Anda di halaman 1dari 66

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dinding adalah struktur rapuh dan salah satunya paling rentan runtuh dari
seluruh komponen bangunan disaat gempa kuat bergetar. Dinding batu lebih ramping
karena ketebalannya kecil dibandingkan dengan tinggi dan panjangnya. Sebuah cara
sederhana membuat dinding ini berperilaku kuat selama goncangan gempa adalah
dengan membuat dinding berperilaku sama sebagai sebuah kotak, bersama dengan
atap di bagian atas dan dengan fondasi di bagian bawah. Pada sebuah konstruksi
diperlukan aspek untuk memastikan aksi kotak ini. Pertama, koneksi antara dinding
harus bagus. Ini dapat dicapai dengan memastikan pasangan bata saling terkait di
persimpangan (Murty 2005).
Perkembangan kebutuhan akan bahan bangunan akan selalu sejalan dengan
pertumbuhan penduduk bahkan lebih tinggi lagi. Ini disebabkan bahwa property
bukan hanya kebutuhan orang akan tempat tinggal yang layak tetapi juga merupakan
bentuk investasi yang sangat baik. Seiring dengan kemajuan teknologi banyak
ditemukan alternatif bahan bangunan yang memudahkan pengerjaan, biaya yang
semakin murah, ramah lingkungan, memberikan efek kenyamanan yang lebih,
ketahanan umur, kecepatan dalam aplikasi dan masih banyak lagi keuntungan
lainnya. Hal ini dapat juga ditemukan pada bata ringan dengan teknologi foam
(Murtono 2015).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Novan (2019) telah dilakukan
pengujian kuat tekan bata ringan berkait dengan penambahan fiberglass 0%, 1%, 3%,
6% dan 9%. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil dengan penambahan fiberglass
3% adalah campuran paling tepat dengan hasil pengujian kuat tekan sebesar 2,91
MPa. Metode pengujian lentur lateral menggunakan SNI 03-1454-1996 dengan 2
benda uji berukuran 90 cm x 30 cm x 20 cm dengan penambahan fiberglass 3%
dengan hasil rata-rata pengujian lentur lateral pada beban maksimum sebesar 1,087
N/mm2 dengan lendutan sebesar 6,56 mm.
Berdasarkan latar belakang diatas, untuk menyempurnakan penelitian bata
ringan berkait terhadap kuat geser bidang penulis mengambil judul studi penelitian
2

tentang “Studi Penelitian Penyempurnaan Model Bata Ringan Berkait Dan Pengujian
Struktur Dinding Akibat Geser Bidang”. Dalam penelitian ini dilakukan pembuatan
komposisi benda uji berupa bata ringan berkait dan dilakukan pengujian geser
bidang, serta untuk membandingkan kekuatan antara model bata ringan yang sudah
diperjualbelikan di pasaran dengan model bata ringan berkait yang dilakukan
penelitian di laboratorium. Dengan demikian diharapkan bata ringan yang diteliti
pada penelitian ini memiliki kekuatan lebih besar sehingga dapat menahan gaya
geser pada pasangan dinding.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas dapat ditarik rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana menganalisis komposisi yang optimal pada campuran trial mix
dengan variasi faktor air semen, konsentrasi foam agent terhadap air, dan
perbandingan berat fiberglass terhadap berat semen?
2. Bagaimana menganalisis hasil trial mix dengan variasi faktor air semen,
konsentrasi foam agent terhadap air, dan perbandingan berat fiberglass
terhadap berat semen yang sesuai untuk pembuatan bata ringan berkait?
3. Bagaimana menganalisis hasil pengujian struktur dinding akibat geser
bidang?
1.3 Batasan Masalah
Untuk mendapatkan hasil yang lebih focus serta pembahasan dapat lebih
terkonsentrasi terhadap judul yang diambil dan tidak meluas, maka diperlukan
batasan masalah sebagai berikut:
1. Tidak meninjau perhitungan bentuk kait pada bata ringan berkait.
2. Jenis bahan yang digunakan untuk bata ringan berkait adalah bata ringan
dengan foam agent dan semen putih.
3. Berat jenis ditargetkan sekitar 500-1000 kg/m3, karena termasuk jenis
material non-struktural.
4. Tidak melakukan pengujian karakteristik dari semen, karena sudah dianggap
layak.
5. Tidak melakukan pengujian karakteristik sifat fisis dari foam agent.
3

6. Tidak melakukan pengujian karakteristik dari air yang digunakan pada


campuran bahan karena air di laboratorium bahan Politeknik Negeri Malang
sudah dianggap baik untuk pengecoran.
7. Pengujian pada agregat halus (pasir) untuk pengecoran sloof, kolom, dan ring
balk hanya dilakukan pengujian berat jenis, kadar air, berat isi dan analisa
gradasi saringan saja.
8. Pengujian pada agregat kasar (kerikil) untuk pengecoran sloof, kolom, dan
ring balk hanya dilakukan pengujian berat isi dan kekerasan agregat saja.
9. Metode pengujian dan pembebanan yang bekerja disesuaikan dengan
peraturan SNI-1974:2011, ASTM E 564 – 2003 dan ASTM E 2126.
10. Lokasi pengujian bahan dan material, pembuatan benda uji, dan pengujian
kuat tekan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Bahan
Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Malang.
11. Pengujian kuat geser pasangan dinding bata ringan berkait dilaksanakan di
Laboratorium Struktur Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Malang.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini sebagai
berikut:
1. Menganalisis komposisi yang optimal pada campuran trial mix dengan variasi
faktor air semen, konsentrasi foam agent terhadap air, dan perbandingan berat
fiberglass terhadap berat semen.
2. Menganalisis hasil trial mix dengan variasi faktor air semen, konsentrasi foam
agent terhadap air, dan perbandingan berat fiberglass terhadap berat semen
yang sesuai untuk pembuatan bata ringan berkait.
3. Menganalisis hasil pengujian struktur dinding akibat geser bidang.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini diantaranya :
1. Menghasilkan model bata ringan berkait yang mempunyai kekuatan menahan
gaya geser bidang lebih tinggi dari bata ringan biasa.
2. Memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan informasi mengenai kekuatan
bata ringan berkait sehingga dapat diaplikasikan pada konstruksi bangunan
selanjutnya.
4

3. Dapat digunakan sebagai produk-produk bahan bangunan yang efisien dalam


pengerjaannya, sehingga dapat mempercepat waktu pengerjaan dan
menghemat pengeluaran biaya.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dinding
Dinding pasangan bata adalah elemen pemikul beban vertikal di mana
ketahanan terhadap tekanan tekan merupakan faktor utama dalam desain. Namun,
dinding sering diperlukan untuk menahan gaya geser horizontal atau tekanan lateral
dari angin dan oleh karena itu kekuatan pasangan bata dalam geser dan tegangan juga
harus dipertimbangkan (Hendry et al. 2017).
Dinding memiliki berbagai jenis berdasarkan bahan penyusunnya, antara lain
adalah dinding beton, dinding bata, dinding batako, dinding kayu, dan dinding batu
alam. Sedangkan berdasarkan strukturnya terdapat dua jenis struktur dinding yaitu
struktur dinding pengisi rangka beton bertulang (infill wall) dan struktur dinding
terkekang (confined masonry). Dinding terkekang merupakan sistem struktur yang
material dasarnya sama dengan struktur dinding pengisi rangka beton bertulang, tapi
cara dan urutan pengerjaannya berbeda. Pada dinding terkekang, dinding pasangan
bata dikekang oleh balok dan kolom beton bertulang pada keempat sisinya.
Pembuatannya dengan cara dinding pasangan bata dibangun terlebih dahulu, setelah
itu dilakukan pengecoran pada balok dan kolom secara in situ (Iyer et al. 2012)

Gambar 2.1 Perbedaan struktur dinding (a) dinding pengisi, (b) dinding terkekang
Sumber: Iyer et al. 2012
6

2.1.1 Material Dinding


Hendry (2017) mengemukakan bahwa bata didefinisikan sebagai unit batu
dengan dimensi (mm) tidak melebihi 337,5×225×112,5 (L×w×t). Setiap unit dengan
dimensi yang melebihi apa pun salah satu yang disebutkan di atas disebut blok. Blok
dan batu bata adalah terbuat dari tanah liat, kalsium silikat atau beton.
Blok adalah unit dinding tetapi tidak seperti batu bata, blok biasanya terbuat
dari beton. Blok tersedia dalam dua tipe dasar: beton aerasi yang diautoklaf
(sekarang disebut sebagai aircrete) dan beton agregat. Blok aircrete terbuat dari
campuran pasir, abu bahan bakar bubuk, semen dan aluminium bubuk yang
digunakan untuk menghasilkan hydrogen gelembung dalam campuran. Blok agregat
memiliki komposisi mirip dengan beton normal, terutama terdiri dari pasir, agregat
kasar dan halus, dan semen plus ekstender. Blok aircrete cenderung memiliki
kepadatan yang lebih rendah (biasanya 400-900 kg / m3) dari blok agregat (biasanya
1200–2400 kg / m3), berat unit lebih rendah dan kekuatan lebih rendah. Umumnya
menghasilkan kuat tekan blok aircrete adalah 2,9; 3,6; 4,2; 7,3 dan 8.7 N/mm2.
Secara umum, blok beton lebih mahal dari blok agregat (Arya 2009).
Blok diproduksi dalam tiga bentuk dasar: padat, seluler dan berlubang. Blok
padat tidak memiliki lubang atau rongga yang terbentuk selain melekat pada materi.
Blok seluler memiliki satu atau lebih banyak rongga atau rongga yang terbentuk
yang tidak tembus melalui blok. Blok berlubang mirip dengan blok seluler kecuali
rongga yang lewat/tembus melalui blok. Sebagaimana dibahas sebelumnya,
persentase void yang terbentuk dalam blok (dan rongga yang terbentuk dalam bata)
mempengaruhi karakteristik kekuatan tekan dari pasangan bata. Untuk desain
struktural, dua sifat blok paling penting adalah ukuran dan kekuatan tekannya (Arya
2009)

Gambar 2.2 Blok Beton


Sumber: Hendry, 2004
7

2.2 Bata Ringan


Bata beton adalah suatu jenis unsur bangunan berbentuk bata yang dibuat dari
bahan utama semen Portland, air, dan agregat; yang dipergunakan untuk pasangan
dinding, Bata beton dibedakan menjadi bata beton pejal dan bata beton berlubang.
Klasifikasi bata beton pejal maupun berlubang dibedakan menurut tingkat mutunya
yaitu tingkat mutu I, tingkat mutu II, tingkat mutu III, dan tingkat mutu IV (SNI 03-
0349-1989).
Batu bata sekarang ini memang banyak digunakan sebagai bahan konstruksi
dan bangunan. Pengembangan batu bata menjadi batu bata ringan relatif baru pada
bidang bahan konstruksi (Ibrahim et al.2015). Pengembangan batu bata sekarang ini
juga telah bergerak dalam mengurangi berat dan meningkatkan kemampuan isolasi
thermal. Batu bata ringan biasanya diproduksi dengan menambahkan bahan aditif
(Chiang et al. 2009).
Bata ringan adalah beton yang memakai agregat ringan atau campuran agregat
kasar ringan dan pasir alam sebagai pengganti agregat halus ringan dengan ketentuan
tidak boleh melampaui berat isi maksimum beton 1850 kg/m3 (SNI 03-3449-1994).
Beton ringan dengan kisaran kerapatan lebih rendah telah memperoleh ketenaran di
industri konstruksi untuk penerapannya dalam struktur bantalan non-struktural
dimana kebutuhan untuk rasio kekuatan terhadap berat yang lebih tinggi dan produk
yang mudah dipasang dengan memiliki sifat insulasi yang sangat baik. Beton ringan
diketahui memberikan tingkat isolasi termal yang lebih tinggi karena struktur berpori
yang berisi udara dengan konduktivitas termal yang sangat rendah (Kashani et al.
2017)

Gambar 2.3 Bata ringan tipe Cellular Lightweight Concrete


Sumber: Dokumen Pribadi
8

Beton ringan seluler (CLC) atau kadang-kadang mungkin sering menyebut


beton berbusa adalah pasta semen atau mortar, diklasifikasikan sebagai beton ringan,
di mana rongga udara terperangkap dalam mortar oleh agen berbusa (foam agent).
Dengan kontrol yang tepat dalam campuran konten busa, berbagai kepadatan dapat
dicapai antara 500 hingga 1600 kg / m3. Suatu studi tentang kehalusan jenis pengisi
pada kuat tekan beton berbusa dengan campuran semen-fly ash, menunjukkan bahwa
dimasukkannya fly ash membantu distribusi rongga udara lebih seragam daripada
pasir halus (Nambiar dan Ramamurthy, 2006).
Kelayakan bata ringan belum terdapat pada aturan Standar Nasional Indonesia
(SNI). Berdasarkan hal tersebut maka digunakan SNI 03-0349-1989 tentang bata
beton untuk pasangan dinding sebagai syarat yang akan digunakan untuk bata ringan.
Syarat fisis kelayakan bata beton yang harus dipenuhi berdasarkan SNI 03-0349-
1989 yang akan digunakan sebagai acuan bata ringan dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Syarat-Syarat Fisis Bata Beton Pejal
Tingkat Mutu Beton
Syarat Fisis Satuan
I II III IV
Kuat tekan beton rata-rata minimum Kg/cm2 100 70 40 25
Kuat tekan bruto masing-masing benda uji Kg/cm2 90 65 35 21
Penyerapan air rata-rata maksimum % 25 35 - -
Sumber: SNI 03-0349-1989
2.3 Foam Agent
Dua metode pencampuran beton seluler yang paling umum adalah
pencampuran kecepatan tinggi dan metode kompresi udara. Pencampuran
berkecepatan tinggi mencakup penambahan foam agent ke mixer dengan
mencampurnya di kecepatan tinggi untuk membuat gelembung udara, dan kemudian
menambahkan bahan lainnya ke dalam pengaduk yang sama. Secara umum, metode
ini mudah dilakukan, distandarisasi dan banyak digunakan (Ramamurthy 2009).

