1 April 2017 |1
Sigit Winarto
ABSTRAK
Beton serat ijuk sebagai bahan bangunan yang diminati banyak masyarakat umumnya saat
ini kebutuhannya semakin meningkat. Namun sesuai sifat dasar beton, sebagai bahan dasar
pembuatnya memiliki sifat kurang mampu menahan tarik, lentur, bersifat getas dan berat
sendirinya besar. Usaha peningkatan kualitas beton sampai sekarang ini masih terus
dilakukan baik peningkatan kuat tekan, tarik maupun lentur, bahkan sampai pada upaya
untuk membuat beton itu ringan tetapi mempunyai kekuatan tinggi, sehingga diterapkannya
penelitian ini.
Pada penelitian beton dengan menggunakan campuran serat ijuk ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh kuat tekan, perubahan berat beton, proporsi ijuk yang optimum untuk
menghasilkan kuat tekan, meskipun melalui konversi hari. Dimana pada pembuatan dan
penelitian beton ini dilaksanakan di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Dinas Bina Marga
dan Pengairan, Trenggalek. Bahan yang digunakan terdapat dari : pasir dari Sungai Brantas
Kediri, semen dari toko bahan bangunan sekitar Laboratorium Bahan dan Konstruksi Dinas
Bina Marga dan Pengairan, Trenggalek. serat ijuk dari Pasar Pahing Kota Kediri.
Hasil penelitian ini menghasilkan beton serat ijuk yang memenuhi persyaratan beban tekan
minimalnya dari persyaratan SNI 0447-81 umtuk golongan mutu II. Yang terdiri dari bahan
yang memenuhi kriteria untuk membuat beton serat ijuk, yaitu: Pasir yang mempunyai
berat jenis = 2.524; berat satuan = 2.586 gram/cm3; kadar air = 4.317% dan gradasi pasir
yang termasuk yaitu pasir halus jenis sedang. Proporsi ijuk yang optimum untuk
menghasilkan kuat tekan adalah pada penggunaan serat ijuk 2,5% dengan berat volume
ijuk 125 gr, dimensi serat ijuk 0,5 mm dengan panjang 15 cm. Perubahan berat beton yang
terjadi pada beton berserat ijuk menjadi lebih ringan, yaitu 2.243 gr/cm. Kekuatan beton
yang dihasilkan setelah di uji tekan melalui konversi 28 hari menjadi 21 hari yaitu 226
Kg/cm2.
Dari hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan Untuk penelitian selanjutnya
sebaiknya dicoba menggunakan persentase serat ijuk yang lebih tinggi atau bervariasi tetapi
campurannya tetap supaya diketahui peningkatan beban tekan yang maksimal akibat
penambahan ijuk. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan persentase penambahan
serat ijuk yang sama tetapi perbandingan bahan susunnya berbeda. Dan juga perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut tentang tingkat ekonomis, keawetan dan sifat-sifat beton
serat yang lain dengan penambahan serat ijuk.
1. PENDAHULUAN
Dalam penelitian ini peneliti mencoba mengaplikasikan serat ijuk untuk pembuatan
beton serat ijuk, yaitu dengan penambahan serat ijuk. Dengan penambahan serat
ijuk ke dalam adukan beton diharapkan dapat menambah kekuatan beton dalam
meningkatkan kemampuan menahan beban tarik. Namun sesuai sifat dasar beton,
sebagai bahan dasar pembuatnya memiliki sifat kurang mampu menahan tarik,
lentur, bersifat getas dan berat sendirinya besar. Usaha peningkatan kualitas beton
sampai sekarang ini masih terus dilakukan baik peningkatan kuat tekan, tarik
maupun lentur, bahkan sampai pada upaya untuk membuat beton itu ringan tetapi
mempunyai kekuatan tinggi.
Beton serat adalah bagian komposit yang terdiri dari beton biasa dan bahan lain
yang berupa serat. Serat pada umumnya berupa batang dengan diameter antara 5
dan 500 μm (mikro meter) dan panjang sekitar 25 mm sampai 100 mm. Bahan serat
UKaRsT Vo l. 1 No. 1 Ap r il 2 0 1 7 |3
dapat berupa : serat asbestos, serat tumbuh-tumbuhan (rami, bambu, ijuk), serat
plastic (polypropylene), atau potongan kawat baja. Jika serat yang dipakai memiliki
modulus elastisitas lebih tinggi daripada beton, misalnya kawat baja, maka beton
serat akan mempunyai kuat tekan, kuat tarik, maupun modulus elastisitas yang
sedikit lebih tinggi dari beton biasa. (Tjokrodimuljo 1996: 122).
Penambahan serat dalam adukan beton dapat meningkatkan kuat tekan, tarik, kuat
lentur, dan beton yang dihasilkan lebih ringan (Dwiyono, 2000). Penambahan serat
dalam adukan yang memberikan perbaikan beberapa sifat beton perlu diaplikasikan
dalam pembuatan beton serat ijuk.
