Roadmap Akreditasi Prov. Sulut 2018
Roadmap Akreditasi Prov. Sulut 2018
BAB I
RINGKASAN EKSEKUTIF
1
BAB II
PENDAHULUAN
A. GAMBARAN UMUM
2
ditetapkan. Tujuan akreditasi rumah sakit adalah meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan, sehingga sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia yang semakin
selektif dan berhak mendapatkan pelayanan yang bermutu. Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit, sebagaimana diperbaharui dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 37 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit,
disebutkan bahwa akreditasi bertujuan meningkatkan keselamatan pasien rumah
sakit dan meningkatkan perlindungan bagi pasien, masyarakat, sumber daya manusia
rumah sakit dan rumah sakit sebagai institusi. Dengan meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan diharapkan dapat mengurangi minat masyarakat untuk berobat keluar
negeri. Untuk menghadapi dinamika masyarakat yang semakin kritis, pemerintah
melalui Kementerian Kesehatan tidak tinggal diam. Kementerian Kesehatan
mewajibkan dilaksanakannya akreditasi rumah sakit di Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit,
Pasal 29 huruf b menyebutkan bahwa Rumah Sakit wajib memberikan pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi dan efektif dengan mengutamakan
kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, kemudian pada
pasal 40 ayat (1) disebutkan bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah
sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali. Proses
akreditasi dirancang untuk meningkatkan budaya keselamatan dan budaya kualitas
di rumah sakit, sehingga senantiasa berusaha meningkatkan mutu dan keamanan
pelayanannya.
Rumah sakit tidak hanya sekedar menampung orang sakit saja melainkan
harus lebih memperhatikan aspek kepuasan bagi para pemakai jasanya, dalam hal
ini pasien. Penilaian terhadap kegiatan rumah sakit adalah hal yang sangat diperlukan
dan sangat diutamakan. Kegiatan penilaian kinerja organisasi atau instansi seperti
rumah sakit, mempunyai banyak manfaat terutama bagi pihak-pihak yang memiliki
kepentingan terhadap rumah sakit tersebut. Bagi pemilik rumah sakit, hasil penilaian
kegiatan rumah sakit ini dapat memberikan informasi tentang kinerja manajemen
atau pengelola yang telah diberikan kepercayaan untuk mengelola sumber daya
rumah sakit. Bagi masyarakat, semua hasil penilaian kinerja rumah sakit dapat
dijadikan sebagai acuan atau bahan pertimbangan kepada rumah sakit mana mereka
akan mempercayakan perawatan kesehatannya.
Akreditasi rumah sakit menunjukkan komitmen nyata sebuah rumah sakit
untuk meningkatkan keselamatan dan kualitas asuhan pasien, memastikan bahwa
3
lingkungan pelayanannya aman dan rumah sakit senantiasa berupaya mengurangi
risiko bagi para pasien dan staf rumah sakit. Dengan demikian akreditasi diperlukan
sebagai cara efektif untuk mengevaluasi mutu suatu rumah sakit, yang sekaligus
berperan sebagai sarana manajemen.
B. SEJARAH SINGKAT
1. Provinsi Sulawesi Utara
Provinsi Sulawesi Utara beberapa kali mengalami perubahan administrasi
pemerintahan. Pada awal Kemerdekaan Republik Indonesia, Daerah ini berstatus
Keresidenan yang merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi. Seiring dengan
perkembangan pemerintahan, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 5 tahun
1960 Provinsi Sulawesi dibagi menjadi dua bagian yaitu Provinsi Sulawesi Selatan-
Tenggara dan Provinsi Sulawesi Utara-Tengah. Untuk mengatur penyelenggaraan
pemerintahan di Provinsi Sulawesi Utara-Tengah, maka berdasarkan Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 122/m Tahun 1960, maka pada tanggal 23 Maret
1960 dilakukan penunjukan Mr. A.A. Baramuli sebagai Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah.
Sembilan bulan kemudian Provinsi Sulawesi Utara-Tengah dan Provinsi
Sulawesi Selatan-Tenggara ditata kembali statusnya menjadi Daerah Tingkat I
Sulawesi Utara-Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara melalui
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 47/Prp/ Tahun 1960.
Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Sulutteng meliputi Kotapraja Manado, Kotapraja
Gorontalo, dan delapan Daerah Tingkat II yaitu Sangihe Talaud, Bolaang
Mongondow, Minahasa, Gorontalo, Buol Toli-Toli, Donggala, Poso, dan
Luwuk/Banggai. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 ini, maka dimulailah penyelenggaraan
pemerintahan daerah-daerah otonomi Tingkat I Sulawesi, dimana Wilayah Sulawesi
Utara merupakan bagian dari Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah.
Otonomisasi Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah ini secara de
facto baru dimulai sejak terbentuknya DPRD Provinsi Sulawesi Utara-Tengah pada
tanggal 26 Desember 1961. Penyelenggaraan mekanisme pemerintahan di daerah
pada waktu itu dilaksanakan berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959
yang kemudian diikuti pula dengan terbitnya Penpres Nomor 5 Tahun 1960. Kedua
Penetapan Presiden itu pada hakikatnya adalah upaya untuk menertibkan
4
penyelenggaraan pemerintahan di daerah berdasarkan stelsel "demokrasi terpimpin"
sekaligus merupakan penyempurnaan (retooling) aparatur pemerintah daerah
berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957.
Sementara itu berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960
mengubah Susunan Keanggotaan DPRD yang semula terdiri dari Wakil-Wakil Parpol
sesuai hasil Pemilu, menjadi Dewan yang terdiri atas Wakil Parpol dan Golongan
Fungsional dengan menetapkan Kepala Daerah sebagai ketua DPRD yang bukan
anggota.
Pada tanggal 23 September 1964, berdasarkan Undang-Undang nomor 13
Tahun 1964 ditetapkan perubahan status Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah.
