BAB I
PENDAHULUAN
6. Trial-mix Memakai benda uji kubus dikarenakan bata ringan bersifat mortar
dan keterbatasan cetakan silinder pada saat penelitian.
7. Tidak melakukan pengujian karakteristik dari semen, karena sudah dianggap
layak.
8. Tidak melakukan pengujian karakteristik sifat fisis dari foam agent.
9. Tidak melakukan pengujian karakteristik dari air yang digunakan pada
campuran bahan karena air di laboratorium bahan Politeknik Negeri Malang
sudah dianggap baik untuk pengecoran.
10. Tidak melakukan pengujian pasir dan kerikil untuk pengecoran beton portal
dinding karena tidak meninjau kekuatan beton untuk kolom dan balok.
11. Metode pengujian tekan pada benda uji kubus dan pembebanan siklis pada
pasangan dinding disesuaikan dengan peraturan SNI 03-1974-1990 dan
ASTM E 2126-2011
12. Tidak memperbandingkan harga dan kuat geser dinding bata ringan model
standar dengan penelitian terdahulu.
13. Lokasi pembuatan benda uji dan pengujian kuat tekan penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Bahan Jurusan Teknik Sipil,
Politeknik Negeri Malang.
14. Pengujian kuat geser pasangan dinding bata ringan berkait dilaksanakan di
Laboratorium Struktur Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Malang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dinding
Dinding pasangan bata adalah elemen pemikul beban vertikal di mana
ketahanan terhadap tekanan tekan merupakan faktor utama dalam desain. Namun,
dinding sering diperlukan untuk menahan gaya geser horizontal atau tekanan lateral
dari angin dan oleh karena itu kekuatan pasangan bata dalam geser dan tegangan juga
harus dipertimbangkan (Hendry et al. 2017).
Dinding memiliki berbagai jenis berdasarkan bahan penyusunnya, antara lain
adalah dinding beton, dinding bata, dinding batako, dinding kayu, dan dinding batu
alam. Sedangkan berdasarkan strukturnya terdapat dua jenis struktur dinding yaitu
struktur dinding pengisi rangka beton bertulang (infill wall) dan struktur dinding
terkekang (confined masonry). Dinding terkekang merupakan sistem struktur yang
material dasarnya sama dengan struktur dinding pengisi rangka beton bertulang, tapi
cara dan urutan pengerjaannya berbeda. Pada dinding terkekang, dinding pasangan
bata dikekang oleh balok dan kolom beton bertulang pada keempat sisinya.
Pembuatannya dengan cara dinding pasangan bata dibangun terlebih dahulu, setelah
itu dilakukan pengecoran pada balok dan kolom secara in-situ (Iyer et al. 2012)
(a) (b)
Gambar 2.1 Perbedaan struktur dinding (a) dinding pengisi, (b) dinding terkekang
Sumber: Iyer et al. 2012
6
terjadi karena beton akan segera retak jika mendapat tegangan tarik yang melampaui
kekuatan tarik. Dari segi ketahanan struktural, retakan ini akan menimbulkan korosi
pada tulangan baja sehingga akan mengurangi luas tulangan baja, meskipun dari
sudut pandang struktur retak ini tidak berbahaya. Salah satu cara untuk mengurangi
retakan pada area tarik adalah dengan menambahkan bahan yang ditambahkan serat.
Penambahan prinsip serat itu sendiri memberikan penguatan pada beton yang
disebarkan secara merata ke dalam campuran beton dengan orientasi acak untuk
mencegah keretakan beton yang terlalu dini pada area tarik karena panas atau hidrasi
akibat beban. Sehingga kekuatan tarik beton bisa lebih tinggi dari kekuatan tarik
beton biasa (Subandi et al. 2019)
Gambar 2.6 Beban gempa pada arah sumbu kuat dan sumbu lemah
Sumber: Murty (2003)
Beban gempa yang terjadi pada arah sumbu kuat dinding dapat menyebabkan
dinding mengalami perubahan geometri menjadi bentuk jajaran genjang
(parallelogram). Perubahan geometri yang terjadi, selain dapat menimbulkan
rusaknya elemen lain yang ada didalam bidang dinding seperti jendela atau kaca,
juga dapat menyebabkan kerusakan atau keruntuhan dinding bila defleksi akibat
beban yang bekerja melebihi kapasitas dari dinding tersebut. Sedangkan pembebanan
pada arah sumbu lemah dinding dapat menyebabkan dinding menjadi runtuh atau
terguling (Murty 2003)
Bangunan dengan struktur dinding bata merah di Indonesia belum
menggunakan tulangan sebagai penguat. Bangunan tersebut dikenal sebagai
pasangan bata tanpa perkuatan. Penggunaan pasangan bata terbatas juga telah dikenal
luas di daerah perkotaan, dan sebaliknya di daerah pedesaan. Di pedesaan masih ada
banyak tempat tinggal tanpa dinding terekang dengan hanya pasangan dinding saja.
Oleh karena itu perlu dicatat bahwa Indonesia berada di zona gempa, sehingga beban
yang menghancurkan bangunan adalah beban gempa. Ini ditunjukkan dalam
peristiwa gempa beberapa waktu lalu (Wisnumurti, Dewi & Soehardjono 2013)
14
a. Stepped cracks shear failure yaitu kegagalan geser pada dinding sepanjang
pertemuan mortar di sisi bata dan sedikit timbul retak pada bagian bata.
b. Horizontal sliding shear failure yaitu kegagalan geser pada dinding sepanjang
arah horizontal dekat atau tepat pada setengah ketinggian panel dinding
pengisi.
head joints (sambungan tegak) dan melewati batu bata dengan kecenderungan yang
tergantung pada orientasi tekanan utama pada batu bata.
Gambar 2.14 Retak diagonal karena kegagalan tegangan tarik batu bata
Sumber: Francisco (1997)
Gambar 2.17 Contoh hysteresis curve dan envelope curve J.C. Francisco
Sumber: Francisco (1997)
Ke = (2.3)
dengan :
20
v peak = (2.4)
dengan :
v peak : Kuat geser (kN/mm)
Ppeak : Beban maksimum (kN)
L : lebar dinding yang dikenai beban (mm)
dengan :
Pyield : Beban leleh (kN)
Δu : Simpangan pada saat beban ultimit (mm)
A : Luas kurva envelope mulai dari nol hingga simpangan ultimit
(kNmm)
Ke : Kekakuan elastis (kN/mm)
Setelah menentukan Pyield maka menurut ASTM E2126 02a (ASTM 2013)
simpangan leleh dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Δyield = (2.6)
dengan :
Δyield : Simpangan leleh (mm)
Pyield : Beban leleh (kN)
Ke : Kekakuan elastis (kN/mm)
21
D= (2.7)
dengan :
D : Rasio Daktilitas (mm)
Δ𝑢ltimit : Simpangan pada saat beban 0,8Ppeak (mm)
Δ 𝑖𝑒𝑙𝑑 : Simpangan pada saat beban leleh pertama kali (mm)
(a) (b)
Gambar 2.21 Contoh blok beton interlocking (a) Sample model bata ringan
interlocking (b) Pengaplikasian model bata ringan interlocking pada dinding
Sumber: www.buildingdesignindex.co.uk (2018)
26
BAB III
METODOLOGI
Mulai
Identifikasi masalah
Pengujian bahan
A B
30
A B
Memenuhi
Tidak
Ya
Pembuatan Benda Uji bata ringan berkait
Memenuhi
Tidak
Ya
Kesimpulan dan saran
Selesai
3.6.1 Bahan/Material
a. Air bersih yang digunakan dari Laboratorium Uji Bahan Teknik Sipil Politeknik
Negeri Malang.
b. Semen Putih produksi Semen Tiga Roda kemasan 40 kg. Penggunaan semen putih
karena daya rekatnya tinggi sehingga tidak mudah retak, dan untuk memberikan
warna putih pada dinding sehingga tidak memerlukan plester dan plamir.
31
diperlukan dan foam agent yang digunakan sesuai seperti tabel 3.4. Proporsi air tidak
seluruhnya dibuat untuk foam melainkan dibagi 1/3 untuk pasta semen dan 2/3 untuk
pembuatan foam. Cara ini bertujuan untuk menanggulangi adonan terlalu kering dan
kasar sehingga menghilangkan busa atau foam yang dicampurkan pada adonan dan
mengakibatkan volume menyusut.
b. Membuat busa atau foam menggunakan mesin produksi busa atau foam
generator.
