Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENCAPAN II

Proses Pembuatan Batik Tulis dengan Zat Warna Naftol (Warna Motif) dan Zat Warna
Reaktif (Warna Dasar) pada Kain Kapas

Disusun Oleh Kelompok 2

Indra Joshua (16020072)

Widia Restu Ningsih (16020080)

Moch Iklil Hamdani (16020082)

Maulya Ekaningtyas (16020095)

Zulfa Tauzahra (16020031)

Grup : 3K3-3K1

Dosen : Khairul Umam, S.ST. M.T.

Asisten : 1. Drs. Solehudin

2. Desiriana

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL

POLITEKNIK SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL

BANDUNG

2019
PROSES PEMBUATAN BATIK TULIS DENGAN ZAT WARNA NAFTOL (WARNA
MOTIF) DAN ZAT WARNA REAKTIF (WARNA DASAR) PADA KAIN KAPAS

I. MAKSUD DAN TUJUAN


I.1. Maksud
Mempelajari prinsip – prinsip dasar proses pembuatan kain batik tulis dengan zat warna
naftol sebagai warna motif dan zat warna reaktif sebagai warna dasar pada kain selulosa
(kapas).
I.2. Tujuan
 Agar dapat melakukan pembuatan kain batik tulis pada kain selulosa dengan zat
warna naftol sebagai warna motif dan zat warna reaktif sebagai warna dasar.
 Dapat mengetahui cara pengerjaan pembuatan batik tulis dengan zat warna naftol
sebagai warna motif dan zat warna reaktif sebagai warna dasar pada kain kapas.

II. DASAR TEORI


Proses pembuatan batik tulis adalah proses yang membutuhkan tehnik, ketelitian,
dan kesabaran yang tinggi.  Hal ini disebabkan oleh segala sesuatu proses pembuatannya
dikerjakan manual dengan menggunakan tangan terampil manusia (ditulis) tanpa
menggunakan mesin. Karena tehnis segala sesuatunya dilakukan secara manual maka
harga batik tulis merupakan salah satu jenis batik yang termahal dari semua jenis batik
yang ada di Indonesia.  Apabila bahan kain yang digunakan adalah kain sutera, maka kain
batik sutera tulis menjadi yang termahal dari seluruh kain batik yang ada di dunia.
Kombinasi antara kain sutera yang sudah dikenal mahal dengan tehnik proses
pembuatan secara ditulis manual tanpa menggunakan mesin, menjadikan batik tulis sutera
ini diburu oleh kalangan eksekutif untuk menunjukkan kelas gengsinya.  Proses
pembuatan batik tulis tidak jarang membutuhkan waktu hingga 1 bulan pengerjaan.
Terutama jika kain yang digunakan adalah kain sutera, yang membutuhkan perlakuan
tehnik khusus karena karakteristik bahan kainnya.  Sebelum kita belajar tehnik
pembuatan batik tulis, ada baiknya kita ketahui dahulu bahan-bahan yang digunakan pada
proses pembuatan batik tulis.
Dalam proses pembuatan batik tulis kita harus menyiapkan terlebih dahulu kain
mori terbentang, mengambar sketsa motif batik yang akan dibuat dengan menggunakan
pensil, kemudian menorehkan cairan malam/ lilin dengan warna dengan menggunakan
canting tulis secara teliti dan hati-hati.  Apabila kain mori telah selesai digambar dengan
cairan malam/ lilin, selanjutnya dilakukan proses pewarnaan, lorot malam, membilas
soda, dijemur, dan disetrika.

2.1 Bahan Pembuatan Batik Tulis


1. Canting, adalah alat tulis lilin yang digunakan untuk menutupi pola dan motif batik.
Jadi fungsinya seperti pensil untuk lilin
2. Pensil pola
3. Kain mori putih yang biasanya kain sutera atau kain katun
4. Lilin malam (wax)
5. Kompor atau alat pemanas lilin malam (wax)
6. Bahan pewarna kain (zat warna naftol)

Gambar 1. Canting
Gambar diatas adalah canting.  Canting merupakan Alat untuk menulis/
menggambar diatas kain dalam proses membatik.  Canting terbuat dari tembaga dengan
gagang dari bambu.  Ujung dari canting atau biasa disebut cucuk, mempunyai lubang
yang bervariasi, sehingga bisa menentukan besar kecilnya motif.
Gambar- Wajan Wax

Gambar 2. Wajan

Gambar diatas ini adalah wajan/nyamplung.  Tempat ini sebagai tempat


menampung canting disebut sebagai nyamplung.  Nyamplung sebagai tempat cairan
malam/ lilin.