Gambar 2.4 Foaming Agents


Sumber: Dokumen Pribadi
9

Metode kompresi udara membutuhkan penggunaan mesin kompresi


udara/kompresor untuk membuat gelembung udara yang ditambahkan ke beton yang
baru dicampur untuk membuat struktur seluler. Metode kompresi udara dapat
menggunakan busa basah atau busa kering. Busa basah mencakup menyemprotkan
larutan berbusa di atas jaring halus 2-5 mm dan busa ini relatif kurang stabil dari
pada busa kering. Busa kering biasanya dianggap lebih stabil daripada busa basah
yang membuatnya lebih mudah untuk pencampuran (Narayanan 2000)
Metode kompresi udara lebih mahal daripada pencampuran kecepatan tinggi
tetapi itu menciptakan efisiensi berbusa lebih baik tanpa mengurangi kualitas udara
gelembung. Telah dilaporkan bahwa proses pencampuran berkecepatan tinggi dapat
menghasilkan volume dari gelembung udara yang rusak lebih tinggi, dan berkurang
kandungan udaranya dibandingkan dengan metode kompresi udara (Wang 2010).
Foam Agent ketika ditambahkan ke dalam air campuran itu akan menghasilkan
rongga gelembung yang menjadi tergabung dalam pasta semen. Sifat-sifat beton
berbusa sangat tergantung pada kualitas busa (Hamad 2014).
Nilai kuat tekan bata ringan fascon didapat nilai sebesar 2,82 MPa sedangkan
bata ringan duracon sebesar 0,75 MPa. Pada penambahan foam agent 0,6 lt/m3
mengalami kenaikan sebesar 40,7 % sehingga menjadi 4,02 MPa, pada penambahan
foam agent 0,8 lt/m3 mengalami kenaikan sebesar 32,43 % sehingga menjadi 3,06
MPa, pada penambahan foam agent 1 lt/m3 mengalami penurunan sebesar 6,55%
sehingga menjadi 2,45 MPa. Penurunan kuat tekan pada foam agent 1 lt/m3
dikarenakan busa dalam campuran bata ringan semakin banyak, sehingga tarjadi
banyak rongga didalam bata ringan tersebut (Trinugroho & Murtono, 2015).
2.4 Perkuatan Dengan Penambahan Serat Fiberglass
Sitorus & Dahar ( 2012) mengemukakan bahwa serat kaca adalah material
berbentuk serabut– serabut yang sangat halus yang mengandung bahan kaca. Sediaan
serat kaca dapat berupa potongan kecil, batang, dan anyaman di mana masing-
masing serat kaca tersebut menghasilkan kekuatan mekanis yang berbeda-beda
terhadap resin akrilik.
Dalam desain struktur beton, tegangan tarik yang terjadi dipertahankan oleh
baja tulangan, sedangkan beton tarik tidak diperhitungkan menahan tarik, yang
terjadi karena beton akan segera retak jika mendapat tegangan tarik yang melampaui
10

kekuatan tarik. Dari segi ketahanan struktural, retakan ini akan menimbulkan korosi
pada tulangan baja sehingga akan mengurangi luas tulangan baja, meskipun dari
sudut pandang struktur retak ini tidak berbahaya. Salah satu cara untuk mengurangi
retakan pada area tarik adalah dengan menambahkan bahan yang ditambahkan serat.
Penambahan prinsip serat itu sendiri memberikan penguatan pada beton yang
disebarkan secara merata ke dalam campuran beton dengan orientasi acak untuk
mencegah keretakan beton yang terlalu dini pada area tarik karena panas atau hidrasi
akibat beban. Sehingga kekuatan tarik beton bisa lebih tinggi dari kekuatan tarik
beton biasa (Subandi et al. 2019)

Gambar 2.5 Fiberglass


Sumber: Dokumen Pribadi
Penggunaan Fiberglass rebar (FRP) memegang peranan penting dalam
konstruksi modern. Ini disebabkan dengan kekuatannya dan ketahanan korosi yang
tinggi dan konduktivitas termal yang rendah (Barabanshchikov et al. 2015). Subandi
et al. (2019) telah melakukan penelitian kekuatan beton dengan penambahan variasi
fiberglass berukuran 1 cm x 4 cm dan menyimpulkan bahwa penambahan 0,25 %
fiberglass dapat meningkatkan kuat tekan beton sebesar 24,21 MPa daripada beton
tanpa penambahan fiberglass, serta kuat tarik dan kuat lentur beton meningkat
sebesar 3,9 MPa dan 2,889 MPa dengan penambahan fiberglass 0,75 %.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Novan (2019) telah dilakukan
pengujian kuat tekan bata ringan berkait dengan penambahan fiberglass 0%, 1%, 3%,
6% dan 9%. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil dengan penambahan fiberglass
3% adalah campuran paling tepat dengan hasil pengujian kuat tekan sebesar 2,91
MPa. Metode pengujian lentur lateral menggunakan SNI 03-1454-1996 dengan 2
benda uji berukuran 90 cm x 30 cm x 20 cm dengan penambahan fiberglass 3%
dengan hasil rata-rata pengujian lentur lateral pada beban maksimum sebesar 1,087
N/mm2 dengan lendutan sebesar 6,56 mm.
11

2.5 Metode Taguchi


Metode Taguchi diusulkan oleh Dr. Genichi Taguchi. Metode ini merupakan
suatu metode pengendalian kualitas sebelum proses berlangsung atau sering juga
dinamakan off-line quality control. Metode ini sangat efektif dalam peningkatan
kualitas dan juga mengurangi biaya. Rekayasa kualitas yang diusulkan Taguchi
bertujuan agar performansi produk/prosesnya tidak sensitif atau tangguh terhadap
factor yang sulit dikendalikan (Roy, 1990).
2.5.1 Orthogonal Array
Dalam metode Taguchi digunakan matriks orthogonal array untuk
menentukan jumlah run percobaan minimal yang dapat memberi informasi sebanyak
mungkin tentang semua faktor yang mempengaruhi hasil percobaan. Array disebut
orthogonal karena setiap level dari masing-masing faktor adalah seimbang dan dapat
dipisah dari pengaruh faktor yang lain dalam percobaan (Roy, 2001).
Orthogonal array adalah matriks faktor dan level yang disusun sehingga
pengaruh suatu faktor dan level tidak berbaur dengan faktor dan level lainnya.
Bagian terpenting dari orthogonal array terletak pada pemilihan kombinasi level dari
variabel-variabel input untuk masing-masing percobaan. Notasi Orthogonal Array
adalah Ln(lf) dimana f adalah banyak faktor, l adalah banyak level, n adalah
banyaknya run percobaan dan L lambang orthogonal array (Roy, 2001).
2.5.2 Signal to Noise Ratio (SNR)
Signal to Noise Ratio (SNR) digunakan untuk mengidentikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi variasi suatu respon. Rancangan produk atau proses operasi
konsisten dengan nilai SNR yang besar selalu menghasilkan produksi dengan
kualitas optimum dan minimum varian (Roy, 1990).
Menurut Taguchi, terdapat tiga jenis karakteristik SNR yaitu : Nominal is the
best, Smaller is better, dan Higher is better. Smaller is better merupakan
karakteristik terukur non negatif dengan nilai ideal nol. Nilai nilai yang dituju adalah
suatu nilai terkecil. Nilai SNR untuk karakteristik kualitas Smaller is better adalah:

SNR = -10log10[ ∑ ] (2.1)

2.6 Geser Dinding


Dinding merupakan elemen yang paling mudah mengalami kerusakan yang
disebabkan oleh beban horizontal pada saat terjadi gempa. Distribusi pembebanan
12

yang terjadi pada saat gempa berlangsung ke segala arah sumbu kuat dinding
maupun sumbu lemah dinding. Pembebanan yang berlangsung pada arah sumbu kuat
dinding memberikan tahanan lateral yang lebih baik dibandingkan pembebanan yang
terjadi pada sumbu lemah dinding (Murty, 2005).
Bangunan dengan struktur dinding bata merah di Indonesia belum
menggunakan tulangan sebagai penguat. Bangunan tersebut dikenal sebagai
pasangan bata tanpa perkuatan. Penggunaan pasangan bata terbatas juga telah dikenal
luas di daerah perkotaan, dan sebaliknya di daerah pedesaan. Di pedesaan masih ada
banyak tempat tinggal tanpa dinding terekang dengan hanya pasangan dinding saja.
Oleh karena itu perlu dicatat bahwa Indonesia berada di zona gempa, sehingga beban
yang menghancurkan bangunan adalah beban gempa. Ini ditunjukkan dalam
peristiwa gempa beberapa waktu lalu (Wisnumurti et al., 2013)
Analisis gempa pada struktur tidak beraturan (asimetris) dapat dilakukan
dengan analisis dinamik nonlinear riwayat waktu, tetapi dalam pengerjaanya analisis
ini sangat rumit dan tidak banyak progam komputer yang memiliki fasilitas untuk
analisis ini. Pendekatan analisis gempa dinamik non-linear ini dapat dilakukan
dengan analisis pushover (ATC 40, 1997). Pada dasarnya analisis pushover ini cukup
sederhana, yaitu suatu beban statik tertentu diberikan secara incremental dalam arah
lateral pada pusat massa tiap lantai dari suatu bangunan hingga tercapai keruntuhan
pada elemen struktur atau batasan displacement-nya terlampaui. Hasil akhir dari
analisis ini berupa nilai-nilai gaya-gaya geser dasar (base shear) untuk
mengahasilkan perpindahan dari struktur tersebut. Nilai-nilai tersebut akan
digambarkan dalam bentuk kurva kapasitas yang merupakan gambaran perilaku
struktur dalam bentuk perpindahan lateral terhadap beban (demand) yang diberikan.
(Wisnumurti et al., 2008)

Gambar 2.6 Beban gempa pada arah sumbu kuat dan sumbu lemah
Sumber: Murty (2003)
13

Beban gempa yang terjadi pada arah sumbu kuat dinding dapat menyebabkan
dinding mengalami perubahan geometri menjadi bentuk jajaran genjang
(parallelogram). Perubahan geometri yang terjadi, selain dapat menimbulkan
rusaknya elemen lain yang ada didalam bidang dinding seperti jendela atau kaca,
juga dapat menyebabkan kerusakan atau keruntuhan dinding bila defleksi akibat
beban yang bekerja melebihi kapasitas dari dinding tersebut. Sedangkan pembebanan
pada arah sumbu lemah dinding dapat menyebabkan dinding menjadi runtuh atau
terguling (Murty, 2003)
2.6.1 Pengujian Geser Dinding
Ari, Wisnumurti & Ribut (2016) telah melakukan penelitian mengenai
perilaku geser pada dinding panel jaring kawat baja tiga dimensi dengan variasi rasio
tinggi dan lebar (hw/lw) terhadap beban lateral statik dan menyimpulkan bahwa
beban maksimum (Pu) yang bekerja pada dinding dengan rasio tinggi dan lebar
dinding (Hw/Lw) = 1 mempunyai kapasitas beban yang paling besar baik secara
aktual dan teoritis dibandingkan dengan dinding lainnya yaitu berkisar antara 3
sampai 4 ton lebih.
Pengujian geser dinding telah dilakukan oleh Wang dkk. Pengujian tersebut
untuk memperoleh kekuatan geser dinding dan menganalisis pola keretakan pada
dinding pasangan bata merah konvensional. Wang et al. (2018) menguji kuat geser
dinding yang terdiri dari total sembilan spesimen dinding bata berlubang, termasuk
enam dinding silang. Kolom konstruksi dan ring balok disusun mengelilingi dinding
dengan beton 25 MPa. Bagian lebar kolom dan ring balok harus sama dengan
ketebalan dinding, dan sekitar Skala 1: 2 diadopsi untuk bagian ketinggian. Jadi,
penampang melintangnya adalah 120 mm × 240 mm dan 100 mm × 240 mm adalah
dimensi untuk kolom dan ring balok, untuk tulangan utama dan sengkang adalah tipe
HPB300 dengan diameter 12 mm dan 6 mm. Jarak sengkang adalah 100 dan 150 mm
untuk dua ujung kolom dan ring balok, dan 200 mm untuk bagian tengah. Panjang
perkuatan sengkang yaitu 300 mm di ujung dan 600 mm di tengah untuk kolom dan
balok. Pengaturan dimensi dan penguatan ditunjukkan pada Gambar 2.4.
14

