Anda di halaman 1dari 38

UKaRsT Vol.1 No.

1 April 2017 |1

PEMANFAATAN SERAT IJUK SEBAGAI MATERIAL


CAMPURAN DALAM BETON UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BETON MENAHAN BEBAN TEKAN
Studi Kasus: Pembangunan Homestay Singonegaran Kediri

Sigit Winarto

Dosen, Teknik Sipil, Universitas Kadiri


e-mail: sigit_winarto@unik-kediri.ac.id

ABSTRAK

Beton serat ijuk sebagai bahan bangunan yang diminati banyak masyarakat umumnya saat
ini kebutuhannya semakin meningkat. Namun sesuai sifat dasar beton, sebagai bahan dasar
pembuatnya memiliki sifat kurang mampu menahan tarik, lentur, bersifat getas dan berat
sendirinya besar. Usaha peningkatan kualitas beton sampai sekarang ini masih terus
dilakukan baik peningkatan kuat tekan, tarik maupun lentur, bahkan sampai pada upaya
untuk membuat beton itu ringan tetapi mempunyai kekuatan tinggi, sehingga diterapkannya
penelitian ini.

Pada penelitian beton dengan menggunakan campuran serat ijuk ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh kuat tekan, perubahan berat beton, proporsi ijuk yang optimum untuk
menghasilkan kuat tekan, meskipun melalui konversi hari. Dimana pada pembuatan dan
penelitian beton ini dilaksanakan di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Dinas Bina Marga
dan Pengairan, Trenggalek. Bahan yang digunakan terdapat dari : pasir dari Sungai Brantas
Kediri, semen dari toko bahan bangunan sekitar Laboratorium Bahan dan Konstruksi Dinas
Bina Marga dan Pengairan, Trenggalek. serat ijuk dari Pasar Pahing Kota Kediri.

Hasil penelitian ini menghasilkan beton serat ijuk yang memenuhi persyaratan beban tekan
minimalnya dari persyaratan SNI 0447-81 umtuk golongan mutu II. Yang terdiri dari bahan
yang memenuhi kriteria untuk membuat beton serat ijuk, yaitu: Pasir yang mempunyai
berat jenis = 2.524; berat satuan = 2.586 gram/cm3; kadar air = 4.317% dan gradasi pasir
yang termasuk yaitu pasir halus jenis sedang. Proporsi ijuk yang optimum untuk
menghasilkan kuat tekan adalah pada penggunaan serat ijuk 2,5% dengan berat volume
ijuk 125 gr, dimensi serat ijuk 0,5 mm dengan panjang 15 cm. Perubahan berat beton yang
terjadi pada beton berserat ijuk menjadi lebih ringan, yaitu 2.243 gr/cm. Kekuatan beton
yang dihasilkan setelah di uji tekan melalui konversi 28 hari menjadi 21 hari yaitu 226
Kg/cm2.

Dari hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan Untuk penelitian selanjutnya
sebaiknya dicoba menggunakan persentase serat ijuk yang lebih tinggi atau bervariasi tetapi
campurannya tetap supaya diketahui peningkatan beban tekan yang maksimal akibat
penambahan ijuk. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan persentase penambahan
serat ijuk yang sama tetapi perbandingan bahan susunnya berbeda. Dan juga perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut tentang tingkat ekonomis, keawetan dan sifat-sifat beton
serat yang lain dengan penambahan serat ijuk.

Kata kunci: Serat Ijuk, Kualitas Campuran Beton, Kekuatan Tekan.


2 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Beton merupakan bahan konstruksi yang sangat penting dan paling dominan
digunakan pada struktur bangunan. Beton sangat diminati karena bahan ini
merupakan bahan konstruksi yang mempunyai banyak kelebihan antara lain, mudah
dikerjakan dengan cara mencampur semen, agregat, air, dan bahan tambahan lain
bila diperlukan dengan perbandingan tertentu. Kelebihan beton yang lain adalah,
ekonomis (dalam pembuatannya menggunakan bahan dasar lokal yang mudah
diperoleh), dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan yang dikehendaki, mampu
menerima kuat tekan dengan baik, tahan aus, rapat air, awet dan mudah
perawatannya, maka beton sangat populer dipakai baik untuk struktur–struktur
besar maupun kecil. Untuk itu bahan konstruksi ini dianggap sangat penting untuk
terus dikembangkan. Salah satu usaha pengembangannya ialah dengan cara
memperbaiki sifat dari kelemahan beton. Sebagai negara berkembang
pembangunan di Indonesia dalam arti fisik seperti perumahan dan sarana lain
semakin meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk. Dalam pelaksanaan
pembangunan fisik tersebut, beton merupakan jenis bahan bangunan yang banyak
digunakan, bahkan penggunaannya semakin meluas. Disamping digunakan sebagai
pendukung konstruksi utama beton mulai digunakan pada bagian-bagian bangunan
yang bersifat non struktural. Usaha perbaikan beton terus dilakukan oleh para
peneliti yakni dengan mengadakan penelitian-penelitian untuk memperbaiki sifat
kurang baik beton, baik secara kimia maupun fisika. Salah satu usaha untuk
memperbaiki sifat kurang baik beton adalah dengan menambahkan serat kedalam
adukan beton. Dari penelitian yang telah dilaksanakan (Neville dan Brooks 1987
dalam Dwiyono 2000), menyimpulkan bahwa penambahan serat ke dalam adukan
dapat memberikan keuntungan berupa perbaikan beberapa sifat beton yaitu : kuat
tekan, tarik, keuletan, ketahanan kejut, kuat lentur dan kuat lelah.

Dalam penelitian ini peneliti mencoba mengaplikasikan serat ijuk untuk pembuatan
beton serat ijuk, yaitu dengan penambahan serat ijuk. Dengan penambahan serat
ijuk ke dalam adukan beton diharapkan dapat menambah kekuatan beton dalam
meningkatkan kemampuan menahan beban tarik. Namun sesuai sifat dasar beton,
sebagai bahan dasar pembuatnya memiliki sifat kurang mampu menahan tarik,
lentur, bersifat getas dan berat sendirinya besar. Usaha peningkatan kualitas beton
sampai sekarang ini masih terus dilakukan baik peningkatan kuat tekan, tarik
maupun lentur, bahkan sampai pada upaya untuk membuat beton itu ringan tetapi
mempunyai kekuatan tinggi.

Beton serat adalah bagian komposit yang terdiri dari beton biasa dan bahan lain
yang berupa serat. Serat pada umumnya berupa batang dengan diameter antara 5
dan 500 μm (mikro meter) dan panjang sekitar 25 mm sampai 100 mm. Bahan serat
UKaRsT Vo l. 1 No. 1 Ap r il 2 0 1 7 |3

dapat berupa : serat asbestos, serat tumbuh-tumbuhan (rami, bambu, ijuk), serat
plastic (polypropylene), atau potongan kawat baja. Jika serat yang dipakai memiliki
modulus elastisitas lebih tinggi daripada beton, misalnya kawat baja, maka beton
serat akan mempunyai kuat tekan, kuat tarik, maupun modulus elastisitas yang
sedikit lebih tinggi dari beton biasa. (Tjokrodimuljo 1996: 122).

1.2. Identifikasi Masalah


Beton serat ijuk sebagai bahan bangunan yang diminati banyak masyarakat
umumnya saat ini kebutuhannya semakin meningkat. Namun sesuai sifat dasar
beton, sebagai bahan dasar pembuatnya memiliki sifat kurang mampu menahan
tarik, lentur, bersifat getas dan berat sendirinya besar. Usaha peningkatan kualitas
beton sampai sekarang ini masih terus dilakukan baik peningkatan kuat tekan, tarik
maupun lentur, bahkan sampai pada upaya untuk membuat beton itu ringan tetapi
mempunyai kekuatan tinggi.

Penambahan serat dalam adukan beton dapat meningkatkan kuat tekan, tarik, kuat
lentur, dan beton yang dihasilkan lebih ringan (Dwiyono, 2000). Penambahan serat
dalam adukan yang memberikan perbaikan beberapa sifat beton perlu diaplikasikan
dalam pembuatan beton serat ijuk.

Panjang serat yang ditambahkan dalam adukan beton serat ijuk harus memenuhi
ketentuan mengenai aspek rasio yaitu perbandingan antara panjang serat dengan
diameter serat. Aspek rasio yang ideal yaitu 50 mm sampai 100 mm (Sudarmoko
1987 dalam Dwiyono 2000). Serat yang terlalu pendek akan mudah tercabut dan
serat yang terlalu panjang akan mengakibatkan kesulitan dalam pengerjaan yaitu
akan terjadi penggumpalan. Jumlah serat yang sedikit belum berpengaruh, tetapi
sebaliknya jumlah serat yang terlalu banyak akan mengakibatkan kesulitan dalam
pengerjaan.

1.3. Rumusan Masalah


Bahan dasar beton terdiri dari pasir, kerikil, semen dan air. Dalam teknologi beton,
kondisi ideal untuk bahan ini dengan mengasumsikan bahan pasir yang memenuhi
standar (permukaan agregat tajam, keras, gradasi baik, bebas lumpur/organik dan
air tawar pH normal) sehingga dihasilkan beton mutu sedang sampai mutu tinggi.
Kondisi ideal untuk saat ini sedikit sulit dicapai di kota, terlebih lagi untuk
pembuatan skala besar. Pada umumnya pasir berada di dekat muara-muara sungai
dengan kondisi bentuk permukaan halus, mengandung batu apung dan cenderung
berdiameter seragam. Kandungan batu apung tersebut mengakibatkan
berkurangnya kekuatan dan durabilitas beton. Untuk meningkatkan kuat tarik belah,
kuat impact beton dan durabilitas beton terhadap lingkungan asam dengan kuat
tekan yang tetap tinggi, maka perlu dicoba dengan memanfaatkan serat ijuk sebagai
4 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton

bahan serat campuran beton. Sampai saat ini pemanfaatan serat ijuk di pulau Jawa
hanya sebatas digunakan untuk kerajinan tangan, tetapi untuk penggunaan
kebutuhan lain belum ada usaha untuk memanfaatkannya.

Serat ijuk merupakan bahan yang banyak dan mudah diperoleh di Kediri.
Serat ijuk memiliki serat-serat (benang) yang sangat baik untuk digunakan sebagai
serat beton, kuat tarik serat sangat tinggi, tidak mudah lapuk, lunak dan mudah
diolah. Sejauh ini belum ada penelitian yang memadai tentang optimasi komposisi
campuran beton dengan bahan tambah serat ijuk. Cara penanganan dan jumlah
pemakaian semen Portland yang optimum juga merupakan bagian dari penelitian
ini. Untuk itu perlu kiranya dilakukan penelitian yang serius untuk mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya alam di daerah sekitar semaksimal mungkin, sehingga
standar mutu yang diharapkan tetap dapat dicapai.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dibuat suatu rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengaruh kuat tekan dengan menggunakan campuran serat ijuk?
2. Bagaiman perubahan berat beton yang terjadi pada beton berserat ijuk?
3. Berapa proporsi ijuk yang optimum untuk menghasilkan kuat tekan?

1.4. Tujuan Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan menguji kuat tekan beton beton serat ijuk dengan
kondisi lingkungan normal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hal-hal
sebagai berikut :
 Pengaruh perawatan di lingkungan normal terhadap kuat tekan beton.
 Pengaruh penambahan serat ijuk terhadap berat volume (kepadatan) beton.
 Pengaruh penambahan serat ijuk terhadap workabilitas beton, yang dinyatakan
dengan nilai slump beton.

