8.89 3040 2140 42.06
diperoleh pH sebesar 7.80. Pada beberapa jenis air limbah yang mengandung zat
pewarna, dengan proses netralisasi warna sudah dapat dikurangi. Selain itu, pH
netral dibutuhkan dalam proses koagulasi-flokulasi menggunakan tawas karena
efektivitas kerja koagulan bergantung pada pH netral dan dosis pemakaian terhadap
air limbah (Gao et al. 2005).
Limbah cair batik yang telah netral kemudian diberi perlakuan koagulasi-
flokulasi menggunakan koagulan tawas. Penambahan koagulan ke dalam limbah
menyebabkan padatan dan zat pewarna akan saling menempel dan membentuk
partikel dengan ukuran yang lebih besar (flok). Flok selanjutnya dipisahkan melalui
pengendapan dan penyaringan (Gao et al. 2005). Nilai pH memiliki pengaruh yang
besar terhadap pengendapan padatan dan zat warna. Pengaturan pH koagulasi
diperlukan karena koagulan tawas dapat bekerja efektif pada pH 4.5െ8, karena
Al(OH)3 relatif tidak larut dalam rentang pH tersebut (Amir dan James 2008).
Namun, hasil menunjukkan bahwa pH yang dihasilkan sangat rendah sehingga
koagulan tawas tidak dapat bekerja secara efektif karena tawas yang digunakan
bukan tawas murni yang dimungkinkan adanya pengotor dan zat-zat lain pada tawas
yang dapat mengganggu keefektifan kerja tawas. Hal ini ditunjukkan pada pH yang
dihasilkan relatif kecil. Nilai pH berada di bawah rentang nilai kerja efektif.
Warna merupakan salah satu parameter pengujian dalam pengolahan limbah.
Secara visual, warna setelah perlakuan koagulasi-flokulasi berbeda dengan kondisi
limbah awal, yaitu intensitas warnanya lebih berkurang (Gambar 7). Penurunan
konsentrasi warna terbesar terdapat pada penambahan dosis tawas 150 ppm dengan
persen penurunan 74.34%. Penurunan warna akan terus terjadi sampai penurunan
tersebut mencapai titik terendahnya, yang diindikasikan sebagai kondisi optimum
dari dosis tawas yang diberikan. Penurunan persen konsentrasi warna disebabkan
pemberian tawas, tawas yang digunakan bukan tawas murni sehingga kemungkinan
lebih banyak adanya pengotor sehingga penurunan persen konsentrasi warnanya
sangat tinggi.
(a) (b)
Gambar 7 Limbah batik sebelum (a) dan setelah perlakuan koagulasi (b)
(a) (b)
Gambar 8 Warna limbah batik sebelum (a) dan setelah (b) adsorpsi oleh AB60
Simpulan
Limbah biji alpukat yang dibuat arang aktif dapat digunakan sebagai adsorben
untuk menjerap zat warna remazol pada limbah batik. Jenis arang aktif AB60
memiliki total bilangan iodin paling tinggi yang digunakan untuk mengadsorpsi zat
warna remazol. Kemampuan adsorpsi AB60 terhadap zat warna limbah batik masih
cukup kecil terlihat dari persen pernurunan konsentrasi warnanya yaitu, sebesar
42.06% yang menunjukkan bahwa arang aktif dari limbah biji alpukat kurang baik
untuk dijadikan adsorben zat warna limbah batik.
Saran
Arang biji alpukat dapat digunakan sebagai arang aktif, namun diperlukan
perlakuan lebih lanjut dalam penambahan dan pencucian arang yang direndam
dengan HCl agar dihasilkan arang aktif yang lebih baik daya jerapnya. Melakukan
optimasi suhu, waktu, dan peningkatan konsentrasi aktivator selama aktivasi untuk
meningkatkan kapasitas adsorpsi arang karbon aktif. Pencirian adsorben lebih lanjut
menggunakan scanning electron microscpe (SEM).
16
DAFTAR PUSTAKA
[APHA] American Public Health Association. 2005. Standard Method for the
Examination of Water and Wastewater ADMI Weighed Ordinate
Spectrophotometric Methods. APHA 2120&5220C. Washington: American
Public Health Association.
[ASTM] America Society for Testing and Materials. 1979. Standard Test Method
for Benzene, Chloroform, and Iodine Sorption of Activated
Carbon.Philadelphia (US): ASTM.cv
[KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 1995. Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup KEP-51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair
untuk industri tekstil. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI-06-3730-1995: Arang Aktif Teknis.
Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Al-Kdasi A, Idris A, Saed K, Guan CT. 2005. Treatment of textile waste water by
advance doxidation processes. J Global Nest the Int (6):222-230.
Alsuhendra, Zulhipri, Ridawati, dan E. Lisanti. 2007. Ekstraksi dan Karakteristik
Senyawa Fenolik dari Biji Alpukat (Persea Americana Mill.). Bandung (ID).
Proseding Seminar Nasional PATPI.