Panjang serat yang ditambahkan dalam adukan beton serat ijuk harus memenuhi
ketentuan mengenai aspek rasio yaitu perbandingan antara panjang serat dengan
diameter serat. Aspek rasio yang ideal yaitu 50 mm sampai 100 mm (Sudarmoko
1987 dalam Dwiyono 2000). Serat yang terlalu pendek akan mudah tercabut dan
serat yang terlalu panjang akan mengakibatkan kesulitan dalam pengerjaan yaitu
akan terjadi penggumpalan. Jumlah serat yang sedikit belum berpengaruh, tetapi
sebaliknya jumlah serat yang terlalu banyak akan mengakibatkan kesulitan dalam
pengerjaan.
bahan serat campuran beton. Sampai saat ini pemanfaatan serat ijuk di pulau Jawa
hanya sebatas digunakan untuk kerajinan tangan, tetapi untuk penggunaan
kebutuhan lain belum ada usaha untuk memanfaatkannya.
Serat ijuk merupakan bahan yang banyak dan mudah diperoleh di Kediri.
Serat ijuk memiliki serat-serat (benang) yang sangat baik untuk digunakan sebagai
serat beton, kuat tarik serat sangat tinggi, tidak mudah lapuk, lunak dan mudah
diolah. Sejauh ini belum ada penelitian yang memadai tentang optimasi komposisi
campuran beton dengan bahan tambah serat ijuk. Cara penanganan dan jumlah
pemakaian semen Portland yang optimum juga merupakan bagian dari penelitian
ini. Untuk itu perlu kiranya dilakukan penelitian yang serius untuk mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya alam di daerah sekitar semaksimal mungkin, sehingga
standar mutu yang diharapkan tetap dapat dicapai.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dibuat suatu rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengaruh kuat tekan dengan menggunakan campuran serat ijuk?
2. Bagaiman perubahan berat beton yang terjadi pada beton berserat ijuk?
3. Berapa proporsi ijuk yang optimum untuk menghasilkan kuat tekan?
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diketahui tingkat keandalan beton
berserat ijuk. Hal ini dapat dicapai dengan memperoleh komposisi campuran yang
tepat antara semen, pasir, kerikil, fraksi volume serat, serta faktor air semen. Di
samping itu juga mampu menghasilkan suatu nilai yang dapat digunakan sebagai
dasar penentuan proporsi campuran tertentu yang mempunyai kekuatan dan
UKaRsT Vo l. 1 No. 1 Ap r il 2 0 1 7 |5
ketahanan optimum, sehingga beton yang dihasilkan sesuai dengan kriteria yang
direncanakan.
Hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi besar bagi pembangunan daerah,
khususnya daerah Kediri. Kontribusi ini terutama untuk meningkatkan penggunaan
sumber daya alam lokal dan pemanfaatan serat ijuk pada pembangunan struktur
beton. Dengan memanfaatkan sumber daya alam lokal (bahan setempat), maka
biaya konstruksi dapat diminimumkan.
Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan
klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis
dengan gips sebagai bahan tambahan (PUBI, 1982). Fungsi semen portland adalah
untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu massa yang kompak dan
padat, selain itu juga untuk mengisi rongga-rongga diantara butir-butir agregat
(Tjokrodimuljo, 1996). Menurut SNI 0447-81 (Dwiyono, 2000) sesuai dengan
tujuan pemakaiannya, semen portland di Indonesia dibagi menjadi 5 jenis sebagai
berikut:
Jenis I : Semen portland yang digunakan untuk penggunaan umum yang tidak
memerlukan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-
jenis lain.
Jenis II : Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.
Jenis III : Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan
tinggi pada fase permulaan setelah pengikatan terjadi.
Jenis IV : Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi
rendah.
Jenis V : Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan
tinggi terhadap sulfat.
Semen Portland di pasaran umumnya memiliki berat jenis 3,15 dan berat satuan
1,250 gram/cm³. Perbandingan antara jumlah semen sebagai bahan pengikat dalam
bahan susun genteng beton akan sangat menentukan kualitas beton serat yang
dibuat. Pada umumnya orang mengetahui bahwa kekuatan beton serat akan
bertambah, apabila pemakaian semen ditambah. Semakin banyak pemakaian semen
tentu ikatan antar butir agregatnya akan semakin kuat, karena bahan susunan beton
serat akan terikat kuat oleh semen yang jumlahnya mencukupi. Sehingga beton
serat yang dihasilkan kualitasnya akan baik, tetapi sebaliknya apabila semen yang
dipakai jumlahnya sedikit (jumlahnya kurang mencukupi) maka ikatan antar butir
agregatnya akan lemah sehingga beton serat yang dihasilkan kualitasnya akan
rendah.
Unsur C2S dan C3S biasanya merupakan 70% - 80% dari semen sehingga
merupakan bagian yang dominan dalam memberikan sifat bahan. Bila semen
terkena air, C3S segera berhidrasi dan menghasilkan panas. Selain itu juga
berpengaruh terhadap pengerasan semen terutama mencapai umur 14 hari.