Gambar 2.7 Dimensi dan pengaturan tulangan spesimen dinding


Sumber: Wang, Shi and Tao (2018)
Sekitar 10 hari setelah memasang dinding bata, proses pengikatan batang
baja, pendukung bekisting, dan pengecoran beton selesai secara berurutan (Wang,
Shi and Tao, 2018). Foto dari fabrikasi spesimen ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.8 Pembuatan spesimen: (a) membangun dinding pusat, (b) memasang
bekisting, dan (c) melepas bekisting.
Sumber: Wang, Shi and Tao (2018)
2.6.2 Pengaturan Pengujian dan Pembebanan
Pengaturan tes yang digunakan untuk program eksperimental adalah
ditunjukkan pada Gambar 2.6 dan Gambar 2.7. Beban vertikal ditempatkan pada
bagian atas dinding menggunakan aktuator hidrolik, dan peralatan roller dipasang di
antara dongkrak hidrolik dan balok reaksi. Bantalan balok kaku ganda ditempatkan
antara jack vertikal dan spesimen, jadi beban vertikal dapat dimuat pada spesimen
dinding secara merata dalam bentuk empat beban terkonsentrasi. Pembebanan lateral
dilakukan oleh aktuator elektro-hidrolik servo 1000 kN, dan Seluruh proses
15

pemuatan dikendalikan oleh sistem pengujian beban servo elektro hidrolik MTS
(Wang, Shi and Tao, 2018).

Gambar 2.9 Contoh Pengaturan pengujian untuk uji geser dinding.


Sumber: ASTM E2126 – 11

Gambar 2.10 Pengaturan pengujian: (kiri) membuat sketsa peta dan (kanan) foto
dari beban aktual.
Sumber: Wang, Shi and Tao (2018)
Keterangan gambar : (1) Gelagar reaksi; (2): jack minyak; (3): dudukan balok; (4):
dinding reaksi; (5): aktuator untuk gaya lateral; (6): sekrup;
(7): spesimen uji; (8): baut; dan (9): perkuatan balok pondasi.

Ada dua langkah pembebanan dalam tes, yaitu sebagai berikut: (1) gaya
kompresi aksial pertama kali diinduksi oleh load-jack (sesuai dengan target vertikal
kompresif stres) dan kompresi aksial dijaga konstan selama seluruh proses
pembebanan, dan (2) beban siklik kemudian diterapkan secara lateral menggunakan
aktuator MTS (Wang, Shi &Tao 2018).
16

2.6.3 Perilaku Umum dan Pola Kegagalan


Perilaku dinding dalam menerima beban biasanya terlihat pada mekanisme
keruntuhan suatu dinding yang diawali dengan timbulnya keretakan pada dinding,
kemudian tulangan leleh dan pada akhirnya dinding runtuh. Rasio tinggi dan lebar
(Hw/Lw) pada dinding akan mempengaruhi bagaimana perilaku dinding tersebut
dalam menerima beban lateral. Pada perbedaan rasio tinggi dan lebar (Hw/Lw)
dinding tersebut nantinya akan dapat dilihat pada dinding mana yang akan terjadi
mekanisme kegagalan geser (shear dominant), lentur (flexural dominant), atau
bahkan terjadi geser dan lentur. Perilaku geser (Shear Behavior) pada dinding
ditandai dengan adanya mekanisme kegagalan geser atau retak geser pada dinding.
Keruntuhan atau kegagalan dinding jenis ini sifatnya getas dan menghasilkan
perilaku disipasi yang jelek (Ari, Wisnumurti & Ribut 2016)
Saraj (2008) mengemukakan bahwa kerusakan pada dinding pasangan bata
biasanya ditandai oleh retak. Kategori retak berdasarkan dimensinya untuk struktur
dinding pasangan dibedakan menjadi 2 kategori. Kategori pertama tidak berpengaruh
pada struktur kecuali aestetik bangunan, ukuran retak ini mulai 0,1 mm sampai
dengan 2,0 mm. Kategori kedua retak yang akan berpengaruh pada penggunaan dan
pelayanan bangunan sehingga perlu untuk diperhatikan bila perlu harus diperbaiki
karena dapat mengakibatkan keruntuhan bangunan, dimensi retaknya dimulai dari
2,0 mm sampai yang paling berbahaya adalah 25 mm. Untuk lebih jelasnya bisa
dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Kategori retak sesuai dimensi lebarnya
Kategori Ukuran Retak
Efek Retak Pada Struktur
Retak (mm)
P0 < 0,1 Tidak mempunyai efek
P1 0,1 – 0,3 Tidak mempunyai efek penting
P2 0,3 – 1,0 Akan memiliki Aesthetic Effect
P3 1,0 – 2,0 Memiliki Aesthetic Effect
P4 2,0 – 5,0 Cracking of arches
Jamming of doors anf windows, cracking of walls,
P5 5,0 – 15,0 shear diagonal cracking in ceilings, falling plaster
collapsing arches, breaking of plumbing and pipes
P6 15,0 – 25,0 Dinding runtuh lokal
P7 > 25,0 Berbahaya untuk struktur, peringatan untuk struktur
Sumber: Saraj (2008)
17

Gambar 2.11 Contoh pola retak pasangan dinding


Sumber: Wang, Shi and Tao, 2018

2.7 Analisis Statik Lateral Portal Dinding Bata Ringan Berkait


Beban statik atau monotonik adalah beban yang bekerja pada suatu struktur
dengan intensitas yang tetap, tempat yang tetap dan arah kerja yang tetap. Analisis
beban statik merupakan penyederhanaan analisis dinamik suatu struktur yang dilanda
gempa dengan menggunakan gaya lateral. Pembebanan statik yang dilakukan
mengacu pada static load test ASTM E 564-2003 serta ASTM E 2126-2011
2.7.1 Kekakuan elastis dan kuat geser
Kekakuan elastis didefinisikan sebagai kemiringan kurva beban-simpangan
atau kurva envelope pada beban pada saat 0,4Ppeak. Kemiringan garis digunakan
untuk menentukan bagian elastis kurva. Hal ini juga digunakan untuk menemukan
parameter seperti Pyield, Δyield dan daktilitas. Menurut ASTM E 2126-2011 Kekakuan
elastik didapat dengan menggunakan persamaan berikut:

Ke = (2.2)

dengan :
Ke : Kekakuan elastis (kN/mm)
0,4 Ppeak : Beban pada saat 0,4 Ppeak (kN)
18

Δ0,4 Ppeak : Simpangan pada saat beban 0,4 Ppeak (mm)


Menurut ASTM E 2126-2011 Besarnya kuat geser yang terjadi pada dinding
merupakan besarnya beban ultimit terhadap satuan bentang panjang dinding dan
dapat dihitung dengan persamaan:

v peak = (2.3)

dengan :
v peak : Kuat geser (kN/mm)
Ppeak : Beban maksimum (kN)
L : lebar dinding yang dikenai beban (mm)
2.7.2 Beban leleh dan simpangan leleh
Menurut ASTM E 2126-2011 Beban pada saat kondisi leleh (Pyield) dapat
dihitung dengan persamaan berikut:

Pyield = ( √ )𝐾𝑒 (2.4)

dengan :
Pyield : Beban leleh (kN)
Δu : Simpangan pada saat beban ultimit (mm)
A : Luas kurva envelope mulai dari nol hingga simpangan ultimit
(kNmm)
Ke : Kekakuan elastis (kN/mm)
Setelah menentukan Pyield maka menurut ASTM E2126 02a (ASTM 2013)
simpangan leleh dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Δyield = (2.5)

dengan :
Δyield : Simpangan leleh (mm)
Pyield : Beban leleh (kN)
Ke : Kekakuan elastis (kN/mm)
2.7.3 Daktilitas
Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur untuk melakukan deformasi
melewati batas elastisitasnya yang dinyatakan dengan leleh pertama kali (first yield)
tanpa adanya penurunan kekakuan yang berlebihan. Daktilitas merupakan
19

perbandingan antara simpangan ultimit dengan simpangan leleh dari grafik hubungan
antara beban dengan simpangan yang dihitung pada butir sebelumnya (ASTM
E2126). Berikut persamaan daktilitas:

µ= (2.6)

dengan :
µ : Daktilitas (mm)
Δ𝑢ltimit : Simpangan pada saat beban 0,8Ppeak (mm)
Δ 𝑖𝑒𝑙𝑑 : Simpangan pada saat beban leleh pertama kali (mm)
2.7.4 Kurva equivalent energy elastic – plastic (EEEP)
Kurva EEEP merupakan suatu luasan pendekatan dari kurva beban simpangan
ataupun kurva envelope yang asli yang dipengaruhi oleh simpangan ultimit dan
simpangan pada sumbunya. Bagian dari kurva EEEP (Gambar 2.9) tersebut bisa
terdiri dari kemiringan yang sama dengan kemiringan kurva asli berupa kekakuan
elastis (Ke) sedangkan kondisi plastis ditunjukkan dengan garis horizontal dengan
beban leleh (Pyield). Luasan kurva elastis plastis didapat dengan prinsip keseimbangan
luasan kurva beban simpangan yang dihubungkan puncaknya. Bagian dari kurva
yang mempunyai garis dengan kemiringan sama berupa kekakuan geser elastis-
plastis pada saat beban 0,4Ppeak dan simpangan Δ0,4Ppeak. Beban runtuh merupakan
nilai 0,8Ppeak sedangkan nilai failure limit state menyatakan titik dimana hubungan
antara beban dan simpangan terhadap titik data terakhir dengan beban waktu sebesar
atau lebih besar dari 0,8 Ppeak.
2.7.5 Kehilangan energi (energy dissipation)
Struktur mampu menahan deformasi yang besar dan sebagian besar
mengalami kehilangan energi selama terjadi gempa. Jumlah kehilangan energi dari
struktur diambil langsung dari kurva beban-perpindahan. Kehilangan energi dari
hasil tes monotonik adalah luas area di bawah kurva diukur dari perpindahan awal
sampai pada perpindahan pada saat dinding mengalami kerusakan.
20

Gambar 2.12 Equivalent energy elastic plastic curve


Sumber: ASTM E2126 – 11

2.8 Penelitian Kuat Geser Dinding Sebelumnya


Pandu Ramadhan (2019) mengemukakan bahwa saat pengujian beban statik
pushover, dinding interlocking masonry brick dikelilingi oleh portal kolom – balok
dengan ukuran 13 cm x 13 cm untuk mendapatkan kondisi sesuai aplikasi
pembangunan dinding pada umumnya. Contohnya seperti dinding yang dikelilingi
kolom dan balok praktis pada rumah sederhana sehingga jika sampel portal dinding
interlocking masonry brick diberi beban searah in-plane dinding maka akan didapat
hasil pengujian beban – simpangan dan pola retak yang mendekati kondisi di
lapangan.
Dari hasil pengujian beban statik pushover, dinding interlocking masonry
brick mampu menerima beban maksimum sebesar 63931,2 N dan simpangan ultimet
35 mm dengan lebar retak 4 mm. Dari hasil pengujian beban statik pushover, dinding
interlocking masonry brick mampu menerima beban maksimum sebesar 63931,2 N
dan simpangan ultimet 35 mm dengan lebar retak 4 mm. Hasil analisis kekakuan
elastis portal dinding interlocking masonry brick didapat 5905,88 N/mm dan beban
leleh sebesar 57237,55 N dengan simpangan leleh 9,69 mm. Berdasarkan pola retak
yang terjadi, portal dinding interlocking masonry brick termasuk tipe stepped cracks
shear failure. Kegagalan portal dinding terjadi akibat gaya geser yang ditandai
21

dengan timbulnya retak pada dinding seperti pola tangga (Ramadhan, 2019). Grafik
hasil pengujian dapat dilihat pada gambar 2.11.

Gambar 2.13 Kurva Equivalent energy elastic plastic curve portal dinding
interlocking masonry brick
Sumber: Sumber: Wang, Shi and Tao (2018)
Wang, Shi and Tao (2018) melakukan penelitian pengujian perilaku seismik
dan kuat geser dinding pada benda uji CW1 dengan parameter desain kelas kekuatan
mortar terendah sebagai tolak ukur yaitu kelas M5 dan kuat tekan vertikal 0,5 MPa,
didapatkan hasil sebesar 361 kN pada beban maksimum, simpangan leleh sebesar
3,18 mm, simpangan ultimit sebesar 8,03 mm dan faktor daktilitas rata-rata sebesar
2,69. Grafik hasil pengujian dapat dilihat pada gambar 2.12.