Gambar 3.18 Pengadukan manual pada saat trial dengan bor listrik
Sumber: Dokumen Pribadi
39
Gambar 3.19 Pemeriksaan berat basah adonan bata ringan ukuran 1 liter
Sumber: Dokumen Pribadi
3.8.3 Pencetakan Benda Uji
a. Menyiapkan cetakan. Untuk pencetakan pada trial benda uji, menggunakan
cetakan Kubus. Tujuan digunakan cetakan ini adalah nantinya benda uji akan
dilakukan pengujian kuat tekan guna untuk mengetahui kekuatan tekan yang
dapat diterima oleh benda uji yang nantinya dapat dilanjutkan untuk bahan
pembuatan bata ringan berkait.
b. Memasukkan campuran adukan bata ringan ke dalam cetakan.
d. Setelah 24 jam, meratakan kelebihan adonan supaya bentuk dan ukuran yang
direncanakan menjadi kubus dengan ukuran 15 cm x 15 cm x 15 cm
menggunakan kapi.
e. Menimbang berat benda uji pada timbangan kapasitas 100 kg
a. Tujuan: untuk memperoleh nilai kuat tekan pada benda uji bata ringan
b. Alat dan Bahan:
1) Mesin uji tekan.
2) Benda uji bata ringan berbentuk kubus.
c. Langkah kerja:
1) Mengambil benda uji yang akan ditentukan kekuatan tekannya dari bak
perendam/pematangan (curing), bersihkan sampel dari kotoran yang
menempel dengan kain yang lembab
2) Menimbang berat dan ukuran benda uji.
3) Meletakkan benda uji di mesin tekan secara centris.
4) Menjalankan mesin tekan dengan penambahan beban yang konstan
berkisar antara 2 sampai 4 kg/cm2 per detik.
5) Melakukan pembebanan sampai sampel uji menjadi hancur dan mencatat
beban maksimum yang terjadi selama pemeriksaan benda uji.
6) Mematikan mesin lalu mengeluarkan benda uji dari mesin tekan.
7) Catatlah hasil dari kuat tekan yang sudah diperoleh, lalu hitunglah kuat
tekan benda uji dengan membagi beban tekan maksimum dengan luas
penampang benda uji. Berdasarkan SNI 03-1974-1990 rumus yang
digunakan untuk menhitung kuat tekan beton adalah sebagai berikut:
Keterangan:
P = Beban tekan maksimum (kg)
A = Luas penampang benda uji (cm2)
8) Ulangi langkah diatas pada setiap variasi campuran hingga selesai.
Aspek yang lebih penting dari kepadatan atau berat jenis material adalah
dalam menghitung kekuatan spesifiknya. Kekuatan spesifik atau specific strength
adalah rasio kekuatan terhadap berat jenis material. specific strength dari suatu bahan
didapatkan dari kekuatan tarik atau kekuatan leleh dibagi dengan berat jenis bahan.
Bahan dengan specific strength tinggi akan cocok untuk aplikasi seperti pesawat
terbang dan mobil. Ini berarti bahwa bahan memiliki bobot yang ringan dengan
manfaat yang disebutkan di atas, tetapi juga memiliki kekuatan tinggi (Peirson 2005).
42
Dalam konstruksi atau aplikasi struktural, bahan rapuh hampir selalu digunakan
dalam kompresi atau struktur tekan (mis. Batu bata, batu dan beton untuk jembatan
dan bangunan). Specific strength adalah kekuatan / kerapatan - sebagian besar hanya
digunakan untuk membandingkan bahan, sehingga unit tidak penting.
3.9.2 Pengujian Kuat Geser Dinding dengan Beban Cyclic (Reversed) Load Test
Penelitian ini menguji kuat geser dinding pasangan bata ringan berkait dengan
dimensi (1,0 x 1,0 x 0,125) m yang diletakkan di atas sloof sesuai perencanaan agar
tidak terangkat saat pengujian. Proses pembuatan dinding uji dilakukan dengan cara
perakitan angkur sloof pada reaction girder, lalu melakukan pengecoran sloof
berukuran 0,13 m x 0,13 m. Pemasangan dinding bata ringan terlebih dahulu
dilakukan dengan mengaitkan satu pasangan dasar bata ringan berkait dengan sloof.
Lalu menyusun bata ringan berkait tanpa menggunakan mortar. Kemudian dilakukan
pengecoran kolom berukuran 0,13 m x 0,13 m dan ring balok berukuran 0,13 m x
0,13 m bila seluruh bata telah terpasang. Tunggu spesimen dinding hingga berumur 7
hari sehingga sampel dapat diuji.
Pengujian geser dinding bata ringan interlock dengan beban siklik mengacu
pada ASTM E2126 – 11 Standard Test Methods for Cyclic (Reversed) Load Test for
Shear Resistance of Vertical Elements of the Lateral Force Resisting Systems for
Buildings. Penyetelan (setting) alat uji siklik dilakukan dengan memasang hydraulic
jack pada siku atas dinding diletakkan sejajar in-plane dinding dan dilakukan
pembebanan siklis berulang pada kedua arah dinding. Sedangkan sisi depan
hydraulic jack dipasang dial gauge untuk mengetahui displacement lateral yang
terjadi akibat beban siklis.
Semua dial gauge dan load cell harus sudah dikalibarasi terlebih dahulu untuk
memastikan bahwa alat-alat tersebut berfungsi secara baik dan tidak memengaruhi
hasil penelitian. Pengujian geser dinding bata ringan interlock dengan beban siklik
diperlukan beberapa orang untuk membaca dial load dan dial gauge. Beban diberi
secara bergantian pada kiri dan kanan spesimen dinding dan ditambah secara
bertahap dengan interval kenaikan yang sama yaitu 5 kN, 10 kN, 15 kN dan
seterusnya hingga dinding runtuh. Dinding dikatakan runtuh apabila tebal retak yang
terjadi lebih besar dari 4 mm (Prayuda 2015. Setiap kenaikan beban tiap bar dicatat
dial load, dial indicator, mengamati pola retak yang terjadi dan menggambarnya
pada spesimen dinding dengan spidol. Penyetelan dan letak alat hydraulic jack dapat
lebih jelas dilihat pada gambar 3.25.
Gambar 3.25 Setting uji kuat geser bidang pasangan dinding bata ringan berkait
Sumber: Dokumen pribadi
Berikut adalah tahap pembuatan spesimen dinding bata ringan berkait dan
pengaturan uji pada frame baja IWF.
1. Perakitan dan pengelasan angkur dengan tulangan kolom ke bagian bawah
frame baja. Fungsi angkur disini adalah untuk menahan agar pada saat
pengujian geser, dinding tidak terangkat dan bergeser. Angkur terbuat dari
besi drat berdiameter 10 mm sejumlah 4 buah pada tiap kolom.
(a) (b)
44
Gambar 3.26 (a) Pengelasan tulangan sloof dengan angkur; (b) Perakitan
angkur pada frame baja IWF
Sumber: Dokumen Pribadi
2. Perakitan tulangan kolom praktis dengan tulangan utama 4D10 dan sengkang
Ø6-200, dengan sloof 4D10 dan sengkang Ø6-200.
Gambar 3.43 Bata ringan berkait tidak tenggelam saat dimasukkan ke dalam air
Sumber: Dokumen Pribadi
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
dikarenakan benda uji dipadatkan dengan cara menggetarkan dengan palu karet dan
cetakan yang kokoh karena cetakan terbuat dari besi.
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa berat jenis terkecil adalah 533,33
kg/m3 dan yang terbesar adalah 1037,03 kg/m3. Semua trial berada pada berat jenis
rencana yaitu pada 500-1000 kg/m3 kecuali trial nomor 12 dengan kode RUN 12
yang mempunyai berat jenis 1037,04 kg/m3. Seluruh benda uji mengapung di air
kolam perawatan karena berat jenisnya di bawah berat jenis air yaitu 1000 kg/m3.
Berdasarkan tabel 4.2 maka didapatkan 3 grafik yaitu grafik berat jenis benda
uji terhadap faktor air semen, grafik berat jenis benda uji terhadap konsentrasi foam
terhadap air, dan grafik berat jenis benda uji terhadap berat fiber terhadap berat
semen. Dari masing-masing grafik tersebut dikembangkan lagi menjadi 2 variasi
grafik.
53
1100
1000
Berat jenis (kg/m3)
900
800
700
600
500
0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70
Faktor Air Semen
Gambar 4.1 Grafik berat jenis benda uji terhadap faktor air semen
Dari grafik diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa semakin besar faktor air
semen, maka berat jenis trial mix semakin kecil. FAS berpengaruh terhadap berat
jenis trial mix karena semakin besar FAS atau semakin banyak air maka semakin
banyak pula busa yang dihasilkan. Campuran dengan busa yang banyak maka akan
menciptakan rongga udara yang semakin banyak dan mengakibatkan perbesaran
volume dan memperkecil berat jenis campuran. Namun, berat jenis terbesar berada
pada FAS 0,6 yaitu 1037,04 kg/m3. Pada penambahan FAS lebih dari 0,6 nilai
optimum berat jenis mengalami penurunan.
Berikut adalah grafik berat jenis benda uji terhadap faktor air semen namun
sudah dikategorikan menurut konsentrasi foam terhadap air dan presentase
penggunaan fiberglass.