1.5. Kegunaan Penelitian


Beton merupakan bahan bangunan yang banyak digunakan di masyarakat. Hal ini
ditandai dengan semakin meningkatnya penggunaan beton untuk berbagai
keperluan. Hal ini disebabkan beton cara pembuatannya lebih mudah, campuran
adukan dapat dimodifikasi sesuai kriteria mutu yang diharapkan, dapat dibentuk
sesuai selera dan pemeliharaanya mudah serta murah.

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diketahui tingkat keandalan beton
berserat ijuk. Hal ini dapat dicapai dengan memperoleh komposisi campuran yang
tepat antara semen, pasir, kerikil, fraksi volume serat, serta faktor air semen. Di
samping itu juga mampu menghasilkan suatu nilai yang dapat digunakan sebagai
dasar penentuan proporsi campuran tertentu yang mempunyai kekuatan dan
UKaRsT Vo l. 1 No. 1 Ap r il 2 0 1 7 |5

ketahanan optimum, sehingga beton yang dihasilkan sesuai dengan kriteria yang
direncanakan.

Hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi besar bagi pembangunan daerah,
khususnya daerah Kediri. Kontribusi ini terutama untuk meningkatkan penggunaan
sumber daya alam lokal dan pemanfaatan serat ijuk pada pembangunan struktur
beton. Dengan memanfaatkan sumber daya alam lokal (bahan setempat), maka
biaya konstruksi dapat diminimumkan.

1.6. Batasan Masalah


Pada penelitian ini lingkup bahasan hanya dibatasi pada :
1. Serat yang digunakan adalah serat ijuk berwarna hitam.
2. Proporsi campuran berdasarkan SII.0016-72-SNI. 0233-89-A dengan
proporsi serat 2,5%, 5%, 7,5%, 10% dan 12,5% terhadap volume total
adukan. [Gina dan Tri 2002].
3. Dimensi serat yang digunakan adalah < 0,5 mm dengan panjang 15 cm.
4. Pengujian yang dilakukan berupa uji kuat tekan.
5. Benda uji berbentuk silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm.
6. Pemanasan benda uji dilakukan dengan oven selama 2 jam dan pendinginan
selama 2 jam dengan cara dibiarkan diudara terbuka untuk kondisi kering.
7. Menggunakan semem tipe I merek Semen Gresik, pasir sungai Brantas.

1.7. Alur Penelitian


6 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton

II. LANDASAN TEORI


2.1. Landasan Teori
Untuk memperbaiki performance beton, maka perlu penambahan serat pada
campuran beton. Menurut Soehendro (1999), beberapa macam serat yang dapat
digunakan untuk beton antara lain: serat baja (steel fibre), serat plastik
(polypropylene fibre), serat kaca (glass fibre) serat karbon (carbon fibre), dan serat
alami (natural fibre).
Beton serat didefinisikan sebagai beton yang dibuat dengan Portland cement,
agregat dan fiber seragam. Fiber tersebut dapat dibuat dari bahan alami (misal:
asbestos, sisal dan cellulose) atau produk buatan seperti: gelas, baja, carbon, dan
polymer (misal: polypropylene dan kevlar). Tujuan penggunaan fiber adalah untuk
meningkatkan kuat tarik dan mencegah retakan beton, mengurangi lendutan,
meningkatkan kuat impact serta mengurangi rayapan (shrinkage) (Neville and
Brooks, 1991).
Serat organik maupun yang bukan organik (dari serat baja sampai dengan serat dari
bahan asbes dan poliacrylonitrile) telah digunakan dalam campuran mortar untuk
memperbaiki keliatan (toughness), dan ketahanan terhadap retak akibat penyusutan
(plastic shrinkage) (Balaguru, 1992 Soroushian, 1992 dalam Huynh, 1997).
Sebagai contoh penggunaan serat mikro polypropylene untuk mengurangi resiko
retak akibat susut plastis pada beton. Penggunaan serat organik juga banyak
digunakan karena ketahanannya terhadap bahan-bahan kimia.
Pada penggunaan serat gelas, polypropylene, dan baja pada kandungan serat 1, 5,
10, 20 kg per m3 beton menunjukan pengaruh dari workabilitas dipengaruhi oleh
jumlah dan jenis serat (Sadegzadeh, 2001).
Penggunaan polimer di dalam beton dapat meningkatkan kuat tarik belah sampai
dengan 255 % dan kuat tekan bertambah sampai 277 % terhadap kuat belah benda
uji kontrol (Hughes, 1996). Peneliti lain menyebutkan kuat tekan mortar resin
adalah 50 - 100 MPa, mortar semen dengan bahan tambah polymer dimodifikasi
adalah 30 - 60 MPa, dan mortar semen adalah 20 s/d 50 MPa (Morgan, 1996).
Penambahan serat ijuk pada semen akan mengurangi kekuatan dan densitas bahan
tersebut. Pengurangan kuat tekan beton dengan bahan tambahan serat karet
tergantung pada jumlah serat yang ditambahkan ( Mulyono, 2004). Namun disisi
lain, dengan penambahan serat ijuk didapatkan peningkatan kuat tarik belah beton
yang cukup signifikan, demikian juga sifat mekanik lain menjadi lebih baik, misal:
ketahanan lingkungan asam dan ketahanan impact.
Komposisi dan sifat bahan serat ijuk adalah sebagai berikut :
 Komposisi tipikal ijuk adalah 40% serat berbulu, 60% serat matras,
mempunyai panjang 15-30 cm, berdimeter < 0,5 mm (Suhardiyono. 1989).
UKaRsT Vo l. 1 No. 1 Ap r il 2 0 1 7 |7

 Merupakan helaian benang-benang berwarna hitam, bersifat kaku dan ulet


(tidak mudah putus), lentur, tidak mudah rapuh, tahan dalam genangan air
yang asam termasuk air laut yang mengandung garam, tetapi tidak tahan
terhadap api, sehingga mudah terbakar (Sunanto, Hatta. 1992).
Aplikasi penggunaan serat ijuk sebagai bahan serat beton khususnya apabila:
 Diperlukan redaman terhadap getaran, misalnya untuk pondasi dinamis untuk
mesin.
 Diperlukan ketahanan terhadap impact atau ledakan, misalnya tiang pancang
pelabuhan, bantalan rel kereta api, perkerasan jalan raya dan terowongan.
 Diperlukan untuk meredam hantaran panas atau suara, misalnya dinding beton
ringan untuk partisi atau lantai (Fattuhi, 1996).

Penelitian tentang penggunaan serat ijuk pada beton menunjukkan bahwa


penambahan serat mampu meningkatkan kuat tarik belah dan modulus rupture
sebesar 30% pada proporsi serat 3% dibandingkan dengan beton normal tanpa serat.
Pada penelitian tersebut belum didapatkan nilai proporsi yang optimum, hal ini
disebabkan data yang diperoleh berupa data acak dan kontribusi serat pada beton
belum dapat dianalisis dengan tepat. Pada penelitian tersebut, serat ijuk yang
dipakai hanya satu tipe, yaitu berdiameter < 0,5 mm. Pengujian yang dilakukan
berupa pengujian kuat tekan, kuat tarik belah, kuat impact dan modulus keruntuhan
(modulus rupture) (Hasni, 2005 dan Istamar, 2005).

2.2. Pengertian Beton Serat


Beton serat didefinisikan sebagai sebagai beton yang dibuat dengan Portland
cement, agregat dan Fiber seragam. Fiber tersebut dapat dibuat dari bahan alami
(misal : asbestos, sisal, dan Cellulose) atau produk buatan seperti : gelas, baja,
carbon, dan polimer (misal : polypropylene dan Kevlar). Tujuan penggunaan fiber
adalah meningkatkan kuat tekan, tarik dan mencegah retakan beton, mengurangi
lendutan, meningkatkan kuat impact serta mengurangi rayapan (Shrinkage) (Nevile
and Brooks, 1991).

2.3 Bahan Penyusun Beton Serat


2.3.1. Semen Portland
Semen portland merupakan bahan ikat yang penting dan banyak dipakai dalam
pembangunan fisik. Semen portland jika diaduk dengan air akan terbentuk menjadi
pasta semen, sedangkan jika dicampur dengan pasir kemudian diaduk dengan air
menjadi mortar semen, dan jika ditambah lagi dengan kerikil atau batu pecah
disebut beton.
8 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton

Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan
klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis
dengan gips sebagai bahan tambahan (PUBI, 1982). Fungsi semen portland adalah
untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu massa yang kompak dan
padat, selain itu juga untuk mengisi rongga-rongga diantara butir-butir agregat
(Tjokrodimuljo, 1996). Menurut SNI 0447-81 (Dwiyono, 2000) sesuai dengan
tujuan pemakaiannya, semen portland di Indonesia dibagi menjadi 5 jenis sebagai
berikut:
Jenis I : Semen portland yang digunakan untuk penggunaan umum yang tidak
memerlukan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-
jenis lain.
Jenis II : Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.
Jenis III : Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan
tinggi pada fase permulaan setelah pengikatan terjadi.
Jenis IV : Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi
rendah.
Jenis V : Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan
tinggi terhadap sulfat.
Semen Portland di pasaran umumnya memiliki berat jenis 3,15 dan berat satuan
1,250 gram/cm³. Perbandingan antara jumlah semen sebagai bahan pengikat dalam
bahan susun genteng beton akan sangat menentukan kualitas beton serat yang
dibuat. Pada umumnya orang mengetahui bahwa kekuatan beton serat akan
bertambah, apabila pemakaian semen ditambah. Semakin banyak pemakaian semen
tentu ikatan antar butir agregatnya akan semakin kuat, karena bahan susunan beton
serat akan terikat kuat oleh semen yang jumlahnya mencukupi. Sehingga beton
serat yang dihasilkan kualitasnya akan baik, tetapi sebaliknya apabila semen yang
dipakai jumlahnya sedikit (jumlahnya kurang mencukupi) maka ikatan antar butir
agregatnya akan lemah sehingga beton serat yang dihasilkan kualitasnya akan
rendah.

Tabel 2.1 Senyawa komposisi utama semen Portland


Nama Rumus Rumus Oksida Kenaikan
Rumus
panas
pendek
pengerasan
Dikalsium silikat Ca2SiO4 3CaO.SiO2 C2S Lambat
Trikalsium Silikat Ca3SiO5 3CaO.SiO2 C3S Cepat
Trikalsium aluminat Ca3Al2O8 3Cao.Al2O3 C3A Cepat
Kalsium aluminoferit 2Ca2AlFeO5 4CaO.Al2O3.Fe2O3 C4Af Lambat
Sumber : Tjokrodimulyo, 1996
UKaRsT Vo l. 1 No. 1 Ap r il 2 0 1 7 |9

Unsur C2S dan C3S biasanya merupakan 70% - 80% dari semen sehingga
merupakan bagian yang dominan dalam memberikan sifat bahan. Bila semen
terkena air, C3S segera berhidrasi dan menghasilkan panas. Selain itu juga
berpengaruh terhadap pengerasan semen terutama mencapai umur 14 hari.
Sebaliknya C2S bereaksi dengan air lebih lambat sehingga berpengaruh terhadap
pengerasan semen setelah berumur lebih dari 7 hari dan memberikan kekuatan
akhir. Unsur C3A berhidrasi secara eksotermik dan bereaksi sangat cepat
memberikan kekuatan sesudah 24 jam. Unsur C4Af kurang begitu besar
pengaruhnya terhadap kekerasan semen atau beton (Tjokrodimuljo, 1996).

Beton yang dibuat dari semen portland tipe I biasanya memerlukan waktu kurang
lebih dua minggu untuk mencapai kekuatan rencana setelah 28 hari dan setelah
masa tersebut kekuatannya akan terus bertambah.