Gambar 2.14 Kurva Pengujian (Skeleton Curves) benda uji.


Sumber: Pandu Ramadhan (2019)
22

2.9 Interlocking Block


Ada banyak upaya untuk meningkatkan konstruksi dinding bangunan dengan
memanfaatkan blok-blok pengunci yang dibentuk dan tidak memerlukan sambungan
mortar tetapi lebih mengandalkan pada interaksi antar struktural pada bagian-bagian
blok untuk menstabilkan dinding. Dua kelemahan dari sistem yang ada dapat
ditemukan bahwa blok individu relatif rumit atau lebih dari satu jenis blok dasar
diperlukan. Kerugian lain terletak pada kenyataan bahwa sistem blok cetakan yang
dikenal tidak mudah disesuaikan untuk menghasilkan tampilan visual yang
sebanding dengan batu bata umum baik sehubungan dengan ukuran atau ikatan
bangunan yang dapat dicapai (Hancock 1976).
Interlocking masonry brick adalah bata beton yang permukaan atas dan bawah
maupun sisi samping bata didesain seperti sambungan yang saling mengunci satu
sama lain. Interlocking masonry brick dimungkinkan untuk tidak memerlukan mortar
sebagai pengikat antar bata. Sehingga pemasangan bata menjadi sebuah pasangan
dinding akan semakin cepat dan efektif daripada pemasangan bata konvensional
(Ramadhan 2019)
Tujuan utama dari penemuan ini adalah untuk menyediakan konstruksi bata
yang saling terkait di mana batu bata di setiap jalur terikat dengan kuat, satu dengan
yang lain, dengan demikian memberikan kekuatan dan ketahanan, serta berkontribusi
terhadap pencegahan terhadap api atau rembesan air melalui sambungan (Philip
Brown 1934)

Gambar 2.15 Model beton ringan interlocking untuk pasangan dinding


Sumber: Philip Brown (1934)
23

2.9.1 Pengaplikasian Bata Ringan Pada Pasangan Dinding


Fitur interlocking pada bata ringan atau beton ringan memberikan
penyelarasan yang tepat di dinding tanpa menggunakan sarana tambahan lainnya.
Kait yang saling mengunci lebih mudah dibentuk dari bahan lain yang cocok dan
tepat. Dalam struktur dinding ikatan ini, setiap blok unit akan dipasang
memproyeksikan dari bentuk kait yang berdekatan, sehingga dengan cara ini setiap
blok unit secara mekanis akan saling bertautan dengan yang lainnya (Calvin 1976).
Dengan pandangan tujuan yang ada di atas, penelitian ini terdiri dari
kombinasi dan campuran bahan, selanjutnya dapat diuraikan lebih lengkap serta
diilustrasikan dalam gambar yang menyertainya, dan lebih khusus lagi dapat
dilakukan dalam bentuk, ukuran, proporsi dan rincian kecil pada sebuah konstruksi
(Sams 1966).

Gambar 2.16 (a) Sample model bata ringan interlocking


(b) Pengaplikasian model bata ringan interlocking pada dinding
Sumber: www.buildingdesignindex.co.uk (2018)
24

BAB III
METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi pengujian bahan dan material, pembuatan benda uji, dan pengujian
kuat tekan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Bahan Jurusan
Teknik Sipil, Politeknik Negeri Malang. Sedangkan untuk pengujian kuat geser
pasangan dinding bata ringan berkait dilaksanakan di Laboratorium Struktur Jurusan
Teknik Sipil, Politeknik Negeri Malang.
Waktu yang digunakan untuk penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2019.
Adapun pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan waktu adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.1 Waktu pelaksanaan penelitian
Bulan (2019)
Kegiatan Penelitian
Des Jan Feb Mar Apr Mei
a. Perijinan Penelitian
b. Pelaksanaan Penelitian
1) Persiapan Bahan
2) Pemeriksaan Bahan
3) Percobaan Trial-Mix
4) Pembuatan Benda Uji Silinder
5) Pengujian Kuat Tekan Benda Uji Silinder
6) Pembuatan Benda Uji
7) Perawatan Benda Uji
8) Pengujian Benda Uji

3.2 Desain Penelitian


Objek penelitian ini adalah berupa bata ringan berkait (interlocking) yang
nantinya akan dilakukan permodelan pada unit bata ringan kait tersebut dan juga
pada pasangan pada dinding. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode pengujian kuat tekan dan pengujian geser dengan desain penelitian
eksperimen murni yang dilakukan langsung di laboratorium.
25

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data tentang komposisi dan


prosentase pada penggunaan semen putih, air, fiberglass dan foam agent terhadap
kuat geser pada penerapan konstruksi dinding dengan menggunakan model bata
ringan berkait.
Dalam penelitian ini, variabel bebas adalah faktor air semen, penambahan
prosentase fiberglass, dan konsentrasi foam agent terhadap air. Sedangkan untuk
variabel terikatnya adalah prosentase komposisi semen putih. Untuk variable yang
terakhir adalah variable kontrol, yaitu material, tempat penelitian serta alat yang
digunakan sama.
Hipotesis pada penelitian ini adalah berat isi terkecil adalah dengan
penambahan prosentase fiberglass terbesar, kuat tekan optimum dapat dicapai
dengan penambahan kadar fiberglass terbesar dan konsentrasi foam agent terkecil
dan kuat geser pasangan dinding dengan bata ringan berkait lebih besar daripada kuat
geser pasangan dinding dengan bata ringan biasa yang diperjualbelikan di pasaran.
3.3 Sampel Penelitian
Sampel awal dalam penelitian ini adalah 16 buah benda uji kubus dengan
dimensi panjang 15 cm, lebar 15 cm dan tinggi 15 cm setelah berumur 28 hari dan
10 unit pasangan bata ringan berkait. Sampel yang digunakan untuk pengujian kuat
tekan masing-masing 1 buah sampel berbentuk kubus 15 cm × 15 cm × 15 cm untuk
setiap komposisi variasi faktor air semen, penambahan prosentase fiberglass, dan
konsentrasi foam agent. Pemilihan benda uji kubus disini karena benda uji bersifat
mortar dan berdasarkan jurnal terdahulu menggunakan kubus, serta kuat tekan yang
ingin dicapai adalah dalam satuan kg/cm2 . Untuk pengujian geser bidang pada bata
ringan berkait ini dilakukan dengan menyusun benda uji secara vertikal dan
horisontal membentuk dinding.
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan Novan (2019) rincian
persentase fiberglass terhadap komposisi campuran adalah 0%, 1%, 3%, 6%, dan
9%. Dari penelitian itu didapatkan hasil dengan penambahan fiberglass 3% adalah
campuran paling tepat dengan hasil pengujian kuat tekan sebesar 2,91 Mpa. Untuk
mengetahui hasil optimum kuat tekan variasi campuran maka penambahan fiberglass
untuk pengujian bahan uji ditunjukkan pada tabel 3.2.
26

Tabel 3.2 Rincian Perbandingan Komposisi Campuran Bahan Uji Kubus


Control and Level
Jumlah
Run Konsentrasi foam Persentase Fiberglass
Faktor Air Semen Sampel
agent terhadap air terhadap berat semen
1 0,50 1:20 1% 1 Buah
2 0,50 1:15 1,5% 1 Buah
3 0,50 1:12,5 2% 1 Buah
4 0,50 1:10 2,5% 1 Buah
5 0,55 1:20 2% 1 Buah
6 0,55 1:15 2,5% 1 Buah
7 0,55 1:12,5 1% 1 Buah
8 0,55 1:10 1,5% 1 Buah
9 0,60 1:20 2,5% 1 Buah
10 0,60 1:15 1% 1 Buah
11 0,60 1:12,5 1,5% 1 Buah
12 0,60 1:10 2% 1 Buah
13 0,65 1:20 1,5% 1 Buah
14 0,65 1:15 2% 1 Buah
15 0,65 1:12,5 2,5% 1 Buah
16 0,65 1:10 1% 1 Buah
Total Sampel 10 Buah

Tabel 3.3 Rincian Sampel Benda Uji Bata Ringan Berkait


No Pengujian Kuat Geser Bidang Jumlah Sampel
1. 10 Buah 10 Buah
Total Sampel 10 Buah

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Data yang digunakan pada penelitian ini adalah variasi faktor air semen,
penambahan prosentase fiberglass, dan konsentrasi foam agent pada campuran bata
ringan dan bentuk serta dimensi bata ringan berkait. Pengumpulan data pada
penelitian ini menggunakan metode pengujian yang datanya bersifat angka-angka
statistik. Peneiti berasumsi bahwa pengujian yang dikenakan pada sampel merupakan
alat atau instrument pengumpul data pada penelitian ini. Pengujian yang dimaksud
adalah mencari pengaruh faktor air semen, penambahan prosentase fiberglass, dan
konsentrasi foam agent pada campuran bata ringan terhadap kuat tekan dan
pemodelan bata ringan berkait terhadap uji kuat geser bidang pada pasangan dinding.

3.4.1 Pengumpulan Data


Pengumpulan data diperoleh dengan pengujian yang dicatat dan digunakan
sebagai bahan untuk pembahasan serta analisa data dalam laporan penelitian.
27

a. Hasil Uji Kuat Tekan Benda Uji Kubus


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kuat tekan benda uji dengan variasi
faktor air semen, penambahan prosentase fiberglass, dan konsentrasi foam agent
pada campuran.
b. Hasil Uji Geser Pasangan Dinding Bata Ringan Berkait
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai kuat geser maksimal model benda
uji.
3.4.2 Sumber Data
Data yang diperlukan dalam pelaksanakan penelitian ini didapat dua macam
data adalah sebagai berikut:
a. Data yang diperoleh dari jurnal maupun literatur/referensi berupa buku-buku yang
relevan dan jurnal-jurnal penelitian yang dapat membantu proses penelitian
terhadap pemodelan bata ringan berkait.
b. Data yang diperoleh dari hasil pengujian yang telah dilakukan di laboratorium,
yaitu diantaranya pengujian komposisi faktor air semen, penambahan prosentase
fiberglass, dan konsentrasi foam agent yang optimal terhadap berat isi, kuat tekan
dan pengujian pemodelan bata ringan berkait terhadap kuat geser bidang.
3.5 Alur Penelitian
Metode penelitian ini dapat dijelaskan dalam bentuk diagram alir atau bentuk
flow chart sebagai berikut:

Mulai

Identifikasi masalah

Studi literatur dan pengumpulan data

Persiapan alat dan bahan

Pengujian bahan

Trial Mix dan Pembuatan benda uji kubus

Pengujian kuat tekan

A
28

Analisis Komposisi optimum

Pembuatan Benda Uji bata ringan berkait

Pembuatan pasangan dinding

Pengujian Kuat geser

Analisis Data Dan pembahasan

Kesimpulan dan saran

Selesai

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian


Sumber: Dokumen pribadi
3.6 Persiapan Bahan/Material dan Alat Pengujian
Pada penelitian ini seluruh material/bahan dan peralatan yang akan digunakan
dipersiapkan terlebih dahulu sebelum memulai pengujian material. Material dan
peralatan yang akan digunakan antara lain:
3.6.1 Bahan/Material
a. Air bersih yang digunakan dari Laboratorium Uji Bahan Teknik Sipil Politeknik
Negeri Malang.
b. Semen Putih produksi Semen Tiga Roda kemasan 40 kg. Penggunaan semen putih
karena daya rekatnya tinggi sehingga tidak mudah retak, dan untuk memberikan
warna putih pada dinding sehingga tidak memerlukan plester dan plamir.

Gambar 3.2 Semen Putih


Sumber: Dokumen pribadi
c. Fiberglass berukuran panjang 1 mm-10 mm.
29

d. Foam agent, Foam Agent adalah bahan utama dalam penelitian ini karena
penambahan bahan ini bertujuan untuk membuat gelembung pada campuran bata
ringan.

Gambar 3.3 Foam Agent


Sumber: Dokumen pribadi
e. Sloof, balok dan kolom praktis menggunakan baja tulangan polos 4Ø10 mm untuk
tulangan utama dan tulangan Ø8 mm untuk sengkang dengan jarak antar
sengkang 200 mm pada saat pengujian geser dinding pasangan bata ringan
berkait.
f. Komposisi yang digunakan dalam pencampuran beton sloof, balok dan kolom
praktis adalah 1 semen : 2 pasir : 3 kerikil.
3.6.2 Alat Produksi
a. Mesin pengaduk material beton (mixer).