54
1100
900
Foam Agent
800
1:10
1:12,5
1:15
700
1:20
600
500
0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70
Faktor Air Semen
Gambar 4.2 Grafik berat jenis terhadap Faktor Air Semen dan Foam agent
Dari gambar 4.2 diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa konsentrasi foam agent
1:10 menghasilkan berat jenis terbesar pada seluruh variasi FAS. Pada FAS 0,5
kecenderungan penambahan foam agent menghasilkan berat jenis yang semakin
rendah, namun pada penggunaan foam agent terbesar yaitu 1:10 menghasilkan berat
jenis terbesar. Pada FAS 0,55 dan 0,6 penambahan foam agent tidak berbanding
lurus atau berbanding terbalik dengan berat jenis, hal tersebut kemungkinan
dipengaruhi oleh variasi penambahan fiberglass. Pada FAS 0,65 penambahan foam
agent berbanding lurus dengan berat jenis yaitu semakin banyak besar konsentrasi
foam agent dalam air maka semakin besar pula berat jenisnya.
Pada gambar 4.1 didapat kesimpulan dari garis tren bahwa semakin besar
FAS maka semakin kecil berat jenis. Namun pada gambar 4.2 seharusnya dengan
konsentrasi foam agent yang sama dan seiring bertambahnya FAS maka berat
jenisnya pun bertambah kecil. Tetapi hal tersebut tidak terjadi pada konsentrasi foam
agent 1:10 dari penambahan FAS 0,5 ke 0,55 yang berat jenisnya semakin bertambah
besar. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena pada konsentrasi foam agent 1:10,
penggunaan fiberglass pada FAS 0,5 yaitu 2,5%, lebih besar daripada penggunaan
fiberglass pada FAS 0,55 yaitu 1,5% yang dapat dilihat pada gambar 4.3. Perlu
diketahui juga bahwa seiring berkurangnya penggunaan fiberglass maka berat
jenisnya semakin besar. Hal tersebut dapat dilihat dari garis tren pada gambar 4.7
55
1100
900
Fiberglass
800 1%
1,5 %
700 2%
2,5 %
600
500
0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70
1000
Berat jenis (kg/m3)
900
800
700
600
500
0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,10 0,11
Konsentrasi Foam Agent terhadap air
Gambar 4.4 Grafik berat jenis benda uji terhadap konsentrasi foam terhadap air
Dari garis tren pada gambar 4.4 bisa ditarik kesimpulan bahwa semakin besar
konsentrasi foam terhadap air maka semakin besar berat jenis benda uji tersebut.
56
Berat jenis terbesar pada campuran dengan konsentrasi 0,10 atau 1:10 dan berat jenis
terkecil dihasilkan pada campuran dengan konsentrasi 0,05 atau 1:20. Berikut adalah
grafik berat jenis benda uji terhadap konsentrasi foam agent terhadap air namun
sudah dikategorikan menurut faktor air semen dan presentase penggunaan fiberglass.
1100
1000
Berat jenis (kg/m3)
900
FAS
0,65
800
0,6
700 0,55
0,5
600
500
0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,10 0,11
Konsentrasi Foam Agent terhadap air
Gambar 4.5 Grafik berat jenis benda uji terhadap foam agent menurut FAS
Dari gambar 4.5 didapatkan data bahwa pada konsentrasi foam 1:20 dan 1:15
kecenderungan penambahan FAS menghasilkan berat jenis yang semakin kecil.
Namun pada konsentrasi foam 1:15 pada FAS 0,6 berat jenis kembali besar, hal
tersebut kemungkinan terjadi karena penurunan penggunaan fiberglass yang
mengakibatkan berat jenis semakin besar, hal tersebut juga terjadi pada kasus
lainnya.
Pada kesimpulan sebelumnya didapatkan bahwa semakin besar konsentrasi
foam terhadap air maka semakin besar berat jenis benda uji tersebut, namun dengan
FAS yang sama yaitu 0,5 dan pada penambahan konsentrasi foam 0,05 ke 0,067 berat
jenis mengalami penurunan. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena pada foam 0,05
penggunaan fiberglass lebih kecil yaitu 1% daripada penggunaan fiberglass pada
foam 0,067 yaitu 1,5% yang mengakibatkan berat jenis lebih kecil. Hasil berat jenis
menurut penggunaan fiberglass pada variasi konsentrasi foam terhadap air dilihat
pada grafik di bawah ini.
57
1100
1000
500
0,04 0,06 0,08 0,10
Konsentrasi Foam Agent terhadap air
Gambar 4.6 Grafik berat jenis benda uji terhadap foam agent menurut fiberglass
1100
1000
Berat jenis (kg/m3)
900
800
700
600
500
0,50% 1,00% 1,50% 2,00% 2,50% 3,00%
Berat Fiber terhadap Berat Semen
Gambar 4.7 Grafik berat jenis benda uji terhadap berat fiber
Dari garis tren pada gambar 4.7 bisa ditarik kesimpulan bahwa semakin besar
persentase berat fiberglass dari berat semen maka semakin rendah berat jenis benda
uji tersebut. Hasil berat jenis tertinggi didapatkan pada nilai optimum penggunaan
fiberglass 2%, namun pada penggunaan fiberglass lebih dari 2% berat jenis
mengalami penurunan kembali.
Berikut adalah grafik berat jenis benda uji terhadap konsentrasi foam agent
terhadap air namun sudah dikategorikan menurut faktor air semen dan presentase
penggunaan fiberglass.
58
1100
1000
500
0,50% 1,00% 1,50% 2,00% 2,50% 3,00%
Berat Fiber terhadap Berat Semen
Gambar 4.8 Grafik berat jenis terhadap presentase fiberglass menurut FAS
1000
Berat jenis (kg/m3)
800 1:10
1:12,5
700
1:15
600 1:20
500
0,50% 1,00% 1,50% 2,00% 2,50% 3,00%
Tabel 4.3 Hasil uji kuat tekan trial mix benda uji kubus
Gaya Luas Kuat
Konversi
Umur Gaya Tekan
Tekan Tekan Tekan
28 hari
Kode (hari) (kN) (kg) (cm2) (kg/cm2)
(kg/cm2) Mutu
(E)=(D*
(A) (B)=(A*101,97) (C) (D)=(B/C)
konversi)
RUN 1 46 65 6628,05 226,50 29,26 27,66 IV
RUN 2 46 70 7137,90 225,00 31,72 29,98 IV
RUN 3 47 65 6628,05 224,99 29,46 27,84 IV
RUN 4 49 90 9177,30 224,99 40,79 38,20 III
RUN 5 46 60 6118,20 225,00 27,19 25,70 IV
RUN 6 46 55 5608,35 225,00 24,93 23,56 IV
RUN 7 47 75 7647,75 225,00 33,99 32,03 IV
RUN 8 49 95 9687,15 223,50 43,34 40,59 III
RUN 9 46 50 5098,50 223,50 22,81 21,56 IV
RUN 10 46 110 11216,70 225,00 49,85 47,11 III
RUN 11 47 55 5608,35 225,00 24,93 23,56 IV
RUN 12 49 170 17334,90 225,00 77,04 72,16 II
RUN 13 46 30 3059,10 225,00 13,60 12,85 -
RUN 14 46 40 4078,80 225,00 18,13 17,13 -
RUN 15 47 50 5098,50 224,99 22,66 21,42 IV
RUN 16 49 140 14275,80 225,00 63,45 59,42 III
80
70
60
Kuat Tekan (kg/cm2)
50
40
30
20
10
0
0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70
Faktor Air Semen
Gambar 4.10 Grafik kuat tekan terhadap faktor air semen
Dari grafik diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa semakin besar faktor air
semen, maka hasil kuat tekan trial mix semakin kecil. Namun, nilai optimum kuat
tekan terbesar berada pada FAS 0,6 yaitu 72,16 kg/cm2. Nilai optimum pada
penambahan FAS lebih dari 0,6 mengalami penurunan. Berikut adalah grafik kuat
tekan benda uji terhadap faktor air semen namun sudah dikategorikan menurut
konsentrasi foam terhadap air dan presentase penggunaan fiberglass.
80
70
60
Kuat Tekan (kg/cm2)
50 Foam Agent
40 1:10
1:12,5
30 1:15
1:20
20
10
0
0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70
Faktor Air Semen
Gambar 4.11 Grafik kuat tekan terhadap FAS menurut foam agent
61
Dari gambar 4.11 diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa konsentrasi foam
agent 1:10 menghasilkan kuat tekan terbesar pada seluruh variasi FAS. Pada seluruh
variasi FAS kecenderungan penambahan foam agent menghasilkan kuat tekan yang
semakin tinggi. Penggunaan foam agent 1:12,5 dan 1:20 mengalami penurunan nilai
kuat tekan seiring dengan penambahan faktor air semen. Pada penggunaan foam
agent 1:10 dan 1:15 mengalami kenaikan seiring dengan penambahan FAS dan
mencapai nilai optimum pada FAS 0,6 namun pada penambahan FAS lebih dari 0,6
nilai kuat tekan mengalami penurunan.