Amir R, James NI. 2007. Penentuan dosis optimum alumunium sulfat dalam
pengolahan Air Sungai Cileueur Kota Ciamis dan pemanfaatan resirkulasi
lumpur dengan parameter pH, warna, kekeruhan, dan TSS. J Infrastuktur dan
Lingkungan Binaan. 2:1-11.
Apriani, Faryuni D, Wahyuni D. 2013. Pengaruh konsentrasi activator kalium
hidroksida (KOH) terhadap kualitas karbon aktif kulit durian sebagai
adsorben logam Fe pada air gambut. J Prisma Fisika 1 (2):82-86.
Atkins PW. 1999. Kimia Fisik Jilid 1. Kartohadiprojo I, penerjemah; Rohhadyan T,
Hadiyana K, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Physical
Chemistry.
Babu RB, Parande AK, Raghu S, Kumar PT. 2007. Cotton textile processing waste
generation and effluent treatment. Journal of Cotton Science. 11:141-153
Budiono A, Suhartana, Gunawan. 2009. Pengaruh Aktivasi Arang Tempurung
Kelapa dengan Asam Sulfat dan Asam Posfat untuk Adsorpsi Fenol [artikel].
Semarang (ID): Universitas Diponegoro
Chahyani R. 2012. Sintesis dan karakterisasi membran polisulfon didadah karbon
aktif untuk filtrasi air. [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor.
Darmawan. 2007. Pembuatan dan karakterisasi karbon aktif dari ubi kayu. J. Kimia
dan Teknologi. 228-298.
Fauziah N. 2009. Pembuatan arang aktif secara langsung dari kulit Acacia Mangium
Willd dengan aktivasi fisika dan aplikasinya sebagai adsorben. [skripsi].
Bogor (ID): Departemen Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor.
Gao BY, Yue QY, Wang BJ, Wang SG. 2005. Characterization and coagulation of
a Polyalumunium Chloride (PAC) coagulant with high Al13 content. J
Environ Mgmt. 76:143-147. .
17
RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Aktivasi kimia
Pemanasan pada suhu 700
0
C dan dialiri uap air selama Netralisasi
60 dan 90 menit
Aktivasi fisika
Koagulasi dan flokulasi
Digerus dengan mortar, dan
diayak dengan saringan 100 mesh
Limbah biji
alpukat
Arang
Karakterisasi
Arang aktif
karbon aktif
x pH
Sedimentasi dan filtrasi x Warna
Filtrat
Adsorben pada
kondisi moptimum
Adsorpsi Netralisasi
Koagulasi
Flokulasi
v = 60 rpm
t = 30 menit
Filtrat
Pengukuran konsentrasi
warna dan pH
21
Contoh perhitungan:
Rendemen (%) = x 100%
ସ
= x 100%
ଵହ
= 49.33%
Keterangan:
a: bobot arang aktif (g)
b: bobot arang (g)
70 65.33 64.00
60
49.33
RENDEMEN (%)
50
40 32.00 30.00
29.33
30
20
10
0
JENIS ARANG
AA60 AB60 AS60 AA90 AB90 AS90
Contoh perhitungan:
ୟିୠ
Kadar air (%) = x 100%
ୟ
ଵǤଵଷିଵǤଵ
= x 100%
ଵǤଵଷ
= 7.85%
Keterangan:
a: bobot contoh awal (g)
b: bobot contoh akhir (g)
12
10.16
10 9.36
7.86 7.87
8
KADAR AIR (%)
6.17
6 5.18
0
JENIS ARANG
AA60 AB60 AS60 AA90 AB90 AS90
Grafik kadar air arang aktif biji alpukat
24
Contoh perhitungan:
ୠ
Kadar abu (%) = x 100%
ୟ
Ǥଽ
= x 100%
Ǥଽହଶ
= 7.21%
Keterangan:
a: bobot contoh awal (g)
b: bobot contoh akhir (g)
12 11.38
10.62
9.70
10 9.17
KADAR ABU (%)
7.76
8 7.27
0
JENIS ARANG
AA60 AB60 AS60 AA90 AB90 AS90
Contoh perhitungan:
ୟିୠ
Kadar zat terbang (%) = x 100%
ୟ
ଵǤଵସଵିǤଽ
= x 100%
Ǥଽ
= 15.33%
Keterangan:
a: bobot contoh awal (g)
b: bobot contoh akhir (g)
20
17.83
18 16.17
15.38
16
KADAR ZAT TERBANG (%)
14 12.74
12 10.20
10 8.12
8
6
4
2
0
JENIS ARANG
AA60 AB60 AS60 AA90 AB90 AS90