Gambar 3.4 Mesin pengaduk beton


Sumber: Dokumen pribadi
b. Bor listrik dan mata bor pengaduk cat untuk mengaduk adonan bata ringan pada
saat Trial mix.
c. Foam Generator yang didalamnya terdapat kompresor dan komponen lain yang
dirakit untuk membuat foam agent menjadi busa atau foam.
30

Gambar 3.5 Foam Generator


Sumber: Dokumen pribadi
d. Cetakan untuk bata ringan berkait, digunakan cetakan khusus yang telah
dilakukan fabrikasi dari kayu multipleks.

Gambar 3.6 Bekisting Bata Ringan Berkait


Sumber: Dokumen pribadi
e. Cetakan Kubus beton (ukuran 15 cm x 15cm x 15 cm) dan kunci pas.

Gambar 3.7 Cetakan Kubus


Sumber: Dokumen Pribadi
f. Roll Meter.
g. Palu karet dan kapi.
31

h. Pemotong kertas, untuk memotong fiberglass yang berbentuk lembaran menjadi


ukuran 1 mm – 10 mm.
i. Sendok spesi dan cetok.
j. Gelas ukur kapasitas 1000 ml untuk kebutuhan air dan gelas ukur kapasitas 100
ml untuk pengukuran volume foam agent pada proses pencampuran bahan benda
uji.

Gambar 3.8 Gelas ukur kapasitas 1000 ml dan kapasitas 100 ml


Sumber: Dokumen Pribadi
k. Ember/timba, untuk tempat pengadukan adonan.

Gambar 3.9 Ember dari kaleng cat


Sumber: Dokumen Pribadi
32

l. Timbangan dengan kapasitas 100 kg dan ketelitian mencapai 0,1 kg, untuk
menimbang material dan benda uji, serta timbangan digital untuk menimbang
berat fiberglass dengan ketelitian 0,01 gram.

Gambar 3.10 Timbangan kapasitas 100 kg dan timbangan digital


Sumber: Dokumen Pribadi
3.6.3 Alat Pengujian
Pada pengujian ini diperlukan 2 alat, yaitu uji kuat tekan dan uji kuat geser.
a. Alat uji kuat tekan : mesin CTM (Compaction Testing Machine).
33

Gambar 3.11 Alat uji kuat tekan beton


Sumber: Dokumen pribadi
b. Alat uji kuat geser : Reaction Girder, Dial Gauge, Hydraulic Jack dan Pomba
Hydraulic jack.

Gambar 3.12 Alat uji kuat geser bidang


Sumber: Dokumen pribadi

Gambar 13 Dial Gauge


Sumber: Dokumen pribadi

Gambar 3.14 Hydraulic Jack dan Pomba Hydraulic jack


Sumber: Dokumen pribadi
3.7 Rancangan Komposisi Trial Mix
Adapun desain kriteria bata ringan berkait adalah sebagai berikut:
34

1. Kuat tekan rencana : 4 N/mm2 = 40,7886 kg/cm2


2. Berat isi rencana : 500 – 1000 kg/m3
3. Ukuran fiberglass : 1 mm – 10 mm
Tabel 3.4 Komposisi Trial Mix Benda Uji Kubus dengan berbagai variasi
Semen Air Fiber Air Untuk Air Untuk Foam Foam Agent
Run
(gram) (ml) (gram) Pasta (ml) Agent (ml) (ml)
1 2500 1250 25 416,7 833,3 41,7
2 2500 1250 37,5 416,7 833,3 55,6
3 2500 1250 50 416,7 833,3 66,7
4 2500 1250 62,5 416,7 833,3 83,3
5 2500 1375 50 458,3 916,7 45,8
6 2500 1375 62,5 458,3 916,7 61,1
7 2500 1375 25 458,3 916,7 73,3
8 2500 1375 37,5 458,3 916,7 91,7
9 2500 1500 62,5 500,0 1000,0 50,0
10 2500 1500 25 500,0 1000,0 66,7
11 2500 1500 37,5 500,0 1000,0 80,0
12 2500 1500 50 500,0 1000,0 100,0
13 2500 1625 37,5 541,7 1083,3 54,2
14 2500 1625 50 541,7 1083,3 72,2
15 2500 1625 62,5 541,7 1083,3 86,7
16 2500 1625 25 541,7 1083,3 108,3

Mengacu pada trial sebelumnya, berat semen pada trial kubus 15 cm x 15 cm


x 15 cm, diperlukan semen 2,5 kg sehingga adonan tidak kurang atau berlebih dan
berat isi pada saat kering tidak melebihi 1000 kg/m3. Untuk faktor air semen yang
diperlukan dan foam agent yang digunakan sesuai seperti tabel 3.4. Proporsi air tidak
seluruhnya dicampurkan untuk foam agent melainkan dibagi 1/3 untuk pasta semen
dan 2/3 untuk pembuatan foam. Cara ini bertujuan untuk menanggulangi adonan
terlalu kering dan kasar sehingga menghilangkan busa atau foam yang dicampurkan
pada adonan dan mengakibatkan volume menyusut.
3.8 Pembuatan Benda Uji
Proses pembuatan benda uji secara berurutan adalah persiapan alat dan bahan,
pengadukan campuran, dan pencetakan benda uji baik silinder maupun bata ringan
berkait. Langkah-langkah yang dilakukan untuk pembuatan benda uji adalah sebagai
berikut.
3.8.1 Persiapan Alat dan Bahan
a. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, seperti memotong
lembaran fiberglass menjadi ukuran 1 mm – 10 mm dengan alat pemotong
kertas.
35

b. Menimbang bahan material seperti semen, foam agent, fiberglass, dan air
sesuai kebutuhan.

Gambar 3.15 Menimbang berat semen dan fiberglass


Sumber: Dokumen Pribadi
c. Menyiapkan cetakan benda uji kubus dan cetakan bata ringan berkait.
3.8.2 Pengadukan Campuran
a. Memasukkan air dan semen secara berturut-turut ke dalam ember dan diaduk
dengan bor listrik pada saat trial. Sedangkan pada pencetakan bata ringan
berkait bahan-bahan dimasukkan ke mesin pengaduk beton (mixer)

Gambar 3.16 Memasukkan semen putih ke dalam ember


Sumber: Dokumen Pribadi
b. Membuat busa atau foam menggunakan mesin produksi busa atau foam
generator.
36

Gambar 3.17 Membuat busa dari foam generator


Sumber: Dokumen Pribadi
c. Memasukkan busa ke dalam adonan ember atau mixer sampai foam
generator tidak mengeluarkan busa lagi.

Gambar 3.18 Hasil busa dimasukkan ke dalam ember


Sumber: Dokumen Pribadi
d. Memasukkan fiberglass pada adonan, dan dilanjutkan mengaduk sampai
tercampur rata.
37

Gambar 3.19 Pengadukan manual pada saat trial dengan bor listrik
Sumber: Dokumen Pribadi
e. Memeriksa berat jenis basah campuran adukan bata ringan.

Gambar 3.20 Pemeriksaan berat basah adonan bata ringan ukuran 1 liter
Sumber: Dokumen Pribadi
3.8.3 Pencetakan Benda Uji
a. Menyiapkan cetakan. Untuk pencetakan pada trial benda uji, menggunakan
cetakan Kubus. Tujuan digunakan cetakan ini adalah nantinya benda uji akan
dilakukan pengujian kuat tekan guna untuk mengetahui kekuatan tekan yang
dapat diterima oleh benda uji yang nantinya dapat dilanjutkan untuk bahan
pembuatan bata ringan berkait.
b. Memasukkan campuran adukan bata ringan ke dalam cetakan.
38

Gambar 3.21 Menuang Adonan Bata Ringan Ke Dalam Cetakan Kubus


Sumber: Dokumen Pribadi
c. Getarkan perlahan dengan cara memukulkan palu karet ke cetakan untuk
memadatkan bata ringan, lalu memberi label di atas adonan dengan kertas
yang sudah diberi keterangan segera setelah menuangkan adukan.

Gambar 3.22 Memberi label pada trial mix bata ringan


Sumber: Dokumen Pribadi
d. Setelah 24 jam, meratakan kelebihan adonan supaya bentuk dan ukuran yang
direncanakan menjadi kubus dengan ukuran 15 cm x 15 cm x 15 cm
menggunakan kapi.
e. Menimbang berat benda uji pada timbangan kapasitas 100 kg
39

Gambar 3.23 Menimbang berat benda uji trial mix.


Sumber: Dokumen Pribadi
f. Lalu memasukkan ke dalam kolam perawatan (curing).

Gambar 3.24 Memasukkan benda uji ke dalam kolam curing.


Sumber: Dokumen Pribadi

3.9 Metode Pengujian


Metode pengujian adalah suatu metode dimana kita dapat mengetahui
kekuatan benda uji yang telah dibuat. Langkah-langkah penelitian yang tepat perlu
dilakukan untuk mendapatkan hasil pengujian laboratorium yang sesuai.
3.9.1 Pengujian Kuat Tekan
Metode pengujian dan rumus untuk perhitungan kuat tekan beton dengan
benda uji silinder pada pengujian ini berdasarkan SNI-1974-2011.
a. Tujuan: untuk mengetahui nilai kuat tekan pada benda uji bata ringan
b. Alat dan Bahan:
1) Mesin uji tekan.
2) Benda uji bata ringan berbentuk kubus.
40

c. Langkah kerja:
1) Mengambil benda uji yang akan ditentukan kekuatan tekannya dari bak
perendam, bersihkan sampel dari kotoran yang menempel dengan kain
yang lembab
2) Menimbang berat dan ukuran benda uji.
3) Meletakkan benda uji di mesin tekan.
4) Menyalakan mesin tekan dengan kecepatan yang ditentukan.
5) Mematikan mesin tekan setelah itu lihat kekuatan beton tersebut.
6) Mengeluarkan benda uji dari mesin tekan.
7) Catatlah hasil dari kuat tekan yang sudah diperoleh, lalu hitunglah kuat
tekan benda uji dengan membagi beban tekan maksimum dengan luas
penampang benda uji. Berdasarkan SNI 1974:2011 rumus yang
digunakan untuk menhitung kuat tekan beton adalah sebagai berikut:

f’c = (3.1)

Keterangan:
f’c = Kuat Tekan (kg/cm2)
P = Beban tekan maksimum (kg)
A = Luas penampang benda uji (cm2)
8) Ulangi langkah diatas pada setiap variasi campuran hingga selesai.
3.9.2 Pengujian Statik Dinding dengan Beban Pushover
Penelitian ini menguji kuat geser dinding pasangan bata ringan berkait dengan
dimensi (1,0 x 1,0 x 0,125) m yang diletakkan di atas sloof sesuai perencanaan agar
tidak terangkat saat pengujian. Proses pembuatan dinding uji dengan cara melakukan
pengecoran sloof berukuran 0,13 m x 0,13 m terlebih dahulu dengan mengaitkan satu
pasangan dasar bata ringan berkait dengan sloof. Lalu menyusun bata menjadi
susunan ½ bata. Kemudian dilakukan pengecoran kolom berukuran 0,13 m x 0,13 m
dan ring balok berukuran 0,13 m x 0,13 m bila seluruh bata telah terpasang. Tunggu
sampel dinding hingga berumur 28 hari sehingga sampel dapat diuji.
Pengujian statik dinding bata ringan interlock mengacu pada ASTM E 564-
2003. Penyetelan (setting) alat uji statik dilakukan dengan memasang hydraulic jack
pada siku atas dinding diletakkan sejajar in-plane dinding. Sedangkan sisi depan
41

hydraulic jack dipasang dial gauge untuk mengetahui displacement lateral yang
terjadi akibat beban pushover. IWF-beam dan hydraulic jack dirakit sedemikian
rupa, sehingga beban dapat mendorong benda uji dan pembacaan dial lebih akurat.
Penyetelan dan letak alat hydraulic jack dapat lebih jelas dilihat pada gambar 3.4.
Semua dial gauge dan load cell harus sudah dikalibarasi terlebih dahulu untuk
memastikan bahwa alat-alat tersebut berfungsi secara baik dan tidak memengaruhi
hasil penelitian. Pengujian statik dinding diperlukan beberapa orang untuk membaca
dial load dan dial gauge. Beban diberi dan ditambah secara bertahap dengan interval
kenaikan yang sama hingga dinding runtuh. Dinding dikatakan runtuh apabila tebal
retak yang terjadi lebih besar dari 4 mm (Prayuda, 2015. Setiap kenaikan beban tiap
bar dicatat dial load, dial indicator dan lihat pola retak yang terjadi.