2.3.2. Air
Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting, namun demikian untuk
mendapatkannya relatif mudah (murah). Air dalam adukan di perlukan untuk
bereaksi dengan semen dan melumasi butiran agregat agar mudah dikerjakan dan
dipadatkan. Pada dasarnya jumlah air yang diperlukan untuk proses hidrasi hanya
kira-kira 25% dari berat semennya. Penambahan jumlah air akan mengurangi
kekuatan setelah mengeras (Tjokrodimuljo, 1996). Namun demikian kelebihan dari
air yang diperlukan untuk proses hidrasi pada umumnya memang diperlukan pada
pembuatan beton, agar adukan beton dapat dicampur dengan baik, diangkut dengan
mudah dan dapat dicetak tanpa rongga besar.

Dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air yang memenuhi syarat sebagai
berikut :
a. Tidak mengandung lumpur lebih dari 2 gr/liter
b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik)
lebih dari 15 gr/liter.
c. Tidak mengandung klorida (C1) lebih dari 0,5 gr/liter.
d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gr/liter.

Secara umum, air yang dapat dipakai untuk bahan pencampur beton ialah air yang
bila dipakai akan dapat menghasilkan beton dengan kekuatan lebih dari 90%
kekuatan beton yang memakai air suling. ( Tjokrodimuljo, 1996 ). Untuk
perawatan, juga dapat dipakai air untuk pengadukan, tetapi harus tidak
menimbulkan noda atau endapan yang merusak warna permukaan hingga tidak
sedap dipandang.
10 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton

2.3.3. Agregat Halus


2.3.3.1. Pengertian Agregat Halus
Agregat halus merupakan batuan halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14-5 mm
yang didapat dari hasil disintegrasi (penghancuran) batuan alam (natural sand) atau
dapat juga dengan memecahnya (artificial sand), tergantung dari kondisi
pembentukan terjadinya.

2.3.3.2. Syarat Agregat Halus


Menurut PBI 1971 (NI-2) pasal 33, syarat-syarat agregat halus (pasir) adalah
sebagai berikut :
1. Agregat halus terdiri dari butiran-butiran tajam dan keras, bersifat kekal dalam
arti tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca, seperti panas matahari dan
hujan.
2. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% terhadap jumlah
berat agregat kering. Apabila kandungan lumpur lebih dari 5%, agregat halus
harus dicuci terlebih dahulu.
3. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan–bahan organik terlalu banyak.
Hal demikian dapat dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams Harder
dengan menggunakan larutan NaOH.
4. Agregat halus terdiri dari butiran-butiran yang beranekaragam besarnya dan
apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam pasal 3.5 ayat 1
(PBI 1971), harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Sisa di atas ayakan 4 mm, harus minimum 2% berat.
b. Sisa di atas ayakan 1 mm, harus minimum 10% berat.
c. Sisa di atas ayakan 0,25 mm, harus berkisar antara 80%-90% berat.
Pasir di dalam campuran beton sangat menentukan kemudahan pengerjaan
(workability), kekuatan (strengh), dan tingkat keawetan (durability) dari beton yang
dihasilkan. Untuk memperoleh hasil beton yang seragam, mutu pasir harus benar-
benar dikendalikan. Oleh karena itu, pasir sebagai agregat halus harus benar-benar
memenuhi gradasi dan persyaratan yang ditentukan.

Tabel 2.2 Distribusi ukuran butiran agregat halus


Lubang Ayakan (mm) Daerah I Daerah II Daerah III Daerah IV
4,8 90-100 90-100 90-100 90-100
2,4 60-95 75-100 85-100 95-100
1,2 30-70 55-90 75-100 90-100
0,6 15-34 35-59 60-79 80-100
0,3 5-20 8-30 12-40 15-50
0,15 0-10 0-10 0-10 0-15

Sumber : Tjokrodimuljo, 1996


U K a R s T V o l . 1 N o . 1 A p r i l 2 0 1 7 | 11

Ket : Daerah I = Pasir Kasar


Daerah II = Pasir agak kasar
Daerah III = Pasir agak halus
Daerah IV = Pasir halus

2.3.4. Agregat Kasar


2.3.4.1. Pengertian Agregat Kasar
Agregat kasar adalah agregat yang ukuran butirannya lebih dari 5 mm (PBI 1971).
Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil atau batu pecah. Kerikil adalah
bahan yang terjadi sebagai hasil desintegrasi alami dari batuan-batuan dan
berbentuk agak bulat serta permukaannya licin. Sedangkan batu pecah (kricak)
adalah bahan yang diperoleh dari batu yang digiling (dipecah) menjadi pecahan-
pecahan berukuran 5-70 mm.

2.3.4.2. Syarat-Syarat Agregat Kasar


Menurut PBI 1971 (NI-2) pasal 3.4 syarat-syarat agregat kasar (kerikil) adalah
1. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir keras dan tidak berpori. Agregat
kasar yang mengandung butir-butir pipih hanya dapat dipakai apabila jumlah
butir-butir pipih tersebut tidak melebihi 20% dari berat agregat seluruhnya.
Butir-butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur
oleh pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan.
2. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% yang ditentukan
terhadap berat kering. Apabila kadar lumpur melampaui 1% maka agregat
kasar harus dicuci.
3. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton,
seperti zat-zat yang reaktif alkali.
4. Kekerasan butir-butir agregat kasar yang diperiksa dengan bejana penguji
Rudelof dengan beton penguji 20 ton harus memenuhi syarat-syarat :
a. Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5-19 mm lebih dari 24% berat.
b. Tidak terjadi pembubukan sampai 19-30 mm lebih dari 22% berat.
Kekerasan ini dapat juga diperiksa dengan mesin pengawas Los Angelos.
Dalam hal ini tidak boleh terjadi kehilangan berat lebih dari 50%.

5. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beranekaragam besarnya dan
apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam pasal 3.5 ayat 1
PBI 1971, harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Sisa diatas ayakan 31,5 mm harus 0% berat .
b. Sisa diatas ayakan 4 mm harus berkisar antara 90% dan 98% berat.
c. Selisih antara sisa-sisa kumulatif diatas dua ayakan yang berurutan,
maksimum 60% dan minimum 10% berat.
12 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton

Tabel 2.3 Distribusi ukuran butiran agregat kasar (Tjokrodimuljo,1996)


Persen butiran yang lewat ayakan
Lubang ayakan
Besar butir maks. Besar butir maks.
( mm )
40 mm 20 mm
40 95-100 100
20 30-70 95-100
10 10-35 25-55
4,8 0-5 0-10

2.3.5. Serat
Ada bermacam-macam jenis serat yang dapat dipakai untuk pembuatan beton serat
dan aplikasinya dalam pembuatan genteng beton serat. Macam-macam jenis serat
tersebut adalah (Dwiyono, 2000) :
(1) Serat asbestos
Serat asbestos dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Crhysotile asbestos (serat asbestos putih) mempunyai rumus kimia
3MgO.2SiO2.H2O dan merupakan mineral yang tersedia cukup banyak
di alam. Serat ini mempunyai diameter minimum 0,001 m. Ditinjau dari
segi kekuatannya cukup baik, tetapi serat ini jarang tersedia dipasaran
umum sehingga menjadikan kurang banyak digunakan sebagai bahan
tambah beton.
b. Crodidolite asbestos mempunyai rumus kimia Na2O.Fe2O3.3FeO.
8SiO2.H2O. Serat ini mempunyai kuat tarik yang cukup tinggi sekitar
3500 MPa dan cukup banyak terdapat di Kanada, Afrika Selatan dan
Rusia. Hambatan jarang dipakainya serat ini adalah sulit didapatkan
disetiap negara sehingga harganya relatif mahal, disamping itu beberapa
tahun belakangan ini banyak pendapat tentang bahaya serat ini terhadap
kesehatan manusia, serat ini dianggap sebagai salah satu penyebab
penyakit kanker (karsirorganik).
(2) Serat kaca (glass fiber)
Serat ini mempunyai kuat tarik yang cukup tinggi, sehingga penambahan
serat kaca pada beton akan meningkatkan kuat lentur beton. Tetapi
permukaan serat kaca yang licin mengakibatkan daya lekat terhadap bahan
ikatnya menjadi lemah dan serat ini kurang tahan terhadap sifat alkali semen
sehingga dalam jangka waktu lama serat akan rusak. Disamping itu serat kaca
ini jarang sekali ditemukan dipasaran Indonesia sehingga serat ini hampir
tidak pernah dipakai untuk campuran beton di Indonesia.
(3) Serat baja (steel fiber)
Serat baja mempunyai banyak kelebihan, diantaranya : mempunyai kuat tarik
dan modulus elastisitas yang cukup tinggi, tidak mengalami perubahan
bentuk akibat pengaruh sifat alkali semen. Penambahan serat baja pada beton
akan menaikkan kuat tarik, kuat lentur dan kuat impak beton. Kelemahan
U K a R s T V o l . 1 N o . 1 A p r i l 2 0 1 7 | 13

serat baja adalah : apabila serat baja tidak terlindung dalam beton akan mudah
terjadi karat (korosi), adanya kecenderungan serat baja tidak menyebar secara
merata dalam adukan dan serat baja hasil produksi pabrik harganya cukup
mahal.
(4) Serat karbon
Serat karbon mempunyai beberapa kelebihan yaitu : tahan terhadap
lingkungan agresif, stabil pada suhu yang tinggi, tahan terhadap abrasi,
relative kaku dan lebih tahan lama. Tetapi penyebaran serat karbon dalam
adukan beton lebih sulit dibandingkan dengan serat jenis lain.
(5) Serat polypropylene
Serat polypropylene dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai tali rafia.
Serat polypropylene mempunyai sifat tahan terhadap serangan kimia,
permukaannya tidak basah sehingga mencegah terjadinya penggumpalan
serat selama pengadukan. Serat polypropylene mempunyai titik leleh 165°C
dan mampu digunakan pada suhu lebih dari 100°C untuk jangka waktu
pendek.
(6) Serat polyethylene
Serat polyethylene dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai tali tambang
plastik. Serat polyethylene ini hampir sama dengan serat polypropylene hanya
bentuknya berupa serat tunggal.
(7) Serat alami
Ada bermacam-macam serat alami antara lain : abaca, sisal, jute, ramie, ijuk,
serat serabut kelapa dan lain-lain.

Dari bermacam-macam serat alami hanya akan kami uraikan mengenai serat ijuk.
Serat ijuk yaitu serabut berwarna hitam dan liat, yang terdapat pada bagian pangkal
dan pelepah daun pohon aren (Soeseno, 1992 dalam Jatmiko, 1999). Pohon aren
menghasilkan ijuk pada 4-5 tahun terakhir. Serat ijuk yang memuaskan diperoleh
dari pohon yang sudah tua, tetapi sebelum tandan (bakal) buah muncul (sekitar
umur 4 tahun), karena saat tandan (bakal) buah muncul ijuk menjadi kecil-kecil dan
jelek. Ijuk yang dihasilkan pohon aren mempunyai sifat fisik diantaranya : berupa
helaian benang (serat) berwarna hitam, berdiameter kurang dari 0,5 mm, bersifat
kaku dan ulet (tidak mudah putus).

Selama ini pemanfaatan ijuk belum terlalu banyak yaitu diantaranya sebagai bahan
pembuat sapu dan tali tambang. Masih banyak serat ijuk yang belum dimanfaatkan
sehingga terbuang percuma. Perkembangan teknologi memungkinkan perluasan
pemanfaatan serat ijuk, diantaranya sebagai pengisi bahan bangunan. Ijuk bersifat
lentur dan tidak mudah rapuh, sangat tahan terhadap genangan asam termasuk
genangan air laut yang mengandung garam (Sunanto, 1993 dalam Wiyadi, 1999).
14 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton

Dengan karakteristik ijuk seperti ini maka diharapkan dapat memperbaiki sifat
kurang baik beton, baik secara kimia maupun fisika. Salah satunya yaitu sebagai
bahan campuran pembuatan beton serat ijuk.