Sebaliknya C2S bereaksi dengan air lebih lambat sehingga berpengaruh terhadap
pengerasan semen setelah berumur lebih dari 7 hari dan memberikan kekuatan
akhir. Unsur C3A berhidrasi secara eksotermik dan bereaksi sangat cepat
memberikan kekuatan sesudah 24 jam. Unsur C4Af kurang begitu besar
pengaruhnya terhadap kekerasan semen atau beton (Tjokrodimuljo, 1996).
Beton yang dibuat dari semen portland tipe I biasanya memerlukan waktu kurang
lebih dua minggu untuk mencapai kekuatan rencana setelah 28 hari dan setelah
masa tersebut kekuatannya akan terus bertambah.
2.3.2. Air
Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting, namun demikian untuk
mendapatkannya relatif mudah (murah). Air dalam adukan di perlukan untuk
bereaksi dengan semen dan melumasi butiran agregat agar mudah dikerjakan dan
dipadatkan. Pada dasarnya jumlah air yang diperlukan untuk proses hidrasi hanya
kira-kira 25% dari berat semennya. Penambahan jumlah air akan mengurangi
kekuatan setelah mengeras (Tjokrodimuljo, 1996). Namun demikian kelebihan dari
air yang diperlukan untuk proses hidrasi pada umumnya memang diperlukan pada
pembuatan beton, agar adukan beton dapat dicampur dengan baik, diangkut dengan
mudah dan dapat dicetak tanpa rongga besar.
Dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air yang memenuhi syarat sebagai
berikut :
a. Tidak mengandung lumpur lebih dari 2 gr/liter
b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik)
lebih dari 15 gr/liter.
c. Tidak mengandung klorida (C1) lebih dari 0,5 gr/liter.
d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gr/liter.
Secara umum, air yang dapat dipakai untuk bahan pencampur beton ialah air yang
bila dipakai akan dapat menghasilkan beton dengan kekuatan lebih dari 90%
kekuatan beton yang memakai air suling. ( Tjokrodimuljo, 1996 ). Untuk
perawatan, juga dapat dipakai air untuk pengadukan, tetapi harus tidak
menimbulkan noda atau endapan yang merusak warna permukaan hingga tidak
sedap dipandang.
10 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton
5. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beranekaragam besarnya dan
apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam pasal 3.5 ayat 1
PBI 1971, harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Sisa diatas ayakan 31,5 mm harus 0% berat .
b. Sisa diatas ayakan 4 mm harus berkisar antara 90% dan 98% berat.
c. Selisih antara sisa-sisa kumulatif diatas dua ayakan yang berurutan,
maksimum 60% dan minimum 10% berat.
12 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton
2.3.5. Serat
Ada bermacam-macam jenis serat yang dapat dipakai untuk pembuatan beton serat
dan aplikasinya dalam pembuatan genteng beton serat. Macam-macam jenis serat
tersebut adalah (Dwiyono, 2000) :
(1) Serat asbestos
Serat asbestos dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Crhysotile asbestos (serat asbestos putih) mempunyai rumus kimia
3MgO.2SiO2.H2O dan merupakan mineral yang tersedia cukup banyak
di alam. Serat ini mempunyai diameter minimum 0,001 m. Ditinjau dari
segi kekuatannya cukup baik, tetapi serat ini jarang tersedia dipasaran
umum sehingga menjadikan kurang banyak digunakan sebagai bahan
tambah beton.
b. Crodidolite asbestos mempunyai rumus kimia Na2O.Fe2O3.3FeO.
8SiO2.H2O. Serat ini mempunyai kuat tarik yang cukup tinggi sekitar
3500 MPa dan cukup banyak terdapat di Kanada, Afrika Selatan dan
Rusia. Hambatan jarang dipakainya serat ini adalah sulit didapatkan
disetiap negara sehingga harganya relatif mahal, disamping itu beberapa
tahun belakangan ini banyak pendapat tentang bahaya serat ini terhadap
kesehatan manusia, serat ini dianggap sebagai salah satu penyebab
penyakit kanker (karsirorganik).
(2) Serat kaca (glass fiber)
Serat ini mempunyai kuat tarik yang cukup tinggi, sehingga penambahan
serat kaca pada beton akan meningkatkan kuat lentur beton. Tetapi
permukaan serat kaca yang licin mengakibatkan daya lekat terhadap bahan
ikatnya menjadi lemah dan serat ini kurang tahan terhadap sifat alkali semen
sehingga dalam jangka waktu lama serat akan rusak. Disamping itu serat kaca
ini jarang sekali ditemukan dipasaran Indonesia sehingga serat ini hampir
tidak pernah dipakai untuk campuran beton di Indonesia.