Pada gambar 4.10 didapat kesimpulan dari garis tren bahwa semakin besar
FAS maka semakin kecil nilai kuat tekannya. Namun pada gambar 4.11 seharusnya
dengan konsentrasi foam agent yang sama dan seiring bertambahnya FAS maka nilai
kuat tekannya bertambah kecil. Tetapi hal tersebut tidak terjadi pada konsentrasi
foam agent 1:10 dari penambahan FAS 0,5 ke 0,55 yang kuat tekannya malah
bertambah besar. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena pada konsentrasi foam
agent 1:10, penggunaan fiberglass pada FAS 0,5 yaitu 2,5%, lebih besar daripada
penggunaan fiberglass pada FAS 0,55 yaitu 1,5% yang dapat dilihat pada gambar
4.12. Perlu diketahui juga bahwa seiring berkurangnya penggunaan fiberglass maka
nilai kuat tekannya semakin besar. Hal tersebut dapat dilihat dari garis tren pada
gambar 4.16
80
70
60
Kuat Tekan (kg/cm2)
50
Fiberglass
1%
40
1,5 %
30 2%
2,5 %
20
10
0
0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70
Faktor Air Semen
Gambar 4.12 Grafik kuat tekan terhadap FAS menurut persentase fiberglass
62
60
50
40
30
20
10
00
0,04 0,06 0,08 0,10
Konsentrasi Foam Agent terhadap air
Gambar 4.13 Grafik kuat tekan benda uji terhadap konsentrasi foam agent
Dari garis tren pada gambar 4.13 bisa ditarik kesimpulan bahwa semakin
besar konsentrasi foam terhadap air maka semakin besar nilai kuat tekan benda uji
tersebut. Nilai kuat tekan terbesar pada campuran dengan konsentrasi 0,10 atau 1:10
dan nilai kuat tekan terkecil dihasilkan pada campuran dengan konsentrasi 0,05 atau
1:20. Berikut adalah grafik nilai kuat tekan benda uji terhadap konsentrasi foam
agent terhadap air namun sudah dikategorikan menurut faktor air semen dan
presentase penggunaan fiberglass.
80
70
Kuat Tekan (kg/cm2)
60
50
FAS
40 0,65
0,6
30 0,55
0,5
20
10
00
0,04 0,06 0,08 0,10
Konsentrasi Foam Agent terhadap air
Gambar 4.14 Grafik kuat tekan terhadap konsentrasi foam agent menurut FAS
63
Dari gambar 4.14 didapatkan data bahwa pada konsentrasi foam 1:20, 1:15
dan 1:12,5 kecenderungan penambahan FAS menghasilkan nilai kuat tekan yang
semakin kecil. Namun pada konsentrasi foam 1:15 pada FAS 0,6 nilai kuat tekan
kembali besar, hal tersebut kemungkinan terjadi karena penurunan penggunaan
fiberglass yang mengakibatkan nilai kuat tekan semakin besar, hal tersebut juga
terjadi pada kasus lainnya.
Pada kesimpulan sebelumnya didapatkan bahwa semakin besar konsentrasi
foam terhadap air maka semakin besar nilai kuat tekan benda uji tersebut, namun
dengan FAS yang sama yaitu 0,6 dan pada penambahan konsentrasi foam 0,067 ke
0,08 berat jenis mengalami penurunan. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan
terjadi penambahan penggunaan fiberglass pada foam 0,08 yaitu 1,5% dari
sebelumnya 1% pada konsentrasi foam 0,067 yang mengakibatkan nilai kuat tekan
lebih kecil. Nilai kuat tekan menurut penggunaan fiberglass pada variasi konsentrasi
foam dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
80
70
60
Kuat Tekan (kg/cm2)
50 Fiberglass
2,5 %
40
2%
1,5 %
30
1%
20
10
00
0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,10 0,11
Konsentrasi Foam Agent terhadap air
Gambar 4.15 Grafik kuat tekan terhadap foam agent menurut fiberglass
80
70
60
Kuat Tekan (kg/cm2) 50
40
30
20
10
0
0,50% 1,00% 1,50% 2,00% 2,50% 3,00%
Berat Fiber terhadap Berat Semen
Gambar 4.16 Grafik kuat tekan terhadap persentase berat fiberglass
Dari garis tren pada gambar 4.16 bisa ditarik kesimpulan bahwa semakin
besar persentase berat fiberglass dari berat semen maka semakin rendah nilai kuat
tekan benda uji tersebut. Hasil nilai kuat tekan tertinggi didapatkan pada nilai
optimum penggunaan fiberglass 2%, namun pada penggunaan fiberglass lebih dari
2% nilai kuat tekan mengalami penurunan kembali.
Berikut adalah grafik nilai kuat tekan benda uji terhadap konsentrasi foam
agent namun sudah dikategorikan menurut faktor air semen dan presentase
penggunaan fiberglass.
80
70
Kuat Tekan (kg/cm2)
60
FAS
50
0,65
40
0,6
30 0,55
20 0,5
10
0
0,50% 1,00% 1,50% 2,00% 2,50% 3,00%
Berat Fiber terhadap Berat Semen
Gambar 4.17 Grafik kuat tekan menurut FAS pada variasi persentase fiberglass
pada gambar 4.17 saat FAS 0,55 dan 0,5 pada penambahan presentase berat fiber
dari 1% ke 1,5% terjadi peningkatan nilai kuat tekan, dari kesimpulan subbab
sebelumnya didapatkan bahwa semakin besar konsentrasi foam agent maka semakin
besar juga nilai kuat tekannya. Maka hal tersebut kemungkinan dikarenakan foam
agent pada 1% mengalami peningkatan yang mengakibatkan penambahan nilai kuat
tekan, yang dapat dilihat pada gambar 4.18 di bawah ini.
80
70
60
Kuat Tekan (kg/cm2)
Foam Agent
50
1:10
40 1:12,5
30 1:15
1:20
20
10
0
0,50% 1,00% 1,50% 2,00% 2,50% 3,00%
Berat Fiber terhadap Berat Semen
Gambar 4.18 Grafik kuat tekan menurut foam agent pada variasi fiberglass
strength yang didapatkan dari hasil berat jenis dan kuat tekan trial mix benda uji
kubus.
Tabel 4.5 Specific Strength trial mix benda uji kubus
Berat Kuat Ultimate Specific
Berat Volume
jenis Tekan Strength Strength
Kode (kg) (m3) (kg/m3) (kg/cm2) (N/m2) (Nm/kg)
(A) (B) (C)=(A/B) (D) (E)=(D*98066,5) (F)=(E/C)
RUN 1 3 0,00337 888,93 27,66 2712136,42 3051,02
RUN 2 2,85 0,00338 844,44 29,98 2940234,05 3481,86
RUN 3 2,6 0,00337 770,40 27,84 2730338,68 3544,03
RUN 4 3,07 0,00337 909,67 38,20 3780468,94 4155,87
RUN 5 2,7 0,00338 800,00 25,70 2520200,61 3150,25
RUN 6 2,45 0,00338 725,93 23,56 2310183,89 3182,40
RUN 7 3 0,00340 883,00 32,03 3150250,77 3567,66
RUN 8 3,3 0,00335 984,34 40,59 4017098,29 4081,01
RUN 9 2,45 0,00335 730,80 21,56 2114262,26 2893,09
RUN 10 3,1 0,00338 918,52 47,11 4620367,79 5030,24
RUN 11 2,35 0,00340 691,69 23,56 2310183,89 3339,94
RUN 12 3,5 0,00338 1037,04 72,16 7140568,40 6885,55
RUN 13 1,8 0,00338 533,33 12,85 1260100,31 2362,69
RUN 14 2 0,00338 592,59 17,13 1680133,74 2835,23
RUN 15 2,5 0,00337 740,77 21,42 2100260,52 2835,23
RUN 16 3,12 0,00338 924,44 59,42 5880468,10 6361,08
80
70
60
50
Kuat Tekan (kg/cm2)
40
30
20
10
00
500,00 600,00 700,00 800,00 900,00 1000,00 1100,00
Berat jenis (kg/m3)
Gambar 4.19 Grafik hubungan nilai kuat tekan dan berat jenis trial mix
Pada penelitian ini akan dikaji penggunaan metode Taguchi untuk
optimalisasi specific strength bata ringan. Percobaan dilakukan di Laboratorium
67
Teknologi Bahan Politeknik Negeri Malang dengan melibatkan tiga faktor yaitu
faktor air semen, penambahan prosentase fiberglass terhadap berat semen, dan
konsentrasi foam agent terhadap air dengan respon specific strength bata ringan.
Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data primer dan diperoleh secara
langsung melalui percobaan. Faktor dan level yang digunakan pada percobaan ini
dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Faktor dan Level Percobaan
Level
kode Faktor dan Level Percobaan
1 2 3 4
A Faktor Air Semen 0,50 0,55 0,60 0,65
B Konsentrasi Foam terhadap air 1:10 1:12,5 1:15 1:20
C Persentase berat fiberglass terhadap semen 1% 1,5% 2% 2,5%
maka ȳ run 1 =
= 3051,02
dari contoh perhitungan yang dilakukan maka diperoleh data rata-rata (ȳ)
seperti pada tabel 4.9 di bawah ini.
69
SNR = -10log10[ ∑ ]
Nilai Signal to Noise Ratio (SNR) dari data dapat dilihat pada tabel 4.10.
Tabel 4.10 Nilai Nilai Signal to Noise Ratio (SNR)
Specific Strength
Run Signal to Noise Ratio (SNR)
(Nm/kg)
1 3051,02 -69,689
2 3481,86 -70,836
3 3544,03 -70,990
4 4155,87 -72,373
5 3150,25 -69,967
6 3182,40 -70,055
7 3567,66 -71,048
8 4081,01 -72,215
9 2893,09 -69,227
10 5030,24 -74,032
11 3339,94 -70,475
12 6885,55 -76,759
13 2362,69 -67,468
14 2835,23 -69,052
15 2835,23 -69,052
16 6361,08 -76,071
70
1 14232,774 3558,194
2 13981,313 3495,328 1041,875
A 3
3 18148,811 4537,203
4 14394,223 3598,556
1 21483,506 5370,877
2 13286,853 3321,713 2506,616
B 1
3 14529,717 3632,429
4 11457,044 2864,261
1 18009,999 4502,500
2 13265,487 3316,372
C 1235,855 2
3 16415,057 4103,764
4 13066,578 3266,644
A2 = + + +
A3 = + + +
A4 = + + +
i. Jumlah untuk faktor B, C, dan D dapat digunakan rumus yang sama dengan
memperhatikan letak level masing-masing faktor pada unsur matriks
orthogonal array. Perhitungan nilai efek faktor dari Signal to Noise Ratio
(SNR) dilakukan dengan mengurangi rata-rata terbesar dengan rata-rata
terkecil, sehingga diperoleh Tabel 4.12.
Tabel 4.12 Nilai Efek Faktor dari Signal to Noise Ratio (SNR)
1 -283,888 -70,972
2 -283,285 -70,821 2,213 3
A
3 -290,493 -72,623
4 -281,642 -70,411
1 -297,418 -74,354
2 -281,564 -70,391 5,267 1
B
3 -283,975 -70,994
4 -276,351 -69,088
1 -290,839 -72,710
2 -280,994 -70,249
C 2,533 2
3 -286,767 -71,692
4 -280,707 -70,177
Dari tabel di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa biaya paling rendah
pembuatan bata ringan berkait dengan bahan semen putih yaitu Rp 2.370.000,00
masih lebih mahal daripada harga bata ringan di pasaran yaitu di kisaran harga Rp
550.000,00 sampai Rp 780.000,00. Kebutuhan biaya yang besar tersebut dikarenakan
73
penggunaan semen putih yang harganya dua kali lipat harga semen PPC biasa. Dari
tabel diatas didapatkan 3 analisa harga berdasarkan faktor air semen, konsentrasi
foam agent, dan presentase berat fiberglass yang digunakan.
3.100.000
3.000.000
2.900.000
Harga per m3 (Rp)
2.800.000
2.700.000
2.600.000
2.500.000
2.400.000
2.300.000
0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70
Faktor Air Semen
Gambar 4.20 Grafik biaya produksi benda uji terhadap faktor air semen
Dari grafik diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa semakin besar faktor air
semen, maka biaya produksi trial mix semakin besar. FAS berpengaruh terhadap
biaya produksi karena semakin besar FAS atau semakin banyak air maka
penggunaan foam agent juga semakin besar. Namun, biaya produksi terbesar berada
pada FAS 0,6 yaitu Rp 3.037.037,00. Pada penambahan FAS lebih dari 0,6 nilai
optimum biaya produksi mengalami penurunan.
Berikut adalah grafik biaya produksi benda uji terhadap faktor air semen
namun sudah dikategorikan menurut konsentrasi foam terhadap air dan presentase
penggunaan fiberglass
74
3.100.000
3.000.000
2.800.000 1:10
2.700.000 1:12,5
1:15
2.600.000
1:20
2.500.000
2.400.000
2.300.000
0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70
Faktor Air Semen
Gambar 4.21 Grafik biaya produksi terhadap Faktor Air Semen dan Foam agent
3.100.000
3.000.000
2.900.000
Harga per m3 (Rp)
2.800.000 Fiberglass
1%
2.700.000
1,5 %
2.600.000 2%
2,5 %
2.500.000
2.400.000
2.300.000
0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70
Faktor Air Semen
Gambar 4.22 Grafik biaya produksi terhadap Faktor Air Semen dan fiberglass
Dari gambar 4.21 diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa konsentrasi foam
agent 1:10 menghasilkan biaya produksi terbesar pada FAS 0,5, 0,55 dan 0,6. Pada
FAS 0,65 biaya produksi paling tinggi dihasilkan saat konsentrasi foam agent 1:12.
Pada semua variasi FAS kecenderungan penambahan foam agent menghasilkan
biaya produksi yang semakin tinggi. Pada FAS 0,55 dan 0,6 penambahan foam agent
tidak berbanding lurus dengan biaya produksi, hal tersebut kemungkinan dipengaruhi
oleh variasi penambahan fiberglass.
Pada gambar 4.20 didapat kesimpulan dari garis tren bahwa semakin besar
FAS maka semakin tinggi biaya produksi. Namun pada gambar 4.21 seharusnya
75
dengan konsentrasi foam agent yang sama dan seiring bertambahnya FAS maka
biaya produksi pun bertambah besar. Tetapi hal tersebut tidak terjadi pada
konsentrasi foam agent 1:10 dari penambahan FAS 0,5 ke 0,55 yang biaya
produksinya menurun. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena pada konsentrasi
foam agent 1:10, penggunaan fiberglass pada FAS 0,5 yaitu 2,5%, lebih besar
daripada penggunaan fiberglass pada FAS 0,55 yaitu 1,5% yang dapat dilihat pada
gambar 4.22. Perlu diketahui juga bahwa seiring berkurangnya penggunaan
fiberglass maka biaya produksinya semakin rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari
garis tren pada gambar 4.26
2.800.000
2.700.000
2.600.000
2.500.000
2.400.000
2.300.000
0,04 0,06 0,08 0,10
Konsentrasi Foam Agent terhadap air
Gambar 4.23 Grafik biaya produksi benda uji terhadap konsentrasi foam agent
Dari garis tren pada gambar 4.23 bisa ditarik kesimpulan bahwa semakin
besar konsentrasi foam terhadap air maka semakin besar biaya produksi benda uji
tersebut. Biaya produksi terbesar pada campuran dengan konsentrasi 0,10 atau 1:10
dan berat jenis terkecil dihasilkan pada campuran dengan konsentrasi 0,05 atau 1:20.
Berikut adalah grafik biaya produksi benda uji terhadap konsentrasi foam agent
terhadap air namun sudah dikategorikan menurut faktor air semen dan presentase
penggunaan fiberglass.
76
3.100.000
3.000.000
Harga per m3 (Rp) 2.900.000
FAS
2.800.000
0,65
2.700.000
0,6
2.600.000 0,55
2.500.000 0,5
2.400.000
2.300.000
0,04 0,06 0,08 0,10
Konsentrasi Foam Agent terhadap air
Gambar 4.24 Grafik biaya produksi terhadap foam agent menurut FAS
Dari gambar 4.24 didapatkan data bahwa pada konsentrasi foam 1:20 dan
1:15 kecenderungan penambahan FAS menghasilkan biaya produksi yang semakin
besar. Pada kesimpulan sebelumnya didapatkan bahwa semakin besar konsentrasi
foam terhadap air maka semakin besar biaya produksi benda uji tersebut, namun
dengan FAS yang sama yaitu 0,6 dan pada penambahan konsentrasi foam 0,05 ke
0,067 biaya produksi mengalami penurunan. Hal tersebut kemungkinan terjadi
karena pada foam 0,05 penggunaan fiberglass lebih besar yaitu 2,5% daripada
penggunaan fiberglass pada foam 0,067 yaitu 1% yang mengakibatkan biaya
produksi lebih kecil. Hasil biaya produksi menurut penggunaan fiberglass pada
variasi konsentrasi foam agent terhadap air dilihat pada grafik di bawah ini.