Contoh perhitungan:
Kadar karbon terikat (%) = 100% − (b + c) %
= 100% − (16.14 + 7.21) %
= 76.65%
Keterangan:
b: kadar zat terbang (%)
c: kadar abu (%)
82 81.26
80
KADAR KARBON TERIKAT (%)
78.09 78.42
78
76.56
76 74.93
74.42
74
72
70
JENIS ARANG
Contoh perhitungan:
ୠିୟ
Daya jerap benzena (%) = x 100%
ୟ
ଵǤଵଵିଵǤ
= x 100%
ଵǤ
= 16.40 %
Keterangan:
a = bobot sampel sebelum adsorpsi (g)
b = bobot sampel setelah adsorpsi (g)
20
17.80
18
15.65
16
DAYA JERAP BENZENA (%)
14 12.55
11.52 11.40
12 10.47
t
10
8
6
4
2
0
JENIS ARANG
AA60 AB60 AS60 AA90 AB90 AS90
Contoh perhitungan:
െ ൈ ͳʹǡͻ͵
൫ ൗ൯ ൌ
ǤͶͲͲǤͳͲʹ
ͳͲ െ ൈ ͳʹǡͻ͵ʹǤͷ
ൌ ͲǤͳ
ͲǤʹͷʹ
= 437.203 mg/g
Keterangan:
A : Volume titrasi (ml)
B : Volume Na2S2O3 terpakai (ml)
C : Normalitas Na2S2O3 (N)
D : Normalitas iodin (N)
fp : Faktor pengenceran
a : Bobot arang aktif (g)
12,693 : Jumlah iod sesuai dengan 1 ml larutan Na2S2O3 0,1N
600,00 546.31
500.90
500,00 446,84
DAYA JERAP IOD (mg/g)
442.80
415.44
400,00
300,00 260.60
200,00
100,00
0,00
JENIS ARANG
AA60 AB60 AS60 AA90 AB90 AS90
0,800
0,700
0,600
Absorbans
0,500
0,400
0,300
0,200
0,100
0,000
500 540 580 620 660 710
Panjang gelombang (nm)
1,000
y = 0.0188x + 0.0061
0,800 R² = 0.9869
Absorbans
0,600
0,400
0,200
0,000
10 20 30 40 50
konsentrasi standar (ppm)
Contoh perhitungan:
Total Bilangan Iodin = rendemen (%) x Daya jerap iodin (mg/g)
= 32.00 % x 546.31 mg/g
= 174.82
32
Lampiran 15 Kondisi optimum adsorpsi remazol oleh arang aktif jenis AB60
konsentrasi waktu konsentrasi
massa (gram) absorbans Q (mg/g) E (%)
(ppm) (menit) akhir (ppm)
10 15 0.1 0.1004 0.152 1115.2200 22.39 7.7606
0.2 0.2026 0.104 1182.7624 47.93 5.2074
0.3 0.3022 0.058 1197.7766 72.39 2.7606
30 0.1 0.1026 0.192 54.4357 1.12 9.8883
0.2 0.2031 0.113 1061.9965 43.14 5.6862
0.3 0.3030 0.151 378.3091 22.93 7.7074
45 0.1 0.1044 0.106 2244.3344 46.86 5.3138
0.2 0.2044 0.063 1705.8230 69.73 3.0266
0.3 0.3015 0.046 1306.4112 78.78 2.1223
20 15 0.1 0.1048 0.183 5052.6839 52.95 9.4096
0.2 0.2006 0.114 3554.4961 71.30 5.7394
0.3 0.3026 0.050 2918.8522 88.32 2.3351
30 0.1 0.1050 0.222 4055.2178 42.58 11.4840
0.2 0.2030 0.066 4141.3374 84.07 3.1862
0.3 0.3013 0.103 2463.6151 74.23 5.1543
45 0.1 0.1080 0.163 5395.4886 58.27 8.3457
0.2 0.2020 0.082 3951.1797 79.81 4.0372
0.3 0.3030 0.064 2792.1143 84.60 3.0798
30 15 0.1 0.1022 0.392 4634.7379 31.58 20.5266
0.2 0.2020 0.222 4583.1578 61.72 11.4840
0.3 0.3018 0.143 3763.7649 75.73 7.2819
30 0.1 0.1005 0.419 3998.6239 26.79 21.9628
0.2 0.2023 0.163 5352.0156 72.18 8.3457
0.3 0.3029 0.210 3161.8117 63.85 10.8457
45 0.1 0.1046 0.566 104.2472 0.73 29.7819
0.2 0.2002 0.326 3242.7679 43.28 17.0160
0.3 0.3014 0.290 2471.6218 49.66 15.1011
Contoh perhitungan pada kondisi optimum adsorben bobot 0.1 gram dengan
waktu kontak 45 menit pada remazol 20 ppm:
ሺ െ ሻ
ܳሺȀሻ ൌ
ହ୫ሺଶ୮୮୫ି଼Ǥଷସହ୮୮୫ሻ
=
Ǥଵ
= 5395.4886 mg/g
ሺେ୭ିେୟሻ
E (%) = x 100 %
େ୭
ሺଶ୮୮୫ି଼Ǥଷସହ୮୮୫ሻ
= x 100 %
ଶ୮୮୫
= 58.27 %
23
Keterangan:
m : bobot adsorben
Ce : konsentrasi akhir digunakan sebagai variabel c pada rumus isoterm Freundlich dan Langmuir
x/m merupakan jumlah adsorbat yang teradsorpsi (mg) / bobot adsorben (gram)
ଵ
x : Ct (teradsorpsi) (mg/L) x volume larutan (L) x
ଵ୫
33