Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENCAPAN I

Pencapan Zat Warna Reaktif Panas Dengan Kain Kapas Metode Steam Variasi Waktu
Steam Menggunakan Pengental 600 gram dan NaHCO3 10 gram

Disusun Oleh Kelompok1

Indra Joshua (16020072)

Moch Iklil Hamdani (16020082)

Nabila Dini Akmalia (16020086)

Nasiha Khaerunnisa (16020096)

Ratu Suraduhita Firna (16020097)

Grup : 3K3

Dosen : Khairul Umam, S.ST. M.T.

Asisten : 1. Eka O., S.ST. M.T.

2. Desiriana

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL

POLITEKNIK SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL

BANDUNG

2018
PENCAPAN ZAT WARNA REAKTIF PANAS DENGAN KAIN KAPAS METODE
STEAM VARIASI WAKTU STEAM MENGGUNAKAN PENGENTAL 600 gram
DAN NaHCO3 10 gram

I. MAKSUD DAN TUJUAN


1.1. Maksud
Melakukan proses pencapan zat warna reaktif panas dengan kain kapas metode
steam.
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh variasi waktu steam (fiksasi) 1-3-5-7-9 menit dengan
menggunakan pengental 600 gram dan NaHCO3 10 gram pada proses pencapan zat
warna reaktif panas dengan kain kapas terhadap ketuaan warna, ketahanan luntur
warna, dan ketajaman motif.

II. DASAR TEORI

Zat Warna Reaktif


Zat warna reaktif, berdasarkan kereaktifannya dibagi dua golongan, yaitu: Zat
warna reaktif panas, zat warna ini memiliki kereaktifan yang tinggi, bila dikerjakan
dalam suhu tinggi. Zat warna reaktif dingin, zat warna yang memiliki kereaktifan
2.1. Zat Warna Reaktif Panas
Zat warna reaktif dikenal sebagai zat warna yang dapat bereaksi secara kimia
dengan serat selulosa dalam ikatan yang kuat (ikatan kovalen), sehingga zat warna
ini merupkan bagian dari serat.Ikatan ini terbentuk dari reaksi antara gugus reaktif
pada zat warna reaktif dengan gugus –OH, –SH, –NH2, dan –NH yang ada dalam
serat.Oleh karena itu, hasil pencelupan zat warna reaktif mempunyai ketahanan
cuci yang sangat baik.

Struktur Molekul Zat Warna Reaktif Panas


Pada umumnya zat warna reaktif mempunyai struktur kimia yang terdiri atas
gugus-gugus fungsional dengan fungsi tertentu, yaitu :

a. Gugus Pelarut
Gugus pelarut menyebabkan zat warna reaktif dapat larut dalam air. Gugus
pelarut ini umumnya ada pada bagian kromofor, yang berupa :Gugus sulfonat (–
SO3H atau –SO3Na) atau gugus karboksilat (–COONa atau –COOH).
Adanya gugus pelarut yang terdapat pada zat warna reaktif tidak hanya
berpengaruh pada kelarutan zat warna reaktif saja, tapi juga berpengaruh terhadap
sifat-sifat yang lain, seperti substantifitas, kereaktifan dan kestabilan ikatan serat
dan zat warna.

Gugus pelarut dapat berpengaruh terhadap substantifitas zat warna.Kesamaan


sifat ion antara gugus hidroksil selulosa dengan gugus pelarut zat warna
menyebabkan terjadinya reaksi tolak menolak, yang berakibat adsorbsi zat warna
terhambat, sehingga substantifitas zat warna menurun.

Kereaktifan zat warna akan meningkat dengan semakin banyaknya gugus


pelarut. Hal ini disebabkan karena gugus tersebut bersifat sebagai penarik elektron,
sehingga berpengaruh terhadap kekuatan ikatan zat warna.Pengaruh gugus pelarut
karboksilat terhadap kereaktifan relatif lebih kecil dibanding gugus pelarut
sulfonat. Oleh karena itu, zat warna reaktif dengan gugus pelarut karboksilat pada
umumnya mempunyai kestabilan terhadap hidrolisa yang lebih tinggi.

b. Kromofor
Kromofor merupakan gugus pembawa warna yang menentukan corak dan
kecerahan warna.Kromofor juga berpengaruh terhadap substantifitas dan
kooefisien difusi, kereaktifan,serta kelarutan zat warna.Jenis struktur komofor zat
warna reaktif pada umumnya adalah jenis azo, antrakuinon, dan ftalosianin.

Peningkatan suhu celup dapat menurunkan substantifitas dan menaikkan


kereaktifan zat warna reaktif.Oleh karena itu zat warna reaktif yang kereaktifannya
tinggi pada umumnya mempunyai kromofor yang kecil (substantifitasnya kecil),
sebaliknya zat warna yang kereaktifannya rendah umumnya mempunyai kromofor
yang agak besar (substantifitasnya lebih besar).

c. Gugus Penghubung
Gugus penghubung adalah gugus yang menghubungkan kromofor dengan
gugus reaktif, misalnya gugus amina (–NH–), sulfo amina (–SO2NH), dan amida
(–CONH–).Gugus penghubung ini berpengaruh juga terhadap kereaktifan zat
warna reaktif karena bersifat sebagai penarik elektron (elektrofilik).Selain itu
berpengaruh juga terhadap kestabilan hasil celup karena ikatan antara serat dengan
zat warna dapat diputus pada bagian ini.

d. Gugus Reaktilf
Gugus reaktif adalah gugus yang dapat bereaksi dengan serat.Gugus ini sangat
besar pengaruhnya terhadap kereaktifan zat warna, karena mempunyai atom
karbon bermuatan positif yang mencari tempat negatif (elektrofilik), yang akan
bereaksi dengan gugus fungsi serat yang mempunyai sepasang electron bebas
(nukleofilik).

Gugus reaktif dapat berupa triazin, pirimidin, kinoaksalin, vinilsulfon,


sulfoetilamida atau akrilamida.Pada gugus reaktif terdapat gugus yang mudah
terlepas (gugus lepas). Pada zat warna reaktif, setelah melepaskan gugus lepasnya
akan memiliki ion positif. Ion ini dapat bereaksi secara adisi atau substitusi dengan
gugus negatif yang memiliki elektron bebas. Gugus lepas ini dapat berupa gugus
flour, klor, brom, atau sulfat.

Penggolongan Zat Warna Reaktif Panas


Zat warna reaktif dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan, yaitu :
1) Berdasarkan reaksi
Berdasarkan reaksi yang terjadi, zat warna reaktif dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu :
- Golongan I (satu)
Yaitu zat warna reaktif yang dapat mengadakan reaksi adisi nukleofilik dengan
serat selulosa dan membentuk ikatan eter dengan gugus vinil sufon.Ikatan ini
biasanya tahan terhadap kondisi asam, tetapi kurang tahan terhadap kondisi
alkali.Salah satu zat warna reaktif yang mengadakan reaksi ini yaitu dari
golongan vinil sulfon. Reaksi fiksasi yang terjadi antara zat warna dengan
seratadalah sebagai berikut :

D-SO2-CH2-CH2-O-SO3Na + NaOH → D-SO2-CH=CH2 + Na2SO4 + H2O


D-SO2-CH=CH2 + Sel-OH → D-SO2-CH2-CH2-O-Sel

- Golongan II (dua)
Yaitu zat warna reaktif yang dapat mengadakan reaksi substitusi nukleofilik
dengan selulosa membentuk ikatan pseudo-ester.Ikatan ini biasanya tahan
terhadap kondisi alkali, tetapi kurang tahan terhadap kondisi asam.Contoh zat
warna reaktif yang mengadakan reaksi ini yaitu zat warnareaktif dengan gugus
triazin.
2) Berdasarkan cara pemakaian
Berdasarkan cara pemakaiannya, zat warna reaktif digolongkan menjadi dua
macam, yaitu :
- Pemakaian cara dingin
Yaitu zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan tinggi, misalnya zat warna
reaktif dengan system diklorotriazin.Suhu pencelupannya tidak lebih dari 40°C
karena pada suhu yang lebih tinggi zat warna tersebutakan mudah terhidrolisa.
- Pemakaian cara panas
Yaitu zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan rendah, sehingga perlu
menggunakan suhu yang tinggi pada proses pencelupannya. Contoh zat warna
ini yaitu zat warna dengan gugus reaktif monoklorotriazin.Suhu pencelupannya
antara 60 – 80°C.
2.2. Serat kapas

Kapas yang merupakan jenis serat selulosa. Penampang melintang dari serat
kapas tidak beraturan yaitu seperti ginjal. Bentuk penampang melintang seperti itu
membuat hasil pewarnaan pada permukaan jadi memiliki daya kilap yang kurang,
akan tetapi bentuk seperti itu memberikan daya penutup kain yang lebih besar.

Gambar diatas merupakan skema dari strukur molekul serat selulosa.Struktur


molekul diatas tersusun dari molekul selulosa yang merupakan pengulangan dari
β-anhidroglukosa.Pada serat kapas diatas memiliki gugus hidroksil (OH) yang
memberikan sifat penyerapannya terhadap air.Meskipun demikian, selulosa yang
banyak mengandung gugus hidroksil dapat bersifat tidak larut didalam air.Hal
tersebut dimungkinkan karena berat molekul selulosa yang sangat besar, juga
karena terjadinya ikatan hidrogen antar molekul selulosa yang mempersukar
kelarutan selulosa didalam air.

Gugus hidroksil tersebut selain dapat menarik gugus hidroksil dari molekul
lainnya, juga dapat menarik gugus hidroksil air. Hal tersebut membuat serat yang
mengandung banyak gugus hidroksil akan mudah menyerap air sehingga serat
tersebut memiliki moisture regain yang tinggisekitar 7-8,5% umumnya lebih tahan
alkali tapi kurang tahan suasana asam atau oksidator sehingga dalam pengerjaan
proses pencapannya biasa dilakukan dalam suasana alkali atau netral. Namun
demikian dlam suasana alkali kuat suhu tinggi serat kapas dapat mengalami
kerusakan sehingga mengakibatkan penurunan kekuatan.

Serat kapas merupakan serat selulosa yang merupakan rantai polimer linier,
yang tersusun dari kondensasi β-glukosa yang dihubungkan oleh jembatan oksigen
pada posisi 1 dan 4.Molekul selulosa mempunyai satu gugus hidroksil primer dan
dua gugus hidroksil sekunder pada setiap unit glukosa.Gugus hiroksil merupakan
gugus fungsi yang berperan untuk mengedakan ikatan dengan zat warna naftol.
 Morfologi serat kapas:

Penampang membujur Penampang melintang

 Sifat-sifat kapas secara fisik:


- Warna serat kapas tidak pulih betul, seperti warna creme
- Kekuatan serat perbundelnya adalah 70.000 sampai 96.000 pon/inci
- Mulur serat kapas antara 4-13% dengan rata-rata 7%
- Moisture regain serat kapas pada kondisi standar adalah 7-8,5%
- Berat jenis kapas berkisar 1,50-1,56.
 Sifat-sifat kimia
- Serat kapas akan terhidrolisa oleh asam kuat
- Oksidator akan menurunkan kekuatan serat kapas
III. METODE PENELITIAN
3.1. Alat dan Bahan
Alat
 Meja pencapan  Setrika
 Rakel  Pengukus
 Screen  Timbangan digital
 Cangkir plastik  Spatula
 Pengaduk  Timer
 Hair dryer
Bahan

 Air  Pengental sintetik


 Zat warna reaktif panas  Kain kapas
 Zat anti reduksi  Teepol
 Urea  Na2CO3
 NaHCO3
3.2. Diagram Alir

Persiapan

Pencapan

Drying
(2 menit, 100℃)

Steaming
(1,3,5,7,9 menit, 100℃)