(3) Serat baja (steel fiber)
Serat baja mempunyai banyak kelebihan, diantaranya : mempunyai kuat tarik
dan modulus elastisitas yang cukup tinggi, tidak mengalami perubahan
bentuk akibat pengaruh sifat alkali semen. Penambahan serat baja pada beton
akan menaikkan kuat tarik, kuat lentur dan kuat impak beton. Kelemahan
U K a R s T V o l . 1 N o . 1 A p r i l 2 0 1 7 | 13
serat baja adalah : apabila serat baja tidak terlindung dalam beton akan mudah
terjadi karat (korosi), adanya kecenderungan serat baja tidak menyebar secara
merata dalam adukan dan serat baja hasil produksi pabrik harganya cukup
mahal.
(4) Serat karbon
Serat karbon mempunyai beberapa kelebihan yaitu : tahan terhadap
lingkungan agresif, stabil pada suhu yang tinggi, tahan terhadap abrasi,
relative kaku dan lebih tahan lama. Tetapi penyebaran serat karbon dalam
adukan beton lebih sulit dibandingkan dengan serat jenis lain.
(5) Serat polypropylene
Serat polypropylene dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai tali rafia.
Serat polypropylene mempunyai sifat tahan terhadap serangan kimia,
permukaannya tidak basah sehingga mencegah terjadinya penggumpalan
serat selama pengadukan. Serat polypropylene mempunyai titik leleh 165°C
dan mampu digunakan pada suhu lebih dari 100°C untuk jangka waktu
pendek.
(6) Serat polyethylene
Serat polyethylene dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai tali tambang
plastik. Serat polyethylene ini hampir sama dengan serat polypropylene hanya
bentuknya berupa serat tunggal.
(7) Serat alami
Ada bermacam-macam serat alami antara lain : abaca, sisal, jute, ramie, ijuk,
serat serabut kelapa dan lain-lain.
Dari bermacam-macam serat alami hanya akan kami uraikan mengenai serat ijuk.
Serat ijuk yaitu serabut berwarna hitam dan liat, yang terdapat pada bagian pangkal
dan pelepah daun pohon aren (Soeseno, 1992 dalam Jatmiko, 1999). Pohon aren
menghasilkan ijuk pada 4-5 tahun terakhir. Serat ijuk yang memuaskan diperoleh
dari pohon yang sudah tua, tetapi sebelum tandan (bakal) buah muncul (sekitar
umur 4 tahun), karena saat tandan (bakal) buah muncul ijuk menjadi kecil-kecil dan
jelek. Ijuk yang dihasilkan pohon aren mempunyai sifat fisik diantaranya : berupa
helaian benang (serat) berwarna hitam, berdiameter kurang dari 0,5 mm, bersifat
kaku dan ulet (tidak mudah putus).
Selama ini pemanfaatan ijuk belum terlalu banyak yaitu diantaranya sebagai bahan
pembuat sapu dan tali tambang. Masih banyak serat ijuk yang belum dimanfaatkan
sehingga terbuang percuma. Perkembangan teknologi memungkinkan perluasan
pemanfaatan serat ijuk, diantaranya sebagai pengisi bahan bangunan. Ijuk bersifat
lentur dan tidak mudah rapuh, sangat tahan terhadap genangan asam termasuk
genangan air laut yang mengandung garam (Sunanto, 1993 dalam Wiyadi, 1999).
14 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton
Dengan karakteristik ijuk seperti ini maka diharapkan dapat memperbaiki sifat
kurang baik beton, baik secara kimia maupun fisika. Salah satunya yaitu sebagai
bahan campuran pembuatan beton serat ijuk.
Air merupakan bahan penyusun beton yang diperlukan untuk bereaksi dengan
semen. Untuk berlangsungnya proses hidrasi air yang dibutuhkan sekitar 25% dari
berat semen, namun dalam kenyataannya nilai faktor air semen kurang dari 35%
tidak dapat dikerjakan dengan sempurna sehingga beton yang dihasilkan keropos
dan memiliki kekuatan yang rendah. Penambahan jumlah air akan mengurangi
kekuatan setelah mengeras (Tjokrodimuljo, 1996). Namun demikian kelebihan dari
air yang diperlukan pada pembuatan beton, agar adukan dapat dicampur dengan
baik, diangkut dengan mudah dan dapat dicetak tanpa rongga yang besar. Air yang
diperlukan tidak boleh berlebihan karena akan menguap dan meninggalkan pori-
pori pada bahan beton yang akan menurunkan kekuatannya. Oleh karena itu
diperlukan air yang proporsional sehingga dapat menghasilkan kekuatan yang
cukup tinggi dan mudah dikerjakan.
FAS yang umumnya digunakan berkisar dari 0,4-0,6 tergantung mutu beton yang
hendak dicapai. Semakin tinggi mutu beton yang hendak dicapai umumnya
menggunakan FAS yang rendah, sedangkan dilain pihak untuk menambah daya
workability (sifat adukan yang mudah dikerjakan) diperlukan nilai FAS yang tinggi
(Dipohusodo, 1996).