2.4. Faktor Air Semen (FAS)


Menurut kusuma (1993) aspek yang besar pengaruhnya terhadap pembentukan
panas hidrasi adalah Faktor Air Semen (FAS). Faktor Air Semen adalah
perbandingan antara berat air dengan berat semen (Sumber : SNI 15-1854-1990/NI
20) :
Berat Air
FAS = …...………………………………( 2.1 )
Berat Semen

Air merupakan bahan penyusun beton yang diperlukan untuk bereaksi dengan
semen. Untuk berlangsungnya proses hidrasi air yang dibutuhkan sekitar 25% dari
berat semen, namun dalam kenyataannya nilai faktor air semen kurang dari 35%
tidak dapat dikerjakan dengan sempurna sehingga beton yang dihasilkan keropos
dan memiliki kekuatan yang rendah. Penambahan jumlah air akan mengurangi
kekuatan setelah mengeras (Tjokrodimuljo, 1996). Namun demikian kelebihan dari
air yang diperlukan pada pembuatan beton, agar adukan dapat dicampur dengan
baik, diangkut dengan mudah dan dapat dicetak tanpa rongga yang besar. Air yang
diperlukan tidak boleh berlebihan karena akan menguap dan meninggalkan pori-
pori pada bahan beton yang akan menurunkan kekuatannya. Oleh karena itu
diperlukan air yang proporsional sehingga dapat menghasilkan kekuatan yang
cukup tinggi dan mudah dikerjakan.

FAS yang umumnya digunakan berkisar dari 0,4-0,6 tergantung mutu beton yang
hendak dicapai. Semakin tinggi mutu beton yang hendak dicapai umumnya
menggunakan FAS yang rendah, sedangkan dilain pihak untuk menambah daya
workability (sifat adukan yang mudah dikerjakan) diperlukan nilai FAS yang tinggi
(Dipohusodo, 1996).

2.5. Pengerjaan Beton


Menurut SNI.0447-81 (Dwiyono, 2000) pembuatan beton serat ijuk dapat
dilakukan dengan 2 cara sederhana yaitu secara manual (tanpa dipres) dan secara
mekanik (dipres). Pembuatan beton secara mekanik tentu saja hasilnya akan lebih
baik jika dibandingkan dengan proses pembuatan secara manual. Proses pembuatan
beton serat ijuk (Dwiyono, 2000) meliputi :
1. Persiapan dan Penimbangan
Tahap ini meliputi persiapan dan penimbangan bahan susun yang akan
dipakai dalam pembuatan genteng beton serat diantaranya semen portland,
pasir, kapur, air dan serat ijuk.
U K a R s T V o l . 1 N o . 1 A p r i l 2 0 1 7 | 15

2. Pencampuran
Pencampuran bahan susun beton serat ijuk akan memberikan hasil yang baik
apabila dilakukan dalam 2 tahap yaitu pencampuran bahan secara kering (air
belum dimasukkan) dan pencampuran bahan secara basah (air sudah
dimasukkan). Masing-masing tahap sebaiknya dilakukan dengan
menggunakan mesin pengaduk (molen). Proses pencampuran bisa juga
dilakukan secara manual namun hasilnya lebih jelek (kurang homogen)
apabila dibandingkan dengan menggunakan mesin pengaduk.
3. Pencetakan atau Pengepresan
Proses pencetakan atau pengepresan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
dengan mesin cetak tekan hidrolis dan alat cetak manual. Proses pengepresan
atau pencetakan dilakukan dengan menuangkan adukan bahan susun beton
serat ijuk dalam cetakan, kemudian permukaannya setelah dipres disipat rata
dan adukan akan membentuk beton sesuai bentuk cetakannya.
4. Pengeringan
Beton serat ijuk yang telah selesai dicetak, dikeringkan dengan ditempatkan
di atas tatakan atau rak-rak, kemudian diangin-anginkan pada tempat yang
terlindung dari terik matahari dan hujan selama 24 jam.
5. Pemeliharaan
Pemeliharaan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu cara lambat (dengan
direndam dalam air selama minimum 14 hari) atau cara cepat (dengan
menggunakan uap air panas selama 8 jam). Proses pemeliharaan ini
mempunyai maksud supaya semen dalam beton dapat bereaksi secara
sempurna.
6. Pengujian
Untuk mengetahui beban lentur dan berat jenisnya maka genteng beton harus
diuji. Pengujian genteng beton dilakukan setelah mencapai umur 28 hari
sesuai peraturan SNI 0447-81 (Dwiyono, 2000). Menurut SNI 0447-81 syarat
beton serat ijuk yang baik adalah mampu menahan beban tekan minimal.
Pengerjan beton merupakan proses mengolah beton yang dimulai dari pemilihan
bahan sampai pada pemadatan, menurut Kusuma (1993) terdapat beberapa proses
pengerjaan beton antara lain :
Pemeriksaan awal, penuangan, pemadatan, pemeriksaan akhir.
a. Pemeriksaan awal
Untuk mengetahui apakah material memenuhi persyaratan dan layak
digunakan harus dilakukan pemeriksaan syarat-syarat yang ditetapkan.
16 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton

b. Penuangan
Cara penuangan atau pengecoran sangat besar pengaruhnya terhadap kualitas
beton. Jika komposisi campuran tepat dan bahan-bahan akurat, maka akan
menghasilkan kualitas beton yang baik.
c. Pemadatan
Metode pemadatan beton dapat dilakukan dengan tangan, yaitu dengan cara
menusuk-nusuk dan menumbuk dengan batang kayu atau besi berdiameter 16
mm yang sering disebut batang/rojokan atau dengan mengunakan vibrator
laboratorium.
d. Pemeriksaan akhir

Hal ini dilakukan dengan pengujian terhadap beton untuk mengetahui sifat-sifat
beton. Untuk pengujian kuat tekan beton harus memenuhi syarat bahwa benda uji
harus disimpan selama 28 hari menurut aturan dan kondisi yang disyaratkan,
sehingga dapat mencapai nilai kekuatan tertentu. Hal ini disebut uji pemeriksaan,
Kusuma (1993).

Kekuatan beton yang diproduksi di lapangan cenderung bervariasi dari masing-


masing adukan. Besar variasi tergantung berbagai faktor, antara lain :
a. Variasi mutu bahan (agregat) dari satu adukan ke adukan berikutnya.
b. Variasi cara pengadukan.
c. Stabilitas pekerja.

Pengawasan terhadap mutu beton yang dibuat di lapangan dilakukan dengan cara
membuat diagram hasil uji kuat tekan beton dari benda–benda uji yang diambil
selama pelaksanaan. Dalam buku “Perencanaan Campuran dan Pengendalian Mutu
Beton” (1994) tercantum bahwa beton yang dibuat dapat dinyatakan memenuhi
syarat (mutunya tercapai) jika kedua persyaratan berikut terpenuhi, yaitu :
a. Nilai rata–rata dari semua pasangan hasil uji (yang masing–masing pasangan
terdiri dari empat hasil uji kuat tekan) tidak kurang dari (fc’+0,82 Sc)
b. Tidak satupun dari hasil uji tekan (rata–rata dari dua silinder) kurang dari
0,85fc’.
Jika salah satu dari dua persyaratan tersebut di atas tidak terpenuhi, maka untuk
adukan berikutnya harus diambil langkah–langkah untuk meningkatkan kuat tekan
rata–rata betonnya. Khusus jika persyaratan kedua yang tidak terpenuhi, maka
selain memperbaiki adukan beton berikutnya harus pula diambil langkah–langkah
untuk memastikan bahwa daya dukung struktur beton yang sudah dibuat masih
tidak membahayakan terhadap beban yang akan ditahan.
U K a R s T V o l . 1 N o . 1 A p r i l 2 0 1 7 | 17

Langkah–langkah itu antara lain :


a. Analisis ulang struktur berdasarkan kuat tekan beton sesungguhnya (actual).
b. Uji tidak merusak (non-destructive test), misalnya dengan Schmidt Rebound
Hammer (Hamer Test), Pull-Out Test, Ultrasonic Pulse Velocity Test, atau
Semi Destructive Test, yaitu uji bor inti, dan sebagainya.

2.6. Kuat Tekan Beton


Kekuatan tekan beton ditentukan oleh pengaturan dan perbandingan semen, agregat
dan berbagai jenis campuran. Perbandingan air terhadap semen faktor utama dalam
penentuan kuat tekan beton (Harianja, 1990).

Nilai kuat tekan beton didapat melalui tata cara pengujian struktur, menggunakan
mesin uji dengan cara memberikan beban tekan bertingkat dengan kecepatan
peningkatan beton tertentu atas benda uji sampai hancur. Kuat tekan masing-masing
benda uji ditentukan oleh tegangan tertinggi () yang dicapai benda uji pada umur
28 hari akibat beban tekan selama percobaan.

Besarnya tegangan yang terjadi dapat dicari dengan persamaan (Sumber : ASTM C
39-72) :
P
  …...………………………………( 2.2 )
A
Dengan :
 = Kuat Tekan ( Kg/cm2 )
P = Beban Maksimum ( Kg )
A = Luas Bidang Tekan ( cm2 )

Nilai kuat tekan beton beragam sesuai dengan umurnya dan hasil nilai kuat tekan
beton ditentukan pada waku berumur 28 hari.
Faktor–faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton adalah :
a. Pengaruh cuaca berupa pengembangan dan penyusutan yang diakibatkan oleh
pergantian panas dan dingin.
b. Daya perusak kimiawi, seperti air laut (garam), asam sulfat, alkali, limbah,
dan lain-lain.
c. Daya tahan terhadap aus (abrasi) yang disebabkan oleh gesekan orang
berjalan kaki, lalu lintas, gerakan ombak, dan lain-lain.

2.7. Metode Perawatan Beton


Salah satu aspek dari pembuatan beton yang kadang kala diabaikan adalah pada
waktu proses perawatan (curing process). Perawatan beton adalah suatu pekerjaan
menjaga agar permukaan beton segar selalu lembab, sejak adukan beton dipadatkan
sampai beton dianggap cukup keras. Kelembaban permukaan beton harus dijaga
18 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton

untuk menjamin proses hidrasi semen (reaksi semen dan air) berlangsung dengan
sempurna. Bila hal itu tidak dilakukan, akan menyebabkan beton kurang kuat, dan
juga timbul retak-retak. Selain itu kelembaban permukaan tadi juga menambah
beton lebih tahan cuaca dan kedap air.