Gambar 3.25 Setting uji kuat geser bidang pasangan dinding bata ringan berkait
Sumber: Dokumen pribadi
3.10 Pemodelan Bata Ringan Berkait (Interlocking)
Pada penelitian ini digunakan dua model bata ringan berkait. Keduanya
merupakan bentuk dan modelnya diambil dari jurnal dan penelitian sebelumnya
namun sedikit mengubah dimensi dan bentuk kaitnya. Berikut adalah gambaran
bentuk nyata konstruksi bata ringan berkait berukuran 50 cm x 20 cm x 12,5 cm yang
akan digunakan.
42

Gambar 3.26 Bentuk 3D Bata Ringan Berkait


Sumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.27 Bentuk 3D Dinding Bata Ringan Berkait


Sumber: Dokumen Pribadi
3.10 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil kuat
tekan dan kuat geser bata ringan berkait yang telah dilakukan di Laboratorium
dengan bata ringan yang ada di pasaran. Hasil pengujian dan sumber data
dilaksanakan dengan metode di bab 3, pengolahan dan perhitungan data-data
dihitung dengan rumus-rumus yang ada di bab 2. Hasil analisa kuat tekan yang
diperoleh nantinya digunakan sebagai acuan dalam desain bata ringan berkait.
43

BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengujian Trial Mix


Sebelum melakukan pengujian dinding, dilakukan pengujian pendahuluan
pada trial mix benda uji kubus yang hasilnya akan dipilih yang optimum dan akan
digunakan sebagai komposisi bata ringan berkait. Pengujian trial mix tersebut yaitu:
a. Pemeriksaan ukuran
b. Pengujian berat isi
c. Pengujian kuat tekan
4.1.1 Pemeriksaan Ukuran
Setelah dilakukan pengukuran benda uji maka didapatkan data dimensi benda
uji. Berikut adalah hasil pemeriksaan ukuran dari trial mix seluruh benda uji.
Tabel 4.1 Pemeriksaan ukuran trial mix benda uji kubus
Panjang Rata-Rata Lebar Rata-Rata Tinggi Rata-Rata
No Kode Benda Uji Benda Uji Benda Uji
(mm) (mm) (mm)
1 Run 1 150 150 150
2 Run 2 150 150 150
3 Run 3 150 150 150
4 Run 4 150 150 150
5 Run 5 150 150 150
6 Run 6 150 150 150
7 Run 7 150 150 150
8 Run 8 150 150 150
9 Run 9 150 150 150
10 Run 10 150 150 150
11 Run 11 150 150 150
12 Run 12 150 150 150
13 Run 13 150 150 150
14 Run 14 150 150 150
15 Run 15 150 150 150
16 Run 16 150 150 150
Rata-Rata 150 150 150
Berdasarkan hasil pengukuran didapat dimensi yang sesuai dengan
perencanaan yaitu panjang sisi-sisinya 150 mm. Hal ini dikarenakan benda uji
dipadatkan dengan cara menggetarkan dengan palu karet dan cetakan yang kokoh
karena cetakan terbuat dari besi.
4.1.2 Pengujian Berat Isi
44

Pengujian berat isi menggunakan benda uji kubus 15 x 15 x 15 cm. Berikut


adalah hasil pengujian berat isi trial mix benda uji kubus.
Tabel 4.2 Pengujian berat isi trial mix berdasarkan FAS
Berat Volume Berat Isi Berat Isi Rata-Rata
No Kelompok Kode (kg) (m3) (kg/m3) Per Kelompok
(A) (B) (A/B) (kg/m3)
1 Run 1 3,00 0,003375 888,89
2 Run 2 2,85 0,003375 844,44
1 853,33
3 Run 3 2,60 0,003375 770,37
4 Run 4 3,07 0,003375 909,63
5 Run 5 2,70 0,003375 800,00
6 Run 6 2,45 0,003375 725,93
2 848,15
7 Run 7 3,00 0,003375 888,89
8 Run 8 3,30 0,003375 977,78
9 Run 9 2,45 0,003375 725,93
10 Run 10 3,10 0,003375 918,52
3 844,44
11 Run 11 2,35 0,003375 696,30
12 Run 12 3,50 0,003375 1037,04
13 Run 13 1,80 0,003375 533,33
14 Run 14 2,00 0,003375 592,59
4 697,78
15 Run 15 2,50 0,003375 740,74
16 Run 16 3,12 0,003375 924,44

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa berat isi terkecil adalah 533,33
kg/m3 dan yang terbesar adalah 1037,03 kg/m3. Semua trial berada pada berat isi
rencana yaitu pada 500-1000 kg/m3 kecuali trial nomor 12 dengan kode RUN 12
yang mempunyai berat isi 1037,04 kg/m3. Seluruh benda uji mengapung di air kolam
perawatan karena berat jenisnya di bawah berat jenis air yaitu 1000 kg/m 3.
Berdasarkan tabel diatas, maka didapatkan grafik seperti dibawah ini.

900

850
0,5; 853 0,55; 848 0,6; 844
Berat Isi (kg/m3)

800

750

700
0,65; 698
650
0,5 0,55 0,6 0,65
Faktor Air Semen (liter/kg)
45

Gambar 4.1 Grafik berat isi benda uji terhadap Faktor Air Semen

Dari grafik diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa semakin besar faktor air
semen, maka berat isi trial mix semakin kecil. FAS berpengaruh terhadap berat isi
trial mix karena semakin besar FAS atau semakin banyak air maka semakin banyak
pula busa yang dihasilkan. Campuran dengan busa yang banyak maka akan
menciptakan rongga udara yang semakin banyak dan mengakibatkan perbesaran
volume dan memperkecil berat isi campuran.
4.1.2.1 Penentuan Komposisi Campuran Dengan Metode Taguchi
Penerapan metode taguchi bertujuan untuk mencari berat isi yang optimal
dengan memperhatikan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh pada komposisi
campuran. Peningkatan atau perbaikan berat isi dan kuat tekan dapat dicapai dengan
pengen dalian kualitas yang tepat. Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan
dalam pengendalian kualitas, yaitu secara on-line dan off-line. Secara on-line
pengendalian kualitas dilakukan saat proses produksi sedang berjalan, sedangkan
secara off-line dilakukan pada tahap awal dan bersifat preventif. Salah satu metode
pengendalian kualitas secara off-line adalah metode Taguchi yang diusulkan oleh Dr.
Genichi Taguchi. Metode ini bertujuan untuk menghasilkan produk yang lebih
tangguh dan berupaya mengoptimalkan rancangan produk dan proses sehingga
performansi akhir akan sesuai dengan target (Zayendra dan Yozza, 2016)
Pada penelitian ini akan dikaji penggunaan metode Taguchi untuk
optimalisasi berat jenis dan kuat tekan bata ringan. Percobaan dilakukan di
Laboratorium Teknologi Bahan Politeknik Negeri Malang dengan melibatkan tiga
faktor yaitu faktor air semen, penambahan prosentase fiberglass terhadap berat
semen, dan konsentrasi foam agent terhadap air dengan respon berat isi bata ringan.
Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data primer dan diperoleh secara
langsung melalui percobaan. Faktor dan level yang digunakan pada percobaan ini
dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Faktor dan Level Percobaan
Level
kode Faktor dan Level Percobaan
1 2 3 4
A Faktor Air Semen 0,50 0,55 0,60 0,65
B Konsentrasi Foam terhadap air 1:10 1:12,5 1:15 1:20
C Persentase berat fiberglass terhadap semen 1% 1,5% 2% 2,5%
46

Berdasarkan jumlah faktor dan level dapat diketahui bahwa rancangan


percobaan pada Taguchi menggunakan matriks orthogonal array L16(43). Pada Tabel
4.4 diberikan unsur matriks orthogonal array L16(43) dengan nilai level pada tiap
faktor.
Tabel 4.4 Faktor dan Level Percobaan
Faktor
Run
A B C
1 0,50 1:20 1%
2 0,50 1:15 1,5%
3 0,50 1:12,5 2%
4 0,50 1:10 2,5%
5 0,55 1:20 2%
6 0,55 1:15 2,5%
7 0,55 1:12,5 1%
8 0,55 1:10 1,5%
9 0,60 1:20 2,5%
10 0,60 1:15 1%
11 0,60 1:12,5 1,5%
12 0,60 1:10 2%
13 0,65 1:20 1,5%
14 0,65 1:15 2%
15 0,65 1:12,5 2,5%
16 0,65 1:10 1%

Pelaksanaan percobaan dilakukan sesuai dengan perencanaan percobaan. Pada


tabel 4.5 diberikan hasil percobaan yaitu berat isi bata ringan kubus 15 x 15 x 15 cm,
dengan satu kali pengulangan pada setiap run.

Tabel 4.5 Hasil Percobaan


Faktor Berat Isi
Run
A B C (kg/dm3)
1 1 4 1 0,889
2 1 3 2 0,844
3 1 2 3 0,770
4 1 1 4 0,910
5 2 4 3 0,800
6 2 3 4 0,726
7 2 2 1 0,889
8 2 1 2 0,978
9 3 4 4 0,726
47

10 3 3 1 0,919
11 3 2 2 0,696
12 3 1 3 1,037
13 4 4 2 0,533
14 4 3 3 0,593
15 4 2 4 0,741
16 4 1 1 0,924

Setelah mendapatkan data, maka dilakukan tahap analisis data. Tahap analisis
data meliputi menghitung Rata-Rata, menghitung Signal to Noise Ratio (SNR),
menghitung Efek Faktor dari Rata-Rata, dan menghitung Efek Faktor dari Signal to
Noise Ratio (SNR).

a. Menghitung rata-rata (ȳ)

Untuk mencari nilai rata-rata data kita dapat menggunakan rumus sebagai
berikut.


ȳ= (4.1)

dari perhitungan yang dilakukan diperoleh rata-rata (ȳ) seperti pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Nilai Rata-rata


Berat Isi
Run Rata-rata (ȳ)
(kg/dm3)
1 0,889 0,889
2 0,844 0,844
3 0,770 0,770
4 0,910 0,910
5 0,800 0,800
6 0,726 0,726
7 0,889 0,889
8 0,978 0,978
9 0,726 0,726
10 0,919 0,919
11 0,696 0,696
12 1,037 1,037
13 0,533 0,533
14 0,593 0,593
15 0,741 0,741
48

16 0,924 0,924

b. Menghitung Signal to Noise Ratio (SNR)


Signal to Noise Ratio (SNR) dapat dicari dengan menggunakan rumus
sebagai berikut.

SNR = -10log10[ ∑ ]

Nilai Signal to Noise Ratio (SNR) dari data dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7 Nilai Nilai Signal to Noise Ratio (SNR)

Berat Isi
Run Signal to Noise Ratio (SNR)
3
(kg/dm )
1 0,889 1,023
2 0,844 1,469
3 0,770 2,266
4 0,910 0,823
5 0,800 1,938
6 0,726 2,782
7 0,889 1,023
8 0,978 0,195
9 0,726 2,782
10 0,919 0,738
11 0,696 3,144
12 1,037 -0,316
13 0,533 5,460
14 0,593 4,545
15 0,741 2,607
16 0,924 0,682

c. Menghitung efek faktor dari rata-rata (ȳ)


Jumlah untuk faktor A :
A1 = + + +
A2 = + + +
A3 = + + +
A4 = + + +
Jumlah untuk faktor B, C, dan D dapat digunakan rumus yang sama dengan
memperhatikan letak level masing-masing faktor pada unsur matriks
orthogonal array. Perhitungan nilai efek faktor dari rata-rata (ȳ) dilakukan
49

dengan mengurangi rata-rata terbesar dengan rata-rata terkecil, sehingga


diperoleh Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Nilai Efek Faktor dari rata-rata (ȳ)

Faktor Level Jumlah Rata-Rata Efek Faktor Peringkat

1 3,413 0,853
2 3,393 0,848
A 0,156 2
3 3,378 0,844
4 2,791 0,698
1 3,849 0,962
2 3,096 0,774
B 0,225 1
3 3,081 0,770
4 2,948 0,737
1 3,621 0,905
2 3,052 0,763
C 0,142 3
3 3,200 0,800
4 3,102 0,776

Dapat disimpulkan bahwa faktor B (Konsentrasi foam) memiliki pengaruh


terbesar pada berat jenis. Dari rata-rata tiap faktor dipilih nilai paling kecil untuk
disarankan sebagai rancangan usulan karena karakteristik mutu pada kasus ini adalah
smaller is better sehingga dari semua analisis diatas didapatkan rancangan usulan A4,
B4, dan C2 yaitu FAS 0,65, konsentrasi foam 1:20, dan fiber 1,5% dari berat semen.
d. Menghitung Efek Faktor dari Signal to Noise Ratio (SNR)
Jumlah untuk faktor A adalah :
A1 = + + +
A2 = + + +
A3 = + + +
A4 = + + +
e. Jumlah untuk faktor B, C, dan D dapat digunakan rumus yang sama dengan
memperhatikan letak level masing-masing faktor pada unsur matriks
orthogonal array. Perhitungan nilai efek faktor dari Signal to Noise Ratio
(SNR) dilakukan dengan mengurangi rata-rata terbesar dengan rata-rata
terkecil, sehingga diperoleh Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Nilai Efek Faktor dari Signal to Noise Ratio (SNR)
50

Faktor Level Jumlah Rata-Rata Efek Faktor Peringkat

1 5,580 1,395
2 5,939 1,485
A 1,928 2
3 6,349 1,587
4 13,294 3,323
1 1,384 0,346
2 9,040 2,260
B 2,455 1
3 9,534 2,383
4 11,203 2,801
1 3,467 0,867
2 10,268 2,567
C 1,700 3
3 8,433 2,108
4 8,994 2,248

Dapat disimpulkan bahwa faktor B (Konsentrasi foam) memiliki pengaruh


terbesar pada berat jenis. Dari rata-rata tiap faktor dipilih nilai paling besar untuk
disarankan sebagai rancangan usulan sehingga dari semua analisis diatas didapatkan
rancangan usulan A4, B4, dan C2 yaitu FAS 0,65, konsentrasi foam 1:20, dan fiber
1,5% dari berat semen.
Berdasarkan analisis data menggunakan metode Taguchi dengan menghitung
Rata-Rata, menghitung Signal to Noise Ratio (SNR), menghitung Efek Faktor dari
Rata-Rata, dan menghitung Efek Faktor dari Signal to Noise Ratio (SNR) dapat
disimpulkan bahwa semua perhitungan dan analisis memperlihatkan hasil yang sama
yaitu berat jenis akan optimal jika menggunakan rancangan usulan A4, B4, dan C2
yaitu FAS 0,65, konsentrasi foam 1:20, dan fiber 1,5% dari berat semen.