2. Pencampuran
Pencampuran bahan susun beton serat ijuk akan memberikan hasil yang baik
apabila dilakukan dalam 2 tahap yaitu pencampuran bahan secara kering (air
belum dimasukkan) dan pencampuran bahan secara basah (air sudah
dimasukkan). Masing-masing tahap sebaiknya dilakukan dengan
menggunakan mesin pengaduk (molen). Proses pencampuran bisa juga
dilakukan secara manual namun hasilnya lebih jelek (kurang homogen)
apabila dibandingkan dengan menggunakan mesin pengaduk.
3. Pencetakan atau Pengepresan
Proses pencetakan atau pengepresan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
dengan mesin cetak tekan hidrolis dan alat cetak manual. Proses pengepresan
atau pencetakan dilakukan dengan menuangkan adukan bahan susun beton
serat ijuk dalam cetakan, kemudian permukaannya setelah dipres disipat rata
dan adukan akan membentuk beton sesuai bentuk cetakannya.
4. Pengeringan
Beton serat ijuk yang telah selesai dicetak, dikeringkan dengan ditempatkan
di atas tatakan atau rak-rak, kemudian diangin-anginkan pada tempat yang
terlindung dari terik matahari dan hujan selama 24 jam.
5. Pemeliharaan
Pemeliharaan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu cara lambat (dengan
direndam dalam air selama minimum 14 hari) atau cara cepat (dengan
menggunakan uap air panas selama 8 jam). Proses pemeliharaan ini
mempunyai maksud supaya semen dalam beton dapat bereaksi secara
sempurna.
6. Pengujian
Untuk mengetahui beban lentur dan berat jenisnya maka genteng beton harus
diuji. Pengujian genteng beton dilakukan setelah mencapai umur 28 hari
sesuai peraturan SNI 0447-81 (Dwiyono, 2000). Menurut SNI 0447-81 syarat
beton serat ijuk yang baik adalah mampu menahan beban tekan minimal.
Pengerjan beton merupakan proses mengolah beton yang dimulai dari pemilihan
bahan sampai pada pemadatan, menurut Kusuma (1993) terdapat beberapa proses
pengerjaan beton antara lain :
Pemeriksaan awal, penuangan, pemadatan, pemeriksaan akhir.
a. Pemeriksaan awal
Untuk mengetahui apakah material memenuhi persyaratan dan layak
digunakan harus dilakukan pemeriksaan syarat-syarat yang ditetapkan.
16 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton
b. Penuangan
Cara penuangan atau pengecoran sangat besar pengaruhnya terhadap kualitas
beton. Jika komposisi campuran tepat dan bahan-bahan akurat, maka akan
menghasilkan kualitas beton yang baik.
c. Pemadatan
Metode pemadatan beton dapat dilakukan dengan tangan, yaitu dengan cara
menusuk-nusuk dan menumbuk dengan batang kayu atau besi berdiameter 16
mm yang sering disebut batang/rojokan atau dengan mengunakan vibrator
laboratorium.
d. Pemeriksaan akhir
Hal ini dilakukan dengan pengujian terhadap beton untuk mengetahui sifat-sifat
beton. Untuk pengujian kuat tekan beton harus memenuhi syarat bahwa benda uji
harus disimpan selama 28 hari menurut aturan dan kondisi yang disyaratkan,
sehingga dapat mencapai nilai kekuatan tertentu. Hal ini disebut uji pemeriksaan,
Kusuma (1993).
Pengawasan terhadap mutu beton yang dibuat di lapangan dilakukan dengan cara
membuat diagram hasil uji kuat tekan beton dari benda–benda uji yang diambil
selama pelaksanaan. Dalam buku “Perencanaan Campuran dan Pengendalian Mutu
Beton” (1994) tercantum bahwa beton yang dibuat dapat dinyatakan memenuhi
syarat (mutunya tercapai) jika kedua persyaratan berikut terpenuhi, yaitu :
a. Nilai rata–rata dari semua pasangan hasil uji (yang masing–masing pasangan
terdiri dari empat hasil uji kuat tekan) tidak kurang dari (fc’+0,82 Sc)
b. Tidak satupun dari hasil uji tekan (rata–rata dari dua silinder) kurang dari
0,85fc’.
Jika salah satu dari dua persyaratan tersebut di atas tidak terpenuhi, maka untuk
adukan berikutnya harus diambil langkah–langkah untuk meningkatkan kuat tekan
rata–rata betonnya. Khusus jika persyaratan kedua yang tidak terpenuhi, maka
selain memperbaiki adukan beton berikutnya harus pula diambil langkah–langkah
untuk memastikan bahwa daya dukung struktur beton yang sudah dibuat masih
tidak membahayakan terhadap beban yang akan ditahan.
U K a R s T V o l . 1 N o . 1 A p r i l 2 0 1 7 | 17
Nilai kuat tekan beton didapat melalui tata cara pengujian struktur, menggunakan
mesin uji dengan cara memberikan beban tekan bertingkat dengan kecepatan
peningkatan beton tertentu atas benda uji sampai hancur. Kuat tekan masing-masing
benda uji ditentukan oleh tegangan tertinggi () yang dicapai benda uji pada umur
28 hari akibat beban tekan selama percobaan.