3.100.000
3.000.000
2.900.000
Harga per m3 (Rp)
2.800.000
Fiberglass
2.700.000 2,5 %
2%
2.600.000
1,5 %
2.500.000 1%
2.400.000
2.300.000
0,04 0,06 0,08 0,10
Konsentrasi Foam Agent terhadap air
Gambar 4.25 Grafik biaya produksi terhadap foam agent menurut fiberglass
77
3.100.000
3.000.000
Harga per m3 (Rp)
2.900.000
2.800.000
2.700.000
2.600.000
2.500.000
2.400.000
2.300.000
0,50% 1,00% 1,50% 2,00% 2,50% 3,00%
Berat Fiber terhadap Berat Semen
Gambar 4.26 Grafik biaya produksi terhadap berat fiberglass
Dari garis tren pada gambar 4.26 bisa ditarik kesimpulan bahwa semakin
besar persentase berat fiberglass maka semakin tinggi biaya produksi benda uji
tersebut. Biaya produksi tertinggi didapatkan pada nilai optimum penggunaan
fiberglass 2%, namun pada penggunaan fiberglass lebih dari 2% nilai optimum biaya
produksi mengalami penurunan kembali.
Berikut adalah grafik biaya produksi benda uji terhadap konsentrasi foam
agent terhadap air namun sudah dikategorikan menurut faktor air semen dan
presentase penggunaan fiberglass.
3.100.000
3.000.000
2.900.000
Harga per m3 (Rp)
2.800.000 FAS
2.700.000 0,65
0,6
2.600.000
0,55
2.500.000 0,5
2.400.000
2.300.000
0,50% 1,00% 1,50% 2,00% 2,50% 3,00%
Berat Fiber terhadap Berat Semen
Gambar 4.27 Grafik biaya produksi menurut FAS pada variasi fiberglass
78
3.100.000
3.000.000
2.900.000
Harga per m3 (Rp)
2.800.000
Foam Agent
1:10
2.700.000
1:12,5
2.600.000
1:15
2.500.000 1:20
2.400.000
2.300.000
0,50% 1,00% 1,50% 2,00% 2,50% 3,00%
Berat Fiber terhadap Berat Semen
Gambar 4.28 Grafik biaya produksi menurut foam agent pada variasi fiberglass
Pada tabel 4.14 bata ringan berkait yang telah dicetak memenuhi syarat
tampak luar menurut ketentuan SNI-3-0349-1989 tentang bata beton untuk pasangan
dinding. Ketentuan dari SNI tersebut yakni bidang permukaan yang tidak cacat,
rusuk-rusuknya siku terhadap yang lain, dan sudut rusuknya tidak tidak rapuh.
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa berat jenis rata-rata adalah 782 kg/m3
dengan berat jenis terkecil adalah 692,5 kg/m3 dan yang terbesar adalah 920,0 kg/m3.
Semua benda uji bata ringan berkait berada pada berat jenis rencana yaitu pada 500-
1000 kg/m3. Seluruh benda uji mengapung di air kolam perawatan karena berat
jenisnya di bawah berat jenis air yaitu 1000 kg/m3.
Tabel 4.17 Hasil uji kuat tekan bata ringan berkait benda uji kubus
Gaya Gaya Luas kuat
Berat Kuat Tekan 28 hari
Kode Tekan Tekan Tekan tekan
(kg)
(kN) (kg) (cm2) (kg/cm2) (MPa)
1 2,70 70 7137,90 225,0 31,7 3,11
2 2,70 70 7137,90 225,0 31,7 3,11
Rata-rata 31,7 3,11
Lanjutan Tabel 4.18 Hasil pengujian geser portal dinding bata ringan berkait
Beban
Simpangan (Δ) Kekakuan
Arah Dorong
Siklus (mm) (N/mm)
Pembebanan (N)
A B C=A/B
0 -0,2 0,00
11000 2,06 5339,81
12000 2,34 5128,21
Kanan 13000 2,81 4626,33
14000 3,41 4105,57
15000 3,62 4143,65
0 0,3 0,00
3
0 0,3 0,00
-11000 -3,08 3571,43
-12000 -3,53 3399,43
Kiri -13000 -4,02 3233,83
-14000 -4,5 3111,11
-15000 -5,03 2982,11
0 -0,4 0,00
0 -0,4 0,00
16000 6,04 2649,01
17000 6,44 2639,75
Kanan 18000 7,04 2556,82
19000 7,6 2500,00
20000 8,48 2358,49
0 0,6 0,00
4
0 0,6 0,00
-16000 -6,53 2450,23
-17000 -6,91 2460,20
Kiri -18000 -7,57 2377,81
-19000 -7,94 2392,95
-20000 -8,42 2375,30
0 -1,7 0,00
0 -1,7 0,00
21000 10,54 1992,41
22000 11,04 1992,75
Kanan 23000 11,57 1987,90
24000 12,34 1944,89
5
25000 13,44 1860,12
0 1,8 0,00
0 1,8 0,00
Kiri -21000 -10,93 1921,32
-22000 -11,92 1845,64
84
Lanjutan Tabel 4.18 Hasil pengujian geser portal dinding bata ringan berkait
Beban
Simpangan (Δ) Kekakuan
Arah Dorong
Siklus (mm) (N/mm)
Pembebanan (N)
A B C=A/B
-23000 -12,45 1847,39
-24000 -13 1846,15
5 Kiri
-25000 -14 1785,71
0 -2,2 0,00
0 -2,2 0,00
5000 -0,7 -7142,86
10000 3,8 2631,58
15000 8,3 1807,23
20000 11,5 1739,13
25000 14,6 1712,33
26000 15,03 1729,87
Kanan
27000 15,48 1744,19
28000 16,08 1741,29
29000 16,68 1738,61
30000 17,56 1708,43
20000 14,6 1369,86
10000 8,3 1204,82
0 2,3 0,00
6
0 2,3 0,00
-5000 -1,7 2941,18
-10000 -6,8 1470,59
-15000 -8,7 1724,14
-20000 -13,43 1489,20
-25000 -15,8 1582,28
-26000 -16,7 1556,89
Kiri
-27000 -17,25 1565,22
-28000 -17,67 1584,61
-29000 -18,29 1585,57
-30000 -18,94 1583,95
-20000 -15,7 1273,89
-10000 -11,2 892,86
0 -2,4 0,00
0 -2,4 0,00
5000 -0,4 -12500,00
10000 4,6 2173,91
7 Kanan
15000 7,6 1973,68
20000 10,6 1886,79
25000 13,6 1838,24
85
Lanjutan Tabel 4.18 Hasil pengujian geser portal dinding bata ringan berkait
Beban
Simpangan (Δ) Kekakuan
Arah Dorong
Siklus (mm) (N/mm)
Pembebanan (N)
A B C=A/B
30000 17,6 1704,55
31000 18,31 1693,06
32000 18,68 1713,06
33000 18,92 1744,19
34000 19,35 1757,11
Kanan
35000 19,6 1785,71
30000 18,6 1612,90
20000 14,6 1369,86
10000 9,6 1041,67
0 4 0,00
0 4 0,00
-5000 -2 2500,00
-10000 -7 1428,57
7
-15000 -12 1250,00
-20000 -15 1333,33
-25000 -17,5 1428,57
-30000 -19 1578,95
-31000 -20 1550,00
Kiri
-32000 -20,8 1538,46
-33000 -22,26 1482,48
-34000 -23,07 1473,78
-35000 -23,78 1471,83
-30000 -21 1428,57
-20000 -17 1176,47
-10000 -12 833,33
0 -4 0,00
0 -4 0,00
5000 0,5 10000,00
10000 5,2 1923,08
15000 7,5 2000,00
20000 11 1818,18
25000 14 1785,71
8 Kanan
30000 18 1666,67
35000 20 1750,00
36000 20,5 1756,10
37000 21 1761,90
38000 21,3 1784,04
39000 21,5 1813,95
86
Lanjutan Tabel 4.18 Hasil pengujian geser portal dinding bata ringan berkait
Beban
Simpangan (Δ) Kekakuan
Arah Dorong
Siklus (mm) (N/mm)
Pembebanan (N)
A B C=A/B
40000 22 1818,18
30000 20 1500,00
Kanan 20000 17 1176,47
10000 12 833,33
0 6 0,00
0 6 0,00
-5000 -8 625,00
-10000 -14 714,29
-15000 -18 833,33
-20000 -21 952,38
-25000 -23,5 1063,83
8
-30000 -25 1200,00
-35000 -29 1206,90
Kiri -36000 -30 1200,00
-37000 -31,5 1174,60
-38000 -33 1151,52
-39000 -34 1147,06
-40000 -35,5 1126,76
-30000 -35 857,14
-20000 -33 606,06
-10000 -29 344,83
0 -14 0,00
0 -14 0,00
5000 5 1000,00
10000 13 769,23
15000 18 833,33
20000 21 952,38
25000 24 1041,67
30000 26 1153,85
35000 27,5 1272,73
9 Kanan
40000 29 1379,31
41000 29,3 1399,32
42000 29,8 1409,40
43000 30,2 1423,84
44000 30,6 1437,91
45000 31 1451,61
40000 30,5 1311,48
30000 30 1000,00
87
Lanjutan Tabel 4.18 Hasil pengujian geser portal dinding bata ringan berkait
Beban
Simpangan (Δ) Kekakuan
Arah Dorong
Siklus (mm) (N/mm)
Pembebanan (N)
A B C=A/B
20000 27 740,74
Kanan 10000 24 416,67
0 10 0,00
0 10 0,00
-5000 -10 500,00
-10000 -16 625,00
-15000 -21,5 697,67
-20000 -25 800,00
-25000 -27 925,93
-30000 -29 1034,48
-35000 -32 1093,75
9
-40000 -46 869,57
Kiri -41000 -49 836,73
-42000 -50 840,00
-43000 -52 826,92
-44000 -53 830,19
-45000 -55 818,18
-40000 -53 754,72
-30000 -52 576,92
-20000 -50 400,00
-10000 -45 222,22
0 -30 0,00
0 -30 0,00
5000 8 625,00
10000 19 526,32
15000 25 600,00
20000 28 714,29
10 Kanan 25000 30 833,33
30000 35 857,14
35000 40 875,00
35000 50 700,00
34000 55 618,18
33000 60 550,00
dinding menerima beban 25000 N dan memperoleh simpangan lateral sebesar 13,44
mm. Lalu pembebanan dilakukan kembali sampai dinding memperoleh beban
maksimum dan simpangan maksimum. Berikut adalah kurva hysteresis loop yang
didapat dari hasil pengujian geser dengan beban siklis.