4.1.3 Pengujian Kuat Tekan


Benda uji yang digunakan adalah benda uji kubus berukuran 15 cm x 15 cm x
15 cm yang telah berumur 28 hari. Benda uji diberikan beban maksimum sampai
batas benda uji bisa menerima beban tersebut. Hasil uji kuat tekan kubus dapat
dilihat pada tabel 4.10
Tabel 4.10 Hasil uji kuat tekan trial mix benda uji kubus
Umur Massa Benda Luas Bidang Gaya Tekan Kuat Tekan
No Mutu
(Hari) Uji (kg) (mm2) (kN) (N/ mm2)
1 39
2 39
51

3 39
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Rata-rata

Berdasarkan hasil pengujian kuat tekan di atas, maka benda uji kubus
termasuk dalam kategori III dengan nilai kuat tekan rata-rata 40 kg/cm3. Ketentuan
ini tercantum dalam SNI 03-0349-1989 bahwa kuat tekan bruto rata-rata minimum
adalah 40 kg/cm3 untuk bata beton pejal dan 35 kg/cm3 untuk masing-masing benda
uji minimum bata beton pejal.

4.2 Hasil Pengujian Bata Ringan Berkait


Sebelum melakukan pengujian dinding, dilakukan pengujian pendahuluan
pada bata ringan berkait. Pengujian bata ringan berkait tersebut yaitu:
a. Pemeriksaan sifat tampak
b. Pemerikasaan ukuran
c. Pengujian berat isi
4.2.1 Pemeriksaan sifat tampak
Berikut adalah hasil pemeriksaan tampak bata ringan berkait yang dapat
dilihat pada tabel 4.11.
Rata-rata keadaan
Uraian Benda uji sampel bata ringan
berkait
BRB-1 Rata
Bidang-bidang Kerataan
BRB-2
52

BRB-3
BRB-4
BRB-5
BRB-6
BRB-7
BRB-8
BRB-9
BRB-10
BRB-1 Tidak retak
BRB-2
BRB-3
BRB-4
BRB-5
Keretakan
BRB-6
BRB-7
BRB-8
BRB-9
BRB-10
BRB-1 Halus
BRB-2
BRB-3
BRB-4
BRB-5
Kehalusan
BRB-6
BRB-7
BRB-8
BRB-9
BRB-10
BRB-1 Siku
Rusuk-rusuk kesikuan BRB-2
BRB-3
53

BRB-4
BRB-5
BRB-6
BRB-7
BRB-8
BRB-9
BRB-10
BRB-1 Tajam
BRB-2
BRB-3
BRB-4
BRB-5
ketajaman
BRB-6
BRB-7
BRB-8
BRB-9
BRB-10
BRB-1 Kuat
BRB-2
BRB-3
BRB-4
BRB-5
kekuatan
BRB-6
BRB-7
BRB-8
BRB-9
BRB-10

Pada tabel 4.11 bata ringan berkait yang telah dicetak memenuhi syarat
tampak luar menurut ketentuan SNI-3-0349-1989 tentang bata beton untuk pasangan
dinding. Ketentuan dari SNI tersebut yakni bidang permukaan yang tidak cacat,
rusuk-rusuknya siku terhadap yang lain, dan sudut rusuknya tidak mudah dirapikan
54

dengan kekuatan jari tangan (tidak rapuh).


4.2.2 Pemeriksaan Ukuran
Setelah dilakukan pengukuran benda uji bata ringan berkait maka didapatkan
data dimensi benda uji bata ringan berkait. Berikut adalah hasil pemeriksaan ukuran
dari bata ringan berkait.
Tabel 4.12 Pemeriksaan ukuran benda uji bata ringan berkait
Panjang Rata-Rata Lebar Rata-Rata Tinggi Rata-Rata
No Kode Benda Uji Benda Uji Benda Uji
(mm) (mm) (mm)
1 BRB-1 500 125 200
2 BRB-2 500 125 200
3 BRB-3 500 125 200
4 BRB-4 500 125 200
5 BRB-5 500 125 200
6 BRB-6 500 125 200
7 BRB-7 500 125 200
8 BRB-8 500 125 200
9 BRB-9 500 125 200
10 BRB-10 500 125 200
Rata-Rata 500 125 200

Berdasarkan hasil pengukuran didapat dimensi yang sesuai dengan


perencanaan yaitu panjang 500 mm, lebar 125 mm dan tinggi 200 mm. Hal ini
dikarenakan benda uji dipadatkan dengan cara menggetarkan dengan palu karet dan
cetakan yang kokoh karena model cetakan yang saling mengunci satu sama lain.
4.2.3 Pengujian Berat Isi
Pengujian berat isi menggunakan benda uji bata ringan berkait. Berikut adalah
hasil pengujian berat isi benda uji bata ringan berkait.
Tabel 4.13 Pengujian berat isi benda uji bata ringan berkait
Berat Volume Berat Isi
No Kode (kg) (m3) (kg/m3)
(A) (B) (A/B)
1 BRB-1
2 BRB-2
3 BRB-3
4 BRB-4
5 BRB-5
6 BRB-6
7 BRB-7
8 BRB-8
9 BRB-9
55

10 BRB-10
Rata-rata

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa berat isi rata-rata adalah 533,33 kg/m3
dengan berat isi terkecil adalah 1037,03 kg/m3 dan yang terbesar adalah 1037,03
kg/m3. Semua benda uji bata ringan berkait berada pada berat isi rencana yaitu pada
500-1000 kg/m3. Seluruh benda uji mengapung di air kolam perawatan karena berat
jenisnya di bawah berat jenis air yaitu 1000 kg/m3.

4.3 Hasil Pengujian Portal Dinding Bata Ringan Berkait


Pengujian portal dinding bata ringan berkait dilakukan saat benda uji sudah
berumur 28 hari. Beban statik pushover diberikan pada bagian sambungan balok dan
kolom dari specimen dinding. Dinding diberi beban pembebanan secara bertahap
sampai mengalami keruntuhan atau retak dengan lebar 4 mm. Berikut adalah
pengujian portal dinding bata ringan berkait.
4.3.1 Pengujian Statik Dinding
Hasil pengujian statik portal dinding bata ringan berkait dapat dilihat pada
tabel 4.14. Pembacaan simpangan horizontal dilakukan setiap kenaikan tekanan 4
bar.
Tabel 4.14 Hasil pengujian statik portal dinding bata ringan berkait
Tekanan Konversi
Luas Simpangan
Hydraulic Tekanan Beban Kekakuan
Piston (Δ)
No Jack (N/mm2) Dorong (N) (N/mm)
(mm2) (mm)
(Bar) (B) (D)=(B*C) (D/E)
(C) (E)
(A) = (A*0,1)
56

Hasil dari pembacaan tekanan hydraulic jack dikonversikan ke beban dorong,


sehingga nilai kekakuan dinding dapat dianalisis sesuai dengan rumus 2.2. Dari hasil
pengujian di atas dapat disimpulkan bahwa semakin bertambah beban maka
simpangan lateral yang terjadi juga semakin besar, dan dapat menerima beban
maksimum sebesar 43434243 N. Pengujian dihentikan saat spesimen dinding
mengalami retak dengan tebal 4 mm (Prayuda, 2016). Pada saat pengujian dihentikan
dinding memperoleh simpangan lateral sebesar 23 mm.
Bila dibandingkan dengan penelitian Ramadhan (2019) dinding interlocking
masonry brick dengan kolom dan balok yang menghasilkan beban maksimum 71,86
Ton serta simpangan lateral sebesar 35 mm, hasil pengujian portal dinding bata
ringan berkait ini menerima beban maksimum lebih besar namun simpangan juga
lebih besar. Hal ini terjadi karena susunan antar bata ringan berkait hanya dari sisi
bawah yang menonjol sebagai pengunci pasangan.
4.3.2 Analisis Hubungan Beban Dan Simpangan Lateral
Berdasarkan ASTM E 2126-2011 data hasil pengujian ini yaitu data beban-
simpangan lateral dapat diperoleh nilai kekakuan elastis, kuat geser, beban leleh,
simpangan leleh, daktilitas dan kurva EEEP. Berikut hasil perhitungan yang
diperoleh dengan rumus 2.2 sampai 2.6.
a. Kekakuan Elastis
0,4 Ppeak =
Δ0,4 Ppeak (interpolasi tabel 4.14) =

Kekakuan Elastis (Ke) = =


57

b. Kuat Geser

Kuat Geser (vpeak) = =

c. Beban Leleh
A (luasan kurva dari perhitungan aplikasi autocad) =

Pyiel =( √ )𝐾𝑒

=
=
d. Simpangan Leleh

Simpangan Leleh (Δyield) = =

e. Daktilitas

Daktilitas (µ) = =

Tabel 4.14 Hasil pengujian statik portal dinding bata ringan berkait
Kekakuan Kuat
Δyield Pu Elastis Geser Daktilitas
(N) (mm) (N) (N) (mm) (Ke) (vpeak) (µ)
(N/mm) (N/mm)

Dari hasil analisis di atas nilai – nilai tersebut dapat digambarkan menjadi
kurva equivalent energy elastic plastic sebagai berikut:
58

Dari grafik di atas terlihat bahwa garis yang awalnya linear berubah menjadi
tidak linear setelah 0,4Ppeak karena pada saat 0,4Ppeak adalah batas kekakuan elastis
dinding sehingga sehingga ketahanan dinding dalam menerima beban semakin
berkurang. pada garis EEEP digambarkan linear untuk memudahkan penentuan
beban leleh dindin, dan dinding dianggap runtuh dengan pembebanan sebesar beban
leleh secara konstan.
4.3.3 Pola Retak Dinding Bata Ringan Berkait
59

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari pengujian bata ringan berkait dan pengujian
pembebanan pada spesimen dinding bata ringan berkait, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
a. Berdasarkan beberapa spesimen trial mix dan analisis data menggunakan
metode Taguchi dapat disimpulkan bahwa berat jenis bata ringan berkait akan
optimal jika menggunakan rancangan usulan A4, B4, dan C2 yaitu FAS 0,65,
konsentrasi foam 1:20, dan fiber 1,5% dari berat semen.
b. Berdasarkan hasil pengujian kuat tekan trial mix, maka benda uji kubus
termasuk dalam kategori III dengan nilai kuat tekan rata-rata 40 kg/cm3 dan
kuat tekan trial mix yang digunakan sebagai benda uji bata ringan berkait
adalah 40 kg/cm3 yaitu pada trial mix run-13.
c. Berdasarkan hasil pengujian bata ringan berkait yang telah dicetak memenuhi
syarat tampak luar menurut ketentuan SNI-3-0349-1989 tentang bata beton
untuk pasangan dinding. Ketentuan dari SNI tersebut yakni bidang
permukaan yang tidak cacat, rusuk-rusuknya siku terhadap yang lain, dan
sudut rusuknya tidak mudah dirapikan dengan kekuatan jari tangan (tidak
rapuh).
d. Berdasarkan hasil pengukuran didapat dimensi yang sesuai dengan
perencanaan yaitu panjang 500 mm, lebar 125 mm dan tinggi 200 mm. Hal
ini dikarenakan benda uji dipadatkan dengan cara menggetarkan dengan palu
karet dan cetakan yang kokoh karena model cetakan yang saling mengunci
satu sama lain.
e. Berdasarkan hasil pengujian disimpulkan bahwa berat isi rata-rata adalah
533,33 kg/m3 dengan berat isi terkecil adalah 1037,03 kg/m3 dan yang
terbesar adalah 1037,03 kg/m3. Semua benda uji bata ringan berkait berada
pada berat isi rencana yaitu pada 500-1000 kg/m3. Seluruh benda uji
mengapung di air kolam perawatan karena berat jenisnya di bawah berat jenis
air yaitu 1000 kg/m3.
60