Besarnya tegangan yang terjadi dapat dicari dengan persamaan (Sumber : ASTM C
39-72) :
P
…...………………………………( 2.2 )
A
Dengan :
= Kuat Tekan ( Kg/cm2 )
P = Beban Maksimum ( Kg )
A = Luas Bidang Tekan ( cm2 )
Nilai kuat tekan beton beragam sesuai dengan umurnya dan hasil nilai kuat tekan
beton ditentukan pada waku berumur 28 hari.
Faktor–faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton adalah :
a. Pengaruh cuaca berupa pengembangan dan penyusutan yang diakibatkan oleh
pergantian panas dan dingin.
b. Daya perusak kimiawi, seperti air laut (garam), asam sulfat, alkali, limbah,
dan lain-lain.
c. Daya tahan terhadap aus (abrasi) yang disebabkan oleh gesekan orang
berjalan kaki, lalu lintas, gerakan ombak, dan lain-lain.
untuk menjamin proses hidrasi semen (reaksi semen dan air) berlangsung dengan
sempurna. Bila hal itu tidak dilakukan, akan menyebabkan beton kurang kuat, dan
juga timbul retak-retak. Selain itu kelembaban permukaan tadi juga menambah
beton lebih tahan cuaca dan kedap air.
Cara pengujian yang biasa digunakan pada pengujian beton di laboratorium adalah
dengan merendam benda uji dalam waktu tertentu, sebelum sampel itu diuji. Benda
uji baru dapat dilakukan pengujian setelah berumur 28 hari dengan faktor pengali
untuk konversi (Pedoman Beton 1989), tetapi hal ini hanya berlaku untuk beton
dengan semen tipe I dan tanpa bahan tambah. Sehingga untuk mengetahui
karakteristik beton untuk keperluan desain struktur skala besar atau produksi masal
pada industri beton pracetak akan menghadapi kendala karena harus menunggu
sampai umur tersebut. Dan ini akan menjadi lama apabila ternyata harus dilakukan
mix design ulang untuk mendapatkan hasil yang optimal, sebab bila beton yang
dihasilkan terlalu kuat atau terlalu lemah, selain menyangkut faktor keamanan juga
menjadi tidak ekonomis. Agar mendapatkan hasil pengujian yang diharapkan,
setelah beton dikeluarkan dari cetakan harus segera dilakukan perawatan dengan
menggunakan salah satu metode berikut ini :
1. Beton segar diletakkan pada ruangan yang lembab
2. Beton segar diletakkan diatas genangan air
3. Permukaan Beton segar direndam dalam air
4. Menyelimuti permukaan beton dengan karung basah
5. Menyirami beton setiap saat secara terus menerus
pengujian gradasi, berat jenis, berat satuan, dam uji keausan dengan
menggunakan mesin los angeles.
4. Serat ijuk
Serat ijuk yang dipakai dalam penelitian ini berdiameter ± 0,5mm dalam kondisi
jenuh kering muka atau SSD (Saturated Surface Dry) dan dipotong-potong
dengan panjang ± 15 cm dengan persentase 0%, 2,5%, 5,0%, 7,5%, 10,0%, dan
12,5% terhadap berat semen yang digunakan. Serat ijuk ini diperoleh dari Pasar
Pahing, Kota Kediri.
2. Pemeriksaan bahan
Pemeriksaan ini dimaksud untuk mengetahui spesifikasi bahan yang akan
digunakan sebagai bahan penyusun beton. Pemeriksaan tehadap bahan-bahan
atau material pembuatan benda uji dilakukan terhadap pasir, kerikil yang
meliputi : gradasi, berat jenis, kadar air, kadar lumpur, keausan, dan berat
satuan agregat. Adapun pemeriksaan terhadap semen meliputi : berat jenis,
berat isi dan kehalusan dan dipilih yang tertutup rapat dan tidak rusak, serta
tidak terjadi penggumpalan butir-butir semen.
B2
BJ oven = ……..……….........…..(3.1)
B3 B0 B1
b. Berat jenis jenuh kering permukaan (SSD)
B0
BJSSD = ... ………………..............(3.2)
B3 B0 B1
c. Berat jenis semu (Apparent).
B2
BJ App = ………..……………......(3.3)
B3 B2 B1
B0 B2
d. Penyerapan = x100% ……………..…....(3.4)
B2
Dengan :
B1 = Berat piknometer benda uji + air.
B2 = Berat benda uji dalam keadaan kering oven.
B3 = Berat piknometer berisi air.
B0 = Berat benda uji dalam keadaan SSD (500 gram)
Perhitungan nilai kadar air dengan mengunakan rumus (Sumber : SNI 03-
1971–1990) :
W W5
Kadar air agregat = 3 x100% ………………….………(3.6)
W5
Dengan : W3 = Berat benda uji semula.
W5 = Berat benda uji kering oven.
b. Sampel serat ijuk diletakkan di atas cawan kosong kemudian ditekan dan
diratakan.
c. Penghitungan berat volume ijuk diambil dari proporsi perbandingan campuran
serat ijuk kemudian ditimbang, sehingga dapat diketahui berat volume serat
ijuk.