Gambar 3. Teknik Batik Tulis

Teknik batik tulis dilakukan dengan menorehkan cairan malam/ lilin melalui media
canting tulis.  Proses pembuatan batik tulis malam/ lilin hamper serupa dengan proses
pembuatan batik cap.  Cairan malam / lilin harus tetap terjaga pada kondisi suhu 70
derajat celcius.  Dengan menggunakan canting tulis cairan malam diambil dari
nyamplung.  Cucuk canting harus berlubang, sehingga perlu ditiup agar membran cairan
terbuka.  Setelah itu cairan malam baru dioleskan sesuai motif yang telah digambar di
kain mori dengan pensil.
2.2. Proses Detail Pembuatan Batik Tulis
1. Siapkan kain mori/ sutra, kemudian dibuat motif diatas kain tersebut dengan
menggunakan pensil.
2. Setelah motif selesai dibuat, sampirkan atau letakkan kain pada gawangan
3. Nyalakan kompor/ anglo, letakkan malam/ lilin ke dalam wajan/ nyamplung, dan
panaskan wajan dengan api kecil sampai  malam/ lilin mencair sempurna.  Untuk
menjaga agar suhu kompor/ anglo stabil biarkan api tetap menyala kecil.
4. Tahap selanjutnya, menutupi kain dengan malam/ lilin pada bagian-bagian yang akan
tetap berwarna putih (sama dengan warna dasar kain).  Canting untuk bagian halus,
atau kuas untuk bagian berukuran besar.  Proses ini bertujuan agar pada saat
pencelupan bahan/ kain kedalam larutan pewarna bagian yang diberi lapisan malam/
lilin tidak terkena pewarna.
5. Pada proses membatik dimulai dengan mengambil sedikit malam cair dengan
menggunakan canting, tiup-tiup sebentar biar tidak terlalu panas kemudian torehkan/
goreskan canting dengan mengikuti motif.  Dalam proses ini harus dilakukan dengan
hati-hati agar jangan sampai malam yang cair menetes diatas permukaan kain, karena
akan mempengaruhi hasil motif batik.
6. Setelah semua motif yang tidak ingin diwarna atau diberi warna yang lain tertutup
oleh malam/lilin, selanjutnya dilakukan proses pewarnaan.  Siapkan bahan pewarna
di dalam ember, kemudian celupkan kainnya ke dalam larutan pewarna.  Proses
pewarnaan pertama pada bagian yang tidak tertutup oleh malam/ lilin.  Pewarnaan
dilakukan dengan cara mencelupkan kain tersebut pada warna tertentu.  Kain dicelup
dengan warna yang dimulai dengan warna-warna muda, dilanjutkan dengan warna
lebih tua atau gelap pada tahap berikutnya.
7. Setelah dicelupkan dalam pewarna, kain tersebut di jemur dan dikeringkan.
8. Setelah kering dilakukan proses pelorodan, proses tehnik “pelorodan” dilakukan
dengan cara lilin dikerik dengan pisau, kemudian kain di rebus bersama-sama dengan
air yang telah diberi soda abu, atau menggunakan tehnik pelepasan lilin dengan
dilumuri bensin, kemudian Kain disetrika sehingga lilin menjadi meleh.  Dari
keempat jenis pelepasan lilin di atas, tehnik perebusan kain dengan soda abu dan
tehnik setrika adalah yang lazim digunakan oleh pembatik tradisional.
9. Kain yg telah berubah warna tadi direbus dalam air panas.  Proses ini bertujuan untuk
menghilangkan lapisan malam/ lilin sehingga motif yg telah digambar menjadi
terlihat jelas.  Apabila diinginkan beberapa warna pada batik yg kita buat, maka
proses dapat diulang beberapa kali tergantung pada jumlah warna yg kita inginkan.
10. Setelah kain bersih dari malam/ lilin dan dikeringkan, dapat dilakukan kembali
proses pembatikan dengan penutupan malam/ lilin menggunakan alat canting untuk
menahan warna berikutnya.
11. selanjutnya proses pencelupan warna yang kedua, dengan memberikan malam/ lilin
lagi, pencelupan ketiga dst.  Misalkan dalam satu kain diinginkan ada 5 warna maka
proses diatas tadi diulang sebanyak jumlah warna yg diinginkan berada dalam kain
tsb satu persatu  lengkap dengan proses membuka/nglorot dan menutup malam/ lilin
dilakukan berulang kali sesuai dengan banyaknya warna dan kompleksitas motif
yang diinginkan.
12. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan ke
campuran air dan soda ash untuk mematikan warna yang menempel pada batik, dan
menghindari kelunturan.
13. Proses terakhir adalah mencuci /direndam air dingin dan dijemur sebelum dapat
digunakan dan dipakai. [ CITATION ani15 \l 1057 ]
Proses Pembuatan Motif Pada Kain

Gambar 4. Motif Kain Batik


Gambar diatas menunjukkan motif batik yang dijadikan gambaran pada pembuatan
motif batik pada kain kapas. Biasanya digunakan pensil untuk membuat motif batik pada
kain, agar motif bisa terlihat rapih digunakan metode penjiplakan pada pembuatan desain
motifnya. Gambar sebelah kiri menunjukkan gambaran untuk pinggiran kain yang dibuat
oleh kelompok kami. Lalu gambar sebelah kanan menunjukkan gambaran motif utama
pada pembuatan kain batik tulis oleh kelompok kami.

Proses Klowong

Klowong adalah proses pelekatan pertama malam pada motif yang sudah dibuat
atau mempertegas pola yang sudah ada. Untuk melakukan proses tersebut diperlukan lilin
klowong yang mampu untuk ngolowongi atau melekatkan lilin tersebut ke dalam motif
yang kita buat atau mempertegas pola yang sudah ada. Dalam proses klowong dilakukan
secara hati-hati agar memperoleh pola yang regas dan jelas. Canting yang akan digunakan
adalah canting klowong.

Proses Colet
Mencolet adalah memberi warna dengan alat dari rotan atau kuas dengan cara
digambarkan pada motif tertentu yang dibatasi oleh garis-garis malam sehingga warna
tidak merembes ke area lain. Biasanya untuk coletan dipakai zat warna remasol, rapid
atau indigosol.

Gambar 5. Proses Colet Batik


Teknik coletan
biasanya dilakukan hanya pada motif-motif utama saja, untuk warna latar biasanya tetap
menggunakan teknik celup.

Keunggulan dari teknik colet adalah


 Warna yang dihasilkan dalam satu helai batik bisa bermacam-macam.
 Penggunakan warna relatif lebih hemat.
 Warna yang dihasilkan cerah.
 Bisa memilih mana batikan yang ingin dicolet dan mana yang tidak.
 Bisa menghemat air.

Kelemahan dari teknik ini adalah


 Membutuhkan waktu yang relatif lama tergantung berapa banyak motif yang ingin
dicolet.
 Warna bisa mbleber ke motif lain.
 Warna tidak rata dan cenderung tidak terlalu kuat menempelnya pada kain.
Teknik colet sering kita temui pada batik pesisiran yang memang memiliki ciri
warna-warna yang cerah. Seperti batik Pekalongan, batik Gresik, batik Madura, batik
Indramayu dan daerah-daerah lainnya.

Zat Warna Naftol


Zat warna naftol atau azoic adalah zat warna yang warnanya terbentuk didalam
serat pada saat pencelupan dan merupakan hasil reaksi komponen senyawa naftol dengan
senyawa diazonium. Zat warna naftol juga disebut ingrain colors karena terbentuk
didalam serat dan tidak larut didalam air. Senyawa yang terjadi pada zat warna naftol
mempunyai gugusan azo (azoic color). Dalam reaksi diazotasi memerlukan es untuk
memperoleh suhu rendah maka zat warna naftol juga sering disebut ice color.
Garam diazonium untuk kopling dengan naftol mempunyai sifat kurang stabil,
mudah rusak terhidrolisis, tidak tahan panas dan cahaya, namun pada saat ini banyak
yang sudah distabilkan sehingga pemakaiannya lebih mudah. Kelemahan zat warna naftol
adalah tandingan warnanya sukar dikontrol, ketahanan luntur warna hasil celup terhadap
gosokannya kurang baik dan tidak tahan terhadap reduktor.

Proses pencelupan/pembentukan zat warna naftol dapat digambarkan sebagai berikut :


1. Pelarutan senyawa naftol dengan kostik soda untuk memperoleh larutan yang jernih
dari senyawa natrium naftolat yang terionisasi. Dalam pelarutan ini sering dilakukan
pemanasan. Pelarutan senyawa naftol dengan soda kostik untuk memperoleh larutan
yang jernih dari senyawa natrium naftolat yang terionisasi.

Reaksi:

OH ONa

+ NaOH + H2O

R R
Naftol Naftolat

Gambar 6. Reaksi Pelarutan Naftol

Afinitas naftolat relatif kecil, sehingga perlu dibantu dengan penambahan NaCl
sebagai pendorong penyerapan zat warna, naftolat akan masuk ke pori-pori serat
kapas. Setelah penaftolan bahan berubah warnanya dibangkitkan dengan garam
diazonium sehingga menjadi proses kopling antara naftol dan garam diazonium
didalam serat. Naftolat yang sudah terserap didalam bahan dikoplingkan dengan
garam diazonium yang dipilih, sehingga akaan terbentuk zat warna naftol monoazo
didalam serat dan berikatan berupa ikatan hidrogen dan fisika (van der waals) dengan
serat.

2. Pencelupan bahan tekstil dengan larutan naftolat dapat dikerjakan dengan pad roll
atau dengan sistem biasa didalam bejana celup. Karena daya serap naftol kecil, maka
perlu penambahan NaCl untuk mendorong penyerapan. Setelah bahan tercelup
sempurna perlu direaksikan degan senyawa diazonium.
3. Reaksi diazotasi yang tidak larut didalam air dilakukan didalam bejana setelah
dilarutkan dengan asam klorida atau asam sulfat. Garam diazonium dapat berupa
basa naftol yang telah didiazotasi. Reaksi diazotasi perlu suhu rendah agar garam
diazonium yang terbentuk tidak banyak yang mengurai. Larutan natrium nitrit yang
ditambahkan kedalam larutan basa amino dapat sekaligus atau secara bertahap.
Reaksi:

4. Reaksi pembangkitan merupakan reaksi antara naftol dengan garam diazonium yang
memberikan suatu pigmen naftol yang terbentuk di dalam serat.
Reaksi:

Keterangan:
1. Naftolat
2. Garam diazonium

OH ONa N N
+ NaOH OH
+ NO2 N NCL
+ H-OSel
Garam Diazonium
Tidak larut Naftolat larut Larut seperti koloid Berwarna Ik Hidrogen
pH >7 pH < 7

Gambar 7. Reaksi Pembangkitan Warna


Pada proses pembangkitan warna, perlu diperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi proses kopling antara lain:
a. Jumlah garam diazonium harus ekivalen atau sedikit berlebih dengan jumlah
naftol yang ada pada bahan.
b. Garam diazonium umumnya mudah rusak terhidrolisis pada kondisi alkali, jadi
pH larutan garam diazonium harus netral atau agak asam tergantung jenis garam
diazoniumnya.

5. Setelah reaksi pembangkitan selesai, bahan tekstil yang sudah dicelup dikerjakan
proses penyabunan dengan larutan sabun pada suhu 60 oC untuk menghilangkan
pigmen-pigmen zat warna yang menempel pada permukaan bahan. Proses pencucian
juga berfungsi untuk memperbaiki tahan gosok dan mempertinggi kilap pigmen yang
terbentuk.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Zat Warna Naftol


1. Pengaruh Elektrolit
Substantifitas zat warna naftol pada umumnya kecil, sehingga pada proses
pencelupan diperlukan penambahan elektrolit, misalkan : NaCl/Na Sulfat.
Kualitas dan kuantitasnya juga perlu diperhatikan. Elektrolit yang ditambahkan tidak
terlalu banyak mengandung ion logam sebagai penyebab kesadahan.

2. Pengaruh perbandingan larutan celup


Karena substantifitas zat warna naftol pada umumnya kecil, maka pencelupan
dengan perbandingan larutan celup yang kecil dapat meningkatkan substantifitasnya.
3. Pengaruh udara
Larutan naftolat pada umumnya kurang stabil terhadap pengaruh udara, terutama
udara lembab. Hal ini dapat mengendapkan kembali larutan naftolat menjadi pigmen
zat warna naftol.

Untuk mencegah pengendapan larutan naftolat dapat ditambahkan formaldehida yang


dapat mengikat naftolat dengan jembatan metilen, sehingga dapat mempertinggi
kestabilannya dan memperlambat pembangkitannya.
4. Pengaruh PH
Reaksi pembangkitan berlangsung sangat labat pada PH yang rendah. Proses
pembangkitan menggunakan basa naftolat yang didiazotasi, maka PH larutan sangat
rendah. Karena adanya asam klorida yang berlebihan, oleh karena itu perlu
dinetralkan dengan Na Asetat sehingga PH larutan berkisar 4,5.
Reaksi pembangkitan juga berjalan lambat dalam larutan yang bersifat alkalis. Na
Hidroksida yang tertinggal pada serat menyebabkan timbulnya pengaruh alkali. Oleh
karena itufaktor pemerasan sesudah pencelupan dengan larutan naftolat sangat
penting peranannya.
Untuk mencegahnya, proses pembangkitan perlu ditambahkan asam asetat.
Campuran Na asetat dan H asetat merupakan larutan penyangga yang dapat menjaga
PH agar stabil.

Macam-macam Naftol
Naftol terdapat dua jenis yaitu :
1. Naftol Monogenetik, yaitu naftol dengan satu arah warna
maksudnya warna yang ditimbulkan meskipun dibangkitkan dengan bermacam–
macam garam diazonium warnanya tetap. Contoh Naftol AS – G
2. Naftol Poligenetik, yaitu naftol yang warna setelah dibangkitkan
dapat bermacam-macam sesuai dengan garam diazoniumnya.Contoh Naftol AS–BO,
Naftol AS- LB

Naftol berdasarkan substantifitas


1. Substantifitas rendah : Naftol AS
2. Substantifitas sedang : Naftol AS G
3. Substantifitas tinggi : Naftol AS Bt

Garam Diazonium, sebagai komponen pembangkit warna yang memberikan warna.

Proses Tembokan
Tembokan merupakan proses membatik yang dilakukan untuk menutupi bagian
putih atau bagian yang sudah dicolet dengan warna motif dari kain mori menggunakan
lilin atau malam yang sudah dicairkan. Bagian putih yang dimaksud yaitu berupa bagian
yang nantinya tidak akan diwarnai dengan pewarna. Malam yang digunakan untuk
tembokan yaitu berupa malam tembokan sementara canting yang dipakai yakni berupa
canting tembok.
Lapisan malam pada proses nembok ini ibaratnya sebuah tembok yang dipakai
untuk menahan zat pewarnanya agar jangan sampai merembes kebagian-bagian yang
tertutup malam.

Proses Pencelupan Warna Dasar Batik


Proses pencelupan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan kualitas,
ketuaan, dan arah warna batik. Oleh karena itu, perlu kecermatan dan kehati-hatian dalam
pencelupan warna batik. Proses pewarnaan batik menggunakan warna alam dilakukan
pada suhu kamar, karena lilin batik sebagai perintang warna dapat rusak akibat suhu
tinggi. Suhu pencelupan yang tinggi dapat melelehkan malam (lilin batik) yang
menyebabkan warna akan masuk terserap ke perintang warna yang berakibat rusaknya
motif batik (Pristiwati E., dkk., 2016).

Zat Warna Reaktif


Zat warna reaktif dikenal sebagai zat warna yang dapat bereaksi secara kimia
dengan serat selulosa dalam ikatan yang kuat (ikatan kovalen), sehingga zat warna ini
merupkan bagian dari serat. Ikatan ini terbentuk dari reaksi antara gugus reaktif pada zat
warna reaktif dengan gugus –OH, –SH, –NH2, dan –NH yang ada dalam serat. Oleh
karena itu, hasil pencelupan zat warna reaktif mempunyai ketahanan cuci yang sangat
baik.

a. Struktur Molekul Zat Warna Reaktif

Pada umumnya zat warna reaktif mempunyai struktur kimia yang terdiri atas gugus-
gugus fungsional dengan fungsi tertentu, yaitu :

1) Gugus pelarut

Gugus pelarut menyebabkan zat warna reaktif dapat larut dalam air. Gugus
pelarut ini umumnya ada pada bagian kromofor, yang berupa : Gugus sulfonat (–
SO3H atau –SO3Na) atau gugus karboksilat (–COONa atau –COOH)
Adanya gugus pelarut yang terdapat pada zat warna reaktif tidak hanya
berpengaruh pada kelarutan zat warna reaktif saja, tapi juga berpengaruh terhadap
sifat-sifat yang lain, seperti substantifitas, kereaktifan dan kestabilan ikatan serat dan
zat warna.
Gugus pelarut dapat berpengaruh terhadap substantifitas zat warna. Kesamaan
sifat ion antara gugus hidroksil selulosa dengan gugus pelarut zat warna
menyebabkan terjadinya reaksi tolak menolak, yang berakibat adsorbsi zat warna
terhambat, sehingga substantifitas zat warna menurun.
Kereaktifan zat warna akan meningkat dengan semakin banyaknya gugus
pelarut. Hal ini disebabkan karena gugus tersebut bersifat sebagai penarik elektron,
sehingga berpengaruh terhadap kekuatan ikatan zat warna. Pengaruh gugus pelarut
karboksilat terhadap kereaktifan relatif lebih kecil dibanding gugus pelarut sulfonat.
Oleh karena itu, zat warna reaktif dengan gugus pelarut karboksilat pada umumnya
mempunyai kestabilan terhadap hidrolisa yang lebih tinggi.
2) Kromofor
Kromofor merupakan gugus pembawa warna yang menentukan corak dan
kecerahan warna. Kromofor juga berpengaruh terhadap substantifitas dan kooefisien
difusi, kereaktifan, serta kelarutan zat warna. Jenis struktur komofor zat warna reaktif
pada umumnya adalah jenis azo, antrakuinon, dan ftalosianin.
Peningkatan suhu celup dapat menurunkan substantifitas dan menaikkan
kereaktifan zat warna reaktif. Oleh karena itu zat warna reaktif yang kereaktifannya
tinggi pada umumnya mempunyai kromofor yang kecil (substantifitasnya kecil),
sebaliknya zat warna yang kereaktifannya rendah umumnya mempunyai kromofor
yang agak besar (substantifitasnya lebih besar).
3) Gugus penghubung
Gugus penghubung adalah gugus yang menghubungkan kromofor dengan
gugus reaktif, misalnya gugus amina (–NH–), sulfoamina (–SO2NH), dan amida (–
CONH). Gugus penghubung ini berpengaruh juga terhadap kereaktifan zat warna
reaktif karena bersifat sebagai penarik elektron (elektrofilik). Selain itu berpengaruh
juga terhadap kestabilan hasil celup karena ikatan antara serat dengan zat warna
dapat diputus pada bagian ini.
4) Gugus reaktilf
Gugus reaktif adalah gugus yang dapat bereaksi dengan serat. Gugus ini sangat
besar pengaruhnya terjadap kereaktifan zat warna, karena mempunyai atom karbon
bermuatan positif yang mencari tempat negatif (elektrofilik), yang akan bereaksi
dengan gugus fungsi serat yang mempunyai sepasang elektron bebas (nukleofilik).
Gugus reaktif dapat berupa triazin, pirimidin, kinoaksalin, vinilsulfon,
sulfoetilamida atau akrilamida. Pada gugus reaktif terdapat gugus yang mudah
terlepas (gugus lepas). Pada zat warna reaktif, setelah melepaskan gugus lepasnya
akan memiliki ion positif. Ion ini dapat bereaksi secara adisi atau substitusi dengan
gugus negatif yang memiliki elektron bebas. Gugus lepas ini dapat berupa gugus
flour, klor, brom, atau sulfat.
b. Penggolongan Zat Warna Reaktif

Zat warna reaktif dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan, yaitu :

1) Berdasarkan reaksi
Berdasarkan reaksi yang terjadi, zat warna reaktif dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu :
 Golongan I (satu)
Yaitu zat warna reaktif yang dapat mengadakan reaksi adisi nukleofilik
dengan serat selulosa dan membentuk ikatan eter dengan gugus vinil sulfon.
Ikatan ini biasanya tahan terhadap kondisi asam, tetapi kurang tahan terhadap
kondisi alkali. Salah satu zat warna reaktif yang mengadakan reaksi ini yaitu
dari golongan vinil sulfon. Reaksi fiksasi yang terjadi antara zat warna
dengan serat adalah sebagai berikut :

D-SO2-CH2-CH2-O-SO3Na + NaOH → D-SO2-CH=CH2 + Na2SO4 + H2O

D-SO2-CH=CH2 + Sel-OH → D-SO2-CH2-CH2-O-Sel

 Golongan II (dua)
Yaitu zat warna reaktif yang dapat mengadakan reaksi substitusi nukleofilik
dengan selulosa membentuk ikatan pseudo-ester. Ikatan ini biasanya tahan
terhadap kondisi alkali, tetapi kurang tahan terhadap kondisi asam. Contoh
zat warna reaktif yang mengadakan reaksi ini yaitu zat warna reaktif dengan
gugus triazin.

2) Berdasarkan cara pemakaian


Berdasarkan cara pemakaiannya, zat warna reaktif digolongkan menjadi dua
macam, yaitu :

 Pemakaian cara dingin


Yaitu zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan tinggi, misalnya zat
warna reaktif dengan sistem diklorotriazin. Suhu pencelupannya tidak lebih
dari 40OC karena pada suhu yang lebih tinggi zat warna tersebut akan mudah
terhidrolisa.
 Pemakaian cara panas
Yaitu zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan rendah, sehingga perlu
menggunakan suhu yang tinggi pada proses pencelupannya. Contoh zat warna
ini yaitu zat warna dengan gugus reaktif monoklorotriazin. Suhu
pencelupannya antara 60 - 80OC.

Proses Pelorodan
Pelorodan adalah proses penghilangan lapisan lilin malam yang menempel pada
kain mori. Menghilangkan lilin malam pada batik dapat bersifat menghilangkan sebagian
atau menghilangkan keseluruhan lilin malam. Cara menghilangkan malam adalah dengan
merebus kain batik ke dalam air mendidih dengan menggunakan soda abu atau
waterglass. Yang berfungsi untuk mempercepat proses penghilangan malam pada kain.
Sebelum kain direbus terlebih dahulu kain dicelupkan dalam air biasa. Agar perpindahan
panas pada air mendidih dapat dinetralisir dengan keadaan kain yang basah. Setelah
direbus sisa-sisa malam yang masih menempel dibersihkan dengan air bersih sambil
dikucek perlahan sampai kain batikan benarbenar bersih dari malam. Proses pelorodan
dalam proses pelorodan biasanya sisa dari rebusan air masih bercampur dengan malam
yang telah meleleh. Air sisa pelorodan sebenarnya masih dapat digunakan jika tidak
sangat keruh dan endapan malam tidak terlalu banyak agar lebih menghemat air. Proses
ini dapat dilakukan dengan menambahkan debit air pada sisa rebusan. Malam akan
membeku dan menjadi lapisan pada atas tempat pelorodan. Kemudian lapisan malam
tersebut diambil dan disaring untuk memisahkan dengan air sisa rebusan. Air tersebut
dapat difungsikan lagi untuk proses pelorodan selanjutnya.
Penghilangan lilin malam secara keseluruhan dapat dilakukan pada pertengahan
atau akhir proses pembuatan  kain batik. Penghilangan lilin secara  keseluruhan disebut
pelorodan. Pada batik pekalongan proses ini sering dilakukan. Pelorodan yang dilakukan
di tengah proses pembatikan biasanya dilakukan untuk memberikan warna lain pada jejak
lilin yang dilorod. Pelorodan yang dilakukan di akhir disebut mbabar atau ngebyok.
Pelepasan lilin dilakukan dengan air panas. Lilin akan meleleh dalam air panas sehingga
terlepas dari kain. Untuk kain dengan pewarnaan bahan alam (nabati), air panas diberi
kanji. Sementara untuk pelepas lilin (pelorodan), kain batik dengan pewarnaan obat
sintesis air lorodan lainnya diberi soda abu. 
Bila proses pemalaman telah selesai maka tahap selanjutnya yaitu tahap pewarnaan.
Tetapi sebelumnya telitilah kain yang sudah dimalam tersebut, mungkin ada tumpahan
atau tetesan kain yang tidak dikehendaki, apabila ada untuk menghapusnya gunakan alat
logam yang tahan panas untuk menghilangkannya.

Pengolahan malam sisa lorodan


Yang perlu diperhatikan adalah bahan yang digunakan untuk membantu dalam
proses pelorodan dalam hal ini adalah : kanji, soda ash dan watterglass.
 Kanji
Hasil dari malam sisa lorod terpaksa harus membuang sebagian malam karena
sifatnya lengket dan mudah rekat dalam malam sisa.
 Soda ash
Meskipun tidak bercampur langsung (homogen dengan malam) tetapi laju endapan
rendah sehingga kita harus memotong malam bagian bawak(yang lebih kotor) lebih
banyak.
 Watterglass
Malam yang bercampur dengan watterglass lebih mudah resep ulang daripada yang
bercampur kanji dan soda ash. Dan tidak bisa bercampur dengan malam sisa.

Cara memisahkan sederhana, panaskan malam sisa sampai mendidih awal.


Dinginkan. Sampah dan air akan terpisah dibawah. Potong bagian bawah yang paling
kotor, jangan buang tapi kumpulkan lagi dengan malam sisa yang selanjutnya. Setelah itu
tambahkan resep baku. Sebaiknya pahami sisaf malam, sehingga resep kita bisa
disesuaikan dengan kondisi bahan malam sisa dan hasil yang kita inginkan.

A. Malam kurang lekat : kurang gandarukem


B. Malam kurang tembus : kurang minyak (bisa minyak goreng. Kendal/lemak)
C. Malam kurang keras /gampang mbleber (mblodrok) : kurang getah damar (mata
kucing)
D. Malam kurang lentur/ mudah pecah : kurang mikro wax
E. Kualitas bahan keseluruhan kurang bagus : perlu malam madu (murni)
F. Ingin buat pecahan : tambah lilin parafin.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
Alat
 Kompor  Timbangan digital
 Wajan  Bak untuk pencelupan
 Canting  Gelas kimia
 Dingklik  Kuas
 Gelas ukur  Pipet ukur
 Baki plastik  Panci
 Batang pengaduk  Pensil

Bahan
 Air  Malam/lilin
 Zat warna reaktif  Zat warna naftol AS-D
 NaCl  Spirtus
 Na2CO3  NaOH
 Asam asetat  Garam diazonium
 Kain mori katun (kapas)
3.2 Diagram Alir

Pembuatan sketsa pada kain

Proses pencantingan
(klowong)

Proses pemberian warna


motif dengan zat warna
naftol (colet)

Proses memblok warna motif


dengan malam (tembokan)

Proses pencelupan warna


dasar (zat warna reaktif)

Proses penghilangan malam


(pelorodan)

Pembilasan

3.3 Resep
Resep Proses Pencoletan
 Zat warna Naftol AS-D : 6 g/L
 Spirtus : 3 ml/L
 NaCl : 30 g/L
 NaOH : 3 g/L
 Air : 100 ml
*untuk warna motif ungu GD MB, untuk warna motif oranye GD KGL
 Garam diazonium : 6 g/L
 Asam asetat : 1 ml/L
 Air : 50 m l
Resep Proses Pencelupan Warna Dasar
 Zat warna reaktif DCT : 2 % owf
 NaCl : 30 g/L
 Na2CO3 : 5 g/L
 Vlot : 1:20
 Suhu : Kamar (30℃)
 Waktu : 60 menit

3.4 Fungsi Zat


 Lilin : untuk membuat motif batik dengan menghalangi motif agar tidak terkena warna
dasar
 Zat warna Naftol : untuk memberikan warna pada serat selulosa untuk mewarnai
motif kain, zat warna yang tidak larut dalam air yang mempunyai afinitas terhadap
serat selulosa yang akan masuk ke dalam pori-pori serat kapas
 NaOH : untuk mengubah naftol yang tidak larut menjadi naftolat yang larut dalam air
 NaCl : untuk mendorong penyerapan zat warna yang bekerja pada kain dengan cara
mengurangi muatan negatif pada serat dengan cara mengurangi ionisasi
 Spirtus : untuk membantu melarutkan zat warna naftol agar menjadi naftolat yang
larut dalam air
 Garam diazonium : untuk membangkitkan warna yang berikatan dengan naftolat
berupa ikatan hidrogen dan ikatan Van Der Waals
 Asam asetat : sebagai pengatur pH, untuk mestabilkan garam diazonium yang bersifat
kurang stabil (namun jika terlalu asam, garam diazonium akan rusak).
 Zat warna Reaktif DCT : untuk memberikan warna pada serat selulosa untuk warna
dasar kain, yang akan berikatan dengan serat selulosa dengan berikatan kovalen.
 Na2CO3 : untuk proses fiksasi zat warna reaktif, pada pencelupan warna dasar kain.
3.5 Prosedur Kerja
1. Siapkan kain mori/ sutra, kemudian dibuat motif diatas kain tersebut dengan
menggunakan pensil.
2. Setelah motif selesai dibuat, sampirkan atau letakkan kain pada gawangan
3. Nyalakan kompor/ anglo, letakkan malam/ lilin ke dalam wajan/ nyamplung, dan
panaskan wajan dengan api kecil sampai  malam/ lilin mencair sempurna.  Untuk
menjaga agar suhu kompor/ anglo stabil biarkan api tetap menyala kecil.
4. Tahap selanjutnya, menutupi kain dengan malam/ lilin pada bagian-bagian yang akan
tetap berwarna putih (sama dengan warna dasar kain).  Canting untuk bagian halus,
atau kuas untuk bagian berukuran besar.  Proses ini bertujuan agar pada saat
pencelupan bahan/ kain kedalam larutan pewarna bagian yang diberi lapisan malam/
lilin tidak terkena pewarna.
5. Pada proses membatik dimulai dengan mengambil sedikit malam cair dengan
menggunakan canting, tiup-tiup sebentar biar tidak terlalu panas kemudian torehkan/
goreskan canting dengan mengikuti motif.  Dalam proses ini harus dilakukan dengan
hati-hati agar jangan sampai malam yang cair menetes diatas permukaan kain, karena
akan mempengaruhi hasil motif batik.
6. Setelah semua motif yang tidak ingin diwarna atau diberi warna yang lain tertutup
oleh malam/lilin, selanjutnya dilakukan proses pewarnaan.  Siapkan bahan pewarna
di dalam ember, kemudian celupkan kainnya ke dalam larutan pewarna.  Proses
pewarnaan pertama pada bagian yang tidak tertutup oleh malam/ lilin.  Pewarnaan
dilakukan dengan cara mencelupkan kain tersebut pada warna tertentu.  Kain dicelup
dengan warna yang dimulai dengan warna-warna muda, dilanjutkan dengan warna
lebih tua atau gelap pada tahap berikutnya.
7. Setelah dicelupkan dalam pewarna, kain tersebut di jemur dan dikeringkan.
8. Setelah kering dilakukan proses pelorodan, proses tehnik “pelorodan” dilakukan
dengan cara lilin dikerik dengan pisau, kemudian kain di rebus bersama-sama dengan
air yang telah diberi soda abu, atau menggunakan tehnik pelepasan lilin dengan
dilumuri bensin, kemudian Kain disetrika sehingga lilin menjadi meleh.  Dari
keempat jenis pelepasan lilin di atas, tehnik perebusan kain dengan soda abu dan
tehnik setrika adalah yang lazim digunakan oleh pembatik tradisional.
9. Kain yg telah berubah warna tadi direbus dalam air panas.  Proses ini bertujuan untuk
menghilangkan lapisan malam/ lilin sehingga motif yg telah digambar menjadi
terlihat jelas.  Apabila diinginkan beberapa warna pada batik yg kita buat, maka
proses dapat diulang beberapa kali tergantung pada jumlah warna yg kita inginkan.
10. Setelah kain bersih dari malam/ lilin dan dikeringkan, dapat dilakukan kembali
proses pembatikan dengan penutupan malam/ lilin menggunakan alat canting untuk
menahan warna berikutnya.
11. selanjutnya proses pencelupan warna yang kedua, dengan memberikan malam/ lilin
lagi, pencelupan ketiga dst.  Misalkan dalam satu kain diinginkan ada 5 warna maka
proses diatas tadi diulang sebanyak jumlah warna yg diinginkan berada dalam kain
tsb satu persatu  lengkap dengan proses membuka/nglorot dan menutup malam/ lilin
dilakukan berulang kali sesuai dengan banyaknya warna dan kompleksitas motif
yang diinginkan.
12. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan ke
campuran air dan soda ash untuk mematikan warna yang menempel pada batik, dan
menghindari kelunturan.
13. Proses terakhir adalah mencuci /direndam air dingin dan dijemur sebelum dapat
digunakan dan dipakai. [ CITATION ani15 \l 1057 ]

3.6 Perhitungan Resep


Resep Proses Pencoletan
6
 Zat warna naftol AS-D : ×100=0,6 gram
1000
3
 Spirtus : ×100=0,3 ml
1000
30
 NaCl : ×100=3 gram
1000
3
 NaOH : ×100=0,3 gram
1000
 Balance/air : 100 – 4,2 = 95,8 ml
6
 Garam diazonium : ×50=0,3 gram
1000
1
 Asam asetat : ×50=0,05 ml
1000
 Balance/air : 50 – 49,65 ml

Resep Proses Pencelupan


Vlot = 1:20
Berat Bahan 170,4 gram
Jumlah larutan : 170,4 x 20 = 3408 ml
2
 Zat warna reaktif DCT : ×170,4=3,408 gram
100
2
 Na2CO3 : ×3408=17,04 gram
100
30
 NaCl : ×3408=102,24 gram
1000
 Balance/air : 3408−3,408−17,08−102,24=3285,3 ml
IV. DISKUSI
Pada pembahasan kali ini akan membahas tentang bagaimana cara memproses
pembuatan kain batik tulis dari awal hingga akhir. Kain batik yang digunakan dengan
ukuran panjang 1m dan lebar 1m. Kain batik yang digunakan berkomposisi serat kapas
100% atau yang biasa disebut juga kain mori. Berikut adalah proses pembuatan batik
tulis:
 Pembuatan Desain atau Motif

Gambar 8. Motif Kain Batik


Pada pembuatan desain atau motif ini kelompok kami terinspirasi dari
gabungan contoh batik diatas, tetapi tidak utuh menjiplak sepenuhnya. Setelah itu
digunakan pensil untuk membuat gambar motif pada kain. Motif batik kami yaitu
sebelah kiri dan kanan kain, dibuat motif batik dengan seperti gambar diatas yang
sebelah kiri, tetapi tanpa bentuk kotak dan lingkaran. Lalu untuk motif ditengah kami
menggunakan motif batik seperti gambar diatas yang sebelah kanan, dengan tidak
menjiplak seutuhnya, tetapi dibuat kreasi kami sendiri.

 Proses Klowong
Proses ngolowongi batik dilakukan pada saat lilin sudah mencair atau lilin
dalam keadaan panas, karena jika lilin tidak dicairkan atau masih memadat maka
akan menyulitkan proses ngolowongi atau melekatkan lilin ke dalam pola yang ada
pada kain. Agar bisa membatik dengan sempurna maka lilin dipanaskan dengan suhu
tinggi.
Pada praktikum ini digunakan lilin untuk proses klowong dan canting khusus
klowong untuk mempertegas motif batik yang sudah kita buat Untuk pemilihan
kompor digunakan kompor listrik karena jika digunakan kompor minyak tanah maka
dapat menyebabkan lilin menjadi panas. Semakin panas lilin tersebut maka
dimungkinkan api cepat menyambar dan bisa membahayakan jika ditinggalkan.
Dilakukan pemanasan terlebih dahulu lilin yang menempel pada wajan tunggu
hingga mencair. Untuk pemanasan menggunakan kompor listrik waktu
pemanasannya lebih lama bila dibandingkan dengan kompor minyak tanah. Setelah
itu cairan lilin diambil dengan canting dengan menggunakan bagian nyamplung.
Setelah itu lalu diklowongi motif batik tersebut.
Dari percobaan tersebut terdapat kendala yang terjadi pada proses tersebut
yaitu saat ngolowongi lelehan lilin tersebut langsung menetes sebelum dilakukan
klowong pada motif tertentu sehingga timbul lilin yang melekat pada motif yang
seharusnya harus diwarnai atau tidak sengaja motif yang lain ketutupan lilin
akibatnya saat pencelupan bagian tersebut tidak terwarnai dengan sempurna.

 Proses Colet
Pencoletan / nyolet merupakan proses pemberian warna dibagian-bagian
tertentu pada motif batik dengan cara melukis menggunakan kuas. Dalam
pembatikan ini, proses nyolet menggunakan zat warna naftol. Sehingga
pengerjaannya meliputi 2 tahap. Tahap pertama zat warna yang telah berbentuk
naftolat dicolet dengan menggunakan kuas pada kain. Sedangkan tahap kedua
naftolat dibangkitkan dengan garam diazonium sesuai warna yang diinginkan (terjadi
proses pengkoplingan).

Pada percobaan ini, digunakan zat warna naftol AS-D, Garam diazonium KGL
Orange, Garam diazonium MB, Spirtus, NaOH, NaCl, CH 3COOH, dan air. Pada
tahap pertama, pembuatan naftolat dilakukan dengan menambahkan zat warna naftol
AS-D sebanyak 0,6 gram, 0,3 gram spirtus, dilakukan penambahan setengah dari
kebutuhan NaOH dan 100 mL air, kemudian tambahkan sisa NaOH, lalu masukkan 3
gram NaCl dan sisa air. Pada tahap kedua, pembangkitan warna dilakukan dengan
menggunakan garam diazonium, CH3COOH, dan air.
Pada kain batik ini memiliki 2 warna motif yaitu warna merah dan jingga.
Dengan menggunakan naftolat dari AS-D dan garam diazonium KGL Orange untuk
warna jingga, sedangkan garam diazonium MB untuk warna merah. Pada prosesnya,
pastikan sebelumnya kain dalam keadaan kering agar tidak terjadi blobor kemudian
motif dilukis terlebih dahulu dengan menggunakan larutan naftolat. Angin-angin
sampai motif yang terdapat larutan naftolat lembab, lalu dilukis dengan garam
diazonium. Proses colet dilakukan minimal sebanyak 3 kali, agar pada proses
pencelupan warna dasar penurunan warna pada motif tidak besar.

 Proses Tembokan
Tembokan merupakan proses membatik yang dilakukan untuk menutupi bagian
putih atau bagian yang sudah dicolet dengan warna motif dari kain mori
menggunakan lilin atau malam yang sudah dicairkan. Bagian putih yang dimaksud
yaitu berupa bagian yang nantinya tidak akan diwarnai dengan pewarna. Malam yang
digunakan untuk tembokan yaitu berupa malam tembokan sementara canting yang
dipakai yakni berupa canting tembok.
Lapisan malam pada proses nembok ini ibaratnya sebuah tembok yang dipakai
untuk menahan zat pewarnanya agar jangan sampai merembes kebagian-bagian yang
tertutup malam. Tembokan berguna untuk menutupi warna motif yang sudah dicolet
dengan zat warna naftol, agar tidak terwarnai pada saat pencelupan warna dasar.
Pada praktikum kali ini proses tembokan, tidak semulus menutupi bagian
warna motif saja tetapi terkadang lilin juga menetes pada bagian warna dasar. Oleh
karena itu pada hasil pencelupan terdapat beberapa titik-titik putih/tidak tercelup
dikarenakan oleh tetesan lilin yang tidak semestinya tersebut.

 Proses Pencelupan Warna Dasar Kain


Pencelupan batik dilakukan dalam suasana dingin, karena jika ada pemanasan
malam pada kain akan meleleh dan menyebabkan perintangan terhadap motif gagal,
oleh sebab itu zat warna yang digunakan menggunakan zat warna yang
pencelupannya dilakukan pada suhu dingin/ ruangan. Pada praktikum ini dilakukan
pencelupan dengan zat warna reaktif dingin.
Pada praktikum ini digunakan zat warna reaktif sebanyak 2% owf, tapi berat
bahan yang digunakan sebanyak 60% dari berat bahan aslinya, vlot yang digunakan
1:20 untuk menghasilkan warna sedang. Digunakan pula NaCl untuk mendorong
penyerapan zat warna ke kain, Na2CO3 untuk fiksasi zat warna reaktif agar tahan
lunturnya baik.
Pertama-tama zat warna dilarutkan di bak pencelupan dengan air sesuai vlot
namun kira-kira dikurangi 600 ml untuk melarutkan NaCl dan Na2CO3 secara
terpisah. Setelah zat warna berhasil dilarutkan masukkan kain dengan keadaan
terbuka namun karena tempat yang berukuran lebih kecil harus sering dilakukan
pengadukan agar semua bagian kain tercelup. Pencelupan secara keseluruhan
dilakukan selama 60 menit, dengan beberapa tahapan. Setelah 10 menit pencelupan
dimasukkan NaCl yang sudah larut, pena,mbahan NaCl dilakukan 10 menit
penelupan agar larutan tidak terlalu jenuh diawal. Jika larutan sudah jenuh diawal
maka pencelupan tidak akan berjalan maksimal dan dapat menghasilkan celupan
yang belang. Setelah penambahan NaCl pencelupan dilanjukan lagi selama 40 menit
dengan kain terus diaduk, lalu pada 10 menit terakhir dimasukkan Na2CO3 untuk
fiksasi zat warna.
Gambar 9. Sesudah dan Sebelum Proses Pencelupan
Seperti dapat dilihat dari gambar diatas yang merupakan hasil pencelupan ang
telah kering, malam pada motif pecah dan menyebabkan bagian motif terwarnai
muda. Hal ini terjadi karena pada dasarnya malam tidak terlalu tahan alkali dan air

dapat merusak lilin, karena waktu perendaman yang cukup lama dan penambahan
alkali membuat rusaknya malam dan menjadi retak. Faktor lain yang bisa membuat
malam retak adalah karena saat pencelupan kondisi kain terlibat tidak dibentangkan.
 Proses Pelorodan
Pelorodan adalah proses penghilangan lapisan lilin malam yang menempel
pada kain mori. Pada pembuatan batik ini menggunakan bahan untuk melorod
(membersihkan malam) kain, diperlukan air panas mendidih di atas tungku atau
panci dan ditambahkan Soda Abu (Na2CO3). Fungsi soda abu tersebut untuk
menghindari terjadinya penempelan ulang malam di permukaan kain sehingga kain
benar-benar bersih dari malam, tetapi soda abu tersebut dapat juga menurunkan nilai
ketuaan warna dari warna kain dasar maupun warna motif. Pelorodan (penghilangan
lilin malam) ini dilakukan pada di akhir proses pembuatan kain batik.
Pada praktikum ini pelorodan dilakukan sebanyak 3 kali proses dan pembilasan
sebanyak-banyaknya hingga benar-benar bersih. Proses pelorodan agak sulit
menghilangkan malamnya, jika tidak dilakukan pembilasan, karena lilin yang sudah
terlepas dari kain, akan menumpuk kembali dalam larutan pelorodan (dalam panci)
sehingga lilin sulit dihilangkan. Oleh karena itu proses pelorodan kali ini, dilakukan
pembilasan beberapa kali hingga kain benar-benar bersih tidak ada lilin.
V. KESIMPULAN
Dari praktikum Proses Pembuatan Batik Tulis dengan Zat Warna Naftol (Warna
Motif) dan Zat Warna Reaktif (Warna Dasar) pada Kain Kapas yang telah dilakukan,
dapat disimpulkan bahwa:
 Proses pembuatan batik tulis tidaklah mudah seperti yang dibayangkan, perlu
keahlian dan keterampilan khusus untuk membuatnya.
 Langkah-langkah proses pembuatan batik tulis diantarannya:
1. Pembuatan desain atau motif
2. Klowong
3. Colet
4. Tembokan
5. Celup
6. Pelorodan
DAFTAR PUSTAKA

Sunarto. Teknik Pencelupan dan Pencapan. 2008. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional.

Djufri, Rasjid, dkk, 1973. Teknologi Pengelantanga, Pencelupan dan Pencapan. Institut
Teknologi Tekstil, Bandung.

Suprapto, Agus, dkk. 2006. Bahan Ajar Teknologi Pencapan 1. Bandung : Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil.

https://batiksekarkedhaton.wordpress.com/kok-rusak-yo/

https://astoetik.co.id/product/malam-klowong/

https://infobatik.id/fungsi-lilin-batik-klowong/

http://parangboket.com/2017/10/proses-lorotan-atau-babaran.html

https://infobatik.id/proses-pembuatan-batik-positif-dan-negatif/

https://infobatik.id/teknik-pewarnaan-batik-dengan-coletan/

Anda mungkin juga menyukai