Cara pengujian yang biasa digunakan pada pengujian beton di laboratorium adalah
dengan merendam benda uji dalam waktu tertentu, sebelum sampel itu diuji. Benda
uji baru dapat dilakukan pengujian setelah berumur 28 hari dengan faktor pengali
untuk konversi (Pedoman Beton 1989), tetapi hal ini hanya berlaku untuk beton
dengan semen tipe I dan tanpa bahan tambah. Sehingga untuk mengetahui
karakteristik beton untuk keperluan desain struktur skala besar atau produksi masal
pada industri beton pracetak akan menghadapi kendala karena harus menunggu
sampai umur tersebut. Dan ini akan menjadi lama apabila ternyata harus dilakukan
mix design ulang untuk mendapatkan hasil yang optimal, sebab bila beton yang
dihasilkan terlalu kuat atau terlalu lemah, selain menyangkut faktor keamanan juga
menjadi tidak ekonomis. Agar mendapatkan hasil pengujian yang diharapkan,
setelah beton dikeluarkan dari cetakan harus segera dilakukan perawatan dengan
menggunakan salah satu metode berikut ini :
1. Beton segar diletakkan pada ruangan yang lembab
2. Beton segar diletakkan diatas genangan air
3. Permukaan Beton segar direndam dalam air
4. Menyelimuti permukaan beton dengan karung basah
5. Menyirami beton setiap saat secara terus menerus

III. METODE PENELITIAN


3.1 Bahan Penelitian.
1. Air
Air yang digunakan untuk pembuatan beton serat ijuk ini, berasal dari air sumur
yang berada di lokasi pembuatan beton serat yaitu di Laboratorium Bahan dan
Konstruksi Dinas Bina Marga dan Pengairan, Trenggalek.
2. Semen
Semen yang dipakai adalah semen portland merk Gresik jenis I dengan kemasan
40 kg.
3. Agregat
a. Agregat halus, dalam hal ini pasir dari Sungai Brantas Kediri. Sebelum
dipakai sebagai benda uji, dilakukan pengujian terlebih dahulu untuk
mengetahui gradasi, berat jenis, kadar air, berat satuan dan kandungan lumpur
pasir tersebut.
b. Agregat kasar, dalam hal ini batu pecah normal, dalam hal ini juga di pakai
dari daerah yang sama yaitu dari Sungai Brantas Kediri dengan ukuran butir
maksimum 40 mm. Pengujian yang dilakukan terhadap batu ini meliputi
U K a R s T V o l . 1 N o . 1 A p r i l 2 0 1 7 | 19

pengujian gradasi, berat jenis, berat satuan, dam uji keausan dengan
menggunakan mesin los angeles.
4. Serat ijuk
Serat ijuk yang dipakai dalam penelitian ini berdiameter ± 0,5mm dalam kondisi
jenuh kering muka atau SSD (Saturated Surface Dry) dan dipotong-potong
dengan panjang ± 15 cm dengan persentase 0%, 2,5%, 5,0%, 7,5%, 10,0%, dan
12,5% terhadap berat semen yang digunakan. Serat ijuk ini diperoleh dari Pasar
Pahing, Kota Kediri.

3.2 Peralatan Penelitian


Dalam penelitin ini alat-alat yang diperlukan sebagai berikut :
1. Saringan /Ayakan
Saringan / ayakan digunakan untuk mendapatkan material dengan ukuran yang
diinginkan. Satu set ayakan yang tersedia di Laboratorium Bahan dan
Konstruksi Dinas Bina Marga dan Pengairan, Trenggalek. Yang digunakan
dalam penelitian ini adalah ayakan dengan lubang 40 mm, 20 mm, 10 mm, 4,8
mm.
2. Timbangan
Timbangan digunakan untuk menimbang atau mengukur berat bahan penyusun
beton (semen, pasir, kerikil, dan air), serta benda uji yang berupa bejana dan
loyang yang digunakan untuk menaruh benda uji.
Dalam penelitian ini digunakan :
a. Timbangan merk OHAUS, kapasitas 20 kg dengan angka ketelitian 1,0gram.
b. Timbangan merk OHAUS, kapasitas 5 kg dengan angka ketelitian 0,1 gram.
3. Gelas ukur
Gelas ukur digunakan untuk mengukur volume air yang digunakan dalam
penelitian ini atau pemeriksaan bahan penyusun beton, kapasitas gelas ukur
yang digunakan adalah 1000 ml.
4. Piknometer
Piknometer dengan kapasitas 500 ml, digunakan pada pemeriksaan berat jenis
pasir.
5. Vibrator
Vibrator digunakan untuk memadatkan adukan beton pada selinder cetakan dan
memadatkan adukan beton pada saat uji slump beton.
6. Kerucut Terpancung
Kerucut terpancung terbuat dari besi berdiameter bagian atas 40 mm diameter
bagian bawah 90 mm dan tinggi 75 mm. Alat ini di gunakan untuk memeriksa
keadaan pasir kering-muka-jenuh (SSD).
7. Cetakan Benda Uji
Pada penelitian ini, cetakan benda uji yang digunakan adalah silinder besi
dengan ukuran tinggi 30 cm, dan diameter 15 cm.
8. Kerucut Abrams
20 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton

Kerucut abrams digunakan untuk mengukur kelegekan atau keenceran adukan


beton pada saat melakukan slump test. Diameter bagian atas 10cm, tinggi 30
cm, dan diameter bawah 20 cm. Bagian atas dan bagian bawah kerucut terbuka,
dan biasanya dilengkapi dengan pengukur tinggi benda uji.
9. Talam Baja
Untuk mengaduk campuran beton dan sebagai alas saat pengujian slump.
10. Mistar
Mistar digunakan untuk mengukur penurunan beton segar pada pengujian
slump beton.
11. Oven (Pengering)
Oven digunakan untuk mengeringkan agregat baik pasir maupun batu pecah
pada saat dilakukan pemeriksaan bahan penyusun beton. Suhu pengering pada
saat pemeriksaan bahan penyusun beton. Suhu pengering pada saat
pemeriksaan bahan minimal 105 C.
12. Mesin Uji Tekan
Mesin ini digunakan untuk menguji kuat tekan silinder beton, pada penelitian
ini yang digunakan adalah Compression Testing Machine.
13. Mixer (Molen)
Alat ini digunakan untuk mencampur adukan beton agar adukan lebih merata
dan lebih cepat.
14. Sendok Pemindah/Cepang
Untuk memindahkan adukan beton kedalam cetakan benda uji.
15. Sekop
Digunakan untuk memindahkan pasir dan batu pecah yang akan digunakan
untuk bahan penyusun beton.
16. Bak Air
Digunakan untuk merendam benda uji yang dirawat.
17. Alat Uji Tarik
Digunakan untuk menguji kuat tarik serat ijuk yang akan digunakan pada
campuran beton.
18. Alat pemotong ijuk dan pisau pemotong ijuk.
Digunakan untuk memotong ijuk dan membentuk ijuk seperti ukuran yang
ditentukan.

3.3 Pelaksanaan Penelitian


1. Persiapan
Kegiatan yang termasuk dalam tahap ini adalah sebagai berikut :
a. Penyediaan alat-alat yang digunakan.
b. Persiapan bahan-bahan penyusun beton seperti semen, air, pasir, dan batu
pecah.
c. Pengumpulan berbagai bahan pustaka sebagai pedoman dalam pembuatan
benda uji.
U K a R s T V o l . 1 N o . 1 A p r i l 2 0 1 7 | 21

2. Pemeriksaan bahan
Pemeriksaan ini dimaksud untuk mengetahui spesifikasi bahan yang akan
digunakan sebagai bahan penyusun beton. Pemeriksaan tehadap bahan-bahan
atau material pembuatan benda uji dilakukan terhadap pasir, kerikil yang
meliputi : gradasi, berat jenis, kadar air, kadar lumpur, keausan, dan berat
satuan agregat. Adapun pemeriksaan terhadap semen meliputi : berat jenis,
berat isi dan kehalusan dan dipilih yang tertutup rapat dan tidak rusak, serta
tidak terjadi penggumpalan butir-butir semen.

3.3.1 Agregat Halus ( Pasir )


Pemeriksaan yang dilakukan terhadap pasir meliputi :
3.3.1.1 Pemeriksaan berat jenis (specific gravity).
Tujuan : Untuk menentukan berat jenis dan penyerapan air dalam pasir. Material
benda yang akan diuji adalah pasir yang lewat saringan No. 4 mm, yang diperoleh
dari alat pembagi contoh sebanyak 1000 gram dam benda uji dibuat dalam keadaan
jenuh kering permukaan (saturated surface dry, SSD), (Sumber : SNI 03-1969-
1990).
Prosedur pelaksanaan pemeriksaan berat jenis pasir adalah sebagai berikut
a) Penentuan kondisi SSD agregat halus dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Benda uji dimasukkan ke dalam kerucut terpancung dalam tiga lapisan,
dan ditumbuk sebanyak 8 kali pada masing-masing lapisan,ditambah satu
kali penumbukan untuk bagian atasnya (seluruhnya 25 kali tumbukan).
2. Kerucut terpancung diangkat secara perlahan dengan lurus.
3. Bentuk runtuh agregat hasil pencetakan setelah kerucut terpancung
diangkat.
b) Penentuan berat jenis dan penyerapan agregat halus dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut :
1. Agregat dalam keadaan SSD ditimbang sebanyak 500 gram dan
dimasukkan kedalam piknometer atau gelas ukur.
2. Air suling dimasukkan kedalam piknometer hingga mencapai 90 % isi
piknometer, diputar sambil diguncang sampai tidak terlihat gelembung
udara didalamnya.
3. Menambahkan air suling sampai tanda batas.
4. Piknometer dan benda uji berisi air ditimbang (B1).
5. Benda uji dipindahkan ke dalam cawan, lalu dikeringkan dalam oven
dengan suhu (1105)oC sampai tetap, kemudian ditimbang (B2).
6. Piknometer diisi kembali dengan air suling sampai pada tanda batas,
kemudian ditimbang (B3)
7. Kemudian menghitung besar berat jenis dengan menggunakan rumus
sebagai berikut (Sumber : SNI 03 - 1969 - 1990) :
a. Berat jenis kering (bulk dry specific gravity).
22 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton

B2
BJ oven = ……..……….........…..(3.1)
B3  B0  B1
b. Berat jenis jenuh kering permukaan (SSD)
B0
BJSSD = ... ………………..............(3.2)
B3  B0  B1
c. Berat jenis semu (Apparent).
B2
BJ App = ………..……………......(3.3)
B3  B2  B1
B0  B2
d. Penyerapan = x100% ……………..…....(3.4)
B2
Dengan :
B1 = Berat piknometer benda uji + air.
B2 = Berat benda uji dalam keadaan kering oven.
B3 = Berat piknometer berisi air.
B0 = Berat benda uji dalam keadaan SSD (500 gram)

3.3.1.2 Pemeriksaan berat satuan unit (unit weight).


Tujuan : untuk menentukan berat satuan pasir lepas dan berat satuan pasir padat
yang berfungsi untuk mengkonversi satuan berat ke satuan volume atau sebaliknya
(Sumber : SNI 03-1948-1998).
a) Berat isi lepas ditentukan dengan prosedur sebagai berikut :
1. Cetakan /wadah ditimbang dan dicatat (W1).
2. Benda uji agregat dimasukkan ke dalam cetakan/wadah dengan hati-hati
agat tidak terjadi pemisahan butiran, ketinggian maksimum 5 cm di atas
wadah dengan menggunakan sendok besi atau sekop sampai penuh.
3. Perataan permukaan benda uji dengan perata.
4. Berat wadah di timbang dan dicatat beserta benda uji (W2).
5. Menghitung berat benda uji (W3 = W2 – W1).
b) Berat isi padat pasir ditentukan dengan prosedur sebagai berikut :
1. Setelah menimbang berat wadah (W1), wadah diisi dengan benda uji dalam
tiga lapis yang kurang lebih sama tebal. Setiap lapis dipadatkan dengan
tongkat pemadat sebanyak 25 kali tusukan secara merata. Pada waktu
pemadatan tongkat harus masuk sampai lapisan bagian bawah tiap-tiap
lapisan.
2. Permukaan benda uji diratakan dengan perata.
3. Berat wadah ditimbang dan dicatat beserta benda uji (W2).
4. Menghitung berat benda uji (W3 = W2 – W1).
U K a R s T V o l . 1 N o . 1 A p r i l 2 0 1 7 | 23

3.3.1.3 Pemeriksaan gradasi pasir (sieve analysis).


Tujuan : Untuk menentukan gradasi modulus kehalusannya. Bahan yang digunakan
untuk agregat halus adalah pasir dalam kondisi kering muka jenuh (SSD) (Sumber
SNI 03 - 1968 - 1960).
Cara pelaksanaan pemeriksaan gradasi untuk agregat halus adalah sebagai berikut:
1. Agregat halus dikeringkan dalam oven dengan suhu 110o dengan penambahan
atau pengurangan suhu  5o C, sampai beratnya tetap.
2. Agregat halus ditimbang sebanyak 5000 gram.
3. Benda uji disaring dengan menggunakan susunan ayakan No.4 mm keatas.
4. Dari benda uji disaring yamg lolos ayakan No. 4 mm, diambil kemudian
ditimbang sebanyak 1000 gram.
5. Agregat sebanyak 1000 gram tersebut diayak dengan menggunakan susunan
ayakan lebih kecil dari No. 4 mm yang berkelipatan dua, sedangkan ayakan-
ayakan yang paling besar ditempatkan di atas. Pengayakan ini dilakukan
dengan menempatkan susunan ayakan pada mesin pengetar, dan digetarkan
selama 10 menit.
6. Masing-masing ayakan dibersihkan dengan kuas halus dan berukuran kecil
supaya tidak ada agregat yang tertinggal, dimulai dari ayakan yang teratas.
7. Agregat yang tertahan di atas masing-masing lubang ayakan ditimbang.
8. Persentase berat benda uji yang tertahan ayakan No. 2 mm keatas, dihitung
berdasarkan berat 1000 gram.