Hasil pemeriksaan menunjukkan berat jenis agregat halus pada kondisi (SSD)
sebesar 2,46, sedangkan pada pemeriksaan berat jenis agregat kasar pada kondisi
SSD diperoleh nilai 2,58. Hasil ini menunjukkan bahwa agregat kasar yang
digunakan termasuk jenis agregat normal karena nilainya berkisar antara 2,5 sampai
dengan 2,7. Beton dengan agregat yang berberat jenis lebih besar dari 2,3 diperoleh
kuat tekan 15 Kg/Cm2 sampai 40 Kg/Cm2 masih di sebut beton normal
(Tjokrodimuljo,1996). Hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
I.1.
pasir sebesar 2,61, modulus halus butir pasir sendiri besar berarti gradasi agregat
didominasi yang berdiameter besar sehingga agregat tersebut masih dapat
digunakan (type gradasi agregat halus jenis sedang). Hasil gradasinya dapat dilihat
pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1
Dari hasil pemeriksaan kadar air agregat (pasir dan kerikil) yang digunakan, telah
dianalisis kadar air jenuh kering muka (SSD) dari pasir dan kerikil tersebut. Kadar
air pasir sebesar 7,14 % dan kadar air kerikil sebesar 2,15 %. Hasil pengujian
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran I.5.
Dari hasil pengujian diatas dapat dilihat bahwa pada putaran ke 500 kali, keausan
agregat lebih besar dari 27 %. Dengan hasil yang didapat, berarti bahan agregat
kasar (batu pecah normal) tersebut dapat digunakan sebagai komposisi campuran
beton. Agregat kasar dengan keausan antara 27-40 % dapat digunakan untuk
membuat beton dengan kelas kuat II (kuat tekan 10-20 Kg/Cm2). (Astanto,2001).
Hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat pada lampiran I.6.
4.1.7. Menentukan Daerah Gradasi Hasil Campuran Pasir dan Batu Pecah
Normal
Untuk mendapatkan gradasi campuran maka dicari persentase pasir terhadap
campuran dan persentase kerikil terhadap campuran. Dari hasil pehitungan Trial
32 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton
and Error didapat 40 % untuk pasir dan 60 % untuk kerikil. Persentase inilah yang
akan digunakan untuk perhitungan gradasi campuran.
Berdasarkan Tabel 4.3 tersebut, dapat dilihat bahwa gradasi agregat campuran yang
sudah masuk dalam batas daerah gradasi yang di syaratkan. Artinya persentase
pemakaian 40 % pasir dan 60 % batu pecah normal dalam campuran sudah
memenuhi untuk perhitugan campuran adukan beton atau mix design.
U K a R s T V o l . 1 N o . 1 A p r i l 2 0 1 7 | 33
100
80
60
40
20
0
0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 5 10 20 40
Gambar 4.3. Gradasi pasir dan kerikil rencana terhadap gradasi campuran
b. Sampel serat ijuk diletakkan di atas cawan kosong kemudian ditekan dan
diratakan.
c. Penghitungan berat volume ijuk diambil dari proporsi perbandingan campuran
serat ijuk kemudian ditimbang.
d. Pada penelitian kali ini proporsi serat ijuk yang diambil adalah 2,5% dengan
berat volume 125 gr, dan 5,0% dengan berat volume 250 gr.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada masing-masing proporsi campuran serat
ijuk yang dilaksanakan nilai slump beton yang digunakan masuk dalam ketentuan
slump yang disyaratkan. Disisi lain terlihat bahwa semakin besar penambahan
proporsi serat ijuk semakin menurunkan workability pengerjaan beton ditandai
dengan menurunnya nilai slump.
4.2.2. Hasil Pengujian Kuat Tekan, Berat Beton, dan Proporsi Serat
Pengujian kuat tekan beton dilakukan di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Dinas
Bina Marga dan Pengairan, Trenggalek.. Pengujian dilakukan setelah beton
mengalami perawatan pada umur 28 hari. Alat yang digunakan untuk melakukan
pengujian adalah Compresion Testing Machine (CTM), hasil yang terbaca pada alat
CTM dengan satuan Kilo Newton (KN) dan digunakan untuk menentukan kuat
tekan beton maksimum yang meyebabkan benda uji hancur. Besarnya nilai kuat
tekan beton diperoleh dengan membagi beban maksimum dengan luas bidang tekan
dan dalam satuan Kg/Cm2 Hal tersebut terdapat pada pembahasan di bawah ini,
yang meliputi :
a. Pengaruh kuat tekan beton dengan menggunakan campuran serat ijuk. Hal
ini menyebabkan kuat tekan beton menjadi lebih baik, meskipun umur beton
U K a R s T V o l . 1 N o . 1 A p r i l 2 0 1 7 | 35
yang menggunakan serat ijuk pada umur 21 hari saat uji tekan, yang
dikonversi dari umur 28 hari. Yaitu terjadi tegangan tekan hancur pada 226
Kg/Cm2.
b. Perubahan berat beton yang terjadi pada beton berserat ijuk menjadi lebih
ringan, yaitu 2.243 Gr/Cm.
c. Proporsi ijuk yang optimum untuk menghasilkan kuat tekan adalah pada
penggunaan serat ijuk 2,5% dengan berat volume ijuk 125 gr.