Dari gambar grafik 4.31 diatas dapat disimpulkan bahwa simpangan lateral
pada tiap perulangan siklus tidak selalu kembali ke 0 mm. Hal ini dikarenakan
semakin banyak pengulangan siklus dan pertambahan pembebanan maka kekakuan
struktur dinding semakin berkurang sehingga kemampuan dinding kembali ke bentuk
semula semakin menurun. Maka saat pembebanan lebih dari kekakuan elastis yaitu
0,4Ppeak atau 18000 N, simpangan lateral pada beban 0 N pada pengulangan siklus
selanjutnya tidak kembali ke 0 mm.
b. Kuat Geser
c. Beban Leleh
A (luasan kurva dari perhitungan aplikasi autocad) = 1209,525 Nm
= 39,1 mm = 0,0391 m
Pyield = ( √ )𝐾𝑒
=( √ ) 2556818,18 = 38252,49 N
d. Simpangan Leleh
Tabel 4.19 Hasil pengujian geser portal dinding bata ringan berkait
Kuat
Kekakuan Rasio
Δyield Pu Geser
Elastis (Ke) Daktilitas
(N) (mm) (N) (N) (mm) (vpeak)
(N/m) (D)
(N/m)
38252,49 14,961 45000 35000 39,1 2556818,18 35714,286 2,61
Dari hasil analisis di atas nilai – nilai tersebut dapat digambarkan menjadi
kurva equivalent energy elastic plastic sebagai berikut:
Gambar 4.33 Kurva EEEP dinding saat pembebanan dari arah kiri
Gambar 4.34 Kurva EEEP dinding saat pembebanan dari arah kanan
Dari grafik di atas terlihat bahwa garis yang awalnya linear berubah menjadi
tidak linear setelah 0,4Ppeak karena pada saat 0,4Ppeak adalah batas kekakuan elastis
dinding sehingga sehingga ketahanan dinding dalam menerima beban semakin
berkurang. pada garis EEEP digambarkan linear untuk memudahkan penentuan
beban leleh dinding, dan dinding dianggap runtuh dengan pembebanan sebesar beban
leleh secara konstan. Dari analisis berat jenis bata ringan berkait yaitu 800 kg/m3 dan
pengujian kuat geser portal dinding bata ringan berkait didapatkan hasil kuat geser
35714,286 N/m lebih besar dari penelitian interlocking masonry brick sebelumnya
yang dilakukan Ramadhan (2019) yaitu 21310,4 N/m dengan berat jenis 2120 kg/m3,
92
namun lebih kecil dari penelitian kuat geser dinding panel beton ringan yang
dilakukan Bahri (2016) yaitu 45100 N/m dengan berat jenis 1709 kg/m3
Gambar 4.35 Pola retak pada beban maksimum bata ringan berkait
Pola retak pertama terjadi pada saat pembacaan beban dorong 10000 N ke
kanan dengan simpangan 1,8 mm yang menghasilkan retak rambut pada pojok kiri
bawah. Pada saat retak pertama dinding masih memiliki kekakuan 5555,56 N/mm.
Lalu pada pembacaan 15000 N dan simpangan 3,62 mm terjadi retak rambut pada
pojok kanan bawah dengan kekakuan 4143,65 N/mm. Lalu pada pembacaan beban
25000 N ke kanan retak yang terjadi mencapai lebar 4 mm dan bed joints
(sambungan horizontal) antara bata lapis 3 dan 4 terjadi kegagalan/patah pada kait
bata ringan yang mengakibatkan sambungan terbuka 5 mm dengan kekakuan
1860,12 N/mm. Pada beban 30000 N dengan simpangan 17,56 lebar bukaan
sambungan (bed joints) bertambah menjadi 8 mm dan kekakuan dinding menjadi
1708,43 N/mm.
93
Gambar 4.36 Pola retak tipe diagonal stepped cracks pada beban 30000 N
Pola retak bata ringan berkait pada pembebanan sampai 35000 N merupakan
tipe diagonal stepped cracks karena pembebanan masih relatif kecil dan yang hancur
masih 1 kait bata ringan yang mulai patah. Namun pada pembebanan sampai beban
puncak yaitu 45000 N pola retak menjadi diagonal tensile cracks failure karena bata
ringan sudah melewati batas kekuatan akibat pergeseran. Keretakan tipe Diagonal
tensile cracks failure disebabkan oleh keretakan pada sisi sebelah lubang kait
dikarenakan luas penampang lebih kecil dari luas penampang kait. Kolom kiri terjadi
retak pada bagian tengah dan di sisi bagian bawah frame beton tidak retak karena
pergeseran dapat ditahan oleh angkur yang ditanam pada portal baja.
Dari pengujian geser dinding ini dapat diambil kesimpulan bahwa semakin
dinding mengalami kerusakan atau keretakan maka kekakuan struktur akan semakin
berkurang, hal ini dibuktikan pada saat kemunculan retak pertama dinding masih
memiliki kekakuan sebesar 5555,56 N/mm, namun pada saat lebar retak mencapai 4
mm, kekakuan dinding mengalami penurunan sebesar 66,52% % menjadi 1860,12
N/mm. Saat pembacaan beban 30000 N, keretakan mencapai 8 mm dan kekakuan
dinding mengalami penurunan lagi menjadi 1708,43 N/mm.
Hal ini juga dikemukakan oleh Yongzhen (2010) Bahwa sebelum retak,
kekakuan akan konstan seperti kekakuan saat pembebanan belum terjadi, namun jika
beton mengalami retak akibat beban eksternal maka kekakuan struktur juga akan
berkurang seiring dengan penambahan lebar retak.
94
Gambar 4.37 Pola retak tipe diagonal tensile cracks pada beban puncak
95
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari pengujian bata ringan berkait dan pengujian
pembebanan pada spesimen dinding bata ringan berkait, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
a. Berdasarkan hasil pengujian disimpulkan bahwa berat jenis rata-rata adalah
810,99 kg/m3 dengan berat jenis terkecil adalah 533,33 kg/m3 dan yang
terbesar adalah 1037,03 kg/m3. Semua benda uji bata ringan berkait berada
pada berat jenis rencana yaitu pada 500-1000 kg/m3. Seluruh benda uji
mengapung di air kolam perawatan karena berat jenisnya di bawah berat jenis
air yaitu 1000 kg/m3.
b. Berdasarkan hasil pengujian kuat tekan trial mix, maka benda uji kubus
paling optimal termasuk dalam kategori II dengan nilai kuat tekan 72,16
kg/cm2.
c. Dari hasil pengujian kuat tekan dan perhitungan berat jenis seluruh benda uji
kubus, didapatkan kesimpulan bahwa semakin besar berat jenis bata ringan
maka akan semakin besar kuat tekannya. Hal ini dibuktikan dengan berat
jenis paling kecil yaitu 533,33 kg/cm3 menghasilkan nilai kuat tekan 12,85
kg/cm2 dan berat jenis paling besar yaitu 1037,04 kg/cm3 menghasilkan nilai
kuat tekan 72,16 kg/cm2.
d. Berdasarkan beberapa spesimen trial mix dan analisis data menggunakan
metode Taguchi dapat disimpulkan bahwa berat jenis bata ringan berkait akan
optimal jika menggunakan rancangan usulan A4, B4, dan C2 yaitu FAS 0,65,
konsentrasi foam 1:20, dan fiber 1,5% dari berat semen.
e. Berdasarkan hasil pengujian bata ringan berkait yang telah dicetak memenuhi
syarat tampak luar menurut ketentuan SNI-3-0349-1989 tentang bata beton
untuk pasangan dinding. Ketentuan dari SNI tersebut yakni bidang
permukaan yang tidak cacat, rusuk-rusuknya siku terhadap yang lain, dan
sudut rusuknya tidak mudah dirapikan dengan kekuatan jari tangan (tidak
rapuh).