Undang-undang tersebut menjadikan Sulawesi Utara sebagai Daerah Otonom
Tingkat I, dengan Manado sebagai Ibukotanya. Momentum diundangkannya undang-
undang nomor 13 tahun 1964, dijadikan sebagai hari lahirnya Daerah Tingkat I
Sulawesi Utara. Sejak saat itu, secara de facto daerah tingkat I Sulawesi Utara
membentang dari utara ke selatan barat daya, dari Pulau Miangas ujung utara di
Kabupaten Sangihe Talaud sampai ke Molosipat di bagian barat Kabupaten Gorontalo.
Pada Tahun 2000, Wilayah Administrasi Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari 5
Kabupaten dan 3 Kotamadaya yaitu : Kabupaten Minahasa, Bolaang Mongondow,
Gorontalo, Sangihe dan Talaud, Boalemo serta Kotamadya Manado, Bitung dan
Gorontalo. Selanjutnya berdasarkan reformasi dan otonomi daerah, maka dilakukan
pemekaran wilayah dengan terbentuknya Provinsi Gorontalo sebagai hasil pemekaran
dari Provinsi Sulawesi Utara melalui Undang-undang Nomor 38 Tahun 2000. Dengan
demikian, wilayah Provinsi Sulawesi Utara setelah pemekaran provinsi meliputi :
Kabupaten Sangihe dan Talaud, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Bolaang
Mongondow, Kota Manado dan Kota Bitung. Hingga saat ini telah terjadi pemekaran
kabupaten dengan ketambahan kabupaten baru yaitu Kabupaten Talaud berdasarkan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2002 serta Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota
Tomohon berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2003, dan Kabupaten
Minahasa Utara berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2003.
Pada tahun 2007 dilakukan pemekaran wilayah Kabupaten/Kota, sehingga
Provinsi Sulawesi Utara mengalami penambahan 4 (empat) Kabupaten/Kota yaitu
Kota Kotamobagu berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2007, Kab. Minahasa
Tenggara berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2007, Kabupaten Bolmong
Utara berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2007 dan Kabupaten Siau
5
Tagulandang Biaro berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2007. Pada tahun
2008 ketambahan lagi 2 (dua) Kabupaten baru yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow
Timur berdasarkan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2008 dan Kabupaten Bolaang
Mongondow Selatan berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2008 sehingga
jumlah daerah otonom di Provinsi Sulawesi Utara menjadi 11 (sebelas) Kabupaten
dan 4 (empat) Kota.
Sampai saat ini jumlah Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Utara masih berjumlah
15 Kabupaten/Kota.
6
bertanggung jawab kepada Gubernur Sulawesi Utara, dan secara teknis fungsional
bertanggung jawab kepada Menteri kesehatan.
Untuk membantu tugas Inspektur Kesehatan, pada tahun 1968 pemerintah
membentuk dua direktorat yaitu Direktorat Pemberantasan Pembasmian Penyakit
Menular dan Direktorat Pembinaan Kesehatan. Lokasi kantor Inspeksi Kesehatan atau
IKES pada waktu itu terletak di Kompleks perkantoran Pemerintah Provinsi Sulawesi
Utara yaitu di lokasi sekitar Bank Sulut saat ini.
Pada tahun 1974 terjadi perubahan struktur dan fungsi organisasi dilingkungan
Pemerintah provinsi Sulawesi Utara. Nama Inspektorat Kesehatan berubah menjadi
Pengawas Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara.
Selanjutnya, terjadi penyempurnaan dalam organisasi dan fungsi aparatur
pemerintahan di Tingkat Provinsi sehingga pada tahun 1975 Organisasi Pengawas
Kepala Dinas Kesehatan provinsi Sulawesi Utara diubah menjadi Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Utara. Dinas Kesehatan adalah unsur pembantu pemerintah
Provinsi di Bidang Kesehatan. Sebagai unsur pembantu pemerintah Provinsi, maka
segala kebijakan yang berkaitan dengan Pelaksanaan Kegiatan kesehatan di Provinsi
harus mengacu pada ketentuan dan perundangan yang berlaku di daerah yaitu
Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur serta peraturan peraturan lainnya yang
keluarkan oleh Gubernur sebagai Kepala Pemerintahan Daerah Provinsi.
Pada tahun 1976 Sesuai kebijakan pemerintah pusat dibidang dekonsentrasi,
maka diseluruh Indonesia didirikan Kantor wilayah yang merupakan representasi dari
pemerintah pusat di daerah. Demikian pula di Provinsi Sulawesi Utara pada tahun
1976 berdiri Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara yang
berkedudukan di Manado dan Kantor Departemen Kesehatan (KANDEPKES) ditiap
kabupaten yang berkedudukan di setiap Ibu Kota Kabupaten. Kantor Wilayah
Depatemen Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara menjalankan tugas pembinaan dan
pengendalian, perijinan dan registrasi tenaga dan institusi kesehatan di Provinsi
sedangkan Dinas Kesehatan menjalan tugas-tugas desentralisasi.
Pada tahun 1999 pemerintah mengeluarkan Undang-undang No 22 Tahun
1999 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan pemerintah Nomor 84 Tahun 2000
yang mengatur tentang organisasi perangkat Daerah. Peraturan tersebut, mengatur
antara lain tentang fungsi dekonsentrasi yang selama ini dijalankan oleh Kepala
Kantor Wilayah Departemen Kesehatan diserahkan kepada Gubernur Sulawesi Utara
sebagai kepala wilayah dan dijalankan oleh Dinas Kesehatan sebagai unsur pembantu
7
Gubernur. Dengan adanya peraturan tersebut, maka terjadi penggabungan tugas dan
fungsi Kantor Wilayah Departemen Kesehatan dengan Dinas Kesehatan menjadi
suatu Organisasi yaitu Dinas Kesehatan yang ditetapkan berdasarkan Undang-
Undang No 22 Tahun 1999. Dengan demikian semua aset milik Kantor Wilajah
Departemen Kesehatan Provinsi Sulut menyangkut Personil, Perlengkapan,
Pembiayaan dan Dokumentasi (P3D) diserahkan ke pada Pemerintah Daerah dan
menjadi milik Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara.