Pencucian
3.3. Resep
Resep Pasta Cap(dibuat 50 gram/warna)
 Zat warna reaktif panas : 10 gram
 Zat anti reduksi (Ludigol Auxal) : 20 gram
 Urea : 100 gram
 NaHCO3 : 10 gram
 Pengental sintetik : 600 gram
 Balance : 260
1000 gram
Resep Pengental
 Pengental sintetik : 8%

Resep Pencucian
 Teepol : 1 ml/L
 Na2CO3 : 2 g/L
 Suhu : 90℃
 Waktu : 10 menit
3.4. Prosedur Kerja
1. Persiapan alat dan bahan
2. Hitung kebutuhan zat dan pengental sesuai dengan resep lalu timbang
3. Bubuhkan pasta cap secukupnya pada screen yang sudah berpola
4. Ratakan dengan menggunakan rakel dengan penekanan tertentu secara merata
sekaligus
5. Keringkan kain yang sudah dicap pada suhu 100℃ selama 2 menit
6. Bungkus kain dengan kertas lalu masukkan kedalam pengukus lakukan dengan
variasi waktu steam
7. Lakukan proses pencucian dengan sebagai berikut: cuci dingin dengan air bilas
hingga tidak licin, lalu cuci dengan sabun panas (teepol dan Na2CO3), lalu cuci
panas dengan air panas, dan cuci dingin bilas kembali dengan air. Lalu
keringkan.
8. Setrika kain dengan alas kain tebal dan diatasnya terdapat kertas sehingga tidak
langsung mengenai kain hasil pencapan.
9. Lakukan proses evaluasi yaitu ketuaan warna secara visual dan
spektrofotometri, ketajaman motif, dan ketahanan luntur warna dengan cara
tahan gosok.
3.5. Perhitungan Resep
Resep Pasta Cap
10
 Zat warna reaktif panas : 1000 × 50 = 0,5 𝑔𝑟𝑎𝑚
20
 Zat anti reduksi : 1000 × 50 = 1 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
 Urea : 1000 × 50 = 5 𝑔𝑟𝑎𝑚
10
 NaHCO3 : 1000 × 50 = 0,5 𝑔𝑟𝑎𝑚
600
 Pengental : 1000 × 50 = 30 𝑔𝑟𝑎𝑚
260
 Balance/air : 1000 × 50 = 13𝑚𝑙

Resep Pengental
8
 Pengental sintetik : 100 × 50 = 4 𝑔𝑟𝑎𝑚

Resep Pencucian
1
 Teepol : 1000 × 500 = 0,5 𝑚𝑙
2
 Na2CO3 : 1000 × 500 = 1 𝑔𝑟𝑎𝑚
IV. DATA PENGAMATAN

Grafik Pencapan Zat Warna Reaktif Panas dengan Kain


Kapas Terhadap Ketuaan Warna
12

10

0
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5 Kelompok 6

1 Menit 3 Menit 5 Menit 7 Menit 9 Menit

Keterangan:
Kelompok 1 : Pengental 600 gram Na2CO3 10 gram
Kelompok 2 : Pengental 300 gram Na2CO3 10 gram
Kelompok 3 : Pengental 600 gram Na2CO3 20 gram
Kelompok 4 : Pengental 300 gram Na2CO3 20 gram
Kelompok 5 : Pengental 600 gram Na2CO3 30 gram
Kelompok 6 : Pengental 300 gram Na2CO3 30 gram

Grafik Pencapan Zat Warna Reaktif Panas dengan Kain


Kapas Terhadap Ketajaman Warna Motif
12

10

0
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5 Kelompok 6

1 Menit 3 Menit 5 Menit 7 Menit 9 Menit


V. DISKUSI
Pada proses pencapan zat warna reaktif panas dengan kain kapas menggunakan
variasi waktu steam (1, 3, 5, 7, dan 9 menit). Dalam proses pencapan ini
menggunakan resep A yaitu pengental 600 gram dan NaHCO310 gram. Pada
metode ini menggunakan “steam” atau uap panas. Suatu molekul kimia apabila ada
reaksi kimia akan ada ikatan kimia. Steam atau uap ini bertujuan agar suatu ikatan
kimia yang terjadi tumbukan. Pada saat bertumbukan itu dengan cara menaikan
entropi (ketidakteraturan gerak molekul suatu zat). Menaikan entropi bisa dengan
menaikan suhu, sehingga zat akan bergerak tidak beraturan lalu menemukan titik
yang bisa berikatan antara suatu molekul dengan zat lainnya. Pada saat proses steam
ini H2O akan menguap dan diatasnya terdapat hasil print/cap.
Dalam evaluasi pengaruh waktu steam ini akan berpengaruh terhadap ketuaan
warna dan ketahanan luntur warna. Dari hasil contoh uji dapat terlihat bahwa contoh
uji waktu steam 1 menit terlihat lebih muda dari yang lainnya, dan contoh uji waktu
steam 9 menit terlihat lebih tua tetapi terdapat kesalahan teknis pada saat proses
pengeringan setelah pencucian. Contoh uji dengan waktu steam 5 menit dan 9 menit
pada saat proses setrika, kain dalam keadaan sangat basah dan juga terlalu diberi
gesekan sehingga terjadi ketidakrataan atau warna melebihi motif. Kain contoh uji
dengan waktu 5, 7, dan 9 menit juga melakukan proses pencapan dengan kondisi
berbeda (beda waktu praktek) dengan waktu 1 menit dan 3 menit. Dalam pengaruh
suhu pada proses steam ini adalah proses fiksasi akan sangat berpengaruh terhadap
ketuaan warna dan ketahanan luntur warna, semakin lama waktu proses maka
ketuaan warna akan semakin tinggi.
Pengaruh alkali (fiksasi) pada proses pencapan ini juga sangat berpengaruh,
semakin tinggi konsentrasi alkali (NaHCO3) maka semakin tinggi ketuaan
warnanya. Dapat terlihat dari beberapa kelompok praktikan yang lainnya, dengan
konsentrasi alkali yang lebih tinggi maka ketuaan warna akan semakin tinggi. Pada
proses pencapan zat warna reaktif panas ini menggunakan alkali 10 gram.
Pengaruh viskositas pada proses pencapan ini juga sangat berpengaruh terhadap
ketajaman motif dan ketuaan warna. Terlihat bahwa pengental yang digunakan pada
proses pencapan ini adalah 600 gram yang berarti viskositasnya (< 20) akan terlihat
lebih kental dari yang pengental 300 gram. Oleh karena itu terlihat pada contoh uji
praktikan lebih muda dari pada kelompok lainnya dikarenakan menggunakan
konsentrasi alkali 10 gram dan pengental 600 gram. Pengaruh viskositas pada
pencapan ini adalah ketajaman motif, dilihat dari hasil pencapan bahwa ketajaman
motif yang paling terlihat dari seluruh kelompok adalah pada pengental 600 gram
dan konsentrasi alkali 30 gram.

VI. KESIMPULAN
Pada proses pencapan zat warna reaktif dengan kain kapas menggunakan metode
steam variasi waktu steam, pengental 600 gram dan NaHCO3 10 gram dapat
disimpulkan bahwa:
 Semakin lama waktu steam maka semakin tinggi ketuaan warna.
 Semakin tinggi konsentrasi alkali maka semakin tinggi ketuaan warna.
 Semakin tinggi viskositas maka semakin tinggi ketajaman warnanya.
VII. DAFTAR PUSTAKA
 Djufri, Rasjid, dkk, 1973. Teknologi Pengelantanga, Pencelupan dan
Pencapan. Institut Teknologi Tekstil, Bandung.
 Lubis, Arifin, dkk. 1998. TeknologiPencapanTekstil. Sekolah Tinggi
TeknologiTekstil Bandung.
 Purwanti, dkk, 1978. Pedoman Praktikum pencapan dan Penyempurnaan.
Institut Teknologi Tekstil Bandung.
 Soeprijono, P dkk. 1973. Serat-Serat Tekstil. Institut Teknologi Bandung.

Anda mungkin juga menyukai