96
5.2 Saran
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dan untuk perbaikan penelitian
pasangan dinding bata ringan berkait, maka pada penelitian selanjutnya disarankan:
a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap metode pengadukan, rasio air
pasta dan air untuk pembuatan foam pada proses pengecoran benda uji.
97
b. Pada tahap trial mix disarankan menggunakan concrete mixer supaya metode
dan waktu pencampuran lebih seragam karena menggunakan mesin.
c. Pencetakan bata ringan harus menggunakan bekisting yang kokoh dan tidak
lentur saat adonan dituang ke dalam cetakan agar hasil cetakan presisi dan
tidak mengembung.
d. Perlu dilakukan pengujian geser dinding bata ringan berkait tanpa portal
dinding beton.
98
DAFTAR PUSTAKA
Alireza Kashani, Tuan Duc Ngo, Priyan Mendis, Jay R. Black, Ailar
Hajimohammadi 2017, A Sustainable Application Of Recycled Tyre Crumbs As
Insulator In Lightweight Cellular Concrete, Journal Of Cleaner Production.
American Standard Testing and Material. 2011. ASTM E 2126 – 2011. Cyclic
(Reversed) Load Test for Shear Resistance of Vertical Elements of the Lateral
Force Resisting Systems for Buildings.
Ari Wibowo, Wisnumurti, Ribut Hermawan 2016, Perilaku Geser Pada Dinding
Panel Jaring Kawat Baja Tiga Dimensi Dengan Variasi Rasio Tinggi Dan
Lebar (Hw/Lw) Terhadap Beban Lateral Statik, Rekayasa Sipil / Volume 10,
No.2 – 2016 Issn 1978 – 5658.
Arya, C 2009, Design Of Structural Elements: Concrete, Steelwork, Masonry And
Timber Designs To British Standards And Eurocodes. Crc Press.
Badan Standarisasi Nasional. 1974. SNI 03-1974-1990: Metode Pengujian Kuat
Tekan Beton.
Badan Standarisasi Nasional. 1989. SNI 03-0349-1989: Bata Beton Untuk Pasangan
Dinding.
Badan Standarisasi Nasional. 2002. SNI 03-3449-2002: Tata Cara Rencana
Pembuatan Campuran Beton Ringan Dengan Agregat Ringan
Bahri, Saiful 2016, Perilaku Kuat Geser Dinding Panel Dengan Perkuatan Diagonal
Tulangan Baja. Publikasi Ilmiah. Universitas Muhammadiyah Surakarta
Barabanshchikov, Y., Belyaeva, S., Avdeeva, A. And Perez, M. 2015, Fiberglass
Reinforcement For Concrete. In Applied Mechanics And Materials (Vol. 725,
Pp. 475-480). Trans Tech Publications.
Brown, P. 1932, U.S. Patent No. 1,984,393. Brooklyn, N.Y: U.S. Patent Office.
Calvin, E. L. 1976, U.S. Patent No. 3,936,987. Washington, DC: U.S. Patent and
Trademark Office.
Chiang, K.Y., Chou, P.H., Hua, C.R., Chien, K.L. and Cheeseman, C., 2009,
Lightweight bricks manufactured from water treatment sludge and rice
husks. Journal of hazardous materials, 171(1-3), pp.76-82.
Francisco J. C. 1997, Seismic Behaviour Of Reinforced Conrete Structures With
Masonry Infills. Thesis. University Of Canbury. New Zaeland
Hamad, A. J. 2014, Materials, production, properties and application of aerated
lightweight concrete. International Journal of Materials Science and
Engineering, 2(2), pp. 152-157.
Hancock, N. L. 1976, U.S. Patent No. 3,936,989. Washington, DC: U.S. Patent and
Trademark Office
Hendry, Arnold W, Sinha, Bhek Pati, Davies, S. R 2017, Design Of Masonry
Structures. Crc Press.
Ibrahim, W., Mastura, W., Hussin, K., Al Bakri, M.M.A., Abdul Kadir, A. and
Binhussain, M., 2015, Development of Fly Ash-Based Geopolymer Lightweight
Bricks Using Foaming Agent-A Review. In Key Engineering Materials (Vol.
660, pp. 9-16). Trans Tech Publications.
Iyer, K., Mulkarni, S.M., Subraniam, S., Murty, C.V.R., Goswami,
R.,Vijayanarayanan, A.R. 2012. Build a Safe House with Confined Masonry.
Gujarat State Disaster Management Authority. Government of Gujarat
99
Murtono, A. 2015, Pemanfaatan Foam Agent dan Material Lokal dalam Pembuatan
Bata Ringan, Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Murty, C. V. R. 2005, Earthquake Tips. National Information Center Of Earthquake
Engineering, Indian Institute Of Technology Kanpur, India.
Nambiar, E.,K.K. And Ramamurthy, K. 2006, 'Models Relating Mixture
Composition To The Density And Strength Of Foam Concrete Using Response
Surface Methodology.'. Cement & Concrete Composites 28 (2006), 752-760
Narayanan N, Ramamurthy K 2000, Structure And Properties Of Aerated Concrete:
A Review. Cem Concr Compos;22:321–9.
Pierson, Brad 2005, Comparison of Specific Properties of Engineering Materials,
School of Engineering, Grand Valley State University.
Prasetya, Novan I. 2019, Studi Penelitian Penggunaan Bata Ringan Berkait
(Interlocking) Terhadap Geser Dan Lentur Lateral Untuk Pasangan Dinding.
Skripsi. Program Studi Diploma IV Manajemen Rekayasa Konstruksi, Jurusan
Teknik Sipil, Politeknik Negeri Malang.
Prayuda, Hakas 2016, Gaya Lateral In-Plane Struktur Dinding Pasangan Bata ½
Batu Melalui Beban Siklik. Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil, 370-377.
Ramadhan, Pandu 2019, Perilaku Geser Portal Dinding Interlocking Masonry Brick
dengan Substitusi Abu Vulkanik Gunung Sinabung Terhadap Beban Statik
Pushover. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Ramamurthy K, Kunhanandan Nambiar Ek, Indu Siva Ranjani G 2009, A
Classification Of Studies On Properties Of Foam Concrete. Cem Concr
Compos;31:388–96.
Roy, R K. 1990. A Primer on the Taguchi Method. Van Nostrand Reinhold. New
York.
Roy, R K. 2001. Design of Experiments Using the Taguchi Approach. Jhon Wiley
and Sons, Inc. New York.
Sams, C. R. 1966. U.S. Patent No. 3,292,331. Washington, DC: U.S. Patent and
Trademark Office.
Saraj, Fatemeh. 2008. A Comprehensice Approach Towards The Classification of
Cracks in Un-Reinforced Masonry Building. IUST International Journal of
Engineering Science, Architect Engineering Special Issue Vol 19 No 6 pp 41-
45. Iran University of Science and Technology. Iran.
Sitorus, Z., & Dahar, E 2012, Perbaikan Sifat Fisis Dan Mekanis Resin Akrilik
Polimerisasi Panas Dengan Penambahan Serat Kaca. Dentika Dental
Journal, 17(1), 24-29.
Subandi, Santi Yatnikasari, Mukhripah Damaiyanti, Rafidah Azzahra, Vebrian 2019,
Effect of Additional Fiberglass Fiber on Concrete Performance, Universitas
Muhammadiyah Kalimantan Timur, Samarinda, Kalimantan Timur
Trinugroho, S., & Murtono, A 2015, Pemanfaatan Foam Agent dan Material Lokal
dalam Pembuatan Bata Ringan.
Wang W 2010, The Study Of Mix Design, Density And Strength Of Cellular
Concrete;. (Retrieved 03.02.12) (In Chinese).
Wang, Q., Shi, Q. And Tao, Y., 2018, Seismic Behavior And Shear Strength Of New-
Type Fired Perforated Brick Walls With High Void Ratio. Advances In
Structural Engineering, 22(5), Pp.1035-1048.
Wisnumurti, Sri Murni Dewi, Agoes Soehardjono MD 2013, Investigation Of
Elasticity, Compression And Shear Strength Of Masonry Wall From
100