Pada Tahun 2001 dengan penghapusan Kantor wilayah Departemen
Kesehatan maka sebagian tugas dan fungsinya dialihkan menjadi tugas dan Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara. Dengan demikian Tugas dan Fungsi serta
tanggung jawab Dinas Kesehatan saat ini ialah melaksanakan Tugas-tugas
Desentralisasi, Dekonsentrasi dan Tugas pembantuan.
Melaksanakan tugas-tugas desentralisasi ialah melaksanakan tugas-tugas dibidang
kesehatan yang telah diserahkan dan pelaksanaannya menjadi Tanggung Daerah.
Melaksanakan tugas-tugas Dekonsentrasi yaitu tugas-tugas dan tanggung jawab
Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Kesehatan yang telah diserahkan kepada
Gubernur sebagai Kepala wilayah dan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi.
Mengerjakan tugas pembantuan yang menjadi tanggung jawab pusat dan
dilaksanakan di Daerah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah namun tanggung
jawab tetap berada pada Pemerintah Pusat yaitu Kementerian Kesehatan.
Pelaksanaan Kegiatan teknis program-program Kesehatan di daerah tetap mengacu
pada ketentuan perundangan-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah di bidang Kesehatan,
Peraturan Menteri serta Petunjuk-petunjuk teknis dan petunjuk pelaksana kegiatan
teknis yang di tetapkan oleh Kementerian Kesehatan.
1. Tugas
Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 54 Tahun 2016 tentang Kedudukan,
Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Kesehatan Provinsi
Tipe A Provinsi Sulawesi Utara, maka SKPDDinasKesehatan Daerah Provinsi
mempunyai tugas membantu Gubernur melaksanakan Urusan Pemerintah yang
8
menjadi kewenangan Daerah dan Tugas Pembantuan yang ditugaskan kepada
Daerah Provinsi.
2. Fungsi
Dinas Kesehatan Daerah Provinsi dalam melaksanakan tugas sebagaimana di atas,
mempunyai fungsi:
a. Perumusan kebijakan sesuai dengan lingkup tugasnya; pelaksanaan kebijakan
sesuai dengan lingkup tugasnya;
b. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan sesuai dengan lingkup tugasnya;
c. Pelaksanaan administrasi dinas sesuai dengan lingkup tugasnya
d. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh pimpinan.
3. Susunan Organisasi
Susunan Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, terdiri dari :
a. Kepala Dinas
b. Sekretariat, terdiri dari :
i. Sub Bagian Kepegawaian dan Hukum
ii. Sub Bagian Perencanaan dan Keuangan
iii. Sub Bagian Umum
c. Bidang Kesehatan Masyarakat, terdiri dari :
i. Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi
ii. Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
iii. Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga
d. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, terdiri dari :
i. Seksi Pencegahan Pengendalian Penyakit Menular dan Krisis Kesehatan
ii. Seksi Pencegahan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan
Jiwa
iii. Seksi Surveilans dan Imunisasi.
e. Bidang Pelayanan Kesehatan
i. Seksi Pelayanan Kesehatan Primer dan Kesehatan Tradisional
ii. Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan
iii. Seksi Jaminan Kesehatan Masyarakat
f. Bidang Sumber Daya Kesehatan, Farmasi dan Alat Kesehatan, terdiri dari:
i. Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan
9
ii. Seksi Farmasi
iii. Seksi Alat Kesehatan
10
yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit secara
berkesinambungan.
Di Indonesia akreditasi rumah sakit baik tingkat nasional maupun
internasional diatur oleh pemerintah melalui Undang-Undang maupun peraturan
tertulis lainnya, yaitu Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
pasal 40 ayat 1 yang menyatakan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah
Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali, ayat 2
yang meyatakan Akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh suatu lembaga independen baik dari dalam maupun dari luar negeri
berdasarkan standar akreditasi yang berlaku.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pemerintah
memberikan dukungan sepenuhnya terhadap rumah sakit untuk mengembangkan
kualitas pelayanan kesehatan sehingga mendapat akreditasi internasional. Dengan
demikian diharapkan setiap organisasi rumah sakit mampu mengembangkan potensi
dan kualitas pelayanan kesehatan dengan semaksimal mungkin. Kementerian
Kesehatan berupaya untuk menjaga mutu layanan melalui kegiatan akreditasi rumah
sakit baik rumah sakit pemerintah maupun swasta. Dasar hukum pelaksanaan
akreditasi rumah sakit adalah Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit Pasal 29 huruf b menyebutkan bahwa Rumah Sakit wajib memberikan
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit,
kemudian pada Pasal 40 ayat (1) disebutkan bahwa dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga)
tahun sekali. Dari Undang-Undang tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
Akreditasi rumah sakit penting untuk dilakukan dengan alasan agar mutu/kualitas
diintegrasikan dan dibudayakan kedalam sistem pelayanan di Rumah Sakit.
Sebagai salah satu subsistem dalam pelayanan kesehatan, rumah sakit
menjadi tempat rujukan bagi berbagai unit pelayanan kesehatan dasar. Rumah sakit
merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang jasa dengan ciri-ciri padat karya,
padat modal, padat teknologi dan padat masalah. Sejalan dengan lajunya
pembangunan nasional maka tuntutan akan mutu pelayanan kesehatan oleh rumah
sakit juga semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan berbagai kritikan tentang
ketidakpuasan terhadap pelayanan rumah sakit berbagai upaya termasuk melalui
jalur hukum. Oleh karena itu upaya untuk menjaga dan meningkatkan mutu layanan
11
rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik internal maupun eksternal
rumah sakit perlu dilaksanakan.
Pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit merupakan suatu kewajiban yang harus
dilakukan oleh seluruh Rumah Sakit di Indonesia untuk mendapatkan pengakuan
terhadap kualitas layanan yang dilakukan. Oleh karena itu harus dilakukan sejumlah
persiapan baik fisik maupun non fisik sebelum dilaksanakannya penilaian Akreditasi
oleh KARS.