3.3.1.4 Pemeriksaan kadar lumpur pasir (mud content).


Tujuan : Untuk mengetahui kadar lumpur yang terkandung dalam pasir, apakah
sesuai dengan yang disyaratkan dalam PBI 1971 (dalam, Achyani 2004), yaitu pasir
tidak boleh mengandung kadar lumpur lebih dari 5%. Apabila kadar lumpur lebih
dari 5% harus dicuci.
Adapun prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
1. Mengambil pasir kering tungku yang lewat ayakan 4,8 mm minimum 500 gram
(B1).
2. Memasukkan pasir tersebut kedalam nampan pencuci dan memasukkan air
secukupnya sampai semua pasir terendam.
3. Menguncang-guncang nampan, kemudian menuangkan air cucian ke dalam
ayakan No. 16 dan No. 200.
4. Mengulang langkah 3. Sampai air cucian bersih.
5. Memasukkan kembali butiran-butiran yang tersisa ayakan 16 dan 200 mm ke
dalam nampan, kemudian memasukkan ke dalam tungku untuk dikeringkan
kembali. Beberapa hari berikutnya ditimbang kembali pasir tersebut setelah
kering tungku (B2).
24 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton

Menghitung kadar lumpur dengan rumus (Sumber : SNI 03 - 4141 – 1996) :


B  B2
Kadar Lumpur = 1 x100% …….…………..……..(3.5)
B2

3.3.1.5 Pemeriksaan kadar air dalam pasir (surface moisture content).


Tujuan : Untuk mengetahui banyaknya air yang terkandung dalam pasir yang
dipakai pada campuran beton.
Cara pemeriksaan kadar air sebagai berikut :
1. Cawan ditimbang dan dicatat (W1).
2. Benda uji dimasukkan kedalam cawan dan beratnya ditimbang (W2).
3. Berat benda uji dihitung (W3 = W2 – W1).
4. Benda uji dikeringkan berikut dengan cawan-cawan dalm oven dengan suhu
(105 + 5)o C, sampai beratnya konstans.
5. Berat cawan dan benda uji kering oven dihitung (W5 = W4 – W1).

Perhitungan nilai kadar air dengan mengunakan rumus (Sumber : SNI 03-
1971–1990) :
W  W5
Kadar air agregat = 3 x100% ………………….………(3.6)
W5
Dengan : W3 = Berat benda uji semula.
W5 = Berat benda uji kering oven.

3.3.2 Agregat Kasar ( Kerikil )


Agregat kasar berupa batuan alami yang dianbil dari Sungai Brantas Kediri.
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap batu pecah meliputi :

3.3.2.1 Pemeriksaan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air


(absorption).
Tujuan : Untuk menentukan berat jenis dan penyerapan air dalam batu pecah.
Agregat kasar atau batu pecah yang akan di uji sebanyak 5000 gram (Sumber : SNI
03-1969-1990).
Prosedur pelaksanaan pemeriksaan berat jenis batu pecah adalah sebagai berikut :
1. Benda uji dicuci untuk menhilangkan debu atau bahan-bahan lain yang melekat
pada permukaan agregat.
2. Benda uji dikeringkan di dalam oven pada suhu 110o  5o C sampai beratnya
tetap.
3. Benda uji didinginkan, kemudian ditimbang (B1).
4. Benda uji direndam dalam air pada suhu kamar selama  24 jam.
U K a R s T V o l . 1 N o . 1 A p r i l 2 0 1 7 | 25

5. Benda uji dikeluarkan dari perendaman, kemudian dilap permukaannya dengan


kain penyerap sampai selaput air pada permukaan agregat hilang, agregat ini
dinyatakan dalam keadaan SSD (jenuh kering permukaan).
6. Berat benda uji dalam keadaan jenuh kering permukaan (SSD) ditimbang (B2).
7. Benda uji dimasukkan kedalam keranjang besi yang sudah ditimbang beratnya,
kemudian dimasukkan ke dalam ember yang berisi air suling sampai benda uji
yang ada dalam keranjang besi terendam seluruhnya. Berat benda uji dan
keranjang besi yang berada di dalam air ditimbang (B3).
8. Menghitung berat jenis agregat kasar dengan rumus sebagai berikut
a. Berat jenis kering (bulk dry specific gravity)
k . B1
Bj bulk = ……………………………...(3.7)
( B2  B3 )
b. Berat jenis jenuh kering permukaan (SSD)
k . B2
BJSSD = ………………………....….…(3.8)
( B2  B3 )
c. Penyerapan.
( B2  B1 )
Penyerapan = x100% ………………....(3.9)
B1

3.3.2.2 Pemeriksaan berat satuan (unit weight).


Tujuan : Untuk menentukan berat satuan batu pecah yang berfungsi untuk
mengkonversi satuan berat ke satuan volume atau sebaliknya (Sumber : SNI 03-
1948-1998).
a) Berat isi lepas ditentukan dengan prosedur sebagai berikut :
1. Cetakan/wadah ditimbang dan dicatat (W1).
2. Benda uji agregat dimasukkan ke dalam cetakan/wadah dengan hati-hati
agar tidak terjadi pemisahan butiran, ketinggian maksimum 5 cm diatas
wadah dengan menggunakan sendok besi atau sekop sampai penuh.
3. Perataan permukaan benda uji dengan perata.
4. Berat wadah ditimbang dan dicatat beserta benda uji (W2).
5. Menghitung berat benda uji (W3 = W2 – W1).
b) Berat isi padat batu pecah ditentulan dengan prosedur sebagai berikut :
1. Setelah menimbang berat wadah (W1), wadah diisi dengan benda uji dalam
tiga lapis yang kurang lebih sama tebal. Setiap lapis dipadatkan dengan
tongkat pemadat sebanyak 25 kali tusukan secara merata. Pada waktu
pemadatan tongkat harus masuk samapi lapisan bagian bawah tiap-tiap
lapisan.
2. Permukaan benda uji diratakan dengan perata.
3. Berat wadah ditimbang dan dicatat beserta benda uji (W2).
4. Menghitung berat benda uji (W3 = W2 – W1).
26 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton

3.3.3 Pemeriksaan gradasi batu pecah (sieve analysis).


Tujuan : Untuk menentukan gradasi dan modulus kehalusannya. Bahan agregat
kasar yang digunakan mempunyai ukuran butir maksimal 40 mm dan minimal 5
mm. Untuk pembuatan benda uji, gradasi agregat kasar direncanakan bervariasi
pada setiap adukan dengan mix design (Sumber : SNI 03 - 1968 – 1960).
Prosedur pelaksanaan pemeriksaan gradasi batu pecah adalah sebagai berikut :
1. Benda uji ditimbang 2500 gram.
2. Benda uji tersebut diayak dengan menggunakan susunan ayakan yang terbesar
diletakkan paling atas, pengayakan ini dilakukan dengan menempatkan
susunan ayakan pada mesin penggetar dan digetarkan selama 10 menit.
3. Berat agregat yang tertahan di atas masing-masing lubang ayakan ditimbang.
4. Menghitung persentase berat benda tertahan di atas masing-masing lubang
ayakan terhadap berat total.
5. Persentase berat benda uji yang tertahan di atas saringan dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut (Sumber : SNI 03 - 1968 – 1960) :
A
a  1 x100% …………………………………….(3.10)
B1
Dengan :
A1 = berat benda uji yang tertahan diatas saringan (mm).
B1 = berat benda uji total.

3.3.4. Pemeriksaan kadar air (surface moisture content).


Tujuan : Untuk mengetahui banyaknya air yang terkandung dalam kerikil yang akan
dipakai pada campuran beton (Sumber : SNI 03 - 1971 - 1990).
Prosedur pelaksanaan pemeriksaan kadar air pasir sama dengan patu pecah.
Cara pemeriksaan kadar air sebagai berikut :
1. Cawan ditimbang dan dicatat (W1).
2. Benda uji dimasukkan kedalam cawan dan beratnya ditimbang (W2).
3. Berat benda uji dihitung (W3 = W2 – W1).
4. Benda uji dikeringkan berikut dengan cawan – cawan dalam oven
dengan suhu (105  5)C, sampai beratnya konstan.
5. Berat cawan dan benda uji kering oven dihitung (W5 = W4 – W1).
6. Perhitungan nilai kadar air dengan menggunakan rumus :
W  W5
Kadar air agregat = 3 x100% ………………………...(3.11)
W5
Dengan :
W3 = Berat benda uji semula.
W5 = Berat benda uji kering oven.
U K a R s T V o l . 1 N o . 1 A p r i l 2 0 1 7 | 27

3.3.5. Pemeriksaan keausan agregat dengan mesin Los Angeles (Abrasi).


Tujuan : Untuk menentukan ketahanan agregat kasar terhadap keausan
mempergunakan mesin Los Angeles (Sumber : SNI 03 - 2417 - 1991).
Keausan tersebut dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus lewat
saringan No. 12 terhadap berat semula dalam persen. Peralatan yang digunakan
adalah sebagai berikut :
1. Mesin Los Angeles, terdiri dari silinder baja tertutup pada kedua sisinya
dengan diameter 71 cm, panjang 50 cm. Silinder bertumpu pada dua poros
pendek yang tak menerus dan berputar pada poros mendatar. Silinder
berlubang untuk memasukkan benda uji. Penutup lubang terpasang rapat,
sehingga permukaan dalam silinder tidak terganggu. Bagian dalam silinder
terdapat baja dengan melintang penuh setinggi 8,90 cm.
2. Saringan No. 12 mm dan saringan lainnya seperti tabel 3.1 berikut ini :
Ukuran
Gradasi dan Berat benda uji (gram)
Saringan
Lewat Tertahan
A B C D E F G
(mm) (mm)
76,20 63,50 2500
63,50 50,80 2500
50,80 38,10 2500 5000
38,10 25,40 1250 5000 5000
25,40 19,05 1250 5000
19,05 12,70 1250 2500
12,70 9,51 1250 2500
9,51 6,35 2500
6,35 4,75 2500
4,75 2,36 5000
Jumlah Bola 12 11 8 6 12 12 12
5000 4584 3330 2500 5000 5000 5000
Berat Bola (gr)
 25  25  25  25  25  25  25

3. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram.