Hal tersebut di atas dicantumkan pada tabel hasil perhitungan pengujian kuat
tekan, berat beton, dan proporsi serat ijuk.
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Kuat Tekan, Berat Beton, dan Proporsi Serat.
1 10 21,97 33,39 6,36 - % 02-02-2010 2,308 12.238 30.000 176,79 7 170 261
2 10 21,97 33,39 6,36 - % 02-02-2010 2,311 12.254 43.000 176,79 14 243 276
3 10 21,97 33,39 6,36 - % 02-02-2010 2,302 12.208 50.000 176,79 28 283 283
4 10 21,97 33,39 6,36 2,5 % 02-02-2010 2,320 12.305 40.000 176,79 21 226 257
5 10 21,97 33,39 6,36 2,5 % 02-02-2010 2,312 12.260 39.000 176,79 21 221 251
6 10 21,97 33,39 6,36 5 % 02-02-2010 2,294 12.166 38.000 176,79 21 215 244
7 10 21,97 33,39 6,36 5 % 02-02-2010 2,309 12.247 38.000 176,79 21 215 244
5. Dimensi serat ijuk yaitu 0,5 mm dengan panjang 15 cm. Proporsi ijuk yang
optimum untuk menghasilkan kuat tekan adalah pada penggunaan serat ijuk
2,5% dengan berat volume ijuk 125 gr.
6. Beton yang dihasilkan dengan penambahan serat ijuk pada penelitian ini, cocok
untuk bangunan rumah tinggal, gedung, jembatan, serta bangunan bergerak
lainnya. Karena mutu beton menggunakan serat ijuk setelah di uji memenuhi
persyaratan beban tekan minimalnya dari persyaratan SNI 0447-81 untuk
golongan mutu II.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Anonim, 1960. Pemeriksaan dan pengujian susunan butiran agregat halus
dan kasar (SNI 03-1968-1960). Departemen Pekerjaan Umum.
[2] Anonim, 1970. Pemeriksaan dan pengujian berat jenis dan penyerapan
agregat halus (SNI 03-1970-1990). Departemen Pekerjaan Umum.
[3] Anonim, 1969. Pemeriksaan dan pengujian berat jenis dan penyerapan
agregat kasar (SNI 03-1969-1990). Departemen Pekerjaan Umum.
[4] Anonim, 2004. Pemeriksaan sand equivalent agregat halus (AASHTO T 176-
86 / ASTM D 2419-79).
[5] Anonim, 1991. Pemeriksaan dan pengujian keausan (Los Angeles Abration
Test) (SNI 03-2417-1991). Departemen Pekerjaan Umum.
[6] Anonim, 1998. Pemeriksaan dan pengujian berat isi agregat halus dan kasar
(SNI 03-1948-1998). Departemen Pekerjaan Umum.
[7] Anonim, 1990. Pemeriksaan berat isi semen (SNI 15-1854-1990/NI 20).
Departemen Pekerjaan Umum.
[8] Anonim, 1991. Berat jenis semen (SNI 15-2531-1991). Departemen
Pekerjaan Umum.
[9] Anonim, 1971. Kadar air agregat halus dan agregat kasar (SNI 03-1971 -
1990). Departemen Pekerjaan Umum.
[10] Anonim, 1990. Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal (SK
SNI T-15-1990-03), Departemen Pekerjaan umum.
[11] Mulyono, T., 2003. Teknologi Beton, Andi, Yogyakarta
U K a R s T V o l . 1 N o . 1 A p r i l 2 0 1 7 | 37
[12] Murdock, L.J. and Brook, K.M. 1999. Bahan dan Praktek Beton, Terjemahan
Hindarko, S) Edisi keempat, Erlangga, Jakarta.
[13] Sagel R, dkk. 1993. Pedoman Pengerjaan Beton. Erlangga, Jakarta.
[14] Tjokrodimuljo, Kardiono. 1996. Teknologi Beton. Nafiri, Yogyakarta.
[15] Anonim, 2004. Standard Practice for sampling fibre mixed concrete (ASTM
C 172-2004).
[16] Anonim, 1993. Pengaruh Penambahan Serat pada Sifat Struktural Beton
Serat. Penelitian, Universitas Gajah Mada (UGM). Yogyakarta.
[17] Dwiyono, 2000. Penambahan Serat Ijuk Sesuai Prosentase Serat Yang
Ditambahkan. Skripsi, Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan, Fakultas
Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Yogyakarta.
[18] Nevile, A.M., dan Brooks, J.J., 1987, Concrete Technology, Longman
Scientific& Technical, New York.
38 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton