Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENCAPAN I

Pencapan Kain T/C dengan Zat Warna Pigmen

Disusun Oleh Kelompok 1

Indra Joshua (16020072)

Moch Iklil Hamdani (16020082)

Nabila Dini Akmalia (16020086)

Nasiha Khaerunnisa (16020096)

Ratu Suraduhita Firna (16020097)

Grup : 3K3

Dosen : Khairul Umam, S.ST. M.T.

Asisten : 1. Eka O., S.ST. M.T.

2. Desiriana

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL

POLITEKNIK SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL

BANDUNG

2018
PENCAPAN KAIN CAMPURAN POLISTER KAPAS (T/C) DENGAN ZAT WARNA
PIGMEN

I. MAKSUD DAN TUJUAN


1.1.Maksud
Melakukan proses pencapan kain campuran poliester kapas (T/C) dengan zat warna
pigmen.
1.2.Tujuan
Memberi warna pada bahan tekstil dengan menggunakan zat warna pigmen sesuai dengan
motif yang diinginkan.

II. TEORI DASAR


Pencampuran antara dua serat yang berbeda jenisnya baik untuk benang maupun
untuk kain yang sering dilakukan. Tujuan dari pencampuran adalah untuk meningkatkan
kenampakan dan kemampuan kain yang dibentuk. Kelebihan dan kekurangan dari sifat-
sifat serat yang membentuk akan saling mempengaruhi dan saling memperbaiki. Oleh
karena itu serat campuran biasanya dari serat sintetik kain yang dibentuk lebih ringan,dan
kain dari serat-serat alam.
Poliester terbentuk secara kondensasi menghasilkan polietilen tereftalat yang
merupakan suatu ester dari komponen dasar asam dan alkohol yaitu asam tereftalat dan
etilena glikol.
Pada analisa hidrolisis, asetolisis dan metilasi menunjukan bahwa selulosa pada
dasarnya mengandung residu anhidroglukosa. Subsequent tersebut menyesun molekul
glukosa(monosakarida) dalam bentuk β-glukopironase dan berikatan bersama-sama
yang dihubungkan pada posisi 1 dan 4 atom karbon molekulnya. Formula unit
pengulanganya menyerupai selobiosa (disakarida) yang kemudian membentuk selulosa
(polisakarida).

Zat Warna Pigmen


Zat warna pigmen merupakan zat warna yang dapat digunakan untuk mencap semua
jenis bahan tekstil sehingga banyak digunakan. Zat warna ini tidak mempunyai gugus
pelarut atau gugus yang dapat berikatan dengan serat. Sifat zat warna ini hanya menempel
saja pada permukaan kain dengan pengikat binder.
Karena sifatnya yang hanya menempel saja maka hasil yang diperoleh mempunyai
efek kaku. Dan untuk menghindari efek ini biasanya dalam resep yang digunakan
ditambahkan zat pelembut. Kelemahan lain yang ada pada zat warna ini adalah ketahanan
terhadap gosoknya yang jelek.
Komponen pasta cap pigmen berdasarkan pada tiga hal penting yaitu disperse zat
warna pigmen, binder dan zat pembantu ikatan silang, serat pengental yang sesuai. Hasil
pencapan pigmen yang baik ditandai dengan tingkat kecerahan yang tinggi, sifat
pegangan yang tidak kaku dan sifat daya ketahanan luntur yang tinggi terhadap gosokan
dan pencucian.
Zat pengikat atau binder berperan sangat penting dalam hal maningkatkan daya
ketahanan luntur warna. Lapisan film dari binder pada pencapan pigmen adalah suatu
struktur tiga dimensi, dimana binder adalah suatu zat pembentuk lapisan film yang terdiri
dari rantai panjang makromolekul dan jika diaplikasikan bersama-sama dengan zat warna
pigmen pada permukaan bahan akan diperoleh ikatan silang tiga dimensi. Ikatan tiga
dimensi tersebut terbentuk selama proses fiksasi yang sesuai, adanya udara panas dan
kondisi pH asam.
Efisiensi binder ditentukan oleh daya tahan luntur dari zat warna pigmen pada
permukaan bahan, hal ini ditentukan oleh kondisi fiksasi yaitu waktu dan temperature
udara panas, adanya katalis asam dan mutu dari bindernya sendiri. Di pihak lain tingkat
ikatan silang yang terbentuk harus dibatasi untuk mencegah struktur tiga dimensi menjadi
getas, dengan demikian sifat kelenturannya tetap terjaga.
Mekanisme pengikatan kromofor zat warna pigmen adalah sebagai berikut : binder
merupakan zat yang tidak berwarna akan membentuk lapisan film yang tipis, tidak berwarna yang
berikatan dengan kain. Hal ini terjadi pada saat curing pada ssuhu 130-150℃ selama 3 – 5 menit,
dimana terjadi polimerisasi. Didalam pencapan zat warna pigmen selalu digunakan zat pengikat,
garam asam, zat higroskopis, dan zat anti migrasi selain zat warna pigmen itu sendiri.
Polimerisasi terjadi pada suasana asam. Adapun zat warna pigmen itu sendiri tidak berpenetrasi
dengan kain, tetapi berada pada lapisan atas dan dibawah lapisan film. Hal ini dapat dilihat pada
lapisan bawaah kain berbeda. Oleh sebab itu ketahanan gosoknya rendah dan tergantung dari
sifat pelapis dan konsentrasi zat warna yang digunakan.
SERAT POLYESTER

Pembuatan polyester

Poliester terbentuk secara kondensasi menghasilkan polietilen tereftalat yang


merupakan suatu ester dari komponen dasar asam dan alkohol yaitu asam tereftalat dan
etilena glikol.

nHOOC COOH + nHO(CH2)2OH

( Asam Tereftalat ) ( Etilena Glikol )

OH OC COO(CH2)2O H + (2n-1)H2O

 Sifat kimia
Poliester tahan asam lemah dan asam kuat dingin, tatapi kurang tahan terhadap basa
kuat.

Poliester tahan terhadap zat oksidasi, alkohol, keton, sabun dan zat-zat untuk
pencucian kering.

Poliester larut di dalam metakresol panas, asam triflourorasetat-orto-khlorofenol.

 Moisture Regain
Dalam kondisi standar moisture regain polyester 0,4 %. Dalam RH 100% moisture
regainnya hanya 0,6-0,8 %.

SERAT KAPAS
Struktur Fisik Serat Kapas
Bentuk dan ukuran penampang melintang serat kapas dipengaruhi oleh tingkat
kedewasaan serat yang dapat dilihat dari tebal tipisnya dinding sel. Serat makin dewasa
dinding selnya makin tebal. Untuk menyatakan kedewasaan serat dapat dipergunakan
perbandingan antara tebal dinding dengan diameter serat. Serat dianggap dewasa
apabila tebal dinding lebih dari lumennya.
Pada satu biji kapas banyak sekali serat, yang saat tumbuhnya tidak bersamaan
sehingga menghasilkan tebal dinding yang tidak sama. Seperlima dari jumlah serat
kapas normal adalah serat yang belum dewasa. Serat yang belum dewasa adalah serat
yang pertumbuhannya terhenti karena suatu sebab, misalnya kondisi pertumbuhan yang
jelek, letak buah pada tanaman kapas dimana bnuah yang paling atas tumbuh paling
akhir, kerusakan karena serangga dan udara dingin, buah yang tidak dapat membuka
dan lain-lain. Serat yang belum dewasa kekuatannya rendah dan apabila jumlahnya
terlalu banyak, dalam pengolahan akan menimbulkan limbah yang besar.

Gambar.1 Penampang Membujur (Kiri) dan Melintang (Kanan) Serat Kapas


Sumber : W. V. Bergen and W. Krauser , “Textile Fiber Atlas” p. 32, 1994

Struktur Kimia Serat Kapas


Apapun sumbernya derivat selulosa secara prinsif memiliki struktur kimia yang
sama. Hal ini bisa terlihat pada analisa hidrolisis, asetolisis dan metilasi yang
menunjukan bahwa selulosa pada dasarnya mengandung residu anhidroglukosa.
Subsequent tersebut menyesun molekul glukosa(monosakarida) dalam bentuk β-
glukopironase dan berikatan bersama-sama yang dihubungkan pada posisi 1 dan 4 atom
karbon molekulnya. Formula unit pengulanganya menyerupai selobiosa (disakarida)
yang kemudian membentuk selulosa (polisakarida).
Gambar.2 Struktur Kimia (A) Selobiosa, (B) Selulosa
Sumber: Gascoigne & Gascoigne, Biological Degradation of Cellulose “The
Chemistry and Physics of Cellulose”, p. 3. 1960 )
III. METODE PENELITIAN
3.1. Alat dan Bahan

Alat:
 Kasa screen dan rakel
 Meja print
 Mixer (untuk pembuatan pengental emulsi)
 Setrika (untuk proses pengeringan, dan pengaktifan binder)
 Dryer
 Cangkir plastik
 Pengaduk
 Timbangan digital
Bahan:
 Emulsifier
 Air dan minyak
 Zat warna pigmen
 DAP (1:2)
 Binder
 Urea/Gliserin
 Fixer
 Kain yang akan dicap (bahan T/C)

3.2. Resep
R/ Pasta Cap

Zw pigmen : 20 g

Binder : 180 g

Urea / gliserin : 20 g Zat Higroskopis

Fixer (Acrafix M) : 20 g Zat penfiksasi

DAP (1 : 2) : 20 g Katalis

Pengental Emulsi : 7000 g


: 1000 g
R/ Pembuatan Pengental Emulsi

Emulsifier TS : 50 g

Air : 350 g

Minyak tanah : 600 g


: 1000 g

3.3. Perhitungan Resep


1. Pasta Cap
Zat warna Pigmen 20/ 1000 x 50 = 1 gram
Binder 180/1000 x 50 = 9 gram
Urea 20/ 1000 x 50 = 1 gram
Fixer 20/ 1000 x 50 = 1 gram
DAP (1:2) 20/ 1000 x 50 = 1 gram
Pengental emulsi 700/ 1000 x 50 = 35 gram

2. Pengemulsi pengental
Emulsifier 1000 / 1000 x 50 = 50 gram
Minyak tanah 1000 / 1000 x 650 = 650 gram
Air 1000000 x 350 = 350 gram
3.4. Fungsi Zat
 Zat warna pigmen yaitu untuk memberikan motif pada bahan.
 Urea yaitu zat yang dapat mengemulsikan minyak tanah dan air membentuk
emulsi yang stabil. Sebegai zat higroskopis yang dapat melembabkan pasta cap
supaya tidak kering
 Minyak tanah yaitu sebagai bahan untuk membuat emulsi.
 Binder yaitu sebagai zat pembentuk lapisan film, yaitu untuk mengikat zat
warna pada serat sebagai akibat polimerisasi dari binder tersebut.
 Fixer yaitu sebagai zat adesif antara binder dan serat, juga mendukung
ikatan silang pada permukaan lapisan binder sehingga dapat meningkatkan
sifat ketahanan luntur hasil pencapan.
 D A P yaitu sebagai katalis asam yang dapat mengeluarkan asam pada suhu
tinggi untuk membantu proses polimerisasi (pembentukan ikatan silang) dari
binder.
 Emulsifier yaitu menurunkan tegangan antar muka antara air dan minyak tanah
 Air yaitu sebagai bahan dasar pembuatan emulsi.

3.5. CARA KERJA


Pembuatan pengental emulsi

Masukkan emulsi yang akan digunakan pada bejana

 Masukkan sebagian air dan sebagian minyak tanah dalam jumlah kecil
 Kocok secara merata dengan menggunakan mixer
 Sambil dikocok, masukkan air dan minyak sedikit demi sedikit secara
bergantian.
 Kocok terus sampai terbentuk emulsi yang kental.

Pembuatan Pasta Cap

Ambil pengental emulsi yang telah jadi sesuai dengan kebutuhan, kemudian
masukkan zat warna pigmen ke dalamnya dan diaduk terus sampai semua bagian
merata.
Pencapan

 Kain yang akan dicap dipasang pada meja cap dengan posisi terbuka sempurna
dan konstan pada meja cap.
 Letakkan screen tepat berada pada bahan yang akan dicap
 Dengan bantuan rakel, pasta cap ditaburkan pada screen pada bagian pinggir
kasa (tidak mengenai motif) secara merata pada seluruh permukaan.
 Tahan frame agar mengepres pada bahan, kemudian lakukan proses pencapan
dengan cara memoles screen dengan pasta cap menggunakan rakel.
 Pada proses pencapan, penarikan rakel harus kuat dan menekan ke bawah agar
dapat mendorong zat warna masuk ke motif.
 Lakukan proses pencapan seperti point di atas.
 Setelah selesai, biarkan pasta pada kain sedikit mongering kemudian angkat
secara hati-hati.
 Lakukan proses pengeringan, dengan cara dijemur atau dengan pemanas lain.
 Setelah kering, dilakukan proses curing (dengan cara penyetrikaan)
Untuk proses curing cara penyetrikaan, bahan yang akan disetrika terlebih
dahulu dilapisi kertas baru kemudian disetrika di bagian kertas di atasnya. Hal
ini untuk menghindari gambar rusak oleh gosokan setrika.

3.6.Diagram alir

Pencapan Drying Curing Cuci sabun


IV. DISKUSI
Berdasarkan hasil percobaan pencapan dengan zat warna pigmen pada serat
kapas dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut :

 Ketuaan Warna
Faktor Pencucian dan Tanpa Pencucian
Dilihat dari percobaan bahan dengan pengerjaan pencucian mempunyai
ketuaan warna yang lebih muda dari pada bahan yag tidak dicuci. Hal ini
disebabkan karena proses pencucian dapat menghilangkan zat warna yang ada di
permukaan kain, atau zat warna yang tidak terfiksasi di dalam serat. Sedangkan
pada bahan yang tidak dicuci warna lebih tua karena masih adanya zat warna yang
terdapat di permukaan kain Namun Hasil yang lebih optimal jika dilakukan proses
pencucian (wash off), karena akan membuat hasil kain lebih bersih dari warna-
warna yang hanya menempel pada permukaan kain saja.
 Ketajaman Motif
Faktor Penempatan Screen
Penempatan posisi screen harus tepat, baik itu untuk gambar bagian luar
maupun dalam. Untuk bagian luar harus disesuaikan luas bidang kain dengan luas
bidang gambar, jangan sampai motifnya terpotong karena kehabisan lebar kain, dan
untuk bagian dalam harus tepat diatas motif bagian luar agar tidak terjadi
overlapping.
Faktor penambahan Fixer
Bahan yang mendapatkan penambahan fixer menghasilkan motif yang kurang
tajam. Hal ini disebabkan karena penambahan fixer akan mengakibatkan
penurunan viskositas larutan, sehingga dapat menyebabkan migrasi zat warna
dalam serat. Sedangkan bila tidak menggunakan fixer maka akan memberikan
warna yang tajam.
 Penodaan
Faktor pencucian dan tanpa pencucian
Berdasarkan hasil percobaan bahan yang melalui proses pencucian akan
menghasilkan kerataan warna yang lebih baik daripada bahan yang tidak
mengalami pencucian. Hal ini disebabkan karena proses pencucian dapat
menghilangkan zat warna yang ada di permukaan kain, atau zat warna yang tidak
terfiksasi di dalam serat sehingga bahan mempunyai kerataan warna lebih baik.
Faktor pencucian screen dan perakelan
Screen yang digunakan untuk proses pencapan harus dibersihkan terlebih
dahulu, untuk menghindari penyumbatan pori-pori screen, sehingga proses
penetrasi zat warna pigmen pada bahan menjadi lebih rata.
Tekanan pada proses perakelan harus stabil, karena apabila tekanannya tidak
stabil akan menyebabkan penyebaran zat warna pigmen tidak merata pada kain.
Faktor Pencampuran Zat Warna dan Zat Pembantu
Pada proses ini, pengadukan zat yang ditambahkan harus benar-benar merata,
karena jika tidak merata akan dapat mengakibatkan terjadinya gumpalan-gumpalan
kecil yang dapat menyumbat pori-pori screen, sehingga hasil pencapan tidak
merata.
Serta juga akan mengakibatkan perbedaan ketuaan warna, warna akan tua jika
terdapat di bagian yang lebih banyak zat warnanya, dan akan lebih muda di bagian
yang lebih banyak zat pembantunya.

 Sifat Fisik
Pegangan

Zat warna pigmen merupakan zat warna yang tidak mempunyai afinitas
terhadap serat. Sehingga agar zat warna pigmen dapat mewarnai kain, dalam
prosesnya dibutuhkan binder sebagai zat pengikat. Karena pada dasarnya binder
yang berpolimerisasi, membentuk ikatan dengan serat dipermukaan kain.
Akibatnya hasil pencapan mempunyai pegangan yang kaku. Untuk mengurangi
kekakuan dapat dilakukan penyetrikaan dengan mesin kalander.
 Ketahanan Luntur
Berdasarkan pengamatan dari hasil pencapan yang dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa kain T/C yang telah dikerjakan dengan penyabunan setelah proses curing
memiliki ketahanan luntur terhadap gosokan yang lebih baik dibandingkan dengan kain
uji yang tidak diikuti dengan penyabunan. Karena dalam penyabunan zat warna yang
tidak terfiksasi dan zat pembantu lainnya akan hilang.
Dengan penggunaan binder yang semakin banyak maka akan semakin baik
ketahanan lunturnya. Hal ini dikarenakan binder adalah suatu zat pembentuk lapisan
film yang terdiri dari rantai panjang makro molekul yang jika diaplikasikan dengan zat
warna pigmen, maka pada permukaan serat akan terbentuk ikatan silang 3 dimensi yang
terbentuk selama proses fiksasi yang sesuai.
V. KESIMPULAN
Pencapan dengan zat warna pigmen mempunyai beberapa keuntungan antara lain
pembuatan pasta capnya sederhana, tidak perlu pengerjaan iring setelah pencapan, zat
warna dapat dicapkan bersama-sama dengan zat warna lain, perbaikan rapot mudah
dikerjakan. Disamping keuntungan tersebut terdapat pula beberapa kekurangan,
misalnya hasil pencapan mempunyai tahan gosok dan cuci yang jelek dan pegangan
yang kaku.
VI. DAFTAR PUSTAKA

 Djufri, Rasjid, dkk, 1973. Teknologi Pengelantanga, Pencelupan dan Pencapan.


Institut Teknologi Tekstil, Bandung.
 Lubis, Arifin, dkk. 1998. Teknologi Pencapan Tekstil. Sekolah Tinggi Teknologi
Tekstil Bandung.
 Purwanti, dkk, 1978. Pedoman Praktikum pencapan dan Penyempurnaan. Institut
Teknologi Tekstil Bandung.
 Soeprijono, P dkk. 1973. Serat-Serat Tekstil. Institut Teknologi Bandung.

Anda mungkin juga menyukai