Di Provinsi Sulawesi Utara terdapat 47 Rumah Sakit yang tersebar di seluruh
wilayahnya dan dari keseluruhan Rumah Sakit tersebut, yang terakreditasi berjumlah
22 Rumah Sakit dengan Status Akreditasi yang beragam mulai dari Perdana sampai
Paripurna dan JCI. Permasalahan utama yang dihadapi dalam pelaksanaan Akreditasi
Rumah Sakit di Provinsi Sulawesi Utara adalah :
12
pelaksanaan Akreditasi di Rumah Sakit tidak akan mengalami hambatan yang
bermakna.
13
BAB III
PELAKSANAAN DAN PENCAPAIAN AKREDITASI RUMAH SAKIT
DI PROVINSI SULAWESI UTARA
14
n. Surat Pemberitahuan Ketua Eksekutif KARS, No.02/WS-KS/KARS/I/2017,
Tanggal 3 Januari 2017, Tentang Workshop para Pimpinan dan Pokja
Akreditasi RS Sebagai Asesor Internal RS.
o. Surat Edaran Ketua Eksekutif KARS Nomor 926/SE/KARS/IV/2018, tentang
Survei Standard Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi I, yang menyatakan
bahwa pendaftaran pelaksanaan survei akreditasi tahun 2018 paling lambat
dilaksanakan pada tanggal 31 Oktober 2018, dan Akreditasi Program Khusus
akan berakhir pada tanggal 31 Oktober 2018.
p. Surat Edaran Ketua Eksekutif KARS Nomor 864/SE/KARS/VIII/2017, tentang
Persyaratan Mutlak Kelulusan Akreditasi Rumah Sakit.
15
b. Fungsi KARS
i. Mempersiapkan diri untuk terakreditasi intenasional oleh ISQUA
ii. Menyusun peraturan internal KARS yang terdiri dari :
Kebijakan dan tata laksana Akreditasi Rumah Sakit
Pengangkatan dan Pemberhentian Surveior
Tata tertib dan kode etik Surveior
Diklat Surveior
Tata cara pencatatan dan pelaporan
iii. Mempersiapkan dan menjalankan program Akreditasi yang terdiri dari :
Standar akreditasi
Tracer metodologi
Pedoman penyusunan dokumen akreditasi
Standar pelatihan surveior
Pembimbingan Rumah Sakit
Mengejar target akreditasi Rumah Sakit
3. Manfaat Akreditasi
Bila suatu Rumah Sakit telah terakreditasi, maka manfaat yang diperoleh
adalah :
a. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan Rumah Sakit yang
bersangkutan karena berorientasi pada peningkatan mutu dan keselamatan
pasien.
b. Efisiensi proses administrasi, biaya serta penggunaan sumber daya.
c. Menciptakan lingkungan internal Rumah Sakit yang lebih kondusif untuk
penyembuhan, pengobatan dan perawatan pasien.
d. Mendengarkan pasien dan keluarga, serta menghormati hak-hak pasien serta
melibatkan mereka adalah proses perawatan.
e. Memberikan jaminan, kepuasan serta perlindungan kepada masyarakat atas
pemberian pelayanan kesehatan.
f. Terbentuknya budaya mutu dalam memberikan pelayanan kesehatan pada
pasien sesuai standar di Rumah Sakit.
g. Sebagai salah satu syarat peningkatan kelas Rumah Sakit.
h. Peningkatan kesejahteraan Rumah Sakit.
16
4. Standar Akreditasi Rumah Sakit
Standar Akreditasi merupakan suatu pedoman yang bertujuan untuk :
a. Memandu manajemen RS agar efektif dan efisien
b. Memandu RS dalam upaya memperbaiki mutu, keselamatan dan efisiensi
pelayanan pasien
c. Meninjau ulang fungsi-fungsi penting RS
d. Mengetahui dan memahami standar akreditasi yang harus dipenuhi RS
e. Meninjau ulang pemenuhan harapan standar dan persyaratan tambahannya
f. Menjadi terbiasa dengan istilah yang digunakan di dalam standar.
Standar Akreditasi Rumah Sakit menurut Instrumen Akreditasi Versi 2012 terdiri
dari :
a. Kelompok Standar Pelayanan Berfokus pada Pasien
Bab 1. Akses Ke Pelayanan Dan Kontinuitas Pelayanan (APK)
Bab 2. Hak Pasien Dan Keluarga (HPK)
Bab 3. Asesmen Pasien (AP)
Bab 4. Pelayanan Pasien (PP)
Bab 5. Pelayanan Anestesi Dan Bedah (PAB)
Bab 6. Manajemen Dan Penggunaan Obat (MPO)
Bab 7. Pendidikan Pasien Dan Keluarga (PPK)
b. Kelompok Standar Manajemen Rumah Sakit
Bab 1. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
Bab 2. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
Bab 3. Tata Kelola, Kepemimpinan, dan Pengarahan (TKP)
Bab 4. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
Bab 5. Kualifikasi dan Pendidikan Staf (KPS)
Bab 6. Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI)
c. Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Sasaran I : Identifikasi pasien dengan tepat
Sasaran II : Tingkatkan komunikasi yang efektif
Sasaran III : Tingkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-alert)
Sasaran lV : Pastikan tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi
Sasaran V : Kurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Sasaran VI : Kurangi risiko pasien jatuh
d. Sasaran MDGs
17
Sasaran I : Penurunan angka kematian bayi dan Peningkatan kesehatan ibu
Sasaran II : Penurunan angka kesakitan HIV/AIDS
Sasaran III : Penurunan angka kesakitan TB
Berdasarkan Surat Edaran Ketua Eksekutif KARS Nomor
926/SE/KARS/IV/2018, tentang Survei Standard Nasional Akreditasi RS Edisi I, maka
pendaftaran Survei Akreditasi dengan menggunakan Standard Akreditasi Versi 2012
hanya berlaku sampai 31 Oktober 2018 dan pelaksanaan Survei sampai dengan akhir
tahun 2018.
Pelaksanaan Akreditasi selanjutnya akan menggunakan instrument akreditasi
sberdasarkan Standard Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi I. Instrumen
Akreditasi SNARS terdiri dari :
a. Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)
Sasaran I : Mengidentifikasi pasien dengan benar
Sasaran II : Meningkatkan komunikasi yang efektif
Sasaran III : Tingkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-alert)
Sasaran lV : Pastikan tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi
Sasaran V : Kurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Sasaran VI : Kurangi risiko pasien jatuh
b. Standar Pelayanan Berfokus Pasien
Bab 1. Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas Pelayanan (ARK)
Bab 2. Hak Pasien dan Keluarga (HPK)
Bab 3. Asesmen Pasien (AP)
Bab 4. Pelayanan dan Asuhan Pasien (PAP)
Bab 5. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)
Bab 6. Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)
Bab 7. Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)
c. Standar Manajemen Rumah Sakit
Sasaran I : Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
Sasaran II : Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
Sasaran III : Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)
Sasaran IV : Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
Sasaran V : Kompetensi dan Kewenangan Staf (KKS)
Sasaran VI : Manajemen Informasi dan Rekam Medis (MIRM)
d. Program Nasional
18
Sasaran I : Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi dan Peningkatan
Keselamatan Ibu dan Bayi
Sasaran II : Penurunan Angka Kesakitan HIV/AIDS
Sasaran III : Penurunan Angka Kesakitan Tuberculosis
Sasaran IV : Pengendalian Resistensi Anti Mikroba
Sasaran V : Pelayanan Geriatri
e. Integrasi Pendidikan Kesehatan Dalam Pelayanan Rumah Sakit
19
Instrumen Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1 terdiri
dari 16 bab / kelompok kerja (Pokja), 338 standar dan 1339 elemen penilaian (EP),
dapat dilihat pada tabel 2.
15 Program Nasional 12 58
20
iii. Kelengkapan dokumen yang terdiri dari Kebijakan/SK, Pedoman, Standar
Prosedur Operasional (SPO), bukti pelaksanaan kegiatan, program kerja,
laporan bulanan dan laporan harian
b. Cara Penilaian
i. Tim penilai (surveior) akan berada di Rumah Sakit selama 3 hari yang
terdiri dari 3 orang (manajemen, medis dan keperawatan).
ii. Pimpinan RS kemudian mempresentasikan program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien RS.
iii. Dilanjutkan telaah dokumen, telaah rekam medik tertutup dan telaah
rekam medik terbuka serta survey lapangan.
iv. Penilaian lapangan ditekankan pada telusur pasien untuk di wawancarai/
observasi langsung atas pelayanan kesehatan yang telah/sedang/akan
diterima pasien.
v. Dalam waktu yang bersamaan, kelengkapan dokumen akreditasi juga di
observasi dan ditanyakan pada jajaran staf dan pimpinan RS.
vi. Temuan atas ketidaklengkapan dokumen/ kekurangan mutu pelayanan
harus diperbaiki saat itu setelah mendapat rekomendasi surveyor.
vii. Telusur lingkungan terhadap fasilitas Rumah Sakit.
viii. Telusur KPS.
ix. Presentasi FMEA, Pedoman Praktik Klinis/Clinical Pathways, Risk
Manajemen Dan IKP (Insiden Keselamatan Pasien).
x. Wawancara Pimpinan.
xi. Exit Conference.
c. Hasil penilaian
Terdapat 4 kriteria hasil penilaian terhadap Elemen Penilaian :
i. Tercapai penuh ( skor 10)
Melalui wawancara baik pada pasien/keluarga dan staf ditemukan
jawaban “ya” atau “selalu”, atau dapat menjawab sesuai dengan
konteks pertanyaan.
Melalui observasi dokumen, ditemukan minimal 9 dari 10 dokumen
yang diminta atau 90 % dokumen lengkap.
Melalui observasi bukti pelaksanaan, kegiatan/tindakan sudah
berjalan minimal 4 bulan terakhir dari masa penilaian.
ii. Tercapai sebagian (skor 5)
21
Melalui wawancara baik pada pasien/keluarga dan staf ditemukan
jawaban “tidak selalu” atau “kadang-kadang”.
Melalui observasi dokumen, ditemukan 50 sampai 89 % dokumen
yang diminta.
Bukti dipenuhinya persyaratan hanya dapat ditemukan di
sebagian daerah/unit kerja dimana persyaratan harus ada.
Kebijakan/prosedur dapat dilaksanakan tetapi tidak dapat
dipertahankan.
Melalui observasi bukti pelaksanaan, kegiatan/tindakan sudah
berjalan 1 - 3 bulan terakhir dari masa penilaian
iii. Tidak tercapai (skor 0)
Melalui wawancara baik pada pasien/keluarga dan staf ditemukan
jawaban “jarang” atau “tidak pernah”.
Melalui observasi dokumen, ditemukan <50% dari dokumen yang
diminta.
Bukti dipenuhinya persyaratan tidak dapat ditemukan di
daerah/unit kerja dimana persyaratan harus ada.
Kebijakan/proses ditetapkan tetapi tidak dilaksanakan.
Melalui observasi bukti pelaksanaan, kegiatan/tindakan sudah
berjalan hanya ≤1 bulan terakhir dari masa penilaian.
iv. Tidak dapat diterapkan
Sebuah Elemen Penilaian dinilai “tidak dapat diterapkan” jika persyaratan
dari Elemen Penilaian tidak dapat diterapkan di RS (contohnya, RS tidak
melakukan riset, tidak ada donasi organ).
Nilai/Skor kemudian akan diakumulasikan pada masing-masing standar yang
terdapat dalam bab untuk menentukan apakah suatu standar telah mencapai batas
yang telah ditentukan. EP dinilai dalam skor, sedangkan standard dan bab/grup dinilai
dalam persen (%).
22
Tabel 3. Kriteria Hasil Survei Akreditasi Versi 2012
1 SKP Tiap BAB dan Tiap BAB dan Tiap BAB dan Tiap BAB dan rata-
Rata-rata Grup Rata-rata Grup Rata-rata Grup rata Grup Mayor dg
2 HPK
MAYOR dg MAYOR dg MAYOR dg Nilai ≥ 80%
3 PPK Nilai ≥ 80% Nilai ≥ 80% Nilai ≥ 80%
4 PMKP
8 PP
12 KPS
23
Akreditasi Tingkat Dasar
Bila dari 15 bab yang dilakukan survei hanya 4 bab yang mendapat nilai
minimal 80 % dan 11 bab lainnya tidak ada yang mendapat nilai di
bawah 20 %
Akreditasi Tingkat Madya
Bila dari 15 bab yang dilakukan survei hanya 8 bab yang mendapat nilai
minimal 80 % dan 7 bab lainnya tidak ada yang mendapat nilai di
bawah 20 %
Akreditasi Tingkat Utama
Bila dari 15 bab yang dilakukan survei hanya 12 bab yang mendapat
nilai minimal 80 % dan 3 bab lainnya tidak ada yang mendapat nilai
di bawah 20 %
Akreditasi Tingkat Paripurna
Bila dari 15 bab yang dilakukan survei mendapat nilai minimal 80 %
ii. Rumah Sakit Pendidikan
Tidak Lulus Akreditasi
Rumah Sakit tidak lulus Akreditasi bila dari 16 bab yang disurvei
semua mendapat nilai kurang dari 60 %
Bila Rumah Sakit tidak lulus, dapat mengajukan Akreditasi ulang
setelah rekomendasi dari Surveior dilaksanakan
Akreditasi Tingkat Dasar
Bila dari 16 bab yang dilakukan survei hanya 4 bab yang mendapat nilai
minimal 80 % dan 12 bab lainnya tidak ada yang mendapat nilai di
bawah 20 %
Akreditasi Tingkat Madya
Bila dari 16 bab yang dilakukan survei hanya 8 bab yang mendapat nilai
minimal 80 % dan 8 bab lainnya tidak ada yang mendapat nilai di
bawah 20 %
Akreditasi Tingkat Utama
Bila dari 16 bab yang dilakukan survei hanya 12 bab yang mendapat
nilai minimal 80 % dan 4 bab lainnya tidak ada yang mendapat nilai
di bawah 20 %
Akreditasi Tingkat Paripurna
Bila dari 16 bab yang dilakukan survei mendapat nilai minimal 80 %
24
8. Faktor–Faktor yang Mendukung Keberhasilan Program Akreditasi
Rumah Sakit
Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi terlaksananya Akreditasi Rumah
Sakit adalah sebagai berikut :
a. Akreditasi Rumah Sakit diamanatkan sebagai sesuatu kegiatan wajib dalam
Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009, Tentang Rumah Sakit.
b. Akreditasi diwajibkan dalam perizinan RS.
c. Akreditasi diwajibkan sebagai syarat Rumah Sakit untuk dapat bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan/Ketenagakerjaan
d. Adanya komitmen stake holder, yaitu Kementerian Kesehatan, Pemerintah
Daerah, Pemilik Rumah Sakit dan seluruh jajaran di Rumah Sakit untuk
melaksanakan akreditasi. Komitmen Kementerian Kesehatan dan Pemerintah
daerah adalah membantu percepatan Akreditasi dengan cara melakukan
monitoring dan evaluasi pelaksanaan Akreditasi serta pendanaan untuk
terlaksananya Akreditasi, sedangkan Komitmen Pemilik Rumah Sakit dan Jajaran
Rumah Sakit adalah menyiapkan dokumen serta fasilitas fisik dan non fisik agar
sesuai dengan Standar Akreditasi sehingga Rumah Sakit dapat Terakreditasi.
e. Adanya sikap proaktif dari Dinas Kesehatan untuk pembinaan ke Rumah Sakit
dalam persiapan Akreditasi Rumah Sakit.
f. Pemberdayaan Surveior yang ada di daerah untuk efisiensi biaya
25
a. Workshop Akreditasi
Workshop Akreditasi terdiri dari :
Workshop Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)
Workshop Bantuan Hidup Dasar (BHD)
Workshop Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Workshop Manajemen Penggunaan Obat (MPO)/Pelayanan Kefarmasian dan
Penggunaan Obat (PKPO)
Workshop dilaksanakan dengan mengundang Narasumber yang
direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan
b. Bimbingan Teknis Akreditasi
Bimbingan teknis wajib dilaksanakan untuk memperkuat persiapan Rumah Sakit
terkait dengan persiapan Dokumen dan teknis pelaksanaan Survei Akreditasi.
Bimbingan Teknis dilaksanakan dengan mengundang Narasumber yang
direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan.
c. Survei Simulasi Akreditasi
Survei simulasi merupakan kegiatan simulasi penilaian Akreditasi yang
dilaksanakan dengan mengundang Surveior KARS sebagai pelaksana. Dalam
Survei simulasi dilakukan penilaian yang sama oleh 3 orang Surveior KARS yaitu
Surveior Medis, Surveior Keperawatan dan Surveior Manajemen. Hasil Survei
Simulasi adalah dikeluarkannya Rekomendasi oleh KARS terkait kelayakan Rumah
Sakit untuk mengikuti Survei Akreditasi.
d. Survei Akreditasi
Survei Akreditasi merupakan Penilaian yang dilakukan oleh Surveior KARS yang
terdiri dari Surveior Medis, Surveior Keperawatan dan Surveior Manajemen. Pada
akhir pelaksanaan Survei akan dipresentasikan capaian standar yang diperoleh
Rumah Sakit beserta Status Akreditasi Rumah Sakit, yang selanjutnya akan
diterbitkan Sertifikat Akreditasi sesuai denga capaian yang diperoleh.
e. Survei Verifikasi
Survei Verifikasi dilaksanakan 1 tahun setelah Rumah Sakit terakreditasi dan
dilaksanakan kembali 2 tahun setelah Rumah Sakit terakreditasi. Survei Verifikasi
bertujuan untuk memacu Rumah Sakit agar dapat mempertahankan dan
meningkatkan Status Akreditasinya. Bila terjadi penurunan dalam pelaksanaan
Standar-standar yang telah diperoleh, maka surveyor dapat membuat
rekomendasi untuk pencabutan status terakreditasi, atau menurunkan Status
26
Akreditasi Rumah Sakit, misalnya Rumah Sakit telah terakreditasi Paripurna,
namun pada saat Survei Verifikasi terjadi penurunan, maka status Akreditasinya
dapat dicabut atau diturunkan menjadi Madya atau lebih rendah.
Alur pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit mulai dari perijinan sampai dengan
perpanjangan ijin dan peningkatan kelas Rumah Sakit dapat dilihat pada bagan 2.
27
B. PENCAPAIAN
Di wilayah Provinsi Sulawesi Utara terdapat 47 Rumah Sakit yang tersebar di
Kabupaten/Kota. Jumlah Rumah Sakit tersebut terdiri dari Rumah Sakit Pemerintah,
TNI maupun Swasta yang dapat dilihat pada tabel berikut ini :
28
Universitas Sam Ratulangi
Manado
34. RS Kinapit Swasta Kabupaten Bolaang
Mongondow
35. RS GMIM Siloam Sonder Swasta Kabupaten Minahasa
36. RSIA Kasih Ibu Swasta Kota Manado
37. RSUD Bolaang Mongodow Utara Pemerintah Kabupaten Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara
38. RSIA Kirana Manado Swasta Kota Manado
39. RS Tk. IV Lanud Sam Ratulangi TNI AU Kota Manado
Manado
40. RS Pancaran Kasih Swasta Kota Manado
41. RS Permata Bunda Swasta Kota Manado
42. RS Bergerak Kabupaten Sitaro Pemerintah Kabupaten Kabupaten Kepulauan
Siau Taghulandang
Biaro
43. RSU Manado Medical Center Swasta Kota Manado
44. RSIA Fatimah Kotamobagu Swasta Kota Kotamobagu
45. RSUD Provisi Sulawesi Utara Pemerintah Provinsi Kota Manado
Sulawesi Utara
46. RSUD Mitra Sehat Pemerintah Kabupaten Kabupaten Minahasa
Tenggara
47. RSUD Pratama Anugerah Pemerintah Kota Kota Tomohon
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah Rumah Sakit di Provinsi Sulawesi
Utara adalah 47 Rumah Sakit yang terdiri dari 2 Rumah Sakit milik Kementerian
Kesehatan, 1 Rumah Sakit milik Institusi Pendidikan, 4 Rumah Sakit milik Pemerintah
Provinsi Sulawesi Utara, 3 Rumah Sakit milik TNI, 1 Rumah Sakit milik POLRI, 15
Rumah Sakit milik Pemerintah Kabupaten/Kota dan 21 Rumah Sakit milik Swasta.
Seluruh Rumah Sakit tersebut di atas tersebar di wilayah Provinsi Sulawesi Utara dan
menjalankan pelayanan kesehatan kepada masyarakat berdasarkan Standar
pelayanan masing-masing Rumah Sakit sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Untuk pelaksanaan Pelayanan kepada masyarakat khususnya pasien, maka
seluruh Rumah Sakit harus terstandar sesuai dengan Standar Akreditasi yang
ditetapkan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) yaitu lembaga independen
pelaksana akreditasi Rumah Sakit yang bersifat fungsional dan bertanggung jawab
kepada Menteri Kesehatan. Akreditasi Rumah Sakit awalnya menggunakan Standar
Akreditasi Versi 2012 yang berlaku sampai dengan 31 Desember 2018 dan
diperbaharui dengan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1 yang
wajib digunakan oleh seluruh Rumah Sakit yang belum terakreditasi atau akan
melaksanakan Akreditasi Ulang terhitung sejak tanggal 1 Januari 2019.
Di Provinsi Sulawesi Utara, dari 47 Rumah Sakit, terdapat 22 Rumah Sakit yang
telah terakreditasi dengan status Akreditasi beragam, mulai dari Akreditasi Perdana
29
sampai dengan Paripurna dan JCI. Dengan demikian terdapat 25 Rumah Sakit yang
belum terakreditasi. Berikut ini adalah tabel Data Rumah Sakit yang terakreditasi dan
belum terakreditasi beserta status akreditasinya.
30
Siau (1 Bintang)
Taghulandang
Biaro
17. RS Cantia Swasta Kabupaten KARS Versi 2012 : 15 Nov 2020
Tompaso Baru Minahasa Perdana
Selatan (1 Bintang)
18. RS Hermana Swasta Kabupaten KARS Versi 2012 : 19 Nov 2020
Minahasa Perdana
Utara (1 Bintang)
19. RS Budi Setia Swasta Kabupaten KARS Versi 2012 : 26 Nov 2020
Minahasa Perdana
(1 Bintang)
20. RSAL Bitung TNI AL Kota Bitung KARS Versi 2012 : 27 Nov 2020
Perdana
(1 Bintang)
21. RS Mata Provinsi Pemerintah Kota Manado KARS Versi 2012 : 5 Des 2020
Sulawesi Utara Provinsi Perdana
Sulawesi Utara (1 Bintang)
22. RSUD Bolaang Pemerintah Kabupaten KARS Versi 2012 : 20 Des 2020
Mongondow Kabupaten Bolaang Perdana
Selatan Mongondow (1 Bintang)
Selatan
23. RSU Datoe Pemerintah Kabupaten Belum
Binangkang Kabupaten Bolaang Terakreditasi
Mongondow
24. RS Monompia Swasta Kota Belum
Kotamobagu Terakreditasi
25. RSJ Prof. Dr. V. Pemerintah Kota Manado Belum
L. Ratumbuysang Provinsi Terakreditasi
Sulawesi Utara
26. RS GMIM Swasta Kota Tomohon Belum
Bethesda Terakreditasi
Tomohon
27. RSU Bitung Pemerintah Kota Bitung Belum
Kota Terakreditasi
28. RS Islam Siti Swasta Kota Manado Belum
Maryam Terakreditasi
29. RSUD Amurang Pemerintah Kabupaten Belum
Kabupaten Minahasa Terakreditasi
Selatan
30. RS Tonsea Swasta Kabupaten Belum
Minahasa Terakreditasi
31. RS I Moonow Swasta Kota Belum
Kotamobagu Terakreditasi
32. RSUD Kabupaten Pemerintah Kabupaten Belum
Bolaang Kabupaten Bolaang Terakreditasi
Mongondow Mongondow
33. RSGM Program Universitas Kota Manado Belum
Studi Pendidikan Sam Ratulangi Terakreditasi
Dokter Gigi Manado
Fakultas
Kedokteran
Universitas Sam
Ratulangi Manado
34. RS Kinapit Swasta Kabupaten Belum
Bolaang Terakreditasi
Mongondow
35. RS GMIM Siloam Swasta Kabupaten Belum