4. Bola-bola baja dengan diameter rata-rata 46,8 mm dan berat masing-masing
antara 390-445 gram.

3.3.6. Pemeriksaan Serat Ijuk


Sebelum digunakan sebagai bahan tambah pada campuran beton, maka serat ijuk
yang digunakan terlebih dahulu diperiksa. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan
berat volume. Adapun Prosedur yang digunakan dalam pemeriksaan berat volume
serat ijuk adalah (Penelitian Universitas Gajah Mada (UGM), Anonim, 1993) :
a. Mengambil serat ijuk dengan dimensi 0,5 mm dan panjang 25 cm secara acak
kemudian ditimbang dalam cawan kosong.
28 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton

b. Sampel serat ijuk diletakkan di atas cawan kosong kemudian ditekan dan
diratakan.
c. Penghitungan berat volume ijuk diambil dari proporsi perbandingan campuran
serat ijuk kemudian ditimbang, sehingga dapat diketahui berat volume serat
ijuk.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Bahan
Dari hasil pemeriksaan bahan-bahan pembuat beton yang dilaksanakan di
Laboratorium Bahan dan Konstruksi Dinas Bina Marga dan Pengairan,
Trenggalek., diperoleh hasil sebagai berikut :

4.1.1. Pemeriksaan Berat Jenis Agregat


Hasil pemeriksaan berat jenis agregat adalah nilai berat jenis agregat pada kondisi
SSD (Saturated Surface Dry) atau jenuh kering muka dan berat jenis agregat dalam
kondisi kering.

Hasil pemeriksaan menunjukkan berat jenis agregat halus pada kondisi (SSD)
sebesar 2,46, sedangkan pada pemeriksaan berat jenis agregat kasar pada kondisi
SSD diperoleh nilai 2,58. Hasil ini menunjukkan bahwa agregat kasar yang
digunakan termasuk jenis agregat normal karena nilainya berkisar antara 2,5 sampai
dengan 2,7. Beton dengan agregat yang berberat jenis lebih besar dari 2,3 diperoleh
kuat tekan 15 Kg/Cm2 sampai 40 Kg/Cm2 masih di sebut beton normal
(Tjokrodimuljo,1996). Hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
I.1.

4.1.2. Pemeriksaan Berat Satuan


Berat satuan untuk agregat normal antara 1,2 sampai 1,6 (Tjokrodimuljo, 1996).
Dari hasil pemeriksaan menunjukkan berat satuan lepas untuk agregat halus sebesar
1,32 gr/cm3 dan berat satuan lepas agregat kasar yang berupa batu pecah normal
yaitu sebesar 1,37 gr/cm3. Sedangkan berat satuan padat untuk agregat halus yaitu
sebesar 1,46 gr/cm3, dan untuk agregat kasar berat satuan padat diperoleh nilai 1,50
gr/cm3. Hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat pada lampiran I.2 dan I.3.

4.1.3. Analisis Gradasi Agregat


4.1.3.1. Agregat Halus
Hasil analisis gradasi agregat halus pasir yang digunakan termasuk pada zone II
yaitu pasir agak kasar, sehingga agregat halus tersebut telah memenuhi persyaratan
modulus kehalusan sebesar 1.5 sampai dengan 3.8 dan kerikil antara 5 dan 8
(Astanto, 2001). Dari hasil analisis gradasi agregat didapat modulus halus butir
U K a R s T V o l . 1 N o . 1 A p r i l 2 0 1 7 | 29

pasir sebesar 2,61, modulus halus butir pasir sendiri besar berarti gradasi agregat
didominasi yang berdiameter besar sehingga agregat tersebut masih dapat
digunakan (type gradasi agregat halus jenis sedang). Hasil gradasinya dapat dilihat
pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1

Tabel 4.1 Gradasi Agregat Halus


SIEVE ANALYSIS (SNI 03 - 1968 - 1960)
Material : Agregat Halus
Berat Sample : 774 gram Berat Sample : 852 gram
KOMULATIF KOMULATIF
SIEVE BERAT RATA SIEVE BERAT
NO. TERTAHAN BERAT % %. RATA NO. TERTAHAN BERAT % %.
TERTAHAN TERTAHAN LOLOS TERTAHAN TERTAHAN LOLOS

3/8 - - - 100 100 3/8 - - - 100


4 54 54 6,92 93,08 93,16 4 58 58 6,76 93,24
8 121 175 22,55 77,45 77,48 8 134 192 22,49 77,51
16 142 317 40,94 59,06 59,00 16 158 350 41,06 58,94
30 128 445 57,46 42,54 42,26 30 144 494 58,02 41,98
50 141 586 75,73 24,27 24,15 50 153 647 75,97 24,03
100 126 712 91,98 8,02 7,98 100 137 784 92,06 7,94
200 103 755 97,53 2,47 2,61 200 44 829 97,25 2,75

10 20 50 100 500 1000 5000 10000 50000


0,0001 0,001 0,004 0,03 0,1 0,3 1 2 3
Gambar 4.1 Gradasi Agregat Halus
Ket. Gambar : = syarat modulus kehalusan
= hasil analisis gradasi agregat modulus halus
30 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton

4.1.3.2. Agregat Kasar


Selain agregat halus dilakukan juga analisis gradasi terhadap agaregat kasar
yang berupa batu pecah normal dan menghasilkan modulus halus butir sebesar 1,14.
Modulus halus butir kerikil sendiri kecil maka agregat kasar didominasi yang
berdiameter kecil (type gradasi agregat kasar jenis sedang).. Adapun hasil
pemeriksaan gradasi agregat kasar dapat dilhat pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.2

Tabel 4.2 Gradasi Agregat Kasar


SIEVE ANALYSIS (SNI 03 - 1968 - 1960)
Material : Agregat Kasar
Berat Sample : 1.985 gram Berat Sample : 2000 gram
KOMULATIF KOMULATIF
SIEVE BERAT RATA SIEVE BERAT
BERAT. % %. BERAT. % %.
NO. TERTAHAN RATA NO. TERTAHAN
TERTAHAN TERTAHAN LOLOS TERTAHAN TERTAHAN LOLOS

1 1/2 - - - 100 100 1 1/2 - - - 100


1" - - - 100 100 1" - - - 100
3/4 19 19 0,94 99,06 99,10 3/4 17 17 0,86 99,14
3/8 1.651 1.670 84,11 15,89 16,04 3/8 1.659 1.676 83,81 16,19
4 229 1.899 95,65 4,35 4,32 4 238 1.914 95,71 4,29
8 26 1.924 96,95 3,05 3,18 8 20 1.934 96,69 3,31
16 39 1.964 98,92 1,08 1,14 16 42 1.976 98,80 1,20

10 20 50 100 500 1000 5000 10000 50000


0,0001 0,001 0,004 0,03 0,1 0,3 1 2 3

Gambar 4.2 Gradasi Agregat Kasar

Ket. Gambar : = syarat modulus kekasaran


= hasil analisis gradasi agregat modulus kasar
U K a R s T V o l . 1 N o . 1 A p r i l 2 0 1 7 | 31

4.1.4 Pemeriksaan Kadar Lumpur


Hasil pemeriksaan kadar lumpur dari agregat halus yang digunakan diperoleh kadar
lumpur yang terkandung sebesar 2,43 % pada agregat halus, dan 1,81 % pada
agregat kasar, ini berarti bahwa secara teknis pasir tersebut dapat digunakan karena
agregat tersebut memenuhi standar sebagai bahan penyusun beton, sehingga tidak
perlu dilakukan pencucian. Syarat kadar lumpur maksimum untuk pasir yaitu
sebesar 5 % (Tjokrodimuljo, 1996). Hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran I.4.

4.1.5. Pemeriksaan Kadar Air Agregat


Air yang ada pada agregat perlu diketahui untuk tingkat serapan air pada agregat
dan untuk mengetahui berat satuan agregat. Kadar air agregat ini menggunakan
keadaan jenuh kering muka (Saturated Surface Dry, SSD). Karena pada keadaan
ini merupakan keadaan kebasahan agregat yang hampir sama dengan agregat dalam
beton, sehingga agregat tidak akan menambah maupun mengurangi air dari
pastanya.

Dari hasil pemeriksaan kadar air agregat (pasir dan kerikil) yang digunakan, telah
dianalisis kadar air jenuh kering muka (SSD) dari pasir dan kerikil tersebut. Kadar
air pasir sebesar 7,14 % dan kadar air kerikil sebesar 2,15 %. Hasil pengujian
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran I.5.

4.1.6 Pengujian Ketahanan Aus Agregat


Pengujian ketahanan aus agregat ini dilakukan dengan menggunakan mesin Los
Angeles, pengujian dilakukan dengan menggunakan gradasi A, agregat kasar (batu
pecah normal) diameter maksimum 40 mm, pada putaran 500 kali. Adapun hasil
ketahanan aus gradasi A, agregat kasar (batu pecah normal) sebanyak 500 kali
adalah 30,42 %.

Dari hasil pengujian diatas dapat dilihat bahwa pada putaran ke 500 kali, keausan
agregat lebih besar dari 27 %. Dengan hasil yang didapat, berarti bahan agregat
kasar (batu pecah normal) tersebut dapat digunakan sebagai komposisi campuran
beton. Agregat kasar dengan keausan antara 27-40 % dapat digunakan untuk
membuat beton dengan kelas kuat II (kuat tekan 10-20 Kg/Cm2). (Astanto,2001).
Hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat pada lampiran I.6.

4.1.7. Menentukan Daerah Gradasi Hasil Campuran Pasir dan Batu Pecah
Normal
Untuk mendapatkan gradasi campuran maka dicari persentase pasir terhadap
campuran dan persentase kerikil terhadap campuran. Dari hasil pehitungan Trial
32 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton

and Error didapat 40 % untuk pasir dan 60 % untuk kerikil. Persentase inilah yang
akan digunakan untuk perhitungan gradasi campuran.

Tabel 4.3 Gradasi Agregat Campuran


Berat butir yang Batas
Pasir Kerikil Lubang Batas Atas
lewat Bawah
terhadap terhadap Ayakan B*P C*K D+E Gradasi
Pasir Kerikil Gradasi
campuran campuran (mm) Campuran
(%) (%) Campuran
P K A B C D E F
0.4 0.6 40 100 100 40 60 100 2 0
0.4 0.6 20 100 33.71 40 20.23 60.23 11 7
0.4 0.6 10 92.42 21.4 36.97 12.84 49.81 17 12
0.4 0.6 4.8 66.31 14.88 27.32 8.93 36.25 24 17
0.4 0.6 2.4 60.8 9.74 24.32 5.84 30.16 31 25
0.4 0.6 1.2 52.12 0 21.25 0 21.25 40 32
0.4 0.6 0.6 34.23 0 14.09 0 14.09 52 44
0.4 0.6 0.3 24.14 0 10.05 0 10.05 67 59
0.4 0.6 0.15 1.443 0 0.577 0 0.577 100 100

Menghitung kadar pasir terhadap kerikil (W)


W=P/K
W = 40 / 60 * 100%

Kontrol MHB Campuran 5–6.5


W = (MHB kerikil - MHB Campuran) / (MHB Campuran - MHB Pasir)* 100%
22.40 = (5.55 – C) / (C-3.36) * 100% → 22.40 C – 80.64 = 555 – 100 C
C = 5.19

Dengan W = Kadar Air Terhadap Kerikil


MHB = Modulus Halus Pasir
C = Modulus Halus Campuran

Berdasarkan Tabel 4.3 tersebut, dapat dilihat bahwa gradasi agregat campuran yang
sudah masuk dalam batas daerah gradasi yang di syaratkan. Artinya persentase
pemakaian 40 % pasir dan 60 % batu pecah normal dalam campuran sudah
memenuhi untuk perhitugan campuran adukan beton atau mix design.
U K a R s T V o l . 1 N o . 1 A p r i l 2 0 1 7 | 33

Dengan menggunakan persentase pasir sebesar 40 % terhadap komposisi campuran

Berat Butir yang lewat (%)


120

100

80

60

40

20

0
0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 5 10 20 40

Lubang Ayakan (mm)

Batas Atas Gradasi Campuran Batas Bawah

Gambar 4.3. Gradasi pasir dan kerikil rencana terhadap gradasi campuran

4.1.8. Pemeriksaan Semen


Semen yang digunakan yaitu semen Tipe I merek Gresik. Pemeriksaan meliputi :
Berat jenis, berat isi, dan halusan semen. Hasil pemeriksaan berat jenis semen yang
diperoleh sebesar 3.145 gr/cc, berat jenis semen berkisar pada 3.15 gr/cc, berat jenis
yang digunakan dalam hitungan perbandingan campuran (SNI 15-2531-1991).
Berat isi semen diperoleh nilai sebesar 1.194 gr/cm3, berat isi yang digunakan dalam
hitungan perbandingan campuran (SNI 15-1854-1990/NI 20). Sedangkan
kehalusan semen didapat sebesar 1.58 %. Kehalusan semen penting dalam
hubungannya dengan kemudahan pengerjaan pengadukan beton. Peningkatan
kehalusan semen berakibat pengurangan perbandingan air semen yang dibutuhkan
untuk mencapai konsistensi tertentu, mulai diragukan kebenarannya, kemudian
diterapkan bahwa kehalusan memperbesar daya kohesi adukan beton. Selanjutnya
kehalusan dapat mengurangi “bleeding”, yaitu naiknya sejumlah air ke permukaan
beton (L. J. Murdock dan K. M. Brook) Hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran I.7.