f. Dari hasil pengujian beban statik pushover, dapat disimpulkan bahwa bata
ringan berkait dapat menerima beban maksimum sebesar 43434243 N pada
saat spesimen dinding mengalami retak dengan tebal 4 mm dan simpangan
lateral ultimet sebesar 23 mm.
g. Dari hasil analisis didapatkan kuat geser dinding bata ringan berkait adalah
33,21 N/mm, yang artinya setiap lebar 1 mm dinding dapat menahan beban
statik pushover sebesar 33,21 N/mm.
h. Kekakuan elastis dinding bata ringan berkait yang didapat dari hasil analisis
sebesar 6565,88 N/mm, simpangan leleh sebesar 8,23 mm, beban leleh
sebesar 65774,88 N dan daktilitas sebesar 343.
i. Kegagalan portal dinding bata ringan berkait yang terjadi akibat gaya geser
menghasilkan pola retak tipe stepped cracs shear failure yang ditandai
timbulnya retak seperti pola tangga.
j. Semakin bertambah kekakuan dinding maka semakin bertambah kekuatan
dinding menahan beban lateral sehingga tidak mudah mengalami kegagalan.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dan untuk perbaikan penelitian
pasangan dinding bata ringan berkait, maka pada penelitian selanjutnya disarankan:
a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap metode pengadukan, rasio air
pasta dan air untuk pembuatan foam pada proses pengecoran benda uji.
b. Pada tahap trial mix sebaiknya dilakukan 3 kali percobaan untuk setiap Run
dan disarankan menggunakan concrete mixer supaya metode dan waktu
pencampuran lebih seragam karena menggunakan mesin.
c. Perlu dilakukan pengujian geser dinding bata ringan berkait tanpa portal
dinding beton.
d. Dalam pembuatan bata ringan berkait disarankan menggunakan material
fiberglass yang lebih halus serta ukurannya diseragamkan supaya lebih
tercampur dalam semen dan foam pada saat proses pengadukan.
61

DAFTAR PUSTAKA

Alireza Kashani, Tuan Duc Ngo, Priyan Mendis, Jay R. Black, Ailar
Hajimohammadi 2017, A Sustainable Application Of Recycled Tyre Crumbs As
Insulator In Lightweight Cellular Concrete, Journal Of Cleaner Production.
American Standard Testing and Material. 2003. ASTM E 564 – 2003. Standard
Practice for Static Load Test for Shear Resistance of Framed Walls for
Buildings.
American Standard Testing and Material. 2011. ASTM E 2126 – 2011. Cyclic
(Reversed) Load Test for Shear Resistance of Vertical Elements of the Lateral
Force Resisting Systems for Buildings.
Ari Wibowo, Wisnumurti, Ribut Hermawan 2016, Perilaku Geser Pada Dinding
Panel Jaring Kawat Baja Tiga Dimensi Dengan Variasi Rasio Tinggi Dan
Lebar (Hw/Lw) Terhadap Beban Lateral Statik, Rekayasa Sipil / Volume 10,
No.2 – 2016 Issn 1978 – 5658,
Arya, C 2009, Design Of Structural Elements: Concrete, Steelwork, Masonry And
Timber Designs To British Standards And Eurocodes. Crc Press.
Badan Standarisasi Nasional. 1974. SNI 1974:2011: Cara Uji Kuat Tekan Beton
Dengan Benda Uji Silinder.
Badan Standarisasi Nasional. 1989. SNI 03-0349-1989: Bata Beton Untuk Pasangan
Dinding.
Barabanshchikov, Y., Belyaeva, S., Avdeeva, A. And Perez, M. 2015, Fiberglass
Reinforcement For Concrete. In Applied Mechanics And Materials (Vol. 725,
Pp. 475-480). Trans Tech Publications.
Bernat E, Gil L And Roca P 2015, Numerical Analysis Of The Load-Bearing
Capacity Of Brick Masonry Walls Strengthened With Textile Reinforced
Mortar And Subjected To Eccentric Compressive Loading. Engineering
Structures 91: 96–111.
Brown, P. 1932, U.S. Patent No. 1,984,393. Brooklyn, N.Y: U.S. Patent Office.
Calvin, E. L. 1976, U.S. Patent No. 3,936,987. Washington, DC: U.S. Patent and
Trademark Office.
Chiang, K.Y., Chou, P.H., Hua, C.R., Chien, K.L. and Cheeseman, C., 2009,
Lightweight bricks manufactured from water treatment sludge and rice
husks. Journal of hazardous materials, 171(1-3), pp.76-82.
Hamad, A. J. 2014, Materials, production, properties and application of aerated
lightweight concrete. International Journal of Materials Science and
Engineering, 2(2), pp. 152-157.
Hancock, N. L. 1976, U.S. Patent No. 3,936,989. Washington, DC: U.S. Patent and
Trademark Office
Hendry, Arnold W.; Sinha, Bhek Pati; Davies, S. R 2017, Design Of Masonry
Structures. Crc Press,
Ibrahim, W., Mastura, W., Hussin, K., Al Bakri, M.M.A., Abdul Kadir, A. and
Binhussain, M., 2015, Development of Fly Ash-Based Geopolymer Lightweight
Bricks Using Foaming Agent-A Review. In Key Engineering Materials (Vol.
660, pp. 9-16). Trans Tech Publications.
Murtono, A. 2015, Pemanfaatan Foam Agent dan Material Lokal dalam Pembuatan
Bata Ringan, Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
62

Murty, C. V. R. 2005, Earthquake Tips. National Information Center Of Earthquake


Engineering, Indian Institute Of Technology Kanpur, India.
Nambiar, E.,K.K. And Ramamurthy, K. 2006, 'Models Relating Mixture
Composition To The Density And Strength Of Foam Concrete Using Response
Surface Methodology.'. Cement & Concrete Composites 28 (2006), 752-760
Narayanan N, Ramamurthy K 2000, Structure And Properties Of Aerated Concrete:
A Review. Cem Concr Compos;22:321–9.
Prasetya, Novan I. 2019, Studi Penelitian Penggunaan Bata Ringan Berkait
(Interlocking) Terhadap Geser Dan Lentur Lateral Untuk Pasangan Dinding.
Skripsi. Program Studi Diploma IV Manajemen Rekayasa Konstruksi, Jurusan
Teknik Sipil, Politeknik Negeri Malang.
Prayuda, Hakas 2016, Gaya Lateral In-Plane Struktur Dinding Pasangan Bata ½
Batu Melalui Beban Siklik. Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil, 370-377.
Ramadhan, Pandu 2019, Perilaku Geser Portal Dinding Interlocking Masonry Brick
dengan Substitusi Abu Vulkanik Gunung Sinabung Terhadap Beban Statik
Pushover. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Ramamurthy K, Kunhanandan Nambiar Ek, Indu Siva Ranjani G 2009, A
Classification Of Studies On Properties Of Foam Concrete. Cem Concr
Compos;31:388–96.
Roy, R K. 1990. A Primer on the Taguchi Method. Van Nostrand Reinhold. New
York.
Roy, R K. 2001. Design of Experiments Using the Taguchi Approach. Jhon Wiley
and Sons, Inc. New York.
Sams, C. R. 1966. U.S. Patent No. 3,292,331. Washington, DC: U.S. Patent and
Trademark Office.
Saraj, Fatemeh. 2008. A Comprehensice Approach Towards The Classification of
Cracks in Un-Reinforced Masonry Building. IUST International Journal of
Engineering Science, Architect Engineering Special Issue Vol 19 No 6 pp 41-
45. Iran University of Science and Technology. Iran.
Sherafati M And Sohrabi M 2016, Probabilistic Model For Bed-Joint Shear-Sliding
Strength Of Clay-Brick Walls Based On Field Test Data. Journal Of Risk And
Uncertainty In Engineering Systems, Part A: Civil Engineering 2(4):
04016007.
Sitorus, Z., & Dahar, E 2012, Perbaikan Sifat Fisis Dan Mekanis Resin Akrilik
Polimerisasi Panas Dengan Penambahan Serat Kaca. Dentika Dental
Journal, 17(1), 24-29.
Subandi, Santi Yatnikasari, Mukhripah Damaiyanti, Rafidah Azzahra, Vebrian 2019,
Effect of Additional Fiberglass Fiber on Concrete Performance, Universitas
Muhammadiyah Kalimantan Timur, Samarinda, Kalimantan Timur
Trinugroho, S., & Murtono, A 2015, Pemanfaatan Foam Agent dan Material Lokal
dalam Pembuatan Bata Ringan.
Wang W 2010, The Study Of Mix Design, Density And Strength Of Cellular
Concrete;. (Retrieved 03.02.12) (In Chinese).
Wang, Q., Shi, Q. And Tao, Y., 2018, Seismic Behavior And Shear Strength Of New-
Type Fired Perforated Brick Walls With High Void Ratio. Advances In
Structural Engineering, 22(5), Pp.1035-1048.
Wisnumurti, Sri Murni Dewi, Agoes Soehardjono MD 2013, Investigation Of
Elasticity, Compression And Shear Strength Of Masonry Wall From
63

Indonesian Clay Brick. International Journal of Engineering Research and


Applications (IJERA)
Wisnumurti, Indra Cahya dan Ashar Anas 2008, Analisis Pushover Pada Gedung
Tidak Beraturan Dengan Studi Kasus Pada Gedung Baru FIA UNIBRAW,
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 2, No. 1 – 2008 ISSN 1978 – 5658

Xin R, Yao Jt And Zhao Y 2017, Experimental Research On Masonry Mechanics


And Failure Under Biaxial Compression. Structural Engineering And
Mechanics 61(1): 161–169.
Yardim Y And Lalaj O 2016, Shear Strengthening Of Unreinforced Masonry Wall
With Different Fiber Reinforced Mortar Jacketing. Construction And Building
Materials 102: 149–154.
Zayendra, S. and Yozza, H., 2016. Penerapan Metode Taguchi Untuk Optimalisasi
Hasil Produksi Roti di Usaha Roti Meyza Bakery, Padang Sumatera
Barat. Jurnal Matematika UNAND, 5(2).
64

LAMPIRAN I
JADWAL PELAKSANAAN SKRIPSI

Jadwal Pelaksanaan Penelitian


Bulan (2019)
Kegiatan Penelitian
Des Jan Feb Mar Apr Mei
a. Perijinan Penelitian
b. Pelaksanaan Penelitian
1) Persiapan Bahan
2) Pemeriksaan Bahan
3) Percobaan Trial-Mix
4) Pembuatan Benda Uji Silinder
5) Pengujian Kuat Tekan Benda Uji Silinder
6) Pembuatan Benda Uji
7) Perawatan Benda Uji
8) Pengujian Benda Uji

Jadwal Pelaksanaan Skripsi


Jadwal Rencana Pelaksanaan SKRIPSI/Proyek Akhir
Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Rapat koordinasi dan sosialisasi ke dosen
2 Sosialisasi ke mahasiswa
3 Perkuliahan semester VII
4 Permohonan data
5 Pengumpulan proposal
6 Evaluasi
7 Ujian Proposal
8 Penetapan pembimbing
9 Pengerjaan skripsi
10 Perkuliahan semester VIII
11 Ujian Skripsi I II III
12 Pra-yudisium
13 Revisi
14 Pengumpulan skripsi
65

LAMPIRAN II
FORMULIR KERJA PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON DENGAN
BENDA UJI SILINDER

No Pengujian : _________________________________________________
Jenis Contoh : _________________________________________________
Jumlah Contoh : _________________________________________________
Terima Tanggal : _________________________________________________
Diuji Tanggal : _________________________________________________
Diuji Oleh : _________________________________________________
Diperiksa Oleh : _________________________________________________

Pengujian dilaksanakan sesuai cara uji SNI 03-1974-1990.


Massa
Nomor Dimensi Luas Gaya Kuat
Tanggal Tanggal Umur Benda
Benda Bidang Tekan Tekan Keterangan
Pembuatan Pengujian (Hari) Uji L D
Uji (mm2) (kN) (N/ mm2)
(kg) (mm) (mm)

Catatan:

Mengetahui, ………....., ………………….


Penyelia Teknisi Lab.

(_________________) (_________________)
NIP.
66

LAMPIRAN III
FORMULIR KERJA PENGUJIAN STATIK PORTAL DINDING BATA
RINGAN BERKAIT

No Pengujian : _________________________________________________
Jenis Contoh : _________________________________________________
Jumlah Contoh : _________________________________________________
Diuji Tanggal : _________________________________________________
Diuji Oleh : _________________________________________________
Diperiksa Oleh : _________________________________________________

Tekanan Konversi
Luas Simpangan
Hydraulic Tekanan Beban Kekakuan
Piston (Δ)
No Jack (N/mm2) Dorong (N) (N/mm)
(mm2) (mm)
(Bar) (B) (D)=(B*C) (D/E)
(C) (E)
(A) = (A*0,1)

Anda mungkin juga menyukai