Sonder Minahasa Terakreditasi
36. RSIA Kasih Ibu Swasta Kota Manado Belum
Terakreditasi
37. RSUD Bolaang Pemerintah Kabupaten Belum
Mongodow Utara Kabupaten Bolaang Terakreditasi
31
Mongondow
Utara
38. RSIA Kirana Swasta Kota Manado Belum
Manado Terakreditasi
39. RS Tk. IV Lanud TNI AU Kota Manado Belum
Sam Ratulangi Terakreditasi
Manado
40. RS Pancaran Swasta Kota Manado Belum
Kasih Terakreditasi
41. RS Permata Swasta Kota Manado Belum
Bunda Terakreditasi
42. RS Bergerak Pemerintah Kabupaten Belum
Kabupaten Sitaro Kabupaten Kepulauan Terakreditasi
Siau
Taghulandang
Biaro
43. RSU Manado Swasta Kota Manado Belum
Medical Center Terakreditasi
44. RSIA Fatimah Swasta Kota Belum
Kotamobagu Kotamobagu Terakreditasi
45. RSUD Provisi Pemerintah Kota Manado Belum
Sulawesi Utara Provinsi Terakreditasi
Sulawesi Utara
46. RSUD Mitra Pemerintah Kabupaten Belum
Sehat Kabupaten Minahasa Terakreditasi
Tenggara
47. RSUD Pratama Pemerintah Kota Tomohon Belum
Anugerah Kota Terakreditasi
32
Anggaran untuk pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit dibebankan pada
APBD masing-masing Daerah dan sumber dana lain yang tidak bertentangan dengan
aturan perundang-undangan.
D. PENANGGUNG JAWAB
Akreditasi Rumah Sakit merupakan tanggung jawab bersama seluruh Stake
Holder yang terkait di dalamnya yang terdiri dari Pemerintah Daerah, Pemilik Rumah
Sakit dan seluruh staf serta masyarakat yang berada di wilayah Rumah Sakit.
Tanggung jawab pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit terkait pendanaan
dan penyiapan Fasilitas layanan merupakan Tanggung Jawab Pimpinan Daerah dan
Pemilik Rumah Sakit beserta Pimpinan Rumah Sakit, sedangkan teknis pelaksanaan
layanan merupakan tanggung jawab seluruh staf beserta masyarakat yang berada di
wilayah Rumah Sakit, demikian juga dengan tanggung jawab pemeliharaan dan
kesinambungan pelaksanaan standar-standar akreditasi yang ada.
Dinas Kesehatan Provinsi bertugas sebagai motivator dan akselerator
dalam pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit serta melakukan monitoring dan evaluasi
terhadap pelaksanaan Akreditasi di Rumah Sakit yang termasuk dalam wilayahnya.
Pelaksanaan dan pencapaian Akreditasi Rumah Sakit di Provinsi Sulawesi Utara
secara skematis dapat dilihat pada Roadmap Akreditasi Rumah Sakit pada bagan 3.
33
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
1. Akreditasi Rumah Sakit adalah pengakuan terhadap Rumah Sakit yang diberikan
oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi setelah dinilai bahwa
Rumah Sakit tersebut memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit yang berlaku
untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit secara berkesinambungan.
2. Penilaian akreditasi dapat berasal dari dalam negeri melalui lembaga KARS
maupun dari luar negeri yaitu JCI dimana keduanya mengacu pada standar
kelompok sasaran yang berfokus pada pasien, kelompok standar manajemen
rumah sakit, kelompok keselamatan pasien dan sasaran MDGs. Hal ini sesuai
dengan tujuan akreditasi, yaitu meningkatkan keselamatan pasien rumah sakit dan
meningkatkan perlindungan bagi pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah
sakit dan rumah sakit sebagai institusi.
3. Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara berperan dalam memacu
percepatan pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit yang berada di wilayah Provinsi
Sulawesi Utara dan mengembangkan penerapan standard-standard Akreditasi
Rumah Sakit yang ada untuk peningkatan pelayanan. Dalam pengembangan
penerapan standard-standard tersebut, terdapat kendala yang menghambat
pelaksanaannya yaitu tidak tersedianya anggaran, sehingga harus dilakukan
koordinasi kembali dengan Pemerintah Daerah untuk permasalahan tersebut.
B. Saran
1. Perlu dilakukan sosialisasi yang menyeluruh terhadap staf Rumah Sakit serta
pasien dan keluarga agar masing-masing individu dapat berperan dalam
mencapai keberhasilan akreditasi yang maksimal.
2. Perlu dilakukan persamaan persepsi terkait hal-hal prioritas dalam akreditasi
agar tidak ada kesenjangan.
3. Perlu dilakukan sosialisasi dan koordinasi dengan Pemerintah Daerah terkait
dengan pentingnya Akreditasi Rumah Sakit agar dicapai kesepahaman untuk
mempermudah pelaksanaan Akreditasi selanjutnya.
34
Demikian Roadmap Akreditasi Rumah Sakit di Provinsi Sulawesi Utara ini
telah kami buat dengan harapan dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang
kondisi Akreditasi Rumah Sakit di Provinsi Sulawesi Utara dan dapat dijadikan dasar
untuk perencanaan dan penyusunan-penyusunan program kerja baik jangka pendek,
menengah dan jangka panjang demi kemajuan Rumah Sakit secara khusus yang akan
berpengaruh pada kemajuan Kabupaten/Kota dan Provinsi Sulawesi Utara.
35