4.1.9. Pemeriksaan Serat Ijuk


Sebelum digunakan sebagai bahan tambah pada campuran beton, maka serat ijuk
yang digunakan terlebih dahulu diperiksa. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan
berat volume. Adapun prosedur yang digunakan dalam pemeriksaan berat volume
serat ijuk adalah (Penelitian Universitas Gajah Mada (UGM), Anonim, 1993) :
a. Mengambil serat ijuk dengan dimensi 0,5 mm dan panjang 25 cm secara acak
kemudian ditimbang dalam cawan kosong.
34 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton

b. Sampel serat ijuk diletakkan di atas cawan kosong kemudian ditekan dan
diratakan.
c. Penghitungan berat volume ijuk diambil dari proporsi perbandingan campuran
serat ijuk kemudian ditimbang.
d. Pada penelitian kali ini proporsi serat ijuk yang diambil adalah 2,5% dengan
berat volume 125 gr, dan 5,0% dengan berat volume 250 gr.

4.2 Hasil Pengujian Beton


4.2.1. Hasil Pengujian Slump
Pengujian slump pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelecakan
pada campuran adukan beton. Dalam penelitian ini nilai slump rencana yang
digunakan berkisar antara 60 mm sampai 180 mm untuk semua campuran beton.
Dari pengujian slump yang telah dilakukan dari masing-masing proporsi campuran
serat ijuki didapatkan nilai slump, hasil pengujian slump dapat dilihat pada Tabel
4.2 dibawah ini.

Tabel 4.4 Hasil pengujian slump masing-masing proporsi


No Proporsi Serat Slump (mm)
1 0% 135
2 2,5 % 100
3 5,0 % 97

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada masing-masing proporsi campuran serat
ijuk yang dilaksanakan nilai slump beton yang digunakan masuk dalam ketentuan
slump yang disyaratkan. Disisi lain terlihat bahwa semakin besar penambahan
proporsi serat ijuk semakin menurunkan workability pengerjaan beton ditandai
dengan menurunnya nilai slump.

4.2.2. Hasil Pengujian Kuat Tekan, Berat Beton, dan Proporsi Serat
Pengujian kuat tekan beton dilakukan di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Dinas
Bina Marga dan Pengairan, Trenggalek.. Pengujian dilakukan setelah beton
mengalami perawatan pada umur 28 hari. Alat yang digunakan untuk melakukan
pengujian adalah Compresion Testing Machine (CTM), hasil yang terbaca pada alat
CTM dengan satuan Kilo Newton (KN) dan digunakan untuk menentukan kuat
tekan beton maksimum yang meyebabkan benda uji hancur. Besarnya nilai kuat
tekan beton diperoleh dengan membagi beban maksimum dengan luas bidang tekan
dan dalam satuan Kg/Cm2 Hal tersebut terdapat pada pembahasan di bawah ini,
yang meliputi :
a. Pengaruh kuat tekan beton dengan menggunakan campuran serat ijuk. Hal
ini menyebabkan kuat tekan beton menjadi lebih baik, meskipun umur beton
U K a R s T V o l . 1 N o . 1 A p r i l 2 0 1 7 | 35

yang menggunakan serat ijuk pada umur 21 hari saat uji tekan, yang
dikonversi dari umur 28 hari. Yaitu terjadi tegangan tekan hancur pada 226
Kg/Cm2.
b. Perubahan berat beton yang terjadi pada beton berserat ijuk menjadi lebih
ringan, yaitu 2.243 Gr/Cm.
c. Proporsi ijuk yang optimum untuk menghasilkan kuat tekan adalah pada
penggunaan serat ijuk 2,5% dengan berat volume ijuk 125 gr.

Hal tersebut di atas dicantumkan pada tabel hasil perhitungan pengujian kuat
tekan, berat beton, dan proporsi serat ijuk.
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Kuat Tekan, Berat Beton, dan Proporsi Serat.

PERBANDINGAN CAMPURAN BETON TEGANGAN


BERAT BEBAN LUAS UMUR KONVERSI
BERAT TEKAN
PENAMBAHAN WAKTU SILINDER MAKSIMUM PENAMPANG BENDA UMUR 28
NO. ISI (gr/cm) HANCUR
IJUK PENGECORAN BETON (gr) (kg) (cm2) UJI (hari) HARI (kg/cm2)
SEMEN PASIR BATU PECAH AIR (kg/cm2)

1 10 21,97 33,39 6,36 - % 02-02-2010 2,308 12.238 30.000 176,79 7 170 261
2 10 21,97 33,39 6,36 - % 02-02-2010 2,311 12.254 43.000 176,79 14 243 276
3 10 21,97 33,39 6,36 - % 02-02-2010 2,302 12.208 50.000 176,79 28 283 283
4 10 21,97 33,39 6,36 2,5 % 02-02-2010 2,320 12.305 40.000 176,79 21 226 257
5 10 21,97 33,39 6,36 2,5 % 02-02-2010 2,312 12.260 39.000 176,79 21 221 251
6 10 21,97 33,39 6,36 5 % 02-02-2010 2,294 12.166 38.000 176,79 21 215 244
7 10 21,97 33,39 6,36 5 % 02-02-2010 2,309 12.247 38.000 176,79 21 215 244

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya
maka dapat diambil kesimpulan hal-hal sebagai berikut:
1. Serat ijuk yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Pasar Pahing, Kota
Kediri. Serat ijuk ini mempunyai berat satuan = 125 sampai 250 gram.
2. Pasir yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Sungai Brantas, Kediri,
Jawa Timur. Pasir ini mempunyai berat jenis = 2.524; berat satuan = 2.586
gram/cm3; kadar air = 4.317% dan gradasi pasir yang termasuk yaitu pasir halus
jenis sedang.
3. Kekuatan beton yang dihasilkan setelah di uji tekan melalui konversi 28 hari
menjadi 21 hari yaitu 226 Kg/cm2.
4. Perubahan berat beton yang terjadi pada beton berserat ijuk menjadi lebih
ringan, yaitu 2.243 gr/cm
36 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton

5. Dimensi serat ijuk yaitu 0,5 mm dengan panjang 15 cm. Proporsi ijuk yang
optimum untuk menghasilkan kuat tekan adalah pada penggunaan serat ijuk
2,5% dengan berat volume ijuk 125 gr.
6. Beton yang dihasilkan dengan penambahan serat ijuk pada penelitian ini, cocok
untuk bangunan rumah tinggal, gedung, jembatan, serta bangunan bergerak
lainnya. Karena mutu beton menggunakan serat ijuk setelah di uji memenuhi
persyaratan beban tekan minimalnya dari persyaratan SNI 0447-81 untuk
golongan mutu II.

5.2. Saran - saran


1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dicoba menggunakan persentase serat
ijuk yang lebih tinggi atau bervariasi tetapi campurannya tetap supaya
diketahui peningkatan beban tekan yang maksimal akibat penambahan ijuk.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan persentase penambahan serat
ijuk yang sama tetapi perbandingan bahan susunnya berbeda.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang tingkat ekonomis, keawetan dan
sifat-sifat beton serat yang lain dengan penambahan serat ijuk.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Anonim, 1960. Pemeriksaan dan pengujian susunan butiran agregat halus
dan kasar (SNI 03-1968-1960). Departemen Pekerjaan Umum.
[2] Anonim, 1970. Pemeriksaan dan pengujian berat jenis dan penyerapan
agregat halus (SNI 03-1970-1990). Departemen Pekerjaan Umum.
[3] Anonim, 1969. Pemeriksaan dan pengujian berat jenis dan penyerapan
agregat kasar (SNI 03-1969-1990). Departemen Pekerjaan Umum.
[4] Anonim, 2004. Pemeriksaan sand equivalent agregat halus (AASHTO T 176-
86 / ASTM D 2419-79).
[5] Anonim, 1991. Pemeriksaan dan pengujian keausan (Los Angeles Abration
Test) (SNI 03-2417-1991). Departemen Pekerjaan Umum.
[6] Anonim, 1998. Pemeriksaan dan pengujian berat isi agregat halus dan kasar
(SNI 03-1948-1998). Departemen Pekerjaan Umum.
[7] Anonim, 1990. Pemeriksaan berat isi semen (SNI 15-1854-1990/NI 20).
Departemen Pekerjaan Umum.
[8] Anonim, 1991. Berat jenis semen (SNI 15-2531-1991). Departemen
Pekerjaan Umum.
[9] Anonim, 1971. Kadar air agregat halus dan agregat kasar (SNI 03-1971 -
1990). Departemen Pekerjaan Umum.
[10] Anonim, 1990. Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal (SK
SNI T-15-1990-03), Departemen Pekerjaan umum.
[11] Mulyono, T., 2003. Teknologi Beton, Andi, Yogyakarta
U K a R s T V o l . 1 N o . 1 A p r i l 2 0 1 7 | 37

[12] Murdock, L.J. and Brook, K.M. 1999. Bahan dan Praktek Beton, Terjemahan
Hindarko, S) Edisi keempat, Erlangga, Jakarta.
[13] Sagel R, dkk. 1993. Pedoman Pengerjaan Beton. Erlangga, Jakarta.
[14] Tjokrodimuljo, Kardiono. 1996. Teknologi Beton. Nafiri, Yogyakarta.
[15] Anonim, 2004. Standard Practice for sampling fibre mixed concrete (ASTM
C 172-2004).
[16] Anonim, 1993. Pengaruh Penambahan Serat pada Sifat Struktural Beton
Serat. Penelitian, Universitas Gajah Mada (UGM). Yogyakarta.
[17] Dwiyono, 2000. Penambahan Serat Ijuk Sesuai Prosentase Serat Yang
Ditambahkan. Skripsi, Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan, Fakultas
Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Yogyakarta.
[18] Nevile, A.M., dan Brooks, J.J., 1987, Concrete Technology, Longman
Scientific& Technical, New York.
38 | Pemanfaatan Serat Ijuk Sebagai Material Campuran dalam Beton

Anda mungkin